BAB II TINJAUAN TEORI. A. Konsep Dasar Implementasi dalam Pelaksanaan Kebijakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN TEORI. A. Konsep Dasar Implementasi dalam Pelaksanaan Kebijakan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Implementasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan (Ripley et al, 1982). Implementasi kebijakan menurut Howlet et al (1995) dikutip oleh Subarsono (2012) yaitu suatu proses melaksanakan kebijakan agar mencapai hasil. Implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat (Akib, 2008). Dalam implementasi suatu kebijakan akan dinilai siapakah yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan, apa yang mereka kerjakan dan bagaimana dampak dari kebijakan tersebut bagi lingkungan (Subarsono, 2012). Van Meter dan van Horn (1975) menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tahap implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan saransaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Dengan demikan, tahap implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut. 10

2 11 Ripley (1986) memperkenalkan pendekatan kepatuhan dan pendekatan faktual dalam implementasi kebijakan. Pendekatan kepatuhan muncul dalam literatur administrasi publik. Perspektif kedua adalah perspektif faktual yang berasumsi bahwa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan yang mengharuskan pelaksana agar lebih leluasa mengadakan penyesuaian. Kedua perspektif tersebut tidak kontradiktif, tetapi saling melengkapi satu sama lain. Berdasarkan pendekatan kepatuhan dan pendekatan faktual dapat dinyatakan bahwa keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh tahap implementasi dan keberhasilan proses implementasi ditentukan oleh kemampuan implementor, yaitu: (1) kepatuhan pelaksan a kebijakan mengikuti apa yang diperintahkan oleh atasan, dan (2) kemampuan pelaksana kebijakan melakukan apa yang dianggap tepat sebagai keputusan pribadi dalam menghadapi pengaruh eksternal dan faktor non-organisasional, atau pendekatan faktual. Keberhasilan kebijakan dikaji berdasarkan perspektif proses implementasi dan perspektif hasil. Pada perspektif proses, program pemerintah dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program. Pada perspektif hasil, program dapat dinilai berhasil manakala program membawa dampak seperti yang diinginkan. Suatu program mungkin saja berhasil dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya (Akib, 2008).

3 12 Berdasarkan pengertian implementasi di atas, van Meter dan van Horn (1975) mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu Implementasi yang disebut dengan A Model of The Policy Implementation, yaitu: 1. Ukuran - ukuran dasar dan tujuan kebijakan Ukuran dasar dan tujuan kebijakan harus tersusun dengan jelas, diperlukan untuk mengarahkan dalam pelaksanaan program kebijakan, agar sesuai dengan program yang sudah direncanakan. Tujuan kebijakan dalam pelaksanaan konseling dengan menggunakan ABPK adalah adanya peningkatan pengetahuan peserta yang dapat mendorong kelestarian kepesertaan program KB dan mencegah terjadinya kejadian drop out peserta KB, serta meningkatkan kualitas penggunaan dan cakupan peserta KB. 2. Sumber daya Sumber daya dalam kebijakan merupakan salah satu kunci keberhasilan implementasi program kebijakan yang dipengaruhi oleh pemanfaatan sumber daya manusia (penerima program, pelaksana program dan pembuat kebijakan), biaya, waktu serta sarana prasarana. Dalam implementasi kebijakan, sumber daya manusia merupakan penggerak dan pelaksana program, dengan dukungan modal untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar tidak terhambat serta adanya waktu yang mendukung pelaksanaan program tersebut.

4 13 3. Karakteristik badan pelaksana Ciri dari badan pelaksana/instansi menjadi hal yang penting, karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat dipengaruhi oleh ciriciri yang tepat dengan badan pelaksana. Karakteristik badan pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi. Subarsono (2012) menyatakan bahwa kualitas suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri para aktor pelaksana, diantaranya tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja dan integritas sosial. 4. Kondisi ekonomi, sosial dan politik Kondisi ekonomi, sosial dan politik mempunyai pengertian sejauh mana lingkungan eksternal ikut mendukung keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan, serta bagaimana dampak kebijakan publik yang telah tersusun terhadap lingkungan ekonomi, sosial dan politik. 5. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan pelaksanaan Komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan, yang tidak hanya dalam organisasi, namun antar organisasi yang berkaitan. Pelaksana kebijakan dalam memberikan pelayanan publik akan dipengaruhi oleh bagaimana cara, standar dan tujuan komunikasi antar pelaksana dan sejauh mana standar dan tujuan tersebut dapat berfungsi sebagai sarana pengawasan dan penegakan hukum.

5 14 6. Sikap para pelaksana/disposisi implementor Sikap pelaksana dalam menjalankann tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin dalam menjalankan tugas sesuai tugas pokok dan fungsinya sehingga dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Tiga hal penting yang perlu ada dalam sikap para pelaksana antara lain yaitu respon para pelaksana/implementor terhadap kebijakan yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, pemahaman pelaksana mengenai isi kebijakan dan intensitas implementor. Ukuran dan tujuan Sumber daya Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan Karakteristik badan Lingkungan ekonomi, sosial dan Disposisi Pelaksana Kinerja Implementasi Gambar 2.1. Model Implementasi Kebijakan (Sumber : van Meter & van Horn,1975) B. Konseling 1. Pengertian Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin Consilium artinya dengan atau bersama yang dirangkai menerima atau memahami sedangkan dalam bahasa Angglo Saxon istilah konseling berasal dari

6 15 Sellan yang berarti menyerahkan atau menyampaikan. Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah yang dihadapi peserta. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta,harapan, kebutuhan dan perasaan peserta (Sagala, 2011). Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Sulastri, 2009). Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya dan disamping itu dapat membuat merasa lebih puas (Siswanto, 2010). Pietrofesa dikutip oleh Nurihsan (2010) menunjukan sejumlah ciriciri konseling profesional sebagai berikut : a. Konseling merupakan suatu hubungan profesional yang diadakan oleh seorang konselor yang sudah dilatih untuk pekerjaannya itu. b. Dalam hubungan yang bersifat profesional itu, peserta mempelajari keterampilan pengambilan keputusan,pemecahan masalah, serta tingkah laku atau sikap baru.

7 16 c. Hubungan profesional itu dibentuk berdasarkan kesukarelaan antara peserta dan konselor. Konseling merupakan bagian dari proses Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Diharapkan melalui KIE dapat meningkatkan pengetahuan mengenai cara memilih alat kontrasepsi dan metode/alat kontrasepsi yang digunakan sesuai bagi peserta sehingga angka drop out dapat diperkecil dan membina kelestarian peserta KB. Melalui proses KIE calon peserta atau yang sudah menjadi peserta KB mendapat informasi yang tepat tentang jenis kontrasepsi, keuntungan, kerugian, efek samping dari penggunaan kontrasepsi, kepuasan terhadap salah satu kontrasepsi serta keinginan untuk mendapatkan pelayanan ulang dari kontrasepsi yang telah digunakan. Setelah mendapatkan informasi maka calon peserta atau peserta dapat mengambil keputusan untuk memilih dan memakai metode kontrasepsi. Proses KIE diharapkan meningkatkan motivasi dan terjadi peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam menggunakan KB, melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga sehingga tercapai norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Handayani, 2010). 2. Tujuan Konseling dalam Pelayanan KB a. Meningkatkan penerimaan Dalam proses konseling, peserta akan mendapatkan informasi yang benar mengenai program KB, diskusi bebas, berbicara dan

8 17 komunikasi secara non verbal dengan pemberi pelayanan. Dengan komunikasi interpersonal dan kedekatan yang baik antara peserta dan pemberi pelayanan, dapat meningkatkan penerimaan KB oleh peserta terhadap informasi yang telah diberikan selama konseling. b. Menjamin pilihan yang cocok. Dengan adanya konseling yang baik, maka diharapkan metode kontrasepsi yang dipilih peserta merupakan metode yang sesuai dengan pilihan dan kebutuhan peserta, sehingga peserta merasa cocok dan nyaman selama menggunakan metode yang telah dipilih. c. Menjamin penggunaan cara yang efektif. Konseling yang efektif diperlukan agar peserta mengetahui bagaimana menggunakan alat kontrasepsi dengan benar dan bagaimana cara mengatasi apabila terjadi efek samping ataupun informasi yang keliru tentang metode kontrasepsi yang digunakan. d. Menjamin kelangsungan KB yang lebih lama. Peserta yang memahami profil alat kontrasepsi yang digunakan, akan dapat memilih metode kontrasepsi secara bertanggung jawab, dan melakukan kunjungan ulang apabila terdapat efek samping maupun untuk mendapatkan metode ulang. Dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai metode KB yang digunakan, peserta akan lebih memahami bagaimana yang harus dilakukan ketika terjadi efek samping penggunaan metode, sehingga kejadian drop out peserta bisa dicegah (Hartanto, 2010).

9 18 3. Tempat dan Pemberi Pelayanan Konseling Tidak semua sarana kesehatan dapat dijangkau oleh klien, oleh karena itu tempat pelayanan konseling ada 2 (dua) jenis tempat pelaksanaan konseling, yaitu konseling di lapangan dan klinik. a. Konseling KB di lapangan. Dilaksanankan oleh : petugas di lapangan ( PPLKB, PLKB, PKB, PPKBD, Sub PPKBD, dan Kader yang sudah mendapatkan pelatihan konseling yang standar Informasi yang diberikan, mencakup : 1) Pengertian manfaat perencanaan keluarga. 2) Proses terjadinya kehamilan/reproduksi sehat. 3) Informasi berbagai kontrasepsi yang benar dan lengkap (cara kerja, manfaat, memungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan, kontraindikasi, tempat pelayanan kontrasepsi, komplikasi, kegagalan, ko yang dimaksud bisa diperoleh, rujukan dan biaya). 4) Informasi tentang berbagai metode kontrasepsi. b. Konseling di klinik/ fasilitas kesehatan Dilaksanakan oleh petugas medis dan paramedis yang terlatih, yaitu : Dokter, Bidan, Perawat serta Bidan di desa. Dilakukan di fasilitas kesehatan dan diupayakan agar diberikan secara perseorangan di ruangan khusus. Informasi yang diberikan, mencakup : 1) Memberikan informasi kontrasepsi yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien.

10 19 2) Memastikan bahwa kontrasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi kesehatannya. 3) Membantu klien memilih kontrasepsi lain seandainya yang dipilih ternyata tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya. 4) Merujuk klien seandainya kontrasepsi yang dipilih tidak tersedia di fasilitas kesehatan atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya dalam pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain (Kemenkes RI, 2014). 4. Jenis Konseling a. Konseling Awal Konseling awal bertujuan untuk memutuskan metode apa yang akan dipakai, didalamnya termasuk mengenalkan pada peserta semua cara KB atau pelayanan kesehatan, prosedur klinik, kebijakan dan bagaimana pengalaman peserta pada kunjungannya itu. Bila dilakukan dengan objektif, konseling awal membantu peserta untuk memilih jenis KB yang cocok untuknya. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat konseling awal antara lain menanyakan pada peserta cara apa yang disukainya, dan apa yang dia ketahui mengenai cara tersebut, menguraikan secara ringkas cara kerja, kelebihan dan kekurangannya. b. Konseling Khusus Konseling khusus mengenai metoda KB memberi kesempatan pada peserta untuk mengajukan pertanyaan tentang cara KB tertentu

11 20 dan membicarakan pengalamannya, mendapatkan informasi lebih rinci tentang cara KB ynag tersedia yang ingin dipilihnya, mendapatkan bantuan untuk memilih metoda KB yang cocok serta mendapat penerangan lebih jauh tentnag bagaimana menggunakan metoda tersebut dengan aman, efektif dan memuaskan. c. Konseling Tindak Lanjut Bila peserta datang untuk mendapatkan obat baru atau pemeriksaan ulang maka penting untuk berpijak pada konseling yang dulu. Konseling pada kunjungan ulang lebih bervariasi dari pada konseling awal. Pemberi pelayanan perlu mengetahui apa yang harus dikerjakan pada setiap situasi. Pemberi pelayanan harus dapat membedakan antara masalah yang serius yang memerlukan rujukan dan masalah ynag ringan yang dapat diatasi di tempat (Hartanto, 2010). 5. Tahap Konseling dalam Pelayanan KB Dalam pelayanan KB di Indonesia, tahapan konseling lebih dikenal sebagai SATU TUJU. SA T : : SApa dan SAlam kepada peserta secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempatyang nyaman serta terjamin privasinya. Tanyakan kepada peserta apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa yang diperoleh. Tanyakan kepada peserta informasi tentang dirinya. Bantu

12 21 U TU J U : : : : peserta untuk berbicara mengalami pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh peserta. Coba tempatkan diri kita didalam hati peserta. Uraikan kepada peserta mengenai dan pilihannya dan diberi tahu apa pilihan kontrasepsi, bantu peserta pada jenis kontrasepsi yang diingini. BanTUlah peserta menentukan pilihannya. Bantulah peserta berpikir mengenai apa yang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah peserta untuk menunjukkan keinginannya dan mengajukan pertanyaan. Jelaskan secara lengkap bagaiman menggunakan kontrasepsi pilihannya. Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan peserta akan kembali untuk melakukan pemeriksaaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi jika dibutuhkan (Saifuddin, 2010). C. Alat Bantu Pengambilan Keputusan 1. Pengertian Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber KB merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh pemberi pelayanan KB untuk membantu peserta dalam membuat keputusan mengenai metode kontrasepsi yang akan digunakan, memberikan informasi yang lengkap mengenai pilihan

13 22 metode kontrasepsi, dan diharapkan nantinya peserta akan menggunakan metode kontrasepsi pilihannya dengan baik. ABPK ini merupakan suatu model alat bantu interaktif yang dapat membantu pemberi pelayanan dalam upaya pendekatan terhadap peserta dalam proses konseling KB (WHO, 2006). Dalam ABPK ini terdapat dua hal yang menjadi fokus, yaitu : a. Fokus terhadap kualitas ABPK disusun untuk meningkatkan kualitas program keluarga berencana pada tingkat pelayanan primer dan sekunder, sehingga diharapkan ABPK dapat memberikan kepuasan terhadap calon peserta ataupun peserta KB, peserta mau menggunakan salah satu metode kontrasepsi dengan aman dan sesuai dengan pilihannya. b. Fokus terhadap hak reproduksi Setiap wanita berhak memutuskan berapa jumlah anak dan jarak antar kehamilan dalam merencanakan keluarga. Dengan alat bantu ini peserta akan mendapatkan informasi yang benar mengenai kesehatan reproduksi dan KB sehingga diharapkan dapat meningkatkan peran peserta dalam memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya (WHO, 2006). Di Indonesia, ABPK diterbitkan oleh STAR H bekerja sama dengan BKKBN dengan mengadopsi DMT menurut WHO (2006). ABPK Ber-KB tidak hanya berisi informasi mutakhir seputar kontrasepsi/kb namun juga

14 23 standar proses dan langkah konseling KB yang berlandaskan pada hak peserta KB (Kemenkes, 2015). 2. Tujuan ABPK a. Meningkatkan keterlibatan peserta secara penuh dalam pengambilan keputusan keluarga berencana sehingga mereka membuat keputusan mengenai metode kontrasepsi sesuai dengan pilihan dengan kebutuhan mereka. b. Meningkatkan kualitas informasi yang akurat yang diberikan oleh pemberi pelayanan kepada peserta dalam program konseling KB dan kesehatan reproduksi c. Meningkatkan keterampilan konseling dan komunikasi pemberi pelayanan sehingga mereka dapat berinteraksi lebih baik dan positif kepada peserta dan memberikan kualitas pelayanan KB yang baik (WHO, 2006). 3. Fungsi ABPK ABPK merupakan alat bantu yang berfungsi ganda, sebagai : a. Membantu pengambilan keputusan metode KB b. Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB c. Alat bantu kerja bagi pemberi pelayanan d. Menyediakan referensi/info teknis e. Alat bantu visual untuk pelatihan pemberi pelayanan baru (BKKBN, 2015).

15 24 4. Kelebihan ABPK ABPK dalam pelayanan KB merupakan suatu alat bantu yang berbeda dari flipchart biasa, karena dalam ABPK ini mempunyai kelebihan diantaranya : a. Membimbing pengambilan keputusan dan menyediakan informasi. b. Fokus pada pemilihan dan penggunaan metode KB sekaligus mencakup isu HIV/AIDS dan kesehatan reproduksi lainnya. c. Proses tanggap/berorientasi terhadap peserta. d. Tiap peserta hanya melihat pada halaman yang relevan baginya. e. Berguna bagi peserta kunjungan ulang dan peserta dengan kebutuhan khusus (BKKBN, 2015) 5. Prinsip ABPK Penggunaan ABPK dalam program KB, menggunakan prinsip konseling yang baik, diantaranya adalah : a. Keputusan pilihan metode KB ada di tangan peserta. b. Pemberi pelayanan membantu peserta dalam mengambil keputusan. c. Pemberi pelayanan menghormati keinginan peserta. d. Pemberi pelayanan menanggapi pertanyaan, pernyataan dan kebutuhan peserta. e. Pemberi pelayanan mendengar peserta secara aktif (WHO, 2006; BKKBN, 2012).

16 25 6. Isi ABPK Isi dalam ABPK di Indonesia diadopsi dari panduan WHO (2006) yang telah didasari oleh evidence based bidang medis, komunikasi dan ilmu sosial, yaitu : a. Informasi teknis pada penggunaan kontrasepsi. Informasi ini diambil dari WHO dari dua dasar pedoman keluarga berencana, kriteria kelayakan medis untuk penggunakan kontrasepsi (WHO, 2004), dan praktek rekomendasi penggunaan kontrasepsi (WHO, 2005). b. Informasi teknis tambahan mengenai kontrasepsi dan topik-topik kesehatan reproduksi lainnya yang berasal dari panduan keluarga berencana, teknologi kontrasepsi essensial (JHU/PKC, 2003) dan pedoman kesehatan reproduksi WHO lainnya, yang termasuk bimbingan mengenai kontrasepsi darurat dan seksual infeksi menular. c. Proses konseling dalam penggunaan ABPK didasarkan pada model normatif pengambilan keputusan, dikembangkan oleh WHO dan JHU PKC, berdasarkan penelitian pada komunikasi kesehatan dan konseling. Dalam ABPK, terdapat beberapa bagian modul, yaitu : a. Modul 1, yang berisi konseling pada peserta baru. b. Modul 2 dan 3, berisi konseling pada peserta yang melakukan kunjungan ulang, baik pada peserta yang mengalami masalah pada metode kontrasepsi yang digunakan ataupun pada peserta yang ingin mendapatkan metode ulang.

17 26 c. Modul 4, berisi perlindungan ganda pada peserta yang menginginkan metode kontrasepsi dan ingin melindungi dari penularan penyakit menular seksual. d. Modul 5, berisi lembar tambahan ABPK e. Modul 6, berisi konseling pada peserta yang memiliki kebutuhan khusus yaitu remaja, masa mendekati menopause, nifas, dan peserta yang menderita HIV/ AIDS (BKKBN, 2011). 7. Dalam menggunakan ABPK, seorang pemberi pelayanan harus memperhatikan beberapa hal sebagai berikut (BKKBN, 2015) : a. Setiap lembar ABPK terdiri dari dua sisi yaitu satu sisi merupakan sisi yang dapat dibaca oleh pemberi pelayanan, sedangkan sisi lain merupakan hal yang dapat dibaca oleh peserta. b. Perhatikan halaman daftar isi yang terletak pada 4 halaman pertama APBPK. c. ABPK dilengkapi tab pemisah untuk memudahkan pemberi pelayanan menemukan topik yang dibutuhkan, yaitu : 1) Bagian pertama ABPK, ditandai dengan tab di sisi kanan membantu peserta baru dalam membuat keputusan tentang suatu metode KB serta membantu peserta yang melakukan kunjungan ulang dalam memecahkan masalah/efek samping yang mungkin timbul. 2) Bagian kedua, tab di sisi bawah berisi informasi mengenai masing masing metode KB bagi peserta. Informasi tersebut dapat memastikan pilihan pilihan peserta dan membantu peserta

18 27 menggunakan metode dengan benar. Masing-masing bab metode dalam ABPK berisi informasi tentang kriteria persyaratan medis, efek samping, cara pakai, waktu kunjungan ulang dan hal yang perlu diingat oleh peserta selama menggunakan metode KB. d. Bagian kiri atas tiap halaman ABPK merupakan judul dari topik yang dipilih. e. Perhatikan petunjuk yang terdapat pada bagian bawah halaman sebelum membuka halaman berikutnya sesuai kebutuhan peserta. f. Perhatikan nomor halaman yang berbeda untuk tiap topik yang berbeda. 8. Menggunakan ABPK untuk kondisi peserta KB yang berbeda Bagian awal dalam ABPK yang digunakan dalam pelayanan KB membantu pemberi pelayanan dalam melaksanakan konseling pada peserta KB dengan berbagai keluhan dan kebutuhan yang berbeda, yaitu : a. Peserta baru memerlukan bantuan untuk memilih metode yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Tab pemilihan metode dapat membantu pemberi pelayanan dalam membahas kebutuhan tersebut dan membantu peserta baru membuat keputusan. b. Semua peserta KB harus mempertimbangkan kebutuhan metode perlindungan ganda, yaitu perlindungan terhadap risiko penularan infeksi menular seksual (IMS), HIV/AIDS dan virus hepatitis B serta perlindungan terhadap kehamilan. Dengan melihat perkembangan saat ini risiko penularan IMS, HIV/AID dan Hepatitis B tinggi, setiap peserta harus memahami risiko dan upaya perlindungan diri. Apabila

19 28 terjadi kesulitan dalam memulai konseling mengenai hal tersebut, pemberi pelayanan harus menggunakan ketrampilan yang baik dalam membuka percakapan. c. Pada peserta dengan kebutuhan khusus, yang mencakup peserta dengan usia muda, ibu hamil/nifas, pasca aborsi,dan peserta yang menderita HIV/AIDS perlu dilakukan konseling secara khusus sesuai dengan kondisinya. d. Peserta yang melakukan kunjungan ulang dan memiliki masalah dalam penggunaan metode KB, atau peserta yang hanya ingin mendapatkan metode ulangan, maka tab klien dapat membantu memenuhi kebutuhan mereka (BKKBN, 2012). Berikut adalah ringkasan langkah kunci yang perlu pemberi pelayanan lakukan dengan berbagai jenis kondisi peserta KB yang berbeda : a. Pertama, bukalah tab selamat datang, dan temukan alasan kunjungan pada tab yang sesuai. b. Tab dengan warna hijau, yaitu pada peserta baru yang ingin memilih metode, tanyakan apakah sudah ada gambaran tentang metode pilihannya. Jika ada apakah pilihannya tersebut sesuai dengan kebutuan dan situasi peserta. Kaji mengenai kebutuhan perlindungan ganda. Jika tidak ada gambaran, diskusikan mengenai kebutuhan dan situasi peserta, kaji mengenai kebutuhan perlindungan ganda dan beberapa pilihan metode yang berbeda. Selanjutnya bukalah tab metode untuk

20 29 mengkaji metode secara lengkap dan memastikan pilihan peserta. Kemudian berikan metode yang telah dipilih peserta. c. Tab warna pink untuk peserta yang memerlukan perlindungan terhadap IMS, buka tab perlindungan ganda dan jelaskan kepada peserta, kemudian buka tab diskusikan pilihan peserta,jika diperlukan bantu peserta menilai risiko, dan kecocokan pilihan. Selanjutnya bukalah tab metode untuk mengkaji metode secara lengkap dan memastikan pilihan peserta. Kemudian berikan metode yang telah dipilih peserta. d. Tab warna biru untuk peserta dengan kebutuhan khusus, buka halaman yang sesuai di bagian remaja, klien usia 40-an, hamil/post partum, post aborsi, dan yang menderita HIV/AIDS. e. Tab warna ungu untuk peserta yang melakukan kunjungan ulang, tanyakan metode yang dipakai adakah keluhan atau tidak. Bila tidak ada keluhan periksa kondisi kesehatan peserta dan kemungkinan perlu perlindungan ganda, berikan metode ulangan. Bila ada keluhan, bantu atasi efek samping atau apabila peserta ingin ganti cara buka tab metode untuk peserta baru. f. Pada halaman dengan tab warna orange, terdapat penjelasan mengenai metode KB yaitu tinjauan dan informasi dasar, kriteria persyaratan medis, kemungkinan efek samping, cara pakai, waktu memulai metode dan hal yang harus diingat.

21 30 Gambar 2.2. Alur Cara Menggunakan ABPK Pada Peserta KB Dengan Kebutuhan Berbeda (Sumber : Kemenkes RI, 2012) 9. Persiapan dan Cara Menggunakan ABPK a. Lembar balik ABPK diletakkan berdiri, sehingga pemberi pelayanan dan peserta KB bisa melihat halaman tersebut pada sisi masing-masing. Halaman pada sisi peserta dan pemberi pelayanan beri kata-kata yang sama dengan lebih banyak informasi dan saran pada sisi pemberi pelayanan dan lebih banyak gambar pada sisi peserta KB.

22 31 b. Pemberi pelayanan harus mempelajari terlebih dahulu media ABPK agar bisa membiasakan diri dengan informasi dan cara menggunakannya. c. ABPK hanya berisi hal pokok, upayakan ketika melakukan konseling dengan peserta gunakan komunikasi efektif dengan melibatkan peserta. d. Beberapa kata atau gambar kemungkinan tidak sesuai dengan keadaan tempat pelayanan, seperti metode KB yang tersedia, maka dalam ABPK bisa dicoret. e. Gunakanlah kalimat sendiri, informasi dalam ABPK hanya sebagai kata kunci. f. Pemberi pelayanan dapat membacakan informasi untuk peserta dan mendiskusikannya sesuai dengan kebutuhan. D. Penelitian Yang Relevan Penelitian dengan judul Kinerja Program Konseling dengan Menggunakan Alat Bantu Pengambil Keputusan Ber-KB di Kabupaten Klaten, belum pernah dilakukan sebelumnya, namun terdapat penelitian yang mendekati penelitian ini, diantaranya adalah : 1. Kostania, Gita (2013), dengan judul Pengaruh Konseling Menggunakan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) Ber -KB Terhadap Penggunaan Intra Uterin Devices (IUD) (Studi Pre Eksperimen di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri Tahun 2013). Variabel yang diteliti dalam penelitian ini

23 32 yaitu konseling dengan menggunakan ABPK dan penggunaan IUD, dengan metode penelitian kuantitatif, pre eksperimen studi intact group, dengan metode pengambilan sampel purposive sampling dan tehnik analisa chi square. Hasil yang didapat yaitu terdapat pengaruh penggunaan ABPK ber KB dalam konseling terhadap penggunaan kontrasepsi IUD (X 2 =8,571). 2. Penelitian yang dilakukann oleh Rokhmah (2014), Evaluasi Penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) dalam Pelayanan Keluarga Berencana oleh Bidan Puskesmas di Kota Cirebon. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan hasil penelitian bahwa penggunaan ABPK oleh Bidan puskesmas dalam pelayanan KB belum berjalan dengan baik. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Rahimah tahun 2013 mengenai Efektifitas Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan Metode Ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengambilan Keputusan PUS dalam Memilih Alat Kontrasepsi di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh efektifitas Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dengan metode ceramah dan media leaflet terhadap pengambilan keputusan PUS dalam memilih alat kontrasepsi. Jenis penelitian kuasi-eksperimental, dengan rancangan perlakuan ulang dengan menggunakan 3 kelompok, yaitu kelompok yang diberi intervensi metode ceramah, kelompok media leaflet dan kelompok kontrol. Alat pengumpulan data adalah

24 33 kuesioner dan uji yang digunakan adalah uji Wilcoxon dengan tingkat signifikasi (α) sebesar 0,05. Uji Wilcoxon menunjukkan bahwa pengambilan keputusan responden sebelum diberikan intervensi dengan metode ceramah adalah 41,66% dengan kategori cukup dan sesudahnya mengalami peningkatan menjadi 56,18% dengan kategori cukup dan p value = 0,001. Pengambilan keputusan responden sebelum diberikan intervensi dengan media leaflet adalah 35,47% dengan kategori ragu-ragu dan sesudahnya mengalami peningkatan menjadi 67,38 % dengan kategori baik dan p value = 0,001. Hal ini berarti bahwa secara statistik dapat diketahui bahwa ada pengaruh pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) terhadap pengambilan keputusan PUS dalam memilih alat kontrasepsi dengan metode ceramah dan leaflet dimana nilai p<0,05 (p=0,001). Pada kelompok kontrol pengambilan keputusan pada saat pretest adalah 58,46 % dengan kategori cukup menjadi 65,38% pada saat postest dengan kategori baik. Hasil uji menunjukkan tidak ada pengaruh pengambilan keputusan dalam memilih alat kontrasepsi dimana nilai p>0,05 (p=0,068). 4. Penelitian yang dilakukan oleh Chandradewi (2013) berjudul Pengaruh Pemberian Konseling Keluarga Berencana (KB) Terhadap Alat Kontrasepsi IUD Post Plasenta Di RSUP NTB Tahun 2013 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD Post Plasenta di RSUP NTB

25 34 tahun Jenis penelitian yang digunakan yaitu eksperimen semu (quasi experiment) dengan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang bersalin di RSU Provinsi NTB mulai pada tanggal 5 Agustus sampai 15 Agustus tahun 2013 yaitu sejumlah 70 orang. Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel minimal sejumlah 30 sampel dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik non probability sampling dengan metode pengambilan sampel secara accidental. Setelah diberikan konseling KB, ibu bersalin yang memilih alat kontraspsi IUD Post Plasenta dan non IUD Post Plasenta sama banyak 50% dalam hal ini ada peningkatan keputusan memilih alat kontrasepsi IUD Post Plasenta. Dan secara statistic ada pengaruh pemberian konseling KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi IUD Post Plasenta dengan menggunakan uji statistik paired t test didapatkan nilai p = 0,001 (p<0,05). 5. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) yang berjudul Hubungan Konseling Keluarga Berencana (KB) dengan Pengambilan Keputusan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan konseling Keluarga Berencana (KB) dengan pengambilan keputusan pasangan usia subur (PUS) dalam penggunaan alat kontrasepsi. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif jenis survei dan dilakukan pendekatan secara case control. Populasi dalam penelitian ini adalah semua PUS di Desa Karang Klesem Kecamatan Purwokerto Selatan, yaitu berjumlah 999 PUS. Jumlah Sampel dalam penelitian ini adalah 159 PUS, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu PUS akseptor KB dan PUS non akseptor KB. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada bulan Agustus 2010 di Desa Karang Klesem Kecamatan

26 35 Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan Pasangan Usia Subur (PUS) akseptor KB mendapatkan konseling KB yaitu sebanyak 88 (100,0%) responden dan sebagian besar Pasangan Usia Subur (PUS) non akseptor KB tidak mendapatkan konseling KB yaitu 54 (76,1%) responden, dan hanya 17 (23,9%) responden yang mendapatkan konseling KB. Hasil anasilis secara statistik terdapat hubungan sangat signifikan antara konseling Keluarga Berencana (KB) dengan pengambilan keputusan Pasangan Usia Subur (PUS) dalam penggunaan alat kontrasepsi karena didapatkan hasil ρ=0,00. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel yang diteliti yaitu pelaksanaan konseling dengan menggunakan alat bantu pengambilan keputusan di Kabupaten Klaten, dengan desain penelitian kualitatif, pengambilan sampel purposive sampling, dengan menganalisa lima variabel dalam implementasi kebijakan menurut van Meter dan van Horn (1975), yaitu ukuran dasar kebijakan, sumber daya dalam kebijakan, karakteristik badan pelaksana, sikap para pelaksana dan komunikasi antar organisasi. E. Kerangka Berpikir Kebijakan KB, kesehatan reproduksi dan kependudukan di Indonesia merupakan program MDGs yang salah satu tujuannya untuk meningkatkan kesehatan wanita, menurunkan angka kematian ibu, dan meningkatkan jumlah wanita usia subur (WUS) yang terpenuhi kebutuhannya dalam K B. Salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu konseling dengan menggunakan alat

27 36 bantu ABPK yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi, KB dan perencanaan keluarga. Upaya pemerintah untuk menunjang kebijakan tersebut yaitu dengan menyiapkan ukuran dasar dan tujuan kebijakan agar pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi berjalan terarah, menyiapkan tenaga kesehatan yang berkompeten (bidan) sebagai pemberi pelayanan kesehatan melalui jenjang pendidikan formal dan pelatihan kompetensi, serta penyediaan sarana prasarana sebagai pendukung pelaksanaan kegiatan. Sumber daya manusia yang berkompeten baik pada tingkat pembuat kebijakan dan pelaksana pelayanan KB dan kesehatan reproduksi akan menciptakan komunikasi antar organisasi dan karakteristik badan pelaksana yang baik sehingga program konseling dengan ABPK di lapangan bisa berjalan dengan baik. Program konseling dengan menggunakan ABPK ini menekankan kepada kemandirian peserta KB dalam memutuskan metode kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihan dan kebutuhannya dalam merencanakan keluarga. Hasil yang diharapkan dalam konseling menggunakan ABPK yaitu akan terbentuk pengetahuan, sikap dan perilaku peserta KB sehingga akan terjadi peningkatan kualitas penggunaan KB, penurunan angka kejadian drop out dan peningkatan cakupan peserta KB.

28 37 Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksanaan Ukuran dan tujuan kebijakan Karakteristik badan pelaksana Disposisi Pelaksana Kinerja program konseling dengan ABPK Sumber daya Lingkungan ekonomi, sosial dan politik Gambar 2.3. Kerangka berpikir 1. Peningkatan cakupan peserta KB 2. Penurunan angka kejadian drop out peserta KB 3. Peningkatan kualitas penggunaan KB Keterangan : : faktor yang diteliti : faktor yang tidak diteliti

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NK KBS) menjadi visi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NK KBS) menjadi visi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era reformasi saat ini, terdapat kecenderungan penurunan perhatian masyarakat terhadap permasalahan keluarga berencana. Masyarakat menganggap bahwa program keluarga

Lebih terperinci

Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB

Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB ABV 5.1 Alat Bantu Pengambilan Keputusan Ber-KB Alat Bantu Pengambilan Keputusan berkb dan Pedoman bagi Klien dan Bidan Didukung oleh ABV 5.2 TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari modul ini, peserta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kematian dan kesakitan ibu di Indonesia masih merupakan masalah besar. AKI menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 yaitu 228 per 100.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan laju pertumbuhan yang masih. relatif tinggi. Program Keluarga Berencana (KB) muncul sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan laju pertumbuhan yang masih. relatif tinggi. Program Keluarga Berencana (KB) muncul sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Program Keluarga Berencana (KB) muncul sebagai gerakan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

Alat bantu yang berfungsi ganda!

Alat bantu yang berfungsi ganda! Alat bantu yang berfungsi ganda! Membantu pengambilan keputusan metode KB Membantu pemecahan masalah dalam penggunaan KB Alat bantu kerja bagi provider Menyediakan referensi/info teknis Alat bantu visual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelahiran dalam rangka mewujudkan hak-hak pasangan usia subur untuk menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelahiran dalam rangka mewujudkan hak-hak pasangan usia subur untuk menentukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Keluarga Berencana Pengertian Keluarga Berencana dalam arti sempit adalah upaya pengaturan kelahiran dalam rangka mewujudkan hak-hak pasangan usia subur untuk menentukan

Lebih terperinci

KINERJA PROGRAM KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DI KABUPATEN KLATEN TESIS

KINERJA PROGRAM KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DI KABUPATEN KLATEN TESIS KINERJA PROGRAM KONSELING DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PELAYANAN KELUARGA BERENCANA DI KABUPATEN KLATEN TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN, DUKUNGAN KELUARGA, DAN TARIF LAYANAN DENGAN PEMILIHAN JENIS KONTRASEPSI SUNTIK PADA AKSEPTOR KB DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang. Indonesia sebesar 1,49% per tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari berbagai masalah kependudukan. Masalah di bidang kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah jumlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu

BAB 1 PENDAHULUAN. serta India, hal ini telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu, tetapi waktu itu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) bukanlah hal baru karena menurut catatan-catatan dan tulisan-tulisan yang berasal dari Mesir Kuno, Yunani Kuno, dan Tiongkok Kuno serta India,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER- KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD)

PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER- KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD) PENGARUH KONSELING MENGGUNAKAN ALAT BANTU PENGAMBILAN KEPUTUSAN (ABPK) BER- KB TERHADAP PENGGUNAAN KONTRASEPSI INTRA UTERIN DEVICE (IUD) (Studi Pre Eksperimen di Desa Platarejo Kecamatan Giriwoyo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun Indonesia. merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun Indonesia. merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk di dunia mencapai 7,3 miliar jiwa tahun 2015. Indonesia merupakan negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu sebesar 255,993,674

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang pesat merupakan suatu masalah yang dihadapi oleh Negara berkembang termasuk Negara Indonesia. Negara Indonesia mempunyai masalah yang komplek,

Lebih terperinci

Nuke Devi Indrawati. Tlp : ABSTRAK

Nuke Devi Indrawati.   Tlp : ABSTRAK ANALISIS FAKTOR KEBIJAKAN DAN PENGETAHUAN TENTANG PELAYANAN KB YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD PADA IBU PASANGAN USIA SUBUR AKSEPTOR KB DI KECAMATAN PEDURUNGAN KOTA SEMARANG Nuke

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PROFIL KB IUD PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DONOROJO PACITAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PROFIL KB IUD PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DONOROJO PACITAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PROFIL KB IUD PADA IBU PRIMIGRAVIDA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DONOROJO PACITAN NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Made Intan Wahyuningrum

Lebih terperinci

PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS

PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS Suami mempunyai tanggung jawab yang berat. PERANAN SUAMI DALAM MEMBANGUN BAHTERA KELUARGA SAKINAH BERKUALITAS Suami bertanggung jawab secara sosial, moral dan ekonomi menyangkut : Pencari Nafkah Pelindung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang padat, yaitu mencapai 248,8 juta jiwa dengan jumlah penduduk berusia 10 sampai 19 tahun mencapai

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN KONSELING OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD TERHADAP AKSEPTOR KB

HUBUNGAN PEMBERIAN KONSELING OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD TERHADAP AKSEPTOR KB HUBUNGAN PEMBERIAN KONSELING OLEH BIDAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI IUD TERHADAP AKSEPTOR KB Risneni 1) dan Helmi Yenie 2) 1) 2) Jurusan Kebidanan poltekkes kemenkes Tanjngkarang Abstrak. Rekapitulasi

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PENELITIAN

BAB VI HASIL PENELITIAN BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1. Gambaran Input 6.1.1. Tenaga Pelaksana Tabel 6.1. Distribusi Responden Menurut Umur, Masa Kerja, Beban Kerja, dan Pengetahuan di Puskesmas Wilayah Kecamatan Pasar Minggu Tahun

Lebih terperinci

SOAL-SOAL TES PELATIHAN KIP/KONSELING MENGGUNAKAN ABPK

SOAL-SOAL TES PELATIHAN KIP/KONSELING MENGGUNAKAN ABPK SOAL-SOAL TES PELATIHAN KIP/KONSELING MENGGUNAKAN ABPK A. Petunjuk Pilihan Berganda Pilih jawaban yang menurut anda paling tepat dan lingkari jawaban tersebut pada lembar jawaban yang telah disediakan.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 21

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 21 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 21 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KELUARGA BERENCANA PARIPURNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN :

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN : HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN SERENGAN Devi Pramita Sari APIKES Citra Medika Surakarta ABSTRAK Pasangan Usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2013). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi negara-negara di dunia khususnya negara berkembang. Indonesia merupakan negara berkembang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 125 BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.3 Implementasi Program Kesehatan Ibu dan Anak Bidang Pelayanan Antenatal Care dan Nifas di Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang Setiap kebijakan yang dibuat pasti

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN KEPATUHAN AKSEPTOR KB PIL DENGAN KEGAGALAN KONTRASEPSI PIL DI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN Helmi Yenie* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Prevalensi kegagalan KB pil di

Lebih terperinci

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA BERENCANA PADA KELOMPOK IBU DI WILAYAH PUSKESMAS I SUKOHARJO SKRIPSI

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA BERENCANA PADA KELOMPOK IBU DI WILAYAH PUSKESMAS I SUKOHARJO SKRIPSI BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM KELUARGA BERENCANA PADA KELOMPOK IBU DI WILAYAH PUSKESMAS I SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan PENGARUH MEDIA LEAFLET TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN WUS (WANITA USIA SUBUR) DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD (INTRA UTERINE DEVICE) DI DESA TEGALREJO KECAMATAN SAWIT KABUPATEN BOYOLALI PUBLIKASI ILMIAH

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH STUDI EKSPERIMEN DENGAN METODE PENYULUHAN TENTANG SIKAP PENANGANAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) PADA REMAJA JALANAN DI RUMAH SINGGAH GIRLAN NUSANTARA SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI Disusun

Lebih terperinci

PROGRAM KIE DALAM PELAYANAN KB

PROGRAM KIE DALAM PELAYANAN KB PROGRAM KIE DALAM PELAYANAN KB Gita Kostania, S.ST, M.Kes 9/29/2013 1 Definisi KIE Komunikasi penyampaian pesan secara langsung/tidak langsung melalui saluran komunikasi kpd penerima pesan u/ mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Survei Penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, 63,4 juta

Lebih terperinci

Kuesioner. Responden yang terhormat,

Kuesioner. Responden yang terhormat, Kuesioner Responden yang terhormat, Sehubungan dengan penyelesaian studi pada Fakultas Ilmu Komunikasi jurusan Public Relations (S1) Universitas Esa Unggul, maka saya memerlukan bantuan Ibu untuk dapat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Yeti Yuwansyah Penggunaan alat kontrasepsi sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. hanya pemerintah, masyarakat juga diperlukan partisipasinya dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belarkang Masalah kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga

Lebih terperinci

PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA PEMAKAIAN IUD POST PLASENTA. Risneni*, Mugiati*

PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA PEMAKAIAN IUD POST PLASENTA. Risneni*, Mugiati* PENELITIAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA PEMAKAIAN IUD POST PLASENTA Risneni*, Mugiati* Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah meluncurkan kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal) di tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan program dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) yang bertujuan mengendalikan pertumbuhan penduduk. 1 UU Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya di dunia. Program KB seharusnya menjadi prioritas. pembangunan di setiap daerah karena sangat penting untuk Human

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya di dunia. Program KB seharusnya menjadi prioritas. pembangunan di setiap daerah karena sangat penting untuk Human 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2009 lalu Indonesia menjadi negara keempat terbanyak penduduknya di dunia. Program KB seharusnya menjadi prioritas pembangunan di setiap daerah karena sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah tunas, generasi penerus, dan penentu masa depan yang merupakan modal dasar pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keberadaan kelompok remaja tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR) yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk dan berkembang biak

Lebih terperinci

Siti Amallia 1, Rahmalia Afriyani 2, Yuni Permata Sari 3 1,2,3 STIK Siti Khadijah Palembang.

Siti Amallia 1, Rahmalia Afriyani 2, Yuni Permata Sari 3 1,2,3 STIK Siti Khadijah Palembang. PENGARUH KONSELING KONTRASEPSI HORMONAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA PASCA PERSALINAN DI WILAYAH KERJA BIDAN PRAKTIK MANDIRI LISMARINI PALEMBANG Siti Amallia 1, Rahmalia Afriyani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia dengan perkiraan jumlah penduduk sebanyak 252 juta jiwa pada tahun 2014 menempati peringkat keempat dunia sebagai negara dengan jumlah populasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimental dengan rancangan perlakuan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimental dengan rancangan perlakuan BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimental dengan rancangan perlakuan ulang (Pretest dan Posttest Group Design), dimana rancangan ini menggunakan kelompok

Lebih terperinci

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Caecilia Takainginan 1, Ellen Pesak 2, Dionysius Sumenge 3 1.SMK Negeri I Sangkub kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2,3,

Lebih terperinci

Oleh: Ismail dan Sisca Febryani Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Wiralodra Indramayu

Oleh: Ismail dan Sisca Febryani Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Wiralodra Indramayu HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI MANTAP (KONTAP) DI DESA KARANGAMPEL KIDUL KABUPATEN INDRAMAYU Oleh: Ismail dan Sisca Febryani Fakultas

Lebih terperinci

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Integrasi Program PPIA (PMTCT ) di Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Direktur Jenderal Bina Gizi dan KIA Disampaikan pada Lecture Series Pusat Penelitian HIV/AIDS UNIKA ATMAJAYA: Peranan Bidan dalam Mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan laju pertumbuhan yang relative cukup tinggi. untuk menekan laju

BAB I PENDAHULUAN. besar dengan laju pertumbuhan yang relative cukup tinggi. untuk menekan laju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia yang utama adalah jumlah penduduk yang besar dengan laju pertumbuhan yang relative cukup tinggi. untuk menekan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan, yang digunakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mendiami Pulau Jawa (Sulistyawati, 2011). dengan menggunakan alat kontrasepsi (Kemenkes, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mendiami Pulau Jawa (Sulistyawati, 2011). dengan menggunakan alat kontrasepsi (Kemenkes, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) diyakini telah berkontribusi terhadap penurunan tingkat kelahiran dan tingkat kematian, yang selanjutnya mengakibatkan penurunan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Sesuai dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua orang disegala usia adalah salah satu tujuan dari. Development Goals (SDGs). Tak luput dari sasaran SDGs angka kematian ibu

BAB I PENDAHULUAN. semua orang disegala usia adalah salah satu tujuan dari. Development Goals (SDGs). Tak luput dari sasaran SDGs angka kematian ibu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua orang disegala usia adalah salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs). Tak luput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih memiliki kualitas penduduk yang sangat rendah dengan ditandai terhambatnya pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami peningkatan tahun 2010

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami peningkatan tahun 2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan penduduk di Indonesia mengalami peningkatan tahun 2010 hingga 2015. Dari tahun 2010 2014 pertumbuhan penduduk per tahun terus meningkat, dari

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 130 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Proses pengambilan keputusan pemakaian kontrasepsi pada ibu gande multipara sangat dipengaruhi oleh adanya bias gender yang ditunjukkan dengan keyakinan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Referensi : 16 buku ( ) + 7 kutipan dari internet Kata Kunci : Pengetahuan, tingkat ekonomi, pemilihan alat kontrasepsi..

ABSTRAK. Referensi : 16 buku ( ) + 7 kutipan dari internet Kata Kunci : Pengetahuan, tingkat ekonomi, pemilihan alat kontrasepsi.. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA TERHADAP PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA PUS DI DESA BLANG LANCANG KECAMATAN JEUNIEB KABUPATEN BIREUEN TAHUN 2016 Dewi Lisnianti 1*) dan Desi Safriani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap

BAB I PENDAHULUAN. cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.tahap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Program KB di Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, ditinjau dari sudut, tujuan, ruang lingkup geografi, pendekatan, cara operasional dan dampaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan pengamatan World Health Organization (WHO) Tahun 2007, angka kematian ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas adalah sebesar 500.000 jiwa dan angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional yang sangat besar bagi setiap wanita (Rusli, 2011). Kehamilan dan

BAB I PENDAHULUAN. emosional yang sangat besar bagi setiap wanita (Rusli, 2011). Kehamilan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran seorang anak merupakan anugerah bagi setiap keluarga, banyak harapan yang tumbuh saat mengetahui seorang wanita hamil karena kehadiran seorang anak

Lebih terperinci

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT

RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT RINGKASAN SDKI 2007 PROVINSI SULAWESI BARAT Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 merupakan survey yang berskala Nasional, sehingga untuk menganalisa tingkat propinsi perlu dilakukan suatu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. jumlah anak dalam keluarga (WHO, 2009). Program KB tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) merupakan tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kependudukan adalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Semakin tingginya pertumbuhan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kebidanan dan Kandungan. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA/sederajat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN

KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN KARAKTERISTIK AKSEPTOR NON AKDR TENTANG KONTRASEPSI AKDR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR BANJARMASIN Dini Rahmayani 1, Ramalida Daulay 2, Erma Novianti 2 1 Program Studi S1 Keperawatan STIKES

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Petugas Kesehatan 1. Pengertian Peran adalah suatu yang diharapkan dari seseorang dalam situasi sosial tertentu agar memenuhi harapan. (Setiadi, 2008). Peran petugas kesehatan

Lebih terperinci

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN :

Volume 4 No. 1, Maret 2013 ISSN : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN AKSEPTOR TENTANG KONTRASEPSI SUNTIK CYCLOFEM ( 1 BULAN ) DENGAN KEPATUHAN JADWAL PENYUNTIKAN ULANG DI DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA Ita Rahmawati 1, Asmawahyunita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium 19 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan dengan target Millenium Development Goals

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul

Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Kasihan Bantul Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia JOURNAL NERS AND MIDWIFERY INDONESIA Tingkat Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Alat Kontrasepsi IUD di BPRB Bina Sehat Ade Rindiarti 1, Tony Arjuna 2, Nindita Kumalawati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kepadatan kependudukan di Indonesia merupakan salah satu masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak. Tidak hanya pemerintah, masyarakat

Lebih terperinci

KEGIATAN POKOK. Menetapkan masalah Menetapkan Penyebab Masalah Menetapakan cara penyelesaian Melaksanakan Program Menilai Hasil

KEGIATAN POKOK. Menetapkan masalah Menetapkan Penyebab Masalah Menetapakan cara penyelesaian Melaksanakan Program Menilai Hasil SRI LESTARI KEGIATAN POKOK Menetapkan masalah Menetapkan Penyebab Masalah Menetapakan cara penyelesaian Melaksanakan Program Menilai Hasil BATASAN STANDART Keadaan Ideal atau tingkat Pencapaian tertinggi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR RIWAYAT HIDUP... MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian yang serius oleh pemerintah. Program ini memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian yang serius oleh pemerintah. Program ini memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang digunakan untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan, yang digunakan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan pada umur kurang 15 tahun dan kehamilan pada umur remaja. Berencana merupakan upaya untuk mengatur jarak kelahiran anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2103) menyatakan bahwa angka kehamilan penduduk perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, terdapat kehamilan pada umur kurang 15 tahun

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE. TAHUN 2013 Nurbaiti Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah Banda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi modern memainkan peranan penting untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan yang merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian ibu. Kehamilan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) Pokok Bahasan : Keluarga Berencana Sub Pokok Bahasan : a. Pengertian KB MOW b. Prinsip KB MOW c. Syarat Melakukan KB MOW d. Waktu Pelaksanaan KB MOW e. Kontraindikasi KB MOW

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kependudukan merupakan masalah penting yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli kependudukan, baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional, pemerintah sebagai institusi tertinggi yang bertanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan

Lebih terperinci

Kustriyanti 1),Priharyanti Wulandari 2)

Kustriyanti 1),Priharyanti Wulandari 2) FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA USIA SUBUR DI PUSKESMAS NGESREP KELURAHAN NGESREP KECAMATAN BANYUMANIK SEMARANG Kustriyanti 1),Priharyanti Wulandari 2) 1 Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontrasepsinya), bentuknya bermacam-macam. sesudah abortus, tidak interaksi dengan obat-obat juga membantu

BAB I PENDAHULUAN. kontrasepsinya), bentuknya bermacam-macam. sesudah abortus, tidak interaksi dengan obat-obat juga membantu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Hidayati (2009), IUD atau Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) adalah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran,

Lebih terperinci

KURIKULUM TOT KIP/KONSELING KB-KR BAGI PETUGAS KB

KURIKULUM TOT KIP/KONSELING KB-KR BAGI PETUGAS KB I. Latar Belakang KURIKULUM TOT KIP/KONSELING KB-KR BAGI PETUGAS KB Program keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas melalui promosi, perlindungan, dan bantuan dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

BAB 2 LANDASAN TEORI. dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Keluarga Berencana Keluarga Berencana ( KB ) adalah suatu program yang dicanangkan pemerintah dalam upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Laela Yusriana 1610104358 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ibu hamil itu sendiri dan orang-orang terdekatnya (Araujo, et.al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. ibu hamil itu sendiri dan orang-orang terdekatnya (Araujo, et.al., 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehamilan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan perempuan. Proses yang diawali dari konsepsi hingga pengeluaran bayi merupakan periode krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dengan. variabel yang mempengaruhi fertilitas (Wiknjosastro, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara keempat terbesar penduduknya di dunia dengan lebih dari 253 juta jiwa (BPS, 2014). Fertilitas atau kelahiran adalah salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan permasalahan penyakit menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan kualitatif. HIV merupakan

Lebih terperinci