BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asam fenofibrat merupakan metabolit aktif fenofibrat yang praktis tidak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asam fenofibrat merupakan metabolit aktif fenofibrat yang praktis tidak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam fenofibrat merupakan metabolit aktif fenofibrat yang praktis tidak larut dalam air. Fenofibrate merupakan derivat asam fibrat generasi ketiga yang termasuk dalam BCS (Biopharmaceutical Classification System) kelas II (Zhu dkk, 2010). Fenofibrate merupakan antihiperlipidemia yang digunakan sebagai monoterapi dalam menurunkan Low Density Lipoprotein, kolesterol, trigliserida dan apolipoprotein B serta meningkatkan High Density Lipoprotein. Fenofibrate adalah prodrug yang diabsorbsi melalui saluran gastrointestinal dan dihidrolisis oleh enzim CYP3A4 menjadi asam fenofibrat (Jacobson, 2009). Obat obat BCS kelas II termasuk kelompok obat yang memiliki bioavailabilitas rendah. Teknik yang digunakan dalam meningkatkan bioavailabilitas obat antara lain adalah memperkecil ukuran partikel, pembentukan polimorfisme dan pseudopolimorfisme, kompleksasi, penggunaan surfaktan dan penggunaan prodrug (Khatry dkk., 2013). Dispersi padat permukaan adalah salah satu teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan bioavailabilitas obat BCS kelas II. Dispersi padat permukaan mampu meningkatkan kelarutan, disolusi dan bioavailabilitas obat-obat yang sangat sukar larut atau praktis tidak larut dalam air (Khatry,2013). Bahan-bahan seperti polimer yang biasa digunakan dalam formulasi tablet dapat digunakan sebagai bahan pembawa dalam dispersi padat 1

2 2 permukaan, salah satunya adalah sodium starch glycolate yang termasuk superdisintegran (Cassidy, 2000) Penelitian Bishe (2011) menyatakan dispersi padat fenofibrat menggunakan bahan pembawa poloxamer 188 dengan metode penguapan pelarut dapat meningkatkan laju disolusi obat dalam medium HCl 0,1N dan SLS 0,1M. Penelitian Chowdary dan Rao (2000) menunjukkan bahwa pembentukan dispersi padat permukaan Itrakonazol dengan bahan pembawa sodium starch glycolate dapat meningkatkan laju disolusi Itrakonazol. Penelitian Meka dkk (2012) menunjukkan bahwa dispersi padat permukaan Irbesartan dengan sodium starch glycolate pada seluruh perbandingan mampu meningkatkan laju disolusi Irbesartan dalam medium HCl 0,1N. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui disolusi asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana DE 60 asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate dibandingkan asam fenofibrat murni dan asam fenofibrat hasil rekristalisasi? 2. Bagaimana karakter kristal asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate?

3 3 C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalalah 1. Mengetahui DE 60 asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate dibandingkan asam fenofibrat murni dan asam fenofibrat hasil rekristalisasi 2. Mengetahui karakteristik kristal asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti ilmiah peningkatan disolusi asam fenofibrat dan karakterisasi kristal asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate untuk mendapatkan sediaan dengan disolusi yang lebih baik. E. Tinjauan Pustaka 1. Fenofibrat dan Asam Fenofibrat Fenofibrat adalah suatu bentuk prodrug yang digunakan untuk monoterapi penyakit hiperlipidemia dengan nama kimia Isopropyl 2-[4[(4-chlorobenzoyl) phenoxy]-2-methylpropanoate (Gambar 1). Fenofibrate adalah generasi ketiga asam fibrat yang termasuk dalam BCS kelas II karena memiliki kelarutan rendah sedangkan permeabilitasnya tinggi. Fenofibrat memiliki bobot molekul 360,83 dan Log P 5,24 (USP, 2007) dan titik lebur o C (Sweetman, 2009). Mekanisme dari fenofibrate yaitu hasil hidrolisisnya berupa asam fenofibrate

4 4 dapat meningkatkan sintesis lipoprotein lipase, penurunan kadar VLDL, kolesterol, jumlah trigliserid dan apolipoprotein B berkurang sehingga terjadi peningkatan HDL (Lacy dkk., 2008). Fenofibrat dan asam fenofibrat merupakan ligan dari reseptor PPAR α (peroxisome proliferator activated receptor α) yang dapat digunakan untuk penyakit kardiovaskuler dan komplikasi diabetes (Ling dkk., 2013). Fenofibrate diberikan secara oral dan absorbsinya dapat meningkat jika diberikan bersamaan dengan makanan. Asam fenofibrat praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform dan metanol p.a. Asam fenofibrat merupakan hasil metabolisme fenofibrat dengan nama kimia 2-[4-4-chorobenzoyl) phenoxy]-2-methylpropanoic acid (Gambar 1) dengan bobot molekul 318,75, log P 3,9 dan titik lebur o C. Asam fenofibrat terkonjugasi dengan asam glukoronat dan diekskresikan melalui urine. Asam fenofibrat 99% terikat albumin dan konsentrasi plasma dicapai 4 5 jam dengan waktu paruh di plasma 20 jam (Sweetman,2009). Gambar 1. Struktur kimia Fenofibrat dan Asam Fenofibrat (USP,2007) Formulasi kapsul micronized fenofibrat tersedia dalam dosis 67 mg, 200 mg atau 267 mg untuk satu kali pemberian dalam sehari. Formulasi kapsul nonmicronised tersedia dalam dosis 200 hingga 300 mg yang terbagi menjadi 2 dosis dalam sehari. Dosis 100 mg fenofibrat non-micronised ekivalen dengan 67 mg

5 5 fenofibrat micronised (Sweetman, 2009). Penelitian uji klinik Godfrey dkk (2011) menyatakan bahwa 145 mg fenofibrat bioekivalen dengan 105 mg asam fenofibrat. Gambar 2. Perbedaan formulasi nonmicronized, micronized dan partikel nano fenofibrat (Ling dkk., 2013) 2. Dispersi Padat Permukaan Dispersi padat permukaan adalah suatu teknik baru dari dispersi padat dengan cara mendispersi satu atau lebih zat aktif yang sukar larut atau praktis tidak larut dalam air ke dalam bahan pembawa yang tidak larut air untuk meningkatkan bioavailabilitas dan laju disolusi obat (Khatry dkk., 2013). Dispersi padat permukaan menggunakan tehnik deposisi solven untuk meningkatkan kelarutan, laju disolusi dan bioavailabilitas obat-obat yang tidak larut dalam air. Partikel zat aktif yang terdispersi ke dalam pelarut menjadi molekul yang lebih kecil sehingga menambah luas permukaan partikel dan meningkatkan kelarutan obat (Serajuddin, 1999). Tehnik deposisi solven melibatkan deposisi zat aktif pada permukan pembawa menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap (Chowdary dan Srinivasa, 200). Metode pembentukan sistem dispersi padat permukaan dibedakan menjadi dua yaitu metode pelelehan dan metode penguapan pelarut. Metode pelelehan

6 6 dibuat dengan cara memanaskan bahan pembawa pada suhu di atas titik leburnya lalu diinkorporasikan dengan zat aktif, lalu campuran didinginkan pada suhu ruangan dengan pengadukan secara kontinu untuk mendapatkan dispersi yang homogen. Metode penguapan pelarut dibuat dengan cara melarutkan zat aktif dan bahanj pembawa ke dalam pelarut organik secara bersamaan, pelarut organik kemudian diuapkan hingga dihasilkan serbuk dispersi yang kering. Tehnik lain yang digunakan dalam pembentukan dispersi padat permukaan adalah lyofilisasi, pelelehan aglomerasi, spray drying technology, extruding methode, electro static spinning methode dan super critical fluid technology (Khatry, 2013). Metode Pembentukan Dispersi Padat Permukaan Metode Pelelehan Metode Penguapan Pelarut Metode Tradisional Metode Optimisasi Coprecipitatio n Nitrogen Steam larutan Hot stage extrusion Freeze drying Supercritical Fluid suspensi Metrex Melt agglomeration Spray drying Gambar 3. Metode pembentukan dispersi padat permukaan (Khatry, 2013) Pembawa yang digunakan dalam dispersi padat permukaan adalah bahan yang sifatnya tidak larut air yaitu polimer seperti povidon (PVP), hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), mikrokristalin selulosa (Avicel), silika

7 7 (Aerosil) dan derivat pati (Charumanee dkk., 2004). Pelepasan obat dari bahan pembawa bergantung pada ukuran partikel, porositas, luas permukaan dan hidrofilisitas bahan pembawa (Khatry, 2013). Pemilihan bahan pembawa dan metode pembuatan merupakan faktor penting dalam pembentukan sistem dispersi padat permukaan. Dispersi padat permukaan mendukung adanya deposisi zat aktif pada permukaan bahan pembawa saat pelarut volatile diuapkan sehingga dapat mempengaruhi laju disolusi zat aktif (Meka dkk., 2012). Adanya deposisi zat aktif pada permukaan bahan pembawa menyebabkan rendahnya ikatan antara partikel zat aktif akibat adanya bahan pembawa sehingga dapat mempercepat laju disolusi (Mahalakshmi dkk., 2009) Teknik dispersi padat permukaan telah digunakan untuk meningkatkan disolusi pada piroxicam (Serajuddin, 1999), meloxicam, glimepiride (Kiran dkk., 2009),ibuprofen (Corrigan dkk., 1985), itrakonazol (Chowdary dan Rao, 2014), irbesartan (Meka dkk., 2012) dan simvastatin (Rao dkk., 2010). dispersi padat disintegrasi cangkang kapsul padatan terlarut padatan terlarut dalam lapisan obat dengan carrier aktif mempercepat disolusi obat tanpa carrier aktif menghambat disolusi Gambar 4. Perbandingan disolusi obat berupa padatan dengan pembawa aktif dan tanpa pembawa aktif (Khatry, 2013)

8 8 3. Disolusi Disolusi adalah suatu proses yang menghasilkan larutan yang berasal dari zat solid. Disolusi memiliki tiga kategori yaitu teori film, teori pembaruan permukaan dan teori kecepatan solvasi terbatas (Siregar, 2010). Sediaaan tablet yang tidak dilapisi polimer akan berubah menjadi granul dan pecah menjadi partikel yang lebih halus dan terdisolusi ke dalam larutan (Marin dkk., 1993). Gambar 5. Tahap tahap disintegrasi, deagregasi dan disolusi obat (Martin dkk.,1993) Sediaan tablet yang tidak dilapisi oleh suatu polimer akan berubah menjadi granul dan pecah menjadi partikel yang lebih halus dan terdisolusi kedalam larutan (Sinko, 2011). Macam macam metode disolusi menurut Shargel dan Yu (2005):

9 9 a. Metode Basket Metode basket terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu konstan 37 o C. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar kalibrasi pelarut untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat operasi telah dipenuhi. b. Metode Dayung Metode dayung digunakan untuk sediaan tablet, kapsul, granul dan sediaan enterik. Dasar metode ini adalah perputaran batang dan daun pengaduk yaitu dayung pada kecepatan dan jarak tertentu dari dasar tabung. Metode ini memungkinkan terjadinya perubahan ph dan dapat digunakan untuk percobaan yang lama. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode basket dipertahankan pada suhu 37ᵒC. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. c. Metode Disintegrasi yang dimodifikasi Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP basket dan rack dan tidak terdapat cakram jika untuk uji pelarutan. Saringan keranjang diubah sehingga saat pelarutan partikel tidak jatuh melalui saringan.

10 10 d. Metode Rotating Bottle Uji disolusi dengan metode ini digunakan untuk mengendalikan pelepasan butiran-butiran, dengan merubah media pelarutan yang digunakan seperti cairan lambung buatan atau cairan usus buatan. e. Metode Pelarutan dengan Aliran Media pelarutan dalam metode ini dapat diperbaharui serta volume yang besar dapat digunakan dengan menyesuaikan peralatan untuk kerjanya. Kondisi sink dalam metode ini dapat dipertahankan. f. Metode Pelarutan Intrinsik Metode ini yaitu melarutkan serbuk obat dengan mempertahankan luas permukaan, dinyatakan dalam mg/cm 2 menit. Pelarutan intrinsik berhubungan dengan produk obat ataupun bahan obat yang diuji pelarutannya tanpa bahan tambahan yang dapat mempengaruhi hasil. g. Metode Peristaltik Metode ini dibuat seperti kondisi hidrodinamik pada saluran cerna dalam alat pelarutan in vitro, bekerja dengan aksi peristaltik yaitu media dipompa dan melewati suatu sediaan obat. Hasil disolusi dapat dinyatakan dalam persen terlarut obat. Persen terlarut obat untuk sediaan tablet lepas cepat adalah zat aktif harus terdisolusi sebanyak 70% dalam waktu 40 menit. Hasil uji disolusi juga dapat dinyatakan dengan dissolution fficiency (DE). Metode DE adalah perbandingan luas daerah di bawah kurva disolusi pada menit t dengan luas empat persegi panjang yang munjukkan

11 11 100% zat aktif terlarut pd saat t (Khan, 1975). Disolusi sediaan kapsul memiliki lag time selama 5 menit. Berikut adalah rumus perhitungan DE dimana y adalah persen obat terlarut pada menit t. Gambar 6. Rumus perhitungan dissolution efficiency (Khan, 1975) 4. Spektrofotometri UV Spektrofotometri adalah metode pengukuran suatu zat berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Spektrofotometri terbagi menjadi serapan ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Panjang gelombang merupakan jarak linear dari suatu titik ke titik yang bersebelahan pada satu gelombang pada panjang gelombang yang berdekatan. Dimensi panjang gelombang adalah panjang (L) yang dinyatakan dalam satuan nanometer (nm) dan ditulis dengan simbol huruf latin yaitu lambda (λ) (Gandjar dan Rohman, 2011). Daerah spektrum terdiri dari ultraviolet (190 nm 380 nm), daerah cahaya tampak (380 nm 780 nm), daerah infra merah dekat (780 nm 3000 nm), dan daerah infra merah (2,5 µm 40 µm atau 4000/cm 250/cm) (Depkes RI.,1995). Molekul bergerak menuju tingkat energi yang lebih rendah maka energi akan dilepaskan, ketika energi terpapar radiasi elektromagnetik pada frekuensi tertentu

12 12 sehingga energi molekul akan ditingkatkan ke level yang lebih tinggi sehingga terjadi peristiwa absorbsi energi molekul. Hubungan antara molekul pengabsorpsi dan tingkat absorpsi dirumuskan dengan hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Hukum Lambert-Beer memiliki batasan yaitu sinar yang digunakan dianggap monokromatis, penyerapan terjadi pada suatu volume yang mempunyai penampang luas yang sama, senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut dan tidak terjadi peristiwa fluorosensi atau fosforisensi serta indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (R.A Day,Jr dan A.L Underwood,2002). Spektrofotometri UV digunakan untuk analisis kuantitatif suatu sampel dengan komponen tunggal, jika absorbansi seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama kemudian absorbansi masing masing larutan diplotkan terhadap konsentrasi akan membentuk garis lurus dan sesuai dengan persamaan A= abc. Variabel yang mempengaruhi hasil absorbansi adalah jenis pelarut, ph, larutan, suhu, konsentrasi tinggi dan zat zat pengganggu. Spektrofotometri UV membaca absorban antara 0,2 sampai 0,8, jika dibaca sebagai transmitans antara 15% sampai 70% (Gandjar dan Rohman, 2011). 5. X-ray Diffraction (XRD) X-ray diffraction (XRD) adalah suatu teknik yang digunakan untuk menganalisis suatu senyawa kristalin. Sinar X merupakan radiasi gelombang

13 13 elektromagnetik dengan panjang gelombang Å yang berada pada daerah gelombang sinar ultraviolet atau sinar gama. XRD digunakan untuk menganalisa padatan kristal beradasarkan hukum Bragg yang menyatakan suatu kristal memiliki susunan atom yang teratur dan berulang sehingga jika sinar x ditembakkan pada suatu kristal maka akan dipantulkan dengan sudut pantul yang sama dengan sudut datangnya (Jenkins, 2000). Gambar 7.Pemantulan berkas sinar-x monokromatis oleh dua bidang kisi dalam kristal dengan sudut sebesar θ (Jenkins, 2000) Data XRD digambarkan dalam bentuk grafik peak intensitas difraksi. Semakin tinggi dan tajam puncak peak difraksi maka zat tersebut berbentuk kristal, jika peak difraksi luas dan puncaknya rendah maka zat tersebut berupa amorf (Prevey, 2000). 6. Scanning Electrone Microscope (SEM) Scanning Electrone Microscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang digunakan untuk menganalisis morfologi mikrostruktur dan mengkarakterisasi suatu senyawa kimia sehingga tampak pola elektron atau atom

14 14 yang terdifraksi dari suatu sampel (Zhou dkk., 2000). Pola difraksi yang tampak dari suatu sampel bergantung dari susunan partikel sampel tersebut. SEM dapat digunakan untuk menganalisis kristalografi suatu elemen atau senyawa pada perbesaran nanometer sehingga dapat menganalisa suatu sampel dengan ketelitian tinggi. Gambar 8. Analisis spesimen dengan SEM (Dunlap dan Adaskaveg, 1997) 7. Sodium Starch Glycolate Sodium starch glycolate merupakan salah satu superdisintegran yang memiliki nama kimia sodium carboxymethyl starch atau yang sering disebut dengan primojel adalah salah satu superdisintegran. SSG adalah bahan yang biasa digunakan dalam formulasi tablet kempa langsung dan granulasi basah. SSG berbentuk serbuk putih atau hampir putih, mudah mengalir, dan sangat higroskopis. SSG memiliki ukuran partikel antara 30 sampai 100 mm yang berbentuk oval atau spherical. SSG digunakan dalam formulasi antara

15 15 konsenstrasi 2% hingga 8% dengan konsentrasi optimal adalah 4%. Mekanisme superdisintegrasi terjadi dengan penyerapan air yang cepat (water wicking), lalu diikuti proses pembengkakan cepat dan dalam jumlah yang besar. SSG selain sebagai superdisintegran juga digunakan sebagai suspending vehicle. (Rowe dkk., 2009). a b Gambar 9.Struktur kimia (a) dan bentuk mikroskopik (b) sodium starch glycolate (Rowe dkk., 2009). F. Landasan Teori Asam fenofibrat merupakan metabolit aktif dari fenofibrate yang digunakan sebagai monoterapi dalam menurunkan Low Density Lipoprotein, kolesterol, trigliserida dan apolipoprotein B serta meningkatkan High Density Lipoprotein (Jacobson, 2009). Asam fenofibrat termasuk dalam BCS kelas II yang bersifat tidak larut dalam air. Dispersi padat permukaan adalah suatu teknik yang digunakan untuk meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas dan laju disolusi obat yang sukar larut

16 16 atau praktis tidak larut dalam air (Khatry dkk., 2013). Penelitian Bishe (2011) menyatakan dispersi padat fenofibrat dengan metode penguapan pelarut dapat meningkatkan laju disolusi obat. Penelitian Chowdary dan Rao (2000) menunjukkan bahwa pembentukan dispersi padat permukaan Itrakonazol dengan sodium starch glycolate pada perbandingan 1:1 mampu meningkatkan laju disolusi Itrakonazol dan menunjukkan perubahan kristalinitas Itrakonazol menjadi lebih amorf berdasarkan analisa XRD. Penelitian Meka dkk (2012) menunjukkan peningkatan laju disolusi Irbesartan dalam dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate. Berdasarkan penelitian tersebut maka dilakukan penelitian tentang disolusi asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate. G. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu: 1. DE 60 asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate lebih besar dibandingkan asam fenofibrat murni dan asam fenofibrat hasil rekristalisasi 2. Terjadi perubahan karakter kristal asam fenofibrat dalam sistem dispersi padat permukaan dengan sodium starch glycolate

17 17

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenofibrat adalah obat dari kelompok fibrat dan digunakan dalam terapi hiperlipidemia (Lacy dkk., 2008). Fenofibrat di dalam tubuh mengalami hidrolisis oleh enzim sitokrom

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan bahan baku dilakukan untuk menjamin kualitas bahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 4.1 dan 4.2 menunjukkan hasil pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan

Lebih terperinci

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol

Disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam formulasi obat. Uji disolusi in vitro adalah salah satu persyaratan untuk menjamin kontrol BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan di bidang teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, memberikan dampak pengembangan terhadap metode untuk meningkatkan mutu suatu obat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat. I. Pembahasan Disolusi Suatu obat yang di minum secara oral akan melalui tiga fase: fase farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik,

Lebih terperinci

DISOLUSI ASAM FENOFIBRAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT PERMUKAAN DENGAN SODIUM STARCH GLYCOLATE SKRIPSI

DISOLUSI ASAM FENOFIBRAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT PERMUKAAN DENGAN SODIUM STARCH GLYCOLATE SKRIPSI DISOLUSI ASAM FENOFIBRAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT PERMUKAAN DENGAN SODIUM STARCH GLYCOLATE SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai derajat Sarjana Farmasi Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum

obat tersebut cenderung mempunyai tingkat absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu dan seringkali menghasilkan respon terapeutik yang minimum BAB 1 PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, teknologi farmasi telah berkembang pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya berbagai metode baru dalam industri farmasi yang memiliki tujuan akhir untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan farmasi lain. Beberapa keuntungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan farmasi lain. Beberapa keuntungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tablet merupakan salah satu sediaan obat yang sering dipakai karena memiliki beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan farmasi lain. Beberapa keuntungan penggunaan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat; BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan pengetahuan dalam bidang farmasi, perkembangan terhadap metode pembuatan sediaan obat untuk meningkatkan mutu obat juga semakin maju. Dengan meningkatnya

Lebih terperinci

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009). BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan yang paling popular di masyarakat karena bentuk sediaan tablet memiliki banyak keuntungan, misalnya: massa tablet dapat dibuat dengan menggunakan mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu sediaan obat yang layak untuk diproduksi harus memenuhi beberapa persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan obat untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rute pemberian secara oral merupakan rute yang paling umum digunakan hingga 50 60% dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sediaan padat pada umumnya lebih disukai

Lebih terperinci

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al, BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan farmasi terdapat berbagai macam bentuk berbeda yang didalamnya terkandung suatu bahan obat untuk pengobatan penyakit tertentu. Salah satu bentuk sediaan yang paling populer adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2

LAMPIRAN. Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2. NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2 LAMPIRAN Lampiran 1 Data kalibrasi piroksikam dalam medium lambung ph 1,2 NO C (mcg/ml) =X A (nm) = Y X.Y X 2 Y 2 1 3,0000 0,226 0,678 9,0000 0,051076 2 4,2000 0,312 1,310 17,64 0,0973 3 5,4000 0,395 2,133

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP

PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP PERBANDINGAN DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 6000 DAN PVP Yulias Ninik Windriyati (1), Sugiyono (1), Widhi Astuti (1), Maria Faizatul Habibah (1) 1) Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari. BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini industri farmasi telah tumbuh dan berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut ditandai dengan adanya kemajuan di bidang teknologi farmasi, khususnya dalam pembuatan sediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, salah satu penyebab masalah lingkungan hidup yang sering dijumpai adalah limbah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian pesat, produksi limbah juga

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) NAMA PRODI : IKA WARAZTUTY DAN IRA ASTUTI : MAGISTER ILMU BIOMEDIK TGL PRATIKUM : 17 MARET 2015 TUJUAN

Lebih terperinci

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi BAB 1 PENDAHULUAN Dalam dunia farmasi saat ini berkembang dengan pesatnya yang memberikan dampak berkembangnya metode dalam meningkatkan mutu suatu obat. Mutu dijadikan dasar acuan untuk menetapkan kebenaran

Lebih terperinci

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang

identik dengan semua campuran unit lainnya dalam campuran serbuk. Metode campuran interaktif dapat digunakan dengan mencampur partikel pembawa yang BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam peningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, terutama di bidang

Lebih terperinci

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA

STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 WILLI PRATAMA STUDI SISTEM DISPERSI PADAT GLIKLAZID MENGGUNAKAN UREA DAN TWEEN-80 SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh WILLI PRATAMA 0811012054 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2012 Skripsi Ini Diajukan sebagai Salah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian oral adalah rute terapi yang paling umum dan nyaman (Griffin, et al., 2005). Hampir 80% obat-obatan diberikan melalui oral diantaranya adalah sediaan tablet.

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR KERJA

BAB IV PROSEDUR KERJA BAB IV PROSEDUR KERJA 4.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP GMP diperiksa pemerian, titik lebur dan identifikasinya sesuai dengan yang tertera pada monografi bahan di Farmakope Amerika Edisi 30. Hasil pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Kimia, dan Formulasi Tablet Departemen Farmasi FMIPA UI, Depok. Waktu pelaksanaannya adalah dari bulan Februari

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... i ii iii iv v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... x xi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Mata Kuliah Topik Smt / Kelas Beban Kredit Dosen Pengampu Batas Pengumpulan : Kimia Analitik II : Spektrofotometri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibuprofen merupakan salah satu obat yang sukar larut dalam air dan menunjukkan kelarutan yang buruk, karena mempunyai struktur hidrofobik (Bushra dan Aslam, 2010; Mansouri,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pemeriksaan Bahan Baku GMP Pada tahap awal penelitian dilakukan pemeriksaan bahan baku GMP. Hasil pemeriksaan sesuai dengan persyaratan pada monografi yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Glimepirid (GMP) GMP mempunyai nama kimia 1H pyrrole 1-carboxamide, 3 ethyl 2,5 dihydro 4 methyl N [2[4[[[[(4methylcyclohexyl) amino] carbonyl] amino] sulfonyl] phenyl] ethyl]

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. Pemberian pulveres kepada pasien ini dilakukan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Pada pelayanan kefarmasian ada berbagai macam bentuk sediaan yang diresepkan oleh dokter untuk pasien, baik berupa sediaan jadi ataupun sediaan racikan. Di Indonesia bentuk sediaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu:

PENDAHULUAN. Gambar 1 Ilustrasi hukum Lambert Beer (Sabrina 2012) Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum lambert Beer, yaitu: PENDAHULUAN Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorbans suatu sampel yang dinyatakan sebagai fungsi panjang gelombang. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibuprofen Ibuprofen atau asam 2-(-4-isobutilfenil) propionat dengan rumus molekul C 13 H 18 O 2 dan bobot molekul 206,28, Rumus bangun dari Ibuprofen adalah sebagai berikut (4)

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua BAB 1 PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, terutama dalam bidang farmasi, memberikan kesempatan pada bagian Research and Development di sebuah industri farmasi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meloksikam (MEL) merupakan salah satu obat golongan NSAID yang digunakan sebagai terapi penyakit osteoarthritis dan reumatoid arthritis (Mahrouk dkk., 2009).

Lebih terperinci

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA

PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA PERCOBAAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM SENYAWA BAHAN PEWARNA A. TUJUAN 1. Mempersiapkan larutan blanko dan sampel untuk digunakan pengukuran panjang gelombang maksimum larutan sampel. 2. Menggunakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041 LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA PROSES PEMBUATAN KURVA STANDAR DARI LARUTAN - KAROTEN HAIRUNNISA E1F109041 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU

Lebih terperinci

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.

Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi adalah Proses Perpindahan Zat dari konsentrasi yang tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Contoh difusi : a. Difusi gas b. Difusi air Hukum I Ficks : Q = - D dc/dx Ket : D Q dc/dx = Koofisien

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1

Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1 Samarinda, 5 6 Juni 2015 Potensi Produk Farmasi dari Bahan Alam Hayati untuk Pelayanan Kesehatan di Indonesia serta Strategi Penemuannya PENGARUH ph MEDIUM TERHADAP

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul 2.1.1 Kapsul secara umum Kapsul merupakan suatu bentuk sediaan padat, dimana satu macam bahan obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam cangkang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi

I. PENDAHULUAN. Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketoprofen secara luas telah digunakan sebagai obat analgetika antiinflamasi nonsteroidal turunan asam propionat yang mempunyai aktivitas kerja menghambat enzim siklooksigenase

Lebih terperinci

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000

DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000 DISOLUSI ASAM MEFENAMAT DALAM SISTEM DISPERSI PADAT DENGAN PEG 4000 Yulias Ninik Windriyati (1), Sugiyono (1), Lies Sunarliawati (1) 1) Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim INTISARI Asam mefenamat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa

sediaan tablet cukup kecil dan wujudnya padat sehingga memudahkan pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya (Siregar, 1992). Telah diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN Seiring berjalannya waktu, sintesis obat dengan tingkat kelarutan rendah terus meningkat. Beberapa obat yang kelarutannya rendah seperti ibuprofen, piroxicam, carbamazepine, furosemid

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Mikroemulsi merupakan emulsi jernih yang terbentuk dari fasa lipofilik, surfaktan, kosurfaktan dan air. Dispersi mikroemulsi ke dalam air bersuhu rendah akan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula (Jane, 1995). Winarno (2002), menyatakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. ALAT Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV Vis V-530 (Jasco, Jepang), fourrier transformation infra red 8400S (Shimadzu, Jepang), moisture analyzer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Disolusi Disolusi merupakan suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut (Shargel, 2004). Disolusi secara singkat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga I. PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi di mana dalam pengobatannya membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis-jenis sediaan obat yang ada di pasaran, tablet merupakan bentuk sediaan yang paling

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGAMATAN

BAB IV HASIL PENGAMATAN BAB IV HASIL PENGAMATAN 4.1 Absorbansi Panjang Gelombang Maksimal No λ (nm) Absorbansi 1 500 0.634 2 510 0.555 3 520 0.482 4 530 0.457 5 540 0.419 6 550 0.338 7 560 0.293 8 570 0.282 9 580 0.181 10 590

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya matriks hidrofilik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya matriks hidrofilik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Dispersi Padat 2.1.1 Defenisi dispersi padat Istilah dispersi padat mengacu kepada sekelompok produk padatan yang terdiri setidaknya dari dua komponen yang berbeda, umumnya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Mesrida Simarmata (147008011) Islah Wahyuni (14700811) Tanggal Praktikum : 17 Maret 2015 Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tablet adalah sediaan oral dalam bentuk padat yang mengandung bahan aktif dengan atau tanpa bahan tambahan yang sesuai (Departemen Keshatan RI, 2014). Tablet

Lebih terperinci

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan

merupakan masalah umum yang menimpa hampir 35% dari populasi umum, khususnya pediatri, geriatri, pasien stroke, penyakit parkinson, gangguan BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini indutri farmasi berfokus pada pengembangan sistem penghantaran obat secara oral yang menawarkan kepatuhan pasien dan dosis yang efektif. Rute pemberian oral tidak diragukan lagi

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV.

BAB 3 PERCOBAAN. 3.3 Pemeriksaan Bahan Baku Pemeriksaan bahan baku ibuprofen, HPMC, dilakukan menurut Farmakope Indonesia IV dan USP XXIV. BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Percobaan Ibuprofen, HPMC 6 cps (Shin-Etsu), PVP K-30, laktosa, acdisol, amprotab, talk, magnesium stearat, kalium dihidrogen fosfat, natrium hidroksida, natrium dihidrogen fosfat,

Lebih terperinci

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan BAB 1 PENDAHULUAN Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang relatif lebih stabil secara fisika kimia dan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang sering dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Parasetamol Menurut Ditjen BKAK (2014), uraian mengenai parasetamol adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 2.1 Rumus Struktur Parasetamol Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Parasetamol Sinonim : Paracetamolum Asetaminofen. Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida. Rumus molekul : C 8 H 9 NO 2 Rumus bangun :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tablet Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri)

LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri) LAPORAN PRAKTIKUM Metabolisme Glukosa, Urea dan Trigliserida (Teknik Spektrofotometri) Hari/Tanggal Praktikum : Kamis/ 17 Oktober 2013 Nama Mahasiswa : 1. Nita Andriani Lubis 2. Maya Anjelir Antika Tujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN Tanggal Praktikum : Jumat, Oktober 010 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat, 9 Oktober 010 Disusun oleh Nama : Annisa Hijriani Nim

Lebih terperinci

1. Dapat mengerti prinsip-prinsip dasar mengenai teknik spektrofotometri (yaitu prinsip dasar

1. Dapat mengerti prinsip-prinsip dasar mengenai teknik spektrofotometri (yaitu prinsip dasar LAPORAN PRAKTIKUM III PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) NAMA PRODI : IKA WARAZTUTY DAN IRA ASTUTI : MAGISTER ILMU BIOMEDIK TGL PRATIKUM : 17 MARET 2015 TUJUAN

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

PERBANDINGAN AVAILABILITAS IN VITRO TABLET METRONIDAZOL PRODUK GENERIK DAN PRODUK DAGANG SKRIPSI

PERBANDINGAN AVAILABILITAS IN VITRO TABLET METRONIDAZOL PRODUK GENERIK DAN PRODUK DAGANG SKRIPSI PERBANDINGAN AVAILABILITAS IN VITRO TABLET METRONIDAZOL PRODUK GENERIK DAN PRODUK DAGANG SKRIPSI Oleh: DIAH MUSTIKA RHOIHANA K 100 030 189 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stabilitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Stabilitas sediaan farmasi merupakan salah satu persyaratan mutu yang harus dipenuhi oleh suatu sediaan farmasi untuk menjamin penggunaan obat oleh pasien. Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Domperidone Dalam buku British pharmacopoeia (The Departemen of Health, 2006) dan buku Martindale (Sweetman, 2009) sediaan tablet domperidone merupakan sediaan yang mengandung

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI)

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME GLUKOSA, UREA, DAN TRIGLISERIDA (TEKNIK SPEKTROFOTOMETRI) Nama : Mesrida Simarmata (147008011) Islah Wahyuni (14700824) Tanggal Praktikum : 17 Maret 2015 Tujuan Praktikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tablet Floating Metformin HCl Tablet floating metformin HCl merupakan obat diabetes yang dalam bentuk lepas lambat dengan sistem densitas kecil, memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan sebagian besar wilayahnya adalah daerah hutan yang memiliki banyak kekayaan alam berupa tanaman. Tanaman asli Indonesia

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Bahan 2.1.1. Sifat Fisika dan Kimia Omeprazole Rumus struktur : Nama Kimia : 5-metoksi-{[(4-metoksi-3,5-dimetil-2- piridinil)metil]sulfinil]}1h-benzimidazol Rumus Molekul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bromazepam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Rumus Struktur : Gambar 2.1.1 Rumus Struktur Bromazepam Rumus Molekul Nama Kimia : C 14 H 10 BrN 3 O : 7-bromo-5-(pyridin-2-yl)-1,3-dihydro-2H-1,4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu sifat fisika kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Dari jenis sediaan obat yang ada, tablet dan jenis-jenis modifikasinya merupakan sediaan yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui perbedaan karakter masing-masing manitol, dilakukan serangkaian penelitian berupa penentuan bentuk polimorf dan pemeriksaan ukuran partikel. Struktur

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia),

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN Bahan-bahan yang digunakan adalah verapamil HCl (Recordati, Italia), pragelatinisasi pati singkong suksinat (Laboratorium Farmasetika, Departemen Farmasi FMIPA UI),

Lebih terperinci

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI

FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI FORMULASI SEDIAAN TABLET PARASETAMOL DENGAN PATI BUAH SUKUN (Artocarpus communis) SEBAGAI PENGISI Dwi Elfira Kurniati*, Mirhansyah Ardana, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat 2.1.1 Definisi Obat Obat adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosa pengobatan, menyembuhkan atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Meskipun obat dapat menyembuhkan

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya kemajuan teknologi dalam industri farmasi sekarang ini, terutama di bidang sediaan solida termasuk sediaan tablet yang telah mengalami banyak perkembangan dalam

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci