DIPLOMASI MULTILATERAL SIX PARTY TALKS DALAM PROSES DENUKLIRISASI KOREA UTARA PERIODE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIPLOMASI MULTILATERAL SIX PARTY TALKS DALAM PROSES DENUKLIRISASI KOREA UTARA PERIODE"

Transkripsi

1 DIPLOMASI MULTILATERAL SIX PARTY TALKS DALAM PROSES DENUKLIRISASI KOREA UTARA PERIODE SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Muhammad Nabil PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M

2 ii

3 iii

4 iv

5 ABSTRAK Skripsi ini menganalisis pengaruh diplomasi multilateral Six Party Talks terhadap proses denuklirisasi Korea Utara periode Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pencapaian serta kontribusi yang dihasilkan oleh Six Party Talks dalam mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara periode Peneliti menemukan bahwa pengembangan nuklir Korea Utara mengundang kritik dari berbagai negara, karena dianggap mengancam keamanan kawasan. Pendirian awal Six Party Talks yang bertujuan untuk menyelesaikan isu nuklir Korea Utara ternyata belum mampu menghentikan nuklir yang dikembangan Korea Utara. Walaupun pada akhirnya tercapai sebuah kesepakatan, akan tetapi kesepakatan tersebut belum mampu diimplementasikan. Pendapat ini kemudian dirumuskan melalui tahapan analisa, yaitu dengan melihat perkembangan nuklir Korea Utara dari tahun ke tahun, mengamati proses pembicaraan Six Party Talks, serta memperhatikan faktor-faktor penghambat Six Party Talks dalam melakukan denuklirisasi di Korea Utara. Kemudian melihat pencapaian-pencapaian yang telah dihasilkan oleh Six Party Talks selama dan selanjutnya dianalisa menggunakan kerangka teori. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam skripsi ini adalah Realis, kebijakan luar negeri, dan diplomasi multilateral. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data menggunakan data primer dan data sekunder. Dari hasil analisa dengan menggunakan kerangka pemikiran tersebut, dapat disimpulkan bahwa Six Party Talks telah memberikan kontribusi bagi perkembangan isu nuklir Korea Utara, sebagaimana yang tertuang dalam ketiga kesepakatan bersama yang telah dicapai Six Party Talks. Kontribusi tersebut antara lain, Six Party Talks mampu menjadi sarana diplomasi dan negosiasi, mendorong proses pembongkaran program nuklir Korea Utara, memperbaiki hubungan antar anggota Six Party Talks, menjaga perdamaian dan Stabilitas Kawasan Semenanjung Korea dan Asia Timur, serta meningkatkan kerjasama antara anggota Six Party Talks dengan Korea Utara. Kontribusi yang diberikan Six Party Talks belum dapat menyelesaikan isu nuklir Korea Utara secara keseluruhan karena hambatan yang dihadapi Six Party Talks. Alasan terhambatnya usaha Six Party Talks, disebabkan oleh adanya konflik kepentingan antar anggota Six Party Talks, pengaruh Juche Idea dan Songun Policy, serta ketiadaan aturan yang mengikat secara hukum (non-legally binding). Kata Kunci: Denuklirisasi, Korea Utara, Semenanjung Korea, Six Party Talks, diplomasi multilateral, kebijakan luar negeri. v

6 KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan hanya bagi Allah SWT, Pemilik dan pemelihara seluruh alam raya beserta isinya, atas limpahan nikmat, rahmat, taufik dan hidayah-nya. Shalawat bermutiarakan salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang selalu menjadi tauladan dan panutan terbanyak di dunia. Akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Diplomasi Multilateral Six Party Talks Dalam Proses Denuklirisasi Korea Utara Periode Tugas akhir ini dikerjakan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Program Studi Hubungan Internasional. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini bukanlah tujuan akhir dari proses pembelajaran selama ini, karena belajar tidak mengenal batas waktu dan tempat. Terselesaikannya skripsi ini, tentunya tidak lepas dari dorongan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak ada salahnya jika penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Teguh Santosa, MA, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu serta banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas nasihat dan masukan yang diberikan selama proses skripsi ini berjalan. 2. Bapak Drs. Aiyub Mohsin, MA, MM,. dan Ibu Mutiara Pertiwi, MA., selaku Dosen Penguji yang telah meluangkan waktunya untuk membaca dan mengujikan skripsi ini. 3. Bapak Kiki Rizky, M.Si, selaku Ketua Prodi Hubungan Internasional, serta Bapak Agus Nilmada Azmi, S. Ag M.Si, selaku Sekretaris Prodi Hubungan Internasional. 4. Bapak Arisman, M.Si, selaku dosen sekaligus mentor penulis yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk berkarya di Pusat Kajian Asia Tenggara (CSEAS) dan banyak memberikan pengalaman berharga selama bergabung dalam organisasi ini. 5. Bapak/Ibu Dosen Prodi Hubungan Internasional UIN Syarif Hdayatullah, diantaranya Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., Bapak Armein Daulay, M.Si., Bapak M. Adian Firnas, M.Si., Ibu Dina Afrianty, Ph.D, Ibu Debbi Affianty, MA., Ibu Rahmi Fitriyanti, M.Si., Ibu Friane Aurora M.Si,. Tidak lupa juga seluruh staf Dosen di Prodi Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah, yang selama masa pendidikan penulis telah banyak vi

7 mengajarkan dan mengarahkan penulis dalam bidang keilmuan Hubungan Internasional. 6. Ibu Dr. Adriana Elisabeth, terima kasih atas waktu dan bantuan yang diberikan selama wawancara yang dilakukan dengan penulis. 7. Tidak lupa skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua penulis. Untuk Papa dan Mama, H. Ahmad Jauhar Tanwiri dan Hj. Eti Cahyati yang dengan sabar dan tiada hentinya memberikan motivasi serta doa demi terselesaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat mengeringkan keringat, menghapus air mata, dan membayar semua pengorbanan yang telah Papa Mama berikan selama ini. 8. Tidak lupa pula untuk saudara-saudara penulis: Teh Syaima, Aa Romzi, Irsyad, dan Faiha yang telah mendampingi penulis dengan penuh kasih sayang dan selalu memberikan dukungan untuk tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Tetaplah menjadi anak kebanggaan orang tua. 9. Sahabat terbaik dan seperjuangan penulis dalam menyelesaikan tulisan ini, yaitu Arif Rahman, Corryatul Fillacano, Fajar Shidiq, Edwin Saputra, Dafi Hifdzillah, Andri Zainal, dan Amrullah Rafioeddin, yang telah bersama-sama berjuang dalam suka dan duka, saling berbagi pengalaman, pencerahan, motivasi, dan banyak memberi masukan kepada penulis. 10. Teman-teman sepermainan, khususnya anggota grup Pakzi: Baihaqi, Rizki, Mel, Elva, Novi, Ayu, Algi, Riza, Dwi. Terima kasih atas berbagai trip kita selama ini. Semoga perjalanan kita akan berlanjut di masa yang akan datang. 11. Teman-teman Hubungan Internasional, khususnya kelas B angkatan 2009, selaku rekan sekelas penulis yang banyak memberi saran dan inspirasi dalam penulisan penelitian ini. 12. Teman-teman senior penulis yang selalu memberikan senyum dan memberikan masukan terhadap diri penulis: Kang Wadiin, Mas Zainudin, Bang Salman, Kiki, Abib, Fitria, Yeni, Dida, Akmal. Para junior kece yang telah berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini: Gus Ibad, Bung Arya, Bisti, Afina, dan Zahra. 13. Teman-teman keluarga besar HMI komisariat FISIP cabang Ciputat yang telah membentuk karakter kepemimpinan penulis dan memberikan pengalaman organisasi tiada henti. Serta tidak lupa teman-teman Ma had Sabilussalam angkatan 2009, selaku rekan asrama penulis yang banyak memberi inspirasi mengenai kesederhanaan dalam hidup dan berbagi ilmuilmu agama. vii

8 14. Kepada seluruh kolega dari berbagai acara dan organisasi yang pernah penulis geluti selama kuliah, Delegates of UIN Jakarta for HNMUN dengan pengalaman Amerika nya, Center for Southeast Asian Studies dengan research dan ASEAN trip, Global Citizen Corps dengan proyek-proyek sosialnya, International Studies Club dengan Model United Nations, Volunteer Nation dengan pengalaman volunteerism nya. 15. Wanita-wanita hebat yang selalu menemani penulis dalam berbagai pengalaman dan semangat dalam menjalani proses perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. 16. Terima kasih juga kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah berjasa dan terlibat dalam penelitian ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang telah membantu menyelesaiakan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan karunia-nya. Semoga karya penelitian tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan kebaikan bagi banyak pihak demi kemaslahatan bersama serta bernilai ibadah dihadapan Allah SWT. Amin. Jakarta, Januari 2014 Salam, Muhammad Nabil viii

9 DAFTAR ISI LEMBARAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK v KATA PENGANTAR......vi DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL.....xi DAFTAR LAMPIRAN xii BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah B. Pertanyaan penelitian...9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...9 D. Kerangka Pemikiran Perspektif Realisme Teori Kebijakan Luar Negeri Konsep Diplomasi Multilateral E. Metode Penelitian...15 F. Sistematika Penulisan.16 BAB II PERKEMBANGAN PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA A. Sejarah Perkembangan Program Nuklir Korea Utara Asal Mula Pembangunan Program Nuklir Korea Utara Tahun ) Perkembangan Program Nuklir Korea Utara (Tahun ) Peluncuran Uji Coba Nuklir Korea Utara..26 B. Krisis Nuklir di Korea Utara dan Upaya Penyelesaiannya.28 BAB III TUJUAN DAN PERKEMBANGAN SIX PARTY TALKS DALAM MEWUJUDKAN DENUKLIRISASI DI KOREA UTARA A. Sejarah Pembentukan Six Party Talks.37 B. Tujuan Pendirian dan Perkembangan Six Party Talks.43 BAB IV IMPLEMENTASI TUJUAN-TUJUAN SIX PARTY TALKS DALAM MEWUJUDKAN DENUKLIRISASI DI KOREA UTARA ix

10 A. Pencapaian Six Party Talks dalam Mewujudkan Denuklirisasi di Korea Utara Pencapaian dalam Six Party Talks Implementasi hasil pencapaian Six Party Talks 58 a. Six Party Talks sebagai Sarana Diplomasi dan Negosiasi 59 b. Pembongkaran Program Nuklir Korea Utara.60 c. Normalisasi Hubungan antar Anggota Six Party Talks...62 d. Meningkatkan Kerjasama Negara Anggota Six Party Talks dengan Korea Utara 66 e. Menjaga Perdamaian dan Stabilitas Kawasan Semenanjung Korea B. Faktor Penghambat Six Party Talks dalam Mewujudkan Denuklirisasi di Korea Utara Konflik Kepentingan (Conflict of Interests) Juche Idea dan Songun Policy.77 3.Ketiadaan Aturan yang Mengingkat Secara Hukum (Non- Legally Binding).80 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 84 DAFTAR PUSTAKA...xiii LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Tabel III.B.1 Perkembangan Pertemuan Six Party Talks Tabel IV.A.1 Hasil Pencapaian dalam Six Party TalkS. 56 xi

12 Lampiran I Lampiran II DAFTAR LAMPIRAN Kerangka Persetujuan (Agreed Framework) xx Pernyataan Bersama (Joint Statement) 19 September xxiii Lampiran III Perjanjian 13 Februari 2007 (Beijing Agreement)... xxvi Lampiran IV Perjanjian 3 oktober xxix Lampiran V Transkrip Wawancara..... xxxii xii

13 BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah Energi nuklir pertama kali dibuat percobaan pada 1896 oleh fisikawan Perancis yang digunakan sebagai sumber energi. Semakin meningkatnya permintaan energi setiap negara, maka mendorong negara-negara besar seperti Jerman, Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, Perancis, dan Cina untuk mengembangkan sumber energi baru yang dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar. Dengan energi nuklir, manusia dapat mengekstrak lebih banyak panas dan listrik dari jumlah yang diberikan dibandingkan sumber lainnnya dengan jumlah yang setara (Herbst 2007, h.128). Dengan kelebihan yang dimiliki energi nuklir, maka membuat negara-negara besar diatas berlomba-lomba memperbaharui energinya dengan mengembangkan energi nuklir untuk keperluan bahan bakar dan pembangkit tenaga nuklir. Akan tetapi, pada Desember 1938 seiring kemajuan teknologi, dua fisikawan Jerman, Otto Hahn dan Fritz Strassman mencoba melakukan percobaan revolusioner dengan melakukan pemisahan atom uranium yang dapat menghasilkan daya ledak. Kemudian Jerman tertarik untuk mengembangkan teknologi senjata daya ledak yang belum dimiliki negara lain ini (Athanasopulos 2000, h.7). Akhirnya teknologi tersebut 1

14 mampu dikembangkan menjadi sebuah senjata yang kita kenal saat ini sebagai senjata nuklir. Ketika mengetahui Jerman sedang mengembangkan teknologi nuklirnya, maka Amerika Serikat bersama Inggris dan Kanada pada tahun 1942 membangun sebuah proyek bersama pembuatan bom atom untuk melawan proyek bom atom Nazi Jerman yang dikenal sebagai Manhattan Project (Molander dan Nichols 1985, h.33). Setelah Manhattan Project dianggap berhasil, Uni Soviet, Perancis, dan Cina mengikuti langkah yang dilakukan Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada tersebut untuk melindungi negaranya dari berbagai ancaman serangan yang datang dari luar (Ardisasmita dan Bunjamin 2010, h.56) Kepemilikan program nuklir yang dilakukan negara-negara di atas ternyata mendorong negara lain seperti Korea Utara untuk mengembangkan juga program modern tersebut. Pembangunan program nuklir Korea Utara diawali selama kurun waktu enam tahun dari Pada periode ini, bantuan Uni Soviet sangat membantu dalam pembentukan fasilitas nuklir Yongbyon, karena Uni Soviet membantu secara langsung dalam pembentukan dan pengawasan terhadap fasilitas nuklir tersebut (Niksch 2003, h.6). Kemajuan perkembangan teknologi nuklir yang dimiliki Korea Utara mulai tampak setelah Korea Utara berhasil melakukan penyulingan, konversi, dan memproduksi reaktor nuklirnya secara mandiri pada tahun 1970 (Pinkston 2008, 2

15 h.47). Hal tersebut membuat Korea Utara percaya diri melakukan tes peluncuran nuklirnya tahun Uji coba peluncuran nuklir Korea Utara mengundang berbagai kritik negara lain, khususnya negara di kawasan Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan Cina karena dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas kawasan Asia Timur yang dapat berujung pada peperangan. Untuk mencegah situasi yang semakin tidak kondusif di Asia Timur, maka dibuatlah sebuah usaha diplomatik. Dalam upaya tersebut, AS sangat berperan dalam mendesak denuklirisasi di Korea Utara, yaitu sebuah proses terwujudnya penghapusan kepemilikan senjata nuklir Korea Utara (Kimball 2012). Usaha diplomatik yang dilakukan adalah memprakarsai perundingan multilateral yang dikenal dengan Six Party Talks pada tahun Six Party Talks yang dibentuk Agustus 2003 merupakan serangkaian upaya multilateral untuk menggandeng Korea Utara kembali bergabung ke dalam meja perundingan yang melibatkan AS, Rusia, Jepang, Cina, Korea Selatan (Ceuster & Melissen 2008, h.11). Six Party Talks ini bertujuan untuk mengakhiri program nuklir Korea Utara melalui proses negosiasi. Pembicaraan dibangun sebagai respon terhadap pengunduran diri Korea Utara dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir pada Januari 2003 (Gershman 2005). Six Party Talks putaran pertama dimulai pada 27 Agustus 2003 di Beijing yang membahas normalisasi hubungan Korea Utara dengan AS. Dalam pembicaraan 3

16 putaran pertama ini, Wakil Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menguraikan enam poin konsensus yang telah disepakati pada akhir pertemuan. Salah satu poin tersebut mewajibkan semua anggota berkomitmen mengatasi isu nuklir secara damai melalui dialog serta menghindari tindakan yang dapat memperburuk situasi (Liang 2012). Pada putaran selanjutnya, sikap Korea Utara mulai melunak dan bersedia berkompromi. Hal ini ditunjukkan dengan penawaran Korea Utara untuk memusnahkan program senjata nuklirnya, tetapi tetap dengan melanjutkan aktivitas program teknologi nuklirnya untuk tujuan damai. Sebagai imbalan, Korea Utara meminta uang ganti rugi untuk proses pembuangan senjata nuklirnya tersebut. Tawaran tersebut dilanjutkan dalam putaran keempat sesi dua pada September 2005, ketika para anggota Six Party Talks merumuskan pernyataan bersama (joint statement) dalam menyetujui langkah terhadap denuklirisasi di Semenanjung Korea (Ceuster & Melissen 2008, h.11). Salah satu isi dari Joint Statement tersebut yaitu memaparkan prinsip-prinsip dan tujuan untuk menyelesaikan masalah nuklir Korea Utara secara damai, dimana masing-masing pihak berjanji akan menghormati kedaulatan masing-masing dan menghindari aksi provokasi yang dapat merusak pembicaraan. Kemudian semua pihak menyetujui untuk memperbaiki hubungan antar semua anggota Six Party Talks, pembongkaran program nuklir Korea Utara, serta kesepakatan pemberian bantuan internasional untuk Korea Utara di bidang energi dan ekonomi (Park dan Kim 2012, h.82). 4

17 Pencapaian Joint Statement telah membuka harapan baru dalam penyelesaian masalah nuklir Korea Utara. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya ternyata tidak mudah, dimana perundingan sempat memburuk ketika AS menjatuhkan sanksi dengan membekukan rekening milik Korea Utara di Banco Delta Asia (BDA) Macau untuk menghindari pemalsuan dolar oleh Korea Utara (Park dan Kim 2012, h.81). Akibatnya Korea Utara memboikot penyelenggaraan Six Party Talks dan meluncurkan kembali serangkaian tes rudal balistiknya pada 5 Juli 2006 (Ceuster & Melissen 2008, h.46). Uji coba rudal Korea Utara tersebut menyebabkan turunnya resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam peluncuran rudal Korea Utara. Pada Februari 2007 Korea Utara berhasil digandeng kembali oleh Cina untuk dapat kembali ke meja perundingan setelah AS menyetujui untuk menghapus Korea Utara dari daftar negara penyokong terorisme dan mencairkan dana Korea Utara di Banco Delta Asia Macau (Ceuster & Melissen 2008, h.47). Pada Februari 2007 anggota Six Party Talks sepakat merumuskan Beijing Agreement sebagai implementasi dari Joint Statement sebelumnya. Salah satu poin dari Beijing Agreement tersebut yaitu normalisasi hubungan antara Korea Utara dengan AS dan Jepang, komitmen Korea Utara untuk meninggalkan dan menonaktifkan fasilitas nuklirnya, kembali bergabung ke dalam Perjanjian Non- Proliferasi Nuklir (NPT), dan mengizinkan pemeriksaan oleh badan atom dunia (IAEA) (Ceuster & Melissen 2008, h.15).. 5

18 Pada Juni 2007, secara resmi Badan Atom Dunia (IAEA) mengonfirmasikan bahwa reaktor nuklir Yongbyon telah di nonaktifkan dan ditutup. Korea Utara juga berkomitmen untuk tidak mentransfer bahan nuklirnya. Pada 13 November 2008 Korea Utara menolak proposal yang diajukan AS untuk mengizinkan pemeriksaan seluruh situs nuklir Korea Utara. Selama ini, pemeriksaan hanya dibatasi untuk fasilitas nuklir Yongbyon saja (Ceuster & Melissen 2008, h.32). AS terus mendesak Korea Utara untuk mengizinkan pemeriksaan di luar fasilitas nuklir Yongbyon. Namun, Korea Utara tetap teguh pada penolakannya. Karena tidak adanya mutual understanding antar kedua pihak, maka pertemuan Six Party Talks dihentikan sementara waktu. Hal ini berujung pada krisis nuklir berikutnya ketika Korea Utara melakukan kembali tes uji coba rudal balistiknya pada 5 April Korea Utara sendiri mengundurkan diri dari Six Party Talks pada 14 April Setelah pengunduran dirinya, Korea Utara kembali melakukan tes uji coba nuklir bawah tanahnya pada 25 Mei 2009 (Kimball 2012). Setelah pengunduran dirinya dari keanggotaan Six Party Talks, Korea Utara gencar melakukan tes peluncuran beberapa rudal balistiknya. Peluncuran beberapa roket di Semenanjung Korea itu kian mengkhawatirkan negara-negara di sekitarnya seperti Korea Selatan, Cina, dan Jepang. Hingga saat ini Amerika Serikat bersama empat negara anggota Six Party Talks lainnya terus berupaya untuk dapat membawa 6

19 kembali Korea Utara ke dalam meja perundingan yang sempat terhenti pada tahun Pembahasan mengenai keamanan di Semenanjung Korea sudah pernah dibahas sebelumnya oleh Timothy S. Reed dalam jurnalnya The Korean Security Dilemma: Shifting Strategies Offer a Way pada Timothy membahas mengenai pandangannya terhadap permasalahan dilema keamanan (security dilemma) di Semenanjung Korea sejak bergulirnya perang tahun Amerika Serikat (AS) yang memiliki kepentingan menjaga proliferasi nuklir dunia, ternyata juga memiliki pengaruh besar menjaga keamanan di Semenanjung Korea. AS merasa bahwa Korea Utara merupakan ancaman serius bagi masa depan keamanan di kawasan Semenanjung Korea. Dalam menghadapi ancaman Korut tersebut, jika dilihat dari sudut pandang Realis, AS akan tetap mengedepankan opsi militer apabila Korut menyerang Korea Selatan yang merupakan sekutu AS dan sangat menggantungkan keamanannya kepada AS. Telah terdapat penelitian yang membahas mengenai Krisis Nuklir Korea Utara. Aditia Harisasongko dalam skripsinya yang berjudul Diplomasi Amerika Serikat terhadap Korea Utara dalam Upaya Menyelesaikan Krisis Nuklir di Semenanjung Korea ( ) menjelaskan secara umum mengenai diplomasi Amerika dalam menangani krisis nukllir Korea selama pemerintahan Clinton dan Bush. 7

20 Dalam skripsinya tersebut dijelaskan bahwa terdapat dua perbedaan mendasar mengenai kebijakan dalam menangani krisis tersebut. Clinton cenderung menggunakan hubungan bilateral dengan pendekatan halus. Sementara itu, Bush cenderung menggunakan forum multilateral yang digabungkan dengan pendekatan keras seperti sanksi ekonomi, pembekuan aset Korea Utara, hingga ancaman militer. Namun, walaupun terdapat perbedaan gaya, keduanya tetap memberikan kompensasi ketika Korea Utara bersedia menutup fasilitas nuklirnya. Sedangkan Fina dalam skripsinya uang berjudul Upaya Menuju Denuklirisasi Korea Utara Oleh Negara Anggota Six Party tahun menjelaskan secara umum mengenai peranan Six Party Talks periode Dalam penelitiannya, ia menggunakan pendekatan teori resolusi konflik, dimana mediasi menjadi salah satu cara efektif dalam menyelesaikan konflik secara damai. Fina juga menganalisa bahwa nuklir yang dikembangkan Korea Utara akan membuat Korea Utara lebih kuat dari Korea Selatan dan memberikan jaminan keamanan bagi Korea Utara yang selama ini tidak ditawarkan oleh negara manapun dalam komunitas internasional. Selain itu, pengembangan nuklir tersebut untuk menangkal serangan AS dan memperkecil ketergantungan Korea Utara terhadap Cina dan Uni Soviet. Berdasarkan penelitian sebelumnya, pembahasan umumnya dilakukan mengenai konflik di Semenanjung Korea. Namun belum ada penelitian yang secara 8

21 khusus menjelaskan mengenai pencapaian dalam Six Party Talks periode dan hambatan-hambatan yang dihadapai selama pembicaraan berlangsung. Untuk itu penelitian ini akan difokuskan mengenai apa saja pencapaian yang telah didapat dalam diplomasi multilateral Six Party Talks terhadap denuklirisasi Korea Utara periode dengan menggunakan pendekatan Realisme, teori kebijakan luar negeri, dan konsep diplomasi multilateral. Pemilihan periode dikarenakan Korea Utara mulai menjadi anggota Six Party Talks pada 2003 dan menyatakan pengunduran dirinya dari keanggotaan Six Party Talks tahun B. Pertanyaan Penelitian 1. Apa pencapaian Six Party Talks dalam mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara periode ? 2. Apa faktor-faktor yang menghambat Six Party Talks dalam mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Dengan mengetahui pencapaian Six Party Talks, maka dapat memberikan gambaran mengenai kontribusi yang telah dihasilkan Six Party Talks dalam mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara periode Menganalisa faktor-faktor penghambat Six Party Talks dalam denuklirisasi di Korea Utara. 3. Mengetahui peranan diplomasi Six Party Talks dalam mewujudkan denuklirisasi di Korea Utara periode

22 4. Sebagai penambah wawasan bagi mahasiswa Hubungan Internasional, khususnya mengenai peranan sebuah diplomasi multilateral. D. Kerangka Pemikiran Dalam menjawab pertanyaan penelitian di atas, maka penelitian ini menggunakan perspektif Realisme, teori kebijakan luar negeri, dan konsep diplomasi multilateral. 1. Perspektif Realisme Dalam perspektif Realisme, negara memiliki karakteristik yang sama dengan manusia. Dalam level internasional, negara direpresentasikan oleh States Men. Oleh karenanya, negara merupakan aktor utama dalam Hubungan Internasional. Politik domestik merefleksikan politik internasional. Asumsi dasar Realisme sebagaimana yang dikemukakan Morgenthau, bahwa dasar dari hubungan internasional yaitu struktur yang anarki, yang membuat posisi negara menjadi sejajar dalam struktur internasional (Burchill & Linklater 1996, h.104). Negara juga bersifat egois, self help, dan kompetitif dalam mencari jaminan keamanan. Sifat negara yang kompetitif tersebut menciptakan pertarungan power untuk survival, yang merupakan national interest masing-masing dalam hubungan internasional. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat menjamin keamanan setiap negara, sehingga setiap negara mencoba untuk meningkatkan power agar dapat bertahan dari serangan negara lain (Burchill & Linklater 1996, h.100). 10

23 Struktur yang anarki membuat setiap negara merasa terancam dari negara lainnya. Dalam keadaan anarki, setiap negara harus menolong dirinya sendiri (self help). Negara tidak dapat percaya begitu saja pada negara lain, sehingga setiap negara harus mencari cara sendiri untuk dapat bertahan, terutama meningkatkan kekuatan militernya (Hara 2011, h.36). Jackson dan Sorensen (Suryadipura, terjemah 2005, h.112) menambahkan bahwa kompetisi yang anarki tersebut menyebabkan adanya distribusi kapabilitas. Dengan adanya distribusi kapabilitas ini, struktur bersandar pada major units yaitu great power. Oleh karena itu, setiap negara percaya bahwa semakin besar power negara, maka akan semakin besar potensinya memenuhi kepentingan nasional negaranya. Konsep kepentingan nasional sangat penting untuk menjelaskan dan memahami perilaku internasional. Konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menjelaskan perilaku luar negeri suatu negara (Perwita & Yani 2005, h.35). Menurut Morgenthau (1948, h.5), kepentingan nasional merupakan kemampuan minimum negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan budaya dari gangguan negara lain. Menurutnya, kepentingan nasional sama dengan usaha negara untuk mengejar power, dimana power adalah segala sesuatu yang bisa mengembangkan dan memelihara kontrol suatu negara terhadap negara lain. 11

24 2. Teori Kebijakan Luar Negeri Politik Luar negeri suatu negara menentukan interaksi antarnegara dalam menentukan hubungannya dengan negara lain. Dalam mempelajari politik luar negeri, pengertian dasar yang harus kita ketahui yaitu politik luar negeri itu pada dasarnya merupakan action theory, atau kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara umum politik luar negeri (foreign policy) merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah, serta sasaran, untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam ruang lingkup dunia internasional (Perwita & Yani 2005, h.47). Oleh karena itu kebijakan luar negeri (foreign policy) suatu negara merupakan elemen yang sangat penting dalam upaya pencapaian kepentingan nasional suatu negara. Holsti menjelaskan bahwa kebijakan luar negeri adalah ide atau gagasan atau tindakan yang dirumuskan oleh pembuat keputusan untuk menyelesaikan suatu masalah, melakukan perubahan dalam kebijakan, sikap atau tindakan suatu negara, aktor non-negara atau lingkungan dunia (1992, h.82). Faktor-faktor eksternal mempengaruhi substansi kebijakan luar negeri yang meliputi kondisi perekonomian dunia, struktur sistem internasional, kebijakan dan tindakan negara lain, hukum internasional, masalah global dan regional yang muncul dari kegiatan individual, serta opini global (Holsti 1992, h ). Sementara itu, faktor-faktor internal yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara yaitu kebutuhan sosio-ekonomi dan keamanan, struktur 12

25 pemerintahan, letak geografis, opini publik, pertimbangan etis, serta birokrasi (Holsti 1992, h ). Holsti dalam bukunya International Politics : A Framework of Analysis (1992, h.98) menyebutkan bahwa: Orientasi dasar politik luar negeri ada tiga. Pertama disebut isolasi dimana untuk menjaga kepentingannya, negara memilih membatasi hubungannya dengan negara lain. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Korea Utara dalam setiap kebijakan luar negerinya. Kedua yaitu nonalignment atau non-blok dan sering juga disamakan dengan netralitas. Ketiga yaitu pembuatan koalisi dan pembangunan aliansi. Berbeda dengan isolasi, orientasi yang ketiga ini berangkat dari ketidakmampuan negara, baik dalam pertahanan maupun ekonomi, untuk berdiri sendiri. Jadi karena itulah mereka berusaha melakukan koalisi diplomatik dan melakukan aliansi militer untuk melinduungi pertahanan negaranya. Kebijakan luar negeri suatu negara akan mempengaruhi hubungan antarnegara. Kebijakan luar negeri tersebut mencerminkan kepentingan dalam negeri nya yang akan dipromosikan ke luar negeri. Dengan kata lain kebijakan luar negeri suatu negara merupakan bagian dari politik dalam negerinya dan oleh karenanya kebijakan luar negeri dan politik dalam negeri memiliki tujuan yang sama (Dipoyudo 1989, h.47). 3. Konsep Diplomasi Multilateral Instrumen dalam menjalankan suatu kebijakan luar negeri yaitu dapat berupa dengan melakukan suatu diplomasi. Kebijakan luar negeri mempengaruhi kegiatan diplomasi bagi negara-negara yang melakukannya. Maka diplomasi yang dilakukan negara-negara harus selalu sejalan dengan kebijakan luar negeri untuk mencapai kepentingan nasional sebuah negara. Menurut Bandoro (1991, h.47) ada dua elemen 13

26 dasar yang menyebabkan negara-negara melakukan diplomasi yakni adanya kepentingan bersama (common interest) dan adanya isu yang dipersengketakan (issues of conflict). Hannah Slavik mendefinisikan istilah diplomasi sebagai sebuah seni dari praktek negosiasi yang dilakukan oleh wakil negara (2007, h.188). Adapun wakil negara yang dimaksud dapat berarti pejabat senior, menteri, kepala pemerintahan, diplomat, atau kedutaan besar. Pertemuan yang dilakukan antar wakil-wakil negara satu dengan wakil negara lainnya bertujuan untuk merundingkan suatu permasalahan agar dapat mencapai hasil yang bisa diterima oleh semua pihak. Berdasarkan aktornya, diplomasi ada yang bersifat bilateral (dua negara), regional (negara-negara kawasan), dan multilateral (banyak negara). Maka dalam penelitian ini terjadi diplomasi multilateral yang melibatkan banyak negara. Diplomasi multilateral dapat didefinisikan sebagai negosiasi dan diskusi yang memungkinkan tindakan kolektif dan kerjasama antar negara ataupun aktor nonnegara (Langhorne 2000). Pada dasarnya diplomasi multilateral merupakan diplomasi yang dilakukan oleh lebih dari dua negara. Diplomasi multilateral ini berhasil menjadi cara yang paling bermanfaat untuk meningkatkan negosiasi antara banyak pihak, selain sebagai pendorong diplomasi bilateral (Djelantik 2008, h.142). Poin ini mengandung dua aspek, pertama diplomasi multilateral memberi kesempatan untuk membahas masalah-masalah di luar agenda formal dan yang menjadi perhatian bersama. Kedua, 14

27 mediator yang memiliki kekuasaan penuh dapat menyelenggarakan konferensi multilateral sebagai upaya memulai negosiasi bilateral untuk membahas masalah mendasar yang sebelumnya diselenggarakan di tempat lain. Dalam diplomasi multilateral, komunikasi dilakukan secara verbal melalui diskusi dan perdebatan. Diplomasi semacam ini ditandai dengan adanya beragam masalah yang akan dibahas, ruang lingkup yang lebih luas, dan jumlah negara yang hadir (Rumintang 2008, h.31). Diplomasi multilateral memiliki berbagai keuntungan. Pertama, kemungkinan mengkonsolidasikan perpecahan. Suatu masalah dapat tetap diamati terus menerus. Kedua, memunculkan sebuah lobby untuk menyelesaikan masalah.selanjutnya, negara-negara yang membutuhkan dapat diberikan bantuan teknis (Djelantik 2008, h.142). E. Metode Penelitian Metode dalam suatu penelitian dibutuhkan untuk menganalisis suatu kasus yang diangkat dalam penelitian. Hal ini bertujuan untuk memunculkan suatu hubungan antara fenomena dengan kesimpulan yang diambil. Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan dikutip Suyanto 2004, h.166). Penelitian kualitatif digunakan untuk memahami fenomena tentang hal yang diteliti seperti perilaku, motivasi, tindakan, 15

28 yang secara utuh dan akan dijelaskan secara deskripsi dalam bentuk kata-kata (Moleong 1988, h.6). Proses penyusunan dilaksanakan melalui beberapa langkah. Pertama, metode pengumpulan data. Sumber pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti (responden), seperti wawancara dengan salah satu ahli isu nuklir Korea Utara dan Six Party Talks (Moleong 1988, h.18). Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, melalui dokumentasi seperti buku, koran, jurnal, artikel, laporan resmi, arsip-arsip, dan data dari situs internet lembaga resmi atau institusi. Kedua, setelah data terkumpul, lalu diadakan pemisahan terhadap data tersebut dengan mengklasifikasikannya. Dalam tahap ini, maka akan dipilih data sedemikian rupa sehingga hanya data yang berkaitan saja yang digunakan. Ketiga, pertanyaan penelitian akan dianalisa sesuai dengan kerangka pemikiran. Setelah tahap-tahap sebagaimana telah diuraikan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menyusun laporan. F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN G. Pernyataan Masalah H. Pertanyaan penelitian 16

29 I. Tujuan dan Manfaat Penelitian J. Kerangka Pemikiran 1. Perspektif Realisme 2. Teori Kebijakan Luar Negeri 3. Konsep Diplomasi Multilateral K. Metode Penelitian L. Sistematika Penulisan BAB II PERKEMBANGAN PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA B. Sejarah Perkembangan Program Nuklir Korea Utara 1. Asal Mula Pembangunan Program Nuklir Korea Utara (Tahun ) 2. Perkembangan Program Nuklir Korea Utara (Tahun ) 3. Peluncuran Uji Coba Nuklir Korea Utara B. Krisis Nuklir di Korea Utara dan Upaya Penyelesaiannya BAB III TUJUAN DAN PERKEMBANGAN SIX PARTY TALKS DALAM MEWUJUDKAN DENUKLIRISASI DI KOREA UTARA C. Sejarah Pembentukan Six Party Talks D. Tujuan Pendirian dan Perkembangan Six Party Talks BAB IV IMPLEMENTASI TUJUAN-TUJUAN SIX PARTY TALKS DALAM MEWUJUDKAN DENUKLIRISASI DI KOREA UTARA A. Pencapaian Six Party Talks dalam Mewujudkan Denuklirisasi di Korea Utara. 1. Pencapaian Six Party Talks 2. Implementasi hasil pencapaian Six Party Talks a. Six Party Talks sebagai Sarana Diplomasi dan Negosiasi 17

30 b. Pembongkaran Program Nuklir Korea Utara c. Normalisasi Hubungan antar Anggota Six Party Talks d. Meningkatkan Kerjasama Negara Anggota Six Party Talks dengan Korea Utara e. Menjaga Perdamaian dan Stabilitas Kawasan Semenanjung Korea B. Faktor Penghambat Six Party Talks dalam Mewujudkan Denuklirisasi di Korea Utara 1. Konflik Kepentingan (Conflict of Interests) 2. Juche Idea dan Songun Policy 3. Ketiadaan Aturan yang Mengikat secara Hukum (Non- Legally Binding) BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 18

31 BAB II PERKEMBANGAN PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA A. Sejarah Perkembangan Program Nuklir Korea Utara Perkembangan teknologi nuklir Korea Utara berawal sejak berakhirnya Perang Korea ( ), sebuah perang yang digambarkan sebagai Proxy War pertama atau perang yang terjadi antara dua negara yang menggunakan pihak ketiga sebagai pengganti untuk berperang satu sama lain secara langsung pada masa Perang Dingin (Powell 1990, h.12). Keberpihakan Korea Utara dengan Blok Timur, membuat Korea merasa terancam dari serangan nuklir yang dilancarkan Amerika Serikat (AS). Ancaman tersebut memaksa Pyongyang untuk mengembangkan teknologi nuklir secara reaksioner (Pinkston 2008, h.5). Michael J. Mazaar dalam bukunya North Korean and The Bomb: A Case Study in Nonproliferation (1995, h.19) lebih jauh menjelaskan bahwa terdapat lima motif dasar pengembangan nuklir Korea Utara seiring perjalanan waktu, yaitu: (1) Kebutuhan pentingnya memiliki senjata nuklir untuk melawan ancaman nuklir AS. (2) Untuk mendapatkan jaminan keamanan menyusul keunggulan konvensional Korea Selatan (3) Sebuah cara untuk memperoleh pengaruh diplomatik dari negara lain (4) Untuk mempromosikan pencapaian ilmiah dalam rangka mencari pengakuan internasional sehingga memperkuat legitimasi sebelum terjadi peralihan kekuasaan 19

32 dari Kim Sung Il kepada Kim Jong Il (5) Untuk mengurangi ketergantungan pada Cina dan Rusia. Pendapat Mazaar di atas berbeda dengan pengakuan Korea Utara, sebagaimana yang disampaikan dalam pidato Kim Jong Un di depan petinggi partai pekerja Korea Utara menjelaskan bahwa motif pengembangan nuklir Korea Utara dilandasi oleh beberapa poin yaitu: (1) Terinspirasi oleh gagasan Juche dan Songun dimana militer memiliki prioritas khusus. Salah satu prioritas tersebut diantaranya bahwa senjata merupakan garis hidup negara dan sumber kemenangan revolusi. (2) Adanya ancaman serangan militer dan bom atom dari negara lain. (3) Memepertahankan warisan penting para leluhur berupa partai dan rakyat yang tidak terkalahkan serta terciptanya tentara revolusioner yang kuat (Foreign Languange Publishing House 2012). Dalam menjelaskan secara rinci perkembangan program nuklir Korea Utara dari masa ke masa, maka penjelasan akan dibagi ke dalam beberapa fase, yaitu: 1. Asal Mula Pembangunan Program Nuklir Korea Utara (Tahun ) Sebelum mengembangkan program nuklirnya lebih jauh, Korea Utara pada awalnya membiayai tambang uranium yang diperkirakan memanfaatkan empat juta ton bijih uranium berkualitas tinggi. Bijih uranium tersebut diperkirakan dapat diekstrak lebih banyak dari jumlah yang dihasilkan. Atas melimpahnya potensi 20

33 sumber daya alam yang dimiliki dan kebutuhan energi Korea Utara, maka mendorong Korea Utara untuk mencoba mengembangkan program nuklir (Pinkston 2008, h.15). Program nuklir Korea Utara dibangun atas bantuan Uni Soviet. Kedua negara menandatangani sebuah perjanjian kerjasama nuklir pada Lebih dari 30 tahun selanjutnya, Moskow membantu Pyongyang dengan memberikan pelatihan dan pemanfaatan energi dalam mengembangkan dasar teknologi nuklirnya. Bantuan yang diberikan Uni Soviet tersebut merupakan bentuk pemberian bantuan selama berlangsungnya Perang Dingin. Dalam perjanjian tersebut, memungkinkan dilakukan berbagai pertukaran proyek, teknis dan ilmiah. Termasuk pembangunan Pusat Penelitian Nuklir Yongbyon, pelatihan teknisi Korea Utara, dan peninjauan teknis untuk penggunaan nuklir (Mazaar 1995, h.21). Pelatihan teknisi Korea Utara oleh Soviet dilaporkan telah dimulai beberapa tahun sebelum Bantuan Soviet tersebut tidak secara spesifik berniat membantu perkembangan program senjata nuklir, akan tetapi memperbolehkan Pyongyang memiliki teknologi dasar yang dibutuhkan untuk memproduksi dan pemisahan plutonium. Untuk itu, pada tahap awal pembangunan program nuklir Korea Utara, Soviet fokus pada pada pelatihan dan penilitian sampai pada tahap transfer teknologi (Albright dan Kevin 2000). Sebuah reaktor riset Soviet IRT-2M dipasang di pusat penelitian Yongbyon pada Reaktor IRT-2M tersebut didesain untuk menjadi acuan dasar penelitian nuklir Korea Utara yang menghasilkan sejumlah kecil isotop dari hasil radiasi dalam 21

34 IRT-2M. Reaktor IRT-2M memiliki kekuatan 2 Mega Watt (MW). Namun dalam perkembangannya, kekuatan IRT-2M ini ternyata mampu dikembangkan menjadi 4MW hingga 8MW. Selama tahun , sepuluh persen pengayaan bahan bakar untuk kebutuhan energi di Korea Utara dihasilkan dari reaktor IRT-2M (Kristensen 2006). Para ahli nuklir Soviet terlibat langsung dalam membantu pembangunan sebuah fasilitas situs nuklir bawah tanah untuk menyimpan pembuangan radio aktif dari hasil isotop. Walaupun reaktor IRT-2M dan laboratorium radiokimia ditujukan untuk penelitian nuklir dasar dan produksi isotop, bahan-bahan serta peralatannya juga disediakan untuk Korea Utara sebagai sarana untuk melakukan percobaan dengan membuat dan mengekstrak sejumlah kecil plutonium. (Kristensen 2006). Dibawah kerangka perjanjian Uni Soviet-Korea Utara tahun 1959, Soviet telah melatih lebih dari 300 insinyur dan fisikawan Korea Utara di lembaga Soviet. Termasuk Institut Bersama Penelitian Nuklir di Dubna dan Sekolah Tinggi Teknik Bauman. Sementara itu, berdasarkan survey geologi yang dilakukan Uni Soviet, bahwa Korea Utara memiliki banyak simpanan bijih uranium dan grafit yang kemudian dikembangkan Pyongyang untuk membentuk blok bangunan program pembuatan plutonium (Park dan Kim 2012 h.132). 2. Perkembangan Program Nuklir Korea Utara (Tahun ) Pada tahun 1970an Korea Utara mencapai teknologi nuklir tercanggihnya, terutama di bidang penyulingan, konversi, dan produksi. Ilmuwan Korea Utara 22

35 berhasil memodernisasi reaktor riset Soviet IRT-2M yang memiliki standar yang sama dengan Uni Soviet dan negara-negara maju lainnya. Selanjutnya teknisi Korea Utara mampu menghasilkan reaktor nuklir yang akhirnya menjadi inti dari program nuklir Korea Utara (Mazaar 1995, h.23). Pada fase ini, Korea Utara telah mampu melakukan penambangan dan penggilingan uranium secara mandiri, pengubahan uranium, serta pengolahan bahan bakar. Korea Utara juga mampu mengelola pabrik serta laboratorium radiokimia (Mazaar 1995, h.24). Korea Utara mulai melakukan penambangan uranium dalam skala besar di berbagai lokasi dekat Sunchon dan Pyongsan pada awal tahun Bijih mentah uranium dikirim ke pabrik penggilingan uranium di Pakchon dan Pyongsan. Dalam proses ini, bijih uranium tersebut dihancurkan dan diproses secara kimia untuk menghasilkan U3O8 yang kemudian dikirim ke pusat penelitian nuklir Yongbyon untuk diproses lebih lanjut sehingga menghasilkan bahan bakar reaktor nuklir. Biasanya satu ton bijih uranium Korea Utara mengandung sekitar satu kilogram uranium, yang berarti bahwa sekitar ton bijih harus ditambang dan diproses untuk memperoleh 50 ton uranium alam yang dibutuhkan untuk bahan bakar reaktor nuklir (Bermudez 1999, h.4). Pada akhir 1970, Korea Utara telah menerima bahan pembuatan rudal kapal dan rudal udara dari Cina, disamping Pyongyang juga mencari bahan untuk membangun sendiri programnya dari negara lain. Pada September 1971, Korea Utara menandatangani perjanjian dengan Cina untuk memperoleh, mengembangkan, dan 23

36 memproduksi rudal balistik. Akan tetapi, kerjasama bilateral tersebut tidak juga dimulai hingga tahun 1977 ketika insinyur Korea Utara berpartisipasi dalam program pengembangan untuk DF-61 yang menjadi asal mula perkembangan bahan bakar rudal balistik Korea Utara dengan jarak sekitar 600km. Kemudian program ini dibatalkan pada tahun 1978 karena alasan politik dalam negeri Cina (Bermudez 1999, h. 4). Pengubahan uranium serta pengolahan bahan bakar fasilitas nuklir di Yongbyon dirancang menghasilkan bahan bakar untuk seluruh reaktor grafit yang sedang dalam pembangunan di Korea Utara selama tahun Konstruksi reaktor grafit tersebut dimulai tahun 1980 dan mulai mendapatkan kritikan dari PBB pada Agustus Reaktor ini mulai dioperasikan pada tahun hingga reaktor tersebut ditutup berdasarkan Kerangka Persetujuan antara AS dan Korea Utara (Bermudez 1999, h.5). Pada tahun 1980, Korea Utara meluncurkan program nasional terpadu untuk membangun serangkaian fasilitas skala industri yang mampu memproduksi sejumlah besar plutonium untuk program senjata nuklir, disamping untuk industri tenaga nuklir negara tersebut. Program senjata nuklir Korea Utara dikembangkan kembali pada tahun Pada 1980an Korea Utara sangat fokus pada praktik penggunaan energi nuklir dan penyelesaian sistem perkembangan senjata nuklir (Pinkston 2008, h.18). Korea Utara juga mulai mengoperasikan fasilitas untuk pembuatan uranium dan pengkonversiannya. Pada fase ini, Korea Utara memulai pembangunan reaktor 24

37 nuklir MWe 200 dan fasilitas pemrosesan ulang nuklir di Yongbyon dan Taechon (Kimball 2012). Kemudian Korea Utara melakukan tes peledakan ledak tinggi. Sejak pertengahan 1980, Korea Utara memang telah melakukan serangkaian tes daya ledak tinggi yang berkaitan dengan pengembangan sistem ledakan senjata nuklir (Russian Federation Foreign Intelligence Service, 1995). Pada akhir tahun 1980, Korea Utara memulai pembangunan reaktor 50MW berskala besar di Taechon berbasis teknologi yang hampir sama dengan reaktor sebelumnya. Keunggulan reaktor tersebut yaitu memiliki model yang sama dengan reaktor G2 yang dimiliki Perancis. Reaktor ini mampu menghasilkan lebih dari 220kg plutonium sekelas senjata setiap tahunnya jika beroperasi penuh selama 300 hari per tahun (Dreicer 2000). Pada tahun 1984, Korea Utara telah memproduksi Hwasong-5 yang diketahui memiliki jangkauan 320km. Perbaikan dalam sistem propulsi rudal membuat Hwasong-5 menjadi lebih unggul dibanding pendahulunya. Pada tahun yang sama, Korea Utara juga menambah pembangunan sebuah pabrik pengolahan skala industri untuk memisahkan plutonium dari bahan bakar nuklir di pusat penelitian nuklir Yongbyon. Pengoperasian pabrik ini berdasarkan proses ekstraksi uranium plutonium, yaitu sebuah prosedur standar penggunaan secara luas dalam industri nuklir, dimana uranium dan plutonium dipisahkan dari limbah nuklir dan kemudian satu sama lain dipisahkan melalui serangkaian proses kimia (Pinkston 2008, h.22). 25

38 Korea Utara juga mencoba menambahkan reaktor terbesar di Yongbyon yang pembangunannya dimulai akhir tahun Pembangunan reaktor tersebut menggunakan bahan dasar dan teknologi yang sama dengan reaktor 5MW sebelumnya. Walaupun secara konsep sama dengan reaktor G2 milik Perancis, namun proses dan cara pengoperasiannya berbeda. Reaktor ini hanya mampu menghasilkan 55kg plutonium (Dreicer 2000). Korea Utara melaporkan memulai pengembangan Nodong pada tahun Sebagian besar literatur menegaskan bahwa Nodong tersebut dirancang dan dikembangkan oleh para insinyur Korea Utara dengan sedikit bantuan asing. Perkembangan pesat ini tanpa adanya uji coba yang signifikan selain penyebaran teknologi tersebut dan ekspor sistem teknologi dari Uni Soviet ke Korea Utara (Bermudez 1999, h.20). 3. Peluncuran Uji Coba Nuklir Korea Utara Pembangunan dan perkembangan nuklir Korea Utara yang telah dibangun sejak 1959, mendorong Korea Utara untuk melakukan peluncuran uji coba program nuklir yang selama ini dikekembangkan negara tersebut. Pada 1998 Korea Utara berhasil mengembangkan misil Nodong dengan perkiraan jangkauan jelajah sejauh 900mil yang mampu mencakup wilayah Jepang dan Korea Selatan. Korea Utara dilaporkan mengerahkan produksi hampir 100 rudal Nodong pada tahun 2003 (Niksch 2003 h.6). 26

39 Untuk itu, pada 31 Agustus 1998 pertama kalinya Korea Utara meluncurkan sebuah roket tiga tingkatan, yang merupakan bentuk dasar dari roket Taepodong-1. Ketiga tingkatan roket tersebut rupanya merupakan usaha Korea Utara untuk meluncurkan sebuah satelit. Roket Taepodong-1 memiliki jarak jelajah km yang mampu mencapai Alaska, dan sempat terbang diatas perairan Jepang. Pyongyang mengumumkan bahwa roketnya tersebut berhasil ditempatkan pada sebuah satelit dalam orbit (Niksch 2003 h.6). Merasa belum puas dengan uji coba nuklir pertamanya, Korea Utara kembali melakukan uji coba pada 5 Juli 2006 dengan menembakkan tujuh roket, termasuk roket terpanjang, Taepo Dong-2. Keenam roket lainnya termasuk gabungan dari roket jarak pendek dan menengah, Scud-C dan roket Nodong. Ketujuh roket tersebut diluncurkan dari tempat uji coba Kittaraeyong. Walaupun uji coba roket jarak pendek Korea Utara tersebut terlihat sukses, akan tetapi roket Taepo Dong-2 gagal meluncur dan jatuh kurang dari satu menit setelah peluncuran (Andrea 2006). Korea Utara melakukan peluncuran nuklir selanjutnya pada 5 April 2009 dengan meluncurkan roket Unha-2. Roket tersebut diyakini menjadi versi modifikasi dari rudal balistik jarak jauh Taepo Dong-2 yang membawa misi penempatan satelit Kwangmyongsong-2 ke dalam orbit (KCNA 2009). Walaupun Korea Utara menyatakan roket tersebut menempati sebuah satelit dalam orbit, Komando AS melaporkan bahwa roket tingkat pertama mendarat di laut Jepang dan sisanya jatuh di lautan pasifik (Kimball 2012). 27

40 Berbagai aksi peluncuran uji coba nuklir didukung oleh rezim Kim Jong Il yang sudah pasti dapat meningkatkan perhatian dunia terhadap Korea Utara. Hal terebut tentu saja mengundang kritik dan sanksi yang sangat keras dari PBB. Aksi ini dinilai sebagai tindakan provokatif yang melanggar moratorium sukarela Korea Utara dalam uji coba peluncuran rudal jarak jauh. Peluncuran beberapa roket di Semenanjung Korea itu kian mengkhawatirkan beberapa negara di kawasan karena dikhawatirkan mengganggu stabilitas keamanan regional yang dapat berujung pada konflik antar kedua Korea. Ketegangan antara kedua negara Korea tersebut menimbulkan dibentuknya zona demiliterisasi. Akan tetapi, pengaturan latihan militer bersama antara AS dan Korea Selatan ternyata semakin menambah masalah baru di kawasan tersebut (Branigan, 2010). B. Krisis Nuklir di Korea Utara dan Upaya Penyelesaiannya Keberhasilan Korea Utara dalam pengembangan nuklir, akhirnya tertangkap mata dunia internasional. Sehingga pada 1977 Korea Utara menandatangani perjanjian dengan Badan Energi dan Atom Internasional (IAEA) yang mengizinkan IAEA melakukan pemeriksaan terhadap reaktor riset yang dibangun atas bantuan Uni Soviet tersebut (Ceuster dan Melissen 2008, h.9). Atas desakan dunia Internasional dan meningkatnya laporan intelijen AS mengenai pembangunan reaktor nuklir di negara tersebut, maka Pyongyang juga terpaksa mengabulkan Perjanjian Non-proliferasi Nuklir (NPT) pada 12 Desember 28

41 1985. NPT merupakan suatu perjanjian yang membatasi kepemilikan senjata nuklir. Dengan masuknya Korea Utara ke dalam NPT, maka mewajibkan Korea Utara melakukan proses denuklirisasi, yaitu proses terwujudnya penghapusan kepemilikan senjata nuklir (Kimball 2012). Pada tahun 1992, ketika pemeriksa IAEA pertama kalinya diizinkan mengakses reaktor, Pyongyang mengklaim bahwa reaktor mengalami kesulitan dalam menghidupkan reaktor dan mengalami kesulitan kontrol yang mencegah pengoperasian daya secara penuh dan mengakibatkan mesin sering mati selama beberapa tahun pertama beroperasi (Pinkston 2008, h.24). Sebelum tahun 1992, Korea Utara melakukan uji coba pengembangan terkait nuklir ledak tinggi di Pusat Penelitian Nuklir Yongbyon. Hal ini sebagaimana laporkan Komite Keamanan Rusia pada 22 Februari 1990 yang dibocorkan kepada media Rusia pada Maret Badan intelijen Soviet telah menyimpulkan bahwa Korea Utara telah berhasil mengembangkan bom nuklir di Pusat Penelitian Nuklir Yongbyon (Badan Intelijen Rusia, 1995). Padahal selama kunjungan inspeksi IAEA terhadap situs ini pada 1992, IAEA tidak menemukan bukti bahan nuklir. Selanjutnya, IAEA terus berusaha mengakses dua terduga situs pembuangan untuk menentukan apakah limbah radioaktif yang diproduksi oleh aktivitas pemrosesan ulang yang tidak dilaporkan kepada IAEA disimpan di lokasi tersebut atau tidak. Pada September 1992, pengawas IAEA diizinkan untuk mengunjungi bangunan yang menjadi pusat pembuatan kendaraan militer Korea Utara (Mazaar 29

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010.

BAB 4 KESIMPULAN. 97 Universitas Indonesia. Dampak pengembangan..., Alfina Farmaritia Wicahyani, FISIP UI, 2010. BAB 4 KESIMPULAN Korea Utara sejak tahun 1950 telah menjadi ancaman utama bagi keamanan kawasan Asia Timur. Korea Utara telah mengancam Korea Selatan dengan invasinya. Kemudian Korea Utara dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA

BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA BAB III SIX PARTY TALKS SEBAGAI SARANA UNTUK MENYELESAIKAN KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Program pengembangan senjata nuklir Korea Utara dinilai mampu mengancam ketentraman dan stabilitas keamanan negara negara

Lebih terperinci

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG

BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG BAB IV FAKTOR EKSTERNAL YANG MELATARBELAKANGI KEBIJAKAN KOREA SELATAN ATAS PENUTUPAN AKTIVITAS DI INDUSTRI KAESONG Penutupan Kaesong pada tahun 2016 merupakan sebuah berita yang mengejutkan bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berakhirnya perang dunia kedua yang dimenangkan oleh tentara sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN GEORGE W. BUSH ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3(2) 677-690 ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org Copyright 2015 KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TERHADAP PROGRAM NUKLIR KOREA UTARA PADA PEMERINTAHAN GEORGE

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008. BAB 5 KESIMPULAN Kecurigaan utama negara-negara Barat terutama Amerika Serikat adalah bahwa program nuklir sipil merupakan kedok untuk menutupi pengembangan senjata nuklir. Persepsi negara-negara Barat

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN

DIALOG KOREA UTARA-KOREA SELATAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEAMANAN KAWASAN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki nilai tawar kekuatan untuk menentukan suatu pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Kepemilikan senjata nuklir oleh suatu negara memang menjadikan perubahan konteks politik internasional menjadi rawan konflik mengingat senjata tersebut memiliki

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menekankan pada proses peredaan ketegangan dalam konflik Korea Utara dan Korea Selatan pada rentang waktu 2000-2002. Ketegangan yang terjadi antara Korea Utara

Lebih terperinci

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea

mengakibatkan potensi ancaman dan esklasi konflik. Eskalasi konflik di kawasan mulai terlihat dari persaingan anggaran belanja militer Cina, Korea BAB V PENUTUP Tesis ini menjelaskan kompleksitas keamanan kawasan Asia Timur yang berimplikasi terhadap program pengembangan senjata nuklir Korea Utara. Kompleksitas keamanan yang terjadi di kawasan Asia

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Universitas Indonesia BAB 5 KESIMPULAN Dalam bab terakhir ini akan disampaikan tentang kesimpulan yang berisi ringkasan dari keseluruhan uraian pada bab-bab terdahulu. Selanjutnya, dalam kesimpulan ini juga akan dipaparkan

Lebih terperinci

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT

DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA. Oleh : ABSTRACT DALAM KRISIS NUKLIR KOREA UTARA Oleh : ABSTRACT This study aims to identify and describe the action done by UN Security Council related to its role in dealing with the nuclear crisis in North Korea as

Lebih terperinci

STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI

STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI STATUS KEPULAUAN DOKDO DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (STUDI TERHADAP KASUS SENGKETA KEPULAUAN DOKDO ANTARA KOREA SELATAN-JEPANG) SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. di dunia. Dimana power suatu negara tidak hanya dapat di ukur melalui kekuatan

BAB IV PENUTUP. di dunia. Dimana power suatu negara tidak hanya dapat di ukur melalui kekuatan BAB IV PENUTUP Kesimpulan Perkembangan senjata nuklir sejak dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki hingga saat ini telah mempengaruhi politik luar negeri antara negara-negara di dunia. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu

BAB I PENDAHULUAN. pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Iran meluncurkan program pengembangan energi nuklir pertamanya pada awal tahun 1957 dengan dukungan dari Amerika Serikat. 1 Pada saat itu Iran dan Amerika Serikat memang

Lebih terperinci

BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009

BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009 BAB IV PERAN IAEA DALAM MENANGGAPI KASUS UJI COBA NUKLIR KOREA UTARA TAHUN 2006 DAN 2009 Dalam mencipatakan suasana yang damai serta bebas dari ancaman nuklir Korea Utara, IAEA memiliki beberapa fungsi

Lebih terperinci

BAB 2 PENGEMBANGAN SENJATA NUKLIR KOREA UTARA DAN KONDISI KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR

BAB 2 PENGEMBANGAN SENJATA NUKLIR KOREA UTARA DAN KONDISI KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR BAB 2 PENGEMBANGAN SENJATA NUKLIR KOREA UTARA DAN KONDISI KEAMANAN REGIONAL ASIA TIMUR 2.1 Latar Belakang Korea Utara Membangun Kapabilitas Persenjataan Nuklir (1953-1970) Krisis nuklir Semenanjung Korea

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berakhirnya Perang Dunia Kedua yang dimenangkan oleh tentara Sekutu (dimotori oleh Amerika Serikat) telah membuka babak baru dalam sejarah politik Korea. Kemenangan

Lebih terperinci

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM MUHAMMAD NAFIS 140462201067 PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM Translated by Muhammad Nafis Task 8 Part 2 Satu hal yang menarik dari program politik luar negeri Jokowi adalah pemasukan Samudera Hindia sebagai

Lebih terperinci

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA

PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA PEREDAAN KETEGANGAN DI SEMENANJUNG KOREA Oleh: DR. Yanyan Mochamad Yani, Drs., M.A. Akhirnya setelah melalui pasang surut yang penuh ketegangan, masyarakat dunia kini perlu merasa lega. Sementara waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

PERDAMAIAN DI SEMENANJUNG KOREA PASCA-PERTEMUAN MOON JAE-IN DAN KIM JONG UN

PERDAMAIAN DI SEMENANJUNG KOREA PASCA-PERTEMUAN MOON JAE-IN DAN KIM JONG UN Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUBUNGAN INTERNASIONAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP

Lebih terperinci

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN

DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN DIPLOMASI PEMERINTAH IRAN TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL PADA PROGRAM PENGEMBANGAN NUKLIR TAHUN 2005-2009 (IRAN GOVERNMENT DIPLOMACY TO INTERNATIONAL PRESSURE ON NUCLEAR DEVELOPMENT PROGRAM 2005-2009)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peristiwa menyerahnya Jepang kepada sekutu pada 14 Agustus 1945 menandai berakhirnya Perang Dunia II, perang yang sangat mengerikan dalam peradaban manusia di dunia.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM

PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM PERSPEKTIF DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL REALISM DAN NEO REALISM Sebelum PD I studi Hubungan Internasional lebih banyak berorientasi pada sejarah diplomasi dan hukum internasional Setelah PD I mulai ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Eropa Barat membuat suatu kebijakan dengan memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Skripsi ini akan mengupas mengenai alasan kebijakan luar negeri Uni Eropa memberikan dukungan terhadap Ukraina dalam kasus konflik gerakan separatisme pro-rusia di Ukraina.

Lebih terperinci

KERJASAMA INDONESIA DAN RUSIA DI BIDANG PERDAGANGAN ALUTSISTA ( TAHUN 2003)

KERJASAMA INDONESIA DAN RUSIA DI BIDANG PERDAGANGAN ALUTSISTA ( TAHUN 2003) KERJASAMA INDONESIA DAN RUSIA DI BIDANG PERDAGANGAN ALUTSISTA ( TAHUN 2003) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Subhan Jamil Badhowi 107083003499 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar negara dengan negara atau negara dengan organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. antar negara dengan negara atau negara dengan organisasi. BAB I PENDAHULUAN Problematika dalam Hubungan Internasional menurut penulis adalah hal yang sangat menarik untuk dikaji. Segala kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh sebuah negara pasti akan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu. sendiri, pemerintahan Jepang yang dibawah Supreme Commander for the Allied

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu. sendiri, pemerintahan Jepang yang dibawah Supreme Commander for the Allied BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa menjelang hingga Perang Dunia II kekuatan militer Jepang telah memperlihatkan kekuatannya dengan dibuktikan menduduki sebagian besar Tiongkok dan Semenanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

Realisme dan Neorealisme I. Summary

Realisme dan Neorealisme I. Summary Realisme dan Neorealisme I. Summary Dalam tulisannya, Realist Thought and Neorealist Theory, Waltz mengemukakan 3 soal, yaitu: 1) pembentukan teori; 2) kaitan studi politik internasional dengan ekonomi;

Lebih terperinci

DIPLOMASI RUSIA DALAM MENGGAGALKAN RENCANA PENGIRIMAN PASUKAN PERDAMAIAN DK PBB KE SURIAH

DIPLOMASI RUSIA DALAM MENGGAGALKAN RENCANA PENGIRIMAN PASUKAN PERDAMAIAN DK PBB KE SURIAH DIPLOMASI RUSIA DALAM MENGGAGALKAN RENCANA PENGIRIMAN PASUKAN PERDAMAIAN DK PBB KE SURIAH (RUSSIAN DIPLOMACY TO THWART THE PLAN OF SENDING PEACEKEEPING TROOP TO SYRIA) Oleh: ALI AL HASIMI M 070910101104

Lebih terperinci

10 Negara yang Punya Reaktor Nuklir Terbesar Di Dunia Minggu, Oktober 21, 2012 Azmi Cole Jr.

10 Negara yang Punya Reaktor Nuklir Terbesar Di Dunia Minggu, Oktober 21, 2012 Azmi Cole Jr. Hari, Tanggal: Minggu, 21 Oktober 2012 Hal/Kol : http://zonapencarian.blogspot.com/2012/10/10- negara-yang-punya-reaktor-nuklir.html Sumber: WWW.ZONAPENCARIAN.BLOGSPOT.COM 10 Negara yang Punya Reaktor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1853, dengan kapal perangnya yang besar, Komodor Perry datang ke Jepang. Pada saat itu, Jepang adalah negara feodal yang terisolasi dari negara-negara lainnya

Lebih terperinci

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika

bilateral, multilateral maupun regional dan peningkatan henemoni Amerika Serikat di dunia. Pada masa perang dingin, kebijakan luar negeri Amerika BAB V KESIMPULAN Amerika Serikat merupakan negara adikuasa dengan dinamika kebijakan politik luar negeri yang dinamis. Kebijakan luar negeri yang diputuskan oleh Amerika Serikat disesuaikan dengan isu

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awal kemerdekannya, Indonesia memiliki kondisi yang belum stabil, baik dari segi politik, keamanan, maupun ekonomi. Dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan

Lebih terperinci

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al-

BAB VI. 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- 166 BAB VI 6.1 Kesimpulan Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada masa Hafiz al- Assad berkaitan dengan dasar ideologi Partai Ba ath yang menjunjung persatuan, kebebasan, dan sosialisme

Lebih terperinci

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016

Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016 Keterangan Pers Bersama Presiden RI dan Presiden Korsel, Seoul, 16 Mei 2016 Senin, 16 Mei 2016 KETERANGAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN KOREA SELATAN KUNJUNGAN KENEGARAAN KE KOREA

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Six Party Talks merupakan sebuah mekanisme multilateral yang bertujuan untuk mewujudkan upaya denuklirisasi Korea Utara melalui proses negosiasi yang melibatkan Cina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara pada tanggal 25 Mei tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. Uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara pada tanggal 25 Mei tahun 2009 BAB I PENDAHULUAN Uji coba nuklir yang dilakukan Korea Utara pada tanggal 25 Mei tahun 2009 ini, hingga dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1874 dan sikap keras Korea Utara dengan resolusi-resolusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari reaksi nuklir baik yang berupa reaksi fusi dan fisi. Dalam fisika,

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari reaksi nuklir baik yang berupa reaksi fusi dan fisi. Dalam fisika, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Senjata nuklir merupakan alat peledak yang kekuatannya dapat merusak yang berasal dari reaksi nuklir baik yang berupa reaksi fusi dan fisi. Dalam fisika, fusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan pasca- perang dingin ini juga mempunyai implikasi strategis baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Internasional Runtuhnya Uni Soviet sebagai negara komunis utama pada tahun 1990-an memunculkan corak perkembangan Hubungan Internasional yang khas. Perkembangan pasca-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asia Tenggara merupakan suatu kawasan di Asia yang memiliki sekitar 80% merupakan wilayah lautan. Hal ini menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai jalur alur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iran merupakan negara salah satu dengan penghasilan minyak bumi terbesar di dunia. Negara para mullah ini menduduki posisi ke-5 didunia setelah mengalahkan negara

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5518 PENGESAHAN. Konvensi. Penanggulangan. Terorisme Nuklir. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 2014 Nomor 59) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian New Zealand merupakan negara persemakmuran dari negara Inggris yang selama Perang Dunia I (PD I) maupun Perang Dunia II (PD II) selalu berada di

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

SUMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK IMAM KHOMEINI BAGI PEMBANGUNAN LANDASAN POLTIK LUAR NEGERI IRAN

SUMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK IMAM KHOMEINI BAGI PEMBANGUNAN LANDASAN POLTIK LUAR NEGERI IRAN SUMBANGAN PEMIKIRAN POLITIK IMAM KHOMEINI BAGI PEMBANGUNAN LANDASAN POLTIK LUAR NEGERI IRAN SKRIPSI Diajukan guna melengkapi dan memenuhi persyaratan untuk meperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S-I)

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI

UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI UAS ASIA TIMUR OKKY LARAS SAKTI 44312098 1. Perkembangan hubungan luar negeri antara Tiongkok- Korea Selatan semakin hari semakin membaik, hal ini terbukti dengan adanya pertemuan dua petinggi Negara Tiongkok-

Lebih terperinci

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENGENAI KERJA SAMA EKONOMI). DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE CZECH REPUBLIC OF ECONOMIC COOPERATION

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.

Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya. Politik Luar Negeri Amerika Serikat Interaksi antarnegara dalam paradigma hubungan internasional banyak ditentukan oleh politik luar negeri negara tersebut. Politik luar negeri tersebut merupakan kebijaksanaan

Lebih terperinci

SEJARAH PEPERANGAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI

SEJARAH PEPERANGAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI FISIP HI UNJANI CIMAHI 2011 SEJARAH PEAN ABAD MODERN DOSEN : AGUS SUBAGYO, S.IP., M.SI Perang 30 Tahun & Perang Napoleon Perang Dunia I & Perang Dunia II Perang Dingin & Perang Global Melawan Terorisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT UNTUK MEMPERTAHANKAN EMBARGO EKONOMI TERHADAP KUBA PASCA NORMALISASI HUBUNGAN KEDUA NEGARA

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT UNTUK MEMPERTAHANKAN EMBARGO EKONOMI TERHADAP KUBA PASCA NORMALISASI HUBUNGAN KEDUA NEGARA KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT UNTUK MEMPERTAHANKAN EMBARGO EKONOMI TERHADAP KUBA PASCA NORMALISASI HUBUNGAN KEDUA NEGARA United State s Policy on Maintaining Economic Embargo on Cuba after Normalization of

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI PROLIFERASI SENJATA NUKLIR DEWI TRIWAHYUNI 1 Introduksi: Isu proliferasi senjata nuklir merupaka salah satu isu yang menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pentingnya isu nuklir terlihat dari dibuatnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III PERMASALAHAN DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJASAMA ANTARA KOREA UTARA DENGAN KOREA SELATAN DI DISTRIK KAESONG

BAB III PERMASALAHAN DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJASAMA ANTARA KOREA UTARA DENGAN KOREA SELATAN DI DISTRIK KAESONG BAB III PERMASALAHAN DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJASAMA ANTARA KOREA UTARA DENGAN KOREA SELATAN DI DISTRIK KAESONG Berjalannya kegiatan di Kaesong merupakan sebuah keberhasilan dari proyek yang telah lama

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA AND AUSTRALIA ON THE FRAMEWORK FOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan membahas mengenai kerja sama keamanan antara pemerintah Jepang dan pemerintah Australia. Hal ini menjadi menarik mengetahui kedua negara memiliki

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan hukum dan penghormatan HAM

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL

MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL MODUL IV PENGATURAN KEAMANAN REGIONAL PENDAHULUAN Kajian tentang strategi keamanan juga melandaskan diri pada perkembangan teori-teori keamanan terutama teori-teori yang berkembang pada masa perang dingin

Lebih terperinci

1 BAB I 2 PENDAHULUAN

1 BAB I 2 PENDAHULUAN 1 1 BAB I 2 PENDAHULUAN 2.1 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan diplomatik yang terjadi antara dua negara tentu dapat meningkatkan keuntungan antara kedua belah pihak negara dan berjalan dengan lancar.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN DI KOREA UTARA SETELAH. DITERAPKANNYA IDEOLOGI JUCHE PADA MASA KIM JONG-Il

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN DI KOREA UTARA SETELAH. DITERAPKANNYA IDEOLOGI JUCHE PADA MASA KIM JONG-Il BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN DI KOREA UTARA SETELAH DITERAPKANNYA IDEOLOGI JUCHE PADA MASA KIM JONG-Il Sosok seorang pemimpin Korea Utara yang dianggap penting bagi Masyakat Korea Utara. Dalam sejarah perkembangan

Lebih terperinci

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL A. KONDISI UMUM Perhatian yang sangat serius terhadap

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PARIWISATA (Studi pada Dinas Kebudayaan, Pariwisata,Pemuda dan Olahraga Kota Dumai) Disusun Oleh : WIDYA RAHMAWATY NIM 050903076 DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA

JURUSAN SOSIAL YOGYAKARTA UPAYA JEPANG DALAM MENJAGA STABILITAS KEAMANAN KAWASAN ASIA TENGGARA RESUME SKRIPSI Marsianaa Marnitta Saga 151040008 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Faktor kondisi geografis, sumber daya manusia, dan sumber daya alam suatu negara selalu menjadi salah satu faktor utama kemenangan atau kekalahan suatu negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (PIAGAM PERHIMPUNAN BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1978 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN MENGENAI PENCEGAHAN PENYEBARAN SENJATA-SENJATA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Balas campur tangan militer Kenya di Somalia, kelompok al Shabab menyerang sebuah mal di Nairobi,

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sejarah Korea yang pernah berada di bawah kolonial kekuasaan Jepang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat Korea. Jepang melakukan eksploitasi sumber

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Cooperative Security: Studi Kasus Traktat Lombok antara Indonesia dan Australia TESIS

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Cooperative Security: Studi Kasus Traktat Lombok antara Indonesia dan Australia TESIS Cooperative Security: Studi Kasus Traktat Lombok antara Indonesia dan Australia TESIS Untuk memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Hubungan Internasional pada Program Magister Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan Indonesia secara langsung maupun tidak langsung

Lebih terperinci

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini.

Serikat (telah menandatangani, namun belum bersedia meratifikasi), menguatkan keraguan akan perjanjian ini. BAB V KESIMPULAN Melalui perjalanan panjang bertahun-tahun, Majelis Umum PBB berhasil mengadopsi Perjanjian Perdagangan Senjata (Arms Trade Treaty/ATT), perjanjian internasional pertama yang menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik Luar Negeri merupakan sikap dan komitmen suatu Negara terhadap lingkungan eksternal, strategi dasar untuk mencapai tujuan kepentingan nasional yang harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak Arab Saudi didirikan pada tahun 1932, kebijakan luar negeri Arab Saudi pada dasarnya berfokus pada kawasan Timur Tengah yang dapat dianggap penting dalam kebijakan

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Akuntansi merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula karena laporan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK FILIPINA TENTANG KEGIATAN KERJASAMA DI BIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME

BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME BAB 5 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME A. KONDISI UMUM Keterlibatan dalam pergaulan internasional dan pengaruh dari arus globalisasi dunia, menjadikan

Lebih terperinci