PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN"

Transkripsi

1 PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN SKRIPSI MITA FEBTYANISA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN MITA FEBTYANISA. D Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada Pabrik Makanan Ternak Multiguna Klaten. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc : Ir. Lucia Cyrilla, Msi Persediaan bahan baku pada setiap perusahaan pabrik pakan sangat penting. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. Persediaan dilakukan antara lain untuk menanggulangi adanya ketidakpastian permintaan. Pemilihan metode dalam pengendalian persediaan bahan baku sangat penting dilakukan karena merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meminimalkan biaya produksi dan operasi. Metode Economic Order Quantity (EOQ) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengelola persediaan bahan baku. Pabrik Makanan Ternak (PMT) Multiguna yang memerlukan persediaan bahan baku pakan harus benar-benar memperhatikan pengelolaan persediaan. Melalui pengendalian persediaan permasalahan dalam penyediaan bahan baku pakan dapat ditanggulangi sehingga tidak menghambat kesinambungan produksi pakan di PMT Multiguna. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari sistem pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan oleh PMT Multiguna dan menentukan metode yang paling optimal dalam melakukan pengendalian persediaan di perusahaan tersebut. Penelitian dilaksanakan pada bulan September Oktober Penelitian ini didesain sebagai studi kasus yang bersifat deskriptif analisis dan menggunakan data primer dan sekunder. Salah satu analisis data yang digunakan adalah analisis persediaan yang meliputi perhitungan persediaan optimal, persediaan pengaman, reorder point, waktu tunggu, serta biaya-biaya persediaan. Penentuan metode yang optimal dilakukan dengan membandingkan metode perusahaan dengan metode EOQ. Jenis bahan baku yang dianalisis adalah bahan baku yang berada pada kelas A pada Klasifikasi ABC yaitu onggok, dedak, dan tetes. Kelas A adalah bahan baku yang memiliki nilai persediaan sebesar 70% dari nilai persediaan total. Pada kelas ini, persediaan bahan bakunya harus diawasi dengan ketat karena jika terjadi kelalaian maka akan mengakibatkan kerugian yang besar. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan oleh PMT Multiguna belum optimal bila dibandingkan dengan metode EOQ. Frekuensi pemesanan optimal onggok adalah sebesar 22 kali dengan jumlah unit pemesanan optimalnya adalah ,19 kg/pesanan dan persediaan pengaman sebesar ,61 kg, sedangkan persediaan maksimum sebesar ,80 kg. Frekuensi pemesanan optimal dedak padi adalah 20 kali dengan jumlah unit pemesanan optimalnya sebesar 7.176,18 kg/pesanan dan persediaan pengaman sebesar 3.561,28 kg, sedangkan persediaan maksimum sebesar ,46 kg. Frekuensi pemesanan optimal tetes adalah sebesar 20 kali dengan jumlah unit pemesanan optimalnya adalah sebesar 5.366,04 kg/pesanan dan persediaan 2

3 pengaman sebesar 1.397,11 kg, sedangkan persediaan maksimumnya sebesar 6.763,15 kg. Total penghematan biaya persediaan yang dapat diperoleh PMT Multiguna dengan menggunakan metode EOQ adalah sebesar Rp ,79 per tahun atau 16,88% dari total biaya persediaan yang diterapkan oleh PMT Multiguna, sedangkan penghematan tambahan biaya persediaan karena adanya persediaan pengaman dengan menggunakan metode EOQ adalah sebesar Rp ,69 Kata-kata kunci : Pengendalian Persediaan, Economic Order Quantity, Frekuensi Pemesanan, Persediaan Pengaman, Biaya Persediaan, Bahan Baku Pakan 3

4 ABSTRACT Inventory Control of Raw Material In Multiguna Feed Mill Klaten Febtyanisa, M., Mulatsih, S., and Cyrilla, L. The aims of this research were: (1) to analyze inventory control method of raw materials which was applied by Multiguna Feed Mill, (2) to compare nventory control method applied by Multiguna Feed Mill with Economic Order Quantity s method (EOQ). This research was carried out from September 5 th until Oktober 5 th 2008 at Multiguna Feed Mill, Klaten Central Java. This research used descriptive analysis and inventory analysis. The result of this research showed that EOQ method could reduce inventory cost as much as Rp ,79 (about 16,88% of total inventory cost). That means EOQ method more optimal than which applied by Multiguna Feed Mill. The calculation result for Onggok showed that EOQ was the alternative method which gives is ,19 kg with 22 frequency and Safety Stock for onggok is ,61 kg, but inventory maximum is ,80 kg and Reorder Point is ,53 kg. EOQ of Rice Bran is 7.176,18 kg with 20 frequency and Safety Stock for rice bran is 3.561,28 kg, but inventory maximum is ,46 kg and Reorder Point is 5.128,68 kg. EOQ of Molases is 5.366,04 kg with 20 frequency and Safety Stock for molases is 1.397,11 kg, but inventory maximum is 6.763,15 kg and Reorder Point is 2.242,91 kg. Key words : Inventory Control, Economic Order Quantity, Order Frequency, Safety Stock, Inventory Cost, Raw Materials of Feed. 4

5 PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN MITA FEBTYANISA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

6 PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN Oleh MITA FEBTYANISA D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 26 Maret 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc Ir. Lucia Cyrilla ENSD, MSi NIP NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M. Sc. Agr. NIP

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Manado pada tanggal 27 Februari Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Syamsudin Amihadi, SE. dan Ibu Ninuk Suhartinah yang saat ini bertempat tinggal di Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun di TK Aneka Tambang Maluku, kemudian tahun 1992 melajutkan pendidikan di Sekolah Dasar Aneka Tambang Maluku dan lulus pada tahun 1998, melanjutkan pendidikan menengah pertama pada tahun di SMP Negeri 2 Patani Gebe Maluku, dan pada tahun penulis pindah sekolah ke SMP Negeri 4 Klaten. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Muhamaddiyah 1 Klaten dan lulus pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan. Selama mengikuti pendidikan penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perternakan IPB periode sebagai staff Sosial Pengabdian Mahasiswa dan Masyarakat serta sebagai staff Bendahara Kabinet 2 dan periode sebagai Bendahara Kabinet Umum. Penulis juga aktif ikut serta sebagai panitia dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan BEM maupun organisasi lain. 7

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada Pabrik Makanan Ternak Multiguna Klaten ini dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pabrik Makanan Ternak Multiguna(PMT) Klaten merupakan salah satu PMT yang menyediakan pakan untuk sapi perah dan sapi pedaging yang memerlukan adanya pengendalian persediaan terhadap bahan baku yang digunakan. Pengendalian ini penting dilakukan karena untuk menanggulangi adanya ketidakpastian permintaan. Pengendalian persediaan bahan baku ini berkaitan dengan alokasi biaya yang digunakan. Oleh karena itu PMT harus benar-benar memperhatikan pengelolaan persediaan. Melalui pengendalian persediaan permasalahan dalam penyediaan bahan baku pakan dapat ditanggulangi sehingga tidak menghambat kesinambungan produksi pakan di PMT Multiguna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu. Bogor, Maret 2008 Penulis 8

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... i ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan... 2 Kegunaan... 3 KERANGKA PEMIKIRAN... 4 TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ternak... 6 Onggok... 6 Dedak Padi... 6 Tetes... 7 Industri Pakan Ternak... 8 Arti dan Fungsi Persediaaan... 8 Pengertian Persediaan... 8 Fungsi Persediaan... 9 Biaya-Biaya Persediaaan... 9 Biaya Penyimpanan... 9 Biaya Pemesanan Biaya Kehabisan Stok Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku Pengendalian Persediaan Bahan Baku Model Economic Order Quantity Persediaan Pengaman Titik Pemesanan Kembali Metode Sistem Pareto METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Desain Data dan Instrumentasi Halaman 9

10 Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Persediaan Bahan Baku Persediaan Pengaman Titik Pemesanan Kembali Model Economic Order Quantity Definisi Istilah GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan Struktur Organisasi Produksi Pakan Ternak HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Bahan Baku Jenis dan Asal Bahan Baku Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pemakaian Bahan Baku Analisis Biaya Persediaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Perusahaan Pengendalian Persediaan Bahan Baku EOQ Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan kembali Persediaan Minimum dan Maksimum Penerapan Hasil Metode EOQ KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Komposisi Kimia Onggok Berdasarkan Bahan Kering Komposisi Kimia Dedak Padi Berdasarkan Bahan Kering Komposisi Kimia Tetes Berdasrkan Bahan Kering Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku PT. Farmindo Utama Tahun Komponen Biaya Pemesanan Bahan Baku Pakan di PMT KPBS Cirebon Periode tahun Perbandingan Penghematan Biaya yang dapat Dilakukan PMT KUD Jatinom, Tahun Klasifikasi Bahan Baku Berdasarkan Sistem Pareto pada PMT Multiguna, Tahun Jenis dan Asal Bahan Baku pada PMT Multiguna Biaya Pemesanan Bahan Baku pada PMT Multiguna Tahun Total Biaya Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Bahan Baku PMT Multiguna Tahun Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Bahan Baku di PMT KPBS Cirebon, Tahun Total Biaya Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun Perbandingan Total Biaya Persediaan Antara Metode Perusahaan dengan Metode EOQ, Tahun Rata-rata dan Standar Deviasi Pemakaian Bahan Baku Serta Waktu Tunggu pada PMT Multiguna, Tahun Persediaan Pengaman Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun Perbandingan Tambahan Biaya Penyimpanan Berdasarkan Metode PMT Multiguna dan Metode EOQ, Tahun Titik Pemesanan Kembali Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun Persediaan Maksimum Bahan Baku yang Optimal pada PMT Multiguna, Tahun Pembelian Bahan Baku pada PMT Multiguna, Tahun

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Kerangka Pemikiran Operasional Hubungan Antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan Grafik Klasifikasi Persediaan Struktur Organisasi Pabrik Makanan Ternak Multiguna Tahapan Proses Produksi Pakan Denah Lokasi PMT Multiguna Klaten

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Peta Kabupaten Klaten Perhitungan Biaya Penyimpanan pada PMT Multiguna, Total Biaya Persediaan Onggok Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun Total Biaya Persediaan Onggok Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun Total Biaya Persediaan Dedak Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun Total Biaya Persediaan Dedak Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun Total Biaya Persediaan Tetes Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun Total Biaya Persediaan Tetes Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Onggok Berdasarkan Metode EOQ, Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Dedak Berdasarkan Metode EOQ, Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Tetes Berdasarkan Metode EOQ, Pemakaian Bahan Baku dan Standar Deviasinya pada PMT Multiguna, Tahun Waktu Tunggu Pemesanan Bahan Baku dan Standar Deviasinya pada PMT Multiguna, Tahun Policy Factor (K) pada Frequency of Level Service Perhitungan Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali Berdasarkan Pendekatan Tingkat Pelayanan, Tahun Denah Lokasi PMT Multiguna Klaten Dokumentasi Penelitian

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan sangat memerlukan dukungan dari industri pakan, karena pakan memiliki peranan yang sangat penting dalam usaha peternakan. Pakan merupakan input utama dalam usaha peternakan dan memiliki proporsi biaya yang besar yaitu 60-70%. Dalam upaya peningkatan produksi pakan, industri pakan mempunyai berbagai permasalahan, salah satunya adalah masalah pengadaan dan persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku pada setiap perusahaan pabrik pakan sangat penting. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada resiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan. Persediaan dilakukan antara lain untuk menanggulangi adanya ketidakpastian permintaan. Pada saat permintaan pakan tinggi, penggunaan bahan baku pakan juga akan meningkat. Jika perusahaan pakan tidak dapat memenuhi permintaan pelanggan, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya didapatkan karena pelanggan akan beralih ke perusahaan lain. Sistem pengelolaan persediaan diperlukan untuk mengatur tersedianya suatu tingkat persediaan yang cukup. Pemilihan metode dalam pengendalian persediaan bahan baku sangat penting dilakukan karena merupakan salah satu upaya perusahaan untuk meminimalkan biaya produksi dan operasi. Metode Economic Order Quantity merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengelola persediaan bahan baku. Metode ini banyak digunakan karena paling mudah untuk diterapkan dan paling efisien. Tingkat persediaan yang optimal memungkinkan kerugian yang ditimbulkan akibat kekurangan dan kelebihan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin. Pabrik Makanan Ternak (PMT) Multiguna yang memerlukan persediaan bahan baku pakan harus benar-benar memperhatikan pengelolaan persediaan. Melalui pengendalian persediaan permasalahan dalam penyediaan bahan baku pakan dapat ditanggulangi sehingga tidak menghambat kesinambungan produksi pakan di PMT Multiguna. 14

15 Perumusan Masalah Ketersediaan bahan baku sangat menentukan terlaksananya proses produksi secara optimal, sehingga rencana produksi dapat direalisasikan. Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang sering dihadapi oleh perusahaan. Hal ini juga menjadi masalah di PMT Multiguna yang harus memiliki persediaan bahan baku pakan yang mencukupi. Masalah-masalah tersebut dapat berupa tersedianya bahan baku pakan yang terlalu banyak atau mungkin juga terlalu sedikit. Permasalahan tersebut mengharuskan perusahaan untuk lebih mengoptimalkan pembelian bahan baku, serta menyusun kebijaksanaan dan model yang tepat dalam pengendalian bahan baku, sehingga diharapkan perusahaan dapat meminimumkan biaya produksinya. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku adalah : 1. Bagaimana metode pengendalian persediaan bahan baku (metode perusahaan) yang dilakukan oleh PMT Multiguna untuk meminimumkan biaya pemesanan? 2. Bagaimana perbandingan antara metode yang dilakukan oleh perusahaan dengan metode Economic Order Quantity, manakah yang lebih optimal? Tujuan Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 1. Mempelajari metode pengendalian persediaan bahan baku yang diterapkan oleh PMT Multiguna. 2. Menentukan metode yang paling optimal dalam melakukan pengendalian persediaan di perusahaan tersebut. 15

16 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain : 1. Sebagai masukan untuk manajemen perusahaan dalam merumuskan metode perusahaan yang paling ekonomis. 2. Sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengendalian bahan baku pakan. 16

17 KERANGKA PEMIKIRAN Pabrik Makanan Ternak Multiguna merupakan salah satu produsen pakan ternak sapi yang berada di Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Dalam melaksanakan produksinya, PMT Multiguna membutuhkan bahan baku seperti onggok, dedak, tetes, dan lain-lain. Hal-hal yang dilakukan dalam mengidentifikasi kebutuhan bahan baku adalah jenis bahan baku, asal bahan baku dan klasifikasi bahan baku. Klasifikasi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan Klasifikasi ABC. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis persediaan bahan baku yang meliputi volume pemakaian bahan baku untuk mengetahui berapa besar kebutuhan bahan baku yang diperlukan, leadtime (waktu tunggu) pengadaan bahan untuk menentukan waktu pelaksanaan pesanan sehingga pesanan dapat diterima pada saat dibutuhkan, serta biaya persediaan bahan baku yang meliputi biaya pemesanan, biaya penyimpanan, dan lain-lain. Data-data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode kebijakan pegendalian persediaan bahan baku yang digunakan oleh perusahaan dan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity. Dari hasil data tersebut kemudian dilakukan perbandingan antara metode perusahaan dan metode Economic Order Quantity untuk memperoleh metode yang dapat mengoptimalkan biaya produksi perusahaan sehingga meminimalkan adanya kerugian bagi perusahaan. Metode yang paling optimal akan menjadi rekomendasi alternatif model pengendalian persediaan bahan baku untuk perusahaan. 17

18 PMT Multiguna Kebutuhan Bahan Baku Analisis Persediaan Bahan Baku Volume Pemakaian Bahan Baku Lead Time Pengadaan Bahan Baku Biaya Persediaan Bahan Baku Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Metode Perusahaan Metode Economic Order Quantity Perbandingan Antar Kedua Metode Rekomendasi Alternatif Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional 18

19 TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ternak Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa pada umunya makanan ternak terbagi menjadi dua yaitu hijauan kasar dan konsentrat. Hijauan kasar mengandung serat kasar misalnya hijauan kering, silase, jerami, tanaman yang dipotong, dicerna lebih lambat dan sedikit dibandingkan biji-bijian. Sedangkan konsentrat adalah makanan ternak yang mengandung serat kasar sedikit dan banyak BETN, dan sangat mudah dicerna. Termasuk dalam golongan ini adalah biji-bijian dan hasil sisa penggilingannya. Onggok Onggok merupakan hasil sampingan industri tapioka yang berbentuk padat. Dalam produksi tapioka, dari setiap ton ubi kayu dihasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok. Ketersediaan onggok pun terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka dan semakin luasnya areal penanaman dan produksi ubi kayu. Onggok memiliki protein rendah (kurang dari 5%) (Tarmudji, 2004). Komposisi kimia berdasarkan bahan kering onggok dapat dilihat pada tabel. Tabel 1. Komposisi Kimia Onggok Berdasarkan Bahan Kering Komposisi Jumlah Protein Kasar (%) 0,76 Lemak (%) 0,80 Serat Kasar (%) 3,79 Bahan Kering (%) 84,73 Kadar Air (%) 15,23 Abu (%) 0,65 Ca (mg) 0,14 P (mg) 0,25 Sumber: Farada (2002) Dedak Padi Butir padi atau gabah terdiri atas kulit gabah atau sekam dan butir beras. Proses penggilingan dan penyosohan beras menjadi beras giling dihasilkan limbah berupa dedak dan bekatul. Distribusi hasil dari proses tersebut adalah dedak 8,8-19

20 11,5%, bekatul 1,2-2,2% dan beras giling 86-90%. Dedak padi merupakan bahan makanan yang digemari dan penting bagi ternak ruminansia, monogastrik, dan unggas. Penggunaan dedak padi oleh peternak yaitu ternak unggas %, sapi potong % dan sapi perah 20-96% (Lubis, 1958 dalam Simanjuntak, 1999). Komposisi kimia berdasarkan bahan kering dedak padi dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Komposisi Kimia Dedak Padi Berdasarkan Bahan Kering Komposisi Jumlah Protein Kasar (%) 4 Lemak (%) 4 Serat Kasar (%) - Bahan Kering (%) 90 Kadar Air (%) 10 Abu (%) 0,1 Ca (mg) 1,37 P (mg) 1,1 Sumber: Parakkasi (1999) Tetes Tetes termasuk dalam grup makanan cair (liquid), walaupun sebenarnya bisa pula diproses menjadi bahan makanan padat. Beberapa segi positif dari tetes antara lain: mempunyai energi yang tinggi, dapat menurunkan sifat berdebu, pembawa (carrier) liquid formulation, binder dalam pembuatan pellet dan penting dalam penggunaan urea. Rasanya yang manis, baunya yang harum dan bentuknya yang menyerupai sirop, menyebabkan disangka sangat palatable. Namun, perkiraan umum tersebut tidak selalu benar karena kalau dipercikkan pada kulit biji kapas atau jerami gandum, tidak memperlihatkan peningkatan konsumsi bahan makanan yang berkualitas rendah tersebut (Parakkasi, 1999). Komposisi kimia berdasarkan bahan kering tetes dapat dilihat pada tabel. 20

21 Tabel 3. Komposisi Kimia Tetes Berdasarkan Bahan Kering Komposisi Jumlah Protein Kasar (%) 5 Lemak (%) 0 Serat Kasar (%) 0 Bahan Kering (%) 76 Kadar Air (%) 24 Abu (%) 10 Ca (mg) 1,0 P (mg) 0,10 Sumber: Parakkasi (1999) Industri Pakan Ternak Menurut Yusdja et. al. (1995), tingkat keuntungan pabrik pakan ternak ditentukan oleh biaya bahan makanan ternak yang digunakan dan bagaimana meramunya menjadi pakan, biaya produksi pakan dan biaya pengelolaan pemasaran. Lebih lanjut disebutkan bahwa keberhasilan pabrik pakan memperoleh keuntungan yang maksimal ditentukan banyak faktor. Salah satunya yang paling menonjol adalah biaya bahan makanan ternak yang disusun dalam komposisi atau formula yang tepat. Berdasarkan penelitian Yusda et. al. (1995), biaya bahan makanan ternak merupakan biaya terbesar bagi pabrik pakan yaitu 87,7% dari total biaya. Sedangkan biaya memproduksinya (biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar dan penyusutan mesin produksi dan biaya pengemasan) sebesar 7,8% dan biaya pemasaran sebesar 4,4%. Arti dan Fungsi Persediaan Pengertian Persediaan Pengertian persediaan menurut Handoko (1996) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Menurut Prawirosentono (1997) persediaan adalah kekayaan lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam bentuk persediaan bahan mentah (bahan baku/raw material), barang setengah jadi (work in process) dan barang jadi (finished goods) 21

22 Sistem persediaan merupakan serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan, kapan persediaan harus diisi, dan berapa pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menentukan dan menjamin tersedianya sumberdaya yang tepat, atau dengan kata lain sistem dan kebijakan persediaan bertujuan untuk meminimumkan biaya total melalui pesanan yang dilakukan secara optimal (Handoko, 1996). Fungsi Persediaan Menurut Assauri (2004) dilihat dari fungsinya, persediaan dapat dibedakan atas: (1) Batch Stock atau Lot Size Inventory yaitu persediaan yang diadakan karena kita membeli atau membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan pada saat itu. Keuntungan yang akan diperoleh antara lain (a) memperoleh potongan harga pada harga pembelian, (b) memperoleh efisiensi produksi (manufacturing economies) karena adanya operasi atau production run yang lebih lama, (c) adanya penghematan didalam biaya angkutan. (2) Fluctuation Stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan. (3) Anticipation Stock yaitu persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan atau penjualan/permintaan yang meningkat. Biaya-Biaya Persediaan Biaya-biaya yang timbul akibat persediaan antara lain: biaya penyimpanan (holding cost), biaya pemesanan (ordering cost), biaya kehabisan stok (stockout cost) dan merupakan yang tidak dapat dihindari, tetapi dapat diperhitungkan tingkat efisiensinya di dalam menentukan kebijakan persediaan (Tampubolon, 2004). Biaya Penyimpanan (Holding Cost/Carrying Cost) Menurut Tampubolon (2004), biaya penyimpanan merupakan biaya yang timbul di dalam menyimpan persediaan, di dalam usaha mengamankan persediaan dari kerusakan, keusangan atau keausan, dan kehilangan. Biaya yang termasuk dalam biaya penyimpanan antara lain: biaya fasilitas penyimpanan, biaya modal, biaya 22

23 keusangan, biaya kehilangan barang, biaya asuransi persediaan, biaya penanganan persediaan dan lain-lain. Lestari (2004) dalam penelitiannya di PT. Farmindo Utama menyatakan bahwa biaya penyimpanan yang dibahas dalam penelitiannya terdiri dari biaya opportunity cost dan biaya penyusutan. Biaya listrik, biaya bagian gudang dan biaya lainnya termasuk biaya tetap, maka dibebankan pada biaya overhead perusahaan. Tabel 4. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku PT. Farmindo Utama Tahun 2003 Bahan Komponen Biaya Rp/Kg/Thn Rp/Kg/Thn Rp/Kg/Thn Opportunity Cost 459,38 38,28 8,83 Bungkil Penyusutan 2.325,00 193,75 44,71 Kedelai Total 2.784,38 232,03 53,55 Opportunity Cost 208,25 17,35 4,00 Jagung Penyusutan 1.411,00 117,58 27,13 Kuning Total 1.619,25 134,94 31,14 Opportunity Cost 490,00 40,83 9,42 Corn Gluten Penyusutan 920,00 76,67 17,69 Meal Total 1.410,00 117,50 27,11 Sumber: Lestari, Biaya Pemesanan (Ordering Cost) Biaya pemesanan adalah biaya yang berkaitan dengan pengeluaran surat pesanan atau kontrak pembelian. Biaya pemesanan ini tidak tergantung dari jumlah barang yang dipesan, tetapi tergantung dari jumlah surat pesanan yang dikeluarkan (Indrajit dan Djokopranoto, 2005). Menurut Assauri (2004), biaya pemesanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan pemesanan barang-barang atau bahan-bahan dari penjual, sejak dari pesanan dibuat dan dikirim oleh penjual, sampai bahan-bahan tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang atau daerah pengolahan (process areas). Biaya yang termasuk dalam biaya pemesanan adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam rangka mengadakan pemesanan bahan tersebut, diantaranya biaya administrasi pembelian dan penempatan order, biaya pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan biaya pemeriksaan. 23

24 Fadlilah (2002) pada hasil penelitiannya di PMT KPBS Cirebon menyebutkan bahwa biaya pemesanan pada PMT tersebut terdiri dari biaya administrasi, biaya telepon, dan biaya uji mutu. Biaya-biaya ini bersifat konstan sehingga tidak terpengaruh dengan jumlah pesanan yang dilakukan perusahaan. Besar biaya pemesanan untuk semua bahan baku adalah sama yaitu sebesar Rp kecuali untuk bahan baku kalsium, garam, dan mineral lebih rendah yaitu Rp Tabel 5. Komponen Biaya Pemesanan Bahan Baku Pakan di PMT KPBS Cirebon Periode Tahun 2002 Bahan Baku A: Bahan Baku B: Jenis Biaya Rp/Pesanan % Rp/Pesanan % 1. Biaya Administrasi , ,3 2. Biaya Telepon , ,5 3. Biaya uji Mutu ,1 - - Jumlah , ,0 Keterangan : A : dedak, pollard, bungkil kelapa, bungkil kedele, kulit coklat, onggok, ampas kecap. B : kalsium, garam, mineral. Sumber : Fadlilah, Biaya Kehabisan Stok (Stockout Cost) Biaya kehabisan stok adalah biaya yang timbul akibat kehabisan persediaan yang timbul karena kesalahan perhitungan. Biaya tersebut terdiri dari: biaya kehilangan penjualan, biaya kehilangan langganan, biaya pemesanan khusus, dan lain-lain (Tampubolon, 2004). Menurut Handoko (1996) bahwa biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktek, terutama karena kenyataan bahwa biaya ini sering merupakan opportunity cost, yang sulit diperkirakan secara akurat. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persediaan Bahan Baku Menurut Ahyari (1999) dalam Fadlilah (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku ada beberapa macam dan masing-masing faktor-faktor tersebut saling berkaitan, sehingga secara bersama-sama mempengaruhi persediaan bahan baku. Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut: 24

25 1. Perkiraan pemakaian, perkiraan kebutuhan bahan baku merupakan perkiraan tentang berapa besar/jumlahnya bahan baku yang akan digunakan oleh perusahaan untuk keperluan produksi pada periode yang akan datang. 2. Harga bahan baku, merupakan dasar penyusun perhitungan neraca besar dana perusahaan yang harus disediakan untuk investasi dana persediaan bahan baku. 3. Biaya-biaya persediaan. Di dalam perhitungan biaya persediaan ini dikenal ada dua tipe biaya, yaitu biaya-biaya yang semakin besar dengan semakin besarnya rata-rata persediaan, serta biaya yang justru, semakin kecil dengan semakin besarnya rata-rata persediaan. 4. Kebijaksanaan pembelanjaan, seberapa besar persediaan bahan baku akan mendapatkan dana dari perusahaan akan tergantung kepada kebijaksanaan pembelanjaan dalam perusahaan tersebut. 5. Pemakaian yang sebenarnya, seberapa besar penyerapan bahan baku oleh proses produksi perusahaan serta bagaimana hubungannya dengan perkiraan pemakaian yang sudah disusun harus senantiasa dianalisis. 6. Waktu tunggu, merupakan tenggang waktu yang diperlukan (yang terjadi) antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri. Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena persediaan fisik banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah yang besar. Bila perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan bahan (Handoko, 1996). Menurut Usry (1996) dalam Lestari (2004) untuk mencapai pengendalian persediaan yang efektif, maka harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) menyediakan bahan baku dan suku cadang yang dibutuhkan bagi operasi yang efisien dan lancar, (b) menyediakan cukup banyak stok dalam periode kekurangan pasokan dan dapat mengantisipasi perubahan harga, (c) menyiapkan bahan dengan waktu dan biaya penanganan yang minimal serta melindunginya dari kebakaran, pencurian, dan kerusakan selama bahan tersebut ditangani, (d) mengusahakan agar jumlah 25

26 persediaan yang tidak terpakai, berlebih, atau usang sekecil mungkin dengan melaporkan perubahan produk secara sistematik, dimana perubahan tersebut mungkin akan mempengaruhi bahan dan suku cadang, (e) menjamin persediaan bagi pengiriman yang tepat waktu kepada pelanggan, (f) menjaga agar jumlah modal yang diinvestasikan dalam persediaan berada pada tingkat yang konsisten dengan kebutuhan operasi dan rencana manajemen. Menurut Subagyo (2000) persediaan barang (bahan baku) biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang jika : (1) permintaan konsumen begitu banyak sehingga produksi melonjak tinggi, atau (2) suplai bahan baku berkurang sehingga perusahaan sulit mencari bahan baku, sedangkan kebutuhan tetap seperti biasanya. Model Economic Order Quantity Berdasarkan metode manajemen pengendalian persediaan, alat yang paling terkenal untuk menganalisis bahan baku yang optimal adalah Economic Order Quantity (EOQ). Metode ini dapat digunakan untuk barang-barang yang dibeli maupun diproduksi sendiri. Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pemesanan persediaan. Model EOQ dapat diterapkan bila anggapan-anggapan sebagai berikut ini dipenuhi (Handoko, 1996) : (a) permintaan akan produk konstan, seragam dan diketahui (deterministik) (b) harga per unit produk konstan (c) biaya penyimpanan per unit per periode konstan (d) biaya pemesanan per pesanan konstan (e) waktu antara pesanan dilakukan dan barangbarang diterima (lead time) konstan (f) tidak terjadi kekurangan bahan atau back orders. Husaeni (2003) dalam penelitiannya di PMT KUD Jatinom Klaten menyatakan bahwa penghematan biaya-biaya pengadaan bahan baku dapat dilakukan bila kondisi optimal. Penghematan biaya untuk dedak, pollard bungkil kopra dan onggok merupakan selisih antara biaya aktual yang dikeluarkan PMT KUD Jatinom denagn biaya meurut metode EOQ. Adanya penghematan-penghematan ini menunjukkan bahwa kebijakan pengadaan persediaan bahan baku yang dilakukan oleh PMT KUD Jatinom belum optimal. 26

27 Tabel 6. Perbandingan Penghematan Biaya yang dapat Dilakukan PMT KUD Jatinom, Tahun Bahan Baku Aktual (Rp/Tahun) EOQ (Rp/Tahun) Penghematan (Rp/tahun) Penghematan (%) Dedak , , ,3 32,7 Onggok , , ,9 48,6 Jumlah , , ,2 40,40 Sumber : Husaeni, 2003 (diolah) Tujuan dari sebagian besar model persediaan adalah meminimumkan total biaya persediaan. Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, biaya yang signifikan adalah biaya pemesanan (set up) dan biaya penyimpanan (holding atau carrying). Gambaran biaya-biaya persediaan digambarkan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kedua biaya tersebut, biaya penyimpanan (holding atau carrying cost) dan biaya pemesanan (ordering cost atau set up cost). Rupiah Biaya Persediaan Biaya Penyimpanan Biaya Pemesanan EOQ Kuantitas (Q) Gambar 2. Hubungan antara Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan. (Handoko, 1996) Persediaan Pengaman (Safety Stock) Menurut Assauri (2004) persediaan penyelamat adalah persediaan tambahanyang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. 27

28 Suatu perusahaan memerlukan cadangan penyelamat, maka diperlukan keadaan sebagai berikut (Prawirosentono, 1997): (1) waktu pemesanan bahan tidak tentu, sering berubah karena pengaruh berbagai hal atau faktor, (2) jumlah pemakaian bahan untuk produksi selalu berfluktuasi tidak dapat diramalkan secara tepat, (3) keadaan di mana waktu pemesanan tidak menentu dan pemakaian bahan untuk proses produksi juga sangat berfluktuasi. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) Titik pemesanan kembali merupakan suatu titik atau batas dari jumlah persediaaan yang ada pada suatu saat di mana pemesanan harus diadakan kembali. Dalam menentukan titik ini, harus memperhatikan besarnya penggunaan bahan selama bahan-bahan yang dipesan belum datang dan persediaan minimum. Besarnya penggunaan selama bahan-bahan yang dipesan belum diterima ditentukan oleh dua faktor, yaitu lead time dan tingkat penggunaan rata-rata (Assauri,2004). Metode Sistem Pareto Hukum Pareto berguna dalam pengalokasikan sumberdaya-sumberdaya pengawasan, dan telah dioperasionalkan sebagai cara mengklasifikasikan persediaan menjadi kelompok A, B dan C (Handoko, 1996). Menurut Buffa dan Sarin (1996) bahwa nilai persediaan dalam klasifikasi ABC bukan harga persediaan per unit, melainkan volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode produksi dikalikan harga rata-rata per unit. Jadi nilai investasi barang adalah jumlah nilai pemakaian seluruh jenis persediaan pada satu periode. Indrajit dan Djokopranoto (2005) menyebutkan bahwa ABC menunjukkan pembagian jenis barang dalam tiga kategori menurut prinsip Pareto tersebut. Konsep ini mengatakan bahwa kurang lebih 10 persen dari jumlah barang mewakili 70 persen dari nilai barang secara keseluruhan (jenis A, barang berharga tinggi), 20 persen dari jumlah barang mewakili kurang lebih 20 persen dari nilai barang (jenis B, barang berharga menengah), dan sisanya 70 persen dari jenis barang hanya mewakili kurang lebih 10 persen saja dari nilai barang secara keseluruhan (jenis C, barang berharga rendah). 28

29 Fadlilah (2002) dalam penelitiannya di PMT KPBS Cirebon menggambarkan lebih jelas lagi bagaimana proporsi kelas A dibandingkan dengan kelas B dan C. % Nilai Rp Bahan Baku Kelas A 67,3 21,3 11,4 Kelas B Kelas C % Volume Persediaan Bahan Baku Gambar 3. Grafik Klasifikasi Persediaan (Fadlilah, 2002) Kelas A memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 67,3 persen dari total nilai persediaan yang terdiri dari 2 item (20%) persediaan, yaitu dedak dan pollard. Kelas B memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 21,3 persen dari nilai total persediaan yang terdiri dari 2 item (20%) persediaan, yaitu bungkil kelapa dan onggok. Kelas C memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 11,4 persen dari nilai total persediaan yang terdiri dari 6 item (60%) persediaan, yaitu kulit coklat, bungkil kedelai, ampas kecap, kalsium, garam, mineral. Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2005) prinsip atau konsep ABC memberikan konsekuensi dalam pengendalian persediaan sebagai berikut: 1. Pengawasan harus lebih difokuskan pada barang kategori A karena kesalahan dalam pengawasan barang jenis ini dapat menimbulkan kerugian yang besar. 2. Pengawasan terhadap kategori B bersifat cukup saja. 3. Pengawasan terhadap kategori C cukup sekadarnya saja, karena kerugian yang mungkin ditimbulkan biasanya hanya sedikit. 4. Konsep ini juga berpengaruh dalam menentukan jumlah persediaan pengaman (safety stock). 29

30 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PMT Multiguna yang berlokasi di Jalan DPU, Ngaran Mlese Trucuk, Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PMT Multiguna merupakan salah satu perusahaan pakan ternak yang sedang berkembang dan mampu bertahan setelah krisis berkepanjangan yang terjadi di Indonesia. Penelitian dilakukan pada tanggal 5 September-5 November Desain Desain penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang bersifat deskriptif-analisis. Penjelasan deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum perusahaan dan pelaksanaan optimalisasi pengendalian persediaan bahan baku pakan di PMT Multiguna. Analisis dilakukan untuk mengetahui jumlah, waktu, frekuensi dan biaya-biaya pengadaan persediaan di PMT Multiguna. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak perusahaan yang berupa data mengenai kebijakan pengadaan dan penanganan bahan baku di perusahaan yang mencakup jenis bahan baku yang digunakan, kebutuhan bahan baku, waktu tunggu pembelian bahan baku, dan lain sebagainya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan, instansi terkait, serta literatur-literatur yang menunjang topik penelitian. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif, analisis persediaan bahan baku, dan analisis Economic Order Quantity. Data yang telah diolah kemudian dibandingkan dengan model yang digunakan oleh perusahaan untuk menentukan metode pengendalian yang paling optimal. 30

31 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran umum dan mendalam mengenai objek penelitian, serta pengendalian persediaan bahan baku pakan yang dilaksanakan pada PMT Multiguna. Analisis Persediaan Bahan Baku Analisis persediaan bahan baku mencakup: 1. Volume Pemakaian Bahan Baku Volume pemakaian bahan baku digunakan dalam analisis, karena volume pemakaian bahan baku dapat menunjukan besar permintaan akan bahan baku tersebut. 2. Penentuan Waktu Tunggu Waktu Tunggu (lead time) adalah selisih atau perbedaan waktu antara saat dilakukan pemesanan sampai bahan baku diterima. Waktu tunggu bahan baku digunakan dalam menentukan waktu pelaksanaan pemesanan sehingga pesanan dapat diterima pada waktu yang tepat. 3. Biaya Persediaan Sebelum melakukan analisis, perlu dilakukan analisis perkiraan biaya persediaan yang terdiri dari biaya penyimpanan dan biaya pemesanan. Analisis dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mengelompokkan komponen-komponen biaya penyimpanan dan pemesanan berdasarkan definisi masing-masing biaya tersebut, sehingga didapat biaya total persediaan bahan baku. Secara matematis biaya pemesanan dapat dirumuskan sebagai berikut : OC = S. D/Q Keterangan : OC = biaya pemesanan bahan baku/periode (Rp) S = biaya pemesanan bahan baku per pesanan (Rp/pesanan) D = penggunaan atau permintaan yang diperkirakan per periode waktu (kg) Q = jumlah yang dipesan (kg) Sedangkan rumus biaya penyimpanan adalah sebagai berikut : CC = H. Q/2 31

32 Keterangan: CC = total biaya penyimpanan bahan baku per periode (Rp) Q/2 = tingkat rata-rata persediaan (kg) H = biaya penyimpanan per unit per periode (Rp/kg) Rumus Total Biaya Persediaan adalah sebagai berikut: TC = OC + CC Persediaan Pengaman (Safety Stock) Persediaan pengaman (SS) berguna untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar dari pada perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Secara umum besarnya persediaan pengaman bahan baku dapat ditentukan dengan rumus: (Assauri, 2004) Dimana : SS = Safety Stock (kg) SS = L( σ ) + D ( σ ) D L L D σ L σ D = Lead time rata-rata = tingkat pemakaian bahan baku rata-rata (kg) = Standar deviasi dari lead time = Standar deviasi pemakaian bahan baku Titik Pemesanan Kembali ( Reorder Point / ROP) Pemesanan kembali bahan baku dilakukan untuk mempertahankan jumlah persediaan agar tetap optimal. Dengan adanya ketidakpastian dari luar perusahaan berupa ketidakpastian kedatangan bahan baku maka perlu ditentukan waktu pemesanan kembali. Rumus ROP adalah sebagai berikut: ROP = ( L x D ) + SS Keterangan: ROP = titik pemesanan kembali (kg) 32

33 L D SS = lead time rata-rata (bulan) = jumlah bahan baku rata-rata(kg) = persediaan pengaman (kg) Analisis Economic Order Quantity (EOQ) Kuantitas bahan baku yang optimal merupakan suatu jumlah pembelian bahan baku yang akan mencapai biaya persediaan minimal. Biaya persediaan dalam EOQ terdiri dari biaya penyimpanan dan biaya pemesanan bahan baku. Secara matematis biaya tersebut dapat dirumuskan : Q TC = ( H ) + 2 D S Q Biaya minimal diperoleh pada saat turunan pertama dari total biaya persediaan =0, atau dtc = 0 dq dtc H SD SD H = - dq 2 2 = 0 2 = Q Q 2 2 Q = 2SD H Q = 2SD H sehingga diperoleh rumus EOQ sebagai berikut : EOQ = 2 SD / H Keterangan : TC = total biaya persediaan bahan baku (Rp) S = biaya pemesanan bahan baku per pesanan (Rp/pesanan) D = kebutuhan/permintaan bahan baku yang diperkirakan per periode waktu Q = jumlah bahan baku yang dipesan (kg) H = biaya penyimpanan bahan baku per unit per periode (Rp/kg) EOQ = kuantitas pemesanan ekonomis (kg) Model EOQ diatas dapat diterapkan bila anggapan-anggapan berikut ini dipenuhi yaitu : (1) permintaan akan produk relatif konstan, seragam dan diketahui, (2) harga per unit produk konstan, (3) biaya penyimpanan per unit per periode 33

34 konstan, (4) biaya pemesanan per pesanan konstan, (5) waktu tunggu konstan, (6) tidak terjadi kekurangan bahan. Definisi Istilah Untuk menyamakan persepsi pembaca dalam memahami tulisan ini, maka diberikan batasan-batasan istilah seperti di bawah ini : 1. Pakan adalah semua bahan yang dapat dimakan ternak dan memenuhi kebutuhan gizi ternak. Pakan dalam skripsi ini adalah Protefeed. 2. Persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.. 3. Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam memproduksi pakan Protefeed. Dalam skripsi ini hanya menganalisa bahan baku onggok, dedak padi, dan tetes. 4. Biaya pemesanan adalah biaya yang timbul selama proses pemesanan sampai barang tersebut dapat dikirim pemasok yaitu biaya telepon, biaya fax, dan biaya administrasi. 5. Biaya penyimpanan adalah biaya yang timbul di dalam menyimpan persediaan, di dalam usaha mengamankan persediaan dari kerusakan, keusangan atau keausan, dan kehilangan. Biaya yang digunakan adalah biaya penyusutan dan biaya penanganan persediaan. 6. Biaya total persediaan adalah jumlah yang digunakan dalam mempersiapkan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi. Merupakan penjumlahan dari biaya pemesanan dan penyimpanan. 7. Titik pemesanan kembali adalah suatu batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pesanan harus diadakan kembali. 8. Waktu tunggu adalah selang waktu antara saat dilakukan pemesanan dengan saat diterimanya bahan baku di gudang persediaan. 9. Persediaan Pengaman adalah cadangan persediaan yang harus diadakan untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan, pada saat menunggu bahan yang sedang di pesan serta mengantisipasi terjadinya peningkatan permintaaan bahan. 34

35 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Sejarah Perusahaan Pabrik Makanan Ternak (PMT) Multiguna merupakan salah satu divisi usaha yang dimiliki oleh CV. Multiguna Group. Sejarah CV. Multiguna Group adalah diawali dengan adanya persamaan visi yang dilontarkan oleh beberapa personil yang saat itu awal-awal terjadinya krisis moneter di lingkungan negara Indonesia. Dimulai dengan produk pakan ternak unggas yang hanya digunakan kalangan sendiri sebagai litbang dari pakan unggas dan memberikan angin segar pada peternak unggas pada peternak kecil, sehingga peternak yang dulunya hampir gulung tikar karena harga pakan sebagai input tidak sesuai dengan pendapatan maka dengan adanya pakan alternatif tersebut dapat meringankan beban peternak kecil. CV. Multiguna Group yang berlokasi di Jalan Mayor Sunaryo No.65 Gergunung Klaten ini kemudian dibentuk dan berbadan hukum pada tanggal 29 September Setelah adanya kesepakatan bersama, CV. Multiguna mencoba usaha untuk paka ternak sapi perah khususnya untuk kalangan sendiri dan peternak dilingkungan Klaten dan sekitarnya. Dengan memperhatikan pasar dan permintaan yang sangat tinggi dan menjanjikan, maka CV. Multiguna Group resmi memproduksi pakan ternak sapi. Untuk mengembangkan usaha ini dilingkungannya, CV. Multiguna Group membentuk PMT Multiguna yang pabriknya berlokasi di Jalan DPU, Ngaran Mlese Trucuk, Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Sampai saat ini PMT Multiguna masih tetap memproduksi pakan konsentrat untuk sapi dengan nama Protefeed (PF) 10 untuk sapi pedaging dan PF 20 untuk sapi perah. Struktur Organisasi Pabrik Makanan Ternak Multiguna merupakan bagian dari divisi usaha CV. Multiguna Group. Dalam melaksanakan kegiatan organisasinya, PMT Multiguna berada dalam pengawasan Direktur Utama. Pabrik Makanan Ternak Multiguna memiliki struktur organisasi yang masih sangat sederhana. PMT dipimpin oleh seorang direktur sebagai kepala divisi usaha PMT Multiguna yang membawahi langsung staf-stafnya yang terdiri dari bagian pemasaran, bagian personalia, bagian keuangan, dan bagian produksi. Bagan Struktur Organisasi di PMT Multiguna dapat dilihat pada Gambar 4. 35

36 Tenaga kerja yang ada di PMT Multiguna dibedakan menjadi dua jenis yaitu karyawan tetap terdiri dari 10 orang dan karyawan harian terdiri dari 9 orang yang bekerja pada bagian Mills dan Mixer. Karyawan tetap adalah karyawan yang diangkat oleh direktur, memiliki gaji yang dibayarkan setiap bulan. Karyawan harian adalah karyawan yang tidak tetap dengan sistem pemberian gaji dihitung per hari dan diberikan setiap akhir minggu. Karyawan bekerja dari hari Senin sampai Sabtu pada jam WIB. DIREKTUR (2 orang) Bag. Pemasaran (3 orang) Bag. Keuangan (1 orang) Bag. Personalia (1 orang) Bag. Produksi (1 orang) Pengadaan (1 orang) Accounting (1 orang) Mills (5 orang) Mixer (4 orang) Gambar 4. Struktur Organisasi Pabrik Makanan Ternak Multiguna Produksi Pakan Ternak Pakan konsentrat yang dihasilkan oleh PMT Multiguna untuk memenuhi permintaan konsumen diberi nama Protefeed dengan kode PF 10 dan PF 20. PF 10 merupakan pakan konsentrat untuk pakan sapi pedaging dan PF 20 untuk sapi perah. Bahan baku yang digunakan adalah onggok, dedak padi, dedak jagung, kulit kopi, garam, zeolit dan calcit, tetes, bungkil sawit, brand pollard, gaplek, afval wijen, tapioka. Proses produksi dilakukkan di gudang penyimpanan bahan dengan menggunakan 2 Hammer mills yang berfungsi untuk menggiling bahan baku yang masih kasar, 2 mixer dengan kapasitas mesin ton, dan alat penunjang lain yaitu alat pengangkut, timbangan, dan mesin jahit. Tahap pembuatan konsentrat PF dibagi dalam tiga tahap, yaitu : 36

37 1. Persiapan peralatan dan perlengkapan. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya gangguan terhadap mesin dan komponen lainnya. 2. Penyiapan bahan baku dilakukan sebelum proses produksi dilaksanakan yaitu meliputi pemeriksaan bahan baku, penimbangan dan pengangkutan bahan baku ke ruang produksi. 3. Proses pencampuran bahan baku. Bahan baku yang halus dan bentuknya kecil langsung dimasukkan kedalam mixer, sedangkan bahan baku yang masih kasar seperti onggok, dedak jagung, kulit kopi, calcit, dan garam, di masukkan ke dalam Hammer mills untuk dihaluskan dan diaduk agar lebih homogen selama 1 jam. Selanjutnya di campurkan dengan bahan baku yang lainnya ke dalam mixer, kemudian konsentrat dimasukkan ke dalam karung yang berkapasitas 50 kg, setelah karung diisi konsntrat lalu dijahit dan kemudian diangkut ke tempat penyimpanan produk jadi. Mekanisme produksi konsentrat sapi perah dan sapi pedaging pada PMT Multiguna dimulai dari pemesanan bahan baku kepada suplier dan kemudian akan dilakukan pembelian oleh manajer perusahaan. Bahan baku disimpan di gudang untuk kemudian akan di produksi oleh bagian produksi. Setelah pembuatan bahan baku menjadi konsentrat, bagian pemasaran akan memasarkannya kepada konsumen yang berada di wilayah Kabupaten Klaten dan sekitarnya. Bahan Baku Tepung Bahan Baku Butiran Penggilingan 1 Jam Pencampuran Pakan Pengepakan Gambar 5. Tahapan Proses Produksi Pakan 37

38 HASIL DAN PEMBAHASAN Klasifikasi Bahan Baku Klasifikasi bahan baku menggunakan Klasifikasi ABC. Klasifikasi ABC secara umum dapat berguna dalam pengalokasian bahan baku utama yang memerlukan pengawasan, dan telah dioperasionalkan sebagai cara mengklasifikasikan persediaan menjadi kelompok A, B, dan C. PMT Multiguna menggunakan 13 jenis bahan baku dalam proses produksi. Kebutuhan persediaan selama satu tahun dan harga bahan baku per kilogram dapat dilihat pada Tabel 7. Bahan baku yang memiliki nilai pemakaian tinggi biasanya memerlukan pengawasan dan penanganan secara khusus atau ketat, sedangkan bahan baku yang memiliki nilai pemakaian rendah biasanya pengawasannya tidak terlalu ketat (longgar). Berdasarkan Handoko (1996) seluruh bahan baku diklasifikasikan dalam tiga kelas yaitu kelas A, B, dan C, dengan pembagian adalah kelas A 70% dari nilai total pemakaian, kelas B 20% dari nilai total pemakaian, kelas C 10% dari nilai total pemakaian. Menurut pembagian kelas masing-masing bahan baku pada PMT Multiguna dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Klasifikasi Bahan Baku Berdasarkan Sistem Pareto pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Pemakaian (kg/tahun) Harga (Rp/kg) Nilai Pemakaian Nilai Pemakaian Kumulatif Kelas (Rp/tahun) Rupiah % Onggok ,93 A Dedak Padi ,31 A Tetes ,29 A Bungkil Sawit ,80 B Brand Pollard ,26 B Kulit Kopi ,95 B Gaplek ,26 C Afval Wijen ,85 C Tapioka ,60 C Dedak Jagung ,85 C Garam ,86 C Calsit ,46 C Zeolit C Kelas A memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 60,29% dari total nilai persediaan yang terdiri dari 3 item persediaan, yaitu onggok, dedak padi dan tetes. 38

39 Persediaan yang termasuk dalam kelas ini memerlukan perhatian dan pengawasan yang ketat dalam pengadaannya mengingat kerusakan, kehilangan atau keterlambatan bahan jenis ini dalam unit yang kecil akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar, sehingga pemeriksaan harus dilakukan secara intensif. Kelas B memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 27,66% dari nilai total persediaan yang terdiri dari 3 item persediaan, yaitu bungkil sawit, brand pollard, dan kulit kopi. Pencatatan dan pengawasan secara normal akan dapat mengoptimalkan persediaan bahan baku. Bahan baku dikontrol untuk kemungkinan kekurangan persediaan. Kelas C memiliki nilai rupiah tahunan sebesar 12,05% dari nilai total persediaan yang terdiri dari 7 item, yaitu gaplek, afval wijen, tapioka, dedak jagung, garam, calsit, dan zeolit. Pengawasan terhadap bahan baku kelas C tidak ketat (longgar) dan penegecekan sedikit dilakukan dengan membandingkan terhadap kebutuhan, monitoring tidak perlu atau sedikit dilakukan. Jenis dan Asal Bahan Baku Untuk memproduksi pakan konsentrat, bahan baku yang digunakan oleh PMT Multiguna adalah: onggok, dedak padi, tetes, bungkil sawit, brand pollard, kulit kopi, gaplek, afval wijen, tapioka, dedak jagung, garam, calsit, dan zeolit. Setiap tahun penggunaan bahan baku bervariasi karena disesuaikan dengan ketersediaan bahan baku dan formulasi konsentrat yang ditetapkan. Penelitian ini melakukan pembatasan analisa hanya pada tiga bahan baku yang termasuk dalam kelas A, yaitu onggok, dedak padi, dan tetes. Bahan baku pada kelas A merupakan bahan baku yang memiliki pengawasan ketat karena kerusakan, kehilangan atau keterlambatan bahan jenis ini dalam unit yang kecil akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Jenis dan asal bahan baku dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jenis dan Asal Bahan Baku pada PMT Multiguna Jenis Bahan Baku Asal Bahan Baku 1. Onggok Lampung 2. Dedak Temanggung, Cirebon 3. Tetes Surabaya, Boyolali 39

40 Sistem Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pemakaian Bahan Baku Pemakaian bahan baku pakan konsentrat pada PMT Multiguna disesuaikan dengan rancangan anggaran dan pengeluaran beban yang disusun secara bersama. Rancangan anggaran ini berdasarkan pada rencana marketing, rencana produksi, rencana pengadaan, dan rencana keuangan. Namun, dalam pelaksanaan produksi terkadang tidak sama dengan rancangan anggaran yang telah ditentukan sebelumnya karena hal-hal yang tidak dapat diduga seperti kerusakan mesin atau situasi yang menghambat proses produksi. Sistem pemakaian bahan baku di PMT Multiguna dilakukan dengan sistem FIFO (First In First Out), yaitu bahan baku yang pertama datang akan digunakan terlebih dahulu. Bahan baku yang akan dipakai untuk produksi disimpan di ruang produksi. Tujuan pemakaian dengan sistem FIFO adalah untuk menjaga agar tidak terjadi penurunan kualitas bahan baku karena penyimpanan dan memudahkan pengontrolan jumlah persediaan di gudang. Pemakaian bahan baku setiap bulan berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh tingkat produksi per bulan, ketersediaan bahan baku digudang dan formulasi konsentrat yang diproduksi. tingkat produksi per bulan disesuaikan dengan rancangan anggaran dan pengeluaran beban berdasarkan tingkat permintaan pasar dan kapasitas produksi. Ketersediaan bahan baku di gudang diketahui dari catatan bagian gudang sesuai dengan jumlah pembelian bahan baku dan jumlah pemakaian bahan baku. Jika terjadi kelangkaan bahan baku akibat perubahan musim atau peningkatan harga bahan baku, maka PMT Multiguna akan mengubah formulasi bahan baku konsentrat tetapi tetap mempertahankan kualitas nutrisinya. Analisis Biaya Persediaan Total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh PMT Multiguna terdiri dari biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya pemesanan merupakan biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan pada saat melakukan pemesanan. Nilai biaya pemesanan tidak dipengaruhi oleh besarnya kuantitas barang yang dipesan. Biaya pemesanan pada PMT Multiguna terdiri dari beberapa komponen yaitu biaya telepon, biaya fax, dan biaya administrasi. 40

41 Biaya pemesanan masing-masing bahan baku berbeda. Biaya telepon merupakan biaya terbesar dalam komponen biaya pemesanan dikarenakan telepon dilakukan tidak hanya sekali tetapi beberapa kali untuk mendapatkan kesepakatan pembelian. Besarnya biaya pemesanan masing-masing bahan baku dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Biaya Pemesanan Bahan Baku pada PMT Multiguna Tahun 2006 No Bahan Baku Rp/pesanan 1. Onggok Dedak Padi Tetes Sumber : Bagian Keuangan PMT Multiguna, 2006 Biaya penyimpanan pada PMT Multiguna terdiri dari biaya penyusutan dan biaya penanganan persediaan. Biaya penyusutan bahan baku besarnya 3% dari total pembelian bahan baku selama setahun. Besarnya biaya penyusutan berdasarkan perusahaan dihitung konstan karena bahan baku mengalami penyusutan sesuai dengan kadar airnya. Besarnya biaya penyusutan pada PMT Multiguna adalah sebesar Rp. 18,93 per kg, ditambah dengan biaya penanganan persediaan sebesar Rp. 1,5 per kg. Sehingga besarnya biaya penyimpanan adalah sebesar Rp. 20,43 per kg (perhitungan pada Lampiran 2). Biaya listrik, gaji tenaga kerja, dan biaya penyusutan gudang tidak diperhitungkan dalam biaya penyimpanan karena kedua biaya ini bersifat tetap. Berapapun jumlah bahan baku yang ada dalam gudang maka listrik akan terus dinyalakan dan gaji tenaga kerja akan tetap dibayar penuh walaupun persediaan bahan baku sedikit. Total biaya persediaan bahan baku per tahun merupakan jumlah total biaya pemesanan dan total biaya penyimpanan selama setahun. Total biaya pemesanan didapat dari hasil perkalian antara frekuensi pemesanan dengan biaya pemesanan. Sedangkan total biaya penyimpanan didapat dari hasil perkalian antara biaya penyimpanan dengan tingkat persediaan rata-rata. 41

42 Pengendalian Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode Perusahaan Tujuan diadakannya pengendalian persediaan pada PMT Multiguna adalah untuk memperlancar proses produksi, untuk mengantisipasi adanya bahan baku yang sulit didapatkan dan untuk menjaga kesetabilan tingkat persediaan dengan biaya yang minimum, sehingga tidak terjadi kekurangan ataupun kelebihan bahan baku. Pengendalian persediaan bahan baku pada PMT Multiguna dilakukan oleh manajer perusahaan dan bagian produksi. Perhitungan total biaya persediaan selama periode tahun 2006 dapat dilihat pada Lampiran 3-8. Berdasarkan kebijakan PMT Multiguna, biaya penyimpanan untuk masing-masing bahan baku lebih besar bila dibandingkan dengan biaya pemesanan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Total Biaya Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Biaya Penyimpanan (Rp/tahun) Biaya Pemesanan (Rp/tahun) Total Biaya Persediaan (Rp/tahun) Onggok Dedak Padi Tetes Optimalisasi Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Konsep dasar dari model EOQ adalah meminimalkan biaya total melalui apa, berapa, dan kapan pesanan dilakukan secara optimal. Sehingga biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dapat diminimalkan. Biaya penyimpanan akan besar bila frekuensi pemesanan yang dilakukan sedikit. Sebaliknya bila frekuensi pemesanan sering maka biaya penyimpanan kecil dan akan meningkatkan biaya pemesanan. Perbandingan frekuensi dan jumlah unit per pesanan antara model EOQ dengan metode pengendalian persediaan yang dilakukan oleh PMT Multiguna dapat dilihat pada Tabel 11. Perhitungan frekuensi dan jumlah unit pemesanan berdasarkan metode EOQ dapat dilihat pada Lampiran

43 Bahan Baku Onggok Dedak Tetes Tabel 11. Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Bahan Baku PMT Multiguna, Tahun 2006 Frekuensi Pemesanan Perusahaan EOQ (kali/tahun) (kali/tahun) Perubahan Frekuensi Pemesanan (%) Jumlah Unit Pemesanan Perusahaan EOQ (kg/pesan) (kg/pesan) Perubahan Jumlah Unit Perpesanan , ,19 73, , ,18 76, , ,04 64,22 Keterangan : Angka dalam kurung menyatakan nilai negatif Frekuensi pemesanan optimal yang terjadi pada tahun 2006 lebih besar dari frekuensi pemesanan aktualnya. Besarnya frekuensi pemesanan optimal berpengaruh pada jumlah unit per pesanan yang menjadi lebih kecil. Jumlah unit per pesanan aktual lebih besar karena setiap kali pesanan jumlahnya besar namun frekuensi pemesanannya lebih kecil, sedangkan jumlah unit per pesanan optimal menjadi lebih kecil namun frekuensi pemesanan menjadi lebih sering. Penurunan jumlah unit per pesanan terjadi pada semua bahan baku yaitu onggok, dedak padi, dan tetes. Hasil perbandingan frekuensi dan jumlah unit perpesanan antara metode perusahaan dengan metode EOQ pada PMT Multiguna sejalan dengan hasil frekuensi dan jumlah unit per pesanan bahan baku pada PMT KPBS Cirebon (Fadlilah, 2002). Frekuensi pemesanan dengan menggunakan metode EOQ pada PMT KPBS Cirebon lebih besar dari metode perusahaan, sehingga mengakibatkan jumlah unit perpesanan menurut EOQ menjadi lebih kecil. Hal ini sejalan dengan yang terjadi di PMT Multiguna. Perhitungan frekuensi pemesanan dan jumlah unit per pesanan pada PMT KPBS Cirebon dapat dilihat pada Tabel 12. Bahan Baku Tabel 12. Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Bahan Baku di PMT KPBS Cirebon, Tahun 2002 Frekuensi Pemesanan Aktual (kali/tahun) EOQ (kali/tahun) Perubahan Frekuensi Pemesanan (%) Jumlah Unit Pemesanan Aktual EOQ (kg/pesan) (kg/pesan) (%) Perubahan Jumlah Unit Pemesanan (%) Dedak (35.2) Onggok (64.5) Keterangan : Angka dalam kurung menyatakan nilai negatif Sumber : Fadlilah,

44 Peningkatan frekuensi pemesanan dan penurunan jumlah unit pemesanan akan berpengaruh pada biaya penyimpanan dan biaya pemesanannya, sehingga total biaya persediaan masing-masing bahan baku akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan biaya penyimpanan dan pemesanan. Total biaya persediaan berdasarkan metode EOQ dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Total Biaya Persediaan Bahan Baku Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Biaya Penyimpanan (Rp/tahun) Biaya Pemesanan (Rp/tahun) Total Biaya Persediaan (Rp/tahun) Onggok , ,21 Dedak Padi , ,00 Tetes , ,00 Pada Tabel 13, dapat dilihat bahwa pada biaya penyimpanan dan biaya pemesanan tidak berbeda jauh untuk masing-masing bahan baku. Hal ini menunjukkan bahwa biaya persediaan berdasarkan metode EOQ merupakan biaya yang optimal. Berbeda halnya dengan biaya persediaan berdasarkan kebijakan perusahaan, biaya penyimpanannya jauh lebih besar dari biaya pemesanannya. Tabel 14. Perbandingan Total Biaya Persediaan Antara Metode Perusahaan dengan Metode EOQ, Tahun 2006 Bahan Baku Perusahaan (Rp/tahun) EOQ (Rp/tahun) Penghematan (Rp/tahun) Presentase Penghematan (%) Onggok , ,79 4,78 Dedak Padi , ,00 17,37 Tetes , ,00 39,88 Jumlah , ,79 16,88 Tabel 14 menunjukkan bahwa penghematan biaya persediaan dapat dilakukan bila kondisi optimal. Penghematan biaya persediaan merupakan selisih antara biaya persediaan aktual dengan biaya persediaan menurut metode EOQ. Secara keseluruhan penghematan yang dapat dilakukan oleh PMT Multiguna yaitu sebesar Rp ,79 atau 16,88% dari biaya persediaan aktualnya pada tahun

45 Adanya nilai penghematan tersebut menunjukan bahwa PMT Multiguna belum optimal dalam kebijakan pengadaan persediaan bahan baku. Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali Persediaan pengaman (safety stock) merupakan persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out). Kemungkinan terjadinya stock out dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada perkiraan semula, atau keterlambatan dalam penerimaan bahan baku yang dipesan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam persediaan pengaman adalah penggunaan bahan baku rata-rata dan standar deviasinya serta waktu tunggu (lead time) dan standar deviasinya. Pendekatan yang digunakan berdasarkan tingkat pelayanan (level of service approach). Tingkat pelayanan pada PMT Multiguna sebesar 100%. Rata-rata dan standar deviasi pemakaian bahan baku serta waktu tunggu dapat dilihat pada Tabel 15 dan perhitungan pada Lampiran Tabel 15. Rata-rata dan Standar Deviasi Pemakaian Bahan Baku Serta Waktu Tunggu pada PMT Multiguna, Tahun Bahan Baku Pemakaian (Kg/bulan) Waktu Tunggu (Bulan) Onggok ± 3.982,05 0,366 ± 0, Dedak Padi ± 2.210,34 0,133 ± 0, Tetes ± 1.425,18 0,100 ± 0, Tingkat ketidakpastian waktu tunggu akan dipengaruhi oleh nilai standar deviasi waktu tunggu. Semakin besar nilai standar deviasinya maka tingkat ketidakpastiannya akan semakin besar pula. Namun, pada PMT Multiguna standar deviasi untuk waktu tunggu relatif lebih kecil dari rata-ratanya. Hasil tersebut disebabkan waktu tunggu untuk bahan baku onggok, dedak padi, dan tetes relatif konstan setiap kali melakukan pemesanan, sehingga akan menyebabkan tingkat ketidakpastiannya akan semakin kecil. Standar deviasi selama pengisian bahan baku diperoleh berdasarkan rata-rata dan standar deviasi pemakaian bahan baku dan waktu tunggu. Hal ini digunakan untuk mendapatkan persediaan pengaman sesuai tingkat pelayanan. Faktor konversi 45

46 pada tingkat pelayanan dapat dilihat pada Lampiran 14. Perhitungan persediaan pengaman berdasarkan EOQ dapat dilihat pada Tabel 16 dan perhitungan standar deviasi selama pengisian pada Lampiran 15. Tabel 16. Persediaan Pengaman Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun Bahan Baku Standar Deviasi Selama Pengisian (1) Tingkat Pelayanan(%) Faktor Konversi (K) (2) Persediaan Pengaman (3)=(1)x(2) Onggok 5.603, , ,61 Dedak Padi 1.148, , ,28 Tetes 450, , ,11 Stadar deviasi selama pengisian untuk onggok adalah sebesar 5.603,10 kg, untuk dedak padi sebesar 1.148,80 kg dan untuk tetes adalah sebesar 450,68 kg. Perhitungan persediaan pengaman diperoleh dari perkalian antara standar deviasi selama perhitungan dengan tingkat pelayanan. Nilai persediaan pengaman yang tercantum pada Tabel 16 merupakan batas minimum yang harus disediakan oleh PMT Multiguna sebagai cadangan apabila terjadi kekurangan bahan baku akibat keterlambatan pengiriman bahan baku dari pemasok atau karena adanya peningkatan permintaan dari pelanggan. Biaya penyimpanan akan bertambah disebabkan adanya persediaan pengaman. Kebijakan yang ditetapkan oleh PMT Multiguna dalam menentukan persediaan pengaman adalah sebesar 20% dari total pemakaian masing-masing bahan baku selama satu periode. Pada Tabel 17 dapat dilihat perbandingan tambahan biaya penyimpanan akibat adanya persediaan pengaman menurut kebijakan perusahaan dan menurut metode EOQ. 46

47 Tabel 17. Perbandingan Tambahan Biaya Penyimpanan Berdasarkan Metode PMT Multiguna dan Metode EOQ, Tahun Aktual EOQ Selisih Bahan Baku Safety Stock (kg) Tambahan Biaya Penyimpanan (Rp) Safety Stock (kg) Tambahan Biaya Penyimpanan (Rp) Safety Stock (kg) Tambahan Biaya Penyimpanan (Rp) Onggok , , ,47 Dedak , , ,17 Tetes , , ,05 Jumlah , , ,69 Berdasarkan Tabel 17. tambahan biaya penyimpanan menurut metode EOQ untuk bahan baku onggok, dedak padi, dan tetes lebih kecil bila dibandingkan dengan tambahan biaya penyimpanan aktualnya, hal ini terlihat pada persediaan pengamannya yang lebih kecil bila dibandingkan dengan persediaan pengaman menurut perusahaan. Kuantitas persediaan pengaman untuk bahan baku onggok, dedak padi, dan tetes yang ditetapkan oleh PMT Multiguna terlalu besar sehingga menyebabkan tambahan biaya penyimpanan juga semakin besar. Hal tersebut menunjukan bahwa Metode yang ditetapkan oleh PMT Multiguna belum dilakukan secara optimal. Penghematan biaya penyimpanan secara keseluruhan yaitu sebesar Rp ,69 per tahun. Analisis selanjutnya adalah penentuan titik pemesanan kembali (Reorder Point). Perhitungan titik pemesanan kembali diperoleh dari perkalian antara rata-rata waktu tunggu dan pemakaian, kemudian ditambahkan dengan persediaan pengaman. Titik pemesanan kembali adalah suatu titik atau batas minimum dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat di mana pemesanan harus diadakan kembali, hal ini bertujuan untuk mengadakan kembali bahan-bahan persediaan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan sehingga persediaan tetap optimal. Perhitungan titik pemesanan kembali dapat dilihat pada Tabel

48 Tabel 18. Titik Pemesanan Kembali Berdasarkan metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Rata-rata WaktuTunggu (bulan) (1) Rata-rata Pemakaian (kg/bulan) (2) PemakaianSelama Waktu Tunggu (kg) (3)=(1)x(2) Safety Stock (kg) (4) Reorder Point (kg) (5)=(3)+(4) Onggok 0, , , ,53 Dedak Padi 0, , , ,68 Tetes 0, , , ,91 Berdasarkan Tabel 18, menunjukan bahwa Reorder Point untuk onggok, dedak dan tetes merupakan batas minimum persediaan dan disaat itulah PMT Multiguna harus melakukan pemesanan kembali. Apabila terjadi peningkatan permintaan atau keterlambatan pengiriman bahan baku, bahan baku dapat dipenuhi dari persediaan pengaman sehingga tidak menghambat proses produksi dan perusahaan tidak kehilangan pelanggan. Persediaan Minimum dan Maksimum Persediaan minimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling kecil/rendah yang harus ada untuk suatu jenis bahan atau barang. Persediaan minimum ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan kekurangan persediaan (Stock Out). Persediaan minimum disebut juga dengan persediaan pengaman (Safety Stock). Persediaan minimum pada PMT Multiguna untuk bahan baku onggok sebesar ,61 kg, dedak padi sebesar 3.561,28 kg, dan untuk tetes sebesar 1.397,11 kg. Persediaan maksimum merupakan batas jumlah persediaan yang paling besar (tertinggi) yang sebaiknya dapat diadakan oleh PMT Multiguna. Batas persediaan maksimum ini kadang-kadang tidak didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan keefektifan kegiatan perusahaan. Sehingga, persediaan maksimum dalam hal ini hanya didasarkan atas kemampuan perusahaan saja terutama kemampuan keuangan perusahaan, kemampuan yang ada dan pembatasan-pembatasan dari sifat-sifat atau kerusakan bahan-bahan tersebut. 48

49 Tabel 19. Persediaan Maksimum Bahan Baku yang Optimal pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Persediaan Pengaman (kg/bulan) (1) Jumlah Pemesanan Optimal (kg/bulan) (2) Persediaan Maksimum (kg/bulan) (3)=(1)+(2) Onggok , , ,80 Dedak Padi 3.561, , ,46 Tetes 1.397, , ,15 Tabel 19 menunjukan persediaan maksimum yang harus dimiliki oleh PMT Multiguna. Apabila PMT Multiguna memiliki persediaan maksimum untuk bahan baku diatas sesuai dengan nilai yang tercantum pada Tabel 19, maka PMT Multiguna akan terhindar dari resiko kelebihan persediaan yang dapat menyebabkan ketidakefisienan dalam hal biaya persediaan bahan baku. Penerapan Hasil Metode EOQ Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukan bahwa total biaya persediaan menurut metode EOQ lebih kecil daripada total biaya persediaan menurut kebijakan perusahaan. Frekuensi pemesanan yang lebih banyak dan jumlah unit pemesanan yang lebih kecil berdasarkan EOQ menyebabkan adanya keseimbangan antara biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sehingga keadaan optimal ini bisa menghemat biaya persediaan bahan baku. Sedangkan secara aktual, PMT Multiguna memiliki frekuensi yang jauh lebih kecil tetapi jumlah unit pemesanannya lebih besar menyebabkan biaya penyimpanan menjadi semakin besar. Metode EOQ yang lebih optimal diterapkan apabila dapat memenuhi asumsiasumsi yang telah disyaratkan. Metode EOQ baik diterapkan dalam PMT Multiguna. Metode EOQ dapat diterapkan pada PMT Multiguna karena kondisi PMT Multiguna yang merupakan PMT yang belum lama berdiri dan membutuhkan metode yang tepat dalam melakukan pengadaan persediaan untuk bisa mengoptimalkan biaya persediaan yang akan dikeluarkan. Selain itu PMT Multiguna tidak mengalami kesulitan dalam mencari pemasok bahan baku karena banyak pemasok yang menawarkan bahan baku kepada PMT Multiguna dan sistem pembeliannya adalah kontrak sehingga resiko kenaikan harga bahan baku dapat terkontrol. 49

50 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Metode pengendalian persediaan yang dilakukan oleh PMT Multiguna dalam meminimumkan biaya persediaan dinamakan metode PMT Multiguna (Metode Perusahaan) dilakukan dengan cara memperkecil frekuensi pemesanan dan meningkatkan jumlah unit pemesanannya sehingga biaya penyimpanan lebih besar dari biaya pemesanan, dan persediaan pengamannya sebesar 20% dari total pemakaian masing-masing bahan baku yang menyebabkan adanya penambahan biaya penyimpanan yang cukup besar. 2. Metode yang dilakukan oleh PMT Multiguna dalam melakukan pengendalian persediaan bahan baku belum optimal. Hal ini terbukti dengan adanya penghematan yang dapat dilakukan oleh metode EOQ. Frekuensi pemesanan optimal berdasarkan metode EOQ adalah sebesar 22 kali untuk onggok, 20 kali untuk dedak padi, 20 kali untuk tetes. Jumlah unit pemesanan optimal berdasarkan EOQ adalah ,19 kg/pesanan untuk onggok, 7.176,18 kg/pesanan untuk dedak, dan 5.366,04 kg/pesanan untuk tetes. Frekuensi pemesanan dengan metode EOQ lebih besar bila dibandingkan dengan metode perusahaan. Penghematan biaya persediaan dengan metode EOQ adalah sebesar Rp ,79 atau 16,88% dari biaya persediaan aktualnya. Hasil tersebut berarti bahwa metode EOQ paling optimal jika dibandingkan dengan metode yang dilakukan oleh PMT Multiguna. Saran 1. Sebaiknya PMT Multiguna menentukan frekuensi pemesanan, jumlah unit pemesanan, persediaan pengaman berdasarkan Metode EOQ. Tetapi, dengan syarat asumsi-asumsi Metode EOQ terpenuhi sehingga PMT Multiguna dapat mengoptimalkan pengadaan persediaan untuk memperlancar proses produksi. 2. Untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan EOQ dan menggunakan Metode Pareto agar menghitung semua bahan baku, baik yang terdapat dalam Kelas A, B, maupun C sehingga dapat diketahui pengehematan untuk semua bahan baku. 50

51 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, kekuatan dan karunia-nya yang yak terhingga dan hanya dengan ridho-nya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya yang tetap istiqomah di jalan-nya sampai akhir zaman. Kesempatan ini, dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M. Agr. Sc sebagai pembimbing akademik dan sebagai dosen Pembimbing Utama beserta Ir. Lucia Cyrilla ENSD, Msi sebagai Pembimbing Anggota, yang telah membimbing, mengarahkan dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penyusunan skripsi. Kepada Ir. Burhanuddin, MM sebagai dosen penguji seminar hasil penelitian dan Ir. Hadiyanto, MS sebagai dosen panitia seminar, serta kepada Ir. Juniar Atmakusuma, MS dan Ir. Abdul Djamil H, MS sebagai dosen penguji sidang yang telah mengkritik dan memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih atas bantuannya kepada P Dodi, Bu Cicih, P Nana, P Tris, P Kamto, P Tibiyan, Umi Nyai dan seluruh staf pegawai di Fapet IPB. 2. Kedua orangtua tersayang dan tercinta papa dan mama terimakasih atas doa, kasih sayang, dukungan, kesabaran, perhatian yang tiada pernah lelah dan henti. Adikku Vita, Mbak Dina, dan Akang Sandy atas semangat, perhatian dan kasih sayangnya yang selalu di berikan, serta seluruh keluarga yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 3. Bapak Mu tasim Fakkih, Bapak Anggodo, Mba Siti serta seluruh staf di PMT Multiguna terimakasih atas bantuan dan kerjasamanya. 4. Sahabat-sahabatku dalam suka dan duka: Risza, Mima, Valent (kenangan indah bersama kalian tak akan terlupakan). Sahabat seperjuangan di WL: Ayu, Mira, Lenni, Yeni, Marlia, dan Anis (terimakasih atas bantuannya, semangat!). Sahabat-sahabat SEIPERZ 41: Doni, Yulida, Irub, Anas, Deka, Choy, Heri, Tari, Jemi, Sarah, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu terimakasih 51

52 atas semangat dan bantuannya. Sahabat-sahabat di BEM Fapet IPB terimakasih atas doanya. 5. Sahabat-sahabat Arsida 2: Erita, Lia, M Pipit, M Wahyu, M Puji, Nisa, M Yuyun, Rohmah, Lenny, M Uswah terimaksih atas perhatian, kasih sayang dan persahabatan yang indah selama 2 tahun bersama. Bogor, Maret 2008 Penulis 52

53 DAFTAR PUSTAKA Assauri, S Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Buffa, E. dan R. K. Sarin (1996). Manajemen Operasi dan Produksi Modern. Penerbit Bina Rupa Aksara. Jakarta. Fadlilah, D. M Penerapan metode pengendalian persediaan untuk penghematan biaya bahan baku pakan pada PMT KPBS Cirebon. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Farada, L. E Evaluasi penggunaan perekat berbahan baku singkong dengan taraf berbeda terhadap sifat fisik ransum ayam broiler bentuk crumble. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Handoko, T.H Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. BPFE. Yogyakarta. Husaeni, A Sistem pengendalian persediaan bahan baku di industri pakan. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Indrajit, E. R. dan R. Djokopranoto Manajemen Persediaan. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Lestari, N. A Analisis metode penghematan biaya persediaan bahan baku pakan unggas di industri pakan ternak. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Parakkasi, A Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Prawirosentono, E. S Manajemen Produksi dan Operasi. Bumi Aksara. Jakarta. Simanjuntak, D Pengaruh jenis penggilingan padi terhadap sifat fisik dedak. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Subagyo, P Manajemen Operasi. BPFE. Yogyakarta. Tampubolon, M. P Manajemen Operasional. Ghalia Indonesia. Jakarta Tarmudji, onggok%untuk%pakan20unggas.pdf(20 Februari 2007). 53

54 Tillman, A. D., Hartadi, H., Reksohadiprodjo, S., Prawirokusumo, S., dan Lebdosoekojo, S Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Yusdja, Y., S. H. Santana, R. Suhartini, dan T. Sudaryanto Dampak Deregulasi terhadap Perkembangan Agribisnis Perunggasan. Riset Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 54

55 LAMPIRAN 55

56 Lampiran 1. Peta Kabupaten Klaten PETA KABUPATEN KLATEN 56

57 Lampiran 2. Perhitungan Biaya Penyimpanan pada PMT Multiguna, Diketahui : Nilai Pembelian = Rp per tahun : Jumlah Pembelian = kg per tahun : Biaya Penanganan Persediaan = Rp. 1,5 per kg : Penyusutan Bahan Baku = 3% Biaya Penyimpanan = 3% x (Nilai Pembelian /Jumlah Pembelian) + Biaya Penanganan Persediaan = 3% x (Rp / ) + Rp. 1,5 per kg = Rp 20,43 per kg Tabel 20. Pembelian Bahan Baku pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bahan Baku Pembelian (kg/tahun) Harga (Rp/kg) Nilai Pembelian (Rp/tahun) Onggok Dedak Padi Tetes Bungkil Sawit Brand Pollard Kulit Kopi Gaplek Afval Wijen Tapioka Dedak Jagung Garam Calsit Zeolit Jumlah

58 Lampiran 3. Total Biaya Persediaan Onggok Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Frekuensi (Kali) A Jumlah Pembelian (kg) B Jumlah Unit Per pesanan (kg) C Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2 Biaya Simpan per Unit (Rp) E Biaya Pesan Per pesanan (Rp) F Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=D x E Total Biaya Pemesanan (Rp) H=A x F Total Biaya Persediaan (Rp) I , , , , , , ,

59 Lampiran 4. Total Biaya Persediaan Onggok Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Frekuensi (kali) A Jumlah Pemakaian (kg) B Jumlah Unit per Pesanan (kg) C Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2 Biaya Simpan per Unit (Rp) E Biaya Pesan per pesanan (Rp) F Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF Total Biaya Persediaan (Rp) G+H , ,03 20, , , , ,72 20, , , , ,41 20, , , , ,89 20, , , , ,46 20, , , , ,69 20, , , , ,78 20, , , , ,38 20, , , , ,38 20, , , , ,13 20, , , , ,23 20, , , , ,04 20, , , , ,14 245, , ,21 59

60 Lampiran 5. Total Biaya Persediaan Dedak Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Frekuensi Pemesanan (kali) A Jumlah Pembelian (kg) B Jumlah Unit per Pesanan (kg) C Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2 Biaya Simpan Per Unit (Rp) E Biaya Pesan per pesanan (Rp) F Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF Total Biaya Persediaan (Rp) G+H , , , , , , ,

61 Lampiran 6. Total Biaya Persediaan Dedak Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Frekuensi Pemesanan (kali) A Jumlah Pemakaian (kg) B Jumlah Unit per Pesanan (kg) C Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2 Biaya Simpan Per Unit (Rp) E Biaya Pesan per pesanan (Rp) F Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF Total Biaya Persediaan (Rp) G+H Januari , ,34 20, , ,12 Februari , ,44 20, , ,80 Maret , ,76 20, , ,33 April , ,19 20, , ,31 Mei , ,30 20, , ,15 Juni , ,37 20, , ,82 Juli , ,84 20, , ,54 Agustus , ,28 20, , ,30 September , ,27 20, , ,42 Oktober , ,42 20, , ,79 November , ,30 20, , ,44 Desember , ,51 20, , ,67 Jumlah , ,02 245, ,

62 Lampiran 7. Total Biaya Persediaan Tetes Berdasarkan Metode Perusahaan pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Frekuensi Pemesanan (kali) A Jumlah Pembelian (kg) B Jumlah Unit per Pesanan (kg) C Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2 Biaya Simpan Per Unit (Rp) E Biaya Pesan per pesanan (Rp) F Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF Total Biaya Persediaan (Rp) G+H , , , , , , , , , , , , ,

63 Lampiran 8. Total Biaya Persediaan Tetes Berdasarkan Metode EOQ pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Frekuensi Pemesanan (kali) A Jumlah Pemakaian (kg) B Jumlah Unit per Pesanan (kg) C Rata-rata Persediaan (kg) D=C/2 Biaya Simpan Per Unit (Rp) E Biaya Pesan per pesanan (Rp) F Total Biaya Penyimpanan (Rp) G=DxE Total Biaya Pemesanan (Rp) H=AxF Total Biaya Persediaan (Rp) G+H , ,59 20, , , , ,45 20, , , , ,45 20, , , , ,20 20, , , , ,83 20, , , , ,61 20, , , , ,40 20, , , , ,43 20, , , , ,10 20, , , , ,42 20, , , , ,61 20, , , , ,13 20, , , , ,22 245,

64 Lampiran 9. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Onggok Berdasarkan Metode EOQ, 2006 Biaya Pesan (Rp/pesanan) Biaya Simpan (Rp/unit) Pemakaian EOQ (kg/bulan) Bulan (A) (B) (C) (D)=2(A)(B)/(C) (E)= D F Januari , , ,06 2 Februari , , ,44 1 Maret , , ,82 2 April , , ,78 2 Mei , , ,93 2 Juni , , ,39 1 Juli , , ,57 2 Agustus , , ,77 2 September , , ,76 2 Oktober , , ,26 2 November , , ,46 2 Desember , , ,09 2 Lampiran 10. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Dedak Berdasarkan Metode EOQ, 2006 Biaya Pesan (Rp/pesanan) Biaya Simpan (Rp/unit) Pemakaian EOQ (kg/bulan) Bulan (A) (B) (C) (D)=2(A)(B)/(C) (E)= D F Januari , , ,68 2 Februari , , ,88 1 Maret , , ,52 2 April , , ,39 2 Mei , , ,61 2 Juni , , ,75 1 Juli , , ,69 2 Agustus , , ,57 1 September , , ,54 2 Oktober , , ,85 2 November , , ,61 2 Desember , , ,

65 Lampiran 11. Perhitungan Frekuensi dan Jumlah Unit Pemesanan Tetes Berdasarkan Metode EOQ, 2006 Biaya Pesan (Rp/pesanan) Biaya Simpan (Rp/unit) Pemakaian EOQ (kg/bulan) Bulan (A) (B) (C) (D)=2(A)(B)/(C) (E)= D F Januari , , ,18 2 Februari , , ,91 1 Maret , , ,91 2 April , , ,41 2 Mei , , ,66 2 Juni , , ,22 1 Juli , , ,80 2 Agustus , , ,87 1 September , , ,21 2 Oktober , , ,85 2 November , , ,23 2 Desember , , ,

66 Lampiran 12. Pemakaian Bahan Baku dan Standar Deviasinya pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Bulan Onggok (kg) Dedak (kg) Tetes (kg) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-rata Std. Deviasi 3.982, , ,182 Lampiran 13. Waktu Tunggu Pemesanan Bahan Baku dan Standar Deviasinya pada PMT Multiguna, Tahun 2006 Onggok Dedak Tetes Bulan Hari Bulan Hari Bulan Hari Bulan Januari 11 0, , ,1 Februari ,1 Maret 11 0, , ,1 April ,1 Mei 11 0, , ,1 Juni ,1 Juli 11 0, , ,1 Agustus ,1 September 11 0, , ,1 Oktober ,1 November 11 0, , ,1 Desember ,1 Jumlah 66 2, , ,2 Rata-rata 11 0, , ,1 Std.Deviasi 5, , , , ,

67 Lampiran 14. Policy Factor (K) pada Frequency of Level Service Frequency of Level Service K 50,0 0,00 60,0 0,25 70,0 0,52 75,0 0,67 80,0 0,84 85,0 1,04 90,0 1,28 95,0 1,64 97,5 1,96 99,0 2,33 99,5 2,58 99,9 3,10 67

68 Lampiran 15. Perhitungan Persediaan Pengaman dan Titik Pemesanan Kembali Berdasarkan Pendekatan Tingkat Pelayanan, Tahun 2006 Bahan Baku Rata-rata WaktuTunggu (bulan) L StandarDeviasi Waktu Tunggu (bulan) σ L Rata-rata Pemakaian (kg/bulan) D StandarDeviasi Pemakaian (kg/bulan) σ D StandarDeviasi Selama Pengisian σ T Faktor Konversi K Safety Stock (kg) K. σ T Reorder Point (kg) ( L. D )+SS Onggok 0,366 0, , ,10 3, , ,53 Dedak 0,133 0, , ,83 3, , ,68 Tetes 0,100 0, ,18 450,68 3, , ,91 68

69 Lampiran 16. Denah Lokasi PMT Multiguna Klaten Gambar 6. Denah Lokasi PMT Multiguna Klaten U Keterangan : 1. Ruang Manajer 10. Mixer 1 2. Kantor 11. Tempat Penimbangan Produk 3. Kamar Mandi 12. Tempat Penyimpanan 4. Ruang Ganti 13. Mixer 2 5. Ruang Pertemuan 14. Tempat Protefeed 6. Hammer Mill 1 7. Hammer Mill 2 8. Tempat Penyimpanan 9. Tempat Penimbangan Bahan Baku 69

70 Lampiran 17. Dokumentasi Penelitian Produk Protefeed 10 Produk Protefeed 20 Hammer Mills Mixer 1 Alat Penimbangan Mixer 2 70

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PABRIK MAKANAN TERNAK MULTIGUNA KLATEN SKRIPSI MITA FEBTYANISA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Fungsi Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Pengertian persediaan menurut Handoko (1996) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 15 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ini dilakukan di PT.CHEETHAM GARAM INDONESIA yang berlokasi di Jl. Australia I Kav.1.3 No. 01, Kawasan Industri KIEC, Kotasari- Grogol, Cilegon, Banten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi setiap saat dibidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara

BAB 2 LANDASAN TEORI. Universitas Sumatera Utara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pentingnya Persediaan Bagi Perusahaan Suatu perusahaan akan selalu mempunyai persediaan, baik persediaan berupa persediaan bahan baku, persediaan barang setengah jadi ataupun persediaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaaan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode tertentu, atau persediaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode

Lebih terperinci

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY

BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY BAB II ECONOMIC ORDER QUANTITY II. 1. Persediaan II. 1. 1. Pengertian Persediaan Setiap perusahaan baik perusahaan jasa, perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur selalu berusaha untuk mengadakan persediaan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan (inventory) adalah sumber daya ekonomi fisik yang perlu diadakan dan dipelihara untuk menunjang kelancaran produksi, meliputi bahan baku (raw

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

Manajemen Persediaan (Inventory Management) Manajemen Persediaan (Inventory Management) 1 A. PERSEDIAAN (INVENTORY) Persediaan adalah bahan/barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu misalnya untuk proses produksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan ekonomi dewasa ini dimana dunia usaha tumbuh dengan pesat di indonesia, pengusaha dituntut untuk bekerja dengan lebih efisien dalam menghadapi

Lebih terperinci

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier Hand Out Manajemen Keuangan I Disusun oleh Nila Firdausi Nuzula Digunakan untuk melengkapi buku wajib Inventory Management Persediaan berguna untuk : a. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya bahan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ. menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual BAB II KONSEP PERSEDIAAN DAN EOQ II.1 Pengertian Persediaan Persediaaan adalah semua sediaan barang- barang untuk keperluan menghasilkan barang akhir, termasuk barang akhirnya sendiri yang akan di jual

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Bahan baku merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh besar dalam memperlancar proses produksi. Banyaknya yang tersedia akan menentukan besarnya penggunaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) KONSEP DASAR Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory control), karena kebijakan persediaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI INVENTORY MANAGEMENT MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI Manajemen Persediaan Manajemen persediaan merupakan suatu cara untuk mengelola dan mengendalikan persediaan agar dapat melakukan pemesanan yang tepat sehingga

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Manajemen Persediaan Manajemen persediaan adalah menentukan keseimbangan antara investasi persediaan dengan pelayanan pelanggan (Heizer dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan pada Supply Chain Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Persediaan Persediaan merupakan komponen penting dalam suatu kegiatan produksi maupun distribusi suatu perusahaan. Persediaan digunakan sebagai cadangan atau simpanan pengaman

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN PERSEDIAAN: BAHAN / BARANG YG DISIMPAN & AKAN DIGUNAKAN UTK MEMENUHI TUJUAN TERTENTU MISAL UTK PROSES PRODUKSI / PERAKITAN, UNTUK DIJUAL KEMBALI & UTK SUKU CADANG DR SUATU PERALATAN

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017 ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PAKAN SAPI CV SATRIYA FEED LAMPUNG DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (Analysis of Raw Material Supply Control of Cattle Feed in CV Satriya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi Manajemen produksi terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan produksi maka dari itu sebelum mengetahui mengenai manajemen produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan Semua jenis perusahaan baik itu perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan perusahaan dagang memiliki persediaan sebagai aktiva lancar. Persediaan bagi perusahaan

Lebih terperinci

Bab 2 LANDASAN TEORI

Bab 2 LANDASAN TEORI Bab 2 LANDASAN TEORI 1.8 Persediaan 2.1.1 Definisi dan Fungsi Persediaan Masalah umum pada suatu model persediaan bersumber dari kejadian yang dihadapi tiap saat di bidang usaha, baik dagang ataupun industri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi telah membuat bisnis di Indonesia sangat berkembang pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan sebuah solusi yang tepat agar dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi dan Fungsi Persediaan Persediaan adalah sunber daya mengganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud proses lanjut tersebut adalah berupa

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen

Manajemen Keuangan. Pengelolaan Persediaan. Basharat Ahmad, SE, MM. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Manajemen Manajemen Keuangan Modul ke: Pengelolaan Persediaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Basharat Ahmad, SE, MM Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Pengelolaan Persediaan Materi Pembelajaran Persediaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI Proses produksi PT Amanah Prima Indonesia dimulai dari adanya permintaan dari konsumen melalui Departemen Pemasaran yang dicatat sebagai pesanan dan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander

MANAJEMEN PERSEDIAAN. Heizer & Rander MANAJEMEN PERSEDIAAN Persediaan : stok dari elemen-elemen/item-item untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang atau bahan/barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Produksi Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya

Lebih terperinci

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN

BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN BAB 6 MANAJEMEN PERSEDIAAN Perusahaan memiliki persediaan dengan tujuan untuk menjaga kelancaran usahanya. Bagi perusahaan dagang persediaan barang dagang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Dasar Sistem Informasi Dalam perancangan sistem terlebih dahulu harus mengerti sub sistem. Sub sistem yaitu serangkaian kegiatan yang dapat ditentukan identitasnya, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagian bab ini memuat teori-teori dari para ahli yang dijadikan sebagai pendukung teori adanya penelitian ini. Teori-teori yang menjadi bahan rujukan berkaitan tentang manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perusahaan adalah untuk mendapat keuntungan dengan biaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laju perekonomian yang semakin meningkat dan tingkat persaingan yang semakin tajam, suatu perusahaan harus lebih giat dalam mencapai tujuan. Tujuan perusahaan

Lebih terperinci

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan

Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan Petunjuk Sitasi: Fatimah, Syukriah, & Nurul, A. (2017). Pengendalian Persediaan Bahan Baku untuk Waste Water Treatment Plant (WWTP) dengan. Prosiding SNTI dan SATELIT 2017 (pp. H137-142). Malang: Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis

BAB II LANDASAN TEORI. jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata inventory yang merupakan jenis BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pengendalian Persediaan Persediaan didefinisikan sebagai barang jadi yang disimpan atau digunakan untuk dijual pada periode mendatang, yang dapat berbentuk bahan baku

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Uji Kenormalan Lilliefors Perumusan ilmu statistik juga berguna dalam pengendalian persediaan untuk menentukan pola distribusi.pola distribusi tersebut dapat diketahui dengan melakukan

Lebih terperinci

Pengelolaan Persediaan

Pengelolaan Persediaan Modul ke: Pengelolaan Persediaan Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya persediaan. Biaya-biaya yang berhubungan dengan persediaan. Pengolahan persediaan dengan teknik ABC dan EOQ Fakultas EKONOMI Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan jasa boga dan perusahaan pertanian maupun peternakan.

I. PENDAHULUAN. perusahaan jasa boga dan perusahaan pertanian maupun peternakan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini bisnis di Indonesia berkembang dengan pesat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan sebuah solusi yang tepat agar dapat bertahan

Lebih terperinci

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi

1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi 1. Profil Sistem Grenda Bakery Lianli merupakan salah satu jenis UMKM yang bergerak di bidang agribisnis, yang kegiatan utamanya adalah memproduksi roti dan bermacam jenis kue basah. Bahan baku utama yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Pada setiap perusahaan, baik perusahaan kecil, perusahaan menengah maupun perusahaan besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Produksi dan Operasi Produksi, diartikan sebagai kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaat atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi di Indonesia saat ini ditandai dengan menjamurnya perusahaan-perusahaan di berbagai bidang. Hal ini mendorong banyak pengusaha untuk lebih

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan adalah data yang didapat dari bulan Mei 2007 sampai bulan Juli 2007 yaitu berupa data-data yang berkaitan dengan perencanaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN PENGERTIAN Persediaan : - Segala sesuatu/sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan - Sekumpulan produk phisikal pada berbagai tahap proses

Lebih terperinci

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT)

Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT) Pertemuan 7 MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY MANAGEMENT) Objektif: 12. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan jenis-jenis persediaan. 13. Mahasiswa dapat menghitung biaya-biaya dalam persediaan. 14.

Lebih terperinci

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi Kota Denpasar Provinsi Bali

Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi Kota Denpasar Provinsi Bali Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi Kota Denpasar Provinsi Bali IDA BAGUS MANIK BRAHMANDHIKA, RATNA KOMALA DEWI, I KETUT SUAMBA Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Persediaan Menurut Pardede (2005), persediaan (inventory) adalah sejumlah barang atau bahan yang tersedia untuk digunakan sewaktu-waktu di masa yang akan datang. Sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Peranan Pengendalian Persediaan Persediaan dapat diartikan sebagai bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR. : Manajemen Operasional Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR. : Manajemen Operasional Agribisnis Mata Kuliah Semester PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN, UNIVERSITAS ANDALAS BAHAN AJAR : Manajemen Operasional Agribisnis : IV Pertemuan Ke : 12 Pokok Bahasan : Perencanaan Persediaan Dosen :

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis

MANAJEMEN KEUANGAN. Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan. Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D., M.Ec.Dev., SE. Ekonomi dan Bisnis MANAJEMEN KEUANGAN Modul ke: 12 Kemampuan Dalam Mengelola Persediaan Perusahaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Manajemen Keuangan www.mercubuana.ac.id Dosen Pengampu : Mochammad Rosul, Ph.D.,

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN Modul ke: MANAJEMEN PERSEDIAAN Menentukan Jumlah Persediaan dengan Asumsi Seluruh Data Tetap Fakultas EKONOMI DAN BISNIS M. Soelton Ibrahem, S.Psi, MM Program Studi Manajemen SEKILAS MENGENAI PERSEDIAAN

Lebih terperinci

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh :

ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA. Oleh : ANALISIS MANAJEMEN PERSEDIAAN PADA PT. KALIMANTAN MANDIRI SAMARINDA Oleh : Boys Bidil Noor Fakultas Ekonomi, Univeritas 17 agustus Samarinda Email : boy.aidil@gmail.com ABSTRAKSI Penelitian ini untuk bertujuan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pengendalian Persediaan Setiap perusahaan, apakah itu perusahaan dagang, pabrik, serta jasa selalu mengadakan persediaan, karena itu persediaan sangat penting. Tanpa adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan Penilaian atas persediaan akan memberikan akibat langsung terhadap penentuan income dan penyajian arus kas. Persediaan merupakan salah satu aktiva yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya dipengaruhi oleh pengendalian persediaan (inventory), karena hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya setiap perusahaan baik jasa maupun perusahaan produksi selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif

BAB IV METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis/Disain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kuantitatif. Deskriptif yaitu menganalisa, mengendalikan dan mendiskripsikan

Lebih terperinci

Manajemen Persediaan

Manajemen Persediaan Manajemen Persediaan 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 A B C 20 40 60 80 100 100 80 60 40 20 Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Program Studi Agribisnis FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI Persediaan Pengertian

Lebih terperinci

INVENTORY. Bambang Shofari

INVENTORY. Bambang Shofari INVENTORY Bambang Shofari 1 Inventory atau persediaan istilah yang menunjukkan sumberdaya sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan sumber daya internal dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ristono (2009) persediaan adalah barang-barang yang disimpan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ristono (2009) persediaan adalah barang-barang yang disimpan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan Menurut Ristono (2009) persediaan adalah barang-barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan datang. Persediaan terdiri dari persediaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Fungsi Pengendalian Persediaan Masalah pengendalian persediaan merupakan salah satu masalah penting yang dihadapi oleh perusahaan. Kekurangan bahan baku akan mengakibatkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan yang ketat antar perusahaan baik perusahaan nasional maupun perusahaan asing yang diakibatkan oleh faktor globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat bertahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan setiap waktu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Persediaan Bahan Baku 2.1.1.1. Pengertian Persediaan Persediaan bahan baku merupakan aktiva perusahaan yang digunakan untuk proses produksi didalam suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY

BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY BAB III METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN PERIOD ORDER QUANTITY A. Penentuan Ukuran Pemesanan (Lot Sizing) Lot sizing merupakan teknik dalam meminimalkan jumlah barang yang akan dipesan, sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persediaan 2.1.1 Pengertian Persediaan Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan jasa ataupun perusahaan manufaktur, selalu memerlukan persediaan. Tanpa adanya persediaan,

Lebih terperinci

M Taslim Dangnga Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar

M Taslim Dangnga Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Makassar ANALISIS PENERAPAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY DAN REORDER POINT UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA P.T. JAPFA COMFEED INDONESIA TBK DI KOTA MAKASSAR M Taslim Dangnga Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

Industrial Management ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU BUAH KELAPA SAWIT PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI

Industrial Management ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU BUAH KELAPA SAWIT PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI Malikussaleh Industrial Engineering Journal Vol.6 No.1 (2017) 50-56 ISSN 2302 934X Industrial Management ANALISIS PERSEDIAAN BAHAN BAKU BUAH KELAPA SAWIT PADA PT. BAHARI DWIKENCANA LESTARI Diana Khairani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. optimal sesuai dengan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. optimal sesuai dengan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memasuki perkembangan dunia ekonomi yang semakin luas saat ini, setiap perusahaan yang tumbuh dan berkembang memerlukan suatu pengendalian intern persediaan

Lebih terperinci

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN #14 MANAJEMEN PERSEDIAAN Persediaan adalah bahan atau barang yang dismpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya: untuk digunakan dalam proses produksi/perakitan atau dijual kembali.

Lebih terperinci

Manajemen Operasional. Metode EOQ

Manajemen Operasional. Metode EOQ Manajemen Operasional Metode EOQ ECONOMIC ORDER QUANTITY METODE EOQ Pendekatan yang umum digunakan untuk manajemen persediaan dalam menganalisis inventory adalah dengan model EOQ (Economic Order Quantity).

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY) KONSEP DASAR Salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dalam operasional suatu perusahaan adalah pengendalian persediaan (inventory controll), karena kebijakan persediaan

Lebih terperinci

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN #14 MANAJEMEN PERSEDIAAN Persediaan adalah bahan atau barang yang dismpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya: untuk digunakan dalam proses produksi/perakitan atau dijual kembali.

Lebih terperinci

INVENTORY. (Manajemen Persediaan)

INVENTORY. (Manajemen Persediaan) INVENTORY (Manajemen Persediaan) Pendahuluan Yaitu: Segala sesuatu/sumber-sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan Sekumpulan produk phisikal pada berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Persediaan Menurut Jacob, Chase, Aquilo (2009: 547) persediaan merupakan stok dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk produksi. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bentuk Penelitian Bentuk penelitian pada penelitian ini adalah penelitian komparatif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sujarweni (2015:74), penelitian komparatif adalah

Lebih terperinci

Prosiding Manajemen ISSN:

Prosiding Manajemen ISSN: Prosiding Manajemen ISSN: 2460-6545 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Biji Melinjo dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ) untuk Meminimumkan Biaya Persediaan Analysis of Inventories

Lebih terperinci

Prosiding Manajemen ISSN:

Prosiding Manajemen ISSN: Prosiding Manajemen ISSN: 2460-6545 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kain Tas 600D dengan Metode Economic Order Quantity (EOQ) Guna Meminimumkan Biaya di CV. Kane 197 The Controlling Analysis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pasar Ikan Higienis Pejompongan Jakarta Pusat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2013 hingga Mei 2013. 3.2

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM MENGELOLA PERSEDIAAN PERUSAHAAN. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Akuntansi

Manajemen Keuangan. Idik Sodikin,SE,MBA,MM MENGELOLA PERSEDIAAN PERUSAHAAN. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Akuntansi Modul ke: 12 MENGELOLA PERSEDIAAN PERUSAHAAN Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Program Studi Akuntansi Idik Sodikin,SE,MBA,MM Manajemen persediaan Kriteria persediaan o Persediaan pada perusahaan dagang Persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan operasi merupakan kegiatan menciptakan barang dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan operasi merupakan kegiatan menciptakan barang dan jasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan operasi merupakan kegiatan menciptakan barang dan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada konsumen, dan merupakan salah satu fungsi utama perusahaan.

Lebih terperinci

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN

#14 MANAJEMEN PERSEDIAAN #14 MANAJEMEN PERSEDIAAN Persediaan adalah bahan atau barang yang dismpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya: untuk digunakan dalam proses produksi/perakitan atau dijual kembali.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekurangan atau kelebihan persediaan merupakan faktor yang memicu peningkatan biaya. Jumlah persediaan yang terlalu banyak akan berakibat pemborosan dalam biaya simpan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan antar perusahaan tidak terbatas hanya secara lokal, tetapi mencakup kawasan regional dan global sehingga setiap perusahaan berlomba untuk terus mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dagang selalu mengadakan persediaan (inventory).

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dagang selalu mengadakan persediaan (inventory). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Setiap perusahaan dagang selalu mengadakan persediaan (inventory). Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaannya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian ini perlu

BAB III METODE PENELITIAN. masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian ini perlu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian pada dasarnya untuk menunjukkan kebenaran dan memecahkan masalah atas apa yang diteliti, untuk mencapai tujuan dari penelitian

Lebih terperinci

#12 MANAJEMEN PERSEDIAAN

#12 MANAJEMEN PERSEDIAAN #12 MANAJEMEN PERSEDIAAN Persediaan adalah bahan atau barang yang dismpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya: untuk digunakan dalam proses produksi/perakitan atau dijual kembali.

Lebih terperinci

Bab 8 Manajemen Persediaan

Bab 8 Manajemen Persediaan Dasar Manajemen Keuangan 110 Bab 8 Manajemen Persediaan Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menjelaskan tentang pengertian dan jenis persediaan, cara menghitung tingkat perputaran persediaan, jenis

Lebih terperinci

Analisis Manajemen Persediaan Bahan Baku pada Perusahaan Base Camp Clothing dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity ( EOQ)

Analisis Manajemen Persediaan Bahan Baku pada Perusahaan Base Camp Clothing dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity ( EOQ) Prosiding Manajemen ISSN: 2460-8035 Analisis Manajemen Persediaan Bahan Baku pada Perusahaan Base Camp Clothing dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity ( EOQ) Andri Iskandar Program Studi Manajemen,

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK 3.1 Bidang Pelaksanaan Kerja Praktek Selama kurang lebih 1 (satu) bulan terhitung sejak 05 Juli s/d 13 Agustus 2010 penulis melaksanakan kerja praktek di Balai Besar Bahan

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN. By: Rini Halila Nasution, ST, MT MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 7: MENGELOLA PERSEDIAAN PADA SUPPLY CHAIN By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Persediaan di sepanjang supply chain memiliki implikasi yang besar

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODE EOQ PADA UD. ADI MABEL Fahmi Sulaiman 1 * & Nanda 1 1 Program Studi Teknik Industri, Politeknik LP3I Medan Tel: 061-7322634 Fax: 061-7322649

Lebih terperinci

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA Indonesia adalah negara TROPIS Dengan ciri khas kualitas rumput yang rendah Pemberian pakan hanya dengan rumput Pemberian pakan campuran rumput dan konsentrat hijauan hijauan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PERSEDIAAN

MANAJEMEN PERSEDIAAN MANAJEMEN PERSEDIAAN PERSEDIAAN: TIPE, MANFAAT DAN BIAYA Jenis Persediaan: a. Persediaan bahan mentah. Bahan mentah adalah bahan yang akan digunakan untuk memproduksi barang dagangan. b. Persediaan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap laba yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap laba yang diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah produksi merupakan masalah yang sangat penting bagi perusahaan karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap laba yang diperoleh perusahaan. Apabila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalaian persediaan merupakan salah satu aspek penting dari beberapa aspek yang diuraikan diatas. Kebutuhan akan sistem pengendalian persediaan, pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT. ETB

BAB IV METODE PENELITIAN. untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT. ETB 46 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah observasi analitik yaitu untuk mengetahui penilaian kinerja persediaan produk Trigger Coil pada PT.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di UD. Pilar Jaya yang berlokasi di Desa Banjarejo, Kecamatan Ngadiluwih, Kediri. UD. Pilar Jaya adalah perusahaan yang memproduksi

Lebih terperinci