BAB I PENDAHULUAN. MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hubungan Pusat-Daerah Aceh terjalin dengan lahirnya kesepakatan damai MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada tanggal 15 Agustus Konflik yang berkepanjangan teratasi dengan hasil kesepakatan damai tersebut. Namun, kekerasan di Aceh belum benar-benar sirna. Terlepas dari asumsi yang berkembang bahwa meningkatnya lagi kekerasan di Aceh adalah produk situasi sesaat menjelang Pilkada 2012, Aceh memang menyimpan potensi konflik baru, terutama dalam hal tarik undur kepentingan politik antara Pusat dan elite Aceh dalam menginterpretasikan MoU Helsinki. Pemberian otonomi khusus untuk wilayah Aceh merupakan salah satu strategi dari pemerintah pusat untuk mengakhiri konflik. Aceh diberikan kewenangan untuk mengatur wilayah secara menyeluruh dari bidang hukum, ekonomi dan politik sebagai upaya aplikasi demokrasi seperti yang dijanjikan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) -Jusuf Kalla (JK) pasca terpilih Pemberian otonomi khusus atau desentralisasi merupakan devolusi sebagai pelimpahan kekuasaan kepada daerah otonom sebagai unsur politik yang akan mengakibatkan demokrasi (Smith, 1985). Hubungan Pusat-Daerah dalam penyelenggaraan pilkada 2012 terbilang baik dengan adanya dukungan dari tokoh- 1

2 tokoh pusat terhadap kandidat calon tertentu. Pusat juga ikut andil dalam proses penyelesaian sengketa politik pra pemilihan. Hubungan elit dengan pusat, elit dengan masyarakat, merupakan unsur penyelenggaraan pemilihan dalam upaya membangun pencitraan politik kontestan dalam mempengaruhi pasar. Hubungan jaringan elit-pusat akan mendongkrak pencitraan kontestan dalam mempengaruhi penilaian masyarakat pemilih. Hubungan elit-masyarakat dapat dibentuk dengan melihat kesadaran politik dan pra-kondisi yang akan membentuk identitas masyarakat di wilayah-wilayah tertentu. Konteks masyarakat Aceh dapat dilihat dari perpektif sejarah. Konflik Aceh merupakan resultan dari usaha rakyat Aceh untuk membangun sifat ke- Aceh-an dalam konteks relasinya, baik dengan kekuatan asing maupun dengan Republik Indonesia. Seperti dikontruksikan oleh Peter Riddell, untuk membangun persepsi dirinya (self-perception), rakyat Aceh lebih melihat wilayahnya sebagai Serambi Mekkah. Istilah ini membentuk identitas (identity formation) bagi rakyat Aceh. Konflik-konflik yang dialami oleh rakyat Aceh, baik dalam hubungannya dengan dunia luar maupun dalam konteks internalnya, menawarkan katalis bagi pembentukan identitas ( Reid, 2006, dalam Kuasa rakyat, 2013: 17). Pembentukan identitas ini membangun kesadaran rakyat Aceh lebih sensitif terhadap pengembangan wilayah Aceh yang tertuang dalam butir-butir MoU sebagai landasan yang dituangkan dalam Undang Undang Pemerintah Aceh sebagai azas pengembangan yang bersifat merata. Sehingga perdamaian merupakan wujud dari kesejahteraan yang menjadi cita-cita lama rakyat Aceh 2

3 untuk hidup sejahtera. Proses penyelenggaraan pemilihan Gubernur/wakil Gubernur periode merupakan harapan baru masyarakat Aceh untuk memilih pemimpin yang memperhatikan rakyat dan bisa menjaga perdamaian yang sudah terjalin. Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh (Pilkada) periode yang telah berlangsung pada tanggal 09 April 2012 merupakan kontestasi politik yang diikuti oleh lima pasangan kandidat calon Gubernur/wakil Gubernur, diantaranya: Irwandi Yusuf (incumbent), Muhammad Nazar, Zaini Abdullah, Darni M.Daud, dan Ahmad Tajuddin ( Abi Lampisang). Kontestasi politik yang diwarnai dengan ragam peristiwa pro dan kotra, dengan lahirnya kelompok-kelompok dominan sebagai pemicu ketidakkondusif situasi Aceh pra pemilihan. Konflik regulasi menjadi sebuah perdebatan sengit antara elit-elit politik dalam mencari ruang politik untuk ikut serta dalam kontestasi 2012 tersebut. Sebagai aktor, setiap kandidat calon saling mempengaruhi satu sama lain untuk melakukan lobi politik dengan kepentingan-kepentingan tertentu sehingga memperoleh peluang yang tinggi. Dengan memahami kontestasi politik tersebut bekerjanya kekuasaan dan distribusi antar aktor, baik kelompok maupun elit jelas terlihat dalam proses pemilihan. Salah satu diantaranya adalah proses penundaan yang dilakukan Komisi Independen Pemilihan (KIP) terhadap jadwal pemilihan, memberi peluang bagi partai lokal dan jalur perseorangan untuk melakukan pendaftaran. Proses penundaan merupakan salah satu langkah yang dipilih Mahkamah Kontitusi (MK) sebagai upaya menghapus konflik regulasi tersebut. Uraian ini terkait Partai Aceh (PA) yang menilai sistem pilkada untuk tahun bertentangan dengan 3

4 MoU Helsinki (antara RI- GAM) pada tanggal 15 Agustus 2005, yang bertujuan mengakhiri konflik antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintah Republik Indonesia dalam penentuan status politik di provinsi Aceh. Ketua Partai Aceh (PA), Muzakir Manaf, telah mengeluarkan sebuah keputusan yang sangat mengejutkan dalam konferensi pers pada Jumat, 10 Oktober 2011 di Banda Aceh, bahwa PA tidak ikut mendaftarkan kadernya baik untuk Calon Gubernur/Wakil Gubernur maupun Calon Bupati/Walikota dan Calon Wakil Bupati/Wakil Walikota di seluruh Aceh. Hal ini terbukti hingga penutupan batas akhir waktu pendaftaran yang ditetapkan oleh KIP tanggal 7 Oktober 2011 pukul 00.00, PA tidak mendaftarkan kadernya baik untuk tingkat provinsi maupun kabupaten (Serambi Indonesia, 17 oktober 2011). Hal ini merupakan bentuk perlawanan yang ditempuh oleh PA sebagai protes terhadap ketidak-setujuan terkait penganuliran pasal 256 UU 11/2006. Beberapa perdebatan terjadi terhadap proses pembentukan Qanun Pilkada 2012, antara Gubernur dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi RI No. 35/PUU-VIII/2010 yang menganulir Pasal 256 UU 11/2006, tentang jalur perseorangan pada isi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UU/11/2006/PA). Pasal Bunyi Pasal Bunyi Pasal 256 Ketentuan yang mengatur calon peseorangan dalam pemilihan gubernur/wakil gubernur,bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil walikota, sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1) huruf d,berlaku dan Pasal 67 ayat (1) huruf d Pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam pasal 65 ayat (1) diajukan 4

5 hanya dilaksanakan utuk pemilihan pertama kali sejak undang-undang ini diundangkan oleh: a. Partai politik atau gabungan partai politik b. Partai politik local atau gabungan partai politik local c. Gabungan partai politik dan partai politik lokal d. Perseorangan Kebijakan Komisi Independen terhadap jalur perseorangan untuk dapat mendaftar sebagai calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota didasari pada pedoman pasal 67 ayat (1) huruf d, dengan menganulir pasal 256 dalam UU/11/2006. Penganuliran pasal ini mendasari kericuhan yang terjadi dalam proses penentuan hari pemilihan dan pembentukan Qanun pilkada, sehingga menimbulkan konflik antar elit yang diistilahkan dengan konflik regulasi. Konflik tersebut disebabkan oleh beberapa kepentingan dari kelompok dominan sebagai standing awal yang mempengaruhi strategi politik yang dibangun. Kericuhan tersebut sebuah klise politik yang dipertontonkan kepada masyarakat oleh para elit yang berada dibalik penyelenggaraan pemilihan. Kekuatan Eks GAM untuk mendukung partai lokal yang dibentuk pada tahun 2007 pasca MoU helsinki membatasi ruang untuk kontestan lain. Sehingga, proses pilkada ini merupakan ajang kontestasi Eks GAM untuk memperebutkan kursi kekuasaan di tataran pemerintahan Aceh. Kontestasi terjadi antara partai lokal dan 5

6 jalur perseorangan. Jalur perseorangan merupakan salah satu jalur politik yang pernah digunakan eks GAM untuk ikut berkontestasi pada tahun 2006 dengan mengusung Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh periode , sebelum partai lokal -Partai Aceh- terbentuk. Berdirinya Partai Aceh merupakan bentuk penghargaan atau kompensasi dari pemerintah pusat untuk mengizinkan GAM membentuk partai politik sebagai kendaraan dalam melakukan kegiatan politik, yang diperjuangkan Antisaari (Darmansyah, 2013). Sehingga, pada tahun 2007 Eks GAM yang bergabung di Komisi Peralihan Aceh (KPA) ikut dalam proses penyelenggaran pemilihan anggota legislatif dan eksekutif. Sedangkan pada tahun 2012 PA mengusung kandidat Zaini Abdullah sebagai Kandidat Gubernur Aceh untuk periode Penulis melihat bahwa kontestasi ini merupakan situasi politik yang berbeda dengan wilayah lain. Sehingga dua pasangan kandidat dari kelima pasangan kontestan menjadi kajian dalam penulisan ini, yaitu pasangan Zaini Abdullah/Muzakkir Manaf dan Irwandi Yusuf/ Muhyan Yunan. Pemilihan dua kandidat karena; pertama, memiliki latar belakang politik dan basis grass root yang kuat. Irwandi yusuf merupakan Eks GAM yang diusung menjadi Gubernur periode oleh Eks GAM yang tergabung dalam KPA melalui jalur perseorangan, sebelum terbentuknya Partai Aceh dengan perolehan suara sebesar 38,2% (Tim Kontras, 2004). Partai Aceh merupakan partai politik lokal pertama yang terbentuk dibawah kepemimpinan Irwandi Yusuf berdasarkan Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 2007 setelah pengesahan perjanjian kesepahaman damai (MoU) Helsinki, (2008). Zaini Abdullah juga salah satu Eks GAM yang 6

7 menjabat sebagai Menteri Luar Negeri GAM yang diusung oleh Partai Aceh sebagai kandidat Gubernur untuk periode Kedua kandidat tersebut merupakan bagian dari Partai Aceh. Berdasarkan Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) Pantai Aceh, setiap kader PA tidak boleh merangkap jabatan, sehingga Partai Aceh tidak mengizinkan Irwandi Yusuf mencalonkan diri sebagai Gubernur untuk periode PA sudah menentukan kandidat lain yaitu Zaini Abdullah berpasangan dengan Muzakkir Manaf. Berdasarkan pernyataan tersebut, Irwandi mengambil sikap untuk tetap maju pada pilkada 2012 melalui jalur perseorangan. Hal ini menjadi awal kisruh antara Irwandi Yusuf dengan Partai Aceh yang dinilai melanggar MoU dan dianggap sebagai penghianat dari Partai Aceh. Kedua, jaringan hubungan pusat dan daerah, hubungan ini terlihat dengan dukungan tiga Jendral Purnawirawan, Letjen Djali Yusuf, Mayjen Purn M.Yahya dan Mayjen Purn Soenarko terhadap pasangan kandidat calon Zaini Abdullah/Muzakkir Manaf sementara Irwandi Yusuf/Muhyan Yunan mendapat dukungan dari beberapa Partai Nasional seperti Partai Keadilan Sejahtera. Irwandi Yusuf merupakan kandidat incumbent yang memiliki basis grass root yang kuat dengan menjalankan program JKA (Jaminan Kesehatan Aceh) pada akhir masa jabatan. Kebijakan JKA diputuskan Juni 2006 dan dijalankan pada akhir Program JKA adalah salah satu bentuk aplikasi kinerja pemerintah untuk membangun kesejahteraan masyarakat Aceh. Hal ini diisukan sebagai kinerja politik Irwandi untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat Aceh dan menjadi strategi politik untuk memperoleh kepercayaan (trust) dari 7

8 masyarakat Aceh. Jaminan Kesehatan Aceh merupakan salah satu program yang ditawarkan Irwandi Yusuf selain dari memperbaiki infrastruktur pemerintahan dengan pembangunan yang matang (Serambi Indonesia, April 2012). Selain itu, Irwandi juga melakukan program Beasiswa Yatim Pemerintah Aceh, Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat (PUEM) dan Program Usaha Ekonomi Produktif Gampoeng (UEPG). Program kesehatan merupakan fokus utama, terkait proses pembangunan di bidang kesehatan Aceh (LSI: 2011). Zaini Abdullah, merupakan kandidat yang diusung oleh Partai Aceh (PA) yang merupakan partai lokal pertama yang mendapatkan 36,4% kursi dari tahun Pasangan kandidat Zaini Abdullah- Muzakir Manaf (Zikir) dinilai memiliki hubungan baik dengan para Eks kombatan GAM sehingga mempengaruhi strategi politik yang dijalankan. Salah satu statement penting untuk menarik perhatian masyarakat yaitu menawarkan sistem pemerintahan berdasarkan UUPA dengan mengurangi angka kemiskinan, memperbaiki taraf hidup masyarakat Aceh di sektor pertanian dan perkebunan (Serambi Indonesia, 2012). Kemenangan Partai Aceh (PA) dalam pemilihan 2012 dengan perolehan (55,75%) dengan jumlah suara 1,327,695 kemudian disusul oleh Irwandi yusuf (29,88%) dengan jumlah suara , sedangkan M Nazar memperoleh suara (7,77%) (Serambi Indonesia, 25 April 2012). Irwandi yang diperhitungkan memiliki basis grass root yang kuat dan tercatat sebagai kandidat incumbent tidak dapat mengalahkan kandidat dari partai PA. Proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tersebut menjadi hal yang menarik untuk dikaji, sehingga penulis mengangkat topik penelitian Kontestasi Aktor 8

9 Politik Lokal dalam Pilkada Aceh Tahun Tujuan dari penelitian ini adalah upaya untuk mengidentifikasi strategi politik kandidat. Sehingga, ke-ikutsertaan PA (partai lokal) dalam kontestasi, dengan kemenangan mutlak menjadi sebuah fenomena yang unik untuk dikaji dan keunikan tersebut juga terlihat pada proses penentuan jadwal pemilihan kepala daerah periode dengan empat kali penundaan. Gugatan pertama 14 November 2011 menjadi 24 Desember 2011, 16 Februari menjadi 9 April 2012 (PolitikA, September 2012). Berdasarkan uraian diatas, kajian ini merupakan identifikasi terhadap strategi politik kedua pasangan kandidat calon Gubernur/ Wakil Gubernur, dengan komponen yang dilihat yaitu kesejahteraan masyarakat dengan menjaga perdamaian Rumusan Masalah Penelitian ini mengkaji strategi politik dua aktor politik yang bertarung dalam Pilkada Aceh Adapun rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu, Bagaimana strategi pasangan Irwandi Yusuf dan Zaini Abdullah dalam kontestasi politik pilkada Aceh 2012? Tujuan Penelitian 9

10 Penulis berasumsi bahwa pengesahan jalur perseorangan (independen) oleh MK dalam pilkada 2012 Aceh mempengaruhi arena kontestasi yang dibangun oleh para kandidat. Adapun tujuan penulisan ini diantaranya; a. Secara teoretis, penulis ingin melihat strategi politik yang dipasarkan kontestan, upaya identifikasi dengan konsep political marketing. b. Secara praktis, penulis ingin melihat implikasi terhadap sistem yang dijalankan oleh tiap kandidat terhadap sabotase politik pada masa kampanye Literature Review Penulis menemukan beberapa hasil riset studi terdahulu mengenai kontestasi dan strategi politik yang menjadi referensi bagi penulis untuk mengembangkan studi yang dilakukan, sekaligus melakukan positioning untuk mempertegas keaslian penelitian. Riset yang dilakukan oleh Iskandar Zulkarnain (2009) yang mencoba memetakan ranah pertarungan simbolik antara Hizbut Tahrir Indonesia dengan Majelis Mujahidin Indonesia. Dalam riset ini, Zulkarnain menjelaskan bentuk-bentuk pertarungan simbolik antara HTI/ MMI dengan menggunakan teori praktik dari Pierre Bourdieu dengan konsep-konsep intinya seperti habitus, arena perjuangan (champ/field of struggle), dan kekuasaan simbolik. Penelitian yang penulis lakukan lebih pada pertarungan strategi dengan menggunakan pendekatan aktor, baik dari segi produk politik, segmentasi dan posisioning dengan konsep marketing oriented party. Jika pada Zulkanain aktornya adalah organisasi (HTI dan MMI), pada studi yang dilakukan penulis 10

11 aktornya yaitu partai politik yang meliputi partai lokal, dan jalur perorangan (independen), dalam hal ini aspek yang dianalisi memiliki kesamaan dalam bentuk fisik. Abdul Rasyid (2010), dalam risetnya mengenai modalitas dan strategi pemenangan pilkada, memiliki kemiripan dengan riset yang penulis lakukan. Penelitian tersebut sama-sama melihat strategi kemenangan dalam pilkada. Yang membedakan dengan riset Abdul Rasyid, bahwa dalam strategi pemenangan harus memiliki modalitas politik, sosial dan agama. Ketiga modalitas ini memiliki keterkaitan antara satu sama lainnya dalam networking, image building dan mobilisasi, sedangkan penulis hanya melihat strategi politik pada pemasaran produk, baik dari tahap pembentukan sampai evaluasi terhadap hasil. Rasyid menyebutkan bahwa kemenangan pilkada sangat ditentukan oleh besarnya modalitas yang dimiliki oleh pasangan kandidat kontestan. Adapun studi yang dilakukan Ismardi (2009), mengenai strategi politik kandidat, sama-sama melihat strategi politik. Ismardi menggunakan pendekatan strategi politik kandidat untuk melihat pencitraan politik kandidat walikota dan wakil walikota pasca bencana Tsunami di Aceh. Hasil penelitian ini menegaskan bahwa penting bagi kandidat kepala daerah untuk dapat memahami kebutuhan dan keinginan masyarakat pasca bencana, dan dapat mengelola kepentingan masyarakat. Kepala daerah yang dipilih masyarakat adalah kandidat yang mempunyai pencitraan yang bagus. Hal ini berbeda dengan studi yang penulis lakukan dari segi pendekatan, dimana penulis melihat strategi politik secara keseluruhan tidak hanya pencitraan politik. Penulis melihat strategi dalam konteks 11

12 marketing political konsep Jennifer Lees-Mashment, meliputi market intelligence, product design, product adjustment, implementation, communication, campaign, election,dan delivery. Konsep tersebut menegaskan bahwa pencitraan politik, tidak hanya dari past record kandidat calon, melainkan bagaimana membentuk produk yang mewakili keterwakilan kebutuhan masyarakat, yang beruntun sesuai dengan ideologi dan habitus yang menjadi habitat kontestan. Beberapa buku yang membahas tentang GAM (Partai Aceh) juga menjadi bahan pertimbangan sebagai literatur, diantaranya: Partai Aceh: Tranformasi GAM? yang dituliskan oleh Arya Budi, dengan melihat tranfortasi GAM menjadi Partai Aceh dalam tiga elemen organisasi yaitu leadership, organization dan membership; dan salah satu disertasi yang dibukukan Soft Power Untuk Aceh Resolusi Konflik dan Politik Desentralisasi yakni kajian tentang Konflik dan proses perdamian dalam bentuk soft power dan menghindari kekerasan. Kedua buku ini mencoba menguraikan situasi aceh pra dan pasca damai terkait GAM dan Pemerintah RI. Tidak hanya itu salah satu Tesis yang dituliskan oleh Adri Patria (2012) juga membahas tentang kekerasan sebagai sumber daya GAM pasca konflik, sumber daya yang dimaksud Patria bahwa kekerasan merupakan jalan pintas yang dilakukan oleh GAM untuk mengayomi masyarakat terhadap kandidat tertentu. Hal ini juga merupakan salah satu bagian yang dilihat penulis dalam proses pemasaran kontestan di ruang implementasi. Sehingga, tesis Patria menjadi salah satu referensi untuk memperkuat analisa terhadap kasus yang diteliti. 12

13 Posisioning yang penulis bangun dalam penelitian ini, mencoba melihat aspek yang mempengaruhi strategi kemenangan, strategi politik tidak hanya pada masa kampanye akan tetapi pasca konstentan terpilih. Dari tinjauan studi ini penulis menyimpulkan bahwa belum ada penelitian yang menggunakan teori MOP (marketing- oriented- party) Lees Mashment sebagai pisau analisis untuk melihat strategi politik dalam kemenangan pemilihan kepala daerah Kerangka Analisis Sistem pemilihan umum diartikan sebagai satu kumpulan metode atau cara warga masyarakat memilih para wakil mereka (Lijphart, 1995: 93). Pemilihan sebuah lembaga perwakilan rakyat baik DPR maupun DPRD, dilakukan sistem pemilihan dengan mentransfer jumlah suara ke dalam jumlah kursi. Sementara itu, pemilihan presiden, gubernur, dan bupati/walikota, yang merupakan representasi tunggal dalam sistem pemilihan, dasar jumlah suara yang diperoleh menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah (Affar Gaffar, 2006). Menang dan kalah merupakan hasil yang diperoleh setiap kontestan yang bertarung. Kontestasi dalam studi ini mengkaji strategi politik yang dipertaruhkan oleh dua kontestan Zaini Abdullah dan Irwandi Yusuf. Strategi dalam konsep Adman Nursal (2004), serangkaian aktivitas terencana, strategi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik kepada para pemilih. Marketing politik yang dilakukan para kontestan tidak hanya dijalankan selama masa kampanye, akan tetapi sebelum dan sesudahnya. 13

14 Adman menegaskan bahwa strategi politik dalam pemasaran politik praktis diberi istilah dengan konsep marketing mix. Dalam hal ini penulis meminjam Teori Adman Nurfal sebagai teori pendukung dalam penelitian ini yaitu Marketing Mix yang ditawarkan meliputi 4PS, yaitu product, price, place, promotion. Teori yang ditawarkan Nurfal didukung oleh Firmanszah. Marketing politik menurut Firmanszah yaitu bagaimana partai politik bisa mendiferensiasikan produk dan image politik, sehingga pemilih dapat mengenali partai politik dan kontestan secara perseorangan. Political Society adalah arena tempat masyarakat bernegara mengatur dirinya secara khusus dalam kontestasi politik untuk memperoleh kontrol atas pemerintah dan aparat negara dengan sebuah kepentingan akan berusaha mengamankan dominasinya atas bangunan politik yang ada dan semaksimal mungkin akan memperluas pengaruh politiknya terhadap hasil pemilu. Fenomena yang terjadi dalam pemilihan kepala daerah terletak pada bagaimana political marketing menjadi logika baru dalam menuai kekuasaaan, dimana kontestasi tidak lagi bernotabene merebut hati dewan akan tetapi lebih kepada cara memperoleh hati rakyat. Firmanzah (2008:41-42) menegaskan untuk mencapai tujuan terhadap kontestasi partai politik membutuhkan strategi yang bersifat jangka panjang maupun jangka menengah. Strategi yang bisa dilakukan, diantaranya; pertama, strategi yang terkait dengan penggalangan dan mobilisasi massa selama massa kampanye; kedua, strategi partai politik untuk berkoalisi dengan partai lain; ketiga, strategi partai politik dalam mengembangkan dan memberdayakan organisasi partai politik secara keseluruhan, mulai dari strategi penggalangan 14

15 dana, pemberdayaan anggota kaderisasi, penyempurnaan mekanisme pemilihan anggota serta pemimpin partai; keempat, partai politik membutuhkan strategi umum untuk bisa terus menerus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, seperti peraturan pemerintah, lawan politik, masyarakat, LSM, pers dan media. Uraian tersebut dilakukan oleh partai politik dengan tujuan konsep objektif selama masa pemilihan umum. Kontestasi merupakan hasil interaksi antar aktor didalam proses Pilkada yang membutuhkan lobi politik sebagai salah satu unsur yang harus diperhatikan oleh aktor. Lobi politik dinilai pada kekuatan yang dimiliki atau berdasarkan kedekatan dengan pihak yang memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan kebijakan dalam hal ranah. Sehingga modal yang akan diakomodasikan sesuai dengan maksimalitas karakter pendekatan tersebut. Selain lobi politik, kontestasi politik juga dipengaruhi oleh setting marketing politik, dimana setting marketing politic merupakan produk politik awal untuk menentukan segmentasi dan positioning. Konsep marketing Adman, segmentasi dan positioning merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam proses pemasaran produk politik. Segmentasi berperan sebagai alat indetifikasi karakteristik yang muncul dari setiap golongan sedangkan positioning merupakan upaya penempatan image dan produk politik yang sesuai dengan masing-masing kelompok masyarakat (Nursal, 2004: ). Konsep Lees-Mashment mengenai marketing politik tidak hanya melihat komunikasi, hubungan masyarakat atau kampanye. Namun lebih jauh, pihak bertindak seperti bisnis, menggunakan kecerdasan pasar untuk menginformasikan 15

16 desain dari produk politik yang mereka tawarkan menjadi pasar atau pemilih berorientasi tidak fokus pada polling ( Jennifer Lees-Marshment, 2009: 82). Ketiga konsep marketing politik tersebut memiliki kesamaan dan perbedaan. Persamaanya terletak pada penekanan produk politik. Perbedaan dengan konsep yang ditawarkan lees-mashment yaitu produk politik dibentuk setelah proses penjajakan pasar. Sedangkan menurut Adman dan Firmanzah, positioning dan segmentasi dilakukan untuk menempatkan image dan produk politik yang sesuai dengan kelompok-kelompok masyarakat Konsep political marketing yang ditawarkan Lees-Mashement terdiri dari tiga tipologi partai, diantaranya: Product Oriented Party (POP), Sales Oriented Party (SOP), dan Marketing Oriented Party (MOP). Gambar 1.1 Tipologi Partai Proses Pemasaran Partai Product Oriented Party Sales Oriented Party Marketing Oriented Party Stage 1 Product Design Stage 1 Product Design Stage 1 Market Intelegence Stage 2 Communication Stage 2 Market Intelegence Stage 2 Product Design Stage 3 Campaign Stage 3 Communication Stage 3 Product Adjusment Stage 4 Election Stage 4 Campaign Stage 4 Implementasi Stage 5 Delivery Stage 5 Election Stage 5 Communication Stage 6 Delivery Stage 6 Campaign Stage 7 Election Stage 8 Delivery 16

17 Sumber: Eep Saefulloh Fatah (Workshop Political Marketing, 2010), Dalam Tesis, Azwir Nazar 2012 Tipologi pemasaran partai dalam konteks Pilkada Aceh dianalogiskan pada pemasaran partai lokal dan jalur perseorangan. Partai Aceh merupakan partai besar yang memiliki kuota penuh. Sedangkan jalur perseorangan merupakan jalur politik yang mendapat dukungan dari beberapa parnas (partai nasional) dan parlok (partai lokal), diantaranya; PKS, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Rakyat Aceh. Jalur perseorangan dalam konteks ini tidak berdiri sendiri sehingga dinilai tergolong dalam tipologi partai. Lees- Mashment membagikan tipologi partai ini dalam dua bentuk yaitu partai besar dan partai kecil. Partai kecil yang dimaksud merupakan organisasin politik gabungan Product Oriented Party (POP) POP adalah pemasaran partai yang punya keyakinan kuat terhadap produk politiknya. Mereka berasumsi bahwa para pemilih akan menyadari gagasan yang disampaikan pendekatan ini sebagai sesuatu yang bernilai. Karakter partai yang berorientasi produk akan menolak atau mengubah ide atau gagasan-gagasan terhadap produknya. Meskipun ide atau gagasan tersebut gagal mendapatkan dukungan pemilih dan mengalami kekalahan dalam pemilu. POP akan tetap berusaha dan berupaya fokus pada apa yang menjadi keyakinan ( Nazar, 2012:29). Karakter Pemasaran Politik POP Terdiri Dari Lima Tahapan, Diantaranya: 17

18 Table 1.1 Tahapan Product Oriented Party (POP) No Tahapan Pemasaran Penjelasannya 1 Desain Produk Partai akan merancang prilakunya berdasarkan keyakinan para anggota dan pemimpin 2 Komunikasi Komunikasi akan mengarahkan kampanye partai terhadap program jangka pendek dan jangka panjang. Seluruh kader partai akan menyampaikan gagasan ini kepada masyarakat pemilih, bukan saja pemimpin partai. Organisasi jelas dan efektif, dirancang untuk memajukan dan memperkuat keberadaan partai dimata pemilih. 3 Kampanye Kampanye resmi untuk menghadapi pemilu. 4 Pemilu Pelaksanaan pemilu 5 Delivery Proses delivery, partai menunjukkan bagaimana tujuan-tujuan partai akan mewujudkan sesuai janji-janji yang mereka sampaikan saat kampanye, baik memenangkan ataupun kalah (menjadi oposisi) Sumber: Topan (2011), diolah dari lees-mashment (2001). dalam Tesis Azwir Nazar (2012) Sales Oriented Party ( SOP) SOP adalah pemasaran partai yang berorientasi pada penjualan produk. Proses pemasaran yang berusaha mempengaruhi persepsi pemilih dalam menentukan pilihan politik. Dengan cara himbauan atau bujukan mayarakat pemilih dengan komunikasi dan teknik pemasaran yang luas. Hal ini juga mencakup penjajakan pasar (market intelegence) yang dilakukan untuk merancang iklan atau cara penjualan. Tapi bukan produk politik. SOP tidak akan mengubah prilakunya sesuai dengan kehendak masyarakat pemilih, namun justru 18

19 mencoba menyakinkan khalayak agar menginginkan apa yang mereka tawarkan (Nazar, 2012: 30). Tahapan pemasarannya adalah: Table 1.2. Tahapan Pemasaran SOP No Tahapan Pemasaran Penjelasan 1 Desain Produk Partai akan merancang produknya berdasarkan keyakinan para anggota dan pemimpinya. 2 Penjajakan Pasar SOP akan melakukan riset pasar untuk memastikan tanggapan pemilih terhadap prilaku partai; segmen pemilih mana yang menyukai partai, dan segmen mana yang tidak menyukai dan segmen mana yang dapat dipersuasi jika aspek-aspek tertentu dikomunikasikan dengan cara tertentu. 3 Komunikasi Riset pasar lalu akan menginformasikan komunikasi yang berkelanjutan. Komunikasi dikelola dengan baik, koheren, terpusat dan menyatu. Komunikasi dirancang bukan hanya menajamkan argumentasi namun untuk mempersuasi pemilih bahwa partai adalah pilihan tepat dan benar. Maka pemilih memilih partai tersebut. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi pemasaran, termasuk surat, selebaran, poster dan video, siaran pemilu partai, iklan ditelpon mobil. 4 Kampanye Kampanye resmi untuk menghadapi pemilu. 5 Election Ketika pemilu, SOP bisa meraih kemenangan. 6 Delivery Partai-partai utama yang meraik kekuasaan akan menyampaikan kebijakan dan tujuantujuan partai. Sumber : Topan (2011), Lees- Mashment (2001). Dalam Tesis Azwir Nazar, 2012: Penjajakan pasar yang dilakukan dalam tahapan pemasaran ini adalah untuk memproduksi iklan baru atau cara menyakinkan publik. Dengan harapan dapat 19

20 membujuk dan mempersuasi publik secara bertahap untuk menerima ide maupun gagasan yang diusung. Pendekatan ini bersikeras untuk tidak merubah produk yang sudah dibentuk supaya sesuai dengan keinginan pemilih. Justru pemilih dibujuk untuk menginginkan produk yang dihasilkan. Pemasaran dan komunikasi dilakukan secara maksimal untuk mengubah pasar dengan keyakinan pasar dapat dimanipulasi ( Lees-Mashment 2001; 1076, Lilleker dan Lees Mashment, 2005). Model SOP ini kemudian dikritik karena dianggap penggunaan political marketing untuk menjual partai kepada pemilih melalui teknil-teknik marketing yang canggih (2001:1080) 5.3. Marketing Oriented Party (MOP) Dalam konsep MOP, untuk menang dalam pemilu sebuah partai politik haruslah terlebih dahulu memahami apa yang menjadi prioritas, perhatian dan menjadi tuntutan publik (Lilleker dan Lees-Mahsment, 2005:9-10). Kemudian tahapan selanjutnya barulah merancang produk politik yang sesuai dengan kebutuhan dan menyentuh persoalan yang dihadapi publik. MOP dalam menawarkan ide-ide dan gagasannya tidak berupaya mengubah pemikiran publik seperti pendekatan SOP. Akan tetapi berusaha menawarkan produk sesuai dengan tuntutan pasar, yaitu apa yang menjadi kebutuhan dan tuntutan publik. Pendekatan MOP lebih dinamis dan tidak statis. Proses pemasaran tidak stagnan atau tidak terikat pada ideologi tertentu. Selalu menawarkan terobosan baru yang realistis bagi kebutuhan masyarakat pemilih atau pasar. Hal ini didasari pada hasil penjajakan pasar. Pembentukan produk tidak hanya dilakukan berdasarkan kebutuhan pemilih. Sebab, karakter pemasaran ini 20

21 mempertimbangkan dan diyakini dapat direalisasikan pasca terpilih. Jika tidak, hal ini akan menimbulkan kekecewaan pemilih yang akan mempengaruhi track record buruk dan merugikan partai dalam jangka waktu yang panjang (Lees- Mashment, 2001:1078) Berikut tahapan pemasaran berdasarkan MOP, diantaranya: Market Intelligence Inteligent pasar merupakan strategi awal yang dilakukan oleh partai politik atau kontestan untuk mengetahui isu-isu politik yang dibutuhkan masyarakat (pemilih). Proses yang dilalui meliputi jajak pendapat, kelompok fokus dan segmentasi untuk memahami pandangan dan perilaku pasar, termasuk masyarakat umum, key opinion- influencers, MPs (Marketing Politic Sales) dan anggota (Lees-Mashment, 2009: ). Intelligent pasar dilakukan secara terus menerus dan bersifat jangka panjang. Uraian ini merupakan proses awal sebelum pembentukan produk politik oleh para kontestan. Survei pra pemilihan merupakan salah satu metode yang ditempuh kontestan untuk mendeteksi perkiraan dukungan yang diperoleh oleh kontestan, baik dari tim sukses partai yang mengusung kandidat atau lembaga survei. Kandidat atau kontestan yang berorientasi pasar menggunakan penjajakan pasar untuk menemukan kebutuhan pemilih dan keinginan. Hasil survei yang dilakukan menjadi data sekunder. Targeting yang menjadi segmen akan jelas sesuai dengan kelompok masyarakat. Adman Nursal (2004:109) menjelaskan bahwa segmentasi dilakukan untuk mengenal lebih jauh kelompok pasar, dimana 21

22 pencitraan dan produk politik dipasarkan, sehingga positioning yang dilakukan sesuai dengan permintaan pasar. Rhenald Kasali (1998: 27-29) menjelaskan beberapa segmentasi pada pemasaran politik; pertama, mendesain subtansi tawaran partai atau kandidat secara lebih responsif terhadap segment yang berbeda. Menjalankan segmen berarti juga mendalami kepentingan, aspirasi, dan persoalan-persoalan politik yang menjadi perhatian setiap segmen. Subtansi tawaran partai dikembangkan berdasarkan analisis mendalam segmen-segmen yang diproyeksikan menjatuhkan pilihan kepada kontestan yang dipasarkan. Kedua, menganalisis preferensi pemilih karena setiap segmen pemilih memungkinkan pemasar mengetahui kecenderung pilihan politik setiap segmen. Secara tidak langsung, segmentasi juga berarti proses mengenal kekuatan pesaing. Ketiga, menemukan peluang perolehan suara. Peluang perolehan suara dapat mengetahui preferensi pilihan setiap segmen dan kekuatan pesaing akan menghantarkan pemasar untuk menemukan peluang yang dapat diraih secara lebih efektif dan efisien. Keempat, menentukan strategi komunikasi yang efektif dan efisien, perlu diterapkan pendekatan komunikasi yang berbeda untuk setiap segmen. Dalam memasarkan partai politik banyak segmentasi yang bisa dilakukan diantara nya; segmentasi demografi, agama, gender, usia, kelas sosial, psikografis, kohor, dan prilaku (Nursal, 2004:70). Suksesnya segmentasi yang dilakukan oleh institusi politik apabila segmentasi yang dilakukan dapat diukur, dimana setiap segmen memiliki nilai 22

23 ukur terhadap kemenangan yang akan di peroleh setiap kandidat, dapat diakses, subtansial dan respon yang khas (Kotler, 1994:109). Penjajakan pasar dilakukan untuk mempertimbangkan implikasi dari konteks politik. Kandidat beroperasi untuk strategi pemasaran dan produk, sehingga tingginya komunikasi net sebagai pertimbangan. Segmen dan targeting tidak hanya pada produk yang akan dibentuk (Lees-Mashment, 2009:129). Penjajakan (intellegence) pasar dilakukan setelah kandidat terpilih seperti yang telah disebutkan, intelligent pasar bersifat jangka panjang. Hal ini dilakukan untuk strategi mendeteksi sumber daya terhadap pendukung kontestan terpilih. Intelligent pasar merupakan evaluasi terhadap produk yang ditawarkan kepada pemilih sehingga produk yang ditawarkan tersampaikan kepada masyarakat pemilih. Terkait intelligent pasar, kandidat melakukan tahapan-tahapan berikut. Pasangan Zikir, tahapan yang ditempuh dengan melakukan musyawarah besar dengan mengumpulkan perwakilan dari setiap wilayah, guna mencapai titik stand yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pasangan Irwandi/Muhyan, melakukan Raker (rapat kerja) dengan mengumpulkan masyarakat dengan dua perwakilan dari setiap wilayah yang didatangkan dari desa ke Banda Aceh guna membahas kebutuhan yang diinginkan masyarakat Product Design dan Product Adjustment Desain produk dibentuk sesuai dengan temuan dari intelligent pasar (Lees- Mashment, 2009:110). Produk (product) yang ditawarkan institusi politik yaitu sesuatu yang komplek, yaitu pemilih akan menikmatinya setelah sebuah partai 23

24 atau sesorang kandidat terpilih (Niffenegger,1989:109). Arti penting dari sebuah produk politik tidak hanya ditentukan oleh karakteristik produk itu sendiri. Disini pemahaman pemilih memainkan peranan penting dalam memaknai dan menginterpretasi sebuah produk politik (Dermody & Scullion, 2001). Niffenger (1989: 206) membagikan produk politik dalam tiga kategori: pertama, party platform (platform partai); kedua, past record (catatan yang dilakukan pada masa lalu) dan ketiga, personal characteristic (ciri pribadi). Produk utama dari sebuah institusi politik adalah platform partai yang berisikan identitas, konsep, ideologi dan program kerja sebuah institusi politik. Selain itu apa yang sudah dilakukan pada masa dahulu dalam pembentukan sebuah produk politik. Akhirnya, karakteristik atau ciri seorang kandidat memberikan citra, simbol dan kredibilitas sebuah produk politik. Dari uraian ini, dapat dilihat bahwa pencitraan politik merupakan nilai tawar yang akan mempengaruhi objek subjektif yang tidak bersifat personal kandidat namun beranjak dari organisasi politik kandidat tersebut diusung. O Shaughnessy (2001:109) memberikan beberapa karakteristik produk politik, partai politik menjual produk politik yang tidak nyata (intagible product); sangat terikat dengan sistem nilai (value laden ), di dalamnya melekat janji dan harapan akan masa depan dan terdapat visi yang bersifat atraktif; kepuasan yang dijanjikan tidaklah segera tercapai, tetapi hasilnya lebih bisa dinikmati dalam jangka panjang; tidak pasti dan bisa ditafsirkan macam-macam (multi-interpretable). Uraian ini bahwa produk politik yang diciptakan dalam masa kampanye bukan produk instan. Sehingga aplikasinya bersifat multitafsir. Produk yang berorientasi 24

25 partai bersifat tradisional untuk melihat pemasaran. Kepercayaan yang dibentuk untuk pemilih memiliki pengaruh dalam pemasaran produk, tidak menggunakan pemasaran untuk mengubah produk bahkan komunikasi meskipun gagal mendapatkan dukungan (Lees-Mashment, 2009:124). Lees-mashment menegaskan bahwa teknik pemasaran penjualan tidak dapat mengurangi produk, komprehensif politik terpadu yang menawarkan alternatif yang positif dicapai kepada pemerintah yang ada dan merespon secara efektif terhadap keprihatinan dan tuntutan masyarakat. Marketing politik yang efektif untuk partai besar jika digunakan untuk menginformasikan bagaimana produk yang ditawarkan dirancang. Sedangkan partai kecil lebih kepada kebijakan ideologi yang mendorong untuk mencapai tujuan dari pengaturan agenda. Partai politik dan kontestan mendesain produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan para pemilih. Kontestan akan menggunakan segmentasi untuk pemasaran produk sesuai dengan segmen dimana sumber daya yang digunakan tepat sasaran. Proses identifikasi merupakan cara yang ditempuh kandidat atau kontestan untuk memuaskan para pemilih. Walaupun produk yang dibangun oleh para kontestan terpilih hanya janji-janji evaluasi dan aplikasinya terabaikan. Batasan desain produk merupakan antisipasi untuk menjaga pencitraan politik yang dibangun. Pencitraan politik merupakan sebuah jaminan pertahanan partai politik sebagai pengusung kontestan. Pencitraan politik ditentukan oleh produk yang dibentuk, tanpa harus keluar dari background partai. Lees Mashment menegaskan hal yang lebih penting dalam pembentukan produk yaitu Filsafat 25

26 Pasar. Filosofis pemasaran dibentuk dari waktu ke waktu sehingga keinginan pemilih tersampaikan. Partai Politik dapat dilihat sebagai produk design sehingga partai oposisi dapat dinilai sesuai dengan kemampuannya untuk memberikan produk yang dijanjikan politiknya. Oleh karena itu, kemampuan pengiriman partai politik merupakan karakteristik yang penting. Lees- Mashment (2001:126) berpendapat bahwa produk dipihak Inggris setidaknya mencakup semua aspek perilaku partai, meliputi kepemimpinan, anggota, staf, kebijakan dan simbol. Namun, Lloyd (2005) memperluas konsep ini secara signifikan yang berdiri dibawah literature pemasaran yaitu meliputi; services offering, representation, accommodation, investment, dan outcome (Lees-Mashment, 2009: 126). Uraian ini menjelaskan hubungan produk politik yang dibentuk dengan kebutuhan pemilih yang bersifat individual staff dalam struktur organisasi mempengaruhi image politik yang dibangun dalam pemasaran. Misalnya, salah satu anggota partai terjaring Komisi Pemberantasan Korupsi karena korupsi. Kekuatan partai dalam membentuk image politik mempengaruhi strategi politik yang dilakukan. Disini pemilih berperan sebagai hakim untuk memutuskan pilihan. Product adjustment merupakan penyesuaian produk yang dilakukan untuk penjangkauan batas persaingan antara kontestan lain. Memperbaiki sudut pandang yang dibangun untuk mengukur persaingan, sehingga produk yang dibentuk benar-benar menjangkau kebutuhan pemilih secara luas. Penyesuaian produk dapat dilihat pada bagan berikut. 26

27 Bagan 1.1 Penyesuaian Produk Achievability Needed Support Analysis product adjustment Reaction Analysis Compotation Analysis Sumber: Lees-Mashment, Implementation Implementasi yang dilakukan merupakan hasil dari ketiga tahapan yaitu meliputi: intelligent pasar, desain produk dan penyesuaian produk. Dalam pemahaman Nursal, positioning yang dibangun setelah segmentasi dan targeting. Positioning salah satu faktor yang menentukan kesuksesan kampanye (Plasser et al.,1999). Positioning adalah tindakan untuk menancapkan citra tertentu ke dalam pikiran para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu kontestan memiliki posisi khas, jelas, dan penuh makna. Positioning yang efektif akan menunjukkan perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan di bandingkan dengan kontestan pesaing. Dalam hal ini, secara tidak langsung positioning didefinisikan sebagai pesaing; bahwa pesaing tidak dapat mewujudkan tawaran-tawaran tertentu sebaik pihak yang mencanangkan positioning tersebut (Nurfal, 2004:137). Lees-Mashment menegaskan implementasi dalam bentuk the party leadership rejecting his/her positions. Penentuan posisi pemimpin yang sesuai dengan positioning yang di bangun. 27

28 Commucication dan Campaign Lees-Mashment menegaskan, pemasaran dengan prilaku seluruh organisasi politik, tidak hanya komunikasi (communication). Pemasaran juga tidak hanya pada proses kampanye partai, tetapi produk yang dipasarkan dalam kampanye dimana kampanye merupakan bagian dari komunikasi formal. Komunikasi merupakan alat penyampaian produk yang dilakukan oleh kandidat dan anggota partai politik yang mengusung dengan pemilih. Media merupakan salah satu alat komunikasi yang dipilih oleh kandidat dan anggota partai politik serta dilakukan saat pra masa kampanye. Sebagai contoh bisa dilihat pada proses pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun Para kontestan menggunakan media periklanan untuk berkomunikasi dengan pemilih, hal ini dilakukan agar pemilih mengenali calon kandidat sesuai dengan nomor urut. Lees-Mashment menegaskan bahwa komunikasi politik dirancang untuk memenuhi setiap segmen, fokus presentasi pada aspek produk yang paling populer. Komunikasi bersifat sangat professional dan terorganisasi. Penggunaan komunikasi modern dilakukan untuk membujuk pemilih setuju dengan partai kandidat. Komunikasi produk dapat dilakukan melalui siaran pers, iklan, penampilan publik yang dilakukan secara terus menerus dan produk yang ditawarkan tidak hanya pada saat kampanye. Marketing politik membahas cara sebuah intitusi politik dalam melakukan promosi (promotion) ide, platform partai dan ideologi selama kampanye pemilu. Iklan merupakan salah satu bentuk promosi dalam membangun jargon dan slogan politik yang di tampilkan ke publik (Wring, 1996; Elebash, 1984). Dalam 28

29 marketing politik pemilihan media perlu dipertimbangkan oleh institusi politik. Rothschild (1978: 78) menunjukkan bahwa pemilihan media merupakan salah satu faktor penting dalam penetrasi pesan politik ke publik. Iklan merupakan salah satu bentuk promosi produk politik yang dilakukan para kontestan baik melalui media cetak dan media elektronik. Iklan bermanfaat untuk membangun awareness (kepercayaan) untuk membuat perbandingan. Di Aceh, para kontestan melakukan promosi produk politik melalui media elektronik yaitu stasiun televisi nasional, TVRI. Peran media elektronik di Aceh masih sangat terbatas, sedangkan sistem promosi seperti direct marketing atau pemasaran langsung melalui surat, telepon dan alat-alat kontak non personal masih jarang di temui dalam proses promosi. Berbeda dengan special event, dimana mengumpulkan para pemilih atau pihak-pihak tertentu sebagai ajang untuk menyampaikan gagasan atau produk politik. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk promosi produk politik yang hampir seluruh kontestan menggunakan cara tersebut. Contohnya memperingati hari-hari besar agama, dan melakukan pertemuan dengan organisasi massa. Personal contact atau kontak personal adalah interaksi tatap muka dengan orang-orang tertentu untuk menyampaikan gagasan atau produk politik, misalnya obrolan ramah tamah, lobi politik, presentasi personal, pertemuan terbatas. Wilayah Aceh merupakan wilayah yang kental dengan musyawarah, sehingga para kontestan mempertimbangkan cara promosi sesuai dengan tempat. Personal contact merupakan salah satu dari seribu cara yang dilakukan oleh para kontestan untuk mejalankan aspirasi politik. Public relation, merchandise dan pos politik 29

30 merupakan sistem promosi yang dilakukan para kontestan dalam marketing, sehingga produk politiknya laku di pasarkan. Debat kandidat yang dilakukan secara terbuka merupakan salah satu bentuk promosi produk politik. Seperti yang sudah di utarakan, bahwa promosi intitusi politik tidak hanya pada masa kampanye, akan tetapi berlangsung secara terus menerus (Butler & Collins, 2001). Adanya pelaksanaan komunikasi ulang yang dilakukan untuk mengingatkan kembali pemilih terhadap aspek-aspek kunci yang ditawarkan dan keuntungan yang diperoleh setelah kontestan terpilih. Kampanye pemilu merupakan tahap akhir kandidat untuk mempromosikan produk politik (Lees-Mashment, 2009:126). Nursal, mengkategorikan tiga pendekatan yang dapat dilakukan oleh partai politik untuk mencari dan mengembangkan pendukung selama proses kampanye politik. Strategi pertama adalah push-marketing. Dalam strategi ini partai politik berusaha mendapatkan dukungan melalui stimulan yang diberikan kepada pemilih. Pemilih dibekali untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan tersebut. Uraian ini berkaitan dengan partisipasi politik dalam membangun minat pemilih dan sebuah keharusan untuk memberi hak pilih. Dalam artikel Andre Blais mengenai partisipasi pemilih, bahwa tingginya hak pilih juga di pengaruhi oleh vasilitas yang disediakan oleh yang dipilih. Hal ini menguatkan bahwa push-marketing merupakan langkah awal untuk memotivasikan pemilih sehingga menyuarakan aspirasinya. Kedua, passmarketing. Strategi ini menggunakan individu maupun kelompok yang dapat mempengaruhi opini pemilih. Sukses tidaknya penggalangan massa akan sangat 30

31 ditentukan oleh pemilihan para influencer, semakin tepat influencer yang dipilih efek yang diraih semakin besar dalam mempengaruhi pendapat, keyakinan dan pikiran publik. Ketiga, pull marketing, strategi ini penekanannya pada pembentukan image politik yang positif. Robinowits dan Macdonald (1989:89) menganjurkan bahwa supaya simbol dan image politik dapat memiliki dampak yang signifikan, dari kedua uraian ini pemilih dapat memetakan kontestan yang dipilih mewakili apa yang dirasakan pemilih. Rohrschneider (2002:119) berpendapat bahwa partai politik menghadapi lima jenis trade-off dalam mengembangkan strategi marketing. Pertama, apakah partai politik akan memaksimalkan pemilih atau kebijakan (policy). Kedua, apakah partai politik lebih mempertahankan pemilih inti atau pemilih non partisan yang tidak terikat oleh partai politik apapun. Ketiga, apakah partai politik lebih memperjuangkan ideologi partai atau mengikuti keinginan pemilih yang tercermin dalam polling. Keempat, apakah partai politik lebih menekankan pada leader atau justru pada konstituen yang terdapat dalam tubuh partai politik tersebut. Kelima, apakah organisasi partai politik diposisikan lebih sebagai instrumen mekanis atau simbolis dalam kampanye pemilu. Uraian ini lebih kepada trade-off yang akan dipilih oleh para kontestan untuk memilih potensi mana yang lebih tinggi mempengaruhi konsep objektif. Dari kelima trade-off ini, Rohrshneider (2002) kembali membagikan dua strategi dari bauran tersebut, pertama strategi mobilisasi (mobilizing) yang lebih menekankan pada kebijakan (policies) lebih mengutamakan pendekatan terhadap pendukung partai, menonjolkan pemimpin partai dan berpandangan bahwa partai 31

32 politik adalah suatu alat untuk mendekati pemilih. Kedua, strategi berburu pemilih (chasing). Strategi jenis ini berlawanan dalam setiap aspek dengan strategi mobilisasi. Penekanannya adalah memaksimalkan pemilih secara luas. Strategi mencari pemilih yang bukan dari pendukung utama, dimana strategi ini beranggapan bahwa yang terpenting yaitu bisa mendapat dukungan dari masyarakat luas. Jenis strategi ini lebih menekankan pada image organisasi bukan sosok pemimpin (Firmanzah, 2008) Election dan Delivery Tahapan election partai politik dan kontestan tidak hanya dilihat tingkat perolehan suara. Votern turn out dilakukan pada semua aspek prilaku, kebijakan, pemimpin, kesatuan partai, kemampuan dan tingkat kualitas keanggotaan. Election merupakan tahapan evaluasi terhadap produk yang ditawarkan sehingga keunggulan produk mempengaruhi kemenangan kontestan terpilih. Strategi pemasaran kontestan dinilai pada hari pemilihan, strategi pemasaran tiap kontestans dinilai pada lakunya produk yang ditawarkan dan hal ini menentukan votern yang dihasilkan. Keunggulan produk tidak menjamin kemenangan, peran ideologi sebagai salah satu ukuran perolehan suara pemilih. Penulis melihat bahwa Marketing oriented party (MOP) sebuah desain perilaku untuk kepuasan pemilih. Intelligent pasar digunakan untuk mendeteksi kebutuhan pemilih kemudian merancang produk politik sesuai dengan tuntutan pemilih, didukung dan dilaksanakan oleh organisasi internal dan diserahkan dalam sebuah pemerintahan. Lees-Mashment menegaskan bahwa strategi politik 32

33 pemasaran lebih melihat proses pembentukan produk yang dipasarkan dan tingkat kesesuaian produk dinilai pada keberhasilan kontestan terpilih Kemenangan Dan Keunggulan Produk Kemenangan merupakan tujuan dari strategi politik yang dijalankan oleh setiap kontestan. Dalam pendekatan MOP (marketing oriented party) Lees- Mashment (Lees-Mashment, 2009:133) menegaskan, kemenangan merupakan hasil dari pemasaran produk yang dibentuk berdasarkan hasil intelligent pasar. Intelligent pasar dalam pendekatan ini bersifat continue (terus-menerus), tahapan yang dilakukan sebagai awal pembentukan produk politik dan sebagai evaluasi terhadap keunggulan produk dibuktikan dengan kemenangan kontestan terpilih. Tinjauan keunggulan produk, dinilai pada lakunya produk yang ditawarkan sesuai dengan isu-isu yang dibutuhkan masyarakat, terbukti ketika masyarakat memberikan hak pilih pada kontestan tertentu, yang sesuai atau dekat dengan kebutuhannya. Uraian MOP dalam pendekatan Lees-Mashment tidak dicantumkan keunggulan produk dalam proses marketing politik. Keunggulan produk dalam pandangan Lees-Mashment merupakan kesesuaian strategi dalam pemasaran politik yang dijalankan kontestan, kemenangan menjadi evaluasi terhadap lakunya produk yang dipasarkan. Pemilih merupakan subjek penilai terhadap objek (produk politik) yang dipasarkan. Peran pemilih merupakan salah satu aspek penting dalam penentuan pemasaran. Pencitraan atau image politik sebagai landasan untuk membangun 33

BAB I PENDAHULUAN. daerah (pemilukada) diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. daerah (pemilukada) diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah (pemilukada) adalah rangkaian panjang dari proses penentuan kepala daerah yang bakal menjadi pemimpin suatu daerah untuk lima tahun (satu periode).

Lebih terperinci

02ILMU. Komunikasi Pemasaran Politik. From Party Politics to Mass Marketing. Dr. Achmad Jamil M.Si KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas

02ILMU. Komunikasi Pemasaran Politik. From Party Politics to Mass Marketing. Dr. Achmad Jamil M.Si KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas Komunikasi Pemasaran Politik Modul ke: From Party Politics to Mass Marketing Fakultas 02ILMU KOMUNIKASI Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi MAGISTER KOMUNIKASI Produk Bagaimana citra Prabowo, penilaian

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara pimpinan. Maka hal ini yang membuat para pimpinan tidak memberikan celah untuk para mantan panglima wilayah melakukan hal-hal yang diluar keinginannya, bahkan pasca rapat tersebut para pimpinan tidak pernah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung

Lebih terperinci

Model-Model Political Marketing.

Model-Model Political Marketing. Model-Model Political Marketing www.mercubuana.ac.id Wojciech Cwalina (et.al), Political Marketing: Theoretical and Strategic Foundations Chapter II. JenniferLees-Marshment, Political Marketing. Principles

Lebih terperinci

Firmanzah, PhD. Pasca Sarjana Ilmu Manajemen University of Indonesia

Firmanzah, PhD. Pasca Sarjana Ilmu Manajemen University of Indonesia Firmanzah, PhD Pasca Sarjana Ilmu Manajemen University of Indonesia Sosial Politik Marketin gpolitik Marketin g Pemilih Marketing tidak hanya terbatas pada institusi bisnis (Kotler & Levy, 1969) Marketing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. relatif independen dan juga disertai dengan kebebasan pers. Keadaan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan berpolitik di Indonesia banyak mengalami perubahan terutama setelah era reformasi tahun 1998. Setelah era reformasi kehidupan berpolitik di Indonesia kental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dudih Sutrisman, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat telah melalui perjalanan sejarah panjang dalam kepemimpinan nasional sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat empat provinsi yang diberikan dan diakui statusnya sebagai daerah otonomi khusus atau keistimewaan yang berbeda dengan Provinsi lainnya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik merupakan elemen penting yang bisa memfasilitasi berlangsungnya sistem demokrasi dalam sebuah negara, bagi negara yang menganut sistem multipartai seperti

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga

BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI. Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga BAB 6 KESIMPULAN, REFLEKSI, DAN REKOMENDASI Bab ini akan mendiskusikan kesimpulan atas temuan, refleksi, dan juga rekomendasi bagi PKS. Di bagian temuan, akan dibahas tentang penelitian terhadap iklan

Lebih terperinci

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH Policy Brief [04] Kodifikasi Undang-undang Pemilu Oleh Sekretariat Bersama Kodifikasi Undang-undang Pemilu MASALAH Sukses-tidaknya pemilu bisa dilihat dari sisi proses dan hasil. Proses pemilu dapat dikatakan

Lebih terperinci

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei Sejak reformasi dan era pemilihan langsung di Indonesia, aturan tentang pemilu telah beberapa kali mengalami penyesuaian. Saat ini, empat UU Pemilu yang berlaku di Indonesia kembali dirasa perlu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi politik yang hadir bersamaan dengan liberalisasi ekonomi dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam pemilihan umum

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

PR POLITIK & MARKETING POLITIK. Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si

PR POLITIK & MARKETING POLITIK. Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si PR POLITIK & MARKETING POLITIK Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si Secara umum dapat dikatakan bahwa PR merupakan kegiatan terlembagakan yang dilaksanakan berbagai lembaga, organisasi, atau perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi sebagai pilar penting dalam sistem politik sebuah Negara, termasuk Indonesia yang sudah diterapkan dalam pemilihan secara langsung seperti legislatif, Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tiara Ayudia Virgiawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tiara Ayudia Virgiawati, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia mengalami transisi dari masa otoritarianisme ke masa demokrasi pascareformasi tahun 1998. Tentunya reformasi ini tidak hanya terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

2013, No.41 2 Mengingat haknya untuk ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perw

2013, No.41 2 Mengingat haknya untuk ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perw No.41, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA POLITIK. PEMILU. Pengunduran Diri. Cuti. PNS. Pejabat Negara. Kampanye. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5405)

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. proses pengambilan keputusan antara lain dengan melalui kampanye politik sebagai

Bab I. Pendahuluan. proses pengambilan keputusan antara lain dengan melalui kampanye politik sebagai Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sejak reformasi tahun 1998 merupakan langkah awal sistem demokrasi di indonesia yang membawa pada sistem politk yang sifatnya terbuka. Hal tersebut memungkinkan setiap

Lebih terperinci

PERAN SPIN DOCTOR DALAM PEMASARAN POLITIK Sri Hadijah Arnus (Dosen Jurusan Dakwah STAIN Kendari)

PERAN SPIN DOCTOR DALAM PEMASARAN POLITIK Sri Hadijah Arnus (Dosen Jurusan Dakwah STAIN Kendari) PERAN SPIN DOCTOR DALAM PEMASARAN POLITIK Sri Hadijah Arnus (Dosen Jurusan Dakwah STAIN Kendari) Abstrak: Pergeseran sistem demokrasi Indonesia menjadi sistem demokrasi elektoral, dimana pimpinan pemerintahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah atau seringkali

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah atau seringkali I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum kepala daerah wakil kepala daerah atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah wakil kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dukungan teknik-teknik marketing, dalam pasar politik pun diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dukungan teknik-teknik marketing, dalam pasar politik pun diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia politik adalah suatu pasar, dalam pasar itu terjadi pertukaran informasi dan pengetahuan. Dan seperti halnya pertukaran dalam dunia bisnis yang perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi baru untuk memuaskan kebutuhan. Untuk dapat beradaptasi dengan perubahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan global yang begitu cepat terjadi di masa sekarang disebabkan oleh bertambah tingginya tingkat pendidikan masyarakat, tingkat pendapatan, arus informasi serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan

BAB I PENDAHULUAN. Dari sudut pandang etimologi demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk hukum biasanya dilahirkan oleh suatu kebijakan politik atau penguasa, sehingga kepentingan elit politik atau penguasa lebih dominan dalam hukum tersebut.

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek politik masa lalu yang kotor. Terlepas dari trauma masa lalu itu, praktek

BAB I PENDAHULUAN. praktek politik masa lalu yang kotor. Terlepas dari trauma masa lalu itu, praktek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Keinginan dan tuntutan adanya pemilihan langsung sebenarnya diilhami praktek politik masa lalu yang kotor. Terlepas dari trauma masa lalu itu, praktek politik

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. menjadi peserta pemilu sampai cara mereka untuk hadir tidak hanya sekedar menjadi

BAB IV PENUTUP. menjadi peserta pemilu sampai cara mereka untuk hadir tidak hanya sekedar menjadi BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan Menjadi pemain baru dalam pemilu di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Semua hal mulai dari syarat untuk menjadi partai, syarat lolos verifikasi untuk menjadi peserta pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktek politik di Indonesia telah berkembang sedemikian pesat dengan memanfaatkan aplikasi berbagai disiplin ilmu manajemen seperti marketing. Hal ini didorong oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan dengan memperhitungkan masyarakat Indonesia yang plural,

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah dan dengan memperhitungkan masyarakat Indonesia yang plural, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Otonomi khusus yang diberlakukan di Indonesia dapat dikatagorikan desentralisasi asimetris. Sebenarnya konsep otonomi daerah alternatif atau devolusi berbasis kewilayahan/regional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGUNDURAN DIRI KEPALA DAERAH, WAKIL KEPALA DAERAH, DAN PEGAWAI NEGERI YANG AKAN MENJADI BAKAL CALON ANGGOTA DPR, DPD, DPRD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kajian political marketing mix saat ini sudah cukup pesat, dibuktikan semenjak paska reformasi terdapat pergeseran yang sangat signifikan terhadap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ekonomi, kultural, sosial, dan modal simbolik. mampu untuk mengamankan kursi Sumenep-1 kembali.

BAB V PENUTUP. ekonomi, kultural, sosial, dan modal simbolik. mampu untuk mengamankan kursi Sumenep-1 kembali. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Analisis Modal Petahana (Busyro Karim) Busyro Karim adalah kandidat petahana yang mencalonkan kembali pada Pemilu Bupati Sumenep 2015 dengan strategi yang dianalisis dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAFTAR ISI Persembahan.................................... i Abstrak.................................... ii Ringkasan Eksekutif.................................... iii Lembar Pengesahan........................................

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan BAB I PEDAHULUAN A. Latar Belakang Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi berarti suatu pengorganisasian negara

Lebih terperinci

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah kebutuhan manusia dengan berkomunikasi manusia dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga maupun bermasyarakat

Lebih terperinci

DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH

DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH Vol. 18, No. 3, (Desember, 2016), pp. 459-458. DINAMIKA PEMBENTUKAN REGULASI TURUNAN UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH DYNAMICS OF FORMATION OF DERIVATIVES REGULATION THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH Fakultas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGUNDURAN DIRI KEPALA DAERAH, WAKIL KEPALA DAERAH, DAN PEGAWAI NEGERI YANG AKAN MENJADI BAKAL CALON ANGGOTA DPR, DPD, DPRD

Lebih terperinci

Analisis Strategi Partai Aceh pada Pemilukada Aceh 2012

Analisis Strategi Partai Aceh pada Pemilukada Aceh 2012 Analisis Strategi Partai Aceh pada Pemilukada Aceh 2012 AFDHAL Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Marketing politik adalah salah satu kegiatan yang penting dilakukan dalam

I. PENDAHULUAN. Marketing politik adalah salah satu kegiatan yang penting dilakukan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Marketing politik adalah salah satu kegiatan yang penting dilakukan dalam pemilihan. Marketing politik digunakan untuk memperkenalkan kandidat kepada masyarakat agar

Lebih terperinci

Bab V. Kesimpulan. 1. Product tidak berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pemilih, dengan. persentase pengaruh sebesar -0,0029 atau -0.

Bab V. Kesimpulan. 1. Product tidak berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pemilih, dengan. persentase pengaruh sebesar -0,0029 atau -0. Bab V Kesimpulan 5.1 Hasil Dari hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan : 1. Product tidak berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pemilih, dengan

Lebih terperinci

SANGKARUT POLITIK HUKUM DI ACEH Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017

SANGKARUT POLITIK HUKUM DI ACEH Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017 SANGKARUT POLITIK HUKUM DI ACEH Analisis Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pelaksanaan Pilkada 2017 Chairul Fahmi, M.A Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Ar-Raniry Banda Aceh Email: fahmiatjeh@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini didukung dengan berdirinya bermacam-macam partai politik. Diawali

BAB I PENDAHULUAN. ini didukung dengan berdirinya bermacam-macam partai politik. Diawali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara republik yang menganut dasar demokrasi atau kebebasan masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan pemikiran. Kondisi ini didukung dengan berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini antar perusahaan bersaing ketat memperebutkan perhatian konsumen

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini antar perusahaan bersaing ketat memperebutkan perhatian konsumen BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, dimana pada saat kondisi sekarang ini antar perusahaan bersaing ketat memperebutkan perhatian konsumen agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan baru. Memilihan umum (pemilu) dalam era reformasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan baru. Memilihan umum (pemilu) dalam era reformasi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) sudah diambang pintu Salah satu tantangan baru. Memilihan umum (pemilu) dalam era reformasi dan demokrasi, merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat. Selain itu pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat

BAB I PENDAHULUAN. partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi di Indonesia khususnya daerah Aceh terwujud dari adanya partai politik lokal. partai politik lokal telah menjadi instrumen utama rakyat untuk berkompetensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak bulan Juni 2005 pemilihan kepala daerah dan wakilnya dipilih secara langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

ZULHEFI Berubah untuk Menang? Strategi Pemasaran yang Digunakan Partai Buruh Brazil pada Pemilu Tahun Josiane Cotrim-Macieira

ZULHEFI Berubah untuk Menang? Strategi Pemasaran yang Digunakan Partai Buruh Brazil pada Pemilu Tahun Josiane Cotrim-Macieira Modul ke: Berubah untuk Menang? Strategi Pemasaran yang Digunakan Partai Buruh Brazil pada Pemilu Tahun 2002 Josiane Cotrim-Macieira Fakultas PASCASARJANA ZULHEFI 55215120049 Program Studi Magister www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peralihan kekuasaan dari rezim Orde Baru ke Orde Reformasi merubah tata pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan tuntutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, politik merupakan kegiatan yang dekat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, politik merupakan kegiatan yang dekat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, politik merupakan kegiatan yang dekat dengan masyarakat. Bukan hanya para penyelenggara pemerintahan yang mempraktekan ilmu tersebut. Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan politik di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat, diawali dengan politik pada era orde baru yang bersifat sentralistik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu instrumen terpenting dalam sistem politik-demokratik modern. Pemilu bahkan telah menjadi salah satu parameter

Lebih terperinci

1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Indonesia sebagai salah satu negara penganut demokrasi, sudah tentu melaksanakan pemilu sebagai perwujudan kedaulatanan rakyat. Seperti yang tertulis dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gelombang Demokrasi abad 21 melanda berbagai Negara dibelahan dunia termasuk Indonesia. Diambilnya prinsip demokrasi oleh Indonesia sebagai sebuah konsep suci

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media massa merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dan hiburan. Saat ini begitu banyak media massa yang ada di tengah-tengah masyarakat

Lebih terperinci

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA

2014 PEMILIHAN UMUM DAN MEDIA MASSA BAB V KESIMPULAN Media massa di Indonesia berkembang seiring dengan bergantinya pemerintahan. Kebijakan pemerintah turut mempengaruhi kinerja para penggiat media massa (jurnalis) dalam menjalankan tugas

Lebih terperinci

MUHAMMAD ARIF SYUHADA Program Studi Magister

MUHAMMAD ARIF SYUHADA Program Studi Magister Modul ke: Berubah untuk Menang? Strategi Pemasaran yang Digunakan Partai Buruh Brazil pada Pemilu Tahun 2002 Josiane Cotrim-Macieira Fakultas PASCASARJANA MUHAMMAD ARIF SYUHADA 55215120063 Program Studi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.304, 2010 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Kampanye. Pilkada. Pedoman Teknis.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.304, 2010 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Kampanye. Pilkada. Pedoman Teknis. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.304, 2010 KOMISI PEMILIHAN UMUM. Kampanye. Pilkada. Pedoman Teknis. PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KOMISI PEMILIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem demokrasi untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan menduduki lembaga perwakilan rakyat, serta salah

Lebih terperinci

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif

LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif LEGAL OPINON (PENDAPAT HUKUM) PENGAJUAN SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PILKADA ACEH TAHUN 2017 Tim Riset Jaringan Survei Inisiatif Kasus Posisi Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengkritisi penerapan

Lebih terperinci

Setelah mempelajari Bab ini

Setelah mempelajari Bab ini IKLAN (ADVERTISING) Setelah mempelajari Bab ini 1. Dapat memahami unsur-unsur marketing mix, khususnya promotion. 2. Menjelaskan definisi dari Promotion serta unsur komunikasinya. 3. Menerangkan manfaat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Partai Gerindra sebagai realitas sejarah dalam sistem perpolitikan di Indonesia, untuk yang kedua kalinya menjadi peserta di Pemilu 2014. Sebagai partai

Lebih terperinci

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Daftar Isi i ii Demokrasi & Politik Desentralisasi Daftar Isi iii DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Oleh : Dede Mariana Caroline Paskarina Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 TEORI DASAR / TEORI UMUM 2.1.1 DEFINISI PUBLIC RELATIONS Hubungan masyarakat ( humas ) atau yang lebih dikenal dengan istilah Public Relation merupakan serangkaian kegiatan untuk

Lebih terperinci

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia Oleh Syamsuddin Haris Apa Masalah Pemilu-pemilu Kita? (1) Pemilu-pemilu (dan Pilkada) semakin bebas, demokratis, dan bahkan langsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan media massa dalam menyuguhkan informasi yang akurat dan faktual semakin dibutuhkan di tengah-tengah masyarakat. Kebutuhan tersebut diiringi dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu pemilihan umum (pemilu) ataupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) di daerah-daerah semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan

I. PENDAHULUAN. pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah dalam proses perjalanan kehidupan bernegara diarahkan pada upaya mewujudkan tujuan dari dibentuknya suatu negara. Di Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG - 1 - KOMISI PENYIARAN INDONESIA DAERAH SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI) DAERAH SULAWESI SELATAN Nomor 240/SK/KPID-SS/03/2018 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TERKAIT PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kota bandung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah (pemilukada) dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni pemilukada langsung dan pemilukada tidak langsung. Faktor utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi dan informasi yang lajunya begitu cepat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perkembangan teknologi dan informasi yang lajunya begitu cepat saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi dan informasi yang lajunya begitu cepat saat ini telah membantu meramaikan aktivitas komunikasi politik dalam masyarakat, terutama

Lebih terperinci

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab * Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 20 November 2015; disetujui: 7 Desember 2015 Latar Belakang Pilkada Serentak pada tanggal 9

Lebih terperinci

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1 USULAN UMUM: MEMPERKUAT SISTEM PRESIDENSIAL 1. Pilihan politik untuk kembali pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN LION STAR DALAM MENARIK MINAT KONSUMEN

BAB V STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN LION STAR DALAM MENARIK MINAT KONSUMEN BAB V STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN LION STAR DALAM MENARIK MINAT KONSUMEN Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi pada objek penelitian, selanjutnya peneliti akan melakukan analisis untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan

Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan Pemilu 2009, Menjanjikan tetapi Mencemaskan RZF / Kompas Images Selasa, 6 Januari 2009 03:00 WIB J KRISTIADI Pemilu 2009 sejak semula dirancang untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Pertama, menciptakan

Lebih terperinci

Mata Kuliah - Media Planning & Buying

Mata Kuliah - Media Planning & Buying Mata Kuliah - Media Planning & Buying Modul ke: Campaign Strategy & Anggaran Iklan di Media Fakultas FIKOM Ardhariksa Z, M.Med.Kom Program Studi Marketing Communication and Advertising www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemilihan kepala daerah secara langsung (pilkada langsung) merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep demokrasi di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat. Saat ini, tercatat ada sekitar 800. distro di sejumlah kota di Indonesia 1.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat. Saat ini, tercatat ada sekitar 800. distro di sejumlah kota di Indonesia 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis distribution store atau distro di beberapa kota besar di Indonesia terus membaik. Di Jakarta, misalnya, bisnis penjualan fashion dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Ilmu marketing dalam dunia politik sudah lazim digunakan terlebih dalam hal pemasaran ide, gagasan dan program kerja dari sebuah partai politik ataupun kandidat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Peran BAB II LANDASAN TEORI Peran merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan terhadap sesuatu. Apabila seseorang melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi memegang peran penting menurut porsinya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi memegang peran penting menurut porsinya masing-masing. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi yang merupakan bagian penting dari kehidupan manusia, yang juga menjadi kebutuhan dasar hidup manusia, telah mengalami banyak perkembangan. Walaupun

Lebih terperinci

Naskah diterima: 29 Desember 2015; disetujui: 11 Januari 2015

Naskah diterima: 29 Desember 2015; disetujui: 11 Januari 2015 Adakah Cara Lain Untuk Mengoreksi Hasil Keputusan KPU Provinsi/Kabupaten/Kota Pada PILKADA Selain Perselisihan Hasil Pemilihan Di Mahkamah Konstitusi? Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 29 Desember

Lebih terperinci

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL SUMONO, SH Abstrak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan perwujudan demokrasi dalam sistem presidensiil. Namun sistem presidensiil

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN CUTI BAGI KEPALA DAERAH DALAM MELAKSANAKAN KAMPANYE PEMILIHAN UMUM DAN PERMOHONAN IZIN BAGI KEPALA DAERAH YANG DICALONKAN

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian dan jenis Kampanye politik. untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat.

BAB II. Landasan Teori. 1. Pengertian dan jenis Kampanye politik. untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat. BAB II Landasan Teori A. Kampanye Politik 1. Pengertian dan jenis Kampanye politik Kampanye menurut kamus bahasa Indonesia adalah serentak mengadakan gerakan bisik- gerakan dengan jalan menyiarkan kabar

Lebih terperinci