BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya paradigma demokrasi di Indonesia, tuntutan akan perubahan terhadap dominasi peran pemerintah dalam pembangunan pun semakin besar. Isu perubahan tersebut mengharapkan pemerintah dan pemimpin politik dapat lebih demokratis, efisisen dalam penggunaan sumber daya publik, efektif dalam menjalankan fungsi pelayanan publik, lebih tanggap dalam menangkap aspirasi masyarakat serta mampu menyusun kebijkaan, program dan hukum yang dapat menjamin hak asasi dan keadilan sosial (Sumarto, 2004). Sejalan dengan tuntutan perubahan tersebut, pemerintah dan pemimpin politik diharapkan tidak lagi hanya memandang masyarakat sebagai objek pembangunan, melainkan juga sebagai subjek pembangunan. Peran masyarakat dalam pembangunan diharapkan dapat lebih luas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat lebih mengetahui permasalahan yang mereka hadapi dan kepentingan yang mereka miliki dibandingkan pihak lain (Silas dalam Sunarti, 2001). Masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi secara lebih aktif dalam penyelenggaraan urusan-urusan publik. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat diartikan sebagai proses dimana masyarakat, baik sebagai individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kebijakan-kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka (Sumarto, 2004). Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan suatu bentuk perwujudan hak masyarakat dalam setiap proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemenuhan hajat hidupnya (Sumarto, 2004). Adanya peran serta seluruh komponen masyarakat dalam pembangunan berkaitan erat dengan ketercapaian tujuan program pembangunan. Oleh karena itulah untuk mendukung keberhasilan pembangunan

2 2 dibutuhkan peran serta masyarakat luas (Soetrisno, 1995). Peran masyarakat terwujud dalam bentuk partisipasi aktif pada seluruh kegiatan pembangunan, mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan, sampai pengawasan pembangunan. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan penataan ruang. Berdasarkan Undang-undang Penataan Ruang, kegiatan pelaksanaan penataan ruang merupakan proses yang terdiri dari perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Salah satu tahapan dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang adalah tahap evaluasi atau revisi terhadap rencana tata ruang. Evaluasi atau revisi dapat dilakukan baik terhadap doumen rencana tata ruang ataupun terhadap peraturan daerah mengenai tata ruang. Sebagai bagian dari kegiatan penataan ruang, maka dalam revisi rencana tata ruang atau peraturan daerah mengenai tata ruang, masyarakat juga memiliki kesempatan untuk berpartisipasi. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyusunan atau revisi peraturan daerah ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundangan diantaranya adalah Undang-Undang No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan dalam Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam peraturan perundangan tersebut terdapat ketentuan mengenai tahapan-tahapan penyusunan peraturan daerah serta tentang partisipasi masyarakat di tiap tahapan tersebut. Adanya berbagai peraturan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam menyelenggarakan partisipasi masyarakat dalam kegiatan penyusunan atau revisi peraturan daerah. Dengan adanya berbagai peraturan tersebut seharusnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan penataan ruang sudah dapat mencapai bentuk yang ideal. Dunia perencanaan adalah dunia yang dinamis, sebab bidang perencanaan mengatur domain publik yang senantiasa dinamis (Friedmann, 1987). Perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat harus selalu dapat diakomodir dalam produk perencanaan. Oleh

3 3 karena itulah perencanaan terdiri dari rangkaian proses penyusunan rencana, implementasi dan revisi rencana. Kegiatan revisi rencana dibutuhkan agar segala perubahan yang terjadi di masyarakat dapat terus diakomodir sehingga RTRW sebagai produk rencana dapat terus diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang terus berusaha untuk mengakomodir kedinamisan kehidupan masyarakat. Untuk menjaga agar dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung selalu aktual bagi kehidupan masyarakat, maka pada tahun 2005 sampai tahun 2006 yang lalu, Pemerintah Kota Bandung melakukan revisi terhadap beberapa materi RTRW Kota Bandung Secara umum, substansi materi RTRW Kota Bandung sudah cukup memadai, namun dalam beberapa hal, pada materi-materi tertentu dinilai perlu adanya beberapa penyempurnaan. Materi yang dinilai perlu disempurnakan diantaranya adalah materi yang terkait dengan ketentuan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB), materi tentang kebijakan mengenai pasar, pengaturan wilayah Bandung Bagian Barat, pengaturan peruntukan kawasan budidaya di Kawasan Punclut serta materi mengenai ketentuan sanksi hukum (Risalah Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung, 2005). Revisi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung adalah revisi terhadap Peraturan Daerah no 02 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung dan bukan terhadap keseluruhan dokumen RTRW Kota Bandung. Hal ini disebabkan karena jumlah materi yang dirasa perlu direvisi hanya sedikit, maka Pemerintah Kota Bandung hanya merevisi beberapa pasal saja dari Perda Kota Bandung no 02 tahun Dalam revisi terhadap Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung terdapat tujuh pasal yang direvisi. Pasal-pasal tersebut adalah pasal yang memuat materi tentang kebijakan pasar, pengaturan wilayah Bandung Barat, pengaturan peruntukan kawasan budidaya di Kawasan Punclut, ketentuan KDB dan KLB serta memuat materi mengenai ketentuan sanksi hukum.

4 4 Berdasarkan hasil wawancara pra survey kepada pihak Bapeda Kota Bandung dan pihak DPRD Kota Bandung serta berdasarkan dokumen risalah rapat paripurna DPRD Kota Bandung diketahui bahwa kegiatan revisi perda tersebut telah dipartisipatifkan. Agar dapat menjaring partisipasi masyarakat, kegiatan revisi ini juga telah diinformasikan kepada masyarakat luas melalui media cetak dan elektronik diantaranya melalui harian Pikiran Rakyat, radio Mara dan stasiun tv lokal STV. Kegiatan revisi perda tersebut telah diatur sedemikian rupa sehingga elemen-elemen masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam kegiatan revisi tersebut. Berdasarkan dokumen kegiatan panitia khusus DPRD Kota Bandung diketahui bahwa masyarakat yang turut berpartisipasi dalam proses revisi perda ini cukup luas, diantaranya dari kalangan akademisi, pakar, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat Punclut Bandung. Walaupun masyarakat telah berpartisipasi dalam proses revisi perda ini namun setelah kegiatan revisi perda berakhir dan pihak DPRD Kota Bandung telah menyetujui revisi tersebut, masyarakat yang pernah terlibat dalam kegiatan revisi menyatakan keberatan dan menolak hasil revisi perda tersebut (Pikiran Rakyat, Kamis 9 maret 2006). Persoalan ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana sebenarnya penyelenggaraan partisipasi masyarakat yang terjadi dalam kegiatan revisi perda tersebut. Jika penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan konsep partisipasi yang ideal dan sesuai dengan langkah langkah prosedural revisi peraturan daerah, maka seharusnya protes atau keberatan dari masyarakat tersebut tidak terjadi. Untuk dapat menjawab pertanyaan mengenai penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Peraturan Daerah no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung tersebut, maka dibutuhkan suatu evaluasi tentang penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam kegiatan penataan ruang dan dalam kegiatan penyusunan peraturan daerah.

5 5 1.2 Rumusan Persoalan Proses legal revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dapat dilakukan dengan menyusun peraturan daerah baru tentang rencana tata ruang atau merevisi peraturan daerah yang telah ada. Revisi terhadap RTRW Kota Bandung yang telah dilaksanakan pada tahun yang lalu, dilakukan dengan merevisi Peraturan Daerah no 2 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung. Terdapat beberapa peraturan perundangan yang mengatur tentang prosedur penyusunan atau revisi peraturan daerah salah satunya adalah Undang-Undang No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam undang-undang tersebut terdapat aturan atau ketentuan mengenai prosedur penyusunan peraturan daerah, namun ketentuan tersebut masih secara umum. Untuk Kota Bandung, ketentuan mengenai prosedur penyusunan peraturan daerah secara lebih rinci terdapat dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung no 5 tahun 2006 Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung. Dalam Undang-Undang No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan disebutkan bahwa masyarakat berhak berpartisipasi dalam rangka penyiapan maupun pembahasan rancangan peraturan daerah. Berdasarkan undang-undang tersebut juga diketahui bahwa tahapan dalam penyusunan peraturan daerah dan dalam revisi peraturan daerah adalah sama. Dalam undang-undang tersebut juga disebutkan bahwa rancangan peraturan daerah dapat berasal dari Walikota sebagai lembaga eksekutif atau DPRD sebagai lembaga legislatif. Jika rancangan peraturan daerah berasal dari Walikota, maka penyiapan rancangan peraturan daerah dilakukan oleh Walikota beserta perangkat kerjanya. Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh Walikota kemudian dibahas di tingkat legislatif.

6 6 Dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung, Rancangan Peraturan Daerah (raperda) tentang Perubahan Atas Perda No 02 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung ini berasal dari Walikota Bandung. Karena usul revisi terhadap Perda No 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung ini berasal dari Walikota maka keseluruhan proses revisi perda ini terdiri dari dua bagian besar; pertama tahapan penyiapan rancangan perda di tingkat eksekutif dan kedua tahap pembahasan rancangan perda di tingkat legislatif. Keseluruhan proses revisi perda ini berlangsung dari bulan agustus tahun 2005 sampai dengan bulan maret tahun Berdasarkan hasil wawancara pra survey kepada pihak Bapeda Kota Bandung dan pihak DPRD Kota Bandung serta berdasarkan dokumen risalah rapat paripurna DPRD Kota Bandung diketahui bahwa keseluruhan kegiatan revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung telah dipartisipatifkan, baik pada tahap penyiapan raperda di tingkat eksekutif maupun pada tahap pembahasan raperda di tingkat legislatif. Dalam konsep partisipasi, penyelenggaraan partisipasi masyarakat dengan sebaik-baiknya dalam suatu kegiatan didasarkan pada beberapa asumsi (Silas dalam Sunarti, 2001), yaitu: - masyarakat lebih mengetahui permasalahan yang mereka hadapi dan kepentingan yang mereka miliki dibandingkan pihak lain - setiap masyarakat lokal memiliki karakteristik lingkungan sosial-ekonomi, sosialbudaya, dan fisik yang unik - rasa memiliki terhadap produk yang dihasilkan akan lebih tercipta sehingga pemeliharaanya juga akan lebih terjamin Dari asumsi yang dikemukakan oleh Silas bahwa partisipasi masyarakat akan menyebabkan timbulnya rasa memiliki terhadap produk yang dihasilkan, maka seharusnya partisipasi masyarakat yang diselenggarakan dengan benar di dalam setiap tahapan revisi perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung akan menjadikan masyarakat menerima perda baru yang merupakan hasil revisi tersebut. Namun dalam

7 7 revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung ini, persoalan yang terjadi adalah masyarakat yang pernah terlibat dalam kegiatan revisi tersebut menyatakan keberatan dan menolak hasil revisi perda tersebut (Pikiran Rakyat, Kamis 9 maret 2006). Gejolak keberatan masyarakat ini bahkan sampai menimbulkan aksi demonstrasi masyarakat ke DPRD Kota Bandung (Pikiran Rakyat, Kamis 9 maret 2006). Adanya protes dari masyarakat tersebut menimbulkan asumsi bahwa partisipasi masyarakat dalam revisi perda tentang RTRW Kota Bandung tidak diselenggarakan dengan ideal sesuai dengan konsep partisipasi yang ideal dan tidak sesuai dengan ketentuan partisipasi masyarakat yang terdapat dalam peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah. Jika penyelenggaraan revisi perda tersebut telah sesuai dengan tahapan-tahapan kegiatan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 10 tahun 2004 dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung; dan partisipasi masyarakat di setiap tahapan revisi telah diselenggarakan dengan seluasluasnya maka seharusnya gejolak keberatan dari masyarakat yang pernah terlibat dalam revisi tersebut tidak terjadi. Penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda tentang RTRW Kota Bandung yang tidak sesuai dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah menimbulkan pertanyaan yaitu: faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketidaksesuaian tersebut. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam kegiatan revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa belum pernah dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung sebelumnya.

8 8 1.3 Tujuan dan Sasaran Tujuan dari studi ini adalah menemukan faktor-faktor yang menyebabkan tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah. Faktor-faktor tersebut dapat diketahui dengan melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Evaluasi yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana masyarakat terlibat dalam kegiatan revisi perda, pada proses apa masyarakat banyak dilibatkan dan pada proses apa masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam kegiatan revisi perda tersebut. Dalam rangka mencapai tujuan studi tersebut, maka diturunkan beberapa sasaran, yaitu: 1. Mengidentifikasi komponen masyarakat yang terlibat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan cara mengkaji dokumen dokumen tentang penyelenggaraan revisi perda tersebut 2. Merumuskan kriteria, indikator dan tolok ukur yang akan digunakan dalam mengevaluasi penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung 3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah Hasil dari studi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan tata ruang dan kegiatan penyusunan peraturan daerah yang partisipatif di Kota Bandung sehingga penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam perencanaan tata ruang dan penyusunan peraturan daerah di Kota Bandung dapat lebih mendekati konsep partisipasi yang ideal.

9 9 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup studi ini terdiri dari dua bagian, yaitu ruang lingkup wilayah studi dan ruang lingkup materi studi. Ruang lingkup wilayah merupakan gambaran wilayah yang menjadi wilayah studi. Dalam ruang lingkup wilayah akan terdapat pembatasan wilayah studi berdasarkan batas administratif. Ruang lingkup materi menggambarkan aspekaspek yang akan menjadi bahasan studi. Dalam ruang lingkup materi akan dilakukan pembatasan materi yang akan dibahas dalam studi ini Ruang Lingkup Wilayah Lingkup wilayah dalam studi ini meliputi seluruh wilayah Kota Bandung. Kota Bandung dengan luas Ha terdiri dari 26 wilayah kecamatan yang tersebar di enam wilayah pengembangan. Wilayah Pengembangan (WP) tersebut adalah WP Bojonegara, WP Tegallega, WP Cibeunying, WP Karees, WP Ujungberung, dan WP Gedebage. Adapun batas-batas wilayah Kota Bandung adalah sebagai berikut: - Batas utara : Kabupaten Bandung - Batas selatan : Kabupaten Bandung - Batas barat : Kota Cimahi - Batas timur : Kabupaten Bandung Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup materi yang akan dibahas dalam studi ini adalah mengenai penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam kegiatan revisi Peraturan Daerah No 02 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung. Evaluasi yang dilakukan dalam studi ini hanya terfokus pada proses revisi perda saja sedangkan latar belakang revisi perda tersebut tidak akan dibahas. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam UU No 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung no 5 tahun 2006 Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung, maka proses revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung yang akan dibahas dalam

10 10 studi ini hanya terbatas pada dua tahapan utamanya yaitu pada tahap penyiapan rancangan peraturan daerah (raperda) di tingkat eksekutif dan pada tahap pembahasan raperda di tingkat legislatif. Karena evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung, maka definisi masyarakat yang digunakan dalam studi ini adalah orang per orang, kelompok orang atau badan hukum yang pernah terlibat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Masyarakat tersebut terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi dan pakar, serta masyarakat Punclut Bandung. Dalam melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung ini materi yang akan dibahas diantaranya adalah materi tentang konsep partisipasi masyarakat, konsep tingkat partisipasi masyarakat, serta konsep evaluasi. 1.5 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian dalam studi ini meliputi metode pendekatan studi, metode pengumpulan data dan metode analisis data Metode Pendekatan Studi Untuk mencapai tujuan studi ini, yaitu menemukan faktor-faktor yang menyebabkan tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah, maka dilakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun Pendekatan evaluasi yang digunakan adalah evaluasi semu (pseudo evaluation). Dalam pendekatan evaluasi tersebut, langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Melakukan kajian terhadap dokumen-dokumen tentang pelaksanaan revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung.

11 11 Pendekatan ini dilakukan untuk memahami bagaimana penyelenggaraan partisipasi masyarakat yang terjadi baik dalam tahap penyiapan rancangan perda di tingkat eksekutif maupun dalam tahap pembahasan rancangan perda di tingkat legislatif. Selain itu kajian terhadap dokumen pelaksanaan revisi tersebut juga dimaksudkan untuk mengidentifikasi komponen masyarakat yang terlibat dalam revisi tersebut. 2. Menentukan kriteria, indikator dan tolok ukur yang akan digunakan dalam mengevaluasi penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi ini adalah kesesuaian penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah. Dengan demikian maka indikator dan tolok ukur dalam evaluasi ini dirumuskan dari tinjauan terhadap Undang-Undang no 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung no 5 tahun 2006 Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung, konsep partisipasi masyarakat dan konsep tingkatan partisipasi masyarakat. Pendekatan ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam mengevaluasi penyelenggaraan partisipasi masyarakat melalui penentuan indikator-indikator. Berdasarkan tahapan proses penyusunan peraturan daerah yang terdapat dalam Undang-Undang No 10 tahun dan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung serta berdasarkan konsep tingkatan partisipasi masyarakat, dirumuskan indikator dan tolok ukur yang akan digunakan dalam mengevaluasi penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Indikator dan tolok ukur tersebut adalah sebagai berikut:

12 12 Tabel I.1 Indikator dan Tolok Ukur Evaluasi Penyelenggaraan Partisipasi Masyarakat dalam Revisi RTRW Kota Bandung Indikator Kesesuaian penyelenggaraan penyiapan Rancangan Peraturan Daerah (raperda) di tingkat eksekutif dengan konsep partisipasi yang ideal Kesesuaian penyelenggaraan pembahasan raperda di tingkat pansus dengan konsep partisipasi yang ideal Kesesuaian penyelenggaraan Rapat Paripurna penetapan raperda menjadi perda dengan konsep partisipasi yang ideal Sumber: Hasil Analisis, 2007 Tolok Ukur - Masyarakat hadir dalam berbagai pertemuan yang diadakan dengan tingkat kehadiran minimal 75% - Masyarakat aktif memberikan masukan terhadap materi raperda dalam setiap pertemuan - Masukan yang diberikan oleh masyarakat diakomodir - Masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan (musyawarah/voting) - Masyarakat hadir dalam berbagai pertemuan yang diadakan dengan tingkat kehadiran minimal 75% - Masyarakat aktif memberikan masukan terhadap materi raperda dalam setiap pertemuan - Masukan yang diberikan oleh masyarakat diakomodir - Masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan (musyawarah/voting) - Masyarakat hadir dalam pertemuan yang diadakan 3. Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah. Identifikasi faktor ini dilakukan dengan mengevaluasi penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Evaluasi

13 13 ini dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator dan tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya Metode Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan dalam studi ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara semi terstruktur dengan masyarakat yang terlibat dalam proses revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Wawancara dilakukan dengan metode semi terstruktur agar dapat digali sebanyak mungkin informasi dari masyarakat yang terkait dengan penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan revisi ini terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi dan pakar serta masyarakat Punclut Bandung. Uraian mengenai komponen masyarakat yang terlibat dalam revisi perda ini adalah sebagai berikut: Tabel I. 2 Daftar Masyarakat yang Terlibat dalam Revisi Perda No 02 Tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung No Nama Institusi/Lembaga/Perwakilan 1 Wiwiek Pratiwi Arsitektur ITB 2 Hardoyo Direktorat Geologi Bandung 3 Erry Noviar Pusat Penelitian Studi Dampak Lingkungan Hidup (PPSDL) Universitas Padjajaran 4 Daud Silalahi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran 5 Indra Perwira Fakultas Hukum Universitas Padjajaran 6 Lambok Geologi ITB 7 Denny Zulkaidi Planologi ITB

14 14 No Nama Institusi/Lembaga/Perwakilan 8 Iwan P. Kusumantoro Planologi ITB 9 Tjuk Kuswartoyo Arsitektur ITB 10 Mubiar Purwasasmita Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) 11 Sobirin Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) 12 Taufan Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) 13 Rahmat Jabaril Koalisi Masyarakat Bandung Bermartabat (KMBB) 14 Setiadjie Kolektif Ekologi Sosial Studi Hijau Merdeka 15 Prido Bandung Institute of Govermental Studies (BIGS) 16 Dadang Sudarja Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) 17 Dahlan Perwakilan Masyarakat Punclut Bandung 18 Tata Santa Paguyuban Peduli Punclut 19 Deden Perwakilan Masyarakat Punclut Bandung 20 Syahrir Ramdan Forum Silaturahmi Warga Punclut Sumber: Dokumen Kegiatan Panitia Khusus DPRD Kota Bandung; Hasil Wawancara Pra Survey Keseluruhan komponen masyarakat tersebut akan menjadi narasumber dalam pengumpulan data primer. Tahapan survey data primer ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam proses revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung. Hasil survey data primer ini kemudian akan dijadikan dasar dalam memberikan penilaian kepada indikator dan tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.

15 15 Data sekunder yang dibutuhkan dalam studi ini adalah data dan dokumen yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung, dokumen peraturan perundangan mengenai penyusunan peraturan daerah, serta bahan mengenai konsep partisipasi masyarakat. Data dan dokumen ini dibutuhkan untuk dapat merumuskan indikator dan tolok ukur untuk menilai penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung serta untuk dapat mengidentifikasi komponen masyarakat yang terlibat dalam revisi tersebut dan untuk dapat mamahami pelaksanaan revisi perda tersebut. Data sekunder didapatkan dengan studi literatur dan survey instansional Metode Analisis Data Untuk mencapai tujuan studi ini yaitu menemukan faktor-faktor yang menyebabkan tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah, maka metode analisis data yang dilakukan diantaranya adalah: 1. Kajian Deskriptif Pustaka Kajian pustaka dilakukan pada literatur yang berkaitan dengan konsep partisipasi dan konsep evaluasi. Kajian deskriptif ini dilakukan pada buku-buku referensi dan penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan studi ini. Kajian pustaka juga dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pedoman penyusunan peraturan daerah. 2. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Analisis kualitatif dilakukan dengan menganalisis data hasil wawancara yang didapat dari berbagai sumber. Analisis kualitatif ini dilakukan untuk memahami bagaimana proses penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda Kota Bandung no 02 tahun 2004 mengenai RTRW Kota Bandung. Analisis kualitatif ini dilakukan dengan menampilkan hasil wawancara dalam bentuk teks naratif untuk menampilkan informasi yang didapatkan dari masyarakat. Dari teks

16 16 naratif tersebut kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan mencari kata-kata kunci dan mencari keteraturan dari hasil wawancara. Metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pembobotan. Analisis ini memberikan bobot terhadap sesuatu yang dijadikan ukuran penilaian. Dalam studi ini, ukuran penilaian yang digunakan adalah indikator dan tolok ukur. Penggunaan metode analisis kuantitatif ini bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi penyebab tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah. Pengidentifikasian faktor penyebab dilakukan dengan dua langkah, pertama pengidentifikasian calon faktor penyebab yaitu dengan melihat penilaian terhadap tolok ukur. Tolok ukur yang menjadi calon faktor penyebab adalah tolok ukur yang memiliki penilaian yang rendah, sedangkan tolok ukur yang memiliki penilaian yang tinggi tidak dapat dijadikan calon faktor penyebab. Kedua, pengidentifikasian faktor penyebab dengan melihat nilai akhir tolok ukur. Tolok ukur yang memiliki nilai akhir yang besar merupakan faktor penyebab ketidaksesuaian. Nilai akhir tolok ukur dikatakan besar jika nilai tersebut berada di atas atau sama dengan nilai rata-rata nilai akhir, sedangkan nilai akhir dikatakaan rendah jika berada di bawah nilai rata-rata nilai akhir. Secara lebih rinci penjelasan mengenai metode pembobotan dan penilaian tolok ukur yang digunakan akan dibahas dalam sub bab dan sub bab

17 17 Tabel I. 3 Pembobotan Indikator dan Tolok Ukur Evaluasi Penyelenggaraan Partisipasi Masyarakat dalam Revisi RTRW Kota Bandung Indikator Kesesuaian penyelenggaraan penyiapan raperda di tingkat eksekutif dengan konsep partisipasi yang ideal Kesesuaian penyelenggaraan pembahasan raperda di tingkat pansus dengan konsep partisipasi yang ideal Bobot Indikator Kesesuaian penyelenggaraan Rapat Paripurna penetapan raperda 0.05 menjadi perda dengan konsep partisipasi yang ideal Sumber: Hasil Analisis, 2007 Tolok Ukur - Masyarakat hadir dalam berbagai pertemuan yang diadakan dengan tingkat kehadiran minimal 75% - Masyarakat aktif memberikan masukan terhadap materi raperda dalam setiap pertemuan - Masukan yang diberikan oleh masyarakat diakomodir - Masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan (musyawarah/voting) - Masyarakat hadir dalam berbagai pertemuan yang diadakan dengan tingkat kehadiran minimal 75% - Masyarakat aktif memberikan masukan terhadap materi raperda dalam setiap pertemuan - Masukan yang diberikan oleh masyarakat diakomodir - Masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan (musyawarah/voting) - Masyarakat hadir dalam pertemuan yang diadakan Bobot Tolok Ukur Terhadap Indikator Bobot Akhir Tolok Ukur

18 18 Gambar 1.1 Kerangka Berpikir Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan merupakan hak masyarakat Partisipasi masyarakat dalam penyusunan atau revisi peraturan daerah Partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung Masyarakat yang terlibat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung tidak menyetujui hasil revisi tersebut Partisipasi masyarakat dalam revisi perda tentang RTRW Kota Bandung tidak diselenggarakan dengan ideal sesuai dengan konsep partisipasi yang ideal dan sesuai dengan ketentuan partisipasi masyarakat yang terdapat dalam peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah. Mencari faktor-faktor penyebab tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah Evaluasi penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung Identifikasi komponen masyarakat yang terlibat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung Merumuskan kriteria, indikator dan tolok ukur yang digunakan dalam mengevaluasi penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung Identifikasi faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah Analisis dan penilaian terhadap indikator dan tolok ukur Kesimpulan

19 19 Tabel I. 4 Kerangka Pendekatan Studi Tujuan Sasaran Data Yang Dibutuhkan Menemukan faktor faktor penyebab tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah Mengidentifikasi komponen masyarakat yang terlibat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan cara mengkaji dokumen dokumen tentang penyelenggaraan revisi perda tersebut Merumuskan kriteria, indikator dan tolok ukur yang akan digunakan dalam mengevaluasi penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 02 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung Sumber: Hasil Analisis, 2007 Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah - Dokumen laporan kegiatan penyiapan raperda Bappeda Kota Bandung - Dokumen laporan kegiatan Panitia Khusus (Pansus) revisi Perda RTRW Kota Bandung - Dokumen risalah rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung - Undang-Undang no 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan - Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bandung - Literatur mengenai konsep partisipasi masyarakat - Data hasil pembobotan tolok ukur Cara Memperoleh Data Survey instansional Studi literatur - Survey primer: wawancara kepada masyarakat yang terlibat dalam revisi Perda no 2 tahun Analisis Pembobotan Analisis Menelaah dan memahami bagaimana penyelenggaraan partisipasi masyarakat yang terjadi baik dalam tahap penyiapan rancangan perda di tingkat eksekutif maupun dalam tahap pembahasan rancangan perda di tingkat legislatif Melakukan tinjauan terhadap UU no 10 tahun 2004 dan Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bandung untuk merumuskan indikator, dan melakukan tinjauan terhadap konsep partisipasi masyarakat yang ideal dalam rangka merumuskan tolok ukur evaluasi - Menarik suatu kesimpulan berdasarkan hasil wawancara. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan mencari kata-kata kunci dan mengelompokkan data berdasarkan kesamaan jawaban - Melakukan penilaian terhadap tolok ukur berdasarkan data hasil survey sehingga dapat diketahui tolok ukur mana yang memiliki nilai akhir yang rendah

20 Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dalam studi ini terbagi ke dalam lima bab. Pembahasan dalam tiap bab merupakan bagian dari langkah-langkah untuk menjawab tujuan studi ini. Sistematika pembahasan dalam studi ini adalah sebagai berikut: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini menjelaskan dasar teori yang digunakan dalam penelitian, yang berisi penjelasan teoritis tentang konsep partisipasi, konsep evaluasi, serta penetapan kriteria, indikator dan tolok ukur. BAB 3 GAMBARAN UMUM REVISI PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NO 02 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANDUNG Bagian ini berisi penjelasan mengenai gambaran umum kegiatan revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung yang terdiri dari penjelasan mengenai latar belakang dilakukannya revisi, materi-materi yang direvisi, tahapan-tahapan revisi serta gambaran mengenai masyarakat yang terlibat dalam revisi tersebut. BAB 4 EVALUASI PENYELENGGARAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REVISI RTRW KOTA BANDUNG Bagian ini berisi uraian mengenai analisis terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun Analisis yang dilakukan didasarkan pada indikator dan tolok ukur yang telah ditentukan sebelumnya. Bagian ini juga berisi analisis faktor penyebab tidak sesuainya penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang RTRW Kota Bandung dengan dengan konsep partisipasi yang ideal dan peraturan perundangan tentang penyusunan peraturan daerah BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini memuat temuan studi, kesimpulan dari keseluruhan studi yang dilakukan, rekomendasi untuk perbaikan penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi peraturan daerah, serta memuat kelemahan studi dan saran studi lanjutan sebagai studi pendukung penelitian ini.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan terhadap penyelenggaraan partisipasi masyarakat dalam revisi Perda no 2 tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Formulasi Kebijakan Publik Ripley dan David Eastone, yang telah peneliti

BAB VI PENUTUP. Formulasi Kebijakan Publik Ripley dan David Eastone, yang telah peneliti 1 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian dengan tujuan mendeskripsikan proses Formulasi Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan Analisis yang telah peneliti lakukan, maka dapat

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan Analisis yang telah peneliti lakukan, maka dapat 109 VI. SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan Analisis yang telah peneliti lakukan, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai Analisis Proses Perumusan dan Penetapan Kebijakan Rencana

Lebih terperinci

EVALUASI PENYELENGGARAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANDUNG TUGAS AKHIR

EVALUASI PENYELENGGARAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANDUNG TUGAS AKHIR EVALUASI PENYELENGGARAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REVISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANDUNG TUGAS AKHIR Oleh : MISKIYATA HARUM SABRINA 15403039 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 12 TAHUN 2011 T E N T A N G KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Partisipasi politik masyarakat merupakan syarat pokok yang harus dilakukan oleh setiap warga negara terutama pada negara yang menganut paham demokrasi. Tingginya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota. Konsep yang dianut adalah konsep negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Disadari bahwa ketersediaan ruang adalah tidak tak terbatas, oleh karenanya jika pemanfaatan ruang tidak diatur akan mengakibatkan pemborosan ruang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII

Materi Teknis RTRW Kabupaten Pidie Jaya Bab VIII Bab VIII 8.1 KELEMBAGAAN Lembaga penataan ruang memegang peran krusial dalam proses penataan ruang. Hal ini mengingat proses penataan ruang memerlukan lembaga yang kredibel terutama dalam pengendalian

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2009-2014 1. PENGANTAR Proses penyusunan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Garut Tahun 2009-2014 saat

Lebih terperinci

Daftar Pertanyaan Wawancara (Pedoman Wawancara) pada Tahap Formulasi

Daftar Pertanyaan Wawancara (Pedoman Wawancara) pada Tahap Formulasi Daftar Pertanyaan Wawancara (Pedoman Wawancara) pada Tahap Formulasi 1. Menurut anda apa yang dimaksud dengan tata ruang/penataan ruang? 2. Menurut anda apa yang dimaksud dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tertib Dewan serta Penguatan fungsi legislasi, pada Pasal 95 ayat (1),Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Tertib Dewan serta Penguatan fungsi legislasi, pada Pasal 95 ayat (1),Peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Dewan serta

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN.

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN. PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR TAHUN. TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG EVALUASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT PASAL 18 UUD 1945 (3) Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi ke-32 yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002 tanggal 24 September 2002. Secara de jure Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 2 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME KONSULTASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME KONSULTASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG MEKANISME KONSULTASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa guna menindaklanjuti kesepakatan bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia mulai dilaksanakan sejak berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Namun

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM PERDA

KEKUATAN HUKUM PERDA SUBSTANSI PENGERTIAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH PERATURAN DAERAH KEPENTINGAN UMUM PRINSIP PENETAPAN RAPERDA MENJADI PERDA KEKUATAN HUKUM PERDA DASAR PERTIMBANGAN PERDA TAHAP RAPERDA DAN PENETAPANNYA PERSIAPAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Salah satunya adalah terjadinya perubahan sistem pemerintahan

Lebih terperinci

H. Afif Nurhidayat, S.Ag.

H. Afif Nurhidayat, S.Ag. Peran Legislatif dalam mendorong Perda Kabupaten Wonosobo Ramah HAM H. Afif Nurhidayat, S.Ag. Ketua DPRD Wonosobo Disampaikan dalam Workshop Penyusunan Peraturan Daerah Pada Festival Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN II.1 Alasan Menggunakan Penelitian Kualitatif Penelitian lazimnya memiliki dua bentuk penelitian yakni penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif menghendaki

Lebih terperinci

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014 R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014 Memahami jenis-jenis aturan produk hukum eksekutif Memahami substansi dan mekanisme pembentukannya Kasus-kasus

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR.6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I - 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 13 ayat (2) bahwa pemerintah daerah wajib menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pengelolaan sistem pemerintahan, good governance telah menjadi salah satu paradigma dalam penyelenggaran untuk mengelola urusan-urusan publik. Menurut

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG EVALUASI RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG Jalan Sukabumi No. 30 Telp. 022-87243095 Bandung RANCANGAN JADWAL KEGIATAN DPRD KOTA BANDUNG BULAN FEBRUARI TAHUN 2015 BERDASARKAN HASIL RAPAT BAMUS TGL 4 FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di kotakota di Indonesia termasuk kota Bandung. Penanganan dan pengendalian permasalahan persampahan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Hasil wawancara tentang interaksi eksekutif-legislatif dalam perumusan peraturan daerah APBD

Lampiran 2. Hasil wawancara tentang interaksi eksekutif-legislatif dalam perumusan peraturan daerah APBD Lampiran 2. Hasil wawancara tentang interaksi eksekutif-legislatif dalam perumusan peraturan daerah APBD No Informan Hasil Interview Perundang-undangan Sekretariat Daerah Kota Bandar SKPD mengajukan draf

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 151 TAHUN 2000 TENTANG TATACARA PEMILIHAN, PENGESAHAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH I. UMUM Sejalan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 1.1. LATAR BELAKANG Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan pribadi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya kota layak anak. Mewujudkan Kota Layak Anak merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya kota layak anak. Mewujudkan Kota Layak Anak merupakan hak BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa anak merupakan masa depan Bangsa. Anak adalah generasi penerus cita-cita kemerdekaan dan kelangsungan hajat hidup Bangsa dan Negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak dikeluarkannya peraturan tentang otonomi daerah yaitu Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005 P e m e r i n t a h K a b u p a t e n B i m a [ J. S o e k a r n o - H a t t a R a b a - B i m a ] Tentang [Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah] [ T

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat mempercepat terwujudnya

I. PENDAHULUAN. Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat mempercepat terwujudnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undang-Undang No 22 Tahun 1999 menuntut seluruh jajaran pemerintahan di daerah untuk dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Peran Menurut Abdulsyani (1994) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN, RUKUN WARGA DAN RUKUN TETANGGA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI LAPORAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI KE PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PROPERAT Sistem Jaringan Dokumentasi & Informasi ( SJDI ) Hukum Kabupaten Magelang.

PROPERAT Sistem Jaringan Dokumentasi & Informasi ( SJDI ) Hukum Kabupaten Magelang. 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG MEKANISME KONSULTASI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG Menimbang : a. bahwa guna menindaklanjuti kesepakatan bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945. Guna mewujudkan Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa pembentukan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN PROFIL ORGANISASI SEKRETARIAT DEWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN PROFIL ORGANISASI SEKRETARIAT DEWAN KOTA SALATIGA TAHUN 2017 PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN PROFIL ORGANISASI SEKRETARIAT DEWAN KOTA SALATIGA TAHUN 07 s Penjelasan Umum Organisasi ekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Salatiga

Lebih terperinci

PENUTUP. Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, berikut. disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan

PENUTUP. Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, berikut. disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Penerapan fungsi legislasi DPRD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan normatif bahwa pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nom

2016, No Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nom No.1190, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KI. Anggota. Seleksi dan Penetapan. Pelaksanaan. Pedoman. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 12). PERATURAN KOMISI

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES DAN MEKANISME PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 3 PROSES DAN MEKANISME PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 3 PROSES DAN MEKANISME PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN 3.1 PROSES PENYUSUNAN RENCANA Proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten meliputi tahapan-tahapan berikut: - Persiapan penyusunan;

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2007 NOMOR 10 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 10 TAHUN 2007 T E N T A N G PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KAMPUNG DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN TRANSMIGRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa ketimpangan persebaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. GAMBARAN UMUM SEKRETARIAT DPRD KOTA. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota

BAB I PENDAHULUAN 1.1. GAMBARAN UMUM SEKRETARIAT DPRD KOTA. Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1. GAMBARAN UMUM SEKRETARIAT DPRD KOTA BANDUNG Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 03 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2012

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2012 1 PENJELASAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat,

Lebih terperinci

Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober

Majalah Ilmiah DIAN ILMU Vol. 13 No. 1 Oktober PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA BPD DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DESA (Suatu studi kasus di desa Nogosari Kecamatan Rambipuji Kabupaten Jember) Oleh : Kaskojo Adi Tujuan umum negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara

Lebih terperinci

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR LEMBARAN DAERAH NOMOR 36 KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PERENCANAANN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi diawal 1998 dapat dikatakan tonggak perubahan bangsa Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada era Orde Baru, pemerintah daerah tidak mempunyai kemandirian untuk berkembang. Semua kebijakan pemerintah daerah dikontrol oleh pemerintah pusat. Reformasi diawal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 2009 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5004)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA PAREPARE TAHUN ANGGARAN 2015

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA PAREPARE TAHUN ANGGARAN 2015 WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA PAREPARE TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAREPARE, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan. transparansi anggaran sehingga akan memperkuat pengawasan dalam proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya perubahan paradigma sesuai dengan amanat undangundang otonomi daerah menuntut adanya partisipasi masyarakat dan transparansi anggaran sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah desa merupakan simbol formil kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur

Lebih terperinci

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele

Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan mele Struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial suatu masyarakat dapat menciptakan atau melanggengkan demokrasi, tetapi dapat pula mengancam dan melemahkannya. Birokrasi, misalnya dapat menjadi sarana

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Telah ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2007 dan Keputusan Walikota Bandung Nomor 250 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS RAKYAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan

BAB I PENDAHULUAN. diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Legislasi berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 sebagai mana diubah dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, disebutkan sebagai

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

GUBERNUR JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N :

M E M U T U S K A N : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.2/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN FORMULASI, IMPLEMENTASI, EVALUASI KINERJA DAN REVISI KEBIJAKAN PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang a. bahwa Peraturan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 1 PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG TATA LAKSANA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG

11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG 11 LEMBARAN DAERAH Januari KABUPATEN LAMONGAN 1/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR : 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK Oleh Dr. H. Mahi M. Hikmat,M.Si. mmhikmat@yahoo.co.id Perpektif Kebijakan Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada) dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni pemilukada langsung dan pemilukada tidak langsung. Faktor utama yang

Lebih terperinci

Pemilu BKM. Buletin Warta Desa

Pemilu BKM. Buletin Warta Desa Pemilu BKM 3 Minta salah seorang warga menjelaskan tentang hasil FGD Kelembagaan dan FGD Kepemimpinan yang telah dilakukan pada siklus PS, terutama berkaitan dengan: (1) kriteria-kriteria lembaga komunitas

Lebih terperinci

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang BAB IV Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang Tahapan Pilkada menurut Peraturan KPU No.13 Th 2010 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan

Lebih terperinci

BAB III PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA DAN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DI KABUPATEN SUMBAWA

BAB III PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA DAN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DI KABUPATEN SUMBAWA BAB III PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA DAN PROSES PEMBENTUKAN PERATURAN DI KABUPATEN SUMBAWA A. PEMERINTAHAN KABUPATEN SUMBAWA Kabupaten Sumbawa terletak di Propinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas

Lebih terperinci