BAB I PENDAHULUAN. Gunungapi Sinabung merupakan gunungapi yang terletak di Dataran Tinggi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Gunungapi Sinabung merupakan gunungapi yang terletak di Dataran Tinggi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunungapi Sinabung merupakan gunungapi yang terletak di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Ketinggian gunungapi ini sekitar 2460 meter. Gunungapi Sinabung tercatat tidak pernah meletus sejak tahun 1600an, tetapi mendadak aktif kembali pada Agustus 2010 dan masih berlangsung hingga kini. Sebelum terjadi erupsi pada Agustus 2010, Gunungapi Sinabung diklasifikasikan ke dalam tipe gunungapi strato Tipe B (klasifikasi Direktorat Vulkanologi). Sejak 29 Agustus 2010 gunungapi ini diklasifikasikan ke dalam gunungapi aktif Tipe A. Pada peristiwa erupsi freatik dan abu Agustus 2010 tidak tercatat adanya korban jiwa manusia, akan tetapi abu letusannya merusak daerah perkebunan/pertanian masyarakat setempat serta mengakibatkan kontaminasi sejumlah sumber air di sekitarnya. Selain itu berdampak negatif terhadap tingkat kesehatan penduduk (iritasi kulit dan mata ISPA dan diare) di sekitar gunungapi (terutama yang bermukim di daerah selatan-tenggara dan timur gunungapi). Sejak peristiwa erupsi Agustus 2010, pemantauan, penyelidikan dan sosialisasi tentang kegiatan gunungapi ini terus menerus dilakukan secara intensif oleh pihak Pusat 1

2 Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi bekerjasama dengan berbagai pihak terkait (Gunawan dkk, 2014). Berdasarkan data Kementrian Pertanian tahun 2014, kerugian yang diakibatkan oleh erupsi Gunungapi Sinabung untuk sektor pertanian berkisar antara Rp 1,3 triliun hingga Rp.1,5 triliun. Luas lahan pertanian yang rusak akibat terkena abu vulkanik mencapai Ha yang tersebar di 14 kecamatan. Perinciannya yakni tanaman pangan seluas Ha, hortikultura Ha dan perkebunan Ha. Menurut Suswono (Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2014) komoditas yang paling banyak terkena dampak erupsi terutama tanaman hortikultura (sayuran), tanaman perkebunan (kopi, kakao dan cengkeh), tanaman buah buahan (jeruk dan alpukat) dan tanaman pangan (padi dan jagung). Kerugian ini belum termasuk kerusakan pada sejumlah permukiman, infrastruktur, listrik, serta air bersih. Sebagaimana diketahui bahwa lahan yang berada di sekitar lereng gunungapi merupakan lahan yang subur, yang cocok untuk kegiatan sektor pertanian. Kesuburan lahan vulkanik merupakan salah satu penyebab perkembangan permukiman yang cukup cepat dan pesat yang terjadi di sekitar lereng Gunungapi Sinabung. Sering kali, penduduk kurang atau tidak mempertimbangkan kawasan itu merupakan kawasan yang rentan terhadap ancaman/ bahaya erupsi. Sehingga ketika erupsi terjadi, banyak permukiman yang mengalami kerusakan baik secara parsial maupun keseluruhan yang menyebabkan permukiman tidak layak untuk dihuni kembali. Kecamatan - kecamatan yang berada dalam kawasan rawan bencana erupsi Gunungapi Sinabung 2

3 meliputi Kecamatan Payung, Kecamatan Naman Teran, Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Tiga Nderket. BNPB telah menetapkan bahwa beberapa desa yang berada di dalam radius 3 km dari puncak Gunungapi Sinabung merupakan daerah steril dimana tidak boleh ada aktivitas dari masyarakat sedikitpun. Beberapa desa yang termasuk di dalamnya yakni Desa Suka Meriah, Desa Simacem, dan Desa Bekerah. Desa Suka Meriah termasuk ke dalam Kecamatan Payung sedangkan Desa Simacem dan Desa Bekerah termasuk ke dalam Kecamatan Naman Teran. Desa Suka Meriah memiliki luas wilayah sebesar 2,50 Km 2, Desa Simacem memiliki luas wilayah sebesar 4,65Km 2 dan Desa Bekerah memiliki luas wilayah sebesar 3,82 Km 2. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Suka Meriah memiliki luas wilayah yang lebih kecil dibandingkan kedua desa lainnya. Dilihat dari kondisi demografi, Desa Suka Meriah memiliki kepadatan penduduk paling tinggi dari antara kedua desa lainnya yakni sebesar 167 orang/ Km 2 dikarenakan Desa Suka Meriah memiliki jumlah penduduk yang cukup besar tetapi luas wilayah yang cukup sempit (BPS Kabupaten Karo 2012). Gunungapi Sinabung hingga saat ini masih mengalami erupsi yang intensitasnya terbilang cukup tinggi, sehingga apabila masyarakat dibiarkan untuk kembali ke Desa Suka Meriah maka akan menimbulkan korban jiwa yang sangat tinggi. Hingga kini, Desa Suka Meriah tidak terdapat aktivitas sama sekali karena memang desa tersebut termasuk zona yang sangat berbahaya dengan keberadaannya 3

4 yang sangat dekat sekali dengan puncak Gunungapi Sinabung ditambah lagi berada di dalam jalur aliran piroklastik, dapat dilihat pada gambar

5 (Gambar 1.1. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Sinabung) 5

6 Di antara ancaman gunungapi, aliran piroklastik memiliki kekuatan yang sangat besar dan sangat merusak (Mei et al., 2013). Baxter et al. (1998) membuktikan dalam penelitiannya bahwa sangat sedikit orang yang bisa bertahan dari aliran piroklastik karena suhunya yang dapat melebihi 200º C. Oleh karena itu, pada wilayah yang memiliki risiko tinggi aliran piroklastik, terdapat dua solusi yang dapat dilakukan yakni mengungsikan penduduk di saat krisis dan merelokasi permukiman penduduk sebagai salah satu bentuk perencanaan keruangan (Baxter et al., 1998). Sejalan dengan ancaman aliran piroklastik di Gunungapi Sinabung, salah satu cara yang tepat dalam mengurangi tingkat risiko kerugian yang akan terjadi apabila erupsi Gunungapi Sinabung kembali melanda adalah dengan cara merelokasi desa tersebut ke suatu wilayah yang dianggap lebih aman. Namun demikian, relokasi sangat membutuhkan perencanaan yang hati hati, detail dan secara menyeluruh karena menyangkut pada penyiapan sebuah komunitas baru (Boen dan Jigyasu, 2005 dalam Martanto dan Sagala, 2014). Relokasi sangat berkaitan dengan proses memindahkan jalan hidup masyarakat yang didalamnya meliputi pemindahan manusia, tempat tinggal, dan fungsi sosial lainnya. Hal ini berhubungan dengan kehidupan masyarakat yang berkelanjutan untuk di masa yang akan datang, sehingga sebelum kegiatan relokasi dilakukan haruslah melakukan analisis di segala aspek masyarakat agar hasil yang diharapkan dari relokasi ini berdampak positif bukan sebaliknya. 6

7 Menurut Sumardjono dalam Darma (2009), prinsip utama relokasi yakni bentuk kesukarelaan masyarakat tersebut untuk bersama sama pindah ke lokasi yang baru. Maka dari itu, sangat diperlukannya transparansi dan akses informasi bagi masyarakat yang bersedia ikut dalam program relokasi yang berkaitan dengan fasilitas yang akan mereka peroleh dalam lokasi yang baru. Pengetahuan hak- hak dan fasilitas yang akan diperoleh akan membantu masyarakat yang akan direlokasi membuat keputusan mengikuti program dan berperan serta dalam prosesnya. Lokasi tujuan relokasi permukiman hingga saat ini memberikan prioritas yang tinggi pada Kawasan Hutan Produksi Siosar yang meliputi Kecamatan Merek dan Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo. Kawasan ini merupakan kawasan agropolitan milik Pemerintah Kabupaten Karo seluas 250 Ha. Pada rencananya, 30 Ha dari kawasan tersebut akan dijadikan sebagai kawasan permukiman untuk 3 desa yang wajib direlokasi tersebut dan sisanya akan dijadikan sebagai kawasan pertanian. Tidak hanya itu, pemerintah daerah akan mencoba membebaskan lahan sebesar 450 Ha untuk menambah jumlah luasan dari kawasan pertanian kepada Menteri Kehutanan Indonesia. 7

8 1.2. Rumusan Masalah Desa Suka Meriah merupakan salah satu desa yang mengalami kerusakan sebagai dampak langsung terhadap erupsi Gunungapi Sinabung. Hal ini sangat berisiko apabila tetap mempertahankan fungsi permukiman di wilayah tersebut. Maka dari itu pemerintah mewajibkan agar dilakukannya proses relokasi permukiman Desa Suka Meriah ke Kawasan Hutan Produksi Siosar yang dianggap sebagai wilayah yang cukup aman dan sesuai untuk dijadikan permukiman yang baru. Apabila Desa Suka Meriah tetap dipertahankan di lokasi semula maka akan dapat menimbulkan banyak kerugian termasuk korban jiwa jika erupsi Gunungapi Sinabung terjadi. Relokasi akan berjalan lancar apabila partisipasi masyarakat sangat baik terhadap proses relokasi tersebut. Partisipasi yang baik dipengaruhi oleh pendapat masyarakat mengenai kegiatan relokasi dan kondisi lokasi tujuan dari relokasi tersebut. Karakteristik individu masyarakat yang berbeda dapat mengakibatkan perbedaan pendapat masyarakat. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat terhadap kegiatan relokasi dapat memicu tingginya tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan relokasi tersebut dan begitu pula sebaliknya. Kondisi dari lokasi tujuan relokasi dapat mempengaruhi kepuasan dari masyarakat yang akan direlokasi yang nantinya akan memberikan sikap yang pro ataupun kontra terhadap kegiatan tersebut. Maka dari itu penentuan lokasi serta pembangunan permukiman tersebut yang ditentukan oleh pemerintah harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti fisik, sosial maupun ekonomi. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pendapat 8

9 masyarakat tersebut dapat berupa : status lahan, jarak lokasi, peluang mata pencaharian dan sebagainya. Saat ini pembangunan yang sedang terjadi diasumsikan tergolong lambat, padahal seharusnya penanganan relokasi harus segera ditangani sesegera mungkin. Dari pernyataan diatas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Seperti apa pendapat masyarakat terhadap proses relokasi permukiman? 2. Seperti apa kondisi lokasi tujuan relokasi permukiman? 3. Apa sajakah yang menjadi permasalahan dalam proses relokasi permukiman? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yakni : 1. Mengidentifikasi pendapat masyarakat terhadap proses relokasi permukiman. 2. Menganalisis kondisi lokasi tujuan relokasi permukiman 3. Mengkaji permasalahan yang terjadi dalam proses relokasi permukiman. 9

10 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa didapatkan dari kegiatan penelitian ini meliputi : 1. Sumbangan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Karo terhadap kegiatan relokasi tersebut. 2. Sebagai masukan untuk bahan kajian bagi para peneliti lain yang berminat dengan bidang sama dengan penelitian ini. 3. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dan sumbangan bagi pengembangan ilmu Geografi khususnya di bidang pengembangan wilayah. 10

11 1.5. Keaslian Penelitian Penelitian tentang daerah daerah bencana sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan tujuan dan lokasi yang berbeda seperti rencana relokasi akibat bencana banjir di Kampung Cieunteung (Harliani dan Rosyidie, 2012), relokasi pasca bencana lahar dingin di Kali Putih (Martanto dan Sagala, 2014), relokasi permukiman di Kota Meulaboh (Firman, 2008) dan ketahanan masyarakat di lereng Merapi (Ikhwanuddin, 2014). Perbedaan lokasi terjadinya bencana serta perbedaan jenis bencana mengakibatkan semakin beragamnya jenis jenis pendekatan yang dilakukan pada berbagai penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian pertama dilakukan oleh Harliani dan Rosyidie (2012) yang berjudul Identifikasi Persepsi Masyarakat tentang Rencana Relokasi akibat Bencana Banjir di Kampung Cieunteung. Penelitian ini memiliki tujuan penelitian yakni mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang rencana relokasi dan mengidentifikasi keterkaitan antara persepsi masyarakat dengan faktor - faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian berupa analisis statistik deskriptif, analisis statistik inferensi, dan analisis asosiasi. Penelitian kedua dilakukan oleh Martanto dan Sagala (2014) yang berjudul Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Persoalan Relokasi Pasca Bencana Lahar Dingin di Kali Putih. Penelitian ini memiliki tujuan yakni mengidentifikasi persoalan utama dalam penerapan kebijakan relokasi pasca 11

12 bencana lahar dingin Kali Putih di Dusun Gempol, mengidentifikasi alasan warga menolak kebijakan relokasi pasca bencana lahar dingin Kali Putih di Dusun Gempol, dan mengidentifikasi alasan warga menerima kebijakan relokasi pasca bencana lahar dingin Kali Putih di Dusun Gempol. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan purposive sampling. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Firman yang berjudul Persepsi Penghuni terhadap Permukiman Relokasi di Kota Meulaboh. Penelitian ini memiliki tujuan menemukan persepsi penghuni terhadap lingkungan permukiman relokasi. Penelitian ini menggunakan metode berpikir induktif dan metode deskriptif kualitatif. Penelitian yang keempat berjudul Metode Ketahanan Masyarakat Lereng Merapi Terhadap Erupsi Di Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan upaya upaya masyarakat dalam menghadapi ancaman erupsi dan merumuskan model deskriptif ketahanan masyarakat sesuai karakteristik masyarakat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti berjudul Relokasi Permukiman Desa Suka Meriah Akibat Dari Kejadian Erupsi Gunungapi Sinabung. Penelitian ini memiliki tujuan mengidentifikasi pendapat masyarakat terhadap rencana relokasi permukiman, menganalisis lokasi tujuan relokasi permukiman dan mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam rencana 12

13 relokasi permukiman. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menggunakan analisis deskriptif dalam analisis datanya. Secara umum penelitian - penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya memiliki kemiripan maupun kesamaan dengan penelitian penulis hanya saja perbedaannya terletak pada lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Karo Sumatera Utara sementara penelitian sebelumnya di lakukan di sebagian wilayah Pulau Jawa dan di Provinsi Aceh. Perbedaan objek lokasi tentunya mempengaruhi jenis karakteristik objek masyarakatnya yang berada di dalamnya. Metode penelitian maupun pendekatan yang dilakukan penulis kurang lebih sama karena aspek yang ditinjau sama-sama merupakan sebuah pendapat, analisis lokasi tujuan dari relokasi maupun permasalahan yang terjadi pada saat proses relokasi terjadi. Untuk lebih jelas mengenai tujuan, metode, dan hasil penelitian sebelumnya dapat dilihat pada tabel

14 Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Harliani dan Rosyidie (2012) Judul Penelitian Identifikasi persepsi masyarakat tentang rencana relokasi akibat bencana banjir di Kampung Cieunteung Tujuan Penelitian Identifikasi persepsi masyarakat tentang rencana relokasi Identifikasi keterkaitan antara persepsi masyarakat dengan faktor- faktor yang mempengaruhinya Metode Penelitian dan Pendekatan Analisis statistik deskriptif Analisis statistik inferensi Analisis asosiasi Hasil Penelitian - Aspek fisik dan lingkungan yaitu penilaian masyarakat terhadap kelayakan dan kenyamanan desa, - Aspek ekonomi yaitu kekhawatiran masyarakat terhadap penggantian aset lahan dan bangunan dan kekhawatiran terhadap mata pencaharian di lingkungan permukiman yang baru, - Karakteristik internal masyarakat, yaitu umur yang turut mempengaruhi persepsi dan preferensi masyarakat, - Aspek sosial dan budaya yaitu kekhawatiran terhadap hubungan sosial yang sudah terjalin dan mungkin tidak didapatkan lagi di lingkungan permukiman yang baru. 14

15 Lanjutan Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Martanto dan Sagala (2014) Judul Penelitian Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Persoalan Relokasi Pasca Bencana Lahar Dingin Di Kali Putih Tujuan Penelitian - Mengidentifikasi persoalan utama dalam penerapan kebijakan relokasi pasca bencana lahar dingin kali putih di Dusun Gempol - Mengidentifikasi persoalan utama dalam penerapan kebijakan relokasi pasca bencana lahar dingin kali putih di Dusun Gempol - Mengidentifikasi alasan warga menolak kebijakan relokasi pasca bencana lahar dingin kali putih di Dusun Gempol - Mengidentifikasi alasan warga menerima kebijakan relokasi pasca bencana lahar dingin kali putih di Dusun Gempol Metode Penelitian dan Pendekatan Metode kualitatif dan purposive samplimg Hasil Penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi: 1..Kurangnya partisipasi aktif warga yang dipindahkan maupun warga di sekitar lokasi Huntap Larangan. 2. Lokasi Huntap Larangan dianggap terlalu jauh dari lokasi pekerjaan mereka. 3. Mata pencaharian warga yang dipindahkan tidak sesuai dengan lokasi Hunian Tetap sehingga menyebabkan banyak warga yang tidak bisa bekerja seperti semula saat berada di Dusun Gempol 4. Kurangnya kemampuan warga Huntap untuk beradaptasi dengan masyarakat di sekitar lokasi Hunian Tetap Larangan. 5. Kekhawatiran warga Gempol atas hilangnya hak milik tanah di Dusun Gempol maupun keraguan warga Gempol atas status tanah di lokasi Hunian Tetap Larangan. 6. Warga yang bersedia direlokasi sebagian besar adalah warga yang rumahnya utuh atau rusak ringan, sedangkan warga yang rumahnya rusak berat atau bahkan hanyut sebagian besar menolak untuk direlokasi. Selain itu warga yang bersedia direlokasi juga kembali lagi ke rumahnya yang ada di Dusun Gempol. 15

16 Lanjutan Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Firman (2008) Judul Penelitian Persepsi Penghuni Terhadap Permukiman Relokasi di Kota Meulaboh Tujuan Penelitian - Menemukan persepsi penghuni terhadap lingkungan permukiman relokasi Metode Penelitian dan Pendekatan Metode berpikir induktif Metode deskriptif kualitatif Hasil Penelitian Penghuni memberikan persepsi negatif (tidak puas) terhadap relokasi yang dihuni. Ketidakpuasan yang dirasakan penghuni merupakan ketidakpuasan terhadap legalitas kepemilikan, fisik, kualitas lingkungan, jauhnya aksesibilitas ke lokasi lokasi strategis dan juga tidak lengkapnya fasilitas fasilitas pendukung di permukiman relokasi. 16

17 Lanjutan Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Ikhwanuddin (2014) Judul Penelitian Model Ketahanan Masyarakat Lereng Merapi Terhadap Erupsi Di Kabupaten Sleman Yogyakarta Tujuan Penelitian - Mendeskrisikan upaya upaya masyarakat lereng Merapi dalam menghadapi ancaman bencana erupsi Gunung Merapi - Merumuskan model deskriptif ketahanan masyarakat sesuai karakteristik masyarakat basis untuk pengembangan suatu model ketahanan masyarakat lereng Merapi dalam menghadapi erupsi Gunung Merapi Metode Penelitian dan Pendekatan Metode deskriptif kualitatif Hasil Penelitian 1. Upaya masyarakat membangun ketahanan adalah terlibat dan berperan serta dalam setiap perencanaan, penyusunan program program dan pelaksanaan kegiatan mitigasi bencana 2. Masyarakat lereng Merapi memiliki cara untuk bertahan hidup yang dinilai memiiki kemampuan melebihi masnusia pada umumnya 3. Masyarakat memiliki kemampuan dalam hal metamorphosis ekonomi sebagai cara bertahan hidup dan peningkatan ekonomi keluarganya 4. Dukungan wilayah yang subur, infrastruktur wilayah serta pengaturan pengelolaan sumber daya yang baik memberikan nilai lebih dalam proses pembangunan ketahanan masyarakat lereng Merapi 17

18 Lanjutan Tabel 1.1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti Pandia (2015) Judul Penelitian Relokasi Permukiman Desa Suka Meriah Akibat Dari Kejadian Erupsi Gunungapi Sinabung Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi pendapat masyarakat terhadap rencanarelokasi permukiman. 2. Menganalisis lokasi tujuan relokasi permukiman 3..Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam rencana relokasi permukiman. Metode Penelitian dan Pendekatan Analisis deskriptif kualitatif Hasil Penelitian 1. Masyarakat setuju dengan kegiatan relokasi 2. Lokasi tujuan relokasi belum terbangun secara sempurna karena masih dalam tahap prosespembangunan 3. Proses relokasi cenderung lambat terealisasi 18

19 1.6. Tinjauan Pustaka Pendekatan Geografi Menurut Haggett (1983) dalam Yunus (2010) terdapat 3 pendekatan utama dalam ilmu geografi yaitu pendekatan keruangan, pendekatan ekologi, dan pendekatan kompleks wilayah. Pendekatan keruangan adalah suatu metode untuk memahami gejala tertentu agar mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam melalui media ruang yang dalam hal ini variabel ruang mendapat posisi utama dalam setiap analisis. Pendekatan ekologi menekankan pada keterkaitan antara fenomena geosfer tertentu dengan variabel lingkungan yang ada sedangkan pendekatan kompleks wilayah mengkaji perbedaan karakteristik wilayah yang mendorong suatu wilayah dapat berinteraksi dengan wilayah lain. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekologi dimana mengkaitkan fenomena geosfer yang berupa erupsi Gunungapi Sinabung dengan aktivitas masyarakat Desa Suka Meriah. Pembahasan mengenai relokasi sebagai salah satu solusi terbaik dalam meminimalisir dampak dari erupsi Gunungapi Sinabung merupakan cara dalam menanggapi fenomena geosfer yang terjadi Permukiman Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di dalamnya. Permukiman tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Sejak adanya masyarakat dengan kemampuan mengembangkan budi dan dayanya 19

20 sejak itu pula ada permukiman. Karena itu dapat dikatakan bahwa adanya permukiman telah seumur peradaban dan kebudayaan manusia itu sendiri (Kuswartojo, 2010). Bagian permukiman yang disebut wadah tersebut merupakan paduan unsur : alam (tanah, air, udara, hewan dan tetumbuhan), lindungan (shells) dan jejaring (networks) sedang isinya adalah manusia dan masyarakat. Alam merupakan unsur dasar dan di alam itulah diciptakan lindungan (rumah dan gedung lainnya) sebagai tempat manusia tinggal serta menjalankan fungsi lain dan jejaring (jalan, jaringan utilitas) yang memfasilitasi hubungan antar sesama maupun antar unsur yang satu dengan yang lain (Doxiadis, 1971 dalam Kuswartojo, 2010). Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa permukiman adalah paduan antara unsur manusia dengan masyarakatnya, alam dan unsur buatan. Menurut Sadana (2014), permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup. Permukiman merupakan bagian dari kawasan budidaya. Permukiman merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan para penghuninya. Permukiman merupakan kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal. Permukiman perlu dilengkapi dengan prasarana lingkungan, sarana lingkungan, serta tempat kerja. Dapat disimpulkan bahwa permukiman merupakan lingkungan tempat tinggal manusia yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Permukiman berasal dari kata pemukim. Dari asal katanya, terdapat tiga istilah penting dalam permukiman yang berbeda maknanya, yaitu pemukim, 20

21 pemukiman, dan permukiman (Sadana, 2014). Pemukim adalah penghuni suatu tempat atau rumah. Pemukim memiliki arti seseorang yang menghuni suatu tempat tinggal. Pemukiman adalah suatu tindakan untuk memukimkan seseorang pada suatu lokasi atau tempat tinggal tertentu, sedangkan permukiman dikenal sebagai human settlement, yaitu : suatu kumpulan manusia baik itu berada di kota maupun di desa, lengkap dengan aspek- aspek sosial, spiritual, dan nilai- nilai budaya yang menyertainya. Lahan permukiman didefenisikan sebagai suatu tempat atau suatu daerah bagi masyarakat atau penduduk berkumpul dan hidup bersama serta menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan kehidupan (Batubara, 1984 dalam Wuryandari, dkk 2005) Menurut Kuswartojo (2010), untuk menjamin rencana telah ditetapkan berbagai pedoman teknis tentang berbagai unsur buatan. Antara lain tentang kepadatan dan kerapatan bangunan, garis sempadan, lebar jalan, ukuran drainase, persyaratan sanitasi, penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, ruang hijau, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan sebagainya. Kesemua pedoman ini dapat digunakan untuk menilai rencana permukiman artinya untuk menilai kondisi internal permukiman yang akan dikembangkan. Namun belum ada pedoman baku untuk menilai dampak setempat dan kaitannya dengan kondisi eksternal. Tiga aspek yang dijadikan dasar penilaian yaitu : dampak setempat, rencana pembangunan permukiman dan kaitannya 21

22 dengan sekitarnya merupakan kerangka yang dapat mengakomodasikan berbagai pedoman yang ada. Menurut (Sastra, 2006 dalam Heydir, 2008) permukiman terbentuk dari kesatuan isi dan wadah. Kesatuan antara manusia sebagai penghuni (isi) dengan lingkungan hunian (wadah) akan membentuk suatu komunitas yang secara bersamaan dapat membentuk suatu permukiman yang mempunyai dimensi yang sangat luas, dimana batas dari permukiman biasanya berupa batas geografis yang ada di permukaan bumi. Elemen- elemen permukiman yaitu isi dan wadah yang terdiri dari beberapa unsur antara lain : alam, manusia, masyarakat, bangunan/ rumah, dan networks. Alam memiliki beberapa komponen di dalamnya yang meliputi geologi, topografi, tanah, air, tumbuh tumbuhan, hewan dan iklim. Di dalam suatu wilayah permukiman, manusia merupakan pelaku utama kehidupan, disamping makhluk hidup seperti hewan, tumbuhan dan lainnya. Sebagai makhluk yang paling sempurna, dalam kehidupannya manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya, baik itu kebutuhan biologis (ruang, udara, temperatur dan lain- lain), perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional, serta kebutuhan akan nilainilai moral. Masyarakat merupakan kesatuan sekelompok orang (keluarga) dalam suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. Hal- hal yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat yang mendiami suatu wilayah permukiman yakni kepadatan dan komposisi penduduk, kelompok sosial, adat dan 22

23 kebudayaan, pengembangan ekonomi, pendidikan, kesehatan dan hukum dan administrasi. Bangunan (rumah) merupakan wadah bagi manusia (keluarga). Oleh karena itu dalam perencanaan dan pengembangannya perlu mendapatkan perhatian khusus agar sesuai dengan rencana kegiatan yang berlangsung di tempat tersebut. Networks merupakan sistem buatan maupun alam yang menyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah pemukiman. Untuk sistem buatan, tingkat pemenuhannya bersifat relatif dimana antara wilayah permukiman yang satu dan yang lain ridak harus sama. Sistem buatan yang keberadaannya diperlukan di dalam suatu wilayah antara lain adalah : sistem jaringan air bersih, sistem jaringan listrik, sistem transportasi, sistem komunikasi, drainase dan air kotor dan tata letak fisik (Sastra, 2006 dalam Heydir, 2008). Lokasi lingkungan perumahan harus memenuhi ketentuan (SNI ) sebagai berikut : a) Lokasi perumahan harus sesuai dengan rencana peruntukan lahan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat atau dokumen perencanaan lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah setempat, dengan kriteria sebagai berikut : 1. Kriteria keamanan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan merupakan kawasan lindung (catchment area), olahan pertanian, hutan produksi, daerah buangan limbah pabrik, daerah bebas 23

24 bangunan pada area bandara, daerah di bawah jaringan listrik tegangan tinggi ; 2. Kriteria kesehatan, dicapai dengan mempertimbangkan bahwa lokasi tersebut bukan daerah yang mempunyai pencemaran udara di ambang batas, pencemaran air permukaan dan air tanah dalam ; 3. Kriteria kenyamanan, dicapai dengan kemudahan pencapaian (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/ eksternal, langsung atau tidak langsung), kemudahan berkegiatan (prasarana dan sarana lingkungan tersedia) ; 4. Kriteria keindahan/ keserasian/ keteraturan (kompatibilitas), dicapai dengan penghijauan, mempertahankan karakteristik topografi dan lingkungan yang ada, misalnya tidak meratakan bukit, mengurug seluruh rawa atau danau/ setu/ sungai/ kali dan sebagainya ; 5. Kriteria fleksibilitas, dicapai dengan mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan fisik/ pemekaran lingkungan perumahan dikaitkan dengan kondisi fisik lingkungan dan keterpaduan prasarana ; 6. Kriteria keterjangkauan jarak, dicapai dengan mempertimbangkan jarak pencapaian ideal kemampuan orang berjalan kaki sebagai pengguna lingkungan terhadap penempatan sarana dan prasarana- utilitas lingkungan; 24

25 7. Kriteria lingkungan berjati diri, dicapai dengan mempertimbangkan keterkaitan dengan karakter sosial budaya masyarakat setempat, terutama aspek kontekstual terhadap lingkungan tradisional/ lokal setempat. b) Lokasi perencanaan perumahan harus berada pada lahan yang jelas status kepemilikannya, dan memenuhi persyaratan administratif, teknis dan ekologis. c) Keterpaduan antara tatanan kegiatan dan alam di sekelilingnya, dengan mempertimbangkan jenis, masa tumbuh dan usia yang dicapai, serta pengaruhnya terhadap lingkungan, bagi tumbuhan yang ada dan mungkin tumbuh di kawasan yang dimaksud Relokasi Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain guna mempertinggi faktor keamanan, kelayakan, legalitas pemanfaatan dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan (Kementerian Pekerjaan Umum, 2010) Menurut Asian Development Bank (2002) dalam Justitie (2009) relokasi dapat menimbulkan berbagai dampak seperti hilangnya sumber- sumber poduktif termasuk lahan, hilangnya pendapatan dan mata pencaharian, serta menurunnya kultur budaya dan kegotongroyongan yang ada dalam masyarakat. Lokasi dan 25

26 kualitas tempat relokasi baru adalah faktor penting dalam perencanaan relokasi, karena sangat menentukan beberapa hal seperti kemudahan menuju lahan usaha, jaringan sosial, pekerjaan, bidang usaha, kredit, dan peluang pasar. Setiap lokasi mempunyai keterbatasan dan peluang masing masing. Memilih lokasi yang sama baik dengan kawasan yang dahulu dari segi karakteristik lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi akan lebih memungkinkan relokasi dan pemulihan pendapatan berhasil. Jadi pemilihan lokasi harus dipertimbangkan sebagai bagian dari Studi Kelayakan. Pemilihan lokasi harus memperhitungkan dampak terhadap masyarakat setempat. Permasalahan seperti kualitas lahan, daya tampung lokasi, kekayaan milik umum, sumberdaya, dan sarana dan prasarana yang mendukung perlu dipertimbangkan selama studi kelayakan. Adapun dampak orang yang terkena relokasi dapat dilihat pada tabel 1.2. Tabel 1.2. Dampak Orang yang Terkena Relokasi Orang yang terkena dampak Petani penyewa/ bagi hasil Pekerja tanpa lahan atau upahan Penduduk liar dan pedagang kecil Penduduk suku terasing Kaum wanita dan wanita yang menjadi kepala rumah tangga Dampak Kehilangan kesempatan menyewa lahan dan hilangnya penghasilan dari lahan tersebut, kehilangan tanaman dan sumber pengembangan tanaman Kehilangan kesempatan bekerja dari lahan terkena dampak Kehilangan pekerjaan atau pendapatan dari relokasi Kehilangan hak adat terhadap lahan dan mata pencaharian Kehilangan akses atas lahan atau harta kekayaan yang sah milik anggota keluarga Sumber : (the world bank, 2002 dalam Justitie, 2009) 26

27 Menurut Asian Development Bank (2002 dalam Justitie, 2009) langkah langkah pencegahan timbulnya dampak dari adanya suatu relokasi dapat dilihat pada tabel 1.3. Tabel 1.3. Dampak relokasi dan langkah penanggulangannya Jenis Dampak Langkah Penanggulangan Kehilangan sumber yang produktif termasuk lahan, pendapatan dan mata pencaharian Kehilangan perumahan, mungkin seluruh struktur, sistem dan fasilitas sosial masyarakat a. Ganti rugi sesuai harga penggantian bagi pendapatan dan mata pencaharian yang hilang b. Penggantian pendapatan dan biaya pemindahan selama waktu pembangunan kembali serta langkah pemilihan pendapatan bagui yang kehilangan mata pencaharian Ganti rugi bagi perumahan dan kekayaan yang hilang sesuai dengan harga penggantian relokasi termasuk pembangunan tempat relokasi kalau perlu dan langkah langkah memperbaiki taraf hidup Kehilangan kekayaan lain Ganti rugi sesuai dengan harga penggantian atau diganti Kehilangan sumber daya Diganti atau ganti rugi yang sesuai dengan harta masyarakat, lingkungan, penggantian, serta langkah langkah pemulihan peninggalan budaya dan harta lainnya Sumber : (Asian Development Bank, 2002 dalam Justitie, 2009) Hal terpenting dalam merelokasi adalah pemilihan lokasinya. Dalam buku panduan dari Asian Development Bank (2002 dalam Justitie, 2009) diterangkan bahwa prioritas relokasi meliputi: 27

28 a. Pemilihan lokasi alternatif Pemilihan lokasi terbaik sangat penting dengan pilihan pilihan alternatif yang melibatkan permukiman kembali yang potensial dan penduduk setempat dalam proses tersebut. b. Studi kelayakan Melakukan studi kelayakan dengan memperhatikan potensi kawasan dari segi ekologi, harga lahan, pekerjaan, kemungkinan untuk memperoleh kredit, pemasaran, dan peluang ekonomi lainnya untuk mata pencaharian penduduk yang terkena dampak dan masyarakat setempat. c. Susunan dan rancangan Susunan dan rancangan kawasan relokasi harus sesuai dengan spesifikasi dan kebiasaan budaya, mengidentifikasi lokasi sekarang terhadap berbagai prasarana fisik dan sosial masyarakat yang terkena dampak. d. Pembangunan lokasi permukiman kembali Seluruh sarana dan prasarana fisik dan sosial harus sudah siap sebelum pemukim diminta untuk pindah ke lokasi Gunungapi Sinabung Gunungapi ialah tempat dimana magma keluar ke permukaan bumi (Santoso, 1992). Menurut Gazlay (2008), gunungapi aktif dapat bereaksi dengan sejumlah cara yang berbeda. Gunungapi bisa dengan mudah melepaskan uap panas dan gas- gas lain. Gunungapi juga bisa memiliki atau tidak memiliki aliran lava. Gunungapi itu 28

29 juga bisa meledak atau tidak. Beberapa gunungapi beralih dari satu reaksi ke reaksi lain selama satu periode aktif. Berikut ini merupakan jenis letusan yang paling umum, mulai dari yang paling tenang sampai yang paling hebat. Secara administratif Gunungapi Sinabung termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Tanah Karo, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, puncaknya terletak pada koordinat 03º LU, dan 98º BT (Peta Bakosurtanal, 1982, Lembar Kabanjahe/Lembar ); Atlas Trop. Ned , Lembar 12b). Sebelum terjadi erupsi Agustus 2010, Gunungapi Sinabung diklasifikasikan ke dalam tipe gunungapi strato Tipe B (klasifikasi Direktorat Vulkanologi), sejarah erupsinya tidak diketahui. Sejak 29 Agustus 2010 gunungapi ini diklasifikasikan ke dalam gunungapi aktif Tipe A. Hal ini berdasarkan peristiwa erupsi fratik yang diikuti oleh erupsi abu. Tingkat kerawanan bencana Gunungapi Sinabung dibagi menjadi tiga tingkat (secara berurutan dari tertinggi ke terendah) yaitu : Kawasan rawan bencana III, Kawasan rawan bencana II, dan Kawasan rawan bencana I dapat dilihat dari Gambar 1.1 (Gunawan et al., 2014). Kawasan Rawan Bencana III Kawasan rawan bencana III adalah kawasan yang sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran dan guguran lava, gas beracun, lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat. Lokasi Desa Suka Meriah berada dalam kawasan rawan bencana. Kawasan 29

30 rawan bencana III Gunungapi Sinabung terdiri atas dua bagian yaitu : kawasan rawan bencana terhadap awan panas, aliran dan guguran lava, dan gas beracun serta kawasan rawan bencana terhadap material, lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat. a. Kawasan rawan bencana terhadap awan panas Apabila Gunungapi Sinabung meletus kembali pada masa datang dengan jenis dan tipe erupsi yang relative identik dengan erupsi-erupsi sebelumnya, maka pola aliran massanya diprediksi relatif sama. Kemungkinan akan mengarah terutama ke bagian Selatan-Tenggara (sesuai dengan arah bukan kawahnya) dengan jarak jangkau maksimum 5 km dari pusat erupsi. Apabila skala erupsinya membesar (dengan asumsi kondisi topografi tidak berubah), maka kemungkinan dapat terjadi perluasan aliran awan panas ke arah selatan, tenggara, dan baratdaya. Ke arah-arah tersebut jarak jangkaunya diprediksi dapat mencapai jarak lebih kurang 5 km dari pusat erupsi. b. Kawasan rawan bencana terhadap aliran dan guguran lava Berdasarkan keadaan topografi/morfologi daerah puncak dan kawah Gunungapi Sinabung saat ini apabila pada erupsi mendatang terjadi lagi aliran lava, maka sebarannya diperkirakan hanya di sekitar puncak/di dalam Kawah Sinabung. Apabila erupsinya membesar, maka kemungkinan lava akan mengalir lebih jauh dari pusat erupsi dan cenderung akan mengalir ke sektor selatan-tenggara dengan jarak jangkau maksimum 3-4 km dari pusat erupsi. Apabila terjadi peristiwa guguran lava, 30

31 maka cenderung hanya di sekitar puncak dan lereng atas bagian selatan-tenggara Gunungapi Sinabung. c. Kawasan rawan bencana terhadap gas beracun Gas beracun diprediksi hanya terdapat di sekitar kawah aktif dan lembahlembah sungai besar yang berhulu di puncak. Untuk mengantisipasi skala erupsi Gunungapi Sinabung yang relatif besar dari skala erupsi pada masa silam, maka radius lingkaran sebaran gas beracun diperdiksi hingga radius 2 km dari pusat erupsi. d. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan hujan abu lebat Berdasarkan erupsi terdahulu, material lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat dapat mencapai jarak maksimum 1,5 km. Untuk mengantisipasi skala erupsi Gunungapi Sinabung yang relatif besar dari skala erupsi masa silam. Maka sebaran material lontaran batu pijar berukuran lebih dari 6 cm, dan hujan abu lebat dibatasi hingga radius 3 km dari pusat erupsi. Kawasan Rawan Bencana II Kawasan rawan bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, guguran lava, lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat. Kawasan ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu: kawasan rawan bencana terhadap awan 31

32 panas, aliran dan guguran lava serta kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar) dan hujan abu lebat. a. Kawasan rawan bencana terhadap awan panas Kawasan yang kemungkinan terlanda awan panas adalah sektor Selatan- Tenggara, dan Timur-Tenggara. Apabila skala erupsinya membesar, maka kemungkinan dapat terjadi perluasan aliran awan panas kea rah Baratdaya dan Timurlaut. Jarak jangkaunya diprediksi dapat mencapai jarak maksimum lebih kurang 5 km dari pusat erupsi. b. Kawasan rawan bencana terhadap aliran dan guguran lava Berdasarkan keadaan topografi/morfologi daerah puncak dan kawah Gununapi Sinabung (2013), apabila pada erupsi yang akan datang terjadi aliran lava, maka sebarannya diperkirakan akan melanda daerah selatan-tenggara (sesuai dengan arah bukaan kawahnya), dan mungkin saja mengarah pula ke timur-tenggara, dan timurlaut. Apabila erupsinya lebih kecil, maka sebarannya diprediksi hanya terbatas di sekitar puncak/kawah. c. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan hujan abu lebat Berdasarkan data lapangan, bahwa material lontaran batu (pijar) berukuran 2 6 cm ditemukan di beberapa sector di lereng tengah dan atas Gunungapi Sinabung 32

33 pada radius antara 2 4,5 Km dari pusat erupsi. Untuk mengantisipasi skala erupsi Gunungapi Sinabung yang relatif lebih besar dari skala erupsi di masa silam, maka radius lingkaran sebaran material lontaran batu pijar dan hujan abu lebat dibatasi hingga radius 5 Km dari pusat erupsi. Kawasan Rawan Bencana I Kawasan rawan bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar. Apabila erupsinya membesar. Kawasan ini berpotensi tertimpa hujan abu dan lontaran batu (pijar). Kawasan Rawan Bencana I ini dibedakan menjadi dua bagian yakni : kawasan rawan bencana terhadap lahar serta kawasan rawan bencana terhadap hujan abu dan kemungkinan material lontaran batu (pijar). a. Kawasan rawan bencana terhadap aliran lahar Pembentukan lahar kemungkinan besar dapat terjadi di daerah selatantenggara, baratdaya, tenggara, dan timurlaut. Hal ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan sejumlah sungai besar yang berhulu di pusat erupsi. Besar/kecilnya volume lahar tergantung dari beberapa faktor penunjang, diantaranya adalah; kemiringan lereng, material pembentuk (umumnya bersumber dari fragmen pembentuk aliran dan jatuhan piroklastik), curah hujan (terutama pada saat atau sesaat paska erupsi). Besar/kecilnya dampak yang ditimbulkan tergantung pula pada seberapa besar resiko bahaya sekunder yang harus diperhitungkan karena di sebagian 33

34 sektor-sektor tadi banyak terdapat unit pemukiman dengan kerapatan penduduk jarang-sedang. b. Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran batu (pijar) dan hujan abu Berdasarkan sejarah erupsi Gunungapi Sinabung di masa silam menunjukkan bahwa, lontaran batu (pijar) berukuran maksimum 2 cm dapat mecapai jarak antara 5-6 km dari pusat erupsi. Sementara abu letusan dapat mencapai jarak lebih dari 6 km, hal ini sangat tergantung kepada arah dan kecepatan angin pada saat erupsi. Sehingga, lokasi tersebut sangat berpotensi terlanda awan panas, aliran dan guguran lava, gas beracun, lontaran batu (pijar), dan hujan abu lebat. Untuk mengantisipasi skala erupsi Gunungapi Sinabung yang lebih besar dari skala erupsi di masa silam, maka radius lingkaran sebaran material lontaran batu pijar dan hujan abu dibatasi hingga radius 7 km dari pusat erupsi. Tingkat kegiatan gunungapi menjadi dasar dalam peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman bahaya erupsi. Maka dari itu tingkat kewaspadaan masyarakat dibagi menjadi beberapa level berdasarkan tingkat kegiatan gunungapinya antara lain : tingkat kegiatan gunungapi pada tingkat normal (level I), tingkat kegiatan gunungapi pada tingkat waspada (level II), tingkat kegiatan gunungapi pada tingkat siaga (level III) dan tingkat kegiatan gunungapi pada tingkat awas (level IV) 34

35 a. Tingkat kegiatan gunungapi pada tingkat normal (level I) Masyarakat dalam kawasan rawan bencana III, II, dan I dapat melakukan kegiatan sehari-hari khusus untuk kegiatan di daerah puncak/pusat erupsi, masyarakat harus tetap waspada dan mematuhi peraturan Pemerintah Daerah (Pemda) sesuai degan saran teknis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). b. Tingkat kegiatan gunungapi pada tingkat waspada (level II) Masyarakat dalam kawasan rawan bencana III, II, dan I dapat melakukan kegiatan sehari-hari. Khusus untuk kegiatan di kawasan rawan bencana III, masyarakat harus tetap waspada dan mematuhi peraturan Pemda sesuai dengan saran teknis dari PVMBG. c. Tingkat kegiatan gunungapi pada tingkat siaga (level III) Masyarakat dalam kawasan rawan bencana III, dan II harus menyiapkan diri untuk mengungsi sambil menunggu perintah dari Pemda sesuai dengan saran teknis dari PVMBG. d. Tingkat kegiatan gunungapi pada tingkat awas (level IV) Masyarakat dalam kawasan rawan bencana III, dan II harus sudah mengungsi dan masyarakat dalam kawasan rawan bencana I harus meningkatkan kewaspadaannya dan mematuhi peraturan Pemda sesuai saran teknis dari PVMBG. Khusus masyarakat dalam kawasan rawan bencana I yang bermukim berdekatan 35

36 dengan sungai yang berhulu di daerah puncak agar lebih meningkatkan kewaspadaannya terhadap ancaman lahar apabila terjadi hujan Pengertian Pendapat (Opini) Dalam penelitian ini, yang dimaksudkan sebagai pendapat adalah mengacu kepada sesuatu yang dipikirkan atau diyakini dan dinyatakan orang tentang sesuatu hal (Olii dan Erlita, 2011). Ketika publik menghadapi isu, maka timbul perbedaan pendapat diantara mereka. Perbedaan pendapat muncul karena : a. Perbedaan pandangan terhadap fakta b. Perbedaan perkiraan tentang cara- cara terbaik untuk mencapai tujuan c. Perbedaan motif untuk mencapai tujuan Manusia memiliki dua jenis kepentingan di dalam hidupnya yaitu kepentingan pribadi (self interest) dan kepentingan kelompok (social interest). Kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok memiliki hubungan yang erat dan sulit dipisahkan. Seseorang dapat menyatakan bahwa ia melakukan sesuatu demi social interest- nya, namun kenyataannya juga merealisasi self interest. Manusia hidup sebagai makhluk sosial. Manusia hidup dalam masyarakat yang mempunyai bermacam - macam kebutuhan. Kebutuhan masyarakat menyebabkan terjadinya komunikasi. Manusia memerlukan komunikasi sebagai alat pemenuhan kebutuhan, yaitu kebutuhan mental. Kebutuhan mental tersebut yang mendorong manusia mengeluarkan opininya (Olii dan Erlita, 2011). 36

37 Menurut Doob dalam Susanto (1975) Sikap yang mendahului pendapat adalah hasil dari rangsangan luar yang telah diolah manusia dalam dirinya, sesuai dengan hasil pendidikannya, pengalamannya, perasaannya, maka dari itu pendapat umum merupakan hasil dari sikap sekumpulan orang yaitu sikap yang memperlihatkan reaksi yang sama terhadap rangsangan luar yang sama. Hubungan erat antara sikap dan pendapat dengan sendirinya menyimpulkan bahwa suatu pendapat dapat dinyatakan (expressed) dan dapat juga tidak dinyatakan akan tetapi ada ataupun disadari (laten). Setiawan (1983) mengatakan bahwa pendapat adalah pernyataan yang bersifat kontroversial. Pendapat tersebut dapat berupa sikap pro ataupun kontra terhadap sesuatu hal. Ciri- ciri pendapat publik menurut Setiawan (1983) yaitu : 1. Pendapat tersebut merupakan perilaku para individu 2. Pendapat tersebut dinyatakan oleh banyak orang 3. Pendapat tersebut dirangsang dan diarahkan pada obyek dan situasi yang telah diketahui secara umum 4. Pendapat tersebut dinyatakan suatu kesadaran bahwa orang orang lainnya juga akan memberikan reaksi terhadap situasi dengan suatu cara yang sama pula 37

38 5. Pendapat tersebut diekspresikan atau paling tidak telah siap untuk diekspresikan 38

39 1.7. Kerangka Pemikiran Desa Suka Meriah merupakan salah satu desa terparah yang terkena dampak erupsi Gunungapi Sinabung. Desa Suka Meriah berada dalam kawasan rawan bencana III sehingga sangat berpotensi terhadap ancaman aliran piroklastik. Pemerintah menetapkan kebijakan untuk merelokasi desa tersebut ke lokasi yang dianggap lebih aman khususnya aman dari bencana erupsi Gunungapi Sinabung. Penetapan kebijakan relokasi tersebut merupakan solusi terbaik dalam mengurangi dampak dari erupsi Gunungapi Sinabung. Untuk menganalisis kegiatan relokasi tersebut, penelitian ini menetapkan tiga tujuan penelitian yakni mengidentifikasi pendapat masyarakat terhadap rencana relokasi, menganalisis lokasi tujuan relokasi permukiman, dan mengkaji permasalahan yang terjadi dalam rencana relokasi. Tujuan pertama yakni mengidentifikasi tentang pendapat masyarakat terkait proses rencana relokasi desa asal mereka ke Kawasan Siosar sebagai lokasi tujuan relokasi. Pendapat masyarakat yang dimaksud dapat berupa setuju maupun ketidaksetujuan masyarakat dan faktor yang mempengaruhi pendapat mereka tersebut. Kemudian pendapat mereka mengenai kriteria pembangunan permukiman baru yang mereka harapkan dan harapan masyarakat terhadap proses relokasi. Tujuan kedua adalah menganalisis lokasi tujuan relokasi. Terdapat 3 kondisi yang akan ditinjau dalam tujuan kedua ini yakni : kondisi fisik, kondisi sosial, maupun kondisi ekonomi. Di dalam kondisi fisik terdapat beberapa variabel yang diteliti yakni :, kondisi rumah, air bersih, sanitasi, listrik, aksesibilitas, dan jalan. Kondisi sosial 39

40 membahas mengenai ketersediaan fasilitas umum dan sosial yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan yang terakhir kondisi ekonomi membahas tentang status kepemilikan lahan, mata pencaharian dan peluang kerja. Hasil dari pembahasan tujuan kedua ini diharapkan dapat mengetahui kondisi eksisting dari permukiman baru. Tujuan ketiga yakni menganalisis permasalahan yang terjadi dalam rencana relokasi permukiman. Dalam tujuan ketiga ini ada beberapa pihak yang akan diidentifikasi yakni permasalahan yang berasal dari masyarakat dan permasalahan yang berasal dari pemerintah. Hasil dari tujuan ketiga ini diharapkan dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi saat relokasi permukiman sedang berlangsung. Berdasarkan hasil dari ketiga tujuan yang telah dibahas di atas maka dapat disesuaikan bagaimana pendapat masyarakat yang akan direlokasi dan bagaimana kondisi eksisting dari permukiman baru yang berada lokasi tujuan relokasi. Hal tersebut kemudian disesuaikan dengan permasalahan yang terjadi di antara pihak yang bersangkutan tersebut yakni masyarakat maupun pemerintah. Sehingga penelitian ini dapat membantu memberikan arahan terhadap kebijakan relokasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk dapat lebih memahami kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat dari gambar

41 Desa Suka Meriah sebagai salah satu desa terparah terkena dampak erupsi Gunungapi Sinabung dan terletak di KRB III Kebijakan relokasi merupakan solusi terbaik meminimalisir risiko terhadap ancaman aliran piroklastik Mengidentifikasi pendapat masyarakat terhadap proses relokasi permukiman Menganalisis lokasi tujuan relokasi permukiman Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam proses Setuju/ tidak setuju terhadap proses relokasi Kriteria permukiman baru Harapan masyarakat terkait proses relokasi Fisik Sosial Ekonomi Hambatan oleh masyarakat Hambatan oleh pemerintah Kondisi eksisting permukiman baru Permasalahan yang dihadapi Arahan terhadap kebijakan Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran 41

42 1.8. Batasan Operasional Permukiman merupakan bagian dari kawasan budidaya yang terletak di luar kawasan lindung. Permukiman merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan para penghuninya. Relokasi adalah upaya pemindahan sebagian atau seluruh aktivitas berikut sarana dan prasarana penunjang aktivitas dari satu tempat ke tempat lain dengan tetap memperhatikan keterkaitan antara yang dipindah dengan lingkungan alami dan binaan di tempat tujuan. Gunungapi ialah tempat dimana magma keluar ke permukaan bumi (Santoso, 1992). Dari definisi di atas jelaslah bahwa bentuk bentuk luar dari suatu gunungapi tidak perlu berbentuk kerucut, melainkan dapat sebagai bentuk lain yakni hanya lubang kepundan saja atau bentuk lain sebagai rekah memanjang dan sebagainya. Pendapat dalam penelitian ini merupakan sesuatu yang dipikirkan atau diyakini dan dinyatakan orang tentang sesuatu hal. Ketika publik menghadapi isu, maka timbul perbedaan pendapat diantara mereka. Perbedaan pendapat muncul karena perbedaan pandangan terhadap fakta, perbedaan perkiraan tentang cara- cara terbaik untuk mencapai tujuan, perbedaan motif untuk mencapai tujuan. 42

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

BAB I PENDAHULUAN. faktor alam dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan non alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkaran gunung api (ring of fire). Posisi tersebut menyebabkan Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu Negara yang rawan bencana karena berada dipertemuan tiga lempeng yaitu lempeng Indo Australia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenampakan alam di permukaan bumi meliputi wilayah perairan dan daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai. Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada saat gunungapi meletus mengeluarkan tiga jenis bahan yaitu berupa padatan, cair, dan gas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah seyogyanya dilakukan dengan mengacu pada potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di suatu lokasi tertentu. Di samping itu, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia baik secara materi atau secara spiritual. Bencana sering terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana alam merupakan peristiwa alam yang disebabkan oleh proses dan aktivitas alam, baik yang terjadi secara alami maupun karena sebelumnya ada tindakan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini

BAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada pada lingkaran cincin api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki gunung merapi cukup banyak yang tersebar di seluruh penjuru nusantara meliputi Sumatera, Jawa, dan Irian Jaya. Di Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Terjadinya bencana alam di suatu wilayah merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Hal ini disebabkan karena bencana alam merupakan suatu gejala alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 4122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 1295 Telepon: 22-7212834, 5228424, 21-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir, skala bencana semakin meningkat seiring dengan peningkatan urbanisasi, deforestasi, dan degradasi lingkungan. Hal itu didukung oleh iklim

Lebih terperinci

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara 7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara G. Kie Besi dilihat dari arah utara, 2009 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Wakiong Nama Kawah : Lokasi a. Geografi b. : 0 o 19' LU dan 127 o 24 BT Administrasi : Pulau Makian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Secara geografis Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia, lempeng samudra Hindia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Merapi yang terjadi pada bulan Oktober 2010 telah memberikan banyak pelajaran dan meninggalkan berbagai bentuk permasalahan baik sosial maupun ekonomi yang masih

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur

4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur 4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur Puncak G. Rokatenda dilihat dari laut arah selatan P. Palue (Agustus 2008) KETERANGAN UMUM Nama : G. Rokatenda Nama Kawah : Ada dua buah kawah dan tiga buah kubah

Lebih terperinci

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 Tiny Mananoma tmananoma@yahoo.com Mahasiswa S3 - Program Studi Teknik Sipil - Sekolah Pascasarjana - Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³ KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG BERAPI DI KOTA TOMOHON Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³ ¹Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang terdapat di permukaan bumi, meliputi gejala-gejala yang terdapat pada lapisan air, tanah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah

BAB I PENDAHULUAN. Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana lahar di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah telah menenggelamkan 19 kampung, memutus 11 jembatan, menghancurkan lima dam atau bendungan penahan banjir, serta lebih

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini merupakan hasil temuan dan hasil analisa terhadap kawasan Kampung Sindurejan yang berada di bantaran sungai

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah negara Indonesia memiliki kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia. Hal ini

Lebih terperinci

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371

Lebih terperinci

1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM 1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM KETERANGAN UMUM Nama Lain : Puet Sague, Puet Sagu atau Ampat Sagi Lokasi a. Geografi Puncak b. Administrasi : : 4 55,5 Lintang Utara dan 96 20 Bujur Timur Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan kawasan kawasan permukiman kumuh. Pada kota kota yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan perkotaan yang begitu cepat, memberikan dampak terhadap pemanfaatan ruang kota oleh masyarakat yang tidak mengacu pada tata ruang kota yang

Lebih terperinci

Jenis Bahaya Geologi

Jenis Bahaya Geologi Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman

Lebih terperinci

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO 1. Gambaran Umum a) Secara geografi Desa Banaran, Kecamatan Pulung terletak di lereng Gunung Wilis sebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau utama dan ribuan pulau kecil disekelilingnya. Dengan 17.508 pulau, Indonesia menjadi negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS,

BAB 1 PENDAHULUAN. individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia dan setiap individu membutuhkannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, dijelaskan bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2000 sekitar 500 juta jiwa penduduk dunia bermukim pada jarak kurang dari 100 m dari gunungapi dan diperkirakan akan terus bertambah (Chester dkk., 2000). Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Sinabung yang kian lama kian meningkatkan aktivitas vulkaniknya mengakibatkan warga disekitar gunung sinabung mau tidak mau harus mengungsikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, Hal ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara 6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Tonkoko Nama Kawah : - Lokasi Ketinggian Kota Terdekat Tipe Gunungapi Pos Pengamatan Gunungapi : Administratif: termasuk Desa Makewide, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Gunungapi Soputan Geomorfologi Gunungapi Soputan dan sekitarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga satuan morfologi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi,

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya penyelamatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan mendasar manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari demi kelangsungan hidup manusia. Perumahan dan permukiman mempunyai

Lebih terperinci

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 1 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 9 JAKARTA 195 Telepon: -713, 5,1-5371 Faksimile: -71, 1-537 E-mail:

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE Annastasia Gadis Pradiptasari 1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT 2, Windy Mononimbar, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014 \ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh dan fenomena alam yang ada, berbagai macam aktifitas manusia pasti berhubungan dengan lingkungan. Salah atu kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan

BAB I PENDAHULUAN. negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang kaya akan alamnya, tetapi merupakan salah satu negara yang rawan bencana karena alam negeri kita ini berdiri di atas pertemuan lempeng-lempeng

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di Indonesia yang terdata dan memiliki koordinat berjumlah 13.466 pulau. Selain negara kepulauan, Indonesia

Lebih terperinci