IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN"

Transkripsi

1 43 IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Cianjur Secara geografis Kabupaten Cianjur berada di tengah propinsi Jawa Barat, memanjang dari utara ke selatan dengan jarak sekitar 65 Km dari ibukota propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 120 Km dari ibukota negara (Jakarta) dan terletak diantara 06 O 21 '- 7 O 25' Lintang Selatan (LS) dan 106 O 42' O 25' Bujur Timur (BT). Secara administrasi di sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Bogor dan kabupaten Purwakarta, di sebelah timur dengan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, di selatan Samudra Indonesia dan di sebelah barat dengan Kabupaten Sukabumi. Wilayah kabupaten Cianjur meliputi areal seluas hektar terdiri dari 32 kecamatan, 6 kelurahan dan 348 desa. Masing-masing wilayah mempunyai ciriciri khusus balk dari segi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Berdasarkan wilayah pembangunan kabupaten Cianjur secara geografis terbagi dalam tiga wilayah pengembangan yaitu wilayah pengembangan utara (WPU), wilayah pengembangan tengah (WPT) dan wilayah pengembangan selatan (WPS). Masing-masing wilayah mempunyai ciri-ciri khusus baik dari segi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya. Sumber daya alam dapat dibedakan berdasarkan topografi, jenis tanah, iklim, dan lainnya, sedangkan sumberdaya manusia dibedakan dari jumlah penduduk dan tingkat pendidikan. 1. Wilayah pengembangan utara, merupakan dataran tinggi yang terletak di kaki Gunung Gede yang sebagian besar merupakan daerah dataran tinggi dan sebagian lagi merupakan dataran untuk areal perkebunan dan persawahan. 2. Wilayah pengembangan tengah, merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dengan keadaan struktur tanahnya labil sehingga sering terjadi tanah longsor, yaitu Kecamatan Tanggeung, Pagelaran, Kadupandak, Takokak, Sukanegara, Campaka dan Campaka Mulya. 3. Wilayah pengembangan selatan, merupakan dataran rendah akan tetapi terdapat bukit-bukit kecil yang diselingi oleh pegunungan yang melebar sampai ke daerah pantai Samudra Indonesia. Terdapat pula areal perkebunan dan pesawahan tetapi tidak begitu luas, seperti Kecamatan Agrabinta, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul.

2 44 Topografi dan Iklim Keadaan topografi kabupaten Cianjur sebagian besar berupa daerah pegunungan, berbukit - bukit dan sebagian merupakan dataran rendah, dengan ketinggian 0 meter sampai dengan 2,962 meter di atas permukaan laut (Puncak Gunung Gede), dengan kemiringan antara 1 sampai 40 %. Kemiringan dan ketinggian wilayah kabupaten Cianjur dapat dilihat di Tabel 10. Tabel 10 Kemiringan dan ketinggian wilayah No Tinggi m dpl Kemiringan Kecamatan (%) Cianjur, Bojongpicung, Karang tengah, Mande, Ciranjang, Warungkondang Pacet, Cugenang, Cikalongkulon, Cibebe > Kadupandak, Sukanagara, Takokak, Campaka, Tanggeung, Pagelaran 5 40 Sindangbarang, Cibinong, Cidaun, Naringgul (kecuali daeral pantai) Sumber : BPS Cianjur 2009 Kabupaten Cianjur termasuk kedalam tipe iklim sedang dengan hujan pada semua bulan. Kondisi curah hujan bervariasi dengan suhu udara berkisar antara o C. Curah hujan rata-rata di wilayah pesisir berkisar antara mm/tahun, namun beberapa daerah di kecamatan lain memiliki curah hujan lebih tinggi, yaitu sekitar mm/tahun. Iklim tropis tersebut menjadikan kondisi alam subur dan mengandung keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang potensial sebagai modal dasar pembangunan dan potensi investasi yang menjanjikan. Lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian. Penduduk Penduduk kabupaten Cianjur berjumlah orang terdiri atas lakilaki sebanyak orang dan perempuan orang (BPS Cianjur,

3 ). Dengan penyebaran penduduk yang tidak merata dan bertambahnya jumlah penduduk terutama di pedesaan akan berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi maupun sosial. Rumah tangga petani pemilik lahan maupun yang bukan pemilik lahan jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Ini berarti bahwa luas pemilikan lahan terutama lahan pertanian jadi semakin kecil. Pemecahkan masalah ini melalui pencetakan sawah baru masih sangat diperlukan disamping mengendalikan penggunaan lahan pertanian. Sebanyak 63,90% penduduk terkonsentrasi di wilayah utara dengan luas wilayah 30,78%, dan 19,09% mendiami berbagai kecamatan di wilayah tengah dengan luas wilayah 28,45 % dan sisanya sebanyak 17,01 % berada di berbagai kecamatan di wilayah selatan dengan luas wilayah 40,77 %. Dilihat dari kepadatan penduduk, Kecamatan yang memiliki angka kepadatan lebih dari 1000 jiwa per km 2 adalah Kecamatan Cianjur (6.275,98 jiwa/km²), Karangtengah (3.073,68 jiwa/km²), Ciranjang (2.276,76 jiwa/km²), Cipanas (1.834,47 jiwa/km²), Pacet (1.495,03 jiwa/km²), Sukaluyu (1.546,96 jiwa/km²), Cugenang (1.424,14 jiwa/km²), Cilaku (1.455,18 jiwa/km²), dan Warungdoyong (1.279,57 jiwa/km²). Ekonomi Wilayah Kabupaten Cianjur merupakan salah satu lumbung padi di Jawa Barat, yang memiliki luas lahan sekitar Ha, terdiri atas lahan sawah seluas dan lahan darat Ha. Pemanfaatannya meliputi Ha (23,71%) hutan produktif dan konservasi, Ha (16,59%) berupa pertanian lahan basah, Ha (27,76%) pertanian lahan kering dan tegalan, Ha (16,49%) tanah perkebunan, Ha (0,10%) penggembalaan/pekarangan, Ha (0,035 %) tambak/kolam, Ha (7,20 %) pemukiman/pekarangan dan Ha (6,42 %) penggunaan lain (BPS Cianjur 2009). Peran sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi di kabupaten Cianjur sangat dominan, indikatornya adalah konrtribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2009 sebesar 54,77%. Tanaman pangan merupakan sub sektor yang memberikan kontribusi cukup menonjol yaitu sebesar 35,29 %, disusul subsektor peternakan sebesar 8,69%, subsektor perkebunan 4,37%, subsektor perikanan sebesar 4,14% dan

4 46 subsektor kehutanan 2,24 % (Disperta Cianjur 2010). Secara rinci distribusi persentase PDRB untuk masing-masing sektor disajikan di Tabel 11. Tabel 11 Distribusi persentase PDRB kabupaten Cianjur atas dasar harga berlaku No Sektor Kontribusi (%) 1 Pertanian 54,77 2 Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan Jasa Jumlah 100 Sumber : BPS Cianjur 2010 Kegiatan ekonomi pada sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap PDRB sebesar 1.32%. Nilai ini mencerminkan bahwa produk hasil pertanian sebagian besar masih dijual dalam bentuk bahan mentah. Hal ini dikarenakan belum berkembangnya industri pengolahan untuk produk-produk pertanian dan terbatasnya kemampuan SDM yang tersedia. Lemahnya sektor industri pengolahan berdampak pada rendahnya nilai tambah yang diperoleh petani yang pada akhirnya pendapatan petani juga menjadi kurang layak. Sektor pertanian memiliki peran penting dalam perekonomian karena sebanyak orang (62,99%) bekerja dan menggantungkan hidupnya di sektor pertanian (Tabel 12). Usaha menciptakan lapangan kerja tambahan melalui agroindustri merupakan salah satu altematif yang penting untuk dikembangkan di pedesaan. Namun dari jumlah tersebut 87,52% berpendidikan rata-rata di bawah sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) (BPS Cianjur 2009). Hasil analisis ketersediaan dan konsumsi beras di Kabupaten Cianjur selama 3 tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 secara keseluruhan menunjukkan nilai surplus jika dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi beras

5 47 penduduk. Jumlah produksi beras pada tahun 2009 sebanyak ton, dengan kebutuhan beras penduduk ton, sebagaimana disajikan di Tabel 13. Tabel 12 Penduduk usia 10 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha No Lapangan Usaha Utama Laki - Laki Perempuan Total 1 Pertanian Pertambangan/Galian Industri Listrik, Gas dan Air Konstruksi Perdagangan Transpor dan Komunikasi Keuangan Jasa Jumlah Sumber : BPS Cianjur 2009 Beberapa komoditi tanaman pangan semusim yang telah banyak dikembangkan di Kabupaten Cianjur antara lain padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai dan kacang hijau. Usahatani padi merupakan komoditas prioritas petani sebagai sumber untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Untuk meningkatkan pendapatan, petani memilih jenis tanaman yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kepastian hasilnya. Tabel 13 Jumlah ketersediaan beras, dan kebutuhan konsumsi penduduk selama 3 tahun (2007 s.d. 2009) di Kabupaten Cianjur No Uraian Ketersediaan (ton) Jumlah penduduk Kebutuhan konsumsi (ton) Perimbangan (+/-) Ratio 1,75 1,73 1,76 Keterangan Surplus Surplus Surplus Sumber : Disperta Cianjur 2010

6 48 Tabel 14 Luas tanam, produksi, dan produktivitas komoditi tanaman pangan di Kabupaten Cianjur Kabupaten Cianjur No Komoditi Luas tanam (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha) 1 Padi Sawah ,43 2 Padi Ladang ,66 3 Jagung ,52 4 Kedelai ,23 5 Ubi Kayu ,71 6 Kacang Hijau ,1 7 Kacang Tanah ,0 Sumber : BPS Cianjur 2009 Luas tanam, produktivitas dan produksi beberapa komoditi tanaman semusim di Kabupaten Cianjur terlihat pada Tabel 14 Institusi Penyuluhan Kegiatan penyuluhan pertanian dilakukan oleh aparatur/tenaga penyuluh pertanian yang terdiri dari penyuluh pertanian lapang (PPL), kantor cabang dinas (KCD) Kecamatan dan pengamat organisme pengganggu tanaman (POPT) yang ada di Kabupaten Cianjur dengan rincian sebagai berikut : PPL : 154 orang KCD : 25 orang Tata Usaha KCD : 5 orang POPT : 21 orang Sumber : Disperta Cianjur 2010 Dengan wilayah kerja yang luas, namun jumlah PPL terbatas, maka yang menjadi sasaran pembinaan dalam rangka melayani seluruh petani adalah kelompok tani. Kelompok tani merupakan wadah berkumpulnya petani, tempat belajar, berdiskusi, dan bertukar informasi dalam berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan pertanian. Keadaan kelompok tani di Kabupaten Cianjur sebagaimana pada

7 Tabel 15 menunjukkan bahwa 27.58% kelompok tani di Kabupaten Cianjur adalah kelompok tani kelas pemula, 49.30% kelas lanjut, 21.02% kelas madya, dan 2.10% kelompok tani yang berada pada kelas utama. Kondisi ini mencerminkan masih lemahnya institusi yang berfungsi sebagai wadah petani untuk mengembangkan kegiatan usaha pada tingkat petani. Pengembangan institusi kelompok tani ini mengalami hambatan karena rendahnya tingkat pendidikan masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian. Tabel 15 Keadaan kelompok tani No Tahun Kelas Kelompok Jumlah Pemula Lanjut Madya Utama Jumlah Persentase (%) 27,58 49,30 21,02 2, Sumber : Disperta Cianjur 2010 Pemasaran Pasar merupakan salah satu aspek penting dalam sistem agribisnis. Keterpaduan sistem usaha tani pola SIPT ini akan mempunyai dampak terhadap perubahan ekonomi petani bila pengelolaan usahatani berorientasi pasar. Bila selama ini usaha ternak dianggap sebagai usaha sampingan, maka dalam usahatani pola SIPT ternak sapi potong mempunyai peluang pasar sama dengan komoditas tanaman pangan Pemasaran hasil pertanian merupakan aktivitas pertanian off farm yang menentukan keberhasilan pengembangan usahatani. Tataniaga pemasaran gabah tidak menguntungkan bagi petani sehingga PEMDA melakukan intervensi melalui kerja sama dengan Sub Dolog Cianjur dan Perusahaan Daerah untuk memotong mata rantai gabah yang panjang sehingga petani dapat langsung memasarkan hasilnya ke Sub Dolog maupun ke pasar. Ketersediaan pasar hewan dapat memacu berkembangnya pengelolaan usahatani pola SIPT. Pemasaran ternak berlangsung secara dinamis dan harga berfluktuatif. Harga tinggi biasa terjadi pada saat menjelang hari raya Idul Adha, namun sebaliknya harga turun ketika kebutuhan sangat mendesak dan harus menjual sapinya misal untuk kebutuhan biaya sekolah, paceklik, hajatan dan lain-lain. Kondisi 49

8 50 ini berkaitan langsung dengan permintaan dan penawaran. Sistem pemasaran ternak ditunjukkan pada Gambar 15. Rumah Pedagang Pengumpul / Lintas Kabupaten Blantik Jagal RPH Konsumen Pedagang Daging Gambar 15 Sistem pemasaran sapi potong Petani pada umumnya tidak menjual sapinya langsung ke pasar hewan melainkan ke pedagang perantara (blantik). Penjualan tersebut merugikan petani karena blantik juga akan mengambil keuntungan dari harga yang disepakati karena jika petani langsung menjual sapinya, maka akan memperoleh harga yang lebih layak. Diperlukan upaya oleh pemerintah daerah melalui instansi teknis bidang peternakan untuk memberikan informasi harga dan tempat penjualan sapi yang lebih menguntungkan petani. Secara mikro tingkat regional pelaku pasar ternak terdiri atas: petani, blantik, jagal, rumah makan, pedagang daging dan konsumen. Pemasaran temak membentuk jaringan tataniaga yang sangat komplek dan terbentuk mulai tingkat desa (petani) sampai konsumen. Penguasaan pasar hewan didominasi oleh keberadaan blantik yang lebih mempunyai posisi tawar walaupun dengan modal terbatas. 4.2 Karakteristik Petani Responden Karakteristik petani atau kondisi sosial ekonomi petani merupakan atribut yang melekat kepada diri seseorang yang akan menampilkan suatu bentuk perilaku dalam kehidupannya. Kondisi sosial ekonomi melalui umur petani, tingkat pendidikan, pengalaman serta partisipasi dalam kegiatan kelompok.

9 51 Umur Responden Kemampuan bekerja dalam pengelolaan suatu usahatani sangat tergantung kepada produktivitasnya dalam bekerja, karena kemampuan bekerja seseorang berbeda untuk setiap tingkatan umur. Umur anak, dewasa dan tua masing-masing memiliki produktivitas bekerja yang berbeda-beda. Petani yang berumur relatif muda biasanya lebih kuat, lebih agresif dan lebih tahan bekerja dibandingkan dengan petani yang berumur lebih tua. Rata-rata umur petani 48,34 tahun dengan umur termuda 20 tahun dan tertua 65 tahun, disajikan pada Gambar 15. Umur petani responden paling banyak berada pada selang tahun (57.50%). Gambar 16 Prosentase tingkat umur petani responden Bila dilihat lebih rinci, sebagian besar responden yang termasuk golongan produktif usia (20-60 tahun) sekitar 115 responden (95.83%) dan usia tidak produktif (lebih dari 60 tahun) ada 5 orang responden (4.17%). Hanya sedikit petani yang berusia muda (dalam selang tahun). Hal ini mengindikasikan bahwa kurangnya minat generasi muda yang ingin mengembangkan usahatani di lokasi penelitian. Pemuda di daerah lokasi penelitian secara deskriptif menganggap bahwa pertanian mernbutuhkan waktu yang cukup panjang dan kurang memberikan keuntungan baik secara finansial maupun non finansial. Distribusi umur petani di Kabupaten Cianjur disajikan pada Tabel 16.

10 52 Tabel 16 Sebaran responden berdasarkan kelompok umur No Kelompok Umur Jumlah (orang) Persentase (%) > Jumlah Tingkat Pendidikan Penerapan cara berusahatani tidak terlepas dari pengetahuan petani responden. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin tinggi pula produktivitasnya karena semakin cepat dalam penerimaan teknologi baru dan lebih berani mengambil resiko dalam usahataninya. Tingkat pendidikan dan pengetahuan petani sangat berperan dalam rangka kemajuan berusahatani. Tabel 17 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak sekolah 5 4,17 2 SD 67 72,50 3 SLTP 20 16,67 4 SLTA 8 6,67 Jumlah Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar petani responden hanya tamatan SD sebesar 72,50% (87 orang), diikuti SLTP 16,67% (20 orang), dan 6,67% (8 orang) mencapai SLTA. Petani responden pernah mengikuti pendidikan formal, namun tingkat pendidikan yang diikuti oleh petani masih rendah, bahkan responden tidak pernah menempuh pendidikan formal sama sekali sebesar 4,17 persen (5 orang), seperti disajikan di Tabel 17. Jumlah Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga dapat merupakan penunjang usahatani yang sedang dilaksanakan, akan tetapi di sisi lain dapat juga menjadi beban keluarga yang

11 53 hanya mengandalkan hasil usahatani yang tidak ditunjang tenaga kerja produktif. Jumlah anggota keluarga rata-rata 5,04 jiwa (5 orang per kepala keluarga) dengan variasi 1 8 orang.. Anggota keluarga merupakan modal tenaga kerja dalam keluarga, namun ketersediaannya belum mencukupi sehingga pada kegiatankegiatan tertentu diperlukan tambahan tenaga kerja dari luar keluarga, seperti disajikan pada Gambar 17, terdapat 88 orang (73,33%) responden memiliki tanggungan keluarga sebanyak 4 6 orang dengan rata-rata tanggungan keluarga pada petani responden adalah 5 orang. Responden memiliki tanggungan keluarga sebanyak 1 3 orang sebanyak 20 orang (16,67%) dan responden memiliki tanggungan keluarga lebih dari 6 orang sebanyak 12 orang (10%) Gambar 17 Prosentase jumlah tanggungan keluarga Tanggungan keluarga petani terutama yang usia produktif merupakan potensi atau sumber tenaga kerja keluarga dalam membantu usahatani. Disamping itu dengan memiliki jumlah tanggungan keluarga di atas 3 orang akan semakin menuntut petani untuk bekerja keras meningkatkan pendapatannya. Artinya mata pencaharian dari usahatani yang dilakukan akan lebih ditingkatkan dengan harapan produksinya meningkat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga.

12 54 Pengalaman Usahatani Pengalaman berusahatani dihitung sejak petani pertama kali terjun ke dalam usahatani padi sawah, rata-rata responden di wilayah penelitian telah berusaha tani cukup lama yaitu tahun dengan kisaran 5 45 tahun. Gambar 18 Prosentase pengalaman usahatani responden Sebagian besar responden yang mempunyai pengalaman berusaha tani kurang dari 10 tahun ada 5 orang (4,17%), pengalaman berusaha tani antara tahun ada 15 orang (12,50%), pengalaman berusaha tani antara tahun ada 51 orang (42,50%), pengalaman berusaha tani antara tahun ada 59 orang (49.17%) dan pengalaman berusaha tani lebih dari 40 tahun ada 2 orang (1.67%). Distribusi petani berdasarkan pengalaman dalam berusahatani pada Gambar 18. Pengalaman usahatani merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung keberhasilan usahatani. Pengalaman yang tinggi khususnya dalam usahatani padi sawah apabila ada introduksi teknologi maka petani akan lebih mudah menerapkan teknologi tersebut sehingga produksi yang dihasilkan akan lebih tinggi lagi. Secara umum, pengalaman usahatani diduga akan berpengaruh terhadap keterampilan dan produksi yang dihasilkan.

13 55 Pekerjaan Responden Tabel 19 menyatakan karakteristik rumah tangga petani bahwa usahatani padi sawah merupakan pekerjaan utama bagi 92 persen responden, dan sisanya 8 persen responden lainnya mempunyai pekerjaan non pertanian (sebagai pedagang dan pensiunan). Hal ini menunjukkan pentingnya sektor pertanian sebagai lapangan kerja di luar sektor industri dan jasa. Gambar 19. Prosentase pekerjaan pokok responden Tabel 18 Sebaran responden berdasarkan status usahatani Status Usaha SIPT % Reguler % Total % Utama (Padi) Sampingan Jumlah Sebagian besar pekerjaan pokok responden bermata pencaharian di bidang pertanian 110 orang (91.67%), beternak 5 orang (4.17%) dan non pertanian 5 orang (4.17%) yang terdiri atas pensiunan 3 orang (2.5%), dan pedagang 2 orang (1.67%). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk berkaitan erat dengan potensi lahan pertanian dan sangat

14 menggantungkan pada produktivitas lahan pertanian. Prosentase pekerjaan pokok petani responden disajikan di Gambar Luas Areal Usahatani Proporsi pekerjaan tambahan terhadap pekerjaan pokok dalam menyumbang penghasilan keluarga berkisar sebesar 30-70% yang tiada lain adalah usaha beternak sapi potong. Responden yang menjadikan usaha beternak sebagai pekerjaan pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga masih sangat kecil persentasenya (< 5%). Bagi petani, usaha beternak merupakan sumber penghasilan tambahan untuk tabungan keluarga. Dengan demikian, beternak sapi potong tidak sekaligus memberikan pendapatan yang meningkat pada total penghasilan keluarga per bulan secara proporsional, meskipun secara nominal meningkat nyata jumlahnya. Prosentase luas lahan usahatani petani responden disajikan di Gambar 20. Gambar 20 Prosentase luas lahan Luas lahan yang dikelola petani responden di lokasi penelitian adalah 0,21 1,25 ha, dengan rata-rata 0,32 ha. Rataan luas pemilikan lahan (Tabel 4) petani sempit, yaitu 0,32 ha sehingga diasumsikan bahwa responden dengan lahan tersebut tidak akan bisa mencukupi tanggungan rumah tangga per keluarga dengan rata-rata tanggungan 5,04 jiwa bila diusahakan usahatani secara parsial.

15 57 Status Kepemilikan Lahan Sebagian studi yang dilakukan selama ini sering tidak mengkaji lebih dalam mengenai status kepemilikan atau penguasaan lahan pertanian. Isu penting pembangunan pertanian saat ini adalah menciutnya lahan pertanian akibat tekanan pembangunan sektor lain yang membutuhkan lahan. Jika dilihat dari banyaknya responder yang mengelola lahan milik sendiri 92 orang (77%), lahan milik sendiri sekaligus menyewa lahan 8 orang (7%), bagi hasil atau menyakap 12 orang (10%) dan gadai 8 orang (7%). Bila ditelusuri lebih jauh, luas lahan sewa tersebut berkisar 0,30-0,40 hektar dan tidak ada yang menyewa lahan 0,3 hektar, yang berarti petani melakukan efisiensi produksi dengan tidak menyewa lahan yang kurang dari 0,3 hektar. Prosentase status kepemilikan lahan petani responden disajikan di Gambar 21 Gambar 21 Prosentase status kepemilikan lahan 4.3. Keragaan Usaha Penggemukan Sapi Potong Jenis ternak yang telah dikembangkan di Kabupaten Cianjur yaitu sapi potong, sapi perah kerbau, domba dan lainnya, disajikan pada Tabel 19. Jumlah populasi ternak cenderung yang meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir secara nasional populasi sapi potong mengalami peningkatan dari 10, ekor pada tahun 2006 menjadi 11, ekor

16 58 pada tahun Hal serupa juga terjadi pada tingkat provinsi Jawa Barat dengan populasi sapi potong mengalami peningkatan dari ekor pada tahun 2006 menjadi ekor di tahun Tabel 19 Jumlah populasi ternak berdasarkan komoditas ( ) Jenis Usaha Tahun Sapi Potong ,263 Sapi Perah ,652 Kerbau ,286 Domba ,459 Kambing ,345 Ayam Ras Petelur ,238,997 Ayam Ras Pedaging ,565,825 Sumber : Dinas Peternakan Cianjur 2010 Gambar 22 Grafik jumlah populasi sapi potong nasional pada tahun Sumber: Diolah dari Statistik Dinas Peternakan 2010 Tabel 20 Jumlah populasi sapi potong di wilayah Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dan nasional pada tahun No Wilayah Tahun Cianjur Jabar Nasional Sumber: Dinas Peternakan 2009 dan Disperta Cianjur 2010

17 59 Demikian juga di Kabupaten Cianjur, populasi sapi potong dari ekor pada tahun 2006 meningkat menjadi ekor pada tahun 2010 meskipun dengan laju yang rendah, disajikan pada Tabel 20 dan Gambar 22 dan Gambar 23 (Statistik Peternakan 2010; Dinas Peternakan Cianjur 2010). Gambar 23 Grafik jumlah populasi sapi potong di wilayah Kabupaten Cianjur dan provinsi Jawa Barat, Sumber: Diolah dari Statistik Peternakan 2010 dan Disperta Cianjur 2010 Sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh petani dalam beternak lebih dari 60% bersifat tradisional. Ternak dilepas pada siang hari, dan sore harinya dimasukkan ke kandang. Akibatnya produktivitas ternak rendah, kotoran sapi tercecer dimana-mana dan mengganggu kebersihan dan keindahan lingkungan dan tidak dapat diolah menjadi pupuk organik. Oleh karena itu perlu diubah menjadi cara pemeliharaan yang dikandangkan (semi intensif atau bahkan secara intensif). Jenis pakan ternak sapi potong yang dipelihara adalah rumput alam(lebih dari 80%) dan sisanya 20% yang disabitkan. Keadaan ini menjadi kendala yang serius untuk pengembangan sapi di kabupaten Cianjur jika hanya mengandalkan pakan dari rumput alam. Menurut Dinas Peternakan Cianjur (2009), potensi hijauan pakan ternak yang berasal dari limbah pertanian sangat tinggi. Potensi pakan ternak tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 21, dapat memenuhi kebutuhan pakan ternak sapi untuk pengembangan populasi sapi potong sebanyak ekor sapi potong. Jumlah pakan ton/tahun diperoleh dari

18 60 perhitungan setiap hektar lahan sawah rata-rata akan menghasilkan jerami 6-10 ton/ha/musim tanam, sedangkan perkebunan sawit yang sudah berproduksi akan menghasilkan limbah berupa daun, pelepah, tandan kosong, serat perasan, dan bungkil sebanyak 73,9 Kg/Ha/Hari dan kebun yang belum berproduksi hanya menghasilkan limbah sebanyak 54,12 Kg/Ha/Hari (Dwiyanto et. al. 2003). Tabel 21 Potensi pakan ternak yang berasal dari sawah No Sumber Pakan Luas Areal (Hektar) Volume Pakan (ton/tahun) 1 Sawah Pekebunan Jumlah Sumber : Diolah dari dinas Peternakan Cianjur, 2009 Pemanfaatan sumber pakan akan sangat mendukung terlaksananya penerapan berbagai teknologi seperti inseminasi buatan (IB), vaksinasi, dan pengobatan ternak. karena salah satu yang menjadi kendala dalam penerapan teknologi SIPT adalah ternak tidak dikandangkan, akibatnya petugas dari kesehatan hewan mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan dan program kegiatan peningkatan produktifitas ternak. Sebagian besar petani (lebih dari 50 persen) masih menggunakan sistem kawin alam, padahal jika menerapkan teknologi IB seekor sapi potong secara teoritis dapat beranak setiap tahun. Pengelolaan kesehatan temak ditujukan untuk mengendalikan penyakit dan pengobatan ternak secara umum. Jenis penyakit yang biasa terjadi yaitu cacing dan tympani, namun sudah bisa diatasi sendiri oleh petani atau memanggil petugas kesehatan hewan. Pada awal pemeliharaan biasanya sapi diberi obat cacing, vitamin dan menjaga kebersihan lingkungan untuk mendapatkan kondisi optimum bagi kesehatan ternak. Kemauan petani untuk melakukan vaksinasi ternak secara rutin masih terlihat rendah yaitu kurang dari 50% dan pemberian obat cacing secara rutin setiap 6 bulan sekali hanya sekitar 16%. Pencegahan kemungkinan timbulnya infeksi penyakit yang bersifat ektoparasit maupun endoparasit belum dilakukan secara maksimal. Masih dijumpai kondisi tumpukan sisa pakan bercampur dengan kotoran terletak

19 dipinggir-pinggir kandang, sehingga lingkungan kandang menjadi kotor dan akan menimbulkan berbagai macam penyakit ternak. Kondisi ini menunjukkan perlunya prioritas pengelolaan limbah ternak, pengelolaan pakan, dan penanganan kesehatan ternak Hasil sampingan yang dapat diperoleh dari kegiatan usaha budidaya sapi potong adalah kotoran ternak yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk orgnik. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa kotoran ternak memiliki unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dan dapat menurunkan keasaman tanah serta dapat memperbaiki struktur tanah yang rusak akibat pemakaian pupuk anorganik. Namun pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik masih sedikit yang dilakukan oleh petani. Hal ini dikarenakan sistem pemeliharaan ternak yang dilepas, sehingga kotoran ternak tersebut tidak bisa dikumpulkan. Dari hasil wawancara di lapangan, petani dapat menghemat pemakaian pupuk anorganik sampai dengan 40% jika memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik dalam kegiatan usaha pertaniannya. Dari sisi ekonomi, akan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani. Keragaan produksi menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan berat badan harian sapi (PBBH) yang dikelola secara terintegrasi sebesar (0,79 kg/ekor/hari, sedang ternak sapi potong yang dikelola secara parsial 0,32 kg/ekor/hari, disajikan di Tabel 22 Tabel 22 Keragaan produksi padi - sapi potong Uraian Integrasi Parsial PBBH (kg/ekor/hari) 0,79 0,32 Konsumsi pakan (kg) 3,52 - Produksi pukan (kg/ekor/hari) 4? Produksi padi (t/ha) 5,36 4,86 Data primer, diolah Keterangan:? = data tidak bisa diamati, pemeliharaan dilepas. Angka pertumbuhan ini dicapai selama periode pemeliharaan penggemukan sapi potong. PBBH yang dihasilkan dari sapi yang dikelola secara terintegrasi lebih tinggi sekitar 247% dari pola pemeliharaan petani secara parsial. Kegiatan 61

20 penggemukan sapi ini bukan semata-mata untuk pencapaian nilai PBBH yang tinggi, tetapi bagaimana sapi potong ini dapat memanfaatkan limbah jerami padi yang belum optimal dimanfaatkan, sehingga pada gilirannya akan menekan biaya produksi dan ramah lingkungan. Pemeliharaan sapi potong dengan sistem seperti ini mendapat respon yang cukup baik dari petani. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah dana maupun jumlah petani yang ikut serta dalam kegiatan tersebut pada Tabel 23. Dampak dari penelitian ini adalah petani yang semula hanya memperoleh hasil dari padi berupa gabah dan padi, berkembang menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi, selain itu diharapkan pula suatu saat menjadi pembuka lapangan kerja baru, dan membuka peluang tumbuhnya simpul-simpul agribisnis baru yang simultan dan berkesinambungan. Perkembangan ini mempunyai prospek yang cerah apalagi didukung dengan potensi alam, limbah pertanian melimpah dan permintaan konsumen akan daging yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Tabel 23 Perkembangan jumlah dana dan kepemilikan saham Periode Jumlah Sapi Jumlah Pemegang Saham Pemeliharaan (ekor) (orang) I II Keragaan Usaha Padi Lahan sawah merupakan sumber mata pencaharian utama bagi sebagian besar keluarga tani dengan komoditas utama yang diusahakan yaitu padi. Lahan yang digunakan budidaya padi sawah mendapatkan jasa irigasi dari waduk Cirata dan terletak pada ketinggian 200 meter dari permukaan laut (dpl). Kebiasaan petani pada musim hujan pertama sekitar bulan November sudah melakukan tanam benih padi selanjutnya pada bulan Februari menanam benih padi lagi setelah panen padi pada musim hujan. Pola tanam yang diterapkan yaitu: padi-padi-padi, dan padi-padi- palawija/hortikultura, dengan variasi waktu tanam antar petani tiap musim sangat tinggi. Pola tanam ini selain dipengaruhi oleh kondisi pengairan yang tersedia sepanjang tahun, maka musim kering dilakukan penanaman padi

21 lagi (pola tanam model I), sedangkan pada daerah yang air irigasinya terbatas dilakukan penanaman palawija (pola tanam model II). Pola tanam yang dilakukan oleh petani di lokasi penelitian pada Gambar 24. Pola tanam model 1 MUSIM PENGHUJAN MENJELANG MUSIM KEMARAU MUSIM KEMARAU Nov Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt PADI PADI PADI 63 Pola tanam model 2 MUSIM PENGHUJAN MENJELANG MUSIM KEMARAU MUSIM KEMARAU Nov Des Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt PADI JAGUNG PADI SAPI Gambar 24 Pola tanam Kondisi lahan yang digunakan sebelum tanam diketahui bahwa lahan sawah memiliki karakteristik agak masam (ph ), kandungan unsur hara makro (N, P dan K) rendah, C-organik <1,5%, C/N ratio, P2O5 dan K2O sangat rendah. Keberadaan bahan organik tanah, ditunjukkan dengan rendahnya kandungan C- organik tanah dan kondisi ini mengindikasikan bahwa untuk usahatani padi perlu penambahan bahan organik untuk meningkatkan KTK tanah. Kandungan unsur N total, P2O5 total dan KTK dengan kriteria sedang. Kandungan basa-basa tukar seperti K dan Na rendah, Mg dan Ca tinggi. Menurut Diwyanto dan Hendrawan (2004), untuk mengembalikan kualitas tanah pada kondisi normal diperlukan peningkatan kadungan bahan organik tanah di lahan sawah. Salah satu dugaan terjadinya penurunan produktivitas padi adalah karena menurunnya kualitas tanah sebagai akibat dari upaya petani untuk memperoleh hasil padi yang tinggi dengan pemakaian pupuk anorganik secara berlebihan, terutama pupuk urea. Namun kenyataannya hasil gabah tidak meningkat, bahkan ph tanah cenderung menurun. Penurunan ph tanah dapat terjadi karena penggunaan urea yang berlebihan.

22 Introduksi pupuk organik sangat diperlukan agar tingkat kesuburan tanah meningkat sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal bagi tanaman dan untuk efisiensi penggunaan pupuk anorganik. Nisbah C/N rendah menunjukkan proses nitrifikasi berjalan baik, sehingga bila pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah memiliki nisbah C/N tinggi akan menyebabkan terjadinya fiksasi unsur hara oleh mikroorganisme. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tanah yang ada di daerah penelitian apabila dilakukan penambahan C-organik, akan memiliki produktivitas yang tinggi sesuai dengan potensi lahannya Usahatani yang menonjol dilokasi pengkajian adalah usahatani padi, jagung dan beternak sapi potong (penggemukan). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari aspek peningkatan produksi padi, rata-rata usahatani padi yang dikelola secara parsial berproduksi sekitar 4,86 ton/ha/musim sedang usahatani padi yang dikelola secara terintegrasi berproduksi 5,36 ton/ha/musim, disajikan pada Tabel 24. Hasil ini menunjukkan bahwa produksi padi yang dihasilkan dari yang dikelola secara terintegrasi (pupuk kandang) lebih tinggi sekitar 10,29% dari pola pemeliharaan petani secara parsial (tanpa pupuk kandang). Namun produksi ini belum optimal, karena potensi produksi padi varietas Ciherang bisa mencapai 6 8 ton/ha. Hasil penelitian Sumanto et al. (2002), menunjukkan bahwa pengelolaan padi terpadu meningkatkan hasil dari 4,5-5,5 ton/ha/musim. Tabel 24 Produksi padi pada pola tanam padi-padi-jagung Produksi Produksi/ha (kg) Produksi/petani (kg) padi (MT I) 4,56-6,17 4,31 5,67 padi (MT II) 5,01 5,60 jagung kering (MT III) - - rata-rata 5,36 4,86 64 Hasil panen pada MT I sebagian besar (65%) dijual, sisanya untuk konsumsi. Pada MT II terjadi sebaliknya yaitu 78% untuk konsumsi dan sisanya dijual. Hal ini terjadi karena dua alasan yaitu pada MT I petani hanya menyediakan cadangan konsumsi untuk keluarga selama empat bulan, sedangkan pada MT II selama tujuh bulan. Alasan yang ke dua adalah pada MT II (padi), petani memerlukan biaya untuk pertanaman padi, sedangkan pada MT III (jagung) ongkos produksi relatif lebih rendah.

23 Pengolahan Pupuk Organik (Kompos) Salah satu kunci keberhasilan sistem integrasi usahatani tanaman dan ternak adalah teknologi pengolahan dan pemanfaatan pupuk organik (kompos) untuk meningkatkan kesuburan lahan. Permasalahan utama dari pukan bila dimanfaatkan sebagai sumber hara pada tanaman adalah rendahnya kandungan hara dan masih tingginya nilai C/N. Untuk mempercepat dekomposisi pukan dapat diberikan kapur dan probiotik. Pemberian probiotik (kumpulan mikroba pengurai) diharapkan mampu mempercepat proses pematangan pupuk organik. Menurut Anwar (2003), pupuk organik yang ideal serta siap untuk digunakan memiliki nilai C/N ratio sama dengan atau kurang dari 25, berwarna coklat dan bersifat gembur dengan kelembaban berkisar 50. Bila kelembaban kurang dari 50% maka fermentasi berjalan lebih lama. Hasil analisis unsur hara pukan menunjukkan bahwa fermentasi dapat memperbaiki kualitas pupuk. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya C/N kotoran sapi antara sebelum dan setelah fermentasi dari 33,67 menjadi 19,03. Hasil analisis Pukan sebelum dan setelah fermentasi pada Tabel 25. Tabel 25 Komposisi unsur hara pukan sapi Jenis Kandungan hara (%) ph C Organik N Total C/N Rasio Al Fosfat P 2 O Kalium K 5 2 O Pukan 7,29 36,70 1,09 33,67 1,63 1,19 0,08 Pukan fermentasi 7,44 20,93 0,98 19,03 1,68 1,51 1,72 Dalam penelitian dicobakan pemanfaatan pupuk organik yang berasal dari pukan sapi dengan dosis 2 ton/ha yang dikombinasikan dengan benih unggul dan pupuk anorganik setengah dari dosis yang direkomendasikan. Pemanfaatan pupuk organik 2 ton/ha menghasilkan 5,36 ton/ha gabah kering panen, meningkat 10,29% dan secara ekonomis mengurangi penggunaan pupuk anorganik mencapai 57,14% (Tabel 26). Pukan sapi dapat menjadi alternatif pengganti pupuk anorganik dan belum dioptimalkan manfaatnya untuk lahan pertanian. Penggunaan pupuk anorganik di

24 66 tingkat petani kurang efisien karena tidak diikuti peningkatan hasil. Kecenderungan petani untuk menambah pupuk urea mencapai 400 kg/ha guna mengatasi pelandaian produksi, merupakan tindakan inefisiensi. Secara ekonomis mengurangi penggunaan pemakaian urea mencapai 71.43%, TSP 50% dan KCl 50% per musim tanam. Hasil ini cenderung lebih tinggi dari yang dilaporkan BPTP Pertanian Jabar (2001) dimana pemupukan urea mampu meningkatkan efisiensi mencapai 30%-40 %. Tabel 26 Pemanfaatan pupuk organik (1 ha padi/musim) No Jenis Pupuk Volume (Kg) Efisiensi (%) 1 Urea tanpa pupuk organik 350 Urea dengan pupuk organik Selisih TSP tanpa pupuk organik 100 TSP dengan pupuk organik Selisih 50 3 KCl tanpa pupuk organik 100 KCl dengan pupuk organik Selisih 50 Rataan Pemanfaatan pukan sebagai pupuk organik bukan merupakan hal baru dalam sistem usahatani, namun penggunaan pukan untuk menjaga kesuburan tanah di kalangan petani masih sangat terbatas. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat pengguna pukan adalah masih terbatasnya persediaan pukan, proses pengomposan memakan waktu dan masih sedikitnya instalasi pengomposan baik milik pemerintah maupun masyarakat. Beberapa manfaat penggunaan pukan (kompos) dalam jangka panjang mampu mempertahankan keanekaragaman dan kehidupan organisme tanah melalui peningkatan kandungan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi, dan pertukaran kation. Bahan organik merupakan sumber energi bagi kehidupan organisme tanah (Wada, 1981 dalam Sutanto, 2002).

25 67 Potensi pukan di Kabupaten Cianjur sangat besar seiring dengan populasi sapi potong yang ada yaitu sekitar ekor (Dinas Peternakan, 2010). Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa seekor sapi potong dewasa mampu menghasilkan pupuk organik rata-rata 4 kg/ekor/hari sehingga bila diasumsikan dapat menghasilkan pupuk organik sejumlah 315 ton/hari. Rataan produksi kompos 2,4 ton/5 ekor/4 bulan, bila diasumsikan harga jual Rp 400/kg, seperti harga di Kabupaten Cianjur maka akan diperoleh tambahan pendapatan Rp /musim. Kontribusi tambahan penerimaan dari kompos sebesar 10.02%, sedangkan pola kebiasaan petani tidak ada penerimaan dari pukan Pengolahan Jerami Padi untuk Pakan Ternak Pengambilan jerami padi harus dilakukan karena cara pemanenannya secara serempa. Para petani melakukan pengolahan maupun penyimpanan jerami dengan dan tanpa pengolahan lebih dahulu. Pengolahan jerami padi banyak dilakukan dengan teknologi fermentasi, yaitu menggunakan biostarter yang telah tersedia di pasaran kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak, disajikan pada Tabel 25. Hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jerami padi yang dihasilkan sekitar 7,26 ton/ha, disajikan pada Tabel 27, sesuai penelitian Diwyanto (2002). Asumsi yang digunakan dimana setiap ekor sapi memerlukan pakan 5 6 kg/ekor/hari, maka satu kali panen cukup untuk memelihara minimal 2 ekor sapi sepanjang tahun. Umumnya petani menyimpan jerami padi untuk pakan sapi sekitar 3-4 ton dan sisanya dibakar. Berdasarkan hasil penelitian, sapi yang diberi pakan jerami fermentasi mampu meningkatkan bobot hidup sapi sebesar 0,79 kg/ekor/hari. Tabel 27 Produksi jerami padi Limbah Produksi/ha (ton) Jerami padi (MT I) 7,08 Jerami padi (MT II) 7,44 Hasil analisis proksimat jerami sebelum dan setelah fermentasi (Tabel 28) menunjukkan bahwa fermentasi dapat meningkatkan protein sebesar 2,88% dari

26 4,01% menjadi 7,09%, serat kasar menurun 6,32%, dan peningkatan TDN 6,95%. Peningkatan protein dan penurunan kadar serat kasar sangat mendukung dalam pemanfaatannya sebagai pakan ternak, Umumnya yang menjadi factor pembatas dalam pemanfaatannya sebagai pakan ternak adalah rendahnya nilai nutrisi. Tabel 28 Kandungan nutrisi jerami padi dan jerami padi fermentasi Bahan baku Bahan kering (%) Hasil analisis proksimat (%) PK LK SK Abu BETN (%) 68 TDN (%) Jerami padi 87,58 4,21 10,61 24,76 19,05 40,78 41,68 Jerami fermentasi 89,18 7,09 15,0 18,44 21,31 35,69 48,63 Data primer, diolah PK : protein kasar; LK : lemak kasar; SK : serat kasar BETN : bahan ekstrak tanpa nitrogen; TDN : total digestible nutrient

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Wilayah Administrasi Kabupaten Cianjur mempunyai luas wilayah daratan 3.646,72 km2, secara geografis terletak di antara garis 6.036 8-7.030 18 LS serta di antara 106.046

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kecamatan Warung Kondang Kabupaten Cianjur

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kecamatan Warung Kondang Kabupaten Cianjur 69 BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kecamatan Warung Kondang Kabupaten Cianjur Kecamatan Warungkondang secara administratif terletak di Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Secara geografis,

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42%

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas jagung (Zea mays L.) hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia mencapai 770 juta ton/tahun, 42% diantaranya merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak dan Luas Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak antara 6 0 21-7 0 25 Lintang Selatan dan 106 0 42-107 0 33 Bujur

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MH. Togatorop dan Wayan Sudana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor ABSTRAK Suatu pengkajian

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Geografi Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi Lampung. Kabupaten Lampung Selatan terletak di ujung selatan Pulau Sumatera

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 34 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Profil Desa Cibunian 4.1.1 Keadaan Alam dan Letak Geografis Desa Cibunian merupakan salah satu desa di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Secara

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang berlimpah. Terdapat banyak sekali potensi alam yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah sebesar km 2 dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah sebesar km 2 dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Deskripsi Wilayah Deskripsi mengenai karakteristik Wilayah Utara Kabupaten Cianjur dikelompokkan dalam beberapa aspek, yaitu (1) keadaan geografi, (2) pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR) Kasmiyati, Amik Krismawati dan Dwi Setyorini Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa

Lebih terperinci

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Karakteristik Desa 5.1.1. Kondisi Geografis Secara administratif Desa Ringgit terletak di Kecamatan Ngombol, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Letak Desa

Lebih terperinci

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami definisi pupuk kandang, manfaat, sumber bahan baku, proses pembuatan, dan cara aplikasinya Mempelajari

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Pringsewu 1. Geografis Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan

TINJAUAN PUSTAKA. Terletak LU dan LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan TINJAUAN PUSTAKA Geografi Desa Celawan a. Letak dan Geografis Terletak 30677 LU dan 989477 LS di Kabupaten Serdang Bedagai Kecamatan Pantai Cermin dengan ketinggian tempat 11 mdpl, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembangunan. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang makin meningkat drastis akan berdampak

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Geografis Kecamatan Cigombong Kecamatan Cigombong adalah salah satu daerah di wilayah Kabupaten Bogor yang berjarak 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, 120 km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian bangsa. Sektor pertanian telah berperan dalam pembentukan PDB, perolehan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan pakannya berupa hijauan. Pakan hijauan dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan pengalaman, wawasan, dan keterampilan yang dikuasainya. V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Petani Petani adalah pelaku usahatani yang mengatur segala faktor produksi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia sejak tahun 1968. Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PENGEMBANGAN PETERNAKAN PADA SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KALIMANTAN SELATAN MASKAMIAN Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jenderal Sudirman No 7 Banjarbaru ABSTRAK Permintaan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor pertanian, sektor ini meliputi aktifitas pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci