KAJIAN KEPUSTAKAAN. terbagi menjadi dua jenis yaitu daging merah dan daging putih. Daging merah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KEPUSTAKAAN. terbagi menjadi dua jenis yaitu daging merah dan daging putih. Daging merah"

Transkripsi

1 10 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Daging Ayam Broiler Daging merupakan salah satu pangan hewani asal ternak dan sudah menjadi kebutuhan penting bagi masyarakat Indonesia. Jenis daging yang dikenal terbagi menjadi dua jenis yaitu daging merah dan daging putih. Daging merah mengandung lebih banyak serat otot sempit yang cenderung beroperasi dalam waktu lama tanpa istirahat, contohnya daging dari hewan sapi, kambing, kuda, domba, dan babi, sedangkan daging putih mengandung serat yang lebih luas yang cenderung bekerja secara singkat semburan cepat, contohnya ayam. Menurut SNI daging ayam adalah otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi manusia. Ayam broiler atau ayam ras pedaging, merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging (Fadilah, 2013). Sebagai bahan pangan, daging unggas tersusun atas komponen-komponen bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidarat, vitamin, air, mineral, dan pigmen. Kadar air masing-masing komponen tersebut berbedabeda besarnya tergantung kepada jenis atau ras, umur, dan jenis kelamin unggas yang bersangkutan (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Produksi daging ayam broiler, pada saat ini menempati urutan pertama sebagai penyumbang ketersediaan daging ternak asal unggas di Indonesia. Kontribusi daging asal unggas memberikan persentasi yang paling tinggi, yaitu sekitar 62,5% dari total konsumsi protein hewani (Fadilah, 2013). Ditambahkan Fadhilah (2013), optimisme permintaan daging ayam broiler akan terus meningkat

2 11 sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus naik dari tahun ke tahun, naiknya tingkat pendapatan per kapita, meningkatnya kesadaran tentang perlunya asupan makanan bergizi, tuntutan gaya hidup yang terus berkembang, meningkatnya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta terjadinya pergeseran pola konsumsi dari daging merah ke daging putih. Menurut Priyatno (2003), konsumsi daging ayam meningkat paling pesat dibandingkan dengan daging sapi, kambing, ataupun babi. Beberapa alasan yang menyebabkan kebutuhan daging ayam mengalami peningkatan yang cukup pesat adalah sebagai berikut; 1. Daging ayam relatif lebih murah dibandingkan daging lainnya. 2. Daging ayam lebih baik dari segi kesehatan karena mengandung sedikit lemak dan kaya protein bila dibandingkan daging sapi, kambing, dan babi. 3. Tidak ada agama apapun yang melarang umatnya untuk mengonsumsi daging ayam. 4. Daging ayam mempunyai rasa yang dapat diterima golongan masyarakat dan semua umur Mutu Gizi Pangan Hewani Pada umumnya kualitas pangan hewani lebih baik dibanding pangan nabati. Protein hewani mengandung asam amino esensial yang lebih lengkap dan seimbang dibandingkan dengan protein nabati. Pangan hewani terutama pangan asal ternak seperti daging, telur, dan susu konsentrasi dan imbangan asam amino esensial sesuai kebutuhan tubuh manusia untuk pertumbuhan, reproduksi, dan fungsi-fungsi tubuh lainnya (Kamaruddin,

3 ). Bahan pangan hewani sebagai salah satu komponen bahan pangan memiliki beberapa keunikan; 1. Mempunyai komposisi asam esensial yang lebih lengkap dibandingkan dengan pangan nabati yang kandungan lisin dan methioninnya lebih rendah. 2. Mengandung vitamin yang mudah diserap (B-12, preformed vitamin A, D-3), sedangkan pada pangan nabati hanya vitamin D Mengandung zat besi yang mudah diserap (15%-20%), juga Zn, Se, Cu, dan Ca, sedangkan kandungan zat besi pangan nabati yang mudah diserap hanya 1%-15%. 4. Nilai cerna protein dan zat besi bahan pangan hewani lebih baik dari bahan pangan nabati. Sebanyak 20% nitrogen dikeluarkan dalam tinja dari bahan pangan hewani yang dikonsumsi (nilai cerna 90%), sedangkan dari bahan pangan nabati dikeluarkan sebanyak 35% (nilai cerna 70%-80%). Menurut Worthington dan Williams (1996) protein sangat diperlukan sebagai pembangun dan pengganti jaringan yang rusak. Dijelaskan pula bahwa meskipun protein yang berasal dari pangan hewani harganya memang cukup mahal, namun dapat menyediakan protein yang bermutu tinggi karena mengandung asam amino esensial (asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh) yang cukup lengkap dan lebih mudah diserap dibandingkan dengan protein yang berasal dari sumber pangan nabati. Mengenai kadar zat gizi pada berbagai jenis daging yang dapat dikonsumsi sebagai sumber pangan hewani (Lampiran 3) Mahasiswa Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi (UU RI No. 12 Tahun 2012). Selanjutnya menurut Sarwono (1978), mahasiswa adalah

4 13 setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia tahun. Mahasiswa menurut Knopfemacher dalam Sarwono (1978) merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat) dididik dan diharapkan menjadi caloncalon intelektual. Intelektualitas dan tingkat pendidikan para mahasiswa merupakan modal yang sangat berharga untuk bisa meraih potensi sebagai penggerak pembangunan Perilaku Konsumen Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan seseorang yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut (Engel dkk, 1994). Soediyono (1983) menyatakan, teori perilaku konsumen yang disingkat dengan teori konsumen mencoba menerangkan perilaku konsumen dalam membelanjakan pendapatannya untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, yang dapat berupa barang-barang konsumsi ataupun jasa-jasa konsumsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku proses keputusan yaitu: (1) pengaruh lingkungan meliputi, budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi; (2) perbedaan dan pengaruh individual meliputi, sumber daya konsumen, motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap (preferensi) serta kepribadian, gaya hidup dan demografi; (3) proses psikoligis meliputi, pengolahan informasi, pembelajaran, serta perubahan sikap dan perilaku (Engel dkk, 1994).

5 14 Langkah-langkah dalam proses keputusan konsumen sebagai berikut: 1. Pengenalan kebutuhan konsumen mempersepsikan perbedaan antara keadaan yang diinginkan dan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan. 2. Pencarian informasi konsumen mencari informasi yang disimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). 3. Evaluasi alternatif konsumen mengevaluasi pilihan berkenaan dengan manfaat yang diharapkan dan menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih. 4. Pembelian konsumen memperoleh alternatif yang dipilih atau pengganti yang dapat diterima bila perlu. 5. Hasil konsumen mengevaluasi apakah alternatif yang dipilih memenuhi kebutuhan dan harapan segera sesudah digunakan (Engel dkk, 1994) Pengetahuan Gizi Pengetahuan adalah informasi yang disimpan di dalam ingatan yang menjadi penentu utama perilaku sesorang (Engel dkk, 1994). Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, elektronik, buku petunjuk, penyuluhan, atau kerabat dekat. Macam-macam pengetahuan dilihat dari Polanya Menurut Keraf (2001), yaitu:

6 15 a. Tahu Bahwa Pengetahuan bahwa adalah pengetahuan tentang informasi tertentu, tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau itu memang demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan memang benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis, pengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu mendalam. Pengetahuan ini berkaitan dengan keberhasilan mengumpulkan informasi atau data tertentu. Maka, kekuatan pengetahuan ini adalah informasi atau data yang dimilikinya. Seseorang yang mempunyai jenis pengetahuan ini berarti ia memang mempunyai data atau informasi akurat melebihi orang lain atau ketika orang lain tidak memiliki informasi seperti yang dimilikinya. b. Tahu Bagaimana Pengetahuan jenis ini menyangkut bagaimana melakukan sesuatu. Ini yang dikenal sebagai knowhow. Pengetahuan ini berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat keahlian dan kemahiran teknis dalam melakukan sesuatu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan jenis ini tidak lain berarti ia tahu bagaimana melakukan sesuatu. Dengan kata lain pengetahuan jenis ini berkatan dengan praktik, maka disebut juga pengetahuan praktis. c. Tahu Akan/ Mengenai Yang dimaksud dengan pengetahuan ini adalah sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui pengalaman atau pengenalan pribadi. Unsur yang paling penting dalam pengetahuan jenis ini adalah pengenalan dan pengalaman pribadi secara langsung dengan obyeknya. Oleh karena itu sering juga disebut sebagai pengetahuan berdasarkan pengalaman. Dalam bahasa Indonesia knowing disini lebih tepat diterjemahkan sebagai kenal,

7 16 yaitu tahu secara pribadi, dan dalam arti dapat juga disebut sebagai pengetahuan langsung yang bersifat personal. d. Tahu Mengapa Tahu mengapa berkaitan dengan penjelasan. Penjelasan ini tidak hanya berhenti pada informasi yang ada sebagaimana pada tahu bahwa, melainkan menerobos masuk ke balik data atau informasi yang ada. Dengan demikian tahu mengapa tidak hanya puas dan berhenti dengan informasi yang ada. Subyek justru melangkah lebih jauh untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Pengetahuan model terakhir ini merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam dan sekaligus juga merupakan pengetahuan ilmiah. Pada dasarnya, manusia apalagi ilmuan, tidak hanya berhenti pada pengetahuan bahwa, melainkan akan melangkah lebih jauh ke pengetahuan mengapa karena manusia selalu digerakkan oleh kecenderungan dasar dalam dirinya yang selalu ingin mengetahui lebih dan lebih lagi. Menurut Almatsir (2002) pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari dengan baik dan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu. Pengetahuan termasuk di dalamnya pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan pendidikan informal (Pranadji, 1988). Menurut Sumarwan (2003), konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen

8 17 dalam pilihan produk maupun merek. Tingkat pendidikan juga menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh (Apriadji,1986). Namun lebih lanjut, menurut Apriadji seseorang yang hanya sekolah dasar belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan oranglain yang berpendidikan lebih tinggi. Sekalipun seorang berpendidikan rendah, tetapi orang tersebut rajin mendengarkan saran pedesaan dan selalu turut serta dalam penyuluhan gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik dibandingkan seseorang yang berpendidikan tinggi. Menurut Harper dkk (1986), suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan, yaitu: 1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi. 3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Menurut Nasoetion dan Khomsan (1995), pengetahuan gizi menjadi landasan yang menentukan konsumsi pangan. Individu yang memiliki pengetahuan baik akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya dalam pemilihan maupun pengolahan pangan, sehingga konsumsi pangan mencukupi kebutuhan.

9 18 Menurut Jerome dkk (1980), pengetahuan tentang gizi turut menentukan gaya hidup dan akhirnya menentukan perilaku konsumsinya. Soewando dan Sadli (1990) mengatakan bahwa tingkat pengetahuan gizi berhubungan erat dengan pendidikan formal ibu. Dengan semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu akan semakin luas wawasan berfikirnya sehingga akan lebih banyak informasi zat gizi yang dapat diserap. Pengetahuan gizi bertujuan untuk merubah perilaku masyarakat ke arah konsumsi pangan yang sehat dan bergizi. Jika pengetahuan gizi tinggi, maka ada kecenderungan untuk memilih makanan yang lebih murah dengan nilai gizi lebih tinggi (Husaini, 1983). Menurut Suhardjo (1989), penyebab penting gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Hardiansyah (1985), mengatakan bahwa keterbatasan pengetahuan dapat mempengaruhi tingkah laku konsumen dalam memenuhi kebutuhannya Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Konsumsi Pangan Makanan merupakan salah satu kebutuhan vital yang diperlukan oleh seluruh makhluk hidup. Bagi manusia, makanan tidak hanya berfungsi untuk mengenyangkan, tetapi yang lebih penting lagi adalah fungsinya dalam memelihara kesehatan tubuh melalui manfaat zat-zat gizi yang terkandung didalamnya. Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo, 2003).

10 19 Kesehatan tubuh yang optimal, dapat diperoleh melalui kualitas susunan makanan yang baik dan jumlah makanan yang seharusnya dimakan. Pengetahuan gizi mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan kebiasan makan seseorang, sebab hal ini akan mempengaruhi seseorang dalam memilih jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Harper dkk, 1986). Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan pengetahuan tentang peran makanan dan gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula keadaan gizinya (Irawati dkk, 1992). Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengetahuan umum maupun pengetahuan gizi dan kesehatan akan mempengaruhi komposisi dan pola konsumsi pangan. Dikatakan pula bahwa kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan seharihari dapat mengakibatkan gangguan gizi. Khumaidi (1989) menyatakan bahwa pengetahuan gizi akan berhasil jika disertai suatu pengetahuan tentang sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai dari masyarakat (budaya). Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang kontribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah kecerdasan dan produktifitas. Peningkatan pengetahuan gizi bisa dilakukan dengan program pendidikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah. Program pendidikan gizi dapat memberikan pengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku anak terhadap kebiasaan makannya (Soekirman, 2000).

11 20 Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan kecukupan rata-rata zat gizi sehari bagi masyarakat Indonesia. Di Indonesia, AKG disusun dalam WNPG setiap 5 tahun sekali sejak tahun Kegunaan AKG yang dianjurkan adalah untuk; 1) menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi makanan bagi penduduk, 2) perencanaan dalam pemberian makanan tambahan maupun perencanaan makanan institusi, 3) perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional, 4) acuan pendidikan gizi, dan 5) acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi. Rata-rata kecukupan energi dan protein bagi penduduk Indonesia tahun 2013 masing-masing sebesar 2150 kilo kalori dan 57 gram protein perorang perhari pada tingkat konsumsi. Sedemikian besarnya kegunaan AKG sehingga telah ditetapkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Permenkes tersebut ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 November 2014 dan dapat dilihat pada Lampiran Pendapatan Pendapatan adalah suatu tambahan ekonomis seseorang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau untuk menambah harta kekayaan yang dimilikinya. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan seseorang dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti hasil dari upah kerja yang dilakukan atau mungkin

12 21 berasal dari pihak yang dianggap masih memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari contohnya pendapatan yang berasal dari kedua orang tua (Koentjaraningrat, 1997). Seorang mahasiswa pada umumnya memiliki sumber pendapatan paling besar berasal dari kedua orangtuanya. Maka, mahasiswa harus mampu memenuhi segala kebutuhannya sehari-hari dengan uang yang diterimanya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen (Sumarwan, 2003). Menurut Berg (1986) pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas pangan yang dibeli. Keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi dapat membeli pangan yang lebih beragam dan dalam jumlah yang cukup banyak serta kualitas yang baik dibandingkan dengan tingkat pendapatan rendah. Pendapatan mereka terbatas oleh kemampuan kedua orangtua mereka dalam memberikan uang bagi mereka. Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk bahan makanan (BPS, 1998). Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan, baik kebutuhan pangan maupun nonpangan. Untuk memenuhi kebutuhan itu diperlukan biaya yang diperoleh dari pendapatan keluarga. Menurut Koentjaningrat (1977) hal tersebut akan mempengaruhi prioritas pendapatan keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpendapatan rendah. Pekerjaan orangtua juga berpengaruh terhadap alokasi pengeluaran keluarga berdasarkan pendapatan yang diperoleh. Uang saku merupakan bagian pengalokasian pendapatan keluarga yang diberikan kepada manusia untuk keperluan harian, mingguan atau bulanan.

13 22 Pemberian uang saku kepada anak memberikan pengaruh kepada anak untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab terhadap uang saku yang dimilikinya (Koentjaraningrat, 1997). Harper dkk (1986), menyatakan bahwa pada umumnya jika pendapatan naik, maka jumlah dan jenis makanan cenderung membaik. Rasyaf (1996), mengemukakan bahwa dahulu saat pendapatan rata-rata masyarakat rendah, produk peternakan hanya disentuh oleh orang kota saja. Namun setelah pendapatan bertambah maka produk lainnya yang sederhana dan murah mulai tersingkir oleh menu daging ayam dengan berbagai variasinya. Konsumen berusaha untuk memuaskan keinginannya dengan menggunakan pendapatannya untuk memperoleh produk dan jasa. Beberapa dari keinginan tersebut mungkin tidak terpuaskan dikarenakan keterbatasan pendapatan. Problema bagi konsumen dengan tingkat pendapatan yang terbatas adalah untuk membuat pilihan antara produk dan jasa tersebut sehingga terpuaskan keinginannya (Donald dan Malone, 1981). Pendapat Lumsden dkk (1974), tentang konsumen yang pendapatannya terbatas adalah bahwa tidak dapat membeli semua barang dan jasa yang diinginkan, tetapi berusaha untuk memperoleh kepuasan maksimal. Kemudian konsumen akan merubah pola pengeluaran dan menyesuaikannya sehingga akan memperoleh kepuasan maksimal atau konsumen berada pada keseimbangan. Tinggi rendahnya pendapatan akan mempengaruhi prioritas alokasi pengeluaran, termasuk didalamnya pengeluaran untuk pangan. Faktor lain yang sangat mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran untuk pangan selain pendapatan yang diperoleh juga pengetahuan individu tentang pangan dan gizi itu sendiri (Sajogyo, 1980).

14 Hubungan Pendapatan dengan Konsumsi Pangan Menurut Berg (1986) pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi, kenaikan pendapatan akan dapat memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan. Ditambahkan Suhardjo (1994) peningkatan pendapatan mempunyai hubungan erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan. Caliendo (1979) mengemukakan dua hubungan pendapatan dengan konsumsi pangan, yaitu: 1) Peningkatan pendapatan akan berimplikasi peningkatan pengeluaran pangan secara absolut, tetapi cenderung menurun secara relatif (persentase), hal ini sesuai dengan teori Engel. 2) Peningkatan pendapatan akan berimplikasi perubahan pola konsumsi pangan dan mengurangi konsumsi pangan inferior. Menurut hukum Engel, pada saat terjadi peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk pangan dengan persentase yang semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun, persentase yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat (Soekirman, 2000). Peningkatan pendapatan bagi kelompok berpendapatan rendah akan meningkatkan pengeluaran untuk pangan pokok, sebaliknya bagi kelompok berpendapatan tinggi pengeluaran untuk makanan pokok menurun tetapi pengeluaran untuk pangan hewani, sayur, dan buah meningkat (Andersen dkk, 1984). Soekartawi (2002) menyatakan bahwa perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi. Bahkan seringkali dijumpai di masyarakat dengan bertambahnya pendapatan seseorang, maka barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah jumlahnya tetapi juga kualitas barang tersebut.

15 24 Seseorang dengan tingkat pendapatan tinggi dapat membeli pangan dengan lebih beragam dan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang pendapatannya rendah. Menurut Mangkuprawira (1988), semakin tinggi daya beli rumah tangga semakin beranekaragam pangan yang dikonsumsi, semakin banyak pangan yang dikonsumsi memiliki nilai gizi tinggi. Tingkat pendapatan yang tinggi memberikan peluang lebih besar bagi keluarga untuk memilih pangan yang baik berdasarkan jumlah maupun jenisnya. Rendahnya pendapatan menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dengan jumlah yang diperlukan. Pakpahan dan Suhartini (1990), juga mengemukakan bahwa salah satu alasan penting yang menyebabkan konsumsi pangan rumah tangga lebih beragam adalah peningkatan pendapatan rumah tangga. Pendapatan dan harga pangan merupakan faktor penentu daya beli seorang konsumen. Konsumen akan memilih pangan untuk dikonsumsi sesuai dengan tingkatan daya beli yang dimilikinya. Hal ini juga berkaitan dengan harga produk tersebut. Menurut Mubyarto (1984), harga didefinisikan sebagai tingkat kemampuan suatu barang untuk ditukarkan dengan baeang lain. Perubahan harga suatu barang bertendensi menimbulkan reaksi para pembeli barang tersebut berupa berubahnya jumlah yang diminta (Soediyono, 1983). Selanjutnya dinyatakan juga pada umumnya dengan meningkatnya harga mengakibatkan berkurangnya jumlah barang yang diminta dan sebaliknya menurunnya harga mengakibatkan meningkatnya jumlah barang yang diminta. Lipsey dkk (1995), mengemukakan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi tersebut akan semakin besar. Semakin tinggi harga suatu komoditi, maka semakin sedikit jumlah

16 25 komoditi yang diminta. Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah tangga untuk memilih pangan yang lebih baik dalam jumlah maupun gizinya. Pakpahan dan Suhartini (1989) menyatakan bahwa pola konsumsi masyarakat perkotaan di Indonesia, walaupun masih menunjukkan konsumsi beras masih cukup tinggi, telah menujukkan adanya kecenderungan ke arah konsumsi pangan yang lebih beranekaragam. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa salah satu faktor yang sangat penting dalam mendorong perubahan pola konsumsi tersebut adalah peningkatan pendapatan Preferensi Konsumsi Preferensi berasal dari kata preference (Inggris) yang berarti lebih suka. Preferensi konsumen didefinisikan sebagai suatu pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang/jasa) yang dikonsumsi (Kotler, 2001). Menurut Sanjur (1982), preferensi makanan merupakan tingkat kesukaan yang didasarkan atas sikap seseorang dalam memilih dan menentukan pangan yang dikonsumsinya. Sedangkan menurut Suhardjo (1989) yang dimaksud dengan preferensi makanan (food preference) adalah tindakan/ukuran atau tidak sukanya terhadap makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Terbentuknya rasa suka terhadap makanan tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat makan untuk memenuhi rasa lapar serta dari hubungan emosional dengan yang memberi makan pada saat anakanak (Khumaidi, 1989). Menurut Suhardjo (1989), pangan yang dikenal dan dipelajari untuk disenangi pada masa kanak-kanak pada umumnya dilanjutkan menjadi preferensinya sampai tumbuh dewasa.

17 26 Makanan merupakan perangsang dari segi sensori, sedangkan karakteristik fisikokimia yang ditentukan oleh ingredien, proses, dan penyimpanan akan berinteraksi dengan indera manusia sehingga membentuk preferensi (Cardello, 1994). Fisiologi, perasaan, dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Preferensi terhadap pangan dapat berubah-ubah, terutama pada orang-orang muda dan akan permanen apabila seseorang telah memiliki gaya hidup yang kuat. Menurut Engel dkk (1994), sikap (preferensi) bervariasi dalam intensitas (kekuatan) dan dukungan. Sifat yang penting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut. Beberapa sikap mungkin dipegang dengan kepercayaan yang kuat, sementara yang lain mungkin ada dengan tingkat kepercayaan yang minimum. Sikap yang dipegang dengan penuh kepercayaan biasanya akan jauh lebih diandalkan untuk membimbing perilaku. Sikap menjadi lebih resisten terhadap perubahan bila dipegang dengan kepercayaan yang lebih besar. Sifat penting lain dari sikap adalah bersifat dinamis. Sikap dinamis dari sikap sebagian besar bertanggung jawab atas perubahan di dalam gaya hidup konsumen. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan orang tersebut dalam interaksi dengan lingkungannya. Gaya hidup seseorang merangkum sesuatu yang lebih daripada kelas sosial seseorang, kita dapat menduga beberapa hal mengenai perilaku orang tersebut tetapi tidak banyak mengenai kegiatan, minat, dan bakatnya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia (Kotler dan Amstrong, 2008).

18 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Konsumsi\ Menurut Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi seseorang terhadap suatu jenis pangan, yaitu: 1. Karakteristik individu, yaitu umur, jenis kelamin, dan pendidikan. 2. Karakteristik pangan itu sendiri, yaitu rasa, aroma, harga, dan penampakan. 3. Karakteristik lingkungan, yaitu musim, pekerjaan, dan tingkat sosial dalam masyarakat. Sedangkan menurut Shepherd dan Spark (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi food preference dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Faktor intrinsik, seperti penampakan, aroma, temperatur, tekstur, kualitas, kuantitas, dan cara penyajian makanan. 2. Faktor ekstrinsik, seperti lingkungan, iklan produk, variasi waktu, dan musim. 3. Faktor biologis, fisiologis, dan psikologis, seperti umur, jenis kelamin, perubahan fisiologis, pengaruh psikologis, dan aspek biologis. 4. Faktor personal, seperti tingkat harapan, pengaruh dari orang lain, kepribadian, selera, suasana hati, emosi, dan persepsi. 5. Faktor sosial ekonomi, seperti pendapatan keluarga, harga makanan, status sosial, dan keamanan. 6. Faktor pendidikan, seperti status pengetahuan individu dan keluarga, dan pengetahuan tentang gizi. 7. Faktor kultur, agama, dan daerah, seperti asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi serta letak daerah. Fakor-faktor yang mempengaruhi pilihan konsumen terhadap suatu produk pangan menurut Schaffner dkk (1998) dapat dikelompokkan sebagai berikut:

19 28 1. Faktor individual, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, standar hidup, keadaan fisiologis dan psikologis. 2. Faktor sosial, yaitu pengaruh keluarga dan kelompok sosial di masyarakat. 3. Faktor kebudayaan, yaitu jenis etnis, kultur, dan tingkat kesukaan regional. 4. Faktor mutu produk, yaitu mutu, ketersediaan, dan teknologi pengolahan pangan. Menurut Kotler (2001), pilihan konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi. Adapun penjelasan daro faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor kebudayaan Kebudayaan adalah faktor penentu keinginan perilaku seseorang yang paling mendasar. Seseorang yang dibesarkan dalam suatu masyarakat, akan mempelajari seperangkat nilai dasar, persepsi, dan perilaku melalui sebuah proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan lembaga penting lainnya. Setiap budaya mempunyai kelompok-kelompok sub-budaya yang lebih kecil, yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku anggotanya. Menurut Kotler (2001), terdapat empat macam sub-budaya, yaitu: a. Kelompok kebangsaan, seperti Amerika, Eropa, Asia yang dijumpai dalam kelompok-kelompok besar dan menunjukkan cita rasa dan kecerdasan suku bangsa yang berbeda. b. Kelompok keagamaan, seperti Islam, Khatolik, Yahudi menampilkan sub-budaya dengan preferensi budaya dan larangan-larangan khas. c. Kelompok-kelompok etnis, seperti etnis Melayu dan etnis Tionghoa yang mempunyai gaya budaya dan sikap yang berbeda.

20 29 d. Wilayah-wilayah geografis, seperti California, New England, merupakan sub-budaya yang berbeda dengan ciri-ciri gaya hidupnya. Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Kelas sosial menunjukkan perbedaan pilihan produk dan merk dalam suatu bidang tertentu seperti pakaian, perabot rumah tangga, aktivitas waktu senggang dan mobil. Seringkali produk pangan dipilih karena dihubungkan dengan kultur yang bisa ditabukan dengan alasan religius (agama) atau dengan alasan non religius (Schaffner dkk, 1998). Menurut Engel dkk (1994), lingkungan memiliki pengaruh terhadap proses keputusan konsumen. Budaya yaitu nilai, gagasan, dan simbol-simbol yang bermakna dan membantu konsumen dalam memilih produk yang akan digunakannya. Pantangan ialah suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman bahawa atau hukuman apabila dilanggar. Pantangan berdasarkan larangan agama bersifat absolut dan tidak bisa ditawar lagi oleh penganut agama tersebut. Selain pantangan karena agama, ada juga pantangan yang sudah diwariskan dari leluhur melalui orang tua dan akan berlanjut sampai generasi-generasi berikutnya. Individu yang menganut pantangan ini biasanya percaya bahwa pantangan tersebut dilanggar akan memberikan kerugian yang menurutnya sebagai suatu hukuman (Suhardjo, 1989). Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsip gizi. Berbagai budaya memberikan peran dan nilai yang berbeda-beda terhadap pangan dan makanan,

21 30 misalnya bahan-bahan makanan tertentu karena alasan-alasan tertentu, sementara itu ada pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi ekonomi maupun sosial (Suhardjo, 1989). Menurut Yulianti dkk (2002), adanya unsur budaya tersebut secara lambat laun mampu menciptakan kebiasaan makan. 2. Faktor-faktor sosial Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti keluarga, kelompok referensi, status dan peranan sosial. a. Keluarga Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang palimg penting dalam masyarakat. Keluarga dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu keluarga orientasi (terdiri dari orangtua, anak, dan saudara kandung) dan keluarga prokreasi (terdiri dari seseorang atau beberapa orang yang tinggal mandiri). Pada keluarga orientasi orangtua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap sikap dan perilaku membeli dari anaknya, sedangkan keluarga prokreasi dipengaruhi langsung oleh sikap dan perilaku dari masing-masing individunya. b. Kelompok referensi Kelompok referensi adalah semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang. Kelompok referensi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kelompok referensi primer (seperti keluarga, teman, saudara, dan tetangga) dan kelompok referensi sekunder (seperti pakar dan kelompok formal lainnya). Pengaruh kelompok akan semakin besar pada produk yang tampak digunakan oleh orang-orang yang dihormati oleh pembeli.

22 31 c. Peran dan status Sepanjang hidupnya seseorang berpartisipasi dalam banyak kelompok. Posisi seseorang dalam setiap kelompok tersebut dapat didefinisikan dalam peran dan status. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang, sedangkan status adalah kedudukan seseorang dalam kelompok tersebut. 3. Faktor-faktor pribadi Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya termasuk umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi ekonomi, gaya hidup. a. Umur Silkus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke dunia, seorang manusia telah menjadi konsumen. Ia terus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya. Kotler (1991) menyatakan bahwa umur dapat mempengaruhi selera seseorang terhadap beberapa barang dan jasa. b. Jenis kelamin Jenis kelamin telah menjadi dasar segmentasi pasar yang digunakan pada berbagai produk. Suhardjo (1989), menyatakan perempuan dengan tingkat kegiatan fisik yang sama dan ukuran tubuh yang kecil dibandingkan lakilaki membutuhkan lebih sedikit energi. Kebiasaan makan remaja juga dipengaruhi peningkatan minat pada penampilan diri. Remaja putri yang lebih menginginkan bentuk tubuh langsing sedangkan remaja putra menginginkan memiliki tubuh tinggi, kuat, tampak berotot, sehingga mendorong pada kebiasaan maka yang salah (William, 1983).

23 32 c. Pribadi Menurut Suhardjo (1989), faktor pribadi dan kesukaan yang mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi diantaranya adalah banyaknya informasi yang dimiliki seseorang tentang kebutuhan tubuh akan gizi selama beberapa masa dalam perjalanan hidupnya, dan kemampuan seseorang untuk menerapkan pengetahuan gizi ke dalam pemilihan pangan. d. Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. Jumlah pendapatan akan menggambarkan besarnya daya beli dari seorang konsumen (Sumarwan, 2003). Keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi dapat membeli pangan yang lebih beragam dan dalam jumlah yang cukup banyak serta kualitas yang baik dibandingkan dengan tingkat pendapatan rendah. Keadaan ini memungkinkan terdapatnya hubungan antara tingkat pendapatan dengan pola konsumsi makan seseorang. Rasyaf (1996), mengemukakan bahwa dahulu saat pendapatan rata-rata masyarakat rendah, produk peternakan hanya disentuh oleh orang kota saja. Namun setelah pendapatan bertambah maka produk lainnya yang sederhana dan murah mulai tersingkir oleh menu daging ayam dengan berbagai variasinya. 4. Faktor-faktor psikologi Pilihan membeli seseorang juga dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama, yaitu; (1) motivasi, (2) persepsi, (3) belajar, (4) kepercayaan dan sikap. Seseorang memiliki banyak kebutuhan bersifat biogenis yang muncul dari tekanan biologis seperti rasa lapar, haus, dan tidak nyaman. Kebutuhan lain bersifat

24 33 psikogenis yang muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki. Suatu kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai tingkat intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong untuk bertindak dan dengan memuaskan kebutuhan tersebut ketegangan akan berkurang. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana seseorang yang termotivasi bertindak akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi merupakan pandangan individu terhadap suatu objek sehingga individu tersebut memberi reaksi atau respon yang berhubungan dengan penerimaan atau penilaian. Persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian yang berakibat terhadap motivasi, kemauan, tanggapan, perasaan, dan fantasi terhadap stimulus (Kotler, 1997). Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik teatpi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan inividu yang bersangkutan. Pembelajaran meliputi perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja dorongan, rangsangan, petunjuk, tanggapan, dan penguatan. Keyakinan (belief) adalah pemikiran deskriptif yang dianut seseorang tentang suatu hal. Keyakinan ini membentuk citra produk dan merek, dan orang akan bertindak berdasarkan citra tersebut. Sikap (attitude) adalah evaluasi, perasaan emosional dan kecenderungan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dalam diri seseorang terhadap beberapa obyek atau gagasan. Sikap mengarah orang-orang berperilaku cukup konsisten terhadap obyek yang serupa (Kotler, 2001).

25 Pola Konsumsi Pola konsumsi menurut Suhardjo (2006) merupakan cara bagaimana makan diperoleh, jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan yang mereka makan dan pola hidup mereka, termasuk beberapa kali makan atau frekuensi makan. Menurut Magaret Mead dalam Almasiter (2002) mengemukakan bahwa pola pangan (food pattern) adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai reaksi terhadap tekanan ekonomi dan sosial budaya yang dialaminya. Pola konsumsi adalah tingkah laku manusia oleh kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan pangan; meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Sikap berdasarkan pada nilai-nilai afektif yang berasal dari lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi. Sedangkan kepercayaan orang yang berkaitan dengan nilai-nilai kognitif selanjutnya pemilihan makanan berdasarkan sikap dan kepercayaan merupakan proses psikomotor. Hermanto (1985) menyatakan, pola konsumsi adalah alokasi pendapatan yang dikeluarkan untuk pembelikan bahan pokok dan untuk pembelian bahan sekunder. Menurut Kamaruddin (1990), pola konsumsi ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kondisi geografi, agama, tingkat sosial ekonomi, pengetahuan akan pangan dan gizi, serta kesediaan pangan. Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Mudanijah, 2004). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari dan merupakan ciri khas pada suatu kelompok masyarakat tertentu (Aritonang, 2004).

26 35 Menurut Hoang dalam Aminah (2005), pola konsumsi adalah bebagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut Magrabi dkk (1991), pola konsumsi merupakan cara mengkombinasikan elemen konsumsi dengan tingkat konsumsi secara keseluruhan. Menurut Khumaidi (1989) pola konsumsi makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Sikap seseorang terhadap makanan dapat bersifat positif maupun negatif. Sikap ini bersumber pada nilai-nilai afeksi yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) dimana dia tumbuh. Kepercayaan (belief) seseorang terhadap makanan adalah nilai-nilai kognisi yang berkaitan dengan kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik, sedangkan pemilihan adalah proses psikomotorik untuk memilih makanan yang sesuai dengan sikap dan kepercayaan. Pada saat seseorang memilih makanan, maka orang tersebut akan berperan sebagai konsumen yang memilih produk yang akan dipilihnya. Konsumen dihadapkan pada memilih dan menggunakan pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku konsumsi yang secara terus menerus dan berulang dilakukan menjadikan suatu kebiasaan. Kebiasaan makan ini merupakan bagian yang dapat menggambarkan pola konsumsi makan seseorang. Menurut Powers (1980), hal ini sulit diubah atau jika secara mendadak diganti akan menimbulkan reaksi atau tidak begitu saja mudah diterima. Ditambahkan Khumaidi (1994), bahwa kebiasaan makan erat kaitannya

27 36 dengan penyediaan makanan, karena akan mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan zat gizi. Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari yang terdiri dari sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Menurut Khomsan (2003), apabila kita makan hanya satu atau dua kali per hari, sulit secara kuantitas dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keterbatasan lambung menyebabkan kita tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah yang banyak. Berdasarkan waktu makan, kebiasaan dibagi menjadi tiga, yaitu sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Sarapan pagi ialah makan di waktu pagi dengan tujuan untuk perisapan beraktivitas. Sarapan pagi biasanya lebih sedikit karena selera makan belum begitu besar. Makan siang artinya makan di waktu siang dengan tujuan untuk menghilangkan rasa lapar setelah beraktivitas. Makan siang biasanya paling sering dilakukan sebab pada umumnya aktivitas sejak pagi membuat individu merasa lapar sehingga selera makan sangat tinggi. Makan malam artinya makan pada waktu malam dengan tujuan untuk mempersiapkan terjadinya proses pembakaran untuk menghasilkan energi yang diperlukan pada saat tidur. Karena dalam keadaan tidur, energi tersebut dipergunakan untuk menggerakan paru-paru, jatung, serta organ tubuh lainnya. Selain itu, terdapat juga kebiasaan makan camilan, yaitu masakan yang dimakan sepanjang hari tidak terbatas waktu, tempat, dan jumlah yang dimakan. Tujuannya ialah untuk pengurangan rasa lapar walaupun tidak mutlak, menambah zat-zat yang tidak ada atau kurang pada makanan utama dan lauk-pauknya, serta sebagai hiburan (Moertjipto, dkk, 1993) Jenis makanan perlu diperhatikan karena untuk memenuhi kebutuhan makanan individu, diperlukan pemenuhan gizi yang seimbang. Makanan yang

28 37 beragam, bergizi, dan berimbang merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh setiap individu dalam melakukan kebiasaan makannya. Karena tubuh tidak hanya membutuhkan satu jenis makanan saja. Makanan yang sehat harus mengandung unsur-unsur gizi yang diperlukan oleh tubuh. Makanan yang beragam dijamin dapat memberi manfaat yang lebih besar terhadap kesehatan (Khomsan dan Anwar, 2008). Periode dewasa muda merupakan masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Berbagai permasalahan yang ada pada periode remaja juga dapat terbawa hingga periode dewasa muda ini. Gangguan makan merupakan masalah uyang seringkali terlihat pada individu berada pada periode remaja. Gangguan makan adalah suatu hal yang kompleks, melibatkan keturunan genetis, faktor fisiologis, kognitif, dan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Tiga gangguan makan yang paling menonjol adalah anoreksia nervosa, bulimia, dan obesitas. Anoreksia nervosa adalah gangguan makan karena adanya keinginan yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri. Anoreksia nervosa terutama terjadi pada perempuan selama masa remaja dan masa dewasa awal. Mereka terus membuat diri mereka kelaparan dan jumlah lemak di dalam tubuh terus menurun sampai batas minimum, sehingga pada kondisi ini menstruasi biasanya terhenti. Bulimia merupakan pola makan berlebihan dan memuntahkannya kembali secara teratur. Faktor-faktor sosial, psikologis, dan fisiologis diyakini menjadi penyebab gangguan makan ini. Penderita bulimia terus makan dalam jumlah banyak dan kemudian mengeluarkan dengan memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan obat pencahar. Pada umumnya penderita bulimia adalah perempuan. Penderita anoreksia dapat mengendalikan diri dalam hal makan,

29 38 sedangkan bulimia tidak. Depresi adalah karakteristik yang umum dari penderita bulimia (Santrock, 2003). Obesitas pada periode dewasa muda melibatkan pengaruh keturunan genetis, mekanisme fisiologis, faktor kognitif, dan pengaruh lingkungan. Pengaruh pola makan berat yang tinggi kalori dan rendah serat serta peningkatan teknologi merubah gaya hidup yang tanpa perlu banyak aktivitas tubuh yang menjadi penyebab masalah gizi lebih (Adiningsih, 2003) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Menurut Randal (1982) dalam Sayuti (1992) mengatakan bahwa pola konsumsi pangan merupakan kegiatan atau perilaku makan seseorang, satu keluarga atau suatu kelompok masyarakat yang melakukan tindakan makan dan pada dasarnya dilandasi oleh beberapa faktor. Menurut Khumaidi (1989), terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan pada manusia, yaitu faktor ekstrinsik yang berasal dari luar diri manusia dan faktor intrinsik yang berasal dari dalam diri manusia. Faktor ekstrinsik antara lain meliputi; lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama serta lingkungan ekonomi. Sementara faktor intrinsik meliputi; asosiasi emosional, keadaan jasmani, dan kejiwaan yang sedang sakit dan penilaian yang lebih terhadap mutu makanan. Menurut Kamaruddin (1990), pola konsumsi ditentukan oleh beberapa faktor seperti kondisi geografi, agama, tingkat sosial ekonomi, pengetahuan akan pangan dan gizi serta ketersediaan pangan. Sedangkan menurut Sanjur (1982) dalam Sayuti (1992) menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan, yaitu karakteristik: individu, makanan, dan lingkungan.

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Daging Sapi Daging berasal dari hewan ternak yang sudah disembelih. Daging tersusun dari jaringan ikat, epitelial, jaringan-jaringan syaraf, pembuluh darah dan lemak. Jaringan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual adalah konsumsi pangan. Bagi individu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi yaitu makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum beraktifitas, yang terdiri dari makanan pokok dan lauk pauk atau makanan kudapan. Energi dari sarapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Makan Makanan merupakan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua. Oleh karena itu perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran Banyak cara yang dilakukan perusahaan untuk dapat mencapai tujuan organisasinya. Salah satunya adalah merancang strategi pemasaran yang efektif. Pemasaran merupakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Produk Aqua (Studi pada Masyarakat Desa Slimbung Kecamatan Ngadiluwih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lanjut Usia Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi,1999). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai permasalahan gizi yang dialami Indonesia saat ini, baik gizi kurang maupun gizi lebih pada dasarnya disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang. Sementara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran merupakan salah satu sumber mineral mikro yang berperan sangat penting dalam proses metabolisme tubuh (Indira, 2015). Mineral mikro sendiri merupakan mineral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Banyak ahli yang telah memberikan definisi atas pemasaran. Pemasaran yang diberikan sering berbeda antara ahliyang satu dengan ahli yang lain. Perbedaan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perilaku Konsumen Pemahaman tentang perilaku konsumen berkaitan dengan segala cara yang dilakukan orang untuk mendapatkan barang konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok anak sekolah merupakan salah satu segmen penting di masyarakat dalam upaya peningkatan pemahaman dan kesadaran gizi sejak dini. Anak sekolah merupakan sasaran

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 : 37) memberikan definisi pemasaran BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2007 :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan

BAB I PENDAHULUAN. mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja masa yang sangat penting dalam membangun perkembangan mereka dalam dekade pertama kehidupan. Masa remaja merupakan jembatan periode kehidupan anak dan dewasa,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah komoditas strategi karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Pangan tidak saja berarti strategis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Perilaku Konsumen dan Proses Keputusan Pembelian 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemasaran Menurut Kotler (1999:4), pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dengan mana seseorang atau kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan dan inginkan melalui penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi yang berkualitas dapat diwujudkan apabila makanan yang. kesadaran terhadap pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan memperbaiki kualitas konsumsi pangan masyarakat. Konsumsi yang berkualitas dapat

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nia Kurniawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta

BAB I PENDAHULUAN. anak menjadi lemah dan cepat lelah serta berakibat meningkatnya angka absensi serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia sekolah merupakan masa pertumbuhan bagi anak sehingga memerlukan gizi yang cukup dan seimbang. Defisiensi gizi pada usia sekolah dapat menyebabkan anak menjadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Untuk mencapai SDM berkualitas faktor gizi memegang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun (Ton) Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Grafik Perkembangan Produksi Susu Provinsi Jawa Barat Tahun (Ton) Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, 2010 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan telah mengalami peningkatan kinerja dari tahun ke tahun. Salah satu acuan dalam melihat kinerja suatu sektor adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang dikenal dengan sebutan ayam buras (ayam bukan ras) atau ayam sayur. Ayam kampung memiliki kelebihan pada daya adaptasi tinggi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen. Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen. Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan BAB II LANDASAN TEORI A. Uraian Teori 1. Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen Menurut Setiadi (2008:415) berpendapat bahwa pengambilan keputusan konsumen, adalah proses pengintergasian yang mengkombinasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. sebagai responden yang diteliti berdasarkan umur, asal daerah, dan agama.

HASIL DAN PEMBAHASAN. sebagai responden yang diteliti berdasarkan umur, asal daerah, dan agama. 47 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden Karakteristik mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran sebagai responden yang diteliti berdasarkan umur, asal daerah, dan agama. 4.1.1.

Lebih terperinci

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA A. Pengertian Pangan Asal Ternak Bila ditinjau dari sumber asalnya, maka bahan pangan hayati terdiri dari bahan pangan nabati

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menganalisis tentang preferensi konsumen terhadap paket wisata Kusuma Agrowisata. Kerangka pemikiran teoritis disusun berdasarkan penelusuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Secara umum pangan diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Perhatian utama adalah untuk mempersiapkan dan meningkatkan kualitas penduduk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembeli yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. Dimana. mengarah kepada keputusan pembelian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembeli yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. Dimana. mengarah kepada keputusan pembelian. 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keputusan pembelian Keputusan pembelian merupakan tahap dari proses keputusan pembeli yaitu ketika konsumen benar-benar membeli produk. Dimana konsumen mengenal masalahnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pemasaran Pengertian pemasaran mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar penjualan dan periklanan. Tjiptono (2002) memberikan definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah sikap atau sifat dari individu, kelompok dan organisasi dalam memilih, menilai, dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Konsumen Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Keluarga 2.1.1 Pendidikan Orang Tua Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Yang Melandasi Permasalahan Dalam rangka memperoleh suatu pedoman guna lebih memperdalam masalah, maka perlu dikemukakan suatu landasan teori yang bersifat ilmiah. Dalam

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Konsumsi dan Konsumen Konsumsi berasal dari bahasa Belanda consumptie. Pengertian konsumsi secara tersirat dikemukakan oleh Holbrook

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berakhir pada usia 19 tahun (Proverawati, 2010) Remaja adalah kelompok yang

BAB I PENDAHULUAN. berakhir pada usia 19 tahun (Proverawati, 2010) Remaja adalah kelompok yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Menengah Atas (SMA) tergolong usia remaja yang merupakan usia peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang berawal dari usia 10 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. maka selera terhadap produk teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, tetapi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa dan informasi akan mengubah gaya hidup dan pola konsumsi makan masyarakat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi

I. PENDAHULUAN. manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan di masa datang. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan yang optimal, yang

Lebih terperinci

Proses Pengambilan Keputusan Konsumen

Proses Pengambilan Keputusan Konsumen MODUL PERKULIAHAN Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ekonomi dan Bisnis Manajemen 14 Abstract Membahas proses dalam pengambilan keputusan pembelian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarapan pagi merupakan makanan yang dimakan setiap pagi hari atau suatu kegiatan yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah gizi yang banyak terdapat di seluruh dunia yang tidak hanya terjadi di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penderita anemia diperkirakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan harta yang sangat berharga dan patut dipelihara. Gaya hidup sehat harus diterapkan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Salah satu cara agar kesehatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Perilaku Konsumen Istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa digunakan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep

II. LANDASAN TEORI. falsafah baru ini disebut konsep pemasaran (marketing concept). Konsep II. LANDASAN TEORI 2.1 Arti dan Pentingnya Pemasaran Pemasaran merupakan faktor penting untuk mencapai sukses bagi perusahaan akan mengetahui adanya cara dan falsafah yang terlibat didalamnya. Cara dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengertian produk menurut Kotler & Armstrong (2001, p346) adalah segala

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengertian produk menurut Kotler & Armstrong (2001, p346) adalah segala BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1 Produk Pengertian produk menurut Kotler & Armstrong (2001, p346) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah tindakan langsung yang terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber nutrisi lengkap dan mengandung gizi tinggi. Kandungan kalsium susu sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan dan pembentukan tulang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemasaran Sehubungan dengan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini maka diperlukan adanya teori-teori atau konsep-konsep yang memerlukan penjelasan. Dalam banyak perusahaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Memahami keinginan konsumen dan mempelajari perilaku konsumen sangat penting untuk diperhatikan oleh perusahaan untuk mengetahui bagaimana perilaku

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Sarapan Pagi Kecukupan Tingkat Kecukupan Asupan Kebiasaan Protein Pengetahuan Pendidikan energi Perilaku Energi Energi makan BAB dan ibu di dan protein Gizi sekolah pagi II Pengetahuan gizi Ibu Protein ibu Sarapan

Lebih terperinci

PENERAPAN HASIL BELAJAR NUTRISI PADA PERILAKU GIZI SISWA SMK SANDHY PUTRA BANDUNG

PENERAPAN HASIL BELAJAR NUTRISI PADA PERILAKU GIZI SISWA SMK SANDHY PUTRA BANDUNG 12 PENERAPAN HASIL BELAJAR NUTRISI PADA PERILAKU GIZI SISWA SMK SANDHY PUTRA BANDUNG Ai Martin Sopiah¹ ), Ai Nurhayati² ), Rita Patriasih² ) Abstrak: Siswa SMK berada dalam usia remaja pada masa ini rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORETIS

BAB II KERANGKA TEORETIS 22 BAB II KERANGKA TEORETIS A. Teori Perilaku Konsumen Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang/ organisasi dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran Pemasaran adalah proses untuk merencanakan dan melaksanakan perancangan, penetapan harga, promosi, dan distribusi dari ide, barang, dan layanan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

PERILAKU PEMBELIAN KONSUMEN

PERILAKU PEMBELIAN KONSUMEN PERILAKU PEMBELIAN KONSUMEN Meet -3 BY.Hariyatno.SE.Mmsi PERILAKU PEMBELIAN KONSUMEN Perilaku konsumen adalah studi yang terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMP Muhammadiyah 10 Surakarta SMP Muhammadiyah 10 Surakarta terletak di Jl. Srikoyo No.3 Karangasem, Laweyan, Surakarta. SMP Muhammadiyah 10 Surakarta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keadaan gizi seseorang berkaitan erat dengan pola makan. Pola makan yang baik biasanya diiringi dengan tingkat keadaan gizi yang baik, atau apabila baik konsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk

II. LANDASAN TEORI. Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk II. LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin meningkat membuat kebutuhan dan. keinginan manusia terhadap makanan semakin bervariasi.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman yang semakin meningkat membuat kebutuhan dan. keinginan manusia terhadap makanan semakin bervariasi. I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin meningkat membuat kebutuhan dan keinginan manusia terhadap makanan semakin bervariasi. Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Membeli 1. Pengertian Perilaku Membeli Perilaku adalah semua respon (reaksi, tanggapan, jawaban; balasan) yang dilakukan oleh suatu organisme (Chaplin, 1999). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan pangan dalam GBHN 1999 adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama fungsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu komponen penting dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan.sumber daya manusia yang berkualitas sangat dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa pengembangan. intelektual, dikarenakan pada masa itu anak memiliki keinginan dan

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa pengembangan. intelektual, dikarenakan pada masa itu anak memiliki keinginan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa pengembangan intelektual, dikarenakan pada masa itu anak memiliki keinginan dan keterbukaan untuk mendapatkan pengetahuan

Lebih terperinci