BAB II PIHAK YANG BERHAK MENGASUH ANAK PADA SAAT TENGGANG WAKTU PENENTUAN HAK HADHANAH ANAK. A. Tinjauan Tentang Hadhanah Menurut Hukum Islam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PIHAK YANG BERHAK MENGASUH ANAK PADA SAAT TENGGANG WAKTU PENENTUAN HAK HADHANAH ANAK. A. Tinjauan Tentang Hadhanah Menurut Hukum Islam"

Transkripsi

1 25 BAB II PIHAK YANG BERHAK MENGASUH ANAK PADA SAAT TENGGANG WAKTU PENENTUAN HAK HADHANAH ANAK A. Tinjauan Tentang Hadhanah Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Hadhanah Adapun dalam Hukum Islampemeliharaan anak dikenal dengan istilah hadhanah. Secara etimologi, hadhanahberarti di samping atau berada di bawah ketiak, 35 sedangkan secara terminologisnya, hadhanah adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdesannya, karena mereka tidak memenuhi keperluannya sendiri. 36 Menurut Ash-sha ani, pemeliharaan anak disebut dengan Al Hadhanah yang merupakan masdar dari kata Alk Hadhanah yang berarti mengasuh atau memelihara bayi (hadhanah ash syabiyya).dalam pengertian istilah hadhanah adalah pemeliharaan anak yang belum mampu berdiri sendiri, biaya pendidikannya dan pemeliharaannya dari segala yang membahayakan jiwanya. 37 Sementara itu menurut Muhammad bin Isma il al- Kahlani, hadhanah adalah memelihara orang yang belum mampu mengurus diri sendiri. 38 Sedangkan menurut 35 AbuYahya Zakaria Anshari, Fathul Wahab, (Beirut: Dar al-kutub, 1997), Juz II.hlm Martiman Prodjohamidjodjo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2002), hlm.65. lihat juga Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, Undang-Undang No.1/1974 Sampai KHI), (Jakarta:Kencana,2004), hlm Ash-sha ani, Subulus Salam, Terjemahan Abubakar Muhammad Jilid 3, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995), hlm Muhammad bin Isma il al- Kahlani, Subulus Salam, Juz 3(Bandung: Dahlan), hlm

2 26 pendapat Syeikh Ibrahim Al-Najuri hadhanah adalah memelihara orang yang tidak mampu mengurus diri sendiri dari sesuatu yang menyakitinya, karena belum dapat membedakan antara yang buruk dengan yang baik. 39 Selanjutnya Wahbah Az-Zuhaili memberi pengertian hadhanah, menurut bahasa, hadhanah berasal dari kata al hidlnu yang berarti samping atau merengkuh ke samping. Adapun secara syara hadhanah artinya pemeliharaan anak bagi anak bagi orang yang berhak untuk memeliharanya. Atau, bisa juga diartikan memelihara atau menjaga orang yang tidak mampu mengurus kebutuhannya sendiri karena tidak mumayyiz seperti anak-anak atau orang dewasa tetapi gila. 40 Menurut Amir Syarifuddin, hadhanah adalah pemeliharaan anak yang masih kecil setelah putusnya perkawinan. 41 Sedangkan Sayyid Sabiq mengemukan bahwa : Hadhanah adalah melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, lakilaki ataupun perempuan atau yang sudah besar tetapi belum tamyiztanpa perintanya, menyediakan sesuatu yang menjadi kebaikannya, menjaga dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri dalam menghadapi hidup dan memikul tanggung jawabnya. 42 Menurut M.Hasballah Thaib, yang dimaksud hadhanah adalah merawat dan mendidik, menjaga dan mengatur orang yang belum mampu mengetahui dirinya sendiri disebabkan gila dan disebabkan masih anak-anak yang belum mumayyiz Syeikh Ibrahim Al-Najuri, Al-Bajuri, Juz 2, hlm. 195, lihat juga H.A Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, (Jakarta:Pustaka Alhusna),1994, hlm Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam (Wa Adillatuhu), Jilid 10, (Depok: Gema Insani, 2007), hlm Amir Syarifuddin, Op.Cit., hlm Sayyid Sabiq, Loc.cit. 43 M.Hasballah Thaib dan H. Marahalim Harahap, Hukum Keluarga dalam Syariat Islam, (Medan: Universitas Al-Azhar, 2010) hlm.189.

3 27 Sementara menurut istilah ahli fiqih, hadhanah berarti memelihara anak dari segala macam bahaya yang mungkin menimpanya, menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya, menjaga makanan dan keberaniannya, mengusahakan pendidikannya hingga ia sanggup berdiri sendiri dalam menghadapi kehidupannya sebagai seorang muslim. 44 Selanjutnya dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hadhanah merupakan suatu kewenangan untuk merawat dan mendidik orang yang belum mumayyiz atau orang yang dewasa tetapi kehilangan akal (kecerdasan berpikirnya).munculnya persoalan hadhanah tersebut adakalanya disebabkan oleh perceraian atau karena meninggal dunia orang tua, sementara si anak belum dewasa dan tidak mampu lagi mengurus diri mereka, oleh karenanya diperlukan adanya orang-orang yang bertanggung jawab untuk merawat dan mendidik anak tersebut. 2. Dasar Hukum Hadhanah Ulama fiqih sepakat bahwa pada prinsipnya hukum memelihara dan mendidik adalah kewajiban bagi kedua orang tua 45, anak yang tidak dipelihara akan terancam keselamatannya, hal merujuk pada ayat Al-Qur an surat at-tahrim ayat 6 yang berarti: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. 46 Selain itu, hal ini dapat kita lihat 44 Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2006), hlm Muhammad Husain Zhabi, Al-Syari ah al- Islamiyah: Dirasah Muqaranah baina Mazahib Sunnah Ea al-mazahab al-ja fariyah, (Mesir: Daral-Kutub al-hadisa, tth), hlm Mushaf, Al-Qu ran dan terjemaah Al-Qu ran Al-Karim, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar, 2009), hlm.560.

4 28 dari dasar hukum hadhanah dalam Islam dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 233, yang artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan carama ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang itu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan walipun berkewajiban demikian.apabila keduanya ingin menyapih (belum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,maka tidak ada dosa bagimu bila kamu memberikan pembayaran menurut patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kerjakan. 47 Selain itu juga terdapat hadist Rasulullah SAW. sebagaimana yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, Al- Baihaqi dan Al-Hakim dari Abdullah bin Amru 48 : Bahwa seorang wanita berkata: ya Rasullulah, sesungguhnya anakku ini, perutku menjadi tempatnya dan payudaraku isapannya dan lambungku menjadi pangkuannya. Ayahnya telah mentalakku dan hendak mengambilnya dariku, maka Rasullulah SAW bersabda: engkau lebih berhak mengasuh/memelihara selama engkau belum menikah. Selanjutnya,di Indonesia ketentuan mengenai hadhanah dapat dilihat pada Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa : 1) Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; 2) Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya; 3) Segala pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. 47 M.Hasballah Thaib dan H.Marahalim Harahap, Loc.Cit. 48 Ash-sha ani.op.cit., hlm.227.

5 29 Hal tersebut di atas juga dijelaskan dalam Undang-Undang Perkawinan Pasal 41 Undang-Undang Perkawinan, yang menyatakan bahwa apabila putusnya perkawinan karena perceraian, maka: 1) Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anakanaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak pengadilan yang memberi keputusan. 2) Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu;bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. 3) Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya pnghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Kemudian juga dipertegas dalam Pasal 45 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang berbunyi: 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya; 2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara orang tua putus. Pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua orang tua, pemeliharaan tersebut meliputi: masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok bagi anak. Jadi meskipun diantara suami istri telah putus ikatan perkawinan diantara mereka namun kewajiban pemeliharaan anak tetap menjadi tanggung jawab keduanya sampai anak di bawah umur tersebut telah dewasa atau mandiri. Islam juga telah mengajarkan kewajiban bertanggung jawab itu secara tegas, sebagaimana dijelaskan pada hadist Rasullulah SAW, yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim, yang artinya berbunyi: Laki-laki wajib memelihara keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban dalam hal itu. Perempuan

6 30 wajib memelihara (segala sesuatu) dalam rumah suaminya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban dalam hal itu Syarat-Syarat Orang Yang Berhak Melaksanakan Tugas Hadhanah Setiap anak yang masih di bawah umur memerlukan orang lain dalam kehidupannya, baik dalam membentuk fisiknya maupun akhlaqnya. Seorang yang melakukan tugas hadhanah anak mempunyai andil dalam hal tersebut, sehingga memerlukan sikap yang arif, perhatian yang penuh dan kesabaran. Menurut M.Hasballah Thaib, karaktertik orang tua ideal bagi anak haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan kepribadian yang yakni: 1. Bertaqwa kepada Allah, 2. Mempunyai sifat ikhlas, 3.Berakhlak mulia, 4. Mempunyai sikap dan berkata benar, 5. Mempunyai sifat adil, 6. Bersikap sopan, 7. Bersisikap sabar, 8.Bersifat pemaaf, 9. Rukun dalam rumah tangga, 10. Memenuhi kebutuhan anak, 11. Membina kreatifitas anak, 12. Berdedikasi mendidik dan bertanggung jawab. 50 Selanjutnya hukum Islam mengemukan ada beberapa persyaratan yang terkait dengan hadhanah atas anak yang harus dimiliki seseorang agar bisa melaksanakan tugas hadhanah,baik wanita maupun laki-laki. Syarat-syarat itu dibagi ulama fiqih dalam tiga katagori, yakni: a. syarat umum untuk wanita dan pria, b. syarat khusus untuk wanita, c. syarat khusus untuk pria 51. a. Syarat umum untuk pria dan wanita yang melakukan hadhanah Adapun syarat umum untuk orang yang dianggap berhak melaksanakan tugas hadhanah atas anak, diantaranya: 49 M. Hasballah dan Zamakhsyari, Pendidikan dan Pengasuhan Anak(Menurut Al-Qur an dan Sunnah), (medan:perdana Mulya Sarana, 2012), hlm Ibid., hlm Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, ( Jakarta: Kencana, 2008), hlm

7 31 1. Berakal Orang gila dan idiot tidak boleh menjadi pelaksana hadhanah karena keduanya juga membutuhkan orang lain untuk mengurus keperluan mereka. Selain itu untuk mengurus diri sendiri saja mereka tidak mampu, apa lagi untuk mengurus keperluan orang lain. Ulama Mahzab Malikiyyah mensyaratkan seorang yang dapat melaksanakan tugas hadhanah haruslah orang cerdas.seorang yang melaksanakan hadhanah tidak boleh orang yang bodoh (idiot) dan boros.tujuannya agar harta milik anak yang dipelihara tidak dibelanjakan untuk hal-hal yang tidak perlu. 52 Jadi apabila seseorang itu tidak berakal maka ia tidak berhak untuk melakukan tugas hadhanah karena ia sendiri tidak dapat mengurus dirinya sendiri, sehingga hanya mereka yang memiliki akal yang dapat melaksanakan tugas hadhanah. 2. Baligh (dewasa) Hendaklah merekayang melakukan tugas hadhanah adalah mereka yang sudah baligh/dewasa, berakal, tidak terganggu ingatannya, karena hadhanah adalah merupakan pekerjaan memerlukan tanggung jawab. Sementara itu ulama Mazhab Malikiyyahmenambahkan agar yang melakukan tugas hadhanah adalah mereka yang tidak memiliki/menderita penyakit menular yang dapat membahayakan mahdhun (anak yang diasuh) Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan) Jilid 10, Terjemahan Abdul Hayyie al-kattani, (Jakarta:Darulfikir, 2011), hlm Muhammad Ibnu Al-Syarbaini, Al-Iqna, (Mesir: Mathba ah al-risalah, tth), Juz II, hlm.150.

8 32 3. Memiliki kemampuan dan kemauan dalam melakukan hadhanah dan mendidik mahdhundan juga tidak terikat dengan suatu perkerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar. Memiliki kemampuan untuk mendidik anak yang dipelihara, dan juga mampu untuk menjaga kesehatan dan kepribadian anak. Jadi orang lemah, baik karena sudah lanjut usia, sakit, maupun sibuk tidak berhak untuk mengurus anak. Wanita yang berkerja diluar rumah (wanita karier) yang sibuk dengan perkerjaannya sehingga tidak memiliki waktu untuk mengurus anak juga tidak termasuk katagori orang yang berhak mengurus hadhanah anak. Akan tetapi jika kerjanya tidak menghambatnya dalam mengurus anak, ia tetap berhak untuk mengurusnya. 54 Jadi wanita yang berkerja diluar rumah masih memenuhi syarat menjadi (pengasuh). 4. Dapat dipercaya memegang amanah dan berakhlak baik Orang yang dapat dipercaya memegang amanah, artinya seseorang yang melakukan hadhanah hendaklah orang yang dapat dipercaya memegang amanah., maka orang yang tidak amanah tidak berhak untuk melakukan hadhanah anak. Adapun yang termasuk dalam katagori tidak amanah adalah orang fasik baik laki-laki ataupun perempuan yang memiliki sifat, apabila dititipkan sesuatu dia tidak pernah menyembunyikannya, suka menipu, suka berkata tidak santun, pemabuk, pezina sering melakukan perbuatan yang dilarang (perkara yang diharamkan oleh Allah SWT). Namun Ibnu Abidin menjelaskan kefasikan yang menghalangi hak untuk 54 Wahbah Az-Zuhaili, Op.Cit, hlm.67.

9 33 mengurus anak adalah kefasikan seorang ibu yang menyia-nyiakan anak, ia tetap berhak melaksanakan hadhanah anak meskipun sudah terkenal fasik, dengan syarat selama si anak belum mencapai usia mampu menggerti kefasikan ibunya. Namun jika sudah mengerti maka anak tersebut harus dijauhkan dari ibunya untuk menyelamatkan masa depan akhlak si anak. Disamping itu bagi laki-laki yang fasik dan pemarah maka ia tidak berhak mengurus hadhanah anak. 55 Ulama Mazhab Malikiyyah mensyaratkan tempat dan lingkungan untuk mengurus hadhanah anak haruslah kondusif.orang yang rumahnya tempat berkumpulnya orang-orang fasik tidak berhak untuk melakukan hadhanah anak, ataupun lingkungan rumah yang membahayakan seperti tempat yang sering terjadi tindakkan kejahatan. 56 Jadi orang melaksanakan tugas hadhanah anak hendaklah orang yang berakhlak mulia karena orang yang rusak akhlaknya tidak dapat memberikan contoh yang baik kepada anak yang diasuh, oleh sebab itu ia tidak layak melakukan tugas hadhanah. 5. Beragama Islam Mereka yang kafir tidak boleh melaksanakan hadhanah anak kecil yang beragama Islam, karena hadhanah itu adalah semacam kekuasaan dan wewenang. Sebagaimana Allah SWT melarang orang kafir (bukan muslim) menguasai orang Islam, yang ditegaskan dalam firmannya Surat An-Nisa ayat 141, yang artinya berbunyi: 55 Ibid. 56 Ibid.

10 34 Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. Namun dalam hal ini para fuqaha berbeda pendapat tentang hal tersebut,boleh atau tidaknya anak diasuh oleh non muslim (tidak beragama Islam). 57 Menurut Mazhab Syafi iyyah dan Mazhab Hambali mensyaratkan bahwa hadhanah atas seorang yang muslimah atau muslim, maka yang berhak untuk melakukan hadhanah adalah haruslah orang yang seagama dengan anak(beragama Islam), karena orang non muslim tidak punya kewenangan dalam mengasuh dan memimpin orang Islam, hal ini sejalan dengan firman Allah SWT Surat An-Nisa ayat 141 tersebut di diatas. Disamping itu juga dikhawatirkan jika yang melaksanakan hadhanah itu bukan muslim, maka akan membawa atau mempengaruhi anak yang diasuh (madhun)masuk ke dalam agamanya.akan tetapi Mazhab Hanafiyyah dan Mazhab Malikiyyah, tidak mensyaratkan yang melaksanakan hadhanah haruslah seorang yang beragamaislam, selama anak itu belum mumayyiz (dibawah umur tujuh tahun).menurut merekahak hadhanah seorang ibu terhadap anaknya yang lahir dari perkawinan secara Islam tidak menjadi gugur disebabkan ibu tidak beragama Islam, kecuali jika anak itu sudah mumayyiz 58. Hal ini berdasarkan sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW, pernah menyuruh anak memilihuntuk berada di bawah asuhan ayahnya yang muslim atau pada ibunya yang musyrik, tetapi anak itu memilih ibunya. Lalu 57 Abdurahman al-juzairi, Kitab al-fiqh ala Mazahib al-araba ah, (Beirut: Dar al-fikr), Jilid IV. hlm , lihat juga: Andi Syamsu Alam dan M.Fauzan, Op.Cit., hlm Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Kencana,2004), hlm.174.

11 35 Rasulullah SAW bersabda: Ya Allah, tunjuki anak itu, condongkan hatinya kepada ayah. Jadi sebaiknya orang yang melaksanakan tugas hadhanah hendaklah orang seagama dengan si anak (beragama Islam), agar anak lebih terpelihara baik secara fisik maupun secara akhlaknya, sehingga tidak menimbulkan mudharat. b. Syarat khusus bagi wanita(hadhinah) yang melaksanakan tugas hadhanah Menurut para ahli fiqih syarat khusus bagi pria yang melaksanakan tugas hadhanah adalah sebagai berikut 59 : 1. Wanita yang melaksanakan hadhanah adalah wanita yang belum kawin lagi setelah putusnya perkawinan dengan suaminya. Artinya jika yang melakukan tugas hadhanah adalah ibu kandung dari anak yang diasuh, disyaratkan tidak menikah dengan lelaki lain. Hal ini sejalan dengan hadist Rasulullah SAW, yaitu: Engkau (ibu) lebih berhak mengasuh anakmu, selama engkau belum kawin dengan lelaki lain. Jadi ibu hanya mempunyai hak hadhanah bagi anaknya selama ia belum kawin dengan laki-laki lain. Hal ini disebabkan dikhawatirkan suami kedua dari si ibu yang tidak merelakan istrinya disibukkan mengurus anaknya dari suami sebelumnya, selain itu biasanya suami kedua cenderung resah dan kurang ikhlas dengan keberadaan anak kecil tersebut bersama ibunya, akibatnya anak akan merasa kurang kasih sayang, tentunya, hal ini akan mempengaruhi psikis anak tersebut. Kecuali jika wanita tersebut menikah lagi dengan kerabat anak yang diasuhnya, maka ia boleh 59 Andi Syamsu dan M. Fauzan, Op. Cit. hlm

12 36 mengasuhnya. Hal ini dikarenakan bila suamidari ibu si anak adalah muhrim anak maka ia akan menyayanginya seperti anaknya sendiri. Sehingga kebersamaan anak tersebut dengan istrinya tidak membuat resah karena adanya hubungan kekerabatan yang dapat menimbulkan kasih sayang Wanita yang melaksanakan tugas hadhanah merupa mahram (wanita yang haram untuk dinikahi) anak, contohnya ibu,nenek, saudara perempuan ibu dan seterusnya. 3. Wanita yang melaksanakan hadhanah adalah wanita yang menyayangi si anak dan memiliki sifat yang baik. Menurut ulama Mazhab Malikiyyah wanita yang mengasuh anak tersebut tidak boleh memiliki sikap yang tidak baik seperti pemarah dan membenci anak tersebut, karena berdampak tidak baik bagi si anak. 4. Apabila anak yang diasuh masih dalam usia menyusui dengan wanita pengasuhnya, tetapi air susunya tidak ada atau wanita yang mengasuh tersebut tidak mau menyusui anaknya, maka ia tidak berhak menjadi pengasuh (melaksanakan tugas hadhanah). Hal ini dikemukan oleh ulama Mazhab Syafi iyyah dan Mazhab Hambali Wanita yang melaksanakan hadhanah adalah wanita yang tidak berhenti melaksanakan tugas hadhanah meskipun tidak diberikan upah hadhanah karena 60 Abdul Majid Mahmud Mathlub, Al-Wajiz fi Ahkam Al-Usrah Al-Islamiyah (Panduan Hukum Keluarga Sakinah), Terjemahan Harits Fadli dan Ahmad Khotib, (Solo: Era Intermedia,2005), hlm Ibid.

13 37 secara ekonomi ayah sianak sedang mengalami kesulitan sehingga tidak mampu membayar upah hadhanah. Syarat ini ditetapkan oleh ulama Mazhab Hanafiyyah. 62 c. Syarat khusus bagi laki-laki (hadhin) yang melaksanakan tugas hadhanah Bagi seorang laki-laki yang melaksanakan tugas hadhanah harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Jika pengasuhnya adalah muhrim Para fuqaha membolehkan laki-laki untuk melaksanakan hadhanahbagi anak perempuan namun haruslah laki-laki yang muhrim bagi si anak, baik anak tersebut masih kecil ataupun telah mumayyiz, baik itu karena tidak ada wanita yang berhak melakukan hadhanah baginya atau mungkin ada tetapi tidak memenuhi kualifikasi hadhanah. Namun menurut ulama Hanafiyyah dan Hambali hendaknya anak perempuan tersebut berusia masih kecil atau jika anak yang hendak diasuh itu cantik parasnya maka usianya maksimal tujuh tahun. Tujuan ini tidak lain agar tidak terjadi khalawat antara keduanya Jika yang mengasuh bukan muhrim Jika orang yang melakukan tugas hadhanah adalah laki-laki yang bukan muhrim bagi anak, maka diperbolehkan dengan syarat pengasuh (laki-laki) tersebut haruslah memenuhi kualifikasi hadhanah, yakni ada wanita bersama lakilaki tersebut yang ikut membantu memelihara anak tersebut Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Syarat Hadhanah 62 Loc, Cit, hlm Ibid. 64 Tuzaemah T. Yanggo, Fiqih Anak, (Metode Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak serta Hukum-Hukum yang Berkaitan dengan Aktifitas Anak), (Jakarta: Al-Mawardi, 2004), hlm.134.

14 38 a. Hal-hal yang mengugurkan hadhanah Menurut ulama Malikiyyah, hak hadhanah gugur dengan 4 (empat) sebab, yaitu: 1. Perginya perempuan (hadhinah) ke tempat yang jauh. Maksudnya perginya hadhin ke tempat yang jauh dengan menempuh jarak lebih dari 133 KM, jika wali dari anak asuh pergi atau hadhinahnya (perempuan yang melaksanakan hadhanah) maka wali dari anak asuh berhak mengambil anak tersebut dari hadhinah, dan gugurlah haknya mengasuh anak, kecuali ia membawa serta anak itu (mahdhun) dalam perjalanan. Ulama Hanafiyyah berpendapat bahwa hak mengasuh anak dianggap gugur jika hadhinah yang berstatus janda pergi ke tempat lain yang jauh, sehingga ayah anak yang diasuh tidak dapat mendatangi anaknya dalam jangka waktu setengah hari, untuk kemudian kembali sampai ke rumah. 65 Adapun bagi hadhinah selain ibu si anak maka haknya gugur hanya dengan berpindah tempat tinggal. Ulama Syafi iyyah berpendapat bahwa hak seseorang untuk mengasuh anak menjadi gugur jika ia pergi dengan niat untuk pindah, baik jaraknya jauh maupun dekat. Ulama Hambali berpendapat bahwa hak mengurusanak gugur jika orang yang mengurusnya berpergian jauh dengan menempuh jarak yang membolehkan shalat qashar Wahbah Az-Zulahaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan) Jilid 10,Terjemahan Abdul Hayyie al-kattani, ( Jakarta:Darul fikir, 2011), hlm Ibid.

15 39 2. Bila ia menderita penyakit yang membahayakan. Hak seseorang dalam melaksanakan tugas hadhanah gugur jika iamenderita penyakit yang membahayakan seperti gila, lepra, dan kusta. Hal ini menurut pendapat ulama Mazhab Hambali. 3. Bila ia fasik atau pengetahuan agamanya kurang Hak seseorang untuk mengurus anak juga gugur jika ia fasik atau pengetahuan agamanya kurang, seperti misalnya ia tidak dapat dipercaya untuk mengurus anak karena tidak tercapainya kemaslahatan dalam asuhannya. Pendapat ini telah disepakati oleh para ulama Bila ia sudah menikah lagi Hak seorang hadhinah (khususnya ibu) jika ia sudah menikah lagi, kecuali jika jika hadhinah menikah dengan muhrim si anak.akan tetapi, jika suami ibu dari anak tersebut memiliki kasih sayang pada anak, maka hak hadhanah ibu tersebut masih berlaku. 68 Berbeda dengan pendapat ulama Mazhab Syafi iyyah, bahwa hak hadhanah ibu gugur secara mutlak disebabkan perkawinannya dengan laki-laki lain, baik laki-laki tersebut memiliki kasih sayang maupun tidak. 69 b. Kembalinya hak melaksanakan tugas hadhanah Meskipun ada hal-hal yang menghalangi seseorang untuk dapat melaksanakan tugas hadhanah atas anak maka hal tersebut dapat dibatalkansebagaimana menurut pendapat para ulama mazhab, yaitu 70 : 67 Saleh Al- Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Terjemahan Abdul Hayyie Al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm Ibnu Qudmah, Al-Mughni, (Beirut: Daral-Kitab Al-Arabi, 1972), Jilid VII, hlm.300. Lihat juga Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan, Op.Cit, hlm Wahbah Az-Zulahaili, Jilid 10, Op.Cit., hlm Op.Cit., hlm. 72.

16 40 1. Menurut ulama Mahzab Malikiyyah Ulma mazhab Malikiyyah, berkata jika hak seorang hadhinah telah gugur karena adanya uzur, seperti sakit, tempat yang membahayakan, pergi atau pindah tempat, dan pergi untuk menunaikan ibadah haji, kemudian uzur itu hilang karena sembuh dari penyakit atau tempatnya sudah aman, atau pulang dari berpergian maka haknya atas hadhanah anak kembali lagi, hal ini karena uzur atau penghalang yang mengugurkan haknya telah hilang.kaidahnya menyebutkan, jika penghalangnya hilang maka sesuatu yang tadinya terlarang menjadi tidak. Selanjutnya jika seorang hadhinah menikah lagi dengan seorang lelaki lain yang bukan muhrimnya dan melakukan hubungan suami istri, atau ia pergi jauh tanpa uzur, kemudian menjanda lagi baik karena perceraian, karena perkawinanya dibatalkan,maupun karena kematian suaminya atau ia kembali lagi dari perjalanan jauh yang tidak ada uzur maka haknya untuk melaksanakan tugas hadhanah tidak kembali lagi meskipun penghalangnya sudah tidak ada. Hal ini dikarenakan gugurnya hak hadhanahitu dari dirinya sendiri dan tidak ada uzur Ulama Mazhab Hanafiyyah, mazhab Syafi iyyah dan Hambali Mereka berpendapat,jika hak hadhinah gugur karena adanya penghalang, namun kemudian penghalang itu hilang maka hak hadhanah anak itu kembali lagi kepadanya, baik penghalang itu karena terpaksa seperti sakitatau penghalang itu karena keinginannya sendiri seperti kawin, berpergian dan fasik. Akan tetapi, menurut Mazhab Hanafiyyah hal itu harus langsung tanpa menunda-nunda waktu 71 Ibid.

17 41 bagi perempuan yang dicerai ba in meski sebelum selesai iddahnya, namun jika dicerai raj i maka ia harus menunggu masa iddahnya dulu. Ulama Mazhab Syafi iyyah berpendapat bahwa wanita yang dicerai masih berhak mengurus hadhanah anaknya secara langgsung sebelum selesai masa iddahnya, dengan syarat mendapat izin dari suami. Namun jika suami tidak memberi izin maka wanita itu tidak berhak atas hadhanah anaknya. 72 Namun hal tersebut berbeda menurut pendapat ulama Mazhab Hambali,bahwa wanita yang dicerai tetap berhak mengurus/melaksanakan tugas hadhanah atas anaknya, meskipun cerai raj i dan belum selesai masa iddahnya. 5. Berakhirnya hadhanah Dalam Hukum Islam belum ada ketentuan mengenai batas waktu berakhirnya hadhanah yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya.hadhanah berhenti apabila anak sudah tidak lagi memerlukan pelayanan, telah dewasa dan dapat berdiri sendiri, serta mampu untuk mengurus kebutuhan pokoknya sendiri, seperti makan, minum, mandi dan berpakaian sendiri 73.Dalam hal ini tidak ada batasan tertentu mengenai waktu berakhirnya, hanya saja ukuran yang dipakai adalah tamyiz dan kemampuan untuk berdiri sendiri.jika si anak telah dapat memenuhi semua ketentuan tersebut, maka masa hadhanah telah habis. 74 hlm Ibid. 73 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 8, Terjemahan Moh. Thaib, ( Bandung :PT. Al-Ma arif, 1997),

18 42 Pemeliharaan atas anak dimulai kelahiran, tetapi dalam hal terjadi perceraian orang tua maka pemeliharaan itu dapat berakhir saat anak tersebut mencapai umur tertentu.namun terhadap hal tersebut para fuqaha berbeda pendapat mengenai berakhirnya hadhanah. Menurut Mazhab Hanafiyyah, berahirnya hadhanah atas seorang anak lakilaki yaitu ketika mencapai umur tujuh tahun, sedangkan untuk anak perempuan saat mencapai umur sembilan tahun.namun menurut Mazhab Syafi iyyah berakhir hadhanah atas anak baik itu anak perempuan ataupun laki-laki saat mereka berumur tujuh tahun,jika anak tersebut telah berusia tujuh tahun atau lebih dan ia telah berakal maka ia dapat memilih dipelihara oleh ayah atau ibunya dengan dua syarat, yakni: a. kedua orang tuanya adalah orang yang memiliki hak asuh pada dirinya; b. anak tersebut memiliki akal yang sehat. 75 Jika anak tersebut adalah anak laki-laki, ia memilih tinggal bersama ibunya, maka ia boleh tinggal bersama ibunya pada malam hari dan bersama ayahnya pada siang hari, agar si ayah bisa mendidiknya. Sedangkan bila ia merupakan anak perempuan dan ia memilih tinggal bersama ibunya, maka ia boleh tinggal bersama ibunya siang dan malam. Namun jika si anak memilih tinggal bersama kedua orang tuanya, maka dilakukan undian, bila si anak diam atau dengan kata lain tidak memilih maka ia ikut bersama ibunya. 76 Selanjutnya Mazhab Hambali sependapat dengan Mazhab Syafi iyyah tentang berahirnya hadhanah atas anak tidak ditentukan, jika seorang anak mumayyiz, maka ia berhak memilih untuk ikut ibu atau 75 Saleh M. Fauzan, Op.Cit. hlm Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terjemahan Masykur A.B, dkk, (Jakarta: Lentera, 2008), hlm. 417.

19 43 ayahnya, kakeknya, neneknya atau siapapun yang dipilihnya 77. Namun Mazhab Malikiyyah berbeda pendapat tentang hal tersebut, menurut Mazhab ini berakhirnya hadhanah anak laki-laki yaitu ketika ia baligh, sedangkan terhadap anak perempuan yaitu hingga ia dicampuri suaminya, kecuali jika ada sesuatu yang ditakutkan setelah baligh, Ibnu Hazm berkata, bahwa seorang ibu berhak melakukan hadhanahterhadap anak laki-laki atau perempuan hingga haid atau bermimpi, disertai dengan mumayyiz dan kesehatan badan. 78 Mengenai batas waktu pemeliharaan anak menurut Pasal 45 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi: 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaikbaiknya. 2) Kewajiban yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Jadi pemeliharaan anak akan terus menjadi tanggung jawab orang tua selama belum berakhirnya masa hadhanah. Hadhanah berakhir apabila anak tersebut telah mandiri atau mampu menghidupi dirinya sendiri. B. Orang Yang Berhak Mengasuh Anak Pada Saat Tenggang Waktu Penentuan Hak Hadhanah Anak 1. Urutan Orang-Orang Yang Berhak Melaksanakan tugas Hadhanah Pada dasarnya pelaksana hadhanah dalam keluarga adalah suami isteri atas hadhanah anak-anaknya. Apabila karena adanya sesuatu hal yang menyebabkan 77 Jail Mubarok, Pengadilan Agama di Indonesia, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm Yusuf Qasim, Huquq Al-Usrah, hlm. 398, Lihat juga Abdul Majid Mahmud Matyhlub, Panduan HUkum Keluarga Sakinah, TerjamahanHarits Fadly dan Ahmad Khotib, (Solo: Era Intermedia, 2005), hlm. 596.

20 44 orang tua tidak dapat melaksanakan hadhanah, maka hadhanah terhadap anaknya itu diserahkan kepada orang lain dalam lingkungan keluarga yang sekiranya mampu dan memenuhi syarat untuk melaksanakan hadhanah tersebut. Menurut Ibnu Rusyd, hadhanah diberikan berdasarkan kedekatan dan kelemah lembutan bukan dengan dasar kekuatan perwalian, seperti nikah, mawali, wala, walad dan warisan. 79 Bisa saja orang tidak mewarisi tetapi berhak hadhanahseperti orang yang diberi wasiat, adik perempuan ayah, adik perempuan ibu, anak saudara laki-laki dan anak saudara perempuan. 80 Sementara menurut Al Hamdanibahwa orang yang berhak pengasuhan anak adalah orang yang lebih mampu mengasuh dan mendidik anak tersebut, karena orang yang mengabaikan pemeliharaan anak atau tidak bertanggungjawab terhadap anak tidak layak mendapatkan hak pengasuhan anak. 81 Ulama memberikan urutan dan skala prioritas hak hadhanah atas anak bagi para wanita, sesuai dengan kemaslahatan anak tersebut.menurut mereka naluri keibuan lebih sesuai untuk merawat dan mendidik anak, serta adanya kesabaran dalam menghadapi permasalahan kehidupan anak-anak lebih tinggi dibanding kesabaran seorang laki-laki. Selanjutnya ulama fiqih juga mengemukan bahwa apabila anak tesebut telah mencapai usia tertentu, maka pihak laki-laki dapat dianggap lebih sesuai dan lebih mampu untuk merawat, mendidik, dan menghadapi berbagai persoalan anak 79 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Jilid II, Terjemahan Imam Ghazali Said, (Jakarta:Pustaka Amani, 2007), hlm Ibnu Rusyd, Maqaddimah Ibn Rusyd, Juz II, (Darul Fikr, tth), hlm Al Hamdani, Risalah Nikah, Terjemahan Agus Salim, Jakarta: Pustaka Amani, 1989), hlm. 265.

21 45 tersebut sebagai pelindung.oleh sebab itu maka ulama fiqih lebih mendahulukan kaum wanita daripada kaum pria. 82 Urutan mereka yang berhak melaksanakan tugas hadhanah anak, menurut ulama fiqih adalah sabagi berikut: 1) Ibu dari si anak;ibu lebih berhak mengasuh anak apabila terjadi perceraian atau meninggalnya suaminya, sebab ia merupakan orang yang paling sayang dan lembut terhadap si anak daripada orang lain. Hal ini juga diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan, bahwa seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW, kemudian berkata, wahai Rasulullah,sesungguhnya anak laki-lakiku ini,baginya perutku itu waddah, kamarku itu hawa, dan kedua putting susuku itu minuman, namun bapaknya menceraikanku dan ingin merebutnya dariku. Selanjutnya Rasulullah bersabda, kamu lebih berhak atasnya, sepanjang kamu tidak menikah lagi.namun hak hadhanah ibu atas anaknya dapat beralihkarena disebab ibu penzina, pencuridanistri yang telah menikah lagi dengan laki-laki yang bukan muhrim dari anak yang diasuh. 83 Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pengasuhan anak berada ditangan ibunya, selama tidak ada sesuatu alasan yang dapat menghalangi si ibu melakukan pekerjaan pengasuhan anak.membentuk anak-anak agar menjadi manusia dalam arti yang sesungguhnya adalah tujuan dari pendidikan Islam. Oleh karena itu, 82 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu (Hak-Hak Anak, Wasiat, Wakaf, Warisan) Jilid 10,Terjemahan Abdul Hayyie al-kattani, (Jakarta:Darul fikir, 2011) hlm Abdul Majid Mahmud Mathlub, Al-Wajiz fi Ahkam Al-Usrah Al-Islamiyah (Panduan Hukum Keluarga Sakinah), Terjemahan Harits Fadli dan Ahmad Khotib, (Solo: Era Intermedia, 2005), hlm. 585.

22 46 untuk mencapai tujuan dimaksud diperlukan pembinaan dan pemeliharaan yang tepat, karena anakmerupakan potensi bangsa dan agama sehingga perlu dikembangkan untuk kematangan pribadinya. 2) Jika hak hadhanah seorang ibu telah gugur, maka hak pengasuhan anak pindah kepada ibunya istri (nenek si anak). Selain itu, seorang nenek adalah keluarga terdekat setelah ibu. Selanjutnya biasanya nenek lebih menjaga dan menyayangi anak yang diasuhnya dibanding yang lainnya. 84 3) Selanjtunya setelah hak asuh ibu dan nenek (ibu dari ibu) tiada, maka hak tersebut di ambil alih oleh nenek (ibu dari ayah) dari anak tersebut. 85 Penyebab nenek dari ibu (ibu dari ibu) lebih diutamakan dari pada nenek dari ayah (ibu dari ayah), meskipun kedua-duanya sama-sama dekat namun karena nenek dari ibu merupakan kerabat dari ibu sianak, sedangkan hak hadhanah atas anak lebih diutamakan pada garis keturunan ibu, sehingga kerabat dari ibu lebih diutamakan dibanding kerabat dari pihak ayah. 86 Namun hal yang berbeda dikemukan oleh Saleh.Al- Fauzan, menurutnya jika setelah hak asuh ibu dan nenek (ibu dari ibu) tiada, maka hak tersebut diambil ahli oleh ayah kandung si anak. Hal ini karenaayah juga memiliki kedekatan dengan anaknya di banding yang lain setelah ibu dan nenek Al- Fauzan Saleh Fiqih Sehari-hari, Terjemahan Abdul Hayyie Al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm Wahbah Az-Zuhaili, Jilid 10, Op.Cit. hlm Ibid. 87 Al- Fauzan Saleh, Loc.cit.

23 47 4) Setelah orang-orang telah di sebutkan di atas gugur haknya, maka yang seterusnya yang melaksanakan tugas hadhanah adalah saudara kandung perempuan dari ibu si anak. Sebab, mereka memiliki hubungan yang lebih kuat dengannya dalam masalah warisan. 88 5) Kemudian baru saudara perempuan seibu, yang dianggap keibuan, sebab ibu lebih diutamakan dibandingkan ayah, baru kemudian saudara perempuan seayah. 6) Anak perempuan dari saudara perempuan sekandung selanjutnya barulah anak perempuan dari saudara seayah. 7) Bibi yang sekandung dengan ayah 8) Bibi yang seibu dengan ayah 9) Bibi yang seayah dengan ayah 10) Bibinya ibu dari pihak ibunya 11) Bibinya ayah dari pihak ibunya 12) Bibinya ibu dari pihak ayahnya 13) Bibinya ayah dari pihak ayah. Namun hal berdbeda dikemukan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah ia berkata, bahwa: Bibi dari ayah itu lebih utama dari bibi yang berasal dari pihak ibu.demikian pula wanita dari pihak ayah lebih utama dari wanita dari pihak ibu.maka, mereka lebih berhak mengasuh anak dibanding wanita dari pihak ibu. Karena hak perwalian ada pada pihak sang ayah. Demikian pula kerabatnya.walaupun, itu dengan ayah kandungnya sendiri.dalam syariah di sebutkan bahwa bibinya Hamzah didahulukan dari bibinya Shafiyah.Oleh karena Shafiyah sendiri tidak 88 Saleh.Al- Fauzan, Op.Cit.hlm.751.

24 48 memintanya, sedang Ja far telah meminta untuk menjadi wakil dari bibinya Hamzah.Maka jika dia tidak ada, tetap seperti ini. 89 Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa, Semua dasar syariat menyebutkan bahwa kerabat ayah itu harus didahulukan daripada kerabat ibu. Barangsiapa yang mendahulukan kerabat ibu daripada kerabat ayah dalam hak asuh anak, maka ia telah menyalahi ushul dan syariah. 90 Jika anak tersebut tidak mempunyai kerabat perempuan dari kalangan mahram di atas, atauada tapi tidak memenuhi syarat untuk melakukan pemeliharaan atas anak, maka hak hadahanah atas anak tersebut dapat beralih kepada kerabat lakilaki yang masih mahramnya atau memilih hubungan darah. Hak hadhanah anak beralih kepada 91 : 14) Kakek dari pihak ayah dan terus ke atas ( ayah dari ayah si anak) 15) Saudara laki-laki sekandung 16) Saudara laki-laki seayah 17) Saudara laki-laki dari saudara laki-laki sekandung 18) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah 19) Paman yang sekandung dengan ayah 20) Paman yang seayah dengan ayah 21) Pamannya ayah yang sekandung 22) Pamannya ayah yang seayah dengan ayah Jika tidak ada seorangpun kerabat dari muhrim laki-laki tersebut di atas maka hak hadhanah beralih pada muhrim-muhrimnya yang laki-laki selain kerabat dekat yaitu diantaranya 92 : 23) Ayah ibu (kakek) 89 Ibid. 90 Ibid. 91 Abdul Majid Mahmud Mathlub, Op.Cit, hlm Ibid.

25 49 24) Saudara laki-laki seibu 25) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu 26) Paman yang seibu dengan ayah 27) Paman yang sekandung dengan ibu 28) Paman yang seayah dengan ibu 29) Paman yang seayah dengan ayahe Akan tetapi jika anak tersebut tidak mempunyai kerabat baik dari sisi ibu maupun sisi ayah, maka hakim yang akan menunjuk seorang wanita yang sanggup dan patut mengasuh serta mendidiknya. 93 Sementara urutan mereka yang berhak melaksanakan tugas hadhanah dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 156 yang berbunyi: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: 1. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: a. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; ayah; b. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah; c. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; d. Wanita- wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah. 2. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayahatau ibunya; 3. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaann kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula; 4. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun). 5. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf (a),(b), dan (d); 93 Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam,( Jakarta:Al-Hidayah, 1968), hlm.395.

26 50 6. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. Maksud dari urut-urutan ini adalah agar hadhanah anak tetap bersama kerabatnya sehingga ia tidak merasa asing hidup dalam sebuah rumah tangga. Selanjutnya tujuan dari urutan ini dalam rangka menjaga sistem mahram bagi seorang muslim, apalagi bila nanti sudah dewasa, tidak boleh berkhalwat bersama seorang dari lain jenis yang bukan dari mahramnya. Urutan mereka yang melaksanakan tugas hadhanah, yang satu lebih diutamakan daripada yang lain juga mendahulukan para wali sianak karena wewenang mereka untuk memelihara anak kecil, jadi jika para walinya sudah tidak ada, atau ada tapi ada sesuatu alasan yang mencegah untuk melakukan tugas hadhanah ini, maka berpindahlah ia ke tangan kerabat lainnya yang lebih dekat. 2. Pihak Yang Berhak Mengasuh Anak Pada Saat Tenggang Waktu Penentuan Hak Hadhanah Anak Secara syari'at, hak hadhanah anak berada dipihak ibu, apalagi jika si anak dalam usia yang masih di bawah umur dan menyusui. Secara hukum positif maupun ketentuan Hukum Islam juga mendukung bahwa seorang ibu memiliki hak hadhanah anak yang diutamakan.adapun sebab hak hadhanah anak lebih diutamakan berada pada ibu, karena ibu pada dasarnya memiliki sifat sabar, lembut, waktu yang cukup untuk mengasuh, dan lebih menyayangi serta cinta pada anaknya.sebaliknya, seorang bapak memiliki kewajiban merawat anak-anaknya. jika siibu tidak memenuhi syarat untuk melakukan tugas hadhanah. Begitu juga sebenarnya denganorang yang lebih

27 51 berhak mengasuh anak saat tenggang waktu penentuan hak hadhanah adalah ibu dari si anak atau bila ibu tidak ada, maka kerabat dari garis keturunan ibu dapat menggantikannya. 94 Hal ini sejalan dengan hak hadhanah atas anak yang belum mumayyiz yang diutamakan kepada ibu. Namun apabila saat terjadi sengketa hadhanah anak tersebut berada pada ayahnya maka tidak dapat dilakukan sertamerata pengambilan anak dari si ayah secara paksa, oleh karenanya anak tidak mungkin dipaksakan karena akan sulit dilaksanakan dan menyangkut perasaan anak perlu diperhatikan. hal ini dikhawatirkan dapat menganggu psikologi si anak, sehingga diutamakan kepentingan anak (for the best interest of the child), 95 sehingga si anak dapat berada dalam pengawasan ayahnya sampai hakim menentukan siapa yang berhak melaksanakan tugas hadhanah atas anak tersebut. Maka jelaslah bahwa jika terjadi perselisihan tentang hak hadhanah pada saat belum adanya keputusan tentang siapa yang lebih berhak untuk melaksanakan tugas hadhanah atas anak-anak yang masih di bawah umur berada pada ibu kandung dari si anak namun demikan bukan berarti si ayah tidak berhak memelihara anak tersebut untuk sementara, jika saat tersebut si anak sudah terlanjur berada dalam perawatan si ayah, baik itu karena keinginan si anak sendiri ataupun karena suatu keadaan tertentu, maka si anak boleh berada dalam perawatan/pemeliharaan si ayah sampai hakim memutuskan siapa yang lebih berhak diantara keduanya. 94 Hasil Wawancara dengan Mucsin, Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Kab.Simeulue, Tanggal 21 Mei Hasil Wawancara dengan Mardiah, Hakim Mahkamah Syar iyah Sinabang, Tanggal17 Mei 2013.

28 52 Didahulukannya seorang ibu untuk mengasuh anaknya, karena sang ibu biasanya lebih dekat dan lebih sayang terhadap anak yang dilahirkannya. Seorang ayah pun tetap tidak bisa menyamai kasih sayang seorang ibu bahkan dari istri si ayah sekalipun.ibnu Abbas juga pernah berkata kepada seorang laki-laki, bau ibunya, tempat tidurnya dan asuhanya, lebih baik untuk anak itu daripada kamu, kecuali anak tersebut tidak menyukainya dan menentukan pilihannya sendiri Saleh Al-Fauzan, Op.Cit.,hlm. 750.

BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH. yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. 1

BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH. yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. 1 BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH A. Pengertian dan Dasar Hadhanah Dalam istilah fiqh digunakan dua kata namun ditujukan untuk maksud yang sama yaitu kafalah dan hadhanah. Yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ) diambil dari kata ( berusaha mendidiknya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk

BAB II LANDASAN TEORI. ) diambil dari kata ( berusaha mendidiknya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk 18 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian H}ad}anah Kata ( ) diambil dari kata ( ) yang artinya pendamping.jika ditinjau dari segi syara, maka artinya menjaga dan mengasuh anak kecil atau yang senada dengannya

Lebih terperinci

HAK ASUS ANAK : SUATU ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH SYAR IYAH LANGSA TENTANG PENGALIHAN HAK ASUH ANAK. Oleh : Fakhrurrazi 1 dan Noufa Istianah 2

HAK ASUS ANAK : SUATU ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH SYAR IYAH LANGSA TENTANG PENGALIHAN HAK ASUH ANAK. Oleh : Fakhrurrazi 1 dan Noufa Istianah 2 HAK ASUS ANAK : SUATU ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH SYAR IYAH LANGSA TENTANG PENGALIHAN HAK ASUH ANAK Oleh : Fakhrurrazi 1 dan Noufa Istianah 2 Abstrak Dalam pembahasan ini peneliti memfokuskan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Al- Fauzan, Saleh.Fiqih Sehari-Hari, Terjemahaan Abdul Hayyie Al-Kattani, Jakarta: Gema Insani, 2006.

DAFTAR PUSTAKA. Al- Fauzan, Saleh.Fiqih Sehari-Hari, Terjemahaan Abdul Hayyie Al-Kattani, Jakarta: Gema Insani, 2006. 124 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Abbas, Syarizal. Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum Nasional. Jakarta: Prenada Group, 2009. Al- Fauzan, Saleh.Fiqih Sehari-Hari, Terjemahaan Abdul

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum. Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak

BAB IV. Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum. Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak BAB IV Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak Perspektif Fiqh dan Hukum Positif Berdasarkan Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2011

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB II KONSEP HADLÂNAH DALAM PERSEPEKTIF FIQIH. Secara etimologi kata hadlânah berasal dari bahasa Arab yaitu akar kata

BAB II KONSEP HADLÂNAH DALAM PERSEPEKTIF FIQIH. Secara etimologi kata hadlânah berasal dari bahasa Arab yaitu akar kata BAB II KONSEP HADLÂNAH DALAM PERSEPEKTIF FIQIH A. Pengertian Hadlânah Secara etimologi kata hadlânah berasal dari bahasa Arab yaitu akar kata dari ح ض ن ي ح ض ن - ح ض ن ا yang artinya asuh, mengasuh, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar 29 BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR A. Pengertian Ijbar Ijbar berarti paksaan, 1 yaitu memaksakan sesuatu dan mewajibkan melakukan sesuatu. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan menimbulkan kewajiban nafkah atas suami untuk istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH.

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH. I. PENDAHULUAN Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah seorang suami-istri. Inlah yang sebenarnya dikehendaki oleh agama Islam. Namun dalam keadaan tertentu terdapat

Lebih terperinci

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT menciptakan manusia laki-laki dan perempuan yang diciptakan berpasang-pasangan. Maka dengan berpasangan itulah manusia mengembangbiakan banyak laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI A. Pertimbangan Hakim Mengabulkan Cerai Gugat dengan Sebab Pengurangan Nafkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan yang suci antara pria dan wanita dalam suatu rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lebih terperinci

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan: PEMBAGIAN WARISAN Pertanyaan dari: EJ, di Cirebon (nama dan alamat diketahui redaksi) (Disidangkan pada Jum at, 13 Zulqa'dah 1428 H / 23 November 2007 M) Pertanyaan: Sehubungan kami sangat awam masalah

Lebih terperinci

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS 23 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS A. Pengertian Waris Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris kepada ahli waris dikarenakan

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB II KARAKTER HADHANAH PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN DARI TAHUN Perceraian Dan Akibat Hukum Terhadap Anak

BAB II KARAKTER HADHANAH PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN DARI TAHUN Perceraian Dan Akibat Hukum Terhadap Anak BAB II KARAKTER HADHANAH PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MEDAN DARI TAHUN 2010-2012 1. Perceraian Dan Akibat Hukum Terhadap Anak a. Perceraian Sesuai dengan prinsipnya perkawinan itu untuk selama-lamanya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Negara Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, upaya tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV HUKUM PERKAWINAN BAGI PENDERITA PENYAKIT IMPOTENSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Analisis Pandangan Hukum Islam Dan Imam Madzhab Terhadap Perkawinan Bagi Penderita Impotensi Dalam sebuah perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab

BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM.. yang berarti jual atau menjual. 1. Sedangkan kata beli berasal dari terjemahan Bahasa Arab RASCAL321RASCAL321 BAB II KONSEPSI DASAR TENTANG JUAL BELI DALAM ISLAM A. Pengertian Jual Beli Seperti yang kita ketahui jual beli terdiri dari dua kata yaitu jual dan beli. Jual berasal dari terjemahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK JUAL BELI EMAS DI TOKO EMAS ARJUNA SEMARANG A. Analisis Praktek Jual Beli Emas di Toko Emas Arjuna Semarang Aktivitas jual beli bagi umat Islam sudah menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 A. KELUARGA Untuk membangun sebuah keluarga yang islami, harus dimulai sejak persiapan pernikahan, pelaksanaan pernikahan, sampai pada bagaimana seharusnya suami dan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK LELANG UNDIAN DALAM PENYEWAAN TANAH KAS DESA DI DESA SUMBERAGUNG KECAMATAN NGRAHO KABUPATEN BOJONEGORO Dari bab sebelumnya, penulis telah memaparkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk

Lebih terperinci

HAK PEMELIHARAAN ATAS ANAK (HADHANAH) AKIBAT PERCERAIAN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF

HAK PEMELIHARAAN ATAS ANAK (HADHANAH) AKIBAT PERCERAIAN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF HAK PEMELIHARAAN ATAS ANAK (HADHANAH) AKIBAT PERCERAIAN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF Oleh : Prihatini Purwaningsih Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Ibn Khaldun Bogor Abstrak Perceraian bukanlah halangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kewajiban memberikan nafkah pemeliharaan anak tersebut. nafkah anak sebesar Rp setiap bulan.

BAB V PENUTUP. kewajiban memberikan nafkah pemeliharaan anak tersebut. nafkah anak sebesar Rp setiap bulan. 70 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan-pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini, dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim untuk

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH DALAM HUKUM ISLAM. Fasakh artinya putus atau batal. Menurut bahasa kata fasakh berasal

BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH DALAM HUKUM ISLAM. Fasakh artinya putus atau batal. Menurut bahasa kata fasakh berasal BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG FASAKH NIKAH DALAM HUKUM ISLAM A. FASAKH NIKAH 1. Pengertian Fasakh Nikah Fasakh artinya putus atau batal. Menurut bahasa kata fasakh berasal dari bahasa arab - - yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun arti dari pada talak adalah membuka ikatan membatalkan perjanjian. Sedangkan furqah artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah dalam dua jenis yaitu laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah dalam dua jenis yaitu laki-laki dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan.penciptaan dua jenis makhluk ini nantinya akan hidup bersama dalam ikatan perkawinan. Tujuan

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB PEMBATALAN HAK ASUH TERHADAP ANAK-ANAK YANG MASIH DIBAWAH UMUR

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB PEMBATALAN HAK ASUH TERHADAP ANAK-ANAK YANG MASIH DIBAWAH UMUR 33 BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB PEMBATALAN HAK ASUH TERHADAP ANAK-ANAK YANG MASIH DIBAWAH UMUR A. Pengertian Dan Syarat-Syarat Hak Asuh Anak Pada kenyatannya seorang anak memerlukan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : :

E٤٨٤ J٤٧٧ W F : : [ ] E٤٨٤ J٤٧٧ W F : : MENGHORMATI ORANG LAIN "Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang muda dari kami." Orang yang paling pantas dihormati dan dihargai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia diciptakan berpasangan antara laki-laki dengan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia diciptakan berpasangan antara laki-laki dengan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Segala sesuatu di dunia diciptakan berpasang-pasangan, demikian juga dengan manusia diciptakan berpasangan antara laki-laki dengan perempuan dalam ikatan pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Sebab di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN. 1) Mengetahui atau mengepalai, 2) Memenangkan paling banyak, 3) 12 A. Terminologi Pemimpin BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMIMPIN Pemimpin dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti: 1) Orang yang memimpin. 2) Petunjuk, buku petunjuk (pedoman), sedangkan Memimpin artinya:

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berkembang, dimana saat ini Indonesia mengerahkan segala

BAB I PENDAHULUAN. merupakan negara berkembang, dimana saat ini Indonesia mengerahkan segala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Zaman modern seperti saat ini terjadi persaingan dari berbagai negara maju baik dalam ilmu pendidikan, kesehatan, teknologi, agama dan lain sebagainya. Begitupun dengan

Lebih terperinci

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM Pendahuluan Oleh : Drs. H. Chatib Rasyid, SH., MH. 1 Hukum waris dalam Islam adalah bagian dari Syariat Islam yang sumbernya diambil dari al-qur'an dan Hadist Rasulullah

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA A. Analisis Tradisi Pelaksanaan Kewarisan Tunggu Tubang Adat Semende di

Lebih terperinci

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN

MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP LARANGAN NIKAH MENTELU DI DESA SUMBEREJO KECAMATAN LAMONGAN KECAMATAN LAMONGAN KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR A. Analisis Hukum Islam Terhadap Alasan Larangan Nikah

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

I TIKAF. Pengertian I'tikaf. Hukum I tikaf. Keutamaan Dan Tujuan I tikaf. Macam macam I tikaf

I TIKAF. Pengertian I'tikaf. Hukum I tikaf. Keutamaan Dan Tujuan I tikaf. Macam macam I tikaf I TIKAF Pengertian I'tikaf Secara harfiyah, I tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Dengan demikian, I tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH 75 BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Pendapat Hakim Tentang Status Istri Setelah

Lebih terperinci

Nafaqah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam

Nafaqah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam 26 BAB II PEMBAHASAN UMUM TENTANG NAFKAH IDDAH DAN MUT AH A. NAFKAH IDDAH 1. Pengertian nafkah iddah Nafkah adalah pemberian berupa harta benda kepada orang yang berhak menerimanya, seperti: istri, anak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Pembatalan Perkawinan 1. Pengertian pembatalan perkawinan Yaitu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan. Pengertian Mawaris Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah 'berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TENTANG IZIN POLIGAMI A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Alasan-Alasan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pasuruan Fitrah yang diciptakan Allah atas manusia mengharuskan

Lebih terperinci

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK Keluarga kecil (Small Family) adalah kumpulan individu yang terdiri dari orang tua (Bapak Ibu) dan anak-anak. Dalam Islam, hubungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut

Lebih terperinci

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI NAFKAH MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA A. Tinjuan Hukum Islam Terhadap Penarikan Kembali

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA

BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA BAB IV ANALISIS TERHADAP STATUS NASAB DAN KEWAJIBAN NAFKAH ANAK YANG DI LI AN AYAHNNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA INDONESIA A. Status Nasab Dan Kewajiban Nafkah Anak Yang Di Li an Menurut Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. BAB IV ANALISIS A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Di dalam Undang-Undang Perkawinan tidak mengatur masalah nafkah secara terperinci.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Perceraian a. Pengertian Perceraian Perceraian sering diartikan oleh masyarakat luas adalah suatu kegagalan yang terjadi di rumah tangga. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto

Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain. Oleh: Muhsin Hariyanto Menggapai Ridha Allah dengan Birrul Wâlidain Oleh: Muhsin Hariyanto AL-BAIHAQI, dalam kitab Syu ab al-îmân, mengutip hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Abdullah ibn Amr ibn al- Ash: Ridha Allah bergantung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II PERCERAIAN, NAFKAH DALAM KELUARGA DAN H{A<D{ANAH

BAB II PERCERAIAN, NAFKAH DALAM KELUARGA DAN H{A<D{ANAH BAB II PERCERAIAN, NAFKAH DALAM KELUARGA DAN H{A

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI A. Analisis Terhadap Deskripsi Pembagian Warisan Oleh Ibu Senen dan Bapak Kasiran Kepada Ahli Waris Pengganti Di Desa Kasiyan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU. Khairuddin Tahmid., Moh Bahruddin, Yusuf Baihaqi, Ihya Ulumuddin,

BAB IV ANALISIS. A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU. Khairuddin Tahmid., Moh Bahruddin, Yusuf Baihaqi, Ihya Ulumuddin, BAB IV ANALISIS A. Batasan Usia dan Hukuman Penjara Bagi Anak Menurut Ulama NU Lampung Berkaitan dengan siapa yang dimaksud dengan anak, dari semua pendapat yang didapat oleh penulis dari para narasumber

Lebih terperinci

Prosiding Peradilan Agama ISSN:

Prosiding Peradilan Agama ISSN: Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Analisis Pendapat Imam Syafi i terhadap Pasal 116 (Huruf E) KHI Tentang Kriteria Cacat Badan atau

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama. BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota Banjarmasin tentang harta bersama. a. Harta bersama menurut pendapat ulama Muhammadiyah kota Banjarmasin. - Harta

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hakum yang Digunakan oleh Majlis Hakim dalam H{Ad{A>Nah Anak kepada Ayah karena Ibu Wanita Karir.

BAB IV. A. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hakum yang Digunakan oleh Majlis Hakim dalam H{Ad{A>Nah Anak kepada Ayah karena Ibu Wanita Karir. BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA NOMOR 2339/PDT.G/2005/PA.SBY TENTANG H{AD{A>NAH ANAK KEPADA AYAH KARENA IBU WANITA KARIR A. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hakum

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 5667/PDT.G/2013/PA. Kab Mlg TENTANG PENAMBAHAN NAFKAH ANAK SETIAP PERGANTIAN TAHUN

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 5667/PDT.G/2013/PA. Kab Mlg TENTANG PENAMBAHAN NAFKAH ANAK SETIAP PERGANTIAN TAHUN BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO. 5667/PDT.G/2013/PA. Kab Mlg TENTANG PENAMBAHAN NAFKAH ANAK SETIAP PERGANTIAN TAHUN A. Analisis Terhadap Dasar Putusan Hakim Pengadilan Agama Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung

Lebih terperinci