PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY"

Transkripsi

1 TESIS PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY IVONNE KURNIAWAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2 2 TESIS PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY IVONNE KURNIAWAN PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

3 3 PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana IVONNE KURNIAWAN PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

4 4 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 31 Mei 2016 Pembimbing I Pembimbing II Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And. FAACS NIP Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK NIP Mengetahui Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana DR. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., Sp. GK NIP Prof.DR.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP

5 5 Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal : 31 Mei 2016 Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : /UN.14.4/HK/2016 Tanggal : 31 Mei 2016 Panitia Penguji Tesis adalah: Ketua Sekretaris : Prof. Dr. dr.wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS : Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK Anggota : 1.Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And 2. Prof. Dr. dr. A. A. Gede Budhiarta, Sp. PD KEMD 3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc., Sp. GK

6 6 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Nama : dr. Ivonne Kurniawan NIM : Program Studi Judul : Magister Ilmu Biomedik (Anti Aging Medicine) : Pemberian L Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral Meningkatkan Nitric Oxide Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Wistar Jantan Orchidectomy Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang undang yang berlaku Denpasar, 31 Mei Yang membuat pernyataan, (dr. Ivonne Kurniawan)

7 7 UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala berkat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk penyusunan tesis yang berjudul Pemberian L Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral Meningkatkan Nitric Oxide Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Wistar Jantan Orchidectomy. Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang telah dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister pada program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A sebagai Asdir I dan Prof. Dr. Ir. Ketut Budi Susrusa, MS sebagai Asdir II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAAC sebagai pembimbing I dan Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK sebagai pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu selama penulis mengikuti pendidikan serta bimbingan, saran dan motivasi yang sangat besar manfaatnya dalam penelitian selama penyusunan tesis ini.

8 8 Ucapan terima kasih secara tulus juga penulis sampaikan kepada : 1. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And, sebagai dosen dan penguji tesis, dengan sabar memberikan dorongan, semangat dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 2. Prof. Dr. dr. A. A. Gede Budhiarta, Sp. PD KEMD, sebagai dosen dan penguji tesis yang membimbing dan memberi masukan yang kritis serta pengajaran yang sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyusunan tesis ini. 3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK, sebagai Ketua Program Studi dan penguji tesis yang membimbing dan memberi saran ilmiah serta koreksi kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 4. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M. Phil sebagai Kepala UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana, yang telah membantu penulis untuk analisis laboratorium selama penelitian. 5. Ferbian, S.KH yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana serta memberikan bantuan terutama dalam statistik yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun tesis ini. 6. Seluruh dosen program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana

9 9 Universitas Udayana yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan. 7. Seluruh staff program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana untuk bantuan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan dan menyelesaikan tesis. 8. Teman teman angkatan IX program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana atas doa, semangat, dukungan dan persahabatan yang diberikan kepada penulis baik selama pendidikan maupun dalam penyusunan tesis. 9. Keluarga tercinta, orang tua (Henry Kurniawan dan Steffi Kurniawan), adik (dr. Anthony Kurniawan, MPH), calon suami (Herry Santosa, BSc) atas doa, cinta, dukungan, dan perhatian yang luar biasa selama penulis menjalani pendidikan dan menyelesaikan tesis. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Anti Aging Medicine pada khususnya. Dan semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan rahmatnya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Damai dan kasih Tuhan beserta kita semua. Denpasar, Mei 2016 Penulis

10 10 ABSTRAK PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY Dalam proses penuaan terjadi penurunan level hormon, salah satunya yaitu hormon testosteron yang berperan penting dalam fungsi reproduksi dan seksual. Hormon testosteron dapat bekerja pada organ sasaran melalui Androgen Receptor (AR) dan efektor intrasel. AR merupakan salah satu protein yang berikatan dengan DNA dengan mengatur transkripsi gen. Testosteron yang berikatan dengan AR mempengaruhi fungsi endotel melalui neuron Non Adrenergic Non Cholinergic yang melepaskan NO, kemudian meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate yang menyebabkan relaksasi otot polos arteri kavernosa serta meningkatkan aliran darah penis. Pada pembuluh darah, dalam keadaan normal NO dihasilkan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). L Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh NOS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian L Arginin dan testosteron undekanoat oral terhadap peningkatan kadar NO pada tikus wistar jantan orchidectomy. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan completely randomized post test only control group design yang menggunakan 28 ekor tikus wistar jantan berumur 5 6 bulan yang di orchidectomy, selama 14 hari, terbagi menjadi 4 kelompok masing masing berjumlah 7 ekor, kelompok kontrol (P0) diberikan plasebo, kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan L Arginin, kelompok perlakuan 2 (P2) diberikan testosteron undekanoat oral selama dan kelompok perlakuan 3 (P3) diberikan L Arginin dan testosteron undekanoat oral. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar NO kelompok P0 adalah 417,29±63,823 μm, kelompok P1 adalah 684,71±79,747μM, kelompok P2 adalah 754,54±64,296μM dan kelompok P3 adalah 1156,95±167,904μM. Analisis kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa 4 kelompok setelah diberikan perlakuan selama 14 hari memiliki rerata kadar NO yang signifikan (p<0,01). Uji lanjutan untuk mengetahui perbedaan individual antar kelompok dengan menggunakan Least Significance Difference test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0 dengan P1, P2 dan P3 (p<0,01), tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P1 dengan P2 (p>0,05) dan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0, P1 dan P2 dengan P3 (p<0,01). Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok yang diberikan gabungan L Arginin dan testoteron undekanoat oral memiliki peningkatan kadar NO yang signifikan dibandingkan kelompok yang diberikan L Arginin saja dan kelompok yang diberikan testoteron undekanoat oral saja (p<0,05). Kata kunci: Tikus wistar jantan orchidectomy, Nitric Oxide, Testosteron undekanoat oral, L Arginin

11 11 ABSTRACT ORAL ADMINISTRATION OF L ARGININE AND TESTOSTERONE UNDECANOATE INCREASED NITRIC OXIDE LEVEL IN ORCHIDECTOMY MALE WISTAR RATS (Rattus norvegicus) Aging process decreased hormone levels such as a decreased of testosterone levels that is important in reproductive and sexual function. Testosterone worked on the target organs were the existence and proper functioning of the Androgen Receptor (AR) and intrasel effectors. AR is one of the proteins that will bind to DNA which regulated the transcription of gens work. Testosterone that bind with AR affected endothelial function through neuron Non Adrenergic Non Cholinergic which released NO then increased the levels of cyclic Guanosine Mono Phosphate that caused smooth muscle relaxation of the arterial cavernous penile blood flow. On blood vessels, under normal circumstances NO was produced by Nitric Oxide Synthase (NOS). While L Arginine is the precursor for the synthesis of Nitric Oxide that is made by Nitric Oxide Synthase. The purpose of this research was to determine L Arginine and testosterone undecanoate increased Nitric Oxide level in orchidectomy male wistar rats. The study was an experimental study using completely randomized post test only control group design that used 28 male wistar rats (post orchidectomy for 5 6 months) for 14 days which were divided into 4 groups, each with 7 rats, first group as the control group (P0) was given placebo, second group as first treatment group (P1) was given L Arginine, third group as second treatment group (P2) was given testosterone undecanoate and fourth group as third treatment group (P3) was given L Arginine and testosterone undecanoate. The results showed that the mean Nitric Oxide level of P0 group was 417,29±63,823 μm, P1 group was 684,71±79,747μM, P2 group was 754,54±64,296μM and P3 group was 1156,95±167,904μM. Comparability test with One Way Anova showed that the value of p = It showed that 4 groups after L Arginine and testosterone undecanoate administration for 14 days have the mean of Nitric Oxide level was significantly different (p<0,01). The advanced test to find out individual differences between groups using Least Significance Difference test shows that there are significant differences between P0 group and P1, P2, P3 groups (p<0,01), no significant differences between P1 group and P2 group (p>0,05), and significant differences between P0, P1, P2 groups and P3 group (p<0,01). Based on the above research result, it can be concluded that oral combined administration of L Arginine and testosteron undecanoate have a significant differences of Nitric Oxide level, compared to single administration of L Arginine and testosteron undecanoate (p<0,05). Keywords: Orchidectomy male wistar rats, Nitric Oxide, Orally testosterone undecanoate, L Arginine.

12 12 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR SINGKATAN... xviii DAFTAR LAMPIRAN... xx BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

13 Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA Penuaan (Aging) Definisi Penuaan Tanda tanda Penuaan Mekanisme Pada Penuaan Nitric Oxide (NO) Definisi NO Sintesis NO Pengukuran NO Pengaruh NO Pada Korpus Kavernosum Hormon Testosteron Deskripsi Testosteron Testosteron Pada Sirkulasi Sekresi Testosteron Sintesis Testosteron... 25

14 Kontrol Fungsi Testosteron Pengukuran Hormon Steroid pada Laki laki Efek dan Fungsi Testosteron Hubungan Testosteron dan NO Pada Disfungsi Ereksi Terapi Sulih Testosteron (Testosterone Replacement Therapy) Definisi Terapi Sulih Testosteron Testosteron Undekanoat L Arginin Deskripsi L Arginin Metabolisme L Arginin Hubungan Testosteron dan L Arginin dengan NO Orchidectomy BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian... 50

15 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian Waktu penelitian Penentuan Sumber Data Populasi Penelitian Kriteria Subjek Penentuan Jumlah Sampel Teknik Penentuan Sampel Variabel Penelitian Klasifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Hubungan Antar Variabel Bahan dan Alat Penelitian Prosedur Penelitian Sebelum perlakuan Prosedur Pengambilan Darah Tikus Cara Pelaksanaan Orchidectomy Alur Penelitian... 63

16 Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif Uji Normalitas Uji Homogenitas Analisis Komparabilitas BAB VI PEMBAHASAN Subjek Penelitian Pengaruh Pemberian L Arginin Pengaruh Pemberian Testosteron Undekanoat Oral Pengaruh Pemberian L Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL

17 17 Tabel 2.1 Waktu Paruh NO dan Produknya Tabel 2.2 Kadar Hormon Normal pada Laki laki Dewasa Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar NO Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Kadar NO Antar Kelompok Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Kadar NO Antar Kelompok Tabel 5.4 Perbandingan Rerata Kadar NO Antar Kelompok Setelah Perlakuan Tabel 5.5 Analisis LSD Perbandingan Rerata Kadar NO Antar Kelompok... 69

18 18 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Molekul NO Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis NO Gambar 2.3 Pembentukan NO Dalam Darah dan Jaringan Gambar 2.4 Mekanisme Ereksi Gambar 2.5 Struktur Testosteron Gambar 2.6 Skematik Testosteron Total Gambar 2.7 Jalur Biosintesis Testosteron Gambar 2.8 Mekanisme Testosteron pada Ereksi Penis Gambar 2.9 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat Gambar 2.10 Struktur Kimia L Arginin Gambar 2.11 Metabolisme L Arginin Gambar 2.12 Hubungan Testosteron dan L Arginin dengan NO Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian Gambar 4.2 Hubungan Antara Variabel Bebas, Tergantung dan Kendali... 57

19 19 Gambar 4.3 Alur Penelitian Gambar 5.1 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P0 dengan P1, P2 dan P Gambar 5.2 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P1 dengan P Gambar 5.3 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P3 dengan P0, P1 dan P

20 20 DAFTAR SINGKATAN AAM : Anti Aging Medicine AAAM : American Academy of Anti Aging Medicine ADMA : Asymmetric Di Methyl Arginine ANH : Atrial Natriuretic Hormone AR : Androgen Receptor BH4 : Tetrahydrobiopterin camp : cyclic Adenosin Mono Phosphate

21 21 cgmp : cyclic Guanosine Mono Phosphate DBD : DNA Binding Domain DHEA : Dehydroepiandrosterone DHEAS : Dehydroepiandrosteronesulphate DNA : Deoxyribo Nucleic Acid EDRF : Endothelium Derived Relaxing Factor enos : endothelial Nitric Oxide Synthase ER : Estrogen Receptor H 2 O 2 : Hydrogen Peroxide inos : inducible Nitric Oxide Synthase LBD : Ligand Binding Domain LNMA : L Mono Methyl Arginine LSD : Least Significance Difference NADPH : Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphat Hydrogen NANC : Non Adrenergic Non Cholinergic NO : Nitric Oxide NOS : Nitric Oxide Synthase

22 22 nnos : neuronal Nitric Oxide Synthase NR : Nuclear Receptor NTD : N-Terminal Domain OH : Ovario Hysterectomy ONOO - : Peroxynitrite O 2 : Superoxide PDE5 : Phospho Di Esterase 5 PKG1 : Protein Kinase G 1 PTH : Para Thyroid Hormone SHBG : Sex Hormon Binding Globulin SR : Steroid Receptor StAR : Steroidogenesis Acute Regulatory T3 : Triiodothyronine TCA : Tri Carboxylic Acid

23 23 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Ethical Clearance Lampiran 2 Surat Keterangan Fakultas Kedokteran Hewan Udayana Lampiran 3 Tabel Nilai Konversi Usia Tikus Terhadap Manusia Lampiran 4 Tabel Nilai Konversi Dosis Hewan dan Manusia Lampiran 5 Hasil Laboratorium Analisis L Arginin Lampiran 6 Sediaan L Arginin Lampiran 7 Sediaan Testosteron Undekanoat Oral Lampiran 8 Hasil Laboratorium Kadar Nitric Oxide Lampiran 9 Analisis Deskriptif Lampiran 10 Uji Normalitas Lampiran 11 Uji Homogenitas Lampiran 12 Analisis Komparabilitas... 91

24 24 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh kembang, pubertas, dewasa hingga mengalami penuaan dan berakhir dengan kematian. Penuaan merupakan proses fisiologis yang dialami dan tidak dapat dihindari oleh seluruh mahluk hidup serta identik dengan gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup. Upaya menghambat penuaan harus dilakukan secara dini sebelum munculnya gejala dan keluhan. Cukup besar angka kegagalan pengobatan dan perawatan untuk penuaan yang dialami terutama akibat adanya kerusakan organ sebelumnya sehingga berbagai penatalaksanaan medis menjadi tidak maksimal dan organ tidak dapat kembali optimal bahkan tidak berfungsi sama sekali. Sebagian besar ahli awalnya berpendapat bahwa tanda dan keluhan penuaan muncul setelah memasuki umur 40 tahun. Namun tanda tanda penuaan sudah terlihat pada akhir umur 30 tahun dan bahkan pada usia yang lebih muda. (Muchtadi, 2009). Pada proses penuaan terjadi penurunan fungsi dari berbagai sel atau organ tubuh sehingga secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Terdapat dua faktor yang menyebabkan proses penuaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal antara lain adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan

25 25 tubuh yang menurun dan gen, sementara faktor eksternal meliputi gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2011). Anti Aging Medicine (AAM) yang diperkenalkan pertama kali oleh American Academy of Anti Aging Medicine (AAAM) tahun 1993 adalah bagian dari ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan perbaikan kembali pada keadaan semula dari berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan untuk tujuan memperpanjang masa hidup agar selalu dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007). Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran yang semakin modern, khususnya di bidang ilmu kedokteran Anti Aging Medicine (AAM) membawa paradigma baru yang terdiri dari tiga konsep yaitu pertama, konsep ini menganggap bahwa penuaan dianggap suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari dan diobati sehingga dapat berfungsi kembali seperti keadaan semula dengan demikian manusia tidak lagi membiarkan begitu saja proses penuaan dengan segala macam keluhannya dan bila perlu mendapatkan pengobatan atau perawatan. Kedua, manusia bukanlah semacam orang hukuman yang terperangkap dalam takdir genetiknya. Ketiga, manusia mengalami keluhan atau gejala penuaan karena kadar hormonnya menurun, bukan karena sebaliknya (Pangkahila, 2011). Hormon memiliki peranan yang sangat penting bahkan mutlak pada kehidupan manusia, bahkan sejak awal kehidupannya hormon sudah sangat

26 26 diperlukan dalam kehidupan. Hormon berasal dari bahasa Yunani hormao yang berarti bergairah atau bangkit. Hormon memberikan pengaruh melalui struktur kimianya yang unik yang dikenali oleh reseptor spesifik pada sel targetnya. Peran hormon yang sangat penting sehingga setiap terjadi gangguan hormon menyebabkan terjadinya berbagai keluhan baik bersifat fisik maupun psikis (Pangkahila, 2011). Perubahan kadar hormon yang terjadi dengan bertambahnya usia seringkali tidak diperhatikan, bukan hanya oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh dokter sehingga seringkali penanganannya hanya secara simptomatik dan menganggap keluhannya sebagai keluhan yang biasa terjadi sehingga penanganannya tidak kausatif, terutama terjadi karena dokter masih berpegang pada paradigma konvensional (Pangkahila, 2011). Banyak ditemukan pria berusia tua yang mengeluhkan gangguan pada fungsi reproduksi dan seksual. Penuaan pada organ reproduksi tidak terlepas dari efek penurunan kadar hormon, diantaranya penurunan kadar hormon testosteron. Terjadinya kemunduran kesehatan pria yang disebabkan oleh karena penurunan kadar testosteron di dalam peredaran darah yang disebut juga dengan Andropause (Pangkahila, 2007). Testosteron mempengaruhi fungsi endotel dengan adanya reseptor androgen dan enzim enzim metabolisme testosteron pada sel endotel, antara lain 5 alfa reduktase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron dan aromatase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi estradiol. Estradiol akan berikatan dengan Estrogen Receptor (ER) pada

27 27 sel endotel. Neuron Non Adrenergic Non Cholinergic (NANC) dan sel endotel melepaskan NO yang meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate (cgmp) (Sakka dan Yassin, 2010). L Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). Mekanisme fisiologis ereksi pada penis diawali dengan adanya stimulasi seksual yang akan melibatkan pelepasan suatu senyawa NO, dari bagian penis yang disebut korpus kavernosum. NO akan mengaktifkan enzim guanylyl cyclase yang menyebabkan peningkatan senyawa cgmp, selanjutnya menyebabkan pelebaran pembuluh darah disekitar korpus kavernosum, sehingga darah mengalir ke penis dan menyebabkan pembesaran penis (ereksi). Senyawa cgmp diuraikan atau didegradasi oleh enzim yang bernama Phospho Di Esterase 5 (PDE5) yang menyebabkan penis kembali pada ukuran semula (relaksasi penis) (Susanto, 2011). 1.2 Rumusan Masalah - Apakah pemberian L Arginin meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy? - Apakah pemberian testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy? - Apakah pemberian L Arginin dan testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy?

28 Tujuan Penelitian - Untuk membuktikan pemberian L Arginin meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy. - Untuk membuktikan pemberian testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy. - Untuk membuktikan pemberian L Arginin dan testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah - Dari hasil penelitian diharapkan akan diperoleh informasi ilmiah mengenai efektivitas L Arginin dan testosteron undekanoat oral terhadap peningkatan kadar Nitric Oxide tikus wistar jantan orchidectomy. 2. Manfaat Praktis - Upaya penggalian dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, serta memberikan informasi bahwa L Arginin dan testosteron undekanoat oral dapat digunakan untuk menghambat penuaan pada testis dengan meningkatkan kadar Nitric Oxide.

29 29 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan (Aging) Definisi Penuaan Perkembangan ilmu kedokteran, dalam hal ini Anti Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Penuaan diperlakukan sebagai penyakit sehingga dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia yang lebih muda, padahal usia sebenarnya bertambah. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidupnya lebih muda dibandingkan dengan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007). Konsep dan definisi ilmu AAM pada awalnya diperkenalkan oleh American Academy of Anti Aging Medicine (AAAM) pada tahun 1993, definisinya adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Berbagai upaya dilakukan untuk kaitannya dengan anti aging, diantaranya terapi sulih hormon, olah raga, nutrisi

30 30 dan estetika, bahkan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan kedokteran yang baru, dikembangkan pula cell therapy dan stem cell therapy untuk upaya anti aging (Pangkahila, 2007). Penuaan berkaitan dengan ketidakmampuan akibat penurunan kapasitas baik fisik maupun mental. Penurunan tersebut mengenai berbagai sistem dalam tubuh seperti penurunan daya ingat, kelemahan otot, pendengaran, penglihatan, perasaan dan tampilan fisik yang berubah serta berbagai disfungsi biologis lainnya. Seiring dengan penuaan maka muncul pula berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, kanker, osteoarthritis dan demensia. Penyakit ini sering kali merupakan penyebab kematian utama di berbagai negara hingga merupakan fokus perhatian yang sangat tinggi di bidang kedokteran terutama cara pencegahan dan penanganannya (Goldsmith, 2008). Usia harapan hidup manusia semakin meningkat berkat kemajuan yang pesat di bidang kesehatan. Peningkatan usia kronologis (pertambahan umur berdasarkan tahun kelahiran) tersebut tidak selalu diikuti oleh usia biologis, sehingga masalah masalah kesehatan yang berkaitan dengan penuaan juga cenderung meningkat. Usia biologis yang mencerminkan perfoma fisiologis inilah yang menjadi pusat perhatian pada Anti Aging Medicine. Bidang ini memiliki konsep bahwa penuaan dianggap sebagai suatu penyakit, yang artinya dapat dicegah, diobati bahkan dikembalikan lagi seperti semula. Konsep ini mencerminkan adanya suatu paradigma baru yang sangat berkebalikan dengan pandangan umum yang telah ada sebelumnya, yaitu menjadi tua adalah takdir

31 31 manusia yang sudah digariskan dan karenanya tidak dapat ditolak (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007) Tanda tanda Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu (Pangkahila, 2007) : 1) Tanda fisik, antara lain massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun dan sakit tulang. 2) Tanda psikis, antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung dan merasa tidak berarti lagi. Akan tetapi proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung terlihat pada perubahan fisik dan psikis seperti di atas, melainkan terjadi secara perlahan lahan dan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain (Pangkahila, 2011): 1) Tahap Subklinik (Usia tahun) Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, GH dan estrogen. Pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada umumnya, rentang usia

32 32 ini dianggap usia muda dan normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan. 2) Tahap Transisi (Usia tahun) Selama tahap ini level hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak 1kg setiap beberapa tahun. Akibatnya, tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit jantung pembuluh darah dan obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes. 3) Tahap Klinik (Usia 45 tahun ke atas) Pada tahap ini penurunan level hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA, melatonin, GH, testosteron, estrogen dan hormon tiroid. Terjadi juga penurunan, bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar 1kg setiap 3 tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama

33 33 sehingga mengganggu aktivitas sehari hari. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan. Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih jauh, ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2011) Mekanisme Penuaan Proses yang melatarbelakangi terjadinya penuaan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, merupakan proses fisiologis atau patologis, proses terprogram atau peristiwa acak yang dipengaruhi lingkungan eksternal, kegagalan biologis semata atau kontribusi akumulasi kimiawi patologis. Oleh karena itu banyak teori mengenai penuaan bermunculan (Goldman dan Klatz, 2007). Ada 4 teori pokok dari aging, yaitu: 1) Teori wear and tear Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol dan nikotin, karena sinar ultraviolet dan stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel (Goldman dan Klatz, 2007).

34 34 2) Teori neuroendokrin Teori ini menunjukkan keterlibatan hormon dan sistem saraf dalam proses penuaan. Hormon berfungsi untuk mengatur fungsi fungsi organ tubuh. Satu hormon dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu fungsi dan satu fungsi dapat dikontrol oleh lebih dari satu hormon. Produksi hormon diatur oleh hipotalamus yang membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. (Djuanda, 2005). Pada usia muda kadar hormon berada dalam kondisi optimal sehingga tercapai performa biologis yang prima dan berbagai organ tubuh dapat bekerja dengan baik. Secara umum dirasakan kemampuan kognitif, motorik, sensorik, mental dan seksual berada dalam keadaaan puncak sehingga dirasakan adanya kualitas hidup yang tinggi (Pangkahila, 2011). Produksi hormon mengalami perubahan ketika penuaan terjadi. Hormon tertentu mengalami penurunan seperti GH, Triiodothyronine (T3), testosteron, estrogen, renin, aldosteron, Dehydroepiandrosterone (DHEA) dan Dehydroepiandrosteronesulphate (DHEAS). Peningkatan kadar hormon juga terjadi pada penuaan seperti FSH, LH, vasopressin, insulin, Para Thyroid Hormone (PTH), Atrial Natriuretic Hormone (ANH) dan leptin. Ketidakseimbangan produksi hormon tersebut berpengaruh terhadap regulasi fungsi fungsi tubuh dalam rangka pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan. Sehingga timbul berbagai keluhan yang dianggap sebagai gejala penuaan. Hubungan antara penuaan dan perubahan hormon terjadi timbal balik, yaitu proses penuaan mempengaruhi produksi hormon begitu

35 35 pula sebaliknya penurunan hormon yang menyebabkan timbulnya keluhan keluhan penuaan (Djuanda, 2005; Pangkahila, 2007) 3) Teori Kontrol Genetik Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup (Goldman dan Klatz, 2007). 4) Teori Radikal Bebas Teori lain yang mempercayai bahwa penuaan terjadi karena pengaruh eksternal dan bukan terprogram adalah teori radikal bebas. Penganut teori ini percaya bahwa penuaan berhubungan dengan akumulasi radikal bebas yang meningkat seiring dengan penuaan. Peningkatan radikal bebas menimbulkan kerusakan terhadap molekul molekul organik seperti protein, DNA dan lemak. Kerusakan molekul tubuh lama kelamaan akan bermanifestasi pada penyakit penyakit berkaitan dengan usia tua seperti Alzheimer, aterosklerosis, kanker, Parkinson dan penurunan fungsi imun (Pangkahila, 2007).

36 Nitric Oxide (NO) Definisi NO NO adalah merupakan mediator penting pada proses fisiologis dan patologi tubuh. NO merupakan Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), untuk relaksasi otot polos pembuluh darah, mengakibatkan vasodilatasi dan meningkatkan aliran darah (Cerielo, 2008). Gambar 2.1 Molekul NO (Hala et al., 2011) Sintesis NO NO disintesis oleh Nitric Oxide Synthase (NOS) yang mengubah L Arginine menjadi L Citruline dan NO. Reaksi pembentukan NO adalah sebagai berikut : L Arginine + 3 / 2 NADH + H O 2 L Citruline + NO + / NADP +. Tiga isoform mayor NOS yaitu (Hala et al., 2001; Zhang et al., 2011) : 1. neuronal NOS (nnos) 2. endothelial NOS (enos) 3. inducible NOS (inos) enos dan nnos berperan penting pada kondisi normal. enos berperan pada relaksasi otot polos pembuluh darah dan nnos mempunyai fungsi pada neurotrasmiter. Kedua isoform ini terdapat di dalam sel dan secara cepat diaktivasi oleh Ca 2+ dan calmodulin intrasel dan menghasilkan NO dalam jumlah yang kecil. inos tidak diekspresikan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh

37 37 sitokin dan atau endotoksin selama proses inflamasi dan menghasilkan jumlah NO yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama (Hala et al., 2001; Zhang et al., 2011). Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis NO (Hala et al., 2001; Zhang et al., 2011) Di dalam jaringan, NO dibentuk L Arginine oleh enos dengan kofaktor NADPH, oksigen (O 2 ) dan Tetrahydrobiopterin (BH4) menghasilkan L Citrulline serta nitrat dan nitrit sebagai metabolit antara NO yang tidak digunakan akan dioksidasi menjadi nitrit. Apabila NO diperlukan kembali, nitrit dalam jaringan akan direduksi menjadi NO dikatalisis oleh enzim Xanthine Oxidase (XO) (Lundberg dan Weitzberg, 2005) Pengukuran NO Dalam serum, waktu paruh NO sangat singkat karena cepat dipakai oleh sel endotel pembuluh darah sebagai vasodilator. Waktu paruh nitrit lebih pendek daripada nitrat karena nitrat dapat direduksi menjadi nitrit kemudian cepat direduksi menjadi NO pada keadaan hipoksia. Kadar nitrat, nitrit dan NO dalam serum berbanding lurus dengan waktu paruhnya. NO yang disekresi oleh sel endotel dengan cepat dioksidasi membentuk nitrit, kemudian berikatan dengan

38 38 hemoglobin membentuk nitrat. Kadar nitrat dan nitrit relatif stabil di dalam darah, sehingga total kadar nitrit dan nitrat serum (NO x ) dipakai sebagai indikator sintesis NO tubuh (Lundberg dan Weitzberg, 2005). Tabel 2.1 Waktu Paruh NO dan Produknya (Lundberg dan Weitzberg, 2005) NO dan Produknya Kadar Serum (nmol/l) Waktu Paruh (T1/2) Nitrat Jam Nitrit Menit NO <1 1-2 Milidetik HbNO < Menit Pemeriksaan kadar NO secara langsung sangat sulit dilakukan karena senyawa NO berupa gas, bersifat polar dan memiliki waktu paruh yang sangat singkat. Senyawa nitrat dan nitrit merupakan metabolit antara NO yang memiliki waktu paruh yang lebih lama sehingga relatif stabil. Beberapa metoda pemeriksaan kadar NO yang sering dilakukan antara lain metoda oksidasi hemoglobin, chemiluminescent, reaksi Griess dan konversi Arginin Citrulin. Metoda pemeriksaan tersebut hanya menggambarkan bioavailabilitas NO tubuh, sedangkan bioaktivitas NO dapat diketahui dari perubahan ekspresi gen enzim enos yang mengkatalisis arginine menjadi NO (Tarpey dan Fridovich, 2001).

39 39 Gambar 2.3 Pembentukan NO Dalam Darah dan Jaringan (Lundberg dan Weitzberg, 2005) Pada pembuluh darah, dalam keadaan normal NO dihasilkan oleh endothelial Nitric Oxide Synthase (enos), tetapi jika terjadi peradangan NOS juga terdapat pada makrofag dan sel otot polos yang kemudian menghasilkan NO. - Sedangkan O 2 dan H2 O 2 dapat dihasilkan oleh semua sel pembuluh darah (Droge, 2002). Apabila bioaktivitas NO dalam sel endotel pembuluh darah menurun akibat rendahnya bioavailabilitas NO, menimbulkan gangguan endothelium dependent vasorelaxation sebagai disfungsi endotel. Rendahnya bioavailabilitas NO disebabkan berkurangnya pembentukan enzim enos dan oksigen serta rendahnya asupan nitrat anorganik. Walaupun sintesis NO normal, namun bioaktivitasnya dapat berkurang akibat tingginya oksidasi NO oleh radikal

40 40 superoksida yang berakibat menurunnya efek vasodilator endogen (Deanfield et al., 2007). Peningkatan jumlah radikal bebas dan penurunan bioavailabilitas NO memperberat disfungsi endotel. Selain itu, menurunnya pembentukan NO tubuh berhubungan dengan rendahnya asupan bahan makanan sumber NO. Bahan makanan sumber NO mengandung antioksidan yang dapat meredam efek radikal bebas, sehingga bioavailabilitas NO dapat dipertahankan (Deanfield et al., 2007). Perubahan ekspresi enos dapat mengakibatkan gangguan sintesis NO. Aktivitas enos tergantung dari protein kinase Akt pada residu serin 1177 dan defosforilasi treonin 495. Beberapa inhibitor enos endogen, seperti Asymmetric Di Methyl Arginine (ADMA), L Mono Methyl Arginine (LNMA) dan Tetrahydrobiopterin (BH4) dapat mengubah aktivitas enos. Apabila tidak tersedia arginin atau BH4, enos dapat menjadi uncoupled dan menghasilkan radikal superoksida dan radikal hidrogen peroksida. Radikal superoksida bereaksi dengan NO membentuk peroksinitrit yang dapat mengoksidasi BH4 sehingga BH4 menurun. Dalam keadaan defisiensi BH4, enos dapat meningkatkan stres oksidatif dan disfungsi endotel (Endemann, 2004). Stres oksidatif merupakan pemicu aktivasi disfungsi endotel, yang ditandai dengan penurunan kadar NO. Endotel mempunyai banyak fungsi penting antara lain mengatur tekanan darah melalui pelepasan bahan vasokonstriktor dan vasodilator, mengatur fungsi antikoagulan, antiplatelet dan fibrinolisis (Endemann, 2004).

41 Pengaruh NO Pada Korpus Kavernosum Ereksi penis adalah manifestasi bangkitan seksual yang terjadi bila pria normal menerima rangsangan seksual yang cukup. Proses ereksi juga tergantung pada keseimbangan antara aliran darah yang masuk dan keluar dari korpus kavernosum. Bila terjadi keseimbangan antara aliran darah masuk dan keluar, maka penis menjadi flaccid (lemas). Bila aliran masuk ke arteri korpus kavernosum meningkat, sedangkan aliran keluar vena terhambat, maka penis mengalami tumescence (membesar dan memanjang) (Pangkahila, 2005). Penis memiliki dua korpus kavernosum yang memiliki banyak sinus yang saling berhubungan yang terisi darah untuk menghasilkan ereksi. Penis juga memiliki satu korpus spongiosum yang mengelilingi uretra dan yang membentuk glans penis. Asetilkolin bekerja dengan neurotransmiter lain cyclic Guanylate Mono Phosphate (cgmp), cyclic Adenosin Mono Phosphate (camp) dan polipeptida intestinal vasoaktif untuk menghasilkan vasodilatasi arteri penis yang dapat menyebabkan terjadinya ereksi (Susanto, 2011). Mekanisme fisiologis ereksi pada penis diawali dengan adanya stimulasi seksual yang akan melibatkan pelepasan suatu senyawa NO, dari bagian penis yang disebut korpus kavernosum. NO akan mengaktifkan enzim guanylyl cyclase yang menyebabkan peningkatan senyawa cgmp, selanjutnya menyebabkan pelebaran pembuluh darah disekitar korpus kavernosum, sehingga darah mengalir ke penis dan menyebabkan pembesaran penis (ereksi). Senyawa cgmp diuraikan atau didegradasi oleh enzim yang bernama Phospho Di Esterase 5 (PDE5) yang

42 42 menyebabkan penis kembali pada ukuran semula (relaksasi penis) (Susanto, 2011). Saat ereksi terjadi, aliran darah arteri dan vena yang awalnya berjalan seimbang dari corpus, kemudian aliran arteri meningkat akibat adanya asetilkolin sebagai mediator vasodilatasi dan mengisi sinusoid dalam korpus yang menyebabkan penis mengalami pembengkakan dan pemanjangan. Pada umumnya asetilkolin bekerja dengan dua jalur yang berbeda untuk menimbulkan ereksi. 1) Dengan adanya rangsangan seksual dari jaringan genital, asetilkolin melalui jalur utama meningkatkan produksi NO oleh sel endotel dan neuron Non Adrenergic Non Cholinergic (NANC). NO meningkatkan aktivitas guanylyl cyclase, yang meningkatkan senyawa cgmp. Senyawa cgmp menurunkan konsentrasi kalsium intraseluler dalam sel otot halus arteri penis dan sinus kavernosum. Akibatnya terjadi relaksasi otot halus yang meningkatkan aliran darah arteri korpus. 2) Sedangkan pada jalur alternatif, asetilkolin menstimulasi otot halus pada reseptor membran sel untuk meningkatkan aktivitas adenylyl cyclase. Adenylyl cyclase menyebabkan peningkatan senyawa senyawa camp. Seperti halnya cgmp, camp menurunkan konsentrasi kalsium intraselular untuk menghasilkan relaksasi otot halus dalam sel pembuluh darah dan sinus karvernosum. (Dipiro et al, 2005). Faktor saraf yang mempengaruhi mekanisme ereksi adalah stimulasi saraf parasimpatetik S2 S4 yang menimbulkan dilatasi arteriol dan relaksasi otot polos trabekula penis. Di pihak lain, stimulasi saraf simpatetik Th12 L2

43 43 mengakibatkan konstriksi arteriol dan otot polos korpus kavernosum yang menimbulkan detumesensi dan fleksid penis. Ketika mengalami rangsangan seksual, impuls saraf menyebabkan pelepasan NO dari neuron NANC dan sel endotel korpus kavernosum. NO merupakan mediator kimia yang terpenting untuk menimbulkan relaksasi otot polos korpus kavernosum (Susanto, 2011). Gambar 2.4 Mekanisme Ereksi (Burnett, 2002) Disfungsi Ereksi (DE) didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang menetap dan atau rekuren (setidaknya tiga bulan) untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk memungkinkan terjadinya hubungan seksual yang memuaskan. Tingkat keparahan dan prevalensi disfungsi ereksi meningkat seiring dengn peningkatan usia. Kejadian disfungsi ereksi lebih rendah pada pria dengan usia < 40 tahun, tetapi meningkat dengan bertambahnya usia. Hasil studi Health Professional Follow Up terbaru, pada lebih dari pria

44 44 sehat profesional berusia tahun, prevalensi terjadinya disfungsi ereksi sebesar 33% (Dipiro et al., 2005). 2.3 Hormon Testosteron Deskripsi Testosteron Hormon-hormon steroid seks yang terpenting dalam reproduksi pada lakilaki adalah : testosteron, dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol. Hormon seks pada laki-laki adalah androgen. Hormon testosteron merupakan hormon androgen utama. Testosteron merupakan sebuah hormon steroid dari kelompok androgen yang dapat ditemukan pada mamalia, reptil, burung dan vertebrata yang lain (Braunstein, 2011). Istilah androgen berarti hormon steroid yang mempunyai efek maskulinisasi, terdiri atas testosteron, dihidrotestosteron dan androstenedion. Testosteron merupakan hormon utama dan terpenting diantara ketiganya, sedangkan dihidrotestosteron dan androstenedion adalah bentuk androgen yang lemah. Semua androgen merupakan senyawa steroid. Baik dalam testis maupun dalam adrenal, androgen dapat dibentuk dari kolesterol atau langsung dari asetil koenzim A (Guyton dan Hall, 2002). Seperti hormon steroid lain, testosteron juga berasal dari derivat kolesterol mempunyai sifat khusus dengan struktur steroid empat cincin dengan nama sistematik (memakai sistem IUPAC) : (8R,9S,10R,13S,14S,17S) 17 hydroxy 10,13 dimethyl 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15, 16, 17 dodecahydrocyclopenta [a]phenanthren 3 one (Sherwood, 2007).

45 45 Gambar 2.5 Struktur testosteron (Sherwood, 2007) Testosteron Pada Sirkulasi Terdapat tiga fraksi testosteron pada serum, yaitu 98% berikatan dengan protein plasma yaitu Sex Hormon Binding Globulin (SHBG) (50%) dan albumin (48%). 2 % sisanya tidak berikatan dalam plasma dan bebas untuk masuk dalam sel dan mempunyai efek metabolik (testosteron bebas atau free testosterone). SHBG disintesis di dalam hepar. Kadarnya dapat meningkat oleh pengaruh estrogen, tamoxifen, fenitoin, hormon tiroid, keadaan hipertiroidism ndan sirosis, sedangkan kadarnya menurun apabila terdapat pengaruh androgen eksogen, glukokortikoid, Growth Hormone (GH), keadaan hipotiroidism, akromegali, obesitas dan hiperinsulinemia (Braunstein, 2011; Pangkahila, 2011). Testosteron bebas mempunyai half life yang pendek, kira kira 10 menit, dimetabolisme dengan cepat oleh hepar menjadi androsteron dan dehidroepiandrosteron dan secara serempak dikonjugasikan sebagai glukoronida dan sulfat, lalu diekskresikan baik ke usus dalam empedu atau ke dalam urine melalui ginjal (Jones, 2008). Testosteron bebas dan testosteron yang berikatan dengan albumin disebut bioavailable testosterone. Bioavailable testosterone diyakini akan lebih mudah masuk ke dalam sel sel yang membutuhkan testosteron untuk melaksanakan

46 46 fungsi fisiologis karena ukuran dan afinitas spesifik bioavailable testosterone terhadap sel targetnya (Giton, 2006). Gambar 2.6 Skematik Testosteron Total (Giton, 2006) Testis hanya mengsekresikan 25% estradiol. Estradiol terutama dihasilkan dari konversi perifer dari testosteron dan androstenedione. Dihidrotestosteron dan estradiol bukan hanya dihasilkan dari testis, tetapi juga dapat dihasilkan dari konversi di jaringan perifer dari androgen dan prekursor estrogen yang disekresi baik oleh testis maupun adrenal. Estrogen membantu mengatur sekresi Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) dan LH. Konversi perifer dari testosteron oleh 5-alfa-reduktase menghasilkan DHT, suatu hormon androgen yang juga poten, bekerja pada jaringan spesifik. Kebanyakan testosteron yang tidak terikat pada jaringan, akan diubah terutama oleh hepar menjadi bermacammacam metabolit, seperti androsteron dan etiocholanolon, yang setelah berkonjungasi dengan glukoronid dan sulfat dikeluarkan melalui urin dalam bentuk 17-ketosteroid. Namun, hanya 20-30% dari 17-ketosteroid urin berasal dari metabolisme testosteron, sisanya berasal dari metabolisme steroid adrenal, sehingga hal ini tidak dapat dipakai untuk mengukur sekresi steroid dari testis (McCance dan Huether, 2006; Braunstein, 2011; Pangkahila, 2011).

47 47 Pada sel target androgen, testosteron secara enzimatik dikonversi menjadi DHT oleh isoenzim mikrosomal 5α-reduktase-2 pada ph ± 5,5, sedangkan isoenzim lain 5α-reduktase-1 bekerja pada kulit dengan sekitar ph 8,0, tetapi tidak aktif pada traktus urogenital. Setelah itu, DHT dan testosteron akan berikatan dengan reseptor protein spesifik di intraseluler. Gen yang mengkode protein ini berada pada kromosom X. Ketika testosteron atau DHT berikatan dengan reseptor, terjadi perubahan sehingga dapat terjadi translokasi ke dalam nukleus berikatan dengan importins (Rn). Di dalam nukleus, kompleks reseptor androgen berikatan dengan elemen respon androgen di DNA sehingga mengaktivasi proses transkripsi. Hasil ini kemudian disintesis oleh messenger RNA (mrna), kemudian di transport ke sitoplasma, dimana terjadi sintesis protein baru dan terjadi respon androgen (Braunstein, 2011) Sekresi Testosteron Hormon testosteron 95% dihasilkan oleh sel Leydig dalam testis dan 5% dihasilkan oleh zona retikularis kortex adrenal pada laki-laki. Testis juga mengsekresi sebagian kecil dari DHT yang merupakan androgen poten dan dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan androgen lemah. Kemudian secara serempak dikonfigurasikan sebagai glukoromida dan sulfat kemudian diekskresikan ke usus melalui empedu ataupun ke dalam urin melalui ginjal (Guyton dan Hall, 2005). Selain itu, sel Leydig juga mengsekresi sebagian kecil dari estradiol, estrone, pregnenolon, progesteron, 17α-hidroksipregnenolon, dan 17α-hidroksiprogesteron (Braunstein, 2011).

48 48 Pelepasan testosteron mempunyai ritme sirkadian dengan levelnya pada sirkulasi mencapai puncaknya dalam darah pada pagi hari ( ) dan terendah pada malam hari ( ) (Kapoor et al., 2005). Testosteron terutama disekresikan oleh testis. Kecepatan sekresi testosteron 4 9 mg/hari (13,9 31,2 nmol/hari) dengan kadar testosteron serum berkisar antara ng/dl (rata rata 611±186 ng/dl), testosteron bebas pg/ml (1,7 7,28 pmol/l) (Guyton dan Hall, 2005) Sintesis Testosteron LH merangsang sel Leydig melalui peningkatan pembentukan cyclic Adenosin Mono Phosphat (camp). camp meningkatkan pembentukan kolesterol dan ester ester kolestrol. Sintesis ini dimulai dengan pengangkutan kolesterol ke membran interna mitokondria oleh protein pengangkut Steroidogenic Acute Regulatory Protein (StAR). Setelah berada pada posisi yang tepat, kolesterol akan bereaksi dengan enzim pemutus rantai samping P450scc dan menjadi pregnenolon. Konversi pregnenolon menjadi testosteron dapat terjadi dalam 2 lintasan, yaitu (Sherwood, 2007): - lintasan progesteron atau lintasan 4 (jalur ini dapat dilihat pada sisi kanan gambar 2.2). - lintasan dehidroepiandosteron atau lintasan 5 (dapat diliat pada sisi sebelah kiri gambar 2.2).

49 49 Gambar 2.7 Jalur Biosintesis Testosteron (Brinkman, 2009) Kontrol Fungsi Testosteron Regulasi dari produksi androgen dan spermatogenesis diatur oleh sistem kompleks mekanisme umpan balik, dimana terlibat sistem saraf pusat ekstrahipothalamus, hipothalamus, hipofise anterior, testis, dan androgensenstive ends organs. Terlibatnya sistem saraf pusat ekstrahipothalamus dapat berupa stres fisiologik dan psikologis. Dalam hipothalamus, neurotransmiter akan meregulasi sintesis dan pelepasan pulsasi GnRH, yang dilakukan setiap 3 jam masuk dalam vena portal hipofise. Setelah mencapai hipofise anterior, maka GnRH akan merangsang sekresi LH dan FSH. LH mempengaruhi sel Leydig yang berikatan dengan reseptor spesifik membran dan menyebabkan sekresi testosteron. Sebagai inhibisi, peningkatan kadar androgen akan menghambat sekresi LH dari hipofise anterior melalui efek langsung pada hipofise dan hipothalamus. Hipothalamus dan hipofise mempunyai reseptor androgen dan estrogen. Efek inhibisi terutama yang diperantarai oleh estradiol yang dihasilkan dari aromatisasi testosteron. FSH

50 50 berikatan dengan reseptor spesifik pada sel-sel Sertoli di tubulus seminiferus dan merangsang pembentukan Androgen Binding Protein (ABP). FSH mempengaruhi tubulus seminiferus sel Sertoli untuk merangsang terjadinya spermatogenesis. Sekresi FSH dihambat oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel Sertoli. Begitu juga yang terjadi pada LH, sekresi LH akan dihambat oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel Leydig (McCance dan Huether, 2006; Pangkahila, 2011). Fungsi testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior yaitu: LH dan FSH. Kedua hormon ini bekerja pada bagian testis yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig (intersisial) untuk mensekresi testosteron sedangkan FSH bekerja pada tubulus seminiferus sel Sertoli yang berpengaruh terhadap spermatogenesis (Sherwood, 2011) Pengukuran Hormon Steroid pada Laki-laki Semua pengukuran steroid gonadal harus dilakukan dengan pemeriksaan khusus. Pada individu normal, terjadi peningkatan serum testosteron pada pagi hari, karena itu sebaiknya pengambilan sampel darah sebaiknya dilakukan tiga kali dengan interval menit pada pagi hari. Pada laki-laki, produksi hormon seks tergantung dari variasi diurnal (Hess et al., 2003; Braunstein, 2011; Pangkahila, 2011; Sherwood, 2013). Kadar testosteron puncak terlihat pada pagi hari, sekitar 20-30% lebih tinggi kadarnya dari pada malam hari (Kumar, 2013). Pengukuran immunoassays testosteron dan estrogen mengukur konsentrasi kadar total serum. Metode yang dipercaya adalah dengan immunoassays spesifik diikuti ekstraksi dari serum atau

51 51 gas chromatography (GC) atau dengan liquid chromatography (LC) digabung dengan spektroskopi (Braunstein, 2011). Tabel 2.2 Kadar Hormon Normal pada Laki-laki Dewasa (Braunstein, 2011) Hormon Testosteron, total Testosteron, free Dihidrostenedione Androstenedione Estradiol Estrone Batas Normal ng/dl pg/ml ng/dl ng/dl pg/ml pg/ml Nilai normal kadar hormon tetosteron total pada laki-laki berviariasi antara ng/dl, yang diukur pada pagi hari. Apabila terjadi penurunan dibawah 500 ng/dl sudah menimbulkan gejala defisiensi. Pada anak-anak, baik anak lakilaki maupun anak permpuan kadar testosteron berkisar antara 5 ng/dl, yang akan meningkat sesuai dengan umurnya. Anak perempuan bila mencapai usia 10 15, kadar testosteronya dapat mencapai kira-kira ng/dl. Pada saat anak perempuan berusia mencapai 17 tahun meningkat sedikit menjadi ng/dl, dan pada awal usia 20 tahun normal kadar testosteron total terendah antara 6 24 ng/dl dan batas tertinggi ng/dl (Braunstein, 2011) Efek dan Fungsi Testosteron Hormon testosteron merupakan hormon androgen utama di dalam sirkulasi darah. Testosteron penting dalam kehidupan seksual dan reproduksi serta pertumbuhan dan perkembangan normal organ kelamin dan reproduksi baik pria maupun wanita, selain fungsinya yang berpengaruh besar terhadap kehidupan seksual juga memiliki efek biologik yang penting diantaranya pada metabolisme,

52 52 integritas tulang, otot, sistem kardiovaskular dan otak. Pada keadaan berkurangnya hormon testosteron berpengaruh terhadap berkurangnya sensitivitas insulin, kelemahan otot, gangguan metabolisme karbohidrat, gangguan fungsi kognitif, berkurangnya dorongan motivasi, lelah dan letargi, peningkatan lemak tubuh serta penurunan dorongan dan kemampuan seksual (Pangkahila, 2011). Fungsi fisiologis testosteron di dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal (Morgentaler, 2009) : 1) Sekresi primer dari testis. 2) Peningkatan SHBG seperti keadaan patologis : sirosis hepatis, tirotoksikosis, pemberian preparat estrogen dan anti konvulsan. 3) Aktivitas enzim aromatase yang akan mengubah testosteron menjadi estradiol. 4) Jumlah reseptor CAG repeats yang berfungsi normal. Secara sistematis fungsi testosteron diantaranya adalah : 1) Efek pada sistem reproduksi pada saat sebelum lahir. - Sebelum lahir, sekresi testosteron pada janin akan mengakibatkan penurunan testis ke dalam skrotum, maskulinisasi sistem reproduksi, dan genitalia eksternal. - Pada saat janin, testosteron yang berasal dari plasenta menginisiasi pembentukan duktus Wolffian dan membentuk organ genitalia interna pria (epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis). - Testosteron diubah menjadi dehidrotestosteron sehingga menstimulasi pembentukan genitalia eksterna seperti skrotum dan penis. Selain itu

53 53 pembentukan kelenjar prostat juga dipengaruhi oleh hormon testosteron (Gilbert, 2000; Guyton dan Hall, 2010). 2) Efek pada jaringan seks spesifik setelah lahir. - Masa pubertas adalah masa dimana terjadi maturasi dari sistem reproduktif yang sebelumnya non fungsional untuk mencapai puncaknya dan mempunyai kemampuan untuk bereproduksi. - Biasanya dimulai pada usia tahun. Pada masa puber, terjadi peningkatan sekresi GnRH oleh hipotalamus. Dengan ini terjadi peningkatan sekresi FSH dan LH oleh hipofisis. Testis membesar dan LH menstimulasi sel Leydig memproduksi testosteron dan sel Sertoli dalam menjaga spermatogenesis (Solfikitis et al., 2008). - Testosteron inilah yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem reproduksi pria. Di bawah pengaruh sekresi testosteron, terjadi pembesaran testis dan dimulailah produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadi pembesaran glandula seksual aksesoris dan pembesaran penis serta skrotum. - Setelah masa pubertas, sekresi testosteron dan spermatogenesis terjadi secara terus menerus seumur hidup seorang pria, meskipun produksinya akan berkurang secara bertahap. Penurunan sekresi testosteron pada pria dewasa dimulai sejak memasuki usia 40 tahun yang sebelumnya telah mengalami perkembangan normal. Perubahan aktivitas dari poros hipotalamus hipofisis gonadal pada pria terjadi lebih lambat.

54 54 - Seiring dengan penuaan, kadar serum total dan free testosterone tampak menurun. Kadar free testosterone juga menurun sehubungan dengan peningkatan SHBG. Sehingga untuk mengatasi hal ini dikembangkanlah terapi sulih testosteron. Hipogonadisme mempengaruhi sekitar 40% dari pria berusia 45 tahun atau lebih tua, meskipun kurang dari 5% dari orang orang yang benar benar didiagnosis dan diobati untuk kondisi tersebut. Meskipun terdapat beberapa kontroversi, terapi sulih testosteron telah ditetapkan sebagai pengobatan utama yang aman dan efektif untuk hipogonadisme (Bebb, 2011). 3) Efek yang berkaitan dengan reproduksi - Testosteron mengatur perkembangan libido dan mempertahankan libido pada seorang pria dewasa.tetapi pada manusia libido juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dan faktor emosional. - Testosteron juga berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengontrol produksi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior. 4) Efek pada perkembangan seksual sekunder Perkembangan dan pemeliharaan seksual sekunder pria bergantung pada testosteron, hal ini termasuk pada: - pertumbuhan rambut (contoh: janggut, rambut dada). - suara yang lebih rendah akibat dari pembesaran laring dan penebalan pita suara, kulit yang lebih tebal. - konfigurasi tubuh pria, contohnya: bahu yang lebar, tangan yang besar, dan kaki yang lebih berotot sebagai akibat dari penyimpanan protein.

55 55 5) Efek non reproduksi Testosteron juga mempunyai efek anabolik protein dan pertumbuhan tulang yang akan mengarah pada pembentukan fisik pria yang lebih berotot dan pertumbuhan yang cepat selama masa puber. Testosteron juga menstimulasi sekresi pada kelenjar minyak. Pada hewan testosteron akan mengakibatkan terjadinya perilaku agresif Hubungan Testosteron dan NO Pada Disfungsi Ereksi Mekanisme kerja dari testosteron terhadap fungsi ereksi pada studi yang dilakukan pada tikus adalah melalui stimulasi sintesis NO dan sebagai vasodilator pada penis (Isidori, 2014). Relaksasi dari jaringan erektil pada korpus kavernosum memerlukan NO dari neuron Non Adrenergic Non Cholinergic (NANC) dan sel endotel. Testosteron mempengaruhi fungsi endotel dengan adanya reseptor androgen dan enzim enzim metabolisme testosteron pada sel endotel, antara lain 5alfa reduktase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron dan aromatase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi estradiol. Estradiol akan berikatan dengan Estrogen Receptor (ER) pada sel endotel. Neuron NANC dan sel endotel melepaskan NO, yang pada gilirannya meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate (cgmp). Kadar cgmp yang berlimpah menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan kavernosa, serta meningkatkan aliran darah penis. Ketika tekanan intrakavernosa meningkat, venula subtunika penis terkompresi, sehingga membatasi aliran balik vena dari penis. Kombinasi peningkatan aliran arteri dan penurunan aliran balik vena mengakibatkan ereksi.

56 56 Proses ini dibalikkan oleh aktivitas type 5 Phosphodiesterase (PDE5), yang memecah cgmp, menyebabkan penghentian ereksi (Sakka dan Yassin, 2010). Gambar 2.8 Mekanisme Testosteron pada Ereksi Penis (Isidori, 2014) 2.4 Terapi Sulih Testosteron (Testosterone Replacement Therapy) Definisi Terapi Sulih Testosteron Indikasi terapi sulih testosteron pada pria adalah keadaan hipogonadisme yang menunjukkan sindrom klinis yang kompleks yaitu adanya gejala gejala hipogonadisme dan level testosteron yang rendah. Beberapa pilihan baru dalam terapi sulih testosteron telah tersedia sejak pertengahan tahun Ambang batas level testosteron yang menimbulkan gejala gejala hipogonad bervariasi tergantung jenis gejala dan individu (Arver dan Mueller, 2008). Formulasi optimal dari testosteron adalah formula yang mampu menormalisasi level testosteron yang beredar dan juga menimbulkan level yang fisiologis dari metabolit aktifnya yaitu: estradiol dan DHT. Jenis jenis ester yang

57 57 telah digunakan adalah propionat, fenilpropionat isokaproat, enanthat, dekanoat, undekanoat (Arver dan Mueller, 2008). Pengobatan terapi sulih untuk hipogonadisme dapat diberikan melalui beberapa sediaan preparat, antara lain : injeksi testosteron ester, testosteron transdermal (gel atau patch), atau testosteron oral dalam bentuk testosteron undekanoat. Semua sediaan preparat tersebut diberikan dalam dosis yang tepat sehingga memungkinkan pasien memperoleh manfaat dan memiliki berbagai pilihan untuk dipergunakan (Bebb, 2011). Beberapa jenis sediaan preparat pemberian testosteron yang direkomendasikan untuk terapi penggantian / sulih testosteron adalah sebagai berikut : 1. Gel : 5 sampai 10 gram gel testosteron diterapkan setiap hari. 2. Tablet : 40 mg testosteron undekanoat diminum dua kali sehari dengan makanan (Bebb, 2011). 3. Injeksi 1000 mg testosteron undekanoat intramuskular yang diberikan pada minggu ke 0, 6, 18, 30 dan 42 dapat meningkatkan komponen kesehatan mental dan kualitas hidup pada pria hipogonad, khususnya vitalitas (mencerminkan tingkat energi ), fungsi sosial dan peran fungsi fisik. Meskipun skor komposit kesehatan fisik tidak menunjukkan peningkatan signifikan secara statistik, akan tetapi ada kecenderungan peningkatan yang ditunjukkan pada minggu ke 30, hingga minggu ke 48 menunjukkan peningkatan yang berkelanjutan dalam kekuatan fisik (Tong et al.,2012).

58 Testosteron Undekanoat Gambar 2.9 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat (Ilyas, 2008) Rumus molekul : C 30 H 48 O 3 Bobot molekul : 456,70 Testosteron undekanoat (TU) dengan nama kimia 17 hydroxyl 4 androsten 3 one 17 undekanoat adalah suatu hormon yang bersifat hidrofobik karena mempunyai nilai log (P) sebesar 7,24. TU merupakan suatu bentuk ester dari testosteron alami. Bentuk aktif testosteron dihasilkan dari hidrolisis esternya. Efek utama dari testosteron hasil hidrolisis TU tersebut terjadi setelah adanya ikatan testosteron terhadap reseptor spesifiknya yang membentuk kompleks homon reseptor. Komplek hormon reseptor tersebut masuk ke dalam inti sel dimana ia akan memodulasi transkripsi gen gen tertentu setelah terikat dengan DNA. Formulasi untuk TU saat ini berupa larutan dalam minyak castor. Sediaan dengan pembawa minyak mempunyai kelemahan yaitu mudah tengik, viskositas sediaannya menjadi tinggi (Ilyas, 2008). Testosteron undekanoat (TU) yang dikembangkan untuk kontrasepsi pria digunakan dalam bentuk liquid (injeksi) dan bentuk bubuk yang dibungkus

59 59 dengan kapsul. Tujuan utama dari pemberian TU adalah mempertahankan tingginya tingkat serum testosteron jangka panjang pada pria yang ikut dalam kontrasepsi pria. Hal ini bertujuan untuk menekan spermatogenesis sehingga terjadi azoospermia atau oligozoospermia berat yang berlangsung lebih lama namun bersifat aman, efektif, reversibel, dan aseptibel. Konsentrasi testosteron serum stabil dalam rentang fisiologi minggu pertama setelah pemberian pertama kali. Kandungan testosteron melebihi rentang fisiologis dari testosteron enantat dan sipionat. Pola metabolisme TU mengikuti pola testosteron yang menghasilkan dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol. Pemberian TU dapat meningkatkan konsentrasi testosteron plasma dan menurunkan konsentrasi gonadotropin (Ilyas, 2008). Testosteron undekanoat (TU) merupakan suatu alifatik, ester asam lemak testosteron yang sebagian diabsorpsi lewat usus dan melalui sistem limfatikus setelah pemberian secara oral (Ilyas, 2008). TU juga memiliki efek samping yaitu efek ringan pada penggunaan oral, seperti adakalanya mual, tetapi juga dapat menimbulkan efek serius di antaranya (Tjay, 2002) : 1) Efek virilisasi pada wanita, dengan gejala seperti acne, tumbuhnya rambut di muka, suara menjadi rendah dan gangguan haid. 2) Menekan spermatogenesis dan degenerasi tubulus seminiferus. Bila digunakan dalam waktu lama akan menyebabkan azoospermia. 3) Efek feminisasi (gynecomastia) terutama pada anak anak. 4) Edema dan naiknya berat badan akibat retensi garam dan air, khususnya pada dosis tinggi.

60 60 5) Hiperplasia prostat. - Pada pria usia lanjut, testosteron dapat merangsang pembesaran prostat karena hiperplasia, hal ini menyebabkan obstruksi. 6) Gangguan pertumbuhan. - Hati hati memberikan testosteron pada anak prapubertas, sebab dapat terjadi pubertas prekoks. Testosteron mempercepat pernutupan epifisis sehingga mungkin anak tidak akan mencapai tinggi badan yang seharusnya. 7) Hiperkalsemia. - Hiperkalsemia dapat muncul pada wanita penderita karsinoma payudara yang diobati dengan testosteron. TU berinteraksi obat antara lain : 1) Insulin 2) Propranolol 3) Kortikosteroid: Pemakaian bersamaan testosteron dengan ACTH atau kortikosteroid dapat meningkatkan pembentukan edema, sehingga obat ini harus diberikan dengan hati hati terutama pada pasien dengan penyakit jantung, ginjal atau hati. 4) Antikoagulan: Dosis dari antikoagulan mungkin memerlukan pengurangan untuk mempertahankan terapi yang memuaskan hypoprothrombinemia. 5) Siklosporin: Terapi penggantian testosteron dapat mempotensiasi siklosporin dan meningkatkan risiko nefrotoksisitas.

61 L Arginin Deskripsi L Arginin Asam amino merupakan unit monomer untuk membangun rantai polipeptida protein. Sebagian besar protein mengandung asam amino L α yang sama dalam proporsi yang bervariasi. Asam amino L α merupakan asam amino dengan konfigurasi absolut L gliseraldehid, dimana gugus amino dan karbohidrat melekat pada atom karbon yang sama dan mempunyai aktivitas optis (kesanggupan memutar bidang cahaya yang terpolarisasi) ke kiri / levorotaric (Srivastava et al., 2006). Dalam bentuk protein, asam amino akan mendasari berbagai fungsi antara lain, struktural, hormonal dan katalitik yang esensial bagi kehidupan. Asam amino dan derivatnya turut serta dalam berbagai macam fungsi intraseluler seperti transmisi syaraf (neurotransmitter), pengaturan pertumbuhan sel dan biosintesis porfirin, purin, pirimidin serta ureum. Dalam peptida yang berbobot molekul rendah juga berfungsi sebagai prekursor hormon (Srivastava et al., 2006). Berdasarkan kepentingan nutrisi, asam amino dapat dibedakan menjadi asam amino esensial dan non esensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis tubuh oleh karena itu harus dipenuhi dari diet. Sedangkan asam amino non esensial dibedakan menjadi dua berdasarkan sintesisnya dalam tubuh, yaitu (Srivastava et al., 2006) : 1) Asam amino yang disintesis dari pemindahan nitrogen ke kerangka karbon yang berasal dari siklus TCA (Tri Carboxylic Acid) atau dari glikolisis glukosa.

62 62 2) Asam amino yang disintesis dari asam amino yang lain. Kelompok ini sangat tergantung pada ketersediaan asam amino spesifik. Dengan demikian sangat mungkin menjadi esensial jika diet sebagai sumber asam amino berkurang atau terbatas, misalnya dalam keadaan infeksi, trauma, luka bakar atau dalam keadaan katabolik lainnya. Arginin termasuk asam amino non esensial yang kelompok kedua atau kadang disebut asam amino semi esensial dengan rumus kimia C 6 H N 4. Gambar 2.10 Struktur Kimia L Arginin (Srivastava et al., 2006) Arginin merupakan asam amino semi esensial yang artinya tubuh dapat memproduksi asam amino ini dalam jumlah kecil, sehingga asupan dari luar masih diperlukan. L Arginin (2-amino-5-guanidinovaleric acid) merupakan asam amino dasar yang terdapat dalam cairan fisiologis tubuh. L Arginin banyak terdapat dalam seafood, semangka, kacang kacangan, daging, konsentrat proteinasi dan isolasi protein kedelai, namun rendah dalam susu mamalia (Wu et al., 2009) Metabolisme L Arginin Gambar 2.11 Metabolisme L Arginin (Maurice, 2015)

63 63 Tahap akhir hidrolisis protein menjadi dipeptida dan asam amino serta absorbsinya berlangsung di jejunum dan ileum. Selanjutnya dipeptida dan tripeptida akan ditranspor ke dalam sel dengan proses transport aktif seperti transpor glukosa. Di dalam tubuh, arginin memiliki peranan penting dalam metabolisme nitrogen sebagai perantara dalam siklus urea dan diperlukan dalam detoksifikasi amonia. Di dalam sitoplasma, arginin dihidrolisis oleh arginase menjadi urea dan ornitin. Ornitin ditranspor ke dalam mitokondria oleh ornitin carbamoyltransferase dan bersama karbomil fosfat (amonia) akan membentuk sitrulin. Kemudian sitrulin disintesis oleh arginosuccinate synthase menjadi arginosuccinate. Dan oleh arginosuccinate lysase diubah kembali menjadi arginin (Maurice, 2015). Disamping berfungsi dalam sintesis protein dan perantara siklus urea, arginine merupakan substrat pembentukan NO dan sintesis fosfokreatin, juga sebagai prekursor glutamat, prolin dan putresin melalui pembentukan ornitin. Ornitin digunakan dalam pembentukan poliamin yang diperlukan dalam proliferasi sel. Arginin dapat pula bertindak sebagai produk perantara berbagai proses metabolik (Maurice, 2015). L Arginin merupakan salah satu substansi yang meregulasi sintesis NO, produksi antibodi dan perkembangan sel B, ekspresi reseptor sel T yang menyebabkan L Arginin penting dalam sistem kekebalan bawaan (innate immune system) dan sistem kekebalan dapatan (adaptive immune system). L Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). NO merupakan molekul pengirim sinyal terhadap setiap jenis sel

64 64 yang meregulasi jalur metabolisme, sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap nutrisi arginine. Kekurangan L Arginin dalam diet akan menyebabkan gangguan sistesis NO (Wu et al., 2009). Dalam keadaan katabolik, kebutuhan arginin menjadi esensial. Hal ini dapat terjadi pada kondisi dimana laju degradasi arginin meningkat, intake yang kurang, gangguan absorbsi di usus serta sintesis sitrulin di usus yang menurun. Dalam kondisi normal, kebutuhan arginin pada orang dewasa dapat dipenuhi secara endogen tetapi dalam keadaan stress dan sakit khususnya penyakit penyakit kritis dan sepsis maka kebutuhan arginin harus dipenuhi dari luar (Maurice, 2015). 2.6 Hubungan Testosteron dan L Arginin dengan NO Syarat terjadinya efek dari hormon testosteron pada organ sasaran adalah keberadaan serta berfungsinya Androgen Receptor (AR) serta efektor intrasel. Gen AR sendiri merupakan gen yang berperan penting dalam proses pembentukan dan perkembangan fenotip pria melalui kerjanya dalam memperantarai efek biologis dari hormon androgen. Hormon androgen sendiri merupakan suatu hormon yang amat terlibat dalam proses normal perkembangan genital eksternal maupun internal pria selama periode embriogenesis melalui kerja hormon testosteron dan 5α dihidrotestosteron (DHT) (Leung et al., 2007). Secara sitogenetika gen AR terletak pada kromosom Xq Gen AR memiliki 8 buah ekson dengan 2757 pasangan basa open reading frame, dimana

65 65 jumlah pasangan basa ini bervariasi, tergantung pada jumlah CAG repeat yang terletak pada ekson pertama (Rajender et al., 2007). Protein yang dihasilkan oleh gen AR termasuk kedalam keluarga Steroid Receptor (SR), yang mana merupakan bagian dari kelompok Nuclear Receptor (NR) superfamily. Kelompok NR superfamily sendiri termasuk merupakan salah satu kelompok gen pengatur transkripsi (transcriptional regulator) terbesar yang nantinya akan menghasilkan protein yang berfungsi sebagai faktor transkripsi yang dipercayai berperan penting dalam banyak proses seperti homeostasis, reproduksi, perkembangan dan metabolisme. Protein protein semacam ini nantinya akan berikatan dengan DNA dan kemudian mengatur transkripsi gen. Adapun AR merupakan salah satu protein yang berkerja sebagai faktor transkripsi (Heinlen et al., 2002). Ada beberapa karakteristik yang membuat gen AR unik, diantaranya adalah terdapatnya 2 regio polimorfisme yang sama-sama terletak pada ekson pertama. Dua regio polimorfisme ini pun sama-sama merupakan polimorfisme trinucleotide repeat, yaitu CAG repeat yang mengkode pembentukan asam amino poliglutamin dan GGN repeat yang mengkode pembentukan poliglisin. Kedua area ini terletak cukup berdekatan, dimana hanya dipisahkan oleh 248 asam amino dari suatu urutan yang tidak polimorfik (Rajender et al., 2007). Seperti gen gen lainnnya yang termasuk kedalam kelompol NR superfamily, secara struktural gen AR terbagi menjadi empat regio seperti yang tergambar pada gambar 3, yaitu N-Terminal Domain (NTD), DNA Binding Domain (DBD), regio Hinge dan Ligand Binding Domain (LBD). Dari keempat

66 66 regio tersebut NTD merupakan regio yang paling banyak berperan dalam aktivitas transkripsi dan merupakan regio terbesar dari protein AR yang terbentang dari pb NTD atau yang juga biasa disebut sebagai transactivating domain adalah suatu regio yang berperan dalam perekrutan protein-protein lain yang dapat mempengaruhi aktivitas transkripsi dari protein AR (Nenonnen, 2011). Seperti pada protein kecil kemungkinan terjadinya kerusakan di DNA menjadi suatu reaksi berantai, biasanya kerusakan terjadi bila ada lesi pada susunan molekul, apabila tidak dapat diatasi, dan terjadi sebelum replikasi maka akan terjadi mutasi. Radikal oksigen dapat menyerang DNA jika terbentuk disekitar DNA seperti pada radiasi biologis. Radikal bebas dapat menimbulkan berbagai perubahan pada DNA yang antara lain berupa : hidroksilasi basa timin dan sitosin, pembukaan inti purin dan pirimidin serta terputusnya rantai fosfodiester DNA. Bila kerusakan tak terlalu parah, maka masih bisa diperbaiki oleh sistem perbaikan DNA (DNA repair system ). Namun apabila kerusakan terlalu parah, misalnya rantai DNA terputus putus di berbagai tempat, maka kerusakan tersebut tak dapat diperbaiki dan replikasi sel akan terganggu. Susahnya, perbaikan DNA ini sering justru menimbulkan mutasi, karena dalam memperbaiki DNA tersebut sistem perbaikan DNA cenderung membuat kesalahan (error prone) dan apabila mutasi ini mengenai gen gen tertentu yang disebut onkogen, maka mutasi tersebut dapat menimbulkan kanker (Rajender et al., 2007). Pada pembuluh darah, dalam keadaan normal NO dihasilkan oleh endothelial Nitric Oxide Synthase (enos), tetapi jika terjadi peradangan NOS

67 67 juga terdapat pada makrofag dan sel otot polos yang kemudian menghasilkan NO. - Sedangkan O 2 dan H2 O 2 dapat dihasilkan oleh semua sel pembuluh darah (Droge, 2002). L Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). Mekanisme fisiologis ereksi pada penis diawali dengan adanya stimulasi seksual yang akan melibatkan pelepasan suatu senyawa NO, dari bagian penis yang disebut korpus kavernosum. NO akan mengaktifkan enzim guanylyl cyclase yang menyebabkan peningkatan senyawa cgmp, selanjutnya menyebabkan pelebaran pembuluh darah disekitar korpus kavernosum, sehingga darah mengalir ke penis dan menyebabkan pembesaran penis (ereksi). Senyawa cgmp diuraikan atau didegradasi oleh enzim yang bernama Phospho Di Esterase 5 (PDE5) yang menyebabkan penis kembali pada ukuran semula (relaksasi penis) (Susanto, 2011). Gambar 2.12 Hubungan Testosteron dan L Arginin dengan NO (Srivastava et al., 2006)

68 Orchidectomy Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan testis (jantan) atau ovarium (betina). Pada hewan jantan dinamakan kastrasi / orchidectomy, sedangkan pada hewan betina dinamakan Ovario Hysterectomy (OH). Sterilisasi pada hewan jantan ataupun betina berguna untuk mengendalikan (mengontrol) populasi hewan dengan mencegah kesuburan (Isidori et al., 2014). Keuntungan orchidectomy adalah menyebabkan penurunan kadar hormon testosteron pada hewan jantan sangat bermanfaat untuk (Isidori et al., 2014) : - Menghilangkan libido. Hewan menjadi lebih tenang (tidak gelisah) sehingga tidak terjadi perkelahian selama musim kawin. - Mengurangi resiko penyakit yang berhubungan dengan hormon androgen seperti gangguan prostate, tumor serta perianal hernia. - Menghindari sifat abnormal yang diturunkan dari induk ke anak. - Menghindari gangguan testis, epididimis, tumor scrotum, trauma dan abses. - Dapat mengurangi gangguan endokrin. Metode orchidectomy dibagi menjadi dua macam yaitu : 1. Metode terbuka - Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga testis dan epididimis tidak lagi terbungkus.

69 69 2. Metode tertutup - Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Peningkatan dan penyayatan pada funiculus spermaticus. Hewan yang akan dikebiri harus dalam keadaan sehat. Dengan hilangnya testis akibat dari orchidectomy maka sel Leydig tidak dapat memproduksi hormon testosteron secara optimal. Berkurangnya kadar testosteron menyebabkan neuron NANC dan sel endotel pun tidak dapat memproduksi NO. Defisiensi testosteron mempengaruhi fungsi endotel dengan Androgen Receptor (AR) diantaranya enzim metabolisme testosteron pada sel endotel, antara lain 5alfa reduktase tidak dapat mengkatalisis testosteron menjadi dihidrotestosteron dan aromatase tidak dapat mengkatalisis testosteron menjadi estradiol. Sehingga estradiol tidak akan berikatan dengan Estrogen Receptor (ER) pada sel endotel. Serta neuron NANC dan sel endotel tidak dapat melepaskan NO yang akan meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate (cgmp) dan tidak menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan kavernosa, serta tidak meningkatkan aliran darah penis. Dengan demikian menjadi tidak berfungsinya NO sebagai vasodilator melalui efek langsung terhadap otot polos korpus kavernosum. Hal ini menyebabkan keadaan disfungsi ereksi (Isidori et al., 2014).

70 70 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Banyak ditemukan pria dewasa yang mengeluhkan gangguan pada fungsi reproduksi dan seksual. Penuaan pada organ reproduksi tidak terlepas dari efek penurunan kadar hormon, diantaranya penurunan kadar hormon testosteron. Mekanisme kerja dari testosteron terhadap fungsi ereksi adalah melalui stimulasi sintesis NO dan sebagai vasodilator pada penis. Relaksasi dari jaringan erektil pada korpus kavernosum memerlukan NO dari neuron NANC dan sel endotel. Testosteron mempengaruhi fungsi endotel dengan adanya AR dan enzim metabolisme testosteron pada sel endotel, antara lain 5 alfa reduktase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron dan aromatase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi estradiol. Estradiol akan berikatan dengan ER pada sel endotel. Neuron NANC dan sel endotel melepaskan NO, yang pada gilirannya meningkatkan kadar cgmp. Kadar cgmp yang berlimpah menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan kavernosa, serta meningkatkan aliran darah penis. Ketika tekanan intrakavernosa meningkat, venula subtunika penis terkompresi, sehingga membatasi aliran balik vena dari penis. Kombinasi peningkatan aliran arteri dan penurunan aliran balik vena mengakibatkan ereksi. Proses ini dibalikkan oleh aktivitas PDE5, yang memecah cgmp, menyebabkan penghentian ereksi.

71 71 Pemberian L Arginin yang merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh NOS dapat mencegah penuaan pada organ reproduksi. NO akan mengaktifkan enzim guanylyl cyclase yang menyebabkan peningkatan senyawa cgmp, selanjutnya menyebabkan pelebaran pembuluh darah di sekitar korpus kavernosum, sehingga darah mengalir ke penis dan menyebabkan ereksi penis. 3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan, maka dapat disusun konsep penelitian dan kerangka sebagai berikut : L Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral FAKTOR INTERNAL - Genetik - Hormon - Usia FAKTOR EKSTERNAL - Radikal bebas - Nutrisi - Olah raga Tikus Wistar Jantan orchidectomy - Kadar Nitric Oxide Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : diteliti : tidak diteliti

72 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka, kerangka berpikir dan konsep penelitian yang telah diuraikan di atas ditetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut: - Pemberian L Arginin meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus wistar jantan orchidectomy. - Pemberian testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus wistar jantan orchidectomy - Pemberian L Arginin dan testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus wistar jantan orchidectomy.

73 67 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan Post Test Only Control Group Design (Federer, 2008) P0 O1 P1 O2 P S R P2 O3 P3 O4 Gambar 4.1. Skema Rancangan Penelitian

74 68 Keterangan : P S R P0 P1 = Populasi penelitian. = Sampel penelitian. = Randomisasi sampel. = Perlakuan kelompok kontrol dengan pemberian plasebo. = Perlakuan kelompok perlakuan dengan pemberian L Arginin. P2 = Perlakuan kelompok perlakuan dengan pemberian testosteron undekanoat oral. P3 = Perlakuan kelompok perlakuan dengan pemberian L Arginin dan testosteron undekanoat oral. O1 O2 O3 O4 = Observasi kadar Nitric Oxide kelompok kontrol post test. = Observasi kadar Nitric Oxide kelompok perlakuan 1 post test. = Observasi kadar Nitric Oxide kelompok perlakuan 2 post test. = Observasi kadar Nitric Oxide kelompok perlakuan 3 post test. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Penelitian, pemberian perlakuan dan pengambilan darah dilakukan di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Denpasar. Selanjutnya pemeriksaan kadar Nitric Oxide dilakukan di UPT Laboratorium Analitik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran.

75 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 5 minggu dengan perincian sebagai berikut: Minggu 1 Minggu 2 = adaptasi tikus, persiapan. = pelaksanaan orchidectomy. Minggu 3 4 = pemberian perlakuan pada tikus selama 14 hari. Minggu 5 = pengambilan darah post test dan pembacaan hasil. 4.3 Penentuan Sumber Data Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah tikus wistar jantan berumur 5 6 bulan (setara dengan usia manusia 18 tahun (Andreollo et al., 2012 ) dengan berat badan antara gram Kriteria Subjek 1. Kriteria Inklusi : a. Tikus (Rattus norvegicus) galur wistar jantan orchidectomy. b. Umur 5 6 bulan. c. Berat badan antara gram. 2. Kriteria Drop Out : a. Tikus yang sakit dan mati selama penelitian.

76 Penentuan Jumlah Sampel Pada penelitian ini perhitungan jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer (2008) Keterangan (n : 1) x (t 1) 15 n t = jumlah sampel = jumlah perlakuan Perhitungan : (n 1) x (4 1) 15 (n 1) x n 3 3n n 6 Untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop out maka ditambah 10%, sehingga jumlah cadangan tikus = 10% x 6 = 0,6 1 ekor. Jadi sampel yang diperlukan adalah 7 ekor per kelompok, sehingga jumlah sampel yang diperlukan untuk 4 kelompok perlakuan adalah 28 ekor. Volume cairan maksimal yang dapat diberikan secara per oral pada tikus adalah 5ml per ekor tikus yang beratnya ± 200 gr (Ngatidjan, 2006). Takaran konversi dosis untuk manusia dengan berat badan (BB) 70 kg pada tikus dengan BB 200gr menurut tabel konversi Kusumawati, 2004 adalah 0,018, sehingga perhitungan dosis sebagai berikut :

77 71 1) Dosis L Arginin - Untuk perhitungan dosis digunakan tabel konversi dari manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus dengan berat badan 200 gram adalah 0, Dosis L Arginin pada manusia adalah 2 x 250 mg. - Maka dosis untuk tikus 220 gram, yaitu: 220/200 x 0,018 x 250 mg = 4,95 mg 5 mg, diberikan 2 x 1 hari. 2) Dosis testosteron undekanoat oral - Untuk perhitungan dosis digunakan tabel konversi dari manusia dengan berat badan 70 kg ke tikus dengan berat badan 200 gram adalah 0, Dosis testosteron undekanoat oral pada manusia adalah 2 x 40 mg. - Maka dosis untuk tikus 220 gram, yaitu: 220/200 x 0,018 x 40 mg = 0,792 mg 1 mg, diberikan 2 x 1 hari Teknik Penentuan Sampel Semua sampel yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi diambil secara acak sederhana sebanyak 28 ekor tikus. Sampel kemudian dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu 1. kelompok kontrol sebanyak 7 ekor tikus 2. kelompok perlakuan dengan L Arginin sebanyak 7 ekor tikus 3. kelompok perlakuan dengan testosteron undekanoat oral sebanyak 7 ekor tikus 4. kelompok perlakuan dengan L Arginin dan testosteron undekanoat oral sebanyak 7 ekor tikus.

78 Variabel Penelitian Identifikasi Variabel Variabel yang diukur adalah kadar Nitric Oxide (NO) setelah perlakuan selama 14 hari Klasifikasi Variabel 1. Variabel Bebas : L Arginin, testosteron undekanoat oral. 2. Variabel Tergantung : kadar Nitric oxide. 3. Variabel Kendali : strain tikus, jenis kelamin, umur, berat badan Definisi Operasional Variabel 1. Tikus. Yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) galur wistar dengan jenis kelamin jantan, usia 5 6 bulan, berat badan antara gram, sehat. 2. L Arginin. L Arginin adalah asam amino yang merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh NOS. Sediaan L Arginin yang dipakai untuk penelitian diambil dari kapsul dengan nama dagang L Arginine 500, nama generik L Arginine, kemasan 90 x 500 oral capsules, diproduksi oleh GNC, diberikan 2x sehari dengan menggunakan sonde sebanyak 2 cc yang setara dengan dosis 5 mg kepada tikus selama 14 hari.

79 73 3. Testosteron undekanoat oral. Testosteron merupakan hormon yang bertindak sebagai faktor regulator utama untuk mempertahankan fungsi testis. Sediaan testosteron yang dipakai dalam penelitian adalah testosteron undekanoat yang diambil dari kapsul dengan nama dagang Andriol Testocaps, nama generik Testosterone undecanoate, kemasan 30 x 40 mg oral capsules, diproduksi oleh Schering Plough, diberikan 2x sehari dengan menggunakan sonde sebanyak 2 cc yang setara dengan dosis 1 mg kepada tikus selama 14 hari. 4. Plasebo. Plasebo adalah substansi yang bukan merupakan zat aktif dan digunakan sebagai kontrol dalam suatu penelitian berupa cairan aquades yang diberikan 2x sehari dengan menggunakan sonde sebanyak 2cc pada tikus. 5. Nitric Oxide. NO merupakan total kadar nitrat dan nitrit plasma yang diukur dengan menggunakan kit pemeriksaan metode Colorimetric Griess merk Assays design dan pembacaan hasilnya menggunakan Elisa reader. Dan satuan kadar NO dinyatakan dalam μmol/l (Sutadarma, 2009). 6. Orchidectomy. Orchidectomy adalah salah satu sterilisasi yang merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan testis. Sterilisasi pada hewan berguna untuk mengendalikan (mengontrol) populasi hewan dengan mencegah kesuburan. Keuntungan orchidectomy adalah

80 74 menyebabkan penurunan kadar hormon testosteron pada hewan jantan yang sangat bermanfaat untuk menghilangkan libido, mengurangi resiko penyakit yang berhubungan dengan hormon androgen Hubungan Antar Variabel Variabel Bebas - L Arginin - Testosteron undekanoat oral Variabel Tergantung - Kadar Nitric Oxide Variabel Kendali - Strain tikus - Jenis kelamin - Umur - Berat badan Gambar 4.2 Hubungan Antara Variabel Bebas, Variabel Tergantung dan Variabel Kendali. 4.5 Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan a. L Arginin. b. Testosteron undekanoat oral. c. Makanan ternak berupa pellet dan minum ternak. d. Plasebo berupa aquades.

81 75 e. Ketamin 10%. f. Zylazine 2%. g. Alkohol 70%. 2. Alat a. Kandang tikus. b. Set peralatan orchidectomy. c. Spuit injeksi 3 cc. d. Tabung eppendorf. e. Sonde lambung. f. Alat fiksasi tikus. g. Alat timbangan. h. Buku dan alat pencatat data. i. Sarung tangan dan masker. j. Dysposible syringe needle 5ml. k. Vacutainer. l. Torniquet. m. Kapas alkohol. n. Sentrifugator. o. Mikropipet μl. p. Elisa reader. q. Reagen kit pemeriksaan Colorimetric Griess merk Assays design untuk pemeriksaan NO.

82 Prosedur Penelitian Sebelum Perlakuan 1. Dari populasi tikus Wistar jantan, dipilih 28 ekor tikus yang sesuai dengan kriteria inklusi untuk dijadikan sampel. 2. Tikus sampel ini diadaptasikan terlebih dahulu selama 7 hari. 3. Kandang yang digunakan untuk memelihara tikus percobaan berupa bak plastik berukuran 50x40x20 cm dan pada bagian atas diberi penutup kawat, di dalam kandang terdapat tempat makanan dan botol minuman, serta pada dasar bak diberikan sekam padi untuk menyerap kotoran tikus. Setiap kandang berisi dua ekor tikus. 4. Semua tikus percobaan dipelihara di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Tikus dikandangkan dan diberikan makanan secara ad libitum sehari dua kali selama 7 hari dan diberi minum secara ad libitum juga. 5. Suhu kandang dijaga pada kisaran suhu 25 C dan kelembaban 70%, kebersihan dan kenyamanan kandang harus selalu dijaga Pelaksanaan Perlakuan 1. Tikus di orchidectomy. 2. Post orchidectomy, secara random semua tikus dibagi : a. Kelompok 1 sebagai kelompok kontrol (P0) b. Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan (P1) c. Kelompok 3 sebagai kelompok perlakuan (P2) d. Kelompok 4 sebagai kelompok perlakuan (P3)

83 77 3. Semua kelompok tikus diberi perlakuan menurut kelompoknya, yaitu: Hari ke 15 sejak penelitian dimulai, a. Kelompok 1, diberikan aquades sebagai plasebo sebanyak 2cc secara sonde 2x sehari. b. Kelompok 2, diberikan L Arginin dengan dosis 5 mg sebanyak 2cc secara sonde 2x sehari. c. Kelompok 3, diberikan testosteron undekanoat dengan dosis 1 mg sebanyak 2cc secara sonde 2x sehari. d. Kelompok 4, diberikan L Arginin dengan dosis 5 mg sebanyak 1cc dan testosteron undekanoat dengan dosis 1 mg sebanyak 1cc secara sonde 2x sehari. Hari ke 29 sejak penelitian dimulai (14 hari pelakuan) semua tikus pada kelompok diambil serum darahnya untuk diperiksa kadar Nitric Oxide. Selama periode perlakuan (14 hari) tikus diberi makanan standar secara ad libitum. 4. Semua tikus diambil darahnya sebanyak 1 ml melalui medial canthus sinus orbitalis, dengan sebelumnya dilakukan anestesi dengan ketamin 10% dosis 50mg/kgBB dan zylazine 2% dosis 20mg/kgBB, disuntikkan intramuskular pada bagian paha tikus, darah yang diambil untuk diperiksa kadar Nitric Oxide. 5. Dilakukan analisis data untuk membandingkan hasil dari keempat kelompok tikus tersebut.

84 78 6. Setelah semua tikus selesai diberi perlakuan selama 14 hari, tikus dibiarkan tetap hidup dan diperlakukan dengan selayaknya sesuai dengan tehnik pemeliharaan di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Prosedur Pengambilan dan Pemeriksaan Darah Tikus 1. Dilakukan anestesi pada tikus wistar jantan dengan menggunakan ketamin 10% dosis 50mg/kgBB dan zylazine 2% dosis 20mg/kgBB, disuntikkan secara intramuskular pada bagian paha tikus. Kemudian darah vena diambil melalui medial canthus sinus orbitalis sekitar 1 ml dengan menggunakan tabung mikro kapiler. 2. Kemudian sampel serum darah dikirim ke UPT Laboratorium Analitik, Universitas Udayana untuk diperiksa kadar Nitric Oxide. 3. Darah diperiksa dengan menggunakan metode indirect Elisa, dimana darah yang diambil ditampung pada eppendorf, kemudian diletakkan miring 45 dan dibiarkan mengendap pada suhu kamar. 4. Selanjutnya darah ditampung dalam vacutainer, disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, dan didapatkan sebanyak 1 ml plasma selanjutnya dimasukkan dalam tabung untuk segera diperiksa. Prosedur pemeriksaan laboratorium menggunakan kit pemeriksaan Colorimetric Griess. Reaksi Griess yang melibatkan interaksi dari ion nitrit dengan 2 molekul organik dan melibatkan reaksi oksidasi dan nukleopilik. Buffer atau komponen sampel yang bereaksi dengan reaksi

85 79 oksidasi dan nukleopilik menjadi bereaksi dengan pembentukan warna. Perubahan nitrat menjadi nitrit melibatkan enzym Nitrate Reductase. Total Nitric Oxide Assay Kit untuk mengukur kadar NO manusia secara kuantitatif di dalam serum dan pembacaan absorbance nm dengan menggunakan Elisa reader (Tarpey dan Fridovich, 2001) Cara Pelaksanaan Orchidectomy pada Tikus - Pemberian anestesi dengan menggunakan ketamin (dosis 30mg / 200 gram berat badan tikus). - Tikus di orchidectomy dengan membuat sayatan pada kulit sekitar scrotum. - Dibuat 2 ligasi pada pembuluh darah bagian atas lalu potong diantara 2 ligasi tersebut. - Buah zakar dikeluarkan kemudian bekas sayatan ditutup. (Moreau et al., 2001)

86 Alur Penelitian Tikus wistar jantan sehat 28 ekor, 5 6 bulan (sebelum di orchidectomy), gram gram Adaptasi 7 hari Orchidectomy Dibagi menjadi 4 kelompok Kelompok Kontrol 7 tikus Kelompok Perlakuan 1 7 tikus Kelompok Perlakuan 2 7 tikus Kelompok Perlakuan 3 7 tikus Pemberian aquadest 2cc sebagai plasebo 2x sehari selama 14hari Pemberian L Arginin 5 mg sebanyak 2 cc, 2 x 1 hari, selama 14 hari Pemberian testosteron undekanoat 1 mg sebanyak 2 cc, 2 x 1 hari, selama 14 hari Pemberian L Arginin 5 mg sebanyak 1 cc dan testosteron undekanoat 1mg sebanyak 1 cc, 2 x 1 hari, selama 14 hari Kelompok Kontrol Post Test Pemeriksaan NO Hari ke 29 Kelompok Perlakuan 1 Post Test Pemeriksaan NO Hari ke 29 Kelompok Perlakuan 2 Post Test Pemeriksaan NO Hari ke 29 Kelompok Perlakuan 3 Post Test Pemeriksaan NO Hari ke 29 Analisis Data Gambar 4.3 Bagan Alur Penelitian

87 Analisis Data Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dan diolah dengan langkah langkah sebagai berikut : 1. Analisis deskriptif Data rerata NO dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitik ( uji hipotesis ) untuk mengetahui karakteristik data. 2. Uji normalitas Uji normalitas dengan menggunakan Shaphiro Wilk karena sampel yang digunakan kurang dari 30 sampel. Data berdistribusi normal dengan nilai p>0, Uji homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan homogenity of variance test dengan Lavene s test dan bersifat homogen dengan nilai p>0, Uji komparabilitas Uji komparabilitas dilakukan untuk mengetahui perbedaan rerata kadar Nitric Oxide (NO) antar kelompok sesudah perlakuan karena data berdistribusi normal dan homogen (p>0,05) maka dilakukan uji One Way Anova dilanjutkan dengan LSD.

88 82 BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan completely randomized post test only control group design yang menggunakan 28 ekor tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan, berumur 5 6 bulan yang di orchidectomy, yang terbagi menjadi 4 (empat) kelompok masing-masing berjumlah 7 ekor tikus, satu kelompok sebagai kelompok kontrol yang diberikan plasebo selama 14 hari (P0), satu kelompok sebagai kelompok perlakuan 1 yang diberikan L Arginin selama 14 hari (P1), satu kelompok sebagai kelompok perlakuan 2 yang diberikan testosteron undekanoat selama 14 hari (P2) dan kelompok lainnya sebagai kelompok perlakuan 3 yang diberikan L Arginin dan testosteron undekanoat selama 14 hari (P3). Hasil penelitian ini kemudian dianalisis dan disajikan menggunakan analisis deskriptif, analisis normalitas, uji homogenitas, uji komparabilitas dan uji efek perlakuan. 5.1 Analisis Deskriptif Kadar Nitric Oxide diperiksa setelah perlakuan selama 14 hari. Hasil analisis deskriptif kadar Nitric Oxide post test pada masing masing kelompok disajikan pada Tabel 5.1.

89 83 Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar Nitric Oxide Kelompok Subyek Rerata Kadar Nitric Oxide (µm) SB Median Minimum Maksimum Kelompok P0 417,29 63, ,48 317,94 487,61 Kelompok P1 684,71 79, ,21 543,98 804,27 Kelompok P2 754,54 64, ,75 680,07 843,57 Kelompok P3 1156,95 167, ,31 939, ,20 Keterangan P0 P1 P2 P3 : kelompok kontrol dengan plasebo : kelompok perlakuan dengan L Arginin : kelompok perlakuan dengan testosteron undekanoat oral : kelompok perlakuan dengan L Arginin dan testosteron undekanoat oral 5.2 Uji Normalitas Kadar Nitric Oxide pada masing masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa data berdistribusi normal (p>0,05), yang disajikan pada Tabel 5.2.

90 84 Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok Kelompok Subyek N p Keterangan Kelompok P0 7 0,538 Normal Kelompok P1 7 0,807 Normal Kelompok P2 7 0,397 Normal Kelompok P3 7 0,455 Normal Keterangan P0 P1 P2 P3 n : kelompok kontrol dengan plasebo : kelompok perlakuan dengan L Arginin : kelompok perlakuan dengan testosteron undekanoat oral : kelompok perlakuan dengan L Arginin dan testosteron undekanoat oral : jumlah sampel 5.3 Uji Homogenitas Kadar Nitric Oxide pada masing masing kelompok diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene s test. Hasilnya menunjukkan bahwa varian data homogen (p>0,05), yang disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok Kelompok Subjek n p Keterangan Kadar Nitric Oxide 24 0,287 Homogen n = jumlah sampel

91 Analisis Komparabilitas Analisis komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar Nitric Oxide antar kelompok setelah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan diuji dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Perbandingan Rerata Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok Setelah Perlakuan Kelompok Subyek Rerata Kadar Nitric Oxide ± SB (µm) F p Kelompok P0 417,29±63,823 a Kelompok P1 Kelompok P2 Kelompok P3 684,71±79,747 b 754,54±64,296 b 1156,95±167,904 c 61,236 0,000 *Notasi (a,b,c) yang sama menunjukkan tidak berbeda bermakna (p>0,05), notasi yang berbeda menunjukkan berbeda bermakna. Data diuji dengan Least Significance Difference (LSD) test Keterangan P0 P1 P2 P3 : kelompok kontrol dengan plasebo : kelompok perlakuan dengan L Arginin : kelompok perlakuan dengan testosteron undekanoat oral : kelompok perlakuan dengan L Arginin dan testosteron undekanoat oral Tabel 5.4 menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide pada kelompok P0 adalah 417,29±63,823 µm, pada kelompok P1 adalah 684,71±79,747 µm, pada kelompok P2 adalah 754,54±64,296 µm, dan kelompok P3 adalah 1156,95±167,904 µm. Analisis kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F= 61,236 dan nilai p= 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa empat

92 86 kelompok setelah diberikan perlakuan selama 14 hari memiliki rerata kadar Nitric Oxide yang signifikan (p<0,01). Uji lanjutan untuk mengetahui perbedaan individual antar kelompok dengan menggunakan Least Significance Difference (LSD) test. Tabel 5.5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0 dengan kelompok lainnya (p<0,01), tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P1 dengan P2 (p>0,05), dan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P1 dan P2 dengan kelompok P3 (p<0,01). Tabel 5.5 Analisis LSD Perbandingan Rerata Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok Kelompok I Kelompok II Rerata Perbedaan p P0 P ,000 P ,000 P ,000 P1 P ,000 P ,219 P ,000 P2 P ,000 P ,219 P ,000 P3 P ,000 P ,000 P ,000

93 87 Gambar 5.1 Grafik Perbedaan Rerata Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok P0 dengan P1, P2 dan P3. Keterangan P0 P1 P2 P3 : kelompok kontrol dengan plasebo : kelompok perlakuan dengan L Arginin : kelompok perlakuan dengan testosteron undekanoat oral : kelompok perlakuan dengan L Arginin dan testosteron undekanoat oral

94 88 Gambar 5.2 Grafik Perbedaan Rerata Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok P1 dengan P2. Keterangan P0 P1 P2 P3 : kelompok kontrol dengan plasebo : kelompok perlakuan dengan L Arginin : kelompok perlakuan dengan testosteron undekanoat oral : kelompok perlakuan dengan L Arginin dan testosteron undekanoat oral

95 89 Gambar 5.3 Grafik Perbedaan Rerata Kadar Nitric Oxide Antar Kelompok P3 dengan P0, P1 dan P2. Keterangan P0 P1 P2 P3 : kelompok kontrol dengan plasebo : kelompok perlakuan dengan L Arginin : kelompok perlakuan dengan testosteron undekanoat oral : kelompok perlakuan dengan L Arginin dan testosteron undekanoat oral BAB VI PEMBAHASAN

96 Subjek Penelitian Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan, berumur 5 6 bulan yang di orchidectomy. Penggunaan tikus jantan sebagai subjek disebabkan karena sifatnya lebih stabil, tidak dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan kehamilan seperti pada tikus betina. Jumlah sampel yang digunakan adalah 28 ekor tikus, yang dibagi menjadi 4 kelompok masing masing berjumlah 7 ekor tikus, satu kelompok sebagai kelompok kontrol yang diberikan plasebo selama 14 hari (P0), satu kelompok sebagai kelompok perlakuan 1 yang diberikan L Arginin selama 14 hari (P1), satu kelompok sebagai kelompok perlakuan 2 yang diberikan testosteron undekanoat oral selama 14 hari (P2) dan kelompok lainnya sebagai kelompok perlakuan 3 yang diberikan L Arginin dan testosteron undekanoat selama 14 hari (P3) Pengaruh Pemberian L Arginin Pada kelompok perlakuan 1 setelah diberikan L Arginin selama 14 hari (P1) menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide sebesar 684,71±79,747 µm. Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberikan plasebo (P0) menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide 417,29±63,823 µm. Analisis komparasi lanjut menggunakan Least Significance Difference (LSD) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0,01), yang artinya pemberian L Arginin meningkatkan kadar Nitric Oxide.

97 70 L Arginin merupakan salah satu substansi yang meregulasi sintesis Nitric Oxide (NO). L Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). NO merupakan molekul pengirim sinyal terhadap setiap jenis sel yang meregulasi jalur metabolisme. NO disintesis oleh NOS yang merubah L Arginin menjadi L Citrulin dan NO (Lewis and Langkamp-Henken, 2000; Wu et al., 2009). Di dalam jaringan, NO dibentuk oleh L Arginin oleh enzim endothelial Nitric Oxide Synthase (enos) dengan kofaktor Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphat Hydrogen (NADPH), oksigen (O2), dan Tetrahydrobiopterin (BH4) menghasilkan L Citrulin serta nitrat dan nitrit sebagai metabolit (Lundberg dan Weitzberg, 2005). Kekurangan L Arginin dalam diet akan menyebabkan gangguan sistesis NO pada mamalia (Lewis dan Langkamp-Henken, 2000; Wu et al., 2009) Pengaruh Pemberian Testosteron Undekanoat Oral Pada kelompok perlakuan 2 setelah diberikan testosteron undekanoat oral selama 14 hari (P2) menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide sebesar 754,54±64,296 µm. Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberikan plasebo (P0) menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide 417,29±63,823 µm. Analisis komparasi lanjut menggunakan Least Significance Difference (LSD) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0,01), yang artinya pemberian testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide. Testosteron merupakan hormon yang bertindak sebagai faktor regulator sistemik dan lokal. Testosteron banyak dikenal sebagai molekul regulator utama

98 70 untuk mempertahankan fungsi testis. Hingga saat ini belum ada referensi yang menunjukkan manfaat pemberian testosterone terhadap kadar NO sistemik. Namun penelitian menunjukkan dengan hasil analisis menggunakan real time PCR dan Western blot bahwa terjadi peningkatan ekspresi inducible Nitric Oxide Synthase (inos) yang diikuti oleh peningkatan sekresi NO dari sel Leydig ex vivo setelah pemberian terus menerus dengan testosteron selama 2 minggu secara in vivo (Silvana et al., 2010). Kelompok fosfodiesterase cgmp spesifik seperti PDE5, PDE6, dan PDE9 meningkat signifikan, sedangkan Protein Kinase G 1 (PKG1) menurun setelah pengobatan testosteron selama dua minggu. Induksi inos dan PDE5 dalam sel Leydig terbukti diblokir dengan pemberian antagonis reseptor androgen. Pada percobaan hipogonadisme hipogonadotropik eksperimental, ekspresi inos berkurang secara signifikan, dan pengobatan dengan testosteron meningkatkan ekspresi inos. Pada pengobatan in vitro, dengan pemberian testosteron menyebabkan peningkatan secara bertahap ekspresi gen inos diikuti oleh peningkatan sekresi NO dan produksi cgmp oleh sel Leydig (Juliet et al., 2004; Silvana et al., 2010) Pengaruh Pemberian L Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral Pada kelompok perlakuan 3 setelah diberikan L Arginin dan testosteron undekanoat oral selama 14 hari (P3) menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide sebesar 1156,95±167,904 µm. Sedangkan pada kelompok kontrol yang diberikan plasebo (P0) menunjukkan rerata kadar Nitric Oxide 417,29±63,823 µm. Analisis komparasi lanjut menggunakan Least Significance Difference (LSD)

99 70 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan (p<0,01), yang artinya pemberian L Arginin dan testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide. Selain itu analisis komparasi lanjut menggunakan Least Significance Difference (LSD) menunjukkan kelompok P3 dibandingkan dengan kelompok yang diberikan L Arginin saja dan testosteron undekanoat oral saja, terdapat perbedaan signifikan (p<0,01). Hal ini menunjukkan pemberian gabungan L Arginin dan testosteron undekanoat oral adalah sangat efektif jika dibandingkan pemberian L Arginin saja dan testosteron undekanoat oral saja. Telah dibuktikan pada kelompok sebelumnya bahwa pemberian L Arginin dan testosteron undekanoat oral dapat meningkatkan kadar Nitric Oxide. Dimana L Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO dan testosteron berperan dalam induksi produksi inos (Lewis dan Langkamp-Henken, 2000; Juliet et al., 2004; Wu et al., 2009; Silvana et al., 2010). Pemberian L Arginin dan testosteron undekanoat oral secara bersamaan dapat meningkatkan kadar Nitric Oxide secara optimum karena kedua senyawa tersebut saling bekerja sama dalam produksi Nitric Oxide. Pemberian L Arginin saja dapat meningkatkan produksi NO namun terbatas pada jumlah tertentu karena keterbatasan inos yang diregulasi oleh testosteron. Begitu pula sebaliknya, pemberian testosteron saja dapat meningkatkan produksi NO namun terbatas pada jumlah tertentu karena keterbatasan prekursor yaitu L Arginin. BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

100 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan hasil sebagai berikut. 1. Pemberian L Arginin meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy. 2. Pemberian testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy. 3. Pemberian gabungan L Arginin dan testosteron undekanoat oral memiliki peningkatan kadar Nitric Oxide yang signifikan dibandingkan kelompok yang diberikan L Arginin saja dan kelompok yang diberikan testosteron undekanoat oral saja (p<0,05). 7.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mengenai pemberian gabungan L Arginin dan testosteron undekanoat oral dapat meningkatkan kadar Nitric Oxide pada manusia sebagai terapi hipogonadism atau penyakit tertentu yang memerlukan orchidectomy.

101 70 DAFTAR PUSTAKA Andreollo, N., Santoso E., Araujo, M., Lopes, L Rat s Age Versus Human s Age: What Is The Relationship?. Arquivos Brasileiros de Cirurgia Digestiva. 25(1): Arver, S., Mueller, E Testosterone Replacement Therapy In Males With Hypogonadism. Value in Health; 15(7): Bebb, R., Morales, A., Manjoo, P Diagnosis and Management Of Testosterone Deficiency Syndrome In Men : Clinical Practice Guideline. Canadian Medical Association Journal; 187(13): Bhasin, S., Spitzer, M., Huang, G., Basaria, S., Travison, T Risk And Benefits Of Testosterone Therapy In Older Men. National Review Endocrinology; 9(7): Braunstein, G.D Testes. In: Gardner, D.G., and Shoback, D., editors. Greenspan s: Basic & Clinical Endocrinology. Edisi 9. McGraw-Hill Brinkman, A Androgen Physiology: Receptor and Metabolic Disorders. Available at: [Acessed 1 November 2010]. Burnett, A Nitric Oxide Regulation of Penile Erection: Biology and Therapeutic Implications. Journal of Andrology. 23: Cerielo, A Possible Role of Oxidative Stressin The Pathogenesis of Hypertension. Diabetes Care. 31(2): Deanfield, J., Halcox, J., Rabelink, T Endothelial Fuction and Dysfunction : Testing and Clinical Relevance. Contemporary Reviews in Cardiovascular Medicine. 115: Dipiro, J., Talbert, R., Yee, G., Matzke, G., Wells, B., Posey, L Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Sixth Edition; , , Djuanda, E Anti Aging : Rahasia Awet Muda. Cetakan ke-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1-8, 15-17, Droge, W Free radicals in the physiological control of cell function. Physiology Review; 82: Endemann, D Endothelial Dysfunction. Journal American Society of Nephrology; 15:

102 70 Federer, W Statistic and Society: Data Collection and Interpretation. Edisi ke-2. New York: Marcel Dekker. Gilbert, S The Developmental Biology, 6th Ed. Sunderland (MA): Sinauer Associates Giton, F Serum Bioavailable Testosteron : Assayed or Calculated?. Clinical Chemistry, 52 (3) : Goldman, R., Klatz, R The New Anti Aging Revolution. Malaysia : Percetakan Sendirian Berhad Goldsmith, T Aging Theories and Their Implication for Medicine. [cited: 2010 Jul 22]. Available from : Guyton, A., Hall, J Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Text Book of Medical Physiology). In : Irawati; Editor. Edisi 9. Jakarta: EGC. Guyton, A., Hall, J Reproductive and Hormonal Functions of The Male. Textbook of Medical Physiology.W.B. Saunders, Philadelphia. Guyton, A., Hall, J Textbook of Medical Physiology. 12th edition. WB Saunders Company Hala, O., Kareem, A., Ingy, M Role of Oxidative Stress, Inflamation and Endothelial Disfunction in the Pathogenesis of Diabetic Retinopathy. The Institute of Integrative Omics and Applied Biotechnology Journal. 2: Heinlen C, Chang C Androgen Receptor (AR) Coregulators. Endocrine Review; 23(2): Hees, R.A. and Carnes, K The Role of Estrogen in Testis and the Male Reproductive Tract: a review and species comparison. Anim. Reprod. Vol: 1.p Isidori, A., Buvat, J., Corona, G., Goldstein, I., Jannini, E., Lenzi, A., Parst, H., Salonia, A., Traish, A., Maggi, M A Critical Analysis of the Role of Testosterone in Erectile Function : From Pathology to Treatment A Systematic Review. European Association of Urology. 65(1): Ilyas, S Efektivitas Kontrasepsi Hormonal Pria Yang Menggunakan Kombinasi Testosteron Undekanoat dan Noretisteron Enantat. Jurnal Biologi Sumatera. 3(1): Jones, T Testosteron Deficiency : An Overview. In Jones,T; Editor. Testosteron Deficiency In Men. 1st edition. United States : Oxford University Press. 1-8.

103 70 Juliet, P., Hayashi, T., Daigo, S., Matsui, H., Miyazaki, A., Fukatsu, A., Funami, J., Iguchi, A., Ignarro, L Combined Effect of Testosterone and Apocynin on Nitric Oxide and Superoxide Production in PMA- Differentiated THP-1 Cells. Biochimica et Biophysica Acta. 1693(3): Kapoor D., Malkin C., Channer K., Jones T Androgens, Insulin Resistance and Vaskular Disease in Men. Available from : URL : Kumar, R Testis. In: Tunru, I.S.A., editor. Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher Kusumawati, D Bersahabat dengan Hewan Coba. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Leung, A., Robson, W Hypospadias. Asian Journal of Andrology; 9: Lewis, B., Langkamp-Henken, B Arginine enhances In vivo immune responses in young, adult and aged mice. Journal of Nutritiology; 130(7): Lundberg, J. O; Weitzberg, E NO Generation From Nitrite and Its Role in Vascular Control. Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology; 25: Maurice, E Modern Nutrition in Health and Disease. Catharine Ross; Editor. Edition 11. Baltimore: Lippincott Williams and Wilkins. McCance, K.L.; Huether, S.E Pathophysiology. The Biologic Basis for Disease in Adults and Children. Edisi 5. Elsevier Moreau, M., Libouban, H., Legrand, E., Basle, M., Audran, M., Chappard, D Lean, Fat and Bone Masses are Influenced by Orchidectomy in the Rat. A Densitometric X-Ray Absorptiometric Study. Journal of Musculoskeletal Neuron Interaction. 1(3): Morgentaler, A Testosterone For Life : Recharge Your Vitality, Sex Drive, Muscle Mass, and Overall Health. Edisi 9. New York : McGraw Hill , 176. Muchtadi, D Gizi Anti Penuaan Dini. Bandung: Penerbit Alfabeta Nenonnen, H Functional characterisation of the CAG polymorphism in the androgen receptor in vitro and in vivo. Faculty of Medicine Doctoral Dissertation. 27:1-112.

104 70 Ngatidjan, Petunjuk Laboratorium, Metode Laboratorium dalam Toksikologi, Universitas Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Pangkahila, W Disfungsi Seksual Pria. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Pangkahila, W Anti Aging Medicine: Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup. Edisi I. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 1-33, 35-60, 86-93, Pangkahila, W Anti Aging Tetap Muda dan Sehat. Jakarta:PT. Kompas Media Nusantara:13:20-21, 33-34, 27-29, 54-55, 77-78, 58, 63-64, Rajender, S., Singh, L., Thangaraj, K Phenotypic Heterogeneity of Mutations in Androgen Receptor Gene. Asian Journal of Andrology; 9(2): Sakka, A., Yassin, A Amelioration of Penile Fibrosis: Myth or Reality. Journal of Andrology; 31: Sherwood, L Fungsi Testosteron. Fisiologi Kedokteran, edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sherwood, L The Reproductive System. Intoduction to Human Physiology. 8thed. Nelson Education, Ltd. Canada Silvana, A., Marija, M., Natasa, J., Tatjana, S Testosterone Induced Modulation of Nitric Oxide-cGMP Signaling Pathway and Androgenesis in the Rat Leydig Cells. Biology of Reproduction Journal. 83(3): Solfikitis, N Hormonal Regulation of Spermatogenesis and Spermiogenesis. Journal Steroid Biochemical and Molecular Biology. 109(3-5): Srivastava, S., Desai, P., Coutinno, E., Govil, G Mechanism of Action of L Arginine on The Vitality of Spermatozoa is Primarily Through Increase Biosynthesis of Nitric Oxide. Biology of Reproduction Journal. 74(5): Susanto, L Sildenafil Dalam Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Jakarta Sutadarma Pengaruh Jus Bayam Terhadap Kadar NO Serum dan Tekanan Darah pada Laki-laki Muda Dewasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Program Pascasarjana Studi Ilmu Gizi

105 70 Tarpey, M., Fridovich, I Method of Detection of Vascular Reactive Species : Nitric Oxide, Superoxide, Hydrogen Peroxide an Peroxynitrite. Circulation Research American Heart Association Journal. 89: Tjay, T., Rahardja, K Obat obat Penting : Khasiat, Penggunaan dan Efek Samping. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo Tong, S., Ng, C., Lee, B., Khoo, F., Tan, Hui, M Effect of Long Acting Testosterone Undecanoate Treatment on Quality of Life in Men with Testosterone Deficiency Syndrome : A Double Blind Randomized Controlled Trial. Asian Journal of Andrology. 14: Wu, G., Bazer, F., Davis, T Arginine Metabolism and Nutrition in Growth, Health and Disease. Amino Acids. 37(1): Zhang, Y., Janssens, S. P., Wingler, K., Schmidt, H., Moems, A Modulating Endothelial Nitric Oxide Synthase : A New Cardiovascular Therapeutic Strategy. American Journal of Physiology Heart and Circulatory Physiology. 301:

106 70

107 70 Lampiran 2. Surat Keterangan Fakultas Kedokteran Hewan Udayana

108 70 Lampiran 3. Tabel Nilai Konversi Usia Tikus Terhadap Manusia (Andreollo et al., 2012) Lampiran 4. Tabel Nilai Konversi Dosis untuk Beberapa Jenis Hewan dan Manusia (Kusumawati, 2004) Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,2 kg Kucing 2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kucing 2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 5,2 10,2 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,2 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1 0,08 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

109 70 Lampiran 5. Hasil Laboratorium Analisis L Arginin Kapsul Merk GNC

110 70 Lampiran 6. Sediaan L Arginin. Merk L Arginine 500. Produksi GNC. Lampiran 7. Sediaan Testosteron Undekanoat Oral. Merk Andriol Testocaps. Produksi Schering Plough.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh

Lebih terperinci

PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY

PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY TESIS PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY IVONNE KURNIAWAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem

BAB I PENDAHULUAN. kadar hormon seseorang. Aging proses pada pria disebabkan oleh menurunnya sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus kehidupan khususnya manusia pasti akan mengalami penuaan baik pada wanita maupun pria. Semakin bertambahnya usia, berbanding terbalik dengan kadar hormon seseorang.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perkembangan ilmu kedokteran, dalam hal ini Anti Aging Medicine (AAM)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Perkembangan ilmu kedokteran, dalam hal ini Anti Aging Medicine (AAM) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penuaan (Aging) 2.1.1 Definisi Penuaan Perkembangan ilmu kedokteran, dalam hal ini Anti Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Penuaan diperlakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan

BAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan seksual yang harmonis adalah dambaan bagi setiap pasangan, namun demikian ternyata tidak semua pasangan dapat mengalami. Hubungan seksual yang harmonis dapat

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL... AGUSTUS 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK, M.Kes. Mengetahui, Ketua Program Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami

BAB I PENDAHULUAN. Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penuaan merupakan rangkaian proses yang terjadi secara alami setelah manusia mencapai usia dewasa di mana seluruh komponen tubuh berhenti berkembang dan mulai

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017

Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 23 JANUARI 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.dr Wimpie I. Pangkahila, SpAnd, FAACS NIP.194612131971071001 Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.

Lebih terperinci

Lembar Pengesahan. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016

Lembar Pengesahan. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 22 Desember 2016 Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. dr. J Alex Pangkahila, MSc. SpAnd NIP. 194402011964091001 Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN Steffanny H H Katuuk, 1310114, Pembimbing I : Lusiana Darsono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV, yang disebut Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD) adalah (1) Berkurangnya fantasi seksual atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini para dokter yang berada di bidang Anti Aging telah mampu menghambat penuaan

BAB I PENDAHULUAN. ini para dokter yang berada di bidang Anti Aging telah mampu menghambat penuaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses alami yang terjadi pada semua mahluk hidup dan dimulai dari semenjak lahir di dunia ini. Seringkali proses penuaan ini dihubungkan dengan menurunnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Proses Penuaan Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. Tesis Ini Telah Disetujui. Pada Tanggal 27 Desember 2016

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING. Tesis Ini Telah Disetujui. Pada Tanggal 27 Desember 2016 LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING Tesis Ini Telah Disetujui Pada Tanggal 27 Desember 2016 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP. 194612131971071001 Dr. dr. A.A.G.P.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Secara alamiah, proses penuaan merupakan sesuatu yang pasti terjadi pada setiap makhluk hidup. Manusia menganggap bahwa menjadi tua merupakan hal yang harus terjadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi dikenal luas sebagai penyakit kardiovaskular, merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan di masyarakat modern

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Pembimbing. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 April 2017

Lembar Persetujuan Pembimbing. TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 April 2017 Lembar Persetujuan Pembimbing TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 26 April 2017 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And NIP. 194402011964091001 Prof. Dr. dr. Wimpie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab penuaan dini adalah merokok. Dimana asap rokok mengandung komponen yang menyebabkan radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah banyak akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam.

Lebih terperinci

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA

Dr. HAKIMI, SpAK. Dr. MELDA DELIANA, SpAK. Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA Dr. HAKIMI, SpAK Dr. MELDA DELIANA, SpAK Dr. SISKA MAYASARI LUBIS, SpA 1 Dilepas ke sirkulasi seluruh tubuh Mengatur fungsi jaringan tertentu Menjaga homeostasis Berada dalam plasma, jaringan interstitial

Lebih terperinci

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya MAPPING CONCEPT PENGATURAN SIRKULASI Salah satu prinsip paling mendasar dari sirkulasi adalah kemampuan setiap jaringan untuk mengatur alirannya sesuai dengan kebutuhan metaboliknya. Terbagi ke dalam pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan rumah tangga, hubungan seksual merupakan unsur penting yang dapat meningkatkan hubungan dan kualitas hidup. Pada laki-laki, fungsi seksual normal terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada pria dan 21,6% pada wanita (Zhu et al., 2011). Data tahun 2012 pada populasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi hiperurisemia pada populasi manusia cukup tinggi. Studi di Amerika tahun 2011 menunjukkan bahwa prevalensi hiperurisemia sebesar 21,2% pada pria dan 21,6%

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN Richard Ezra Putra, 2010. Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II: Fen Tih,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit degeneratif yang merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. DM merupakan penyakit kelainan sistem endokrin utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis manusia untuk mendapatkan keturunan. Seseorang memilih suatu gaya hidup umumnya dengan harapan ingin meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tekanan darah secara umum dapat diartikan sebagai gaya dorong darah terhadap dinding pembuluh darah arteri. Tekanan darah dicatat dengan dua angka yaitu angka tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nitric oxide (NO) adalah molekul radikal yang sangat reaktif, memainkan peranan penting dalam beberapa sistem biologis manusia. Diketahui bahwa endothelium-derived

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK

ABSTRAK. PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK ABSTRAK PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK Nathania Gracia H., 2016, Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Hendra Subroto, dr., SpPK.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan dihentikan sama sekali dengan upaya-upaya mencegah faktor penyebab

BAB I PENDAHULUAN. bahkan dihentikan sama sekali dengan upaya-upaya mencegah faktor penyebab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu Anti-Aging Medicine telah membawa harapan baru untuk memperpanjang umur manusia dengan memperlambat proses penuaan dan menjaga fungsi tubuh tetap

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT NAMA : dr. Nani Widjaja NIM : 1490751072 PROGRAM STUDI : ILMU BIOMEDIK JUDUL TESIS :PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENINGKATKAN NEOVASKULARISASI, JUMLAH SEL FIBROBLAS DAN EPITELISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu kedokteran anti penuaan (KAP) atau Anti-Aging

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu kedokteran anti penuaan (KAP) atau Anti-Aging 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan proses alamiah yang dilalui oleh setiap mahluk hidup bila mempunyai umur panjang, sekaligus sebagai proses yang sangat ditakuti oleh kebanyakan

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK Andry Setiawan Lim, 2012, Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes. Pembimbing II: Sijani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan seksual sangat memengaruhi kualitas hidup seseorang dalam kaitannya untuk memperoleh keturunan. Bila kehidupan seksual terganggu, kualitas hidup juga terganggu,

Lebih terperinci

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM:

ANAK AGUNG GEDE ANOM NIM: TESIS PELATIHAN BERJALAN DENGAN TANGAN JARAK 5 METER 5 REPETISI 4 SET LEBIH MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LENGAN DARI PADA 4 REPETISI 5 SET PADA SISWA PUTRA KELAS VII SMP NEGERI 9 DENPASAR ANAK AGUNG GEDE

Lebih terperinci

ABSTRAK. Maria Vita Widiyaningsih (2017): Pembimbing I : Lisawati Sadeli,dr.,M.Kes. Pembimbing II : Sijani Prahastuti,dr. M.Kes

ABSTRAK. Maria Vita Widiyaningsih (2017): Pembimbing I : Lisawati Sadeli,dr.,M.Kes. Pembimbing II : Sijani Prahastuti,dr. M.Kes ABSTRAK PENGARUH BUBUR KACANG HIJAU (Phaseolus radiatus L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA TIKUS WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK Maria Vita Widiyaningsih (2017):

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR ABSTRAK EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR Theresia Vania S S, 2015, Pembimbing I : Lusiana Darsono, dr.,

Lebih terperinci

PEMBERIAN L-ARGININE ORAL MENCEGAH PENURUNAN NITRIC OXIDE (NO) DAN JUMLAH ENDOTEL AORTA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIPAPAR ASAP ROKOK

PEMBERIAN L-ARGININE ORAL MENCEGAH PENURUNAN NITRIC OXIDE (NO) DAN JUMLAH ENDOTEL AORTA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIPAPAR ASAP ROKOK TESIS PEMBERIAN L-ARGININE ORAL MENCEGAH PENURUNAN NITRIC OXIDE (NO) DAN JUMLAH ENDOTEL AORTA PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN YANG DIPAPAR ASAP ROKOK JURIAH PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL

GASTROPATI HIPERTENSI PORTAL BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka konseptual VIRUS SEL KUFFER SIMVASTATIN NFkβ IL 6 TNF α IL 1β TGF β1 HEPATOSIT CRP FIBROSIS ECM D I S F U N G S I E N D O T E L KOLAGEN E SELEKTIN inos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH AIR SEDUHAN BEKATUL TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

ABSTRAK PENGARUH AIR SEDUHAN BEKATUL TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK ABSTRAK PENGARUH AIR SEDUHAN BEKATUL TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK Ivanna Valentina, 2012; Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M. Kes. Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar telah memasuki arus modernisasi. Hal ini menyebabkan pergeseran ataupun perubahan, terutama dalam gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol

Lebih terperinci

ASTRID KARINA DANUMIHARDJO

ASTRID KARINA DANUMIHARDJO TESIS PEMBERIAN INJEKSI TESTOSTERON MENGHAMBAT KERUSAKAN SEL BETA PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GULA DARAH TIKUS WISTAR JANTAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELITUS ASTRID KARINA DANUMIHARDJO PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan semakin mengalami kemajuan, termasuk di bidang kedokteran, salah satunya adalah ilmu Anti Aging Medicine (AAM) atau disebut

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Hasil Penelitian Pelaksanaan penelitian tentang hubungan antara kadar asam urat serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Ronauly V. N, 2011, Pembimbing 1: dr. Sijani Prahastuti, M.Kes Pembimbing 2 : Prof. DR. Susy Tjahjani, dr., M.Kes

ABSTRAK. Ronauly V. N, 2011, Pembimbing 1: dr. Sijani Prahastuti, M.Kes Pembimbing 2 : Prof. DR. Susy Tjahjani, dr., M.Kes ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL DAN PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL DARAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL DISLIPIDEMIA Ronauly V. N, 2011,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau tumor prostat jinak, menjadi masalah bagi kebanyakan kaum pria yang berusia di atas 50 tahun. BPH pada pria muncul tanpa ada

Lebih terperinci

ABSTRACT THE EFFECT OF OLIVE OIL ADDITION INTO OATMEAL IN LOWERING BLOOD TOTAL CHOLESTEROL AND LDL (LOW DENSITY LIPOPROTEIN) IN WISTAR STRAIN RAT

ABSTRACT THE EFFECT OF OLIVE OIL ADDITION INTO OATMEAL IN LOWERING BLOOD TOTAL CHOLESTEROL AND LDL (LOW DENSITY LIPOPROTEIN) IN WISTAR STRAIN RAT ABSTRACT THE EFFECT OF OLIVE OIL ADDITION INTO OATMEAL IN LOWERING BLOOD TOTAL CHOLESTEROL AND LDL (LOW DENSITY LIPOPROTEIN) IN WISTAR STRAIN RAT Sebastian Hadinata, 2014, 1 st Tutor : Heddy Herdiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penuaan pada manusia berkaitan dengan proses multi dimensional fisik,

BAB I PENDAHULUAN. Penuaan pada manusia berkaitan dengan proses multi dimensional fisik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelahiran, kehidupan, mendapat penyakit, menjadi tua, dan kematian merupakan rantai perjalanan dinamika alam yang dialami oleh semua organisme. Penuaan pada manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON)

PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) Bio Psikologi Modul ke: PERISTIWA KIMIAWI (SISTEM HORMON) 1. Penemuan Transmisi Kimiawi pada Sinapsis 2. Urutan Peristiwa Kimiawi pada Sinaps 3. Hormon Fakultas Psikologi Firman Alamsyah, MA Program Studi

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN Dyota Sulia Mutiari, 2014 Pembimbing I : Dr. Sugiarto Puradisastra dr., M. Kes.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer, karena termasuk penyakit yang mematikan tersering tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan

Lebih terperinci

Kata kunci: Kolesterol LDL, kolesterol HDL, daun jambu biji (Psidium guajava Linn.), tikus wistar

Kata kunci: Kolesterol LDL, kolesterol HDL, daun jambu biji (Psidium guajava Linn.), tikus wistar ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL LDL DAN HDL TIKUS WISTAR JANTAN Ester Farida Manalu, 2014: Pembimbing I : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah kondisi berlebihnya berat badan akibat banyaknya lemak pada tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), di sekitar organ tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

BAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO ) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Angka kematian ibu ( AKI ) merupakan salah satu indikator yang menggambarkan indeks pembangunan manusia suatu Negara. World Health Organization ( WHO )

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi menurut kriteria JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and treatment of High Blood Pressure), 2003, didefinisikan

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS JANTAN WISTAR

ABSTRAK. EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS JANTAN WISTAR ABSTRAK EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS JANTAN WISTAR Jane Haryanto, 2012 ; Pembimbing I : Rosnaeni, Dra., Apt. Pembimbing II : Penny Setyawati M.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan satu atau lebih fraksi lipid dalam darah. Beberapa kelainan fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process adalah suatu proses bertambah tua atau adanya tanda-tanda penuaan setelah mencapai usia dewasa. Secara alamiah seluruh komponen tubuh pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang akan terjadi pada

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS

ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL SERUM TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK DIBANDINGKAN SIMVASTATIN Jessica Angela Haryanto,

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

PEMBERIAN MELATONIN MENGHAMBAT PENURUNAN GLUTATION PEROKSIDASE (GPx) PADA TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus) DENGAN PELATIHAN FISIK BERLEBIH

PEMBERIAN MELATONIN MENGHAMBAT PENURUNAN GLUTATION PEROKSIDASE (GPx) PADA TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus) DENGAN PELATIHAN FISIK BERLEBIH TESIS PEMBERIAN MELATONIN MENGHAMBAT PENURUNAN GLUTATION PEROKSIDASE (GPx) PADA TIKUS JANTAN (Rattus norvegicus) DENGAN PELATIHAN FISIK BERLEBIH LIS NUR ZARIAH NIM 1390761031 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Modul ke: Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon) Fakultas PSIKOLOGI Ellen Prima, S.Psi., M.A. Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Pengertian Hormon Hormon berasal dari kata hormaein yang berarti

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia) TERHADAP AKTIVASI Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1) PADA AORTA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET ATEROGENIK SKRIPSI Oleh Lilis Rahmawati

Lebih terperinci

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR UREA SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK SKRIPSI Oleh Mochamad Bagus R. NIM 102010101090 FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes.

ABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes. ABSTRAK EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) DAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) TIKUS JANTAN GALUR Wistar F. Inez Felia Yusuf, 2012. Pembimbing

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam.) TERHADAP KADAR BILIRUBIN TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG DIINDUKSI CCL 4 Andre Setiawan Iwan, 2009. Pembimbing I : Hana

Lebih terperinci

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf

Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf H O R M O N Fungsi tubuh diatur oleh dua sistem pengatur utama: Sistem hormonal/sistem endokrin Sistem saraf Pada umumnya, sistem hormonal terutama berhubungan dengan pengaturan berbagai fungsi metabolisme

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Makanan Pengganti Cair, Estrogen, Progesteron, Tikus Betina. viii

Kata Kunci : Makanan Pengganti Cair, Estrogen, Progesteron, Tikus Betina. viii ABSTRAK PEMBERIAN MAKANAN PENGGANTI CAIR (NUTRISURE GOLD ) TIDAK MENINGKATKAN KADAR HORMON ESTROGEN TETAPI MENINGKATKAN KADAR HORMON PROGESTERON PADA ANAK TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) GALUR WISTAR BETINA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian (Stirban et al., 2012). Merokok telah menjadi gaya hidup tidak sehat hampir di seluruh

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN

FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN FISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN STRUKTUR KELENJAR ENDOKRIN Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar Endokrin Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan mikroskopis sangat

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

PENGARUH INJEKSI LEPTIN JANGKA PENDEK TERHADAP KADAR ADIPONEKTIN DALAM SERUM Rattus norvegicus STRAIN WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

PENGARUH INJEKSI LEPTIN JANGKA PENDEK TERHADAP KADAR ADIPONEKTIN DALAM SERUM Rattus norvegicus STRAIN WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK PENGARUH INJEKSI LEPTIN JANGKA PENDEK TERHADAP KADAR ADIPONEKTIN DALAM SERUM Rattus norvegicus STRAIN WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK Dian Prawibawa 1, M Rasjad indra 2, Bambang Prijadi 3 1 2 3 Mahasiswa

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH DEKOK BIJI DAUN SENDOK (Plantaginis semen) TERHADAP AKTIVITAS SEKSUAL MENCIT JANTAN GALUR Swiss-Webster

ABSTRAK. PENGARUH DEKOK BIJI DAUN SENDOK (Plantaginis semen) TERHADAP AKTIVITAS SEKSUAL MENCIT JANTAN GALUR Swiss-Webster ABSTRAK PENGARUH DEKOK BIJI DAUN SENDOK (Plantaginis semen) TERHADAP AKTIVITAS SEKSUAL MENCIT JANTAN GALUR Swiss-Webster Merry Christine S., 2008, Pembimbing I Pembimbing II : Sugiarto Puradisastra, dr.,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN SUSU KEDELAI (Glycine max (L) MERR) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

ABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN SUSU KEDELAI (Glycine max (L) MERR) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN SUSU KEDELAI (Glycine max (L) MERR) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR Satria Prihandini, 2006, Pembimbing I: Endang Evacuasiany. Dra., MS.,Apt., AFK;

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANTARA DIABETES MELITUS DENGAN ANDROPAUSE SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran LODEWYX BOBBY NINDRA NUGRAHA G0007203 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP PENGHAMBATAN KENAIKAN BERAT BADAN TIKUS GALUR WISTAR JANTAN YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK

ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP PENGHAMBATAN KENAIKAN BERAT BADAN TIKUS GALUR WISTAR JANTAN YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP PENGHAMBATAN KENAIKAN BERAT BADAN TIKUS GALUR WISTAR JANTAN YANG DIBERI PAKAN TINGGI LEMAK Dina Asri Dianawati, 2012, Pembimbing I : Dr.Meilinah Hidayat, dr.,m.kes. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23

OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 OBAT YANG MEMPENGARUHI REPRODUKSI PRIA KELOMPOK 23 Etiologi Sebagian besar kelainan reproduksi pria adalah oligospermia yaitu jumlah spermatozoa kurang dari 20 juta per mililiter semen dalam satu kali

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN Linda Lingas, 2016 ; Pembimbing I : Lusiana Darsono, dr., M.Kes Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah yang sering dijumpai baik pada negara maju maupun negara berkembang dan menjadi salah satu penyebab kematian paling sering di dunia. Hipertensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa

BAB I PENDAHULUAN. oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki fase kehidupan sejak lahir di dunia yang akan dilalui oleh seluruh umat manusia, meliputi lahir, masa kanak-kanak, remaja, dewasa hingga sebelum kematiannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Efek ergogenik dalam penggunaan obat lazim disebut doping sering dikonsumsi di bidang olahraga antara lain atlet binaragawan menggunakan dosis tinggi untuk

Lebih terperinci