ISSN Volume 9, Nomor 2. September - Desember 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISSN 1907-3046. Volume 9, Nomor 2. September - Desember 2014"

Transkripsi

1 ISSN Volume 9, Nomor 2 September - Desember 2014 Mutu Organoleptik Cider Jambu Biji (Psidium guajava) pada Varietas yang Berbeda Ida Nurhayati Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru dalam Kepatuhan Berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan Netty Panjaitan, Risma Dumiri, Tiurlan Indeks Plak Antara Gigi Berjejal dengan Gigi Tidak Berjejal Setelah Menyikat Gigi pada Siswa-Siswi SMP PAB 5 Patumbak Tahun 2014 Asmawati, Adriana Hamsar, Nurhamidah Hubungan Kebiasaan Menyikat Gigi Sebelum Tidur dengan Terjadinya Karies Gigi pada Siswa-Siswi SMP Swasta Darussalam Medan Tahun 2014 Ety Sofia Ramadhan Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Penggunaan Antibiotik di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo Rini Andarwati Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Presentasi Bokong pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 Setiawaty Suluhbara Pengaruh BPJS Terhadap Minat Masyarakat dalam Upaya Peningkatan Kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2014 Adelima C. R. Simamora, Doni Simatupang, Agustina Boru Gultom Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hipertensi pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Anak dan Balita Binjai dan Medan Tahun 2014 Abdul Hanif Siregar, Syarif Zen Yahya, Surita Ginting Manfaat Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Xylitol dan Non Xylitol dalam Menurunkan Indeks Plak pada Siswa-Siswi Kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 Yetti Lusiani, Etty M. Marthias, Hasny Efektifitas Pemberian Soyghurt Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol dalam Darahmencit (Mus musculus) dengan Jumlah Bakteri Asam Laktat dan Suhu Inkubasi yang Optimum Rosmayani Hasibuan Gambaran Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Terhadap Terjadinya Karies Gigi Molar 1 pada Siswa/i Kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Deli Tua Tahun 2014 Rina Budiman Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Diet Makanan Terhadap Karies Gigi pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Ngena Ria, Susy Adrianelly Simaremare Pengaruh Berkumur dengan Larutan Teh Hijau Terhadap ph Saliva pada Siswa-Siswi SD Negeri Kecamatan Binjai Utara Tahun 2014 Manta Rosma, Netty Jojor Aritonang Gambaran Tingkat Kecemasan Anak Terhadap Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa/i Kelas V-B SD St. Antonius Jl. Sriwijaya No.7 Medan Tahun 2014 Nelly Katharina Manurung Motivasi Anak dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Terhadap Status Kesehatan Gigi pada Siswa/i Kelas III-A SD Swasta Cerdas Bangsa Jl. Titi Kuning Namorambe Lingk. VI Sidorejo Deli Tua Tahun 2014 Rosdiana T. Simaremare, Asnita Bungaria Simaremare Efektifitas Penyuluhan dengan Media Poster Terhadap Peningkatan Pengetahuan Tentang Kebersihan Gigi pada Siswa/i Kelas III dan IV di SDN Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2014 Rawati Siregar, Sondang Gambaran Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Tentang Menyikat Gigi Terhadap def-t dan DMF-T pada Siswa-Siswi SD Negeri Titi Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 Aminah Br. Saragih, Herlinawati Hubungan Frekuensi Minum Soft Drink Terhadap ph Saliva dan Angka DMF-T pada Siswa/i Kelas XI IPA MAN 2 Model Jalan Williem Iskandar No. 7A Kec. Medan Tembung Tahun 2014 Intan Aritonang Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014 Dina Indarsita, Sri Utami, Rina Sari Uji Efek Penyembuhan Luka Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia Amygdalina.Del) pada Mencit Jantan Ernawaty, Tri Bintarti, Maya Handayani Kharakteristik Balita dan Sosio Demografi Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mencirim Kecamatan Sunggal Tahun 2014 Rina Doriana Pasaribu

2 JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) VOL. 9, NO. 2, SEPTEMBER-DESEMBER 2014 TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER) ISSN Penanggung Jawab: Dra. Ida Nurhayati, M.Kes. Redaktur: Drg. Herlinawati, M.Kes. Penyunting Editor: Soep, SKp., M.Kes. Nelson Tanjung, SKM., M.Kes. Desain Grafis & Fotografer: Ir. Zuraidah, M.Kes. Dra. Ernawaty, M.Si., Apt. Yusrawati Hasibuan, SKM., M.Kes. Sekretariat: Sri Utami, SST, M.Kes. Elizawardah, SKM., M.Kes. Rina Doriana, SKM., M.Kes. Sumarni, SST. Hafniati Alamat Redaksi: P Jl. Let Jend Jamin Ginting KM 13.5 Kelurahan Laucih Kec. Medan Tuntungan Telp: Fax: DAFTAR ISI Editorial Mutu Organoleptik Cider Jambu Biji (Psidium guajava) pada Varietas yang Berbeda oleh Ida Nurhayati Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru dalam Kepatuhan Berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan oleh Netty Panjaitan, Risma Dumiri, Tiurlan Indeks Plak Antara Gigi Berjejal dengan Gigi Tidak Berjejal Setelah Menyikat Gigi pada Siswa-Siswi SMP PAB 5 Patumbak Tahun 2014 oleh Asmawati, Adriana Hamsar, Nurhamidah Hubungan Kebiasaan Menyikat Gigi Sebelum Tidur dengan Terjadinya Karies Gigi pada Siswa-Siswi SMP Swasta Darussalam Medan Tahun 2014 oleh Ety Sofia Ramadhan Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Penggunaan Antibiotik di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo oleh Rini Andarwati Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Presentasi Bokong pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 oleh Setiawaty Suluhbara Pengaruh BPJS Terhadap Minat Masyarakat dalam Upaya Peningkatan Kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2014 oleh Adelima C. R. Simamora, Doni Simatupang, Agustina Boru Gultom Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Hipertensi pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Anak dan Balita Binjai dan Medan Tahun 2014 oleh Abdul Hanif Siregar, Syarif Zen Yahya, Surita Ginting

3 Manfaat Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Xylitol dan Non Xylitol dalam Menurunkan Indeks Plak pada Siswa-Siswi Kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 oleh Yetti Lusiani, Etty M. Marthias, Hasny Efektifitas Pemberian Soyghurt Terhadap Penurunan Kadar Kolesterol dalam Darahmencit (Mus musculus) dengan Jumlah Bakteri Asam Laktat dan Suhu Inkubasi yang Optimum oleh Rosmayani Hasibuan Gambaran Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Terhadap Terjadinya Karies Gigi Molar 1 pada Siswa/i Kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Deli Tua Tahun 2014 oleh Rina Budiman Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Diet Makanan Terhadap Karies Gigi pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan oleh Ngena Ria, Susy Adrianelly Simaremare Pengaruh Berkumur dengan Larutan Teh Hijau Terhadap ph Saliva pada Siswa-Siswi SD Negeri Kecamatan Binjai Utara Tahun 2014 oleh Manta Rosma, Netty Jojor Aritonang Gambaran Tingkat Kecemasan Anak Terhadap Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Siswa/i Kelas V-B SD St. Antonius Jl. Sriwijaya No.7 Medan Tahun 2014 oleh Nelly Katharina Manurung Motivasi Anak dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi Terhadap Status Kesehatan Gigi pada Siswa/i Kelas III-A SD Swasta Cerdas Bangsa Jl. Titi Kuning Namorambe Lingk. VI Sidorejo Deli Tua Tahun 2014 oleh Rosdiana T. Simaremare, Asnita Bungaria Simaremare Efektifitas Penyuluhan dengan Media Poster Terhadap Peningkatan Pengetahuan Tentang Kebersihan Gigi pada Siswa/i Kelas III dan IV di SDN Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Tahun 2014 oleh Rawati Siregar, Sondang Gambaran Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Tentang Menyikat Gigi Terhadap def-t dan DMF-T pada Siswa- Siswi SD Negeri Titi Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 oleh Aminah Br. Saragih, Herlinawati Hubungan Frekuensi Minum Soft Drink Terhadap ph Saliva dan Angka DMF-T pada Siswa/i Kelas XI IPA MAN 2 Model Jalan Williem Iskandar No. 7A Kec. Medan Tembung Tahun 2014 oleh Intan Aritonang Pengaruh Komunikasi Teraupetik dengan Intensitas Nyeri Persalinan Kala I Fase Laten di Klinik Delima Medan Tahun 2014 oleh Dina Indarsita, Sri Utami, Rina Sari

4 Uji Efek Penyembuhan Luka Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia Amygdalina.Del) pada Mencit Jantan oleh Ernawaty, Tri Bintarti, Maya Handayani Kharakteristik Balita dan Sosio Demografi Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Mencirim Kecamatan Sunggal Tahun 2014 oleh Rina Doriana Pasaribu Diterbitkan oleh : POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN Jl. Jamin Ginting KM. 13,5 Kel. Lau Cih Medan Tuntungan Kode Pos : 20136

5 PENGANTAR REDAKSI Jurnal PANNMED merupakan salah satu wadah untuk menampung hasil penelitian Dosen Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Jurnal PANNMED Edisi September-Desember 2014 Vol. 9 No.2 yang terbit kali ini menerbitkan sebanyak 21 Judul Penelitian. Redaksi mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Direktur atas supportnya sehingga Jurnal ini dapat terbit 2. Dosen-dosen yang telah mengirimkan tulisan hasil penelitiannya dan semoga dengan terbitnya jurnal ini dapat memberi semangat kepada dosen yang lain untuk berkreasi menulis hasil penelitian sehingga bisa diterbitkan ke Jurnal Pannmed ini. Akhir kata, kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar jurnal ini dapat menjadi jurnal yang berkualitas seperti harapan kita bersama. Redaksi

6 MUTU ORGANOLEPTIK CIDER JAMBU BIJI (Psidium guajava) PADA VARIETAS YANG BERBEDA Ida Nurhayati Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Indonesia termasuk negara penghasil buah-buahan. Dengan berlimpahnya buah-buahan maka dilakukan pengawetan. Cider (Anggur buah) merupakan salah satu cara pengawetan untuk menambah nilai ekonomis buah, selain itu cider merupakan salah satu minuman beralkhohol yang rasanya manis, mempunyai aroma harum dan khas dibuat melalui fermentasi khamir jenis Sacharomyces cerevisiae. Buah jambu biji mempunyai kadar vitamin C tinggi yaitu 87% dan vitamin A 25% serta kandungan karbohidrat 12,2%, selain itu juga mengandung zat mineral, besi, fosfat dan kapur.(rismunandar,1997).cider telah lama dikenal sejak berabad-abad yang lalu sebagai minuman tradisional Negara Timur Tengah dan Eropa. Adanya kemajuan teknologi kini minuman anggur tidak hanya dibuat dari beras atau buah anggur namun buah - buahan yang rasanya manis juga dapat dibuat cider. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu organoleptik cider jambu biji dengan varietas yang berbeda (yaitu cider dari jambu biji biasa dibandingkan dengan cider dari jambu biji bangkok). Penilaian mutu organoleptik dilakukan dengan cara menilai warna, rasa, aroma dan konsistensi cider jambu biji. Selanjutnya dilakukan penghitungan kadar alkohol yang dihasilkan oleh cider tersebut. Penelitian ini bersifat eksperimen yang dilakukan pada tanggal Maret 2003 di laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Gizi Poltekkes Medan. Pembuatan cider jambu biji biasa dan jambu biji bangkok masing-masing dilakukan dengan ulangan sebanyak dua kali. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) perlakuan dan 2 (dua) ulangan sehingga terdapat 4 (empat) unit percobaan. Terdapat perbedaan nyata rasa (F hitung 8,82 > F tabel 3,34) dan aroma (F hitung 10,44 > F tabel 3,34) antara cider jambu biji biasa dengan jambu biji bangkok. Namun warna (F hitung 2,24 > F tabel 4,20) dan kekentalan (F hitung 2,64 < F tabel 3,34) tidak menunjukkkan perbedaan nyata. Mutu organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan kekentalan cider jambu biji biasa lebih disukai dari pada jambu biji bangkok. Mutu organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan kekentalan cider jambu biji biasa lebih disukai dari pada jambu biji bangkok. Kandungan alkohol cider jambu biji biasa setelah fermentasi 7 hari adalah 13% sedangkan kandungan alkohol cider jambu biji bangkok 13,6%. Kata kunci: Mutu organoleptik, cider jambu biji PENDAHULUAN Pengawetan buah-buahan dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara antara lain dengan fermentasi. Cider (Anggur buah) merupakan salah satu minuman beralkhohol yang rasanya manis. Mempunyai aroma yang harum dan khas dibuat melalui fermentasi khamir jenis Sacharomyces cerevisiae. Buah jambu biji mempunyai kadar vitamin C tinggi yaitu 87% dan vitamin A 25% serta kandungan karbohidrat 12,2%, selain itu juga mengandung zat mineral, besi, fosfat dan kapur. Rismunandar (1997) mengatakan buah jambu biji umumnya digunakan oleh masyarakat untuk mencegah penyakit sariawan dan untuk meningkatkan daya tahan terhadap infeksi. Cider telah lama dikenal sejak berabad-abad yang lalu sebagai minuman tradisional Negara Timur Tengah dan Eropa. Adanya kemajuan teknologi kini minuman anggur tidak hanya dibuat dari beras atau buah anggur namun buah -buahan yang rasanya manis juga dapat dibuat cider. Jambu biji banyak dijumpai di pasaran. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara tahun 2000 bahwa rata rata produksi tanaman jambu biji adalah 16,43 ton meningkat dari tahun sebelumnya. Dengan demikian salah satu upaya untuk meningkatkan nilai ekonomis jambu biji adalah dengan pembuatan cider atau anggur buah. Dari hal tersebut penulis mencoba meneliti pembuatan cider dari jambu biji dengan varietas yang berbeda, yaitu dengan menggunakan jambu biji biasa dibandingkan dengan jambu biji bangkok yang selanjutnya akan dinilai mutu organoleptiknya. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu organoleptik cider jambu biji dengan varietas yang berbeda (yaitu cider dari jambu biji biasa 90

7 dibandingkan dengan cider dari jambu biji bangkok). Penilaian mutu organoleptik dilakukan dengan cara menilai warna, rasa, aroma dan konsistensi cider jambu biji. Selanjutnya dilakukan penghitungan kadar alkohol yang dihasilkan oleh cider tersebut. METODE Penelitian ini bersifat eksperimen yang dilakukan pada tanggal Maret 2003 di laboratorium Teknologi Pangan Jurusan Gizi Poltekkes Medan. Pembuatan cider jambu biji biasa dan jambu biji bangkok masing-masing dilakukan dengan ulangan sebanyak dua kali. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) perlakuan dan 2 (dua) ulangan sehingga terdapat 4 (empat) unit percobaan. Bahan : Jambu biji bangkok dan biasa masing-masing 2 kg, gula pasir 1200 gr, ragi Sacharomyces cereviciae sebanyak 60 gr dan Aquadesh 2 ltr. Alat : Pisau, wakskom, timbangan duduk, blender, kain saring, gelas ukur, Erlenmeyer, inkubator, beaker glass, thermometer, autoclave, hot plate, spatula, selang fermentasi. Prosedur : Pembuatan starter dan sari buah 1) Jambu biji dikupas, dicuci dan dihancurkan dengan blender hingga menjadi bubur jambu biji. 2) Ditambahkan aquadesh 1:1 dari volume bubur jambu biji. 3) Disaring untuk diambil sarinya dan diukur volumenya. 4) Ditambahkan gula pasir 20% dari volume sari buah. 5) Diambil 100 ml sari buah kemudian ditambahkan ragi Sacharomyces cereviciae 1%. 6) Diaduk hingga rata dan dimasukkan kedalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 30 o C hingga timbul gas. 7) Sari buah selebihnya setelah diambil untuk pembuatan starter dipanteurisasi selama 1 jam dalam autoclave. Peragian/Fermentasi 1) Larutan starter yang sudah jadi dimasukkan ke dalam sari buah yang sudah dipasteurisasi dalam erlemmeyer. 2) Erlenmeyer ditutup menggunakan gabus yang tengahnya sudah diberi selang, kemudian ujung selang yang lain dicelupkan ke dalam beaker glass yang berisi air. 3) Diinkubasikan dalaminkubator selama 7 hari dengan suhu 30 o C. Pemeraman1) Setelah fermentasi 7 hari, dilakukan pasteurisasi selama 1 jam dengan suhu 70 o C. 2) Cider dipindahkan ke dalam botol yang sudah disterilkan. 3) Disimpan lagi ke dalam inkubator pada suhu 30 o C selama 7 hari. Perhitungan kadar alkohol (UI, 1997) t a = t cider sebelum fermentasi t aquadesh sebelum fermentasi t b = t cider sesudah fermentasi t aquadesh sesudah fermentasi t = t b t a Dikonversikan dalam tabel Steinkrous t = titik didih Tingkat kesukaan konsumen yang meliputi warna, rasa, aroma dan kekentalan diujikan ke 30 orang panelis terlatih. Adapun skala pengukuran yang digunakan skala sebagai berikut : 1 = Tidak suka, 2 = Agak suka, 3 = Suka, 4 = Amat suka, 5 = Amat sangat suka. HASIL DAN PEMBAHASAN Warna merupakan daya tarik suatu produk makanan. Konsumen dalam memilih makanan pertama kali sangat dipengaruhi oleh warna. Warna cider jambu biji secara umum adalah hijau muda sampai dengan hijau tua. KEKENTALAN AROMA RASA WARNA Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan nyata antara warna cider jambu biji biasa dan warna cider jambu biji bangkok (F hitung 2,24 < F tabel 4,20). Rasa cider jambu biji dalam penelitian ini terdapat perbedaan nyata antara rasa cider jambu biji biasa dan jambu biji bangkok ( F hitung 8,82 > F tabel 3,34). Rasa cider adalah manis disertai asam dan adanya rasa segar pada waktu diminum, hal ini disebabkan adanya proses fermentasi dalam pembuatan cider jambu biji. Bahan dasar cider ini adalah karbohidrat sehingga setelah difermentasikan dapat menghasilkan alkohol dan CO 2 yang menyebabkan rasa segar dalam cider. Aroma merupakan bagian penting dan sangat menentukan kualitas minuman cider. Dalam penelitian ini terdapat perbedaan nyata antara aroma jambu biji biasa dengan jambu biji bangkok (F hitung 10,44 > F tabel 3,34) Aroma cider dalam penelitian ini adalah spesifik aroma jambu biji. Kekentalan cider jambu biji biasa dan jambu biji bangkok tidak menunjukkan perbedaan nyata (F hitung 2,64 < F tabel 3,34). Kekentalan cider dipengaruhi oleh bahan-bahan untuk pembuatan cider Yaitu jambu biji, ragi dan gula. SIMPULAN TINGKAT KESUKAAN KONSUMEN JAMBU BIJI BIASA JAMBU BIJI BANGKOK 1. Warna cider jambu biji biasa tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan cider dari jamu biji bangkok dalam taraf agak suka dan suka. 2. Rasa cider jambu biji biasa menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan rasa cider dari jamu biji bangkok dalam taraf suka dan agak suka. 3. Aroma cider jambu biji biasa menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan cider dari jamu biji bangkok yaitu pada taraf agak suka. 4. Kekentalan cider jambu biji biasa tidak menunjukkan perbedaan nyata dibanding dengan 91

8 cider dari jamu biji bangkok yaitu pada taraf suka. 5. Mutu organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan kekentalan cider jambu biji biasa lebih disukai dari pada jambu biji bangkok. 6. Kandungan alkohol cider jambu biji biasa setelah fermentasi 7 hari adalah 13% sedangkan kandungan alkohol cider jambu biji bangkok 13,6%. RUJUKAN Ansori Rahman, 1999, Pengantar Teknologi Fermentasi, Depdikbud Dirjen Dikti PAU Pangan dan Gizi, IPB Bogor. Astawan, Made Wahyuni, Mia, 1991, Teknologi Tepat Guna. Akademika Presindo. Jakarta. Biro Pusat Statistik, 2000, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Bukle, K.A, Technology in Preservation, In a Course Manual in Food Science, Australian Vice Chancellors Committe. Daulay, Rahman Djunjun Ansori, Teknologi Fermentasi Sayur dan buah-buahan. Dep. P dan K, PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Desrosier, Norman.W, Teknologi Pengawetan Pangan, UI, Jakarta. Fardiaz, Srikandi, Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjutan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kapti Rahayu dan Slamet Sudarmadji, Prosesproses Mikrobiologi Pangan, PAU Pangan dan Gizi UGM Yogyakarta. Rismunandar, 1997, Tanaman Jambu Biji, Sinar Baru Bandung. Santoso, Hieronymus Budi, Teknologi Tepat Guna Anggur Pisang, Kanisius, Yogyakarta. Winarno, F.G, 1995, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia, Jakarta Winarno, F.G, 1999, Sterilisasi Komersial Produk Pangan, Gramedia, Jakarta Winarno, F.G, Kerusakan bahan Pangan dan Cara Pencegahannya, Ghalia Indonesia Jakarta 92

9 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DALAM KEPATUHAN BEROBAT DI RINDU A3 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Netty Panjaitan, Risma Dumiri, Tiurlan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu dan masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan kesehatan mendidik individu atau masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Adapun tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap peningkatan perilaku penderita TB Paru dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan. Jenis penelitian quasi eksperimen dengan rancangan one group pre-post test. Populasi penelitian penderita yang dirawat di Rindu A3 RSUP Haji Adam Malik Medan dengan BTA (+) dengan besar sampel 40 responden dan tehnik pengambilan sampel secara accidental sampling. Metode pengumpulan data menggunakan kuisioner melalui pre-test dan post-test sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan. Analisa data dilakukan dengan uji t berpasangan dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan secara signifikan mengalami peningkatan dari 9,32 menjadi 19,10 dengan nilai p=0.001 (α<0,05), sikap responden diperoleh nilai rata-rata dari 7,68 menjadi 8,02 dengan nilai p=0,006 yang secara uji statistik tidak terdapat perubahan secara signifikan sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan sedangkan tindakan responden secara signifikan menunjukkan peningkatan dari 2,78 menjadi 5,00 dengan nilai p= 0,001 (α<0,05). Disarankan petugas kesehatan terutama perawat ruang Rindu A3 RSUP H Adam Malik Medan memberikan penyuluhan kesehatan tentang TB Paru secara terprogram dan berkesinambungan untuk meningkatkan perilaku penderita dalam menjalankan regimen terapi secara maksimal dan mencegah penularan penyakit kepada anggota keluarga maupun orang lain. Kata kunci : Pendidikan Kesehatan, Perilaku, TB Paru PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis merupakan penyakit infeksi menular dan Indonesia menduduki urutan ketiga terbesar menderita Tuberkulosis Paru (William,G. 2008). Di negara-negara berkembang kematian TB Paru merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah dan diperkirakan 95% penderita TB Paru berada di negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif antara tahun. (Depkes RI, 2008). Bakteri Mycobacterium Tuberculosis merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu pengobatan yang lama sekitar 6 sampai 8 bulan, dengan keberhasilan dapat di evaluasi dari hasil laboratorium Bakteri Tahan Asam/ BTA (+) menjadi BTA (-) pada akhir bulan ke-2 pengobatan (Depkes RI, 2008). Estimasi angka konversi BTA (+) menjadi BTA (-) untuk kota Medan sebesar 89.4 %. Berdasarkan wilayah administratif di Indonesia, sebaran angka temuan kasus tahun 2007, untuk DKI Jakarta (88,14%), Sulawesi Utara (81,36%), Banten (74,62%), Jawa Barat (67,57%), Sumatera Utara (65,48%), Gorontalo (62,15%), Bali (61,39%), Jawa Timur (59,83%), DI Yokyakarta (53,23%), Sumatera Barat (51,36%) (Depkes RI, 2007). Cakupan penemuan penderita di beberapa Rumah Sakit pada bulan Januari s/d Maret 2011, di RSUD Dr Pirngadi Medan dari 422 suspek TB Paru, ditemukan BTA (+) 164 orang dan di RSUP H. Adam Malik Medan dari suspek 1031 orang, ditemukan BTA(+) sebanyak 124 orang (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2011). Meningkatnya beban masalah Tuberkulosis Paru disebabkan kurang memadainya tatalaksana TB paru, termasuk kegagalan menyembuhkan kasus yang telah di diagnosis (Depkes RI, 2008). Kegagalan keberhasilan tersebut menurut Amin (2006) akibat banyak faktor, diantaranya paduan obat yang tidak adekuat, dosis obat yang tidak cukup, tidak teratur minum obat, jangka waktu pengobatan yang kurang dari semestinya dan terjadinya resistensi obat, sedangkan faktor penyakit biasanya oleh karena disebabkan lesi yang terlalu luas, adanya penyakit 93

10 lain yang mengikuti, adanya gangguan imunologis dan faktor penderitanya sendiri, seperti kurangnya pengetahuan mengenai TB Paru, kekurangan biaya, malas berobat dan merasa sudah sembuh. Sujayanto (2000), mengatakan pengobatan yang tidak teratur akan menyebabkan kekebalan terhadap obat. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, menimbulkan kekebalan ganda kuman TB Paru terhadap obat Anti tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR), yang pengobatanya menjadi sangat mahal, dengan lama pengobatan bulan, dengan efek samping yang lebih berat (Depkes RI, 2008). Hasil penelitian Asmariani S (2012), mengatakan pengetahuan yang baik mempunyai peluang sebesar 23,22 kali patuh menelan Obat Anti TB (OAT) secara baik dan secara signifikan mempunyai peluang sebesar 13,00 kali patuh menelan OAT. Sejalan dengan penelitian Lumban Tobing T (2008) menyatakan pengetahuan yang kurang berpotensi 2,5 kali lebih besar dan sikap yang kurang 3,1 kali lebih besar terhadap penularan Tuberkulosis Paru. Penanggulangan Tuberkulosis Paru salah satunya dilaksanakan melalui promosi atau pendidikan kesehatan (Depkes, 2008). Pendidikan kesehatan sebagai bagian dari kesehatan masyarakat, berfungsi sebagai media atau sarana untuk menyediakan kondisi sosio-psikologis sedemikian rupa sehingga individu atau masyarakat berperilaku sesuai dengan norma-norma hidup sehat. Dengan perkataan lain pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan individu atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma norma hidup sehat. Pendidikan kesehatan akan berpengaruh pada perilaku kesehatan, selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Jika penderita dan keluarga tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang pengobatan dan pencegahan penularan Tuberkulosis paru, maka akan sulit untuk menentukan sikap serta mewujudkannya dalam suatu perbuatan/tindakan. Pengetahuan dan sikap menentukan perilaku atau tindakan seseorang. Pengetahuan seseorang tentang TB Paru yang mencakup pengertian, penyebab, cara penularan, manfaat makan obat secara teratur serta cara pencegahan suatu penyakit. Pengetahuan merupakan domain terbentuknya suatu perilaku (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan kesehatan secara langsung perorangan sangat penting, artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Pendidikan ditujukan kepada suspek TB Paru, penderita TB Paru dan keluarganya, supaya penderita menjalani pengobatan secara teratur dan sampai sembuh serta tidak menularkan penyakitnya pada orang lain. (Depkes, 2005). Berdasarkan paparan diatas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat di Ruang Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan B. Perumusan Masalah Bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Menganalisis pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan 2. Tujuan Khusus : a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat sebelum diberikan pendidikan kesehatan di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat setelah diberikan pendidikan kesehatan di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan c. Untuk mengetahui peningkatan Perilaku penderita Tuberkulosis Paru sebelum dan setelah pendidikan kesehatan dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan. D. Hipotesis Ho : Ada pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan Ha : Tidak ada pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Pihak Rumah Sakit secara khusus petugas kesehatan di ruang Rindu A3 RSUP. H. Adam Malik Medan agar melakukan secara kontiniu pendidikan kesehatan sebagai salah satu metode dalam promosi kesehatan untuk meningkatkan perilaku penderita TB Paru dalam menjalani pengobatan dan pencegahan bagi anggota keluarga dan orang lain 2. Bagi penderita : untuk meningkatkan perilaku penderita dalam menjalani pengobatan sampai sembuh 3. Bagi Peneliti : untuk meningkatkan pengetahuan tentang gambaran perilaku penderita dalam kepatuhan berobat sehingga membantu dalam program penanggulangan Tuberkulosis Paru 94

11 TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendidikan Kesehatan Pendidikan kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan masyarakat. Pendidikan kesehatan sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha, dkk., 2002). Pendidikan kesehatan pada dasarnya mendidik individu atau masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah kesehatan yang dihadapi. Pendidikan kesehatan berperan cukup penting dalam perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2003). 2. Teori Perubahan Perilaku Batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2007) dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktifitas dari manusia itu sendiri. Menurut Sarwono (2004) perilaku manusia merupakan hasil dari berbagai macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengalaman, sikap dan tindakan. Pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang masih bersifat terselubung, yang disebut covert behaviour, sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon terhadap stimulus adalah merupakan over behaviour. Menurut Sarwono (2004) batasan perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat sedangkan perilaku pasif tidak tampak, misalnya pengetahuan, persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan perilaku dalam tiga domain yaitu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan tindakan (practice). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Ada 6 tingkatan pengetahuan yang tercakup dalam ranah kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : Tahu (know), Memahami (comprehension), Aplikasi (application), Analisis, Sintesis dan Evaluasi (Notoatmodjo, 2007). Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2005). Notoatmodjo (2007), yang mengutip pendapat Achmadi, menjelaskan jenis sikap, yaitu : (a) sikap positif, yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu beda; (b) Sikap negatif, menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana individu itu berbeda. Tindakan adalah mekanisme dari suatu pengamatan yang muncul setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau persepsi terhadap apa yang telah di ketahui untuk mewujudkan dalam suatu tindakan atau praktek. Suatu sikap belum otomatis tewujud dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain. (Notoatmodjo, 2007). Ada 3 faktor penyebab mengapa seseorang melakukan perilaku tertentu, yaitu (a). faktor pemungkin, (b). Faktor pemudah, (c) faktor penguat. Ketiga faktor ini dipengaruhi oleh faktor penyuluhan serta organisasi. 3. Tuberkulosis Paru a. Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang paru, tetapi juga dapat mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan tetapi dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain. Basil penyebab tuberkulosis ini ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman yang bernama Robert Koch pada tahun Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37 C (Depkes, 2007). b. Cara Penularan Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2007). c. Resiko Penularan Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Penderita TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang di antara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB paru, hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB 95

12 akan menjadi sakit TB. Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB Paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi atau gizi buruk. (Depkes RI, 2007). d. Gejala Klinis TB Paru Gejala utama penderita TB Paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB Paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) penderita TB Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes RI, 2007). e. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif (Depkes RI, 2007). f. Pemeriksaan Dahak Menurut Depkes RI (2002), diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan tiga spesimen Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) dahak secara mikroskopis langsung merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah, dan hampir semua unit laboratorium dapat melaksanakan. B. Kerangka Teori Berikut kerangka teori pada gambar 1. dibawah ini: B. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan selama kurang lebih 5 bulan mulai bulan Juni sampai dengan bulan Nopember 2013 C. Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen (eksperimen semu) dengan rancangan one group pre-post test (Arikunto, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pendidikan kesehatan terhadap peningkatan perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat di Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan D. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah semua penderita yang dirawat di Rindu A3 RSUP Haji Adam Malik Medan dengan BTA (+) sebanyak 157 orang yang dirawat pada bulan Juli - Agustus Tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara accidental sampling yaitu berdasarkan kebetulan siapa saja yang ditemui dan sesuai persyaratan data yang diinginkan. Menurut Arikunto (2002), bila terdapat populasi lebih dari 100 orang maka pengambilan sampel berkisar antara 10-15% atau 20-25% dari total populasi. Maka sampel penelitian ini adalah: 25/100 x 157 = 39,25. Jadi besarnya sampel dalam penelitian ini adalah 40 responden. Pemilihan sampel penelitian didasarkan atas kriteria sebagai berikut : a. Kriteria inklusi Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah : - Penderita TB Paru yang dirawat di Ruang Rindu A3 selama bulan Juli Agustus Dapat berkomunikasi secara verbal, dapat membaca dan menulis. - Usia diatas 17 tahun atau telah dewasa. - Tidak ada penyakit penyerta b. Kriteria ekslusi Kriteria ekslusi pada penelitian ini antara lain : - Penderita yang saat dilakukan penelitian sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan dilakukan penelitian, misalnya dalam kondisi lemah - Tidak bersedia menjadi responden. E. Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner dimana data primer diperoleh melalui pre-test dan post-test. Data sekunder di peroleh melalui data medikal rekord RSUP H. Adam Malik Medan. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi dalam penelitian ini di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan di ruang Rindu A3 Medan. F. Metode Pengukuran Metode pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal untuk mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan responden. 1. Mengukur Pengetahuan didasarkan atas hasil pre test dan post test dengan 20 pertanyaan dengan kategori jawaban benar diberi skor 1, dan salah diberi skor 0. Selanjutnya jumlah 96

13 skor tersebut dikonversi atas 3 kategori sesuai dengan Arikunto (2006), maka skor tertinggi 20, skor terendah adalah 0 dengan pengkategorian pengetahuan sbb : Pengetahuan Baik, jika total skor >76,7% atau skor benar 15 Pengetahuan Cukup, jika total skor 56,6% s/d 75% atau benar Pengetahuan Kurang, jika total skor 55% atau skor benar Untuk penilaian Sikap didasarkan atas hasil pre test dan post test dengan 10 pertanyaan, dengan 2 kategori jawaban yaitu Setuju diberi skor 1, dan Tidak Setuju skor 0 dengan pengkategorian sebagai berikut : Sikap Baik, jika total skor 50 % Sikap Tidak Baik, jika total skor < 50 % 3. Untuk penilaian Tindakan didasarkan atas hasil pre test dan post test dengan 5 pertanyaan, dengan 2 kategori jawaban yaitu tindakan Baik diberi skor 1, dan Tidak Baik skor 0 dengan pengkategorian berikut : Tindakan Baik, jika total skor 5 Tindakan Tidak Baik, jika total skor < 5 G. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data Tehnik pengolahan data menggunakan komputerisasi dengan cara terlebih dahulu pengecekan data yang sudah dikumpulkan, melakukan penilaian (skor), melakukan editing dan pengkodean pada data yang ada dan dibuat dalam bentuk tabel, distribusi frekuensi selanjutnya dianalisa menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis Univariat menggunakan distribusi frekuensi dan statistik deskriptif untuk melihat karakteristik responden yang meliputi : jenis kelamin, umur, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, Jenis bangunan rumah, Luas ventilasi, pendapatan, kategori pasien, sumber pencahayaan dan kondisi kamar. Analisis Bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan meilputi: pengetahuan, sikap dan tindakan responden sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan dengan menggunakan uji pair t-test dengan taraf kepercayaan 95% dan hasil analisa dikatakan bermakna (signifikan) jika nilai p value < 0,05. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah Sakit Haji Umum Pusat Adam Malik Medan adalah Rumah Sakit kelas A sesuai SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII 1990, juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai SK Menkes No. 502/Menkes/SK/-/1990. Rumah Sakit Haji Umum Pusat Adam Malik Medan memiliki 10 Poliklinik rawat jalan dan 2 instalasi ruang rawat inap : Rindu A unit rawat inap yaitu RA1, RA2, RA3, RA4 neurologi, RA4 bedah saraf, RA5 dan Rindu B yaitu RB1, RB2, RB3, RB4 anak. 2. Analisis Univariat Analisis univariat terhadap responden disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, jenis bangunan rumah, luas ventilasi, pendapatan, kategori pasien, sumber pencahayaan dan kondisi kamar a. Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden yang dirawat Di Ruang Rindu A3 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan No Karakteristik Responden n % 1 Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan 2 Umur (tahun) Pendidikan - SD - SLTP - SLTA - Akademi/Sarjana 4 Status Perkawinan - Tidak kawin - Kawin - Janda/duda ,7 33,3 27,5 22,5 25,0 22,5 2,5 50,0 20,0 10,0 17,5 12,5 22,5 67,5 97

14 5 Pekerjaan - Wiraswasta - Petani - PNS/TNI/POLRI/Pensiunan - Tidak bekerja 6 Jenis Bangunan Rumah - Permanen - Semi permanen - Darurat 7 Luas Ventilasi - < 10% % - >20% 8 Pendapatan - < 1,4 jt - 1,4 2 jt jt jt - >5 jt 9 Kategori pasien - Baru - Kambuh - Gagal - Pindahan - Defaulter 10 Sumber Pencahayaan - Ya - Tidak 11 Kondisi kamar - Kering - Lembab - Basah ,5 25,0 5,0 22,5 85,0 12,5 2,5 20,0 80, ,5 40,0 5,0 2,5 40,0 30,0 30, ,0 40,0 62,5 37,5 0 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin, responden penderita Tuberkulosis Paru mayoritas laki-laki sebesar 66,7% dan perempuan sebesar 33,3%. Berdasarkan kategori umur terbanyak responden pada rentang usia tahun sebesar 27,5% diikuti responden rentang usia tahun sebesar 25%. Berdasarkan jenjang pendidikan mayoritas responden berpendidikan SLTA yaitu sebesar 50%, sedangkan berdasarkan status perkawinan mayoritas responden kawin sebesar 67,5%. Berdasarkan tabel diatas juga dapat diketahui bahwa pekerjaan responden mayoritas wiraswasta yaitu sebesar 47,5%, sedangkan berdasarkan kondisi rumah mayoritas responden memiliki bangunan rumah permanen sebesar 85%. Berdasarkan luas ventilasi rumah, mayoritas (80%) luas ventilasi berkisar antara 10-20% luas bangunan, berdasarkan besarnya pendapatan responden, mayoritas (52,5%) berpenghasilan antara 1,4 juta 2 juta per bulan. Berdasarkan kategori pasien : responden pasien baru sebesar 40%, responden kambuh dan gagal masing-masing sebesar 30%. Berdasarkan sumber pencahayaan, terdapat 60% rumah/kamar responden mendapatkan sinar matahari langsung dan berdasarkan kondisi rumah/kamar, kering sebanyak 62,5% dan lembab sebanyak 37,5%. b. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan Kesehatan dalam Peningkatan Perilaku Penderita Tuberkulosis Paru Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Responden sebelum dan Setelah Pendidikan Kesehatan di Ruang Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan Kategori Sebelum Setelah Pengetahuan N % n % Baik Cukup 17 42,5 0 0 Kurang Baik 23 57,5 0 0 Total Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan responden sebelum pemberian pendidikan kesehatan 57,5% berada pada tingkat pengetahuan Kurang Baik dan 42,5% berpengetahuan cukup, sedangkan pengetahuan responden setelah pendidikan kesehatan 100% berpengetahuan baik. 98

15 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kategori Sikap Responden Sebelum dan Setelah Pendidikan Kesehatan di Ruang Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan Kategori Sikap Sebelum Setelah N % N % Baik Tidak Baik Total Dari tabel 3 diatas untuk kategori sikap responden sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan 100% mempunyai sikap yang baik. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kategori Tindakan Responden Sebelum dan Setelah Pendidikan Kesehatan di Ruang Rindu A3 RSUP H. Adam Malik Medan Kategori Sebelum Setelah Tindakan n % N % Baik 5 12, Tidak Baik 35 87,5 0 0 Total Dari tabel 4. diatas dapat dilihat bahwa tindakan responden sebelum pendidikan kesehatan 87,5% mempunyai tindakan yang tidak baik, setelah pemberian pendidikan kesehatan 100% responden memiliki tindakan yang baik. 3. Analisa Bivariat Analisis bivariat dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh sebelum dan setelah pendidikan kesehatan terhadap peningkatan Perilaku penderita Tuberkulosis Paru dalam kepatuhan berobat di ruang Rindu A3 RSUP H Adam Malik Medan. Uji statistik yang digunakan adalah uji t berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Berikut ini sebaran data tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan Kesehatan dalam tabel dibawah ini. Tabel 5. Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah Pendidikan Kesehatan tentang Tuberkulosis Paru dalam Kepatuhan Berobat di Ruang Rindu A3 RSUP H Adam Malik Medan Kategori Nilai Pengetahuan rerata Sebelum 9,32 Setelah 19,10 Uji Statistik Nilai t Nilai p -19,626,000 Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan responden sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan yaitu dari 9,32 menjadi 19,10 dengan nilai t = -19,62. Hasil uji t berpasangan diperoleh nilai p=0,001 (α<0,05) yang secara statistik menunjukkan terdapat perbedaan secara signifikan pengetahuan responden sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan tentang Tuberkulosis Paru. Tabel 6. Sikap Responden Sebelum dan Setelah Pendidikan Kesehatan tentang Tuberkulosisi Paru dalam Kepatuhan Berobat di Ruang Rindu A3 RSUP H Adam Malik Medan Uji Statistik Kategori Sikap Nilai rerata Nilai t Nilai p Sebelum 7,68 Setelah 8,02-2,876,006 Berdasarkan tabel 6 diatas, diketahui bahwa variabel sikap pada responden menunjukkan, terdapat perbedaan rata-rata nilai sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu dari 7,68 menjadi 8,02 dengan nilai t = -2,876 dan nilai p=0,006 (α > 0,05) yang berarti tidak terdapat perubahan sikap responden secara signifikan sebelum dan setelah pendidikan kesehatan. Tabel 7. Tindakan Responden Sebelum dan Setelah Pendidikan Kesehatan tentang Tuberkulosisi Paru dalam Kepatuhan Berobat di Ruang Rindu A3 RSUP H Adam Malik Medan Kategori Uji Statistik Tindakan Nilai rerata Nilai t Nilai p Sebelum 2,78 Setelah 5,00-10, Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa tindakan responden menunjukkan, terdapat perbedaan ratarata nilai sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu dari 2,78 menjadi 5,00 pada nilai t = - 10,738 dan nilai p=0,001 yang berarti terdapat perbedaan secara signifikan tindakan responden sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. Pembahasan 1. Pengetahuan Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan kesehatan Dari data hasil penelitian tabel 2 pengetahuan responden sebelum pemberian pendidikan kesehatan mayoritas pengetahuannya kurang baik (57,5%), setelah diberi pendidikan kesehatan seluruh responden pengetahuannya menjadi baik (100%). Hasil uji t berpasangan pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05), untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan responden tentang Tuberkulosis Paru dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata pengetahuan responden sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan yaitu dari 9,32 menjadi 19,10 dengan nilai t = -19,626 dan nilai p= 0,001 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (tabel 7). Keadaan ini memberikan gambaran bahwa pemberian pendidikan kesehatan bermanfaat dalam peningkatan pengetahuan responden. Peranan pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat 99

16 sangat penting karena ketidakteraturan berobat, putus berobat atau karena kombinasi obat anti tuberkulosis tidak adekuat menyebabkan timbulnya masalah resistensi obat anti tuberkulosis yang membutuhkan waktu pengobatan yang lebih lama, yaitu bulan, biaya yang lebih besar dan efek samping obat yang lebih berat (Taufan, 2008). Keberhasilan pengobatan Tuberkulosis juga tergantung pada keadaan sosial ekonomi serta dukungan dari keluarga, sehingga adanya keinginan, dan upaya dari penderita serta dan dukungan keluarga sangat dibutuhkan untuk mempercepat proses kesembuhan. Petugas kesehatan mempunyai peran bukan hanya memberi obat tetapi juga memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya, untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang resiko-resiko bila putus berobat, manfaatnya bila menelan obat secara teratur akan meningkatkan kepatuhan untuk berobat secara tuntas (Sari, 2005). William G (2008) menyatakan faktor terbesar untuk kesembuhan penderita adalah kepatuhan terhadap pengobatan, yang juga berdampak menurunkan resiko penyakit berkembang menjadi MDR Tuberkulosis, merupakan alasan utama menggunakan strategi DOTS yang dilaksanakan di pelayanan primer, yang salah satu dari lima elemen tersebut adalah menelan OAT tidak boleh terputus. Sesuai dengan teori bahwa pendidikan kesehatan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tekhnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau memengaruhi perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. (Notoatmodjo, 2007). Sejalan dengan hasil penelitian Asmarani (2012) yang mengatakan bahwa pengetahuan yang baik mempunyai peluang sebesar 23,22 kali patuh menelan OAT secara baik dan secara signifikan mempunyai peluang sebesar 13,00 kali patuh menelan OAT. Penelitian lain yang dilakukan Lumban Tobing T (2008) di Kabupaten Tapanuli Utara menyatakan bahwa potensi penularan TB Paru 2,5 kali lebih besar pada yang berpengetahuan kurang dan 3,1 kali lebih besar pada yang bersikap kurang dalam pencegahan TB Paru. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori perilaku kesehatan, bahwa pengetahuan dapat mendasari seseorang untuk bertindak termasuk untuk bertindak melakukan pencegahan TB Paru. Upaya dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pencegahan penularan TB Paru dilakukan melalui penyuluhan atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan pada penderita TB Paru adalah suatu proses perubahan pada diri penderita yang dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat (Suliha, dkk., 2002). 2. Sikap Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan kesehatan Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa sikap responden sebelum dan setelah pendidikan kesehatan 100% baik. Hasil uji t berpasangan pada taraf kepercayaan 95% diperoleh nilai rerata sikap responden sebelum dan setelah pendidikan kesehatan dari 7,68 menjadi 8,02 dengan nilai t = -2,876 dan p=0,006. Secara uji statistik tidak terdapat perubahan sikap responden secara signifikan sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap simulus. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu dengan kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan prodisposisi perilaku atau tindakan. Allport (1954), dalam Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu kepercayaan, ide dan konsep, evaluasi terhadap suatu objek dan kecenderungan untuk bertindak Dengan perkataan lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup. Seseorang yang diberi stimulus dalam hal ini pendidikan kesehatan, selanjutnya orang tersebut akan bersikap terhadap stimulus. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan sejalan dengan pengetahuan kesehatan, yakni sikap terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana pendapat seseorang terhadap gejala, penyebab, cara pencegahan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Penderita TB Paru yang diberi pendidikan kesehatan, pengetahuannya akan meningkat, diikuti perubahan sikap menjadi baik, dan menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab untuk mematuhi program pengobatan. 3. Tindakan Responden Sebelum dan Setelah Pemberian Pendidikan kesehatan Berdasarkan tabel 4 mayoritas (87,5%) tindakan responden tidak baik sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan 100% tindakan responden baik setelah pendidikan kesehatan. Hasil uji statistik pada tabel 7 terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelum dan setelah pendidikan kesehatan yaitu dari 2,78 menjadi 5,00 dengan nilai t = -10,738 dan nilai p= 0,001 yang secara statistik menunjukkan terjadi peningkatan secara signifikan tindakan responden sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang TB Paru. Pendidikan kesehatan sebagai stimulus, menyebabkan seseorang mengadakan penilaian dan pendapat terhadap apa yang diketahuinya atau disikapinya dan selanjutnya diharapkan akan melaksanakan praktik atau tindakan kesehatan atau dikatakan perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan pada penderita TB Paru mencakup: menggunakan masker, menutup mulut pada waktu batuk, tindakan terhadap penutup mulut, membuang dahak ditempat tertutup dan diberi desinfektan dan alat 100

17 makan/minum untuk pasien dibuat tersendiri. Pendidikan kesehatan yang diberikan, meningkatkan pengetahuan, sikap yang baik, dan memerlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas (pemberian leaflet, masker) disertai advokasi berdampak meningkatkan perilaku berupa tindakan yang baik (100%). Menurut Green perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama (Notoadmodjo, 2010) yaitu : faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat (reinforcing factors). faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor utama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku dan disebut juga faktor pemudah. Peningkatan perilaku yang diharapkan adalah perilaku yang langgeng, adalah yang berdasarkan pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo, (2010) mengungkapkan bahwa sesorang mengadopsi perilaku baru melalui suatu proses yaitu awareness, interest, evaluation, trial dan adoption. awareness (kesadaran) diperoleh seseorang harus lebih dahulu mengetahui stimulus/objek, dan ketika objek diketahui, diupayakan objek tersebut menarik, sehingga sampai kepada tahap interest. Setelah tahap interest ini dilalui, seseorang itu akan mulai menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, yang berarti sikapnya lebih baik. Sikap yang baik, membuat dirinya ingin mencoba perilaku baru, setelah dicoba dan ternyata dirasa menguntungkan, subjek/ penderita TB Paru telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan yang didapatnya, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Perilaku yang melalui proses ini, sifatnya berlangsung lama, karena perilaku ini sudah menjadi miliknya atau diadopsi. Peningkatan perilaku dalam bentuk tindakan pada penderita TB Paru, yaitu tindakan yang tadinya tidak menggunakan masker, batuk tidak menutup mulut, setelah mendapat pendidikan kesehatan, seluruh responden menggunakan masker, dan tissu yang digunakan untuk menutup mulut dikumpulkan di plastik dan dibuang ditempat sampah medik yang disediakan atau dibakar. Peningkatan stimulus ini juga disertai penyediaan fasilitas, yaitu dengan tersedianya masker. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Tingkat pengetahuan responden terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan dari 9,32 menjadi 19,10 dengan nilai t 19,626. Hasil uji t berpasanagan pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) didapat nilai p = 0,001 yang berarti secara signifikan mengalami peningkatan pengetahuan responden sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan tentang TB Paru. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa upaya peningkatan pengetahuan dan sikap dalam pencegahan penularan TB Paru yang dilakukan melalui pendidikan kesehatan bermanfaat dalam peningkatan pengetahuan responden hal ini sesuai dengan teori perilaku kesehatan, bahwa pengetahuan dapat mendasari seseorang untuk bertindak termasuk untuk bertindak melakukan pencegahan TB Paru. 2. Sikap responden sebelum dan setelah pendidikan kesehatan 100% baik. Hasil uji t berpasangan diperoleh nilai rata-rata sikap responden sebelum 7,68 dan setelah pendidikan kesehatan 8,02 dengan nilai t = -2,876 dan nilai p=0,006 yang secara uji statistik tidak terdapat perubahan sikap responden secara bermakna sebelum dan setelah pemberian pendidikan kesehatan. 3. Mayoritas (87,5%) tindakan responden tidak baik sebelum diberikan pendidikan kesehatan dan 100% tindakan responden baik setelah pendidikan kesehatan. Hasil uji statistik terdapat perbedaan nilai rata-rata sebelum dan setelah pendidikan kesehatan yaitu 2,78 menjadi 5,00 dengan nilai t = -10,738 dan nilai p= 0,001 yang secara statistik menunjukkan terjadi peningkatan secara bermakna tindakan responden sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang TB Paru. Pendidikan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan perilaku kesehatan pada penderita TB Paru mencakup: menggunakan masker, menutup mulut pada waktu batuk, tindakan terhadap penutup mulut, membuang dahak ditempat tertutup dan diberi desinfektan dan alat makan/minum untuk pasien dibuat tersendiri. B. Saran 1. Kepada RSUP H. Adam Malik Medan, diharapkan dapat memberikan penyuluhan kesehatan tentang TB Paru secara terprogram dan berkesinambungan untuk meningkatkan pengetahuan pasien dalam menjalankan regimen terapi untuk memaksimalkan penyembuhan penyakit secara maksimal dalam waktu yang lebih singkat sehingga dapat menurunkan bahkan mencegah penularan penyakit kepada anggota keluarga. 2. Kepada pasien, untuk dapat mewujudkan pengetahuan yang telah diberikan kedalam bentuk tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari, untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah keparahan penyakit dan penularan terhadap anggota keluarga dan orang lain 3. Bagi peneliti lain, perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan kelompok intervensi dan kelompok kontrol untuk lebih mengetahui efektifitas pemberian pendidikan kesehatan dalam peningkatan pengetahuan, sikap dan tindakan penderita TB Paru dalam kepatuhannya menjalankan regimen terapi 4. Bagi Jurusan Keperawatan, sebagai referensi sumber bacaan tentang pengetahuan, sikap dan tindakan penderita Tuberkulosis Paru, untuk memperluas wawasan dan pengetahuan baik untuk pembelajaran pribadi maupun untuk khalayak umum. 101

18 DAFTAR PUSTAKA Arikunto S Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta, Rineka Cipta Amin Di dalam Asmariani, S Faktor- Faktor Yang Menyebabkan Ketidakpatuhan Penderita TB Paru Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Kecamatan Tembilahan Kota Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi. PSIK Univeritas Riau. Aditama, T Tuberkulosis: Diagnosis, Terapi dan Masalahnya. Edisi ke empat. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta Asmariani, S Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Ketidakpatuhan Penderita TB Paru Minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Kecamatan Tembilahan Kota Kabupaten Indragiri Hilir. Skripsi. PSIK Univeritas Riau. Crofton, J Tuberkulosis Klinis. Edisi Kedua. Widya Medika. Jakarta Depkes RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. Cetakan I, Edisi ke II, Jakarta Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis.Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.2012.Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun Medan Green, L.W dalan Notoatmodjo Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik. Edisi terjemahan.proyek Pengembangan FKM.Dep P dan K. Jakarta Hopewell Philip.C., 2006, Standard Internasional untuk Pelayanan Tuberculosis, Diagnosis, Pengobatan Kesehatan Masyarakat, alih bahasa Yusuf.A dkk, The Global Fund, Jakarta. Lumban Tobing, T Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Rumah Terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga Di Kabupaten Tapanuli Utara. Tesis. Pasca Sarjana. Universitas Sumatera Utara. Nursalam Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta Notoatmodjo, S Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Notoatmodjo, S. 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta. Rineka Cipta Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta Sarwono S Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Jogyakarta : Gajah Mada University Pers. Sari (2005). Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap PMO Dengan Pencegahan Penyakit TB Paru Paru Di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang. Semarang: UNIMUS. Siswanto. (2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan penderita TB Paru. Dikutip dari pada tanggal 20 Agustus 2013 Taufan, S, 2006, Pengobatan Tuberculosis Paru Masih Menjadi Masalah. Senin 24/03/2008 Williams G, (2008) TB Guidelines for Nurses in the Care and Control of Tuberculosis and Multidrug Resistant Tuberculosis, ICN - International Council of Nurses 1201 Geneva (Switzerland). 102

19 INDEKS PLAK ANTARA GIGI BERJEJAL DENGAN GIGI TIDAK BERJEJAL SETELAH MENYIKAT GIGI PADA SISWA-SISWI SMP PAB 5 PATUMBAK TAHUN 2014 Asmawati 1, Adriana Hamsar 2, Nurhamidah 3 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak. Plak gigi adalah deposit lunak yang melekat pada permukaan gigi dan terdiri atas mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak. Jenis penelitian ini dilakukan adalah analitik dengan metode eksperimen semu dan rancangan yang digunakan adalah pre test and post test only group design. Penelitian ini dilakukan dengan jumlah populasi 140 orang dan pengambilan sampel dilakukan pada siswa kelas 1 dan kelas 2 berjumlah 28 orang, yaitu 14 orang siswa/i yang memiliki gigi berjejal dan 14 orang siswa/i dengan gigi tidak berjejal. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh indeks plak rata-rata sampel gigi berjejal dan gigi tidak berjejal sebelum menyikat gigi dengan kategori baik yaitu (0,74) dan (0,87). Setelah dilakukan kegiatan menyikat gigi, rata-rata indeks plak siswa/i yang memiliki gigi berjejal maupun yang memiliki gigi tidak berjejal sama-sama dikategorikan baik yaitu 0,29 dan 0,36. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak. Kata kunci: Indeks plak, gigi berjejal, gigi tidak berjejal PENDAHULUAN WHO bekerja sama dengan Federation of National Dental Assosiation (FDI) dan International Assosiation of Dental Research (IADR) membuat tujuan globalnya dengan slogan Global Goals for Oral Health 2020.Tujuannya adalah untuk mengurangi penyakit gigi dan mengurangi dampaknya terhadap kesehatan dan perkembangan psikososial, dengan menekankan pentingnya kesehatan rongga mulut. Selain itu, mengurangi dampak manifestasi penyakit sistemik di rongga mulut pada seseorang dan memanfaatkan manifestasi ini untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan serta penatalaksanaan penyakit sistemik. (WHO, 2003). Plak merupakan penyebab lokal dan utama terbentuknya penyakit gigi dan mulut yang lain seperti karies gigi (lubang gigi), kalkulus (karang gigi), gingivitis (radang pada gusi), periodontitis atau radang pada jaringan penyangga ggi. (Megananda, dkk. 2009). Gigi berjejal disebabkan oleh banyak faktor seperti gigi susu yang terlambat dicabut padahal gigi tetapnya sudah tumbuh. Bisa juga karena gigi susu dicabut sebelum waktunya, adanya gigi gigi berlebihan sehingga dapat menghalangi terjadinya oklusi normal. Kondisi dimana gigi berjejal merupakan salah satu faktor terjadinya penumpukan plak pada gigi. Sisa makanan yang menyangkut pada gigi yang berjejal mengakibatkan sulitnya saliva membersihkan sisa makanan tersebut. Apabila penyikatan gigi tidak dilakukan dengan baik dan benar maka sisa makanan tersebut mengakibatkan terjadinya penumpukan plak. (Yowono, L., 2010) Setelah mengetahui bahwa gigi berjejal dapat menyebabkan penumpukan plak pada gigi sulit dibersihkan karena tidak terjangkau ketika menyikat gigi. Hasil survey awal diketahui bahwa pada siswa/i SMP PAB 5 Patumbak sebanyak 20% ditemukan siswa yang mempunyai gigi berjejal. Sehingga, peneliti tertarik untuk melihat perbedaan indeks plak antara siswa/i yang mempunyai gigi yang berjejal dengan gigi yang tidak berjejal setelah menyikat gigi. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi. Manfaat Penelitian 1. Menambah wawasan pengetahuan siswa-siswi bahwa gigi berjejal menyebabkan tumpukan plak yang sulit dibersihkan karena ada bagian gigi yang sulit dijangkau oleh sikat gigi 2. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi pihak sekolah tentang bahwa gigi berjejal lebih sulit dibersihkan daripada gigi yang tidak berjejal sehingga perlu ketelitian yang lebih untuk membersihkannya dan sebisa mungkin dirawat jika sudah parah. 103

20 3. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di perpustakaan Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan. Hipotesis Ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi. METODE PENELITIAN Jenis Dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan adalah eksperimen dengan rancangan pre test and post test only group design, yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dan gigi tidak berjejal pada siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak. Populasi dan sampel penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa siswi SMP PAB 5 Patumbak tahun Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 140 orang. Sampel penelitian ini adalah berjumlah 28 orang, siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak (20% dari populasi). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1.1. Analisa Univariat Analisa data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran masing-masing Variabel independent (bebas) yaitu ratarata indeks plak gigi berjejal sebelum menyikat gigi. Tabel 1 Distribusi frekuensi indeks plak gigi berjejal sebelum menyikat gigi pada siswa-siwi SMP PAB 5 Patumbak Tahun Kriteria Jumlah siswa Jumlah indeks plak Baik 11 7,11 Sedang 3 3,24 Buruk Jumlah Rata-rata indeks plak ,35 0,74 Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui bahwa bahwa rata-rata skor indeks plak siswa/i gigi berjejal sebelum menyikat gigi di SMP PAB 5 Patumbak adalah 0,74 (Kriteria baik). Tabel 2 Distribusi frekuensi indeks plak gigi berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siwi SMP PAB 5 Patumbak Tahun 2014 Kriteria Jumlah Siswa Jumlah Indeks Plak Baik 14 4,06 Sedang 0 0 Buruk Jumlah Rata-rata indeks plak ,06 0,29 Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui bahwa dari 14 siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak tahun 2014 rata-rata indeks plak gigi berjejal setelah menyikat gigi adalah 0,29 (kriteria baik) Tabel 3. Distribusi frekuensi indeks plak gigi tidak berjejal sebelum menyikat gigi pada siswa-siwi SMP PAB 5 Patumbak Tahun Kriteria Jumlah siswa Jumlah indeks plak Baik 10 7,05 Sedang Buruk 4 0 5,2 0 Jumlah Rata-rata indeks plak 14 12,25 0,87 Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui bahwa bahwa rata-rata skor indeks plak siswasiswi gigi tidak berjejal sebelum menyikat gigi di SMP PAB 5 Patumbak adalah 0,87 (Kriteria baik). Tabel 4 Distribusi frekuensi indeks plak gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siwi SMP PAB 5 Patumbak Tahun 2014 Kriteria Jumlah Siswa Jumlah Indeks Plak Baik 13 3,84 Sedang 1 1,1 Buruk Jumlah Rata-rata indeks plak ,94 0,36 Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui bahwa dari 14 siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak tahun 2014 rata-rata indeks plak gigi berjejal setelah menyikat gigi adalah 0,36 (kriteria baik) 1.2. Analisa Bivariat Analisa bivariat berguna untuk mengetahui perbedaan indeks plak gigi berjejal dan tidak berjejal sebelum dan sesudah menyikat gigi tahun 2014 dengan menggunakan uji t. Tabel 5 Perbedaan Indeks Plak Gigi Berjejal Sebelum dan Sesudah Menyikat Gigi pada siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak Tahun 2014 Mean Indeks Plak (Sebelum- Ada Karies tidak ada TOTAL Sig p Setelah) F % F % F % Melakukan 5 12, , ,00 Tidak 23 57,5 1 2, melakukan Total Mean Indeks Plak N t Std Sig 95% (Sebelum- Setelah) (2Tailed) 0, ,88 0,42 0,08 (-0,03-0,46) 104

21 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hasil Pired Sample Test untuk gigi berjejal sebelum dan setelah menyikat gigi bahwa dari 28 orang siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak terdapat rata-rata 0,21 dengan nilai t hitung sebesar 1,88. Standart Deviasi yang diperoleh adalah 0,42 dengan signifikan (p) 0,08 dan menggunakan tingkat kepercayaan 95%. Dari hasil diatas terlihat bahwa t hitung adalah 1,88 dengan nilai p 0,08. Oleh karena itu nilai p > 0,05 artinya tidak ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal sebelum dan setelah menyikat gigi. Tabel.6. Perbedaan Indeks Plak Gigi Tidak Berjejal Sebelum dan Setelah Menyikat Gigi Pada Siswa/i SMP PAB 5 Patumbak Mean Indeks N t Std p 95% Plak (Sebelum- Setelah) 0, ,88 0,42 0,08 (-0,03-0,46) Dari diatas menunjukkan hasil Pired Sample Test untuk gigi berjejal sebelum dan setelah menyikat gigi yaitu mean indeks plak sebelum dan setelah menyikat gigi pada gigi berjejal adalah 0,21 dengan jumlah sampel 28 orang dan menghasilkan nilai t hitung sebesar 1,88. Standart Deviasi yang diperoleh adalah 0,42 dengan signifikan (p) 0,08 dengan nilai p 0,08 (p > 0,05) maka tidak ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal sebelum dan setelah menyikat gigi. Pembahasan Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat ada tidaknya perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak. Penelitian ini mengambil sampel siswa-siswi yang mempunyai gigi berjejal sebanyak 14 orang dan siswa-siswi yang mempunyai gigi tidak berjejal sebanyak 14 orang yang dipilih mulai dari kelas 1 sampai kelas 2 SMP PAB 5 Patumbak. Penyebab utama penyakit Periodontal adalah plak. Plak gigi adalah deposit lunak yang melekat pada permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matrik interseluler jika seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. (Pintauli,dkk) Gigi berjejal atau crowded disebabkan banyak faktor. Gigi berjejal bisa terjadi akibat gigi susu yang terlambat dicabut padahal gigi tetapnya sudah tumbuh. Bisa juga karena gigi susu dicabut sebelum waktunya. Akibatnya rahang kurang berkembang dan gigi tetap yang tumbuh kemudian kekurangan tempat untuk tumbuh dalam posisi normal. Dari hasil penelitian ini program komputer dengan menggunakan uji t Dependent yang mencari ada tidaknya perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi diperoleh hasil t hitung adalah 1,88 dengan nilai p 0,08. Oleh karena itu nilai p > 0,05 maka H0 diterima artinya tidak ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal sebelum dan setelah menyikat gigi. Tidak adanya perbedaan indeks plak antar gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi terjadi dikarenakan oleh tidak semua counfonding variabel (variabel pengganggu) dikendalikan. Variabel pengganggu yang dikendalikan hanya jenis sikat gigi dan pasta gigi sedangkan tehnik menyikat gigi dan lama menyikat gigi tidak dikendalikan. Teori ini yang mendukung peneliti untuk tidak mengendalikan tehnik menyikat gigi dalam mencari ada tidaknya perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa/i SMP PAB 5 Patumbak. Hasil yang didapat dengan uji t Dependent dihasilkan bahwa tidak adanya perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa/i SMP PAB 5 Patumbak. Walaupun hasil yang diperoleh tidak ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal, bagi yang memiliki gigi berjejal harus lebih teliti untuk membersihkan giginya karena bagi gigi berjejal mempunyai peluang yang lebih besar untuk terjadinya penumpukan plak dikarenakan ada bagian-bagian gigi yang sulit dijangkau oleh sikat gigi. Dan bagi yang memiliki gigi tidak berjejal agar tidak mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Untuk memperoleh hasil pembersihan plak gigi yang optimal diharapkan agar menyikat gigi dengan cara yang baik dan benar. Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa bagi yang memiliki gigi normal (tidak berjejal) untuk tidak mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Walaupun gigi tidak berjejal lebih mudah dibersihkan daripada gigi yang berjejal namun jika mengerti atau terampil dalam membersihkannya, maka tidak ada perbedaan dengan gigi berjejal yang memang terdapat kesulitan dalam membersihkannya karena ada bagian-bagian gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Rata-rata indeks plak sebelum menyikat gigi pada gigi berjejal 0,74 (Baik) dan rata-rata indeks plak pada gigi tidak berjejal 0,87 (Baik). Setelah dilakukannya kegiatan menyikat gigi rata-rata indeks plak pada gigi berjejal sama-sama baik. Rata-rata indeks plak gigi berjejal 0,29 dan gigi tidak berjejal 0, Hasil Dependent Sample Test menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi pada siswa-siswi SMP PAB 5 Patumbak. Saran Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang perbedaan indeks plak antara gigi berjejal dengan gigi tidak berjejal setelah menyikat gigi disarankan: 105

22 1. Gigi yang berjejal menyebabkan tumpukan plak yang ada sulit dibersihkan karena ada bagianbagian gigi yang sulit terjangkau oleh sikat gigi, oleh karena itu perlu ketelitian yang lebih dalam membersihkannya dan sebisa mungkin dirawat jika parah. 2. Menyikat gigi dengan cara yang baik dan benar agar memperoleh kebersihan gigi dan mulut yang optimal. DAFTAR PUSTAKA M. Sopiyudin Dahlan Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Pintauli, S., Menuju Gigi dan Mulut Sehat. USU Press. Medan. Yuwono, L., Plak Gigi sumber penyakit Gigi dan Mulut, Yuwono.wordpress.com/plak gigi/ diakses tanggal 20 desember. Nurjannah N, Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Oral Health Promotion through Schools. WHO Information Series on School Health. Document 8. Geneva: WHO; H P Megananda, Herijulianti E, Nurjanah N Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Buku Ajar. Poltekkes Depkes. JKG Bandung. Erwin N, Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut, Penerbit Rapha Publishing, Yogyakarta. 106

23 HUBUNGAN KEBIASAAN MENYIKAT GIGI SEBELUM TIDUR DENGAN TERJADINYA KARIES GIGI PADA SISWA-SISWI SMP SWASTA DARUSSALAM MEDAN TAHUN 2014 Ety Sofia Ramadhan Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Menyikat gigi termasuk bagian perawatan gigi dan mulut yang harus dilakukan secara personal, menyikat gigi adalah persoalan yang sangat relatif mudah dilakukan sehingga hal ini perlu ditumbuhkan menjadi suatu kebiasaan. Sebagai kebiasaan yang perlu di wajibkan, kegiatan menyikat gigi seharusnya dilakukan minimal 2 kali sehari yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui atau membuktikan apakah ada hubungan menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadinya karies gigi pada siswa-siswi SMP swasta Darussalam Medan. Penelitian ini menggunkan uji chi-square, data primer didapat melalui kuesioner dan pemeriksaan langsung ke rongga mulut siswa, sampel penelitian sebanyak 40 orang siswa siswi SMP Swasta Darussalam Medan. Dari hasil penelitian yang ditemukan mayoritas responden yang menyikat gigi sebelum tidur frekuensi terjadinya karies sebanyak 12,5 %, responden yang tidak melakukan menyikat gigi sebelum tidur frekuensi terjadinya karies 57,5%, nilai p (0,00) ; p < 0,05, secara statistik ada hubungan yang bermakna. disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan antara menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadinya karies gigi. Kata kunci: Kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur, karies gigi PENDAHULUAN Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang penting dalam pembangunan kesehatan yang salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia sekolah dari gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia ( Warni, 2009 ). Tujuan dari sikat gigi adalah untuk memelihara kebersihan dan kesehatan mulut terutama gigi serta jaringan sekitarnya. Menurut Boediharjo tujuan pembersihan gigi adalah untuk menghilangkan plak dari seluruh permukaan gigi. Menyikat gigi dianjurkan untuk membersihkan seluruh deposit lunak dan plak pada permukaan gigi dan gusi. Menyikat gigi yang tepat pada waktunya ialah pagi sesudah sarapan dan malam sebelum tidur. Gangguan kesehatan yang sangat khas dan sering terjadi pada anak-anak adalah penyakit gigi berlubang atau yang dikenal dengan karies gigi (Sudarmoko, 2011). Gigi berlubang atau karies adalah penyakit jaringan keras gigi akibat aktivitas bakteri yang menyebabkan terjadinya pelunakan dan selanjutnya lubang pada gigi (Poltekkes Kemenkes Jakarta, 2012 ). Usia anak 12 tahun adalah usia penting untuk diperiksa karena umumnya anak-anak meninggalkan bangku sekolah dasar pada umur 12 tahun. Selain itu, semua gigi permanen diperkirakan sudah erupsi pada kelompok umur ini kecuali gigi molar tiga. Berdasarkan ini, umur 12 tahun ditetapkan sebagai umur pemantauan global untuk karies ( Karjati, 2010). Hasil Depkes RI (2002) dalam Warni (2009) menyimpulkan bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut yang paling dikeluhkan adalah penyakit karies gigi. Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 disebutkan pula bahwa prevalensi karies gigi aktif pada umur 10 tahun ke atas sebesar 52% dan akan terus meningkatkan seiring dengan bertambahnya umur hingga mencapai 63% pada golongan umur tahun, khusus pada kelompok umur anak usia sekolah dasar sebesar 66,8%-69,9% (Depkes RI, 2004). Sampai saat ini karies masih merupakan problem dalam ilmu kedokteran gigi dan ini prevalensinya cukup tinggi. Karena itu penanggualangannya, terutama pencegahannya tetap memerlukan perhatian, apalagi dengan perubahan pola makan seperti yang terjadi di Indoneisa sekarang ini. makanan yang lebih praktis dan cepat saji lebih disukai, makanan kecil yang sangat mudah diperoleh dalam kemasan menarik, tetapi umumnya bersifat kariogenik, dipromosikan dengan bantuan iklan yang menggoda, 107

24 yang menyebabkan anak-anak lebih tertarik (Sundoro, 2007). Menyikat gigi sangat penting dalam mencegah terjadinya karies. Karena salah satu faktor yang dapat menurunkan frekuensi karies gigi yaitu menyikat gigi sesudah makan dan sebelum tidur selain itu waktu yang dianjurkan dalam menyikat gigi maksimal 5 menit, menyikat gigi pada waktu pagi hari sesudah sarapan bertujuan untuk membersihkan sisasisa makanan yang melekat di permukaan gigi, sedangkan menyikat gigi pada waktu malam hari bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi, dan begitu pentingnya menyikat gigi sebelum tidur karena kuman-kuman yang di dalam mulut beraktifitas, dan aktifitas kuman di malam hari biasanya akan meningkat 2 kali lipat di bandingkan pada siang hari karena saat tidur di mana mulut tidak melakukan aktifitas seperti makan minum, atau berbicara. kemampuan saliva yang berfungsi untuk menetralisir kuman-kuman dalam mulut juga berkurang dan sebanyak apapun kuman dalam mulut, bila kita sudah menyikat gigi dan kondisi mulut sudah bersih dapat di pastikan tidak akan terjadi karies atau peradangan pada gusi yang mengakibatkan terjadinya pembentukan karang gigi (miamiauculz, 2009). Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti maka peneliti melakukan penelitian untuk melihat hubungan kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur malam. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP swasta Darussalam Medan. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadinya karies. Manfaat Penelitian 1. Menambah wawasan pengetahuan siswa-siswi dalam menerapkan ilmu tentang waktu menyikat gigi 2. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi pihak sekolah tentang kejadian karies gigi pada siswasiswi SMP Swasta Darussalam Medan. 3. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di perpustakaan Jurusan Keperawatan Gigi politehnik kesehatan Medan. Hipotesis Adanya pengaruh kebiasaan menyikat gigi sebelum tidur malam dengan terjadinya karies gigi. METODE PENELITIAN Jenis Dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan adalah analitik dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan menyikat gigi sebelum tidur (independent) dengan karies gigi (dependent) pada siswa siswi SMP Swasta Darussalam medan. Populasi dan sampel penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karateristik tentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Setiawan, 2010). Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu populasi ( Saryono, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa siswi SMP swasta Darussalam Medan tahun Jumlah Populasi dalam penelitian ini berjumlah 471 orang. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi (Arikunto ; 2006), sampel penelitian adalah berjumlah 40 orang, siswa-siswi SMP Swasta Darussalam Medan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1.2. Analisa Univariat Analisa data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran masing-masing Variabel independent (bebas) yaitu menyikat gigi sebelum tidur dan variabel dependent yaitu karies gigi. Tabel 1 Distribusi frekuensi menyikat gigi sebelum tidur malam pada siswa-siswi SMP Swasta Darussalam Medan Tahun Menyikat gigi frekuensi Proporsi (%) sebelum tidur Melakukan Tidak dilakukan Jumlah Dari tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui bahwa yang menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 16 orang (40%) dan yang tidak menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 24 orang (60%). Tabel 2 Distribusi frekuensi karies gigi siswa-siswi swasta Darussalam Medan Tahun 2014 Karies Frekuensi Proporsi (%) Ada Tidak ada Jumlah Berdasarkan tabel distribusi frekuensi diatas, dapat diketahui bahwa dari 40 siswa-siswi Swasta Darussalam Medan tahun 2013 karies gigi sebanyak 28 orang (70%) dan tidak karies gigi sebanyak 12 orang (30%) Analisa Bivariat Analisa bivariat berguna untuk mengetahui hubungan menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadinya karies gigi pada siswa-siswi SMP swasta Darussalam Medan tahun 2014 dengan menggunakan uji chi-square. 108

25 Tabel 3 Distribusi frekuensi hubungan kebiasan menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadi karies pada siswa-siswi SMP Swasta Darussalam Medan Tahun 2014 Menyikat gigi sebelum tidur Ada Karies tidak ada TOTAL Sig p F % F % F % Melakukan 5 12, , Tidak melakukan 23 57,5 1 2, Total ,00 Berdasarkan tabel tabulasi silang diatas, diketahui bahwa dari 40 orang siswa-siswi SMP yang melakukan sikat gigi sebelum tidur 16 orang (40%) dimana yang menderita karies gigi sebanyak 5 orang (12,5%) dan yang tidak mengalami karies gigi 11 orang (27,5%), yang tidak melakukan sikat gigi sebelum tidur sebanyak 24 orang (60%) dimana yang menderita karies gigi 23 orang (57,5%) dan yang tidak menderita karies gigi sebanyak 1 orang (2,5%). Untuk menganalisa hubungan menyikat gigi sebelum tidur dengan karies gigi sig α (0,05), dari nilai signifikasinya probabilitas menyikat gigi sebelum tidur dengan karies adalah sig p (0,00)< nilai sig α (0,05). Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan menyikat gigi sebelum tidur dengan karies. Pembahasan Siswa-siswi SMP Swasta Darussalam yang tidak menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 24 orang (60%) yang menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 16 orang (40%). Hal ini menunjukan bahwa lebih banyak siswa SMP Swasta Darussalam yang tidak menyikat gigi gigi sebelum tidur malam, sementara waktu yang terbaik untuk menyikat gigi salah satunya adalah sebelum tidur. Sesuai pendapat Sudarmoko (2011), waktu yang terbaik untuk menyikat gigi adalah setelah makan dan sebelum tidur Menyikat gigi setelah makan bertujuan mengangkat sisa sisa makan yang menempel di permukaan ataupun disela sela gigi dan gusi. Sedangkan menyikat gigi sebelum tidur berguna untuk menahan perkembangbiakan bakteri dalam mulut karena dalam keadaan tidur tidak diproduksi ludah yang berpungsi membersihkan gigi dan mulut secara alami, untuk itu gigi harus dalam kondisi bersih selama tidur. Siswa-siswi SMP Swasta Darussalam yang memiliki karies gigi sebanyak 28 orang (70%) dan yang tidak memiliki karies gigi sebanyak 12 orang (30%). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMP swasta Darussalam Medan menderita karies gigi. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian yang terintegrasi dari kesehatan secara keseluruhan, sehingga perihal kesehatan gigi dan mulut perlu dibudayakan di seluruh lingkungan keluarga dan masyarakat. Data terbaru riset kesehatan tahun 2007 oleh Depertemen Kesehatan RI menunnjukan bahwa 72,1% penduduk mempunyai pengalaman karies (gigi berlubang). Siswa-siswi SMP Swasta Darussalam yang melakukan sikat gigi sebelum tidur 24 orang (60%) menderita karies gigi sebanyak 5 orang (12,5%) dan yang tidak karies sebayak 11 orang (27,5%), yang tidak melakukan sikat gigi sebelum tidur 16 orang (40%) yang menderita karies 23 orang (57,5%) dan tidak karies 1 orang (2,5%) Setelah dilakukan uji statistik chi-square dengan tindakan kepercayaan 95% dengan sig α (0,05) bahwa nilai signifikasi propabilitasnya menyikat gigi sebelum tidur dengan karies gigi adalah sig p (0,00) < nilai sig α (0,05). Hal ini membuktikan bahwa Ada hubungan menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadinya karies gigi pada siswa-siswi SMP swasta Darussalam Medan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bedi Oktrianda (2011) karies menjadi salah satu bukti tidak terawatnya kondisi gigi dan mulut masyarakat Indonesia. Menyikat gigi merupakan masalah yang sering diabaikan oleh masyarakat. Penyebab karies gigi salah satunya karena sisa makanan yang menempel pada permukaan gigi. Upaya preventif yang paling efektif adalah menjaga kebersihan gigi dan mulut dari sisa-sisa makanan yang menempel pada gigi. Upaya yang dapat dilakukan salah satunya dengan menyikat gigi secara teratur dan benar, antara lain dilakukan setelah makan atau saat akan tidur malam. Mengingat pentingnya fungsi gigi maka sejak dini kesehatan gigi anak-anak perlu diperhatikan dalam rangka tindakan pencegahan karies gigi. Walaupun kegiatan menyikat gigi merupakan kegiatan yang sudah umum namun masih ada kekeliruan baik dalam pengertiannya maupun dalam pelaksanaannya. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Siswa-siswi SMP Swasta Darussalam yang tidak menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 24 orang (60%) yang menyikat gigi sebelum tidur sebanyak 16 orang (40%).. 2. Siswa-siswi SMP Swasta Darussalam yang memiliki karies gigi sebanyak 28 orang (70%) dan yang tidak memiliki karies gigi sebanyak 12 orang (30%). 3. Siswa-siswi SMP Swasta Darussalam yang melakukan sikat gigi sebelum tidur 24 orang (60%) menderita karies gigi sebanyak 5 orang (12,5%) dan yang tidak mengalami karies sebayak 11 orang (27,5%), Siswa yang tidak melakukan sikat gigi sebelum tidur 16 orang (40%) menderita karies 23 orang (57,5%) dan tidak menderita karies 1 orang (2,5%) 4. Hasil uji statistik chi-square dengan tindakan kepercayaan 95% dengan sig α (0,05) bahwa nilai signifikasi propabilitasnya menyikat gigi sebelum tidur dengan karies gigi adalah sig p (0,00) < nilai sig α (0,05). Hal ini membuktikan bahwa Ada hubungan menyikat gigi sebelum tidur dengan terjadinya karies gigi. Saran 1. Diharapkan bagi pihak-pihak terkait untuk selalu menumbuhkan kebiasaan menyikat gigi 109

26 sebelum tidur malam, dengan mengingatkan melalui media-media informasi yang tersedia. 2. Diharapkan guru dan staf pendidik perlu memberikan informasi tentang kesehatan gigi dan mulut terutama tentang pentingnya menyikat gigi sehinga pelajar tidak hanya sekedar mengetahui tentang kesehatan gigi dan mulut tetapi diharapkan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. DAFTAR PUSTAKA M. Sopiyudin Dahlan Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Salemba Medika Machfoedz, ireham Menjaga kesehatan gigi dan mulut anak-anak Ibu Hamil Yogyakarta: Fitramaya Miamiauculz, Pentingnya Melakukan Hal Ini Sebelum Tidur, diakses 2 ( ntingnya-melakukan- hal-ini-sebelum-tidur/) Notoatmodjo, soekidjo Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Panjaitan M. Ilmu pencegahan karies gigi. Ed ke-1. Medan : Universitas Sumatera Utara Press, 1997: Pintauli S., Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan : USU Press, 2008: Ramadhan, Ardyan Gilang Serba serbi Kesehatan Gigi dan mulut, Jakarta. Shinta Margareta Tips Dan terapi alami agar Gigi Putih dan Sehat Yogyakarta: pustaka cerdas Tarigan R. Karies gigi. Hipokrates, Jakarta,1999 : 1-2. Tim Poltekkes kemenkes Jakarta, Kesehatan remaja problem dan solusinya. Jakarta, Salemba Medika. 110

27 GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI DESA KUTA MBELIN KECAMATAN LAU BALENG KABUPATEN KARO Rini Andarwati Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Penggunaan antibiotik, yang sesuai atau tidak sesuai, telah dijelaskan sebagai pendorong utama bagi munculnya peningkatan dan penyebaran resisten antibiotik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan penggunaan antibiotik pada masyarakat khususnya ibu rumah tangga. Salah satu faktor yang penting adalah tingkat pengetahuan ibu rumah tangga itu sendiri mengenai antibiotik. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan tersebut, seperti tingkat pendidikan dari ibu rumah tangga, penjelasan oleh dokter, serta anggapan-anggapan lain yang menimbulkan adanya kesalahan saat mengkonsumsi antibiotik. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo. Metode penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif dan tenik pengambilan sampel digunakan adalah teknik simple random sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah 250 ibu rumah tangga dan jumlah sampel 130.Hasil penelitian menunjukkankan bahwa pengetahuan ibu rumah tangga berada dalam kategori baik (41,54%),pada kategori cukup (50%) dan pada kategori kurang (8,46%). Sikap ibu rumah tangga berada dalam kategori baik (65,38%), pada kategori cukup (33,84%), dan pada kategori kurang (0,78%). Kata kunci : Pengetahuan, sikap, penggunaan antibiotik LATAR BELAKANG Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan penggunaan antibiotik pada masyarakat khususnya ibu rumah tangga. Salah satu faktor yang penting adalah tingkat pengetahuan ibu rumah tangga itu sendiri mengenai antibiotik. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan tersebut, seperti tingkat pendidikan dari ibu rumah tangga, penjelasan oleh dokter, serta anggapan-anggapan lain yang menimbulkan adanya kesalahan saat mengkonsumsi antibiotik. Tingkat pengetahuan masyarakat tetang antibiotik telah diteliti diberbagai daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Lim dan Teh (2012) di Putrajaya, Malaysia, menyebutkan bahwa 83% responden tidak mengetahui bahwa antibiotik tidak bekerja untuk melawan infeksi virus dan 82% responden tidak mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat mengobati batuk dan flu, sementara 82,5% responden terlihat sangat berhati-hati dengan penggunaan antibiotik yang dapat menyebabkan alergi. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa sekitar setengah dari mereka (52,1%) tidak mengetahui bahwa antibiotik dapat menimbulkan banyak efek samping. Beberapa pernyataan dari responden diantaranya adalah tidak masalah menghentikan pemakaian antibiotik ketika gejala telah membaik dan mengkonsumsi sedikit antibiotik dari yang diresepkan dokter akan lebih sehat daripada mengkonsumsi seluruh antibiotik yang diresepkan (Pratama, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Pulungan (2011) di kota Medan mengenai hubungan tingkat pengetahuan tentang antibiotik dan penggunaannya di kalangan mahasiswa non medis Universitas Sumatera Utara mendapatkan bahwa 77% mahasiswa non medis USU memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap antibiotik, 18% mahasiswa non medis USU memiliki tingkat pengetahuan sedang dan hanya hampir 5% mahasiswa non medis USU yang memiliki pengetahuan yang rendah terhadap penggunaan antibiotik. Menurut survei awal penulis, tingkat pendidikan di daerah tersebut masih rendah, sehingga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan terhadap antibiotik. Pernyatan-pernyataan yang sering penulis dengar mengenai penggunaan antibiotik antara lain mereka berhenti menggunakan antibiotik setelah tidak merasa sakit lagi atau mereka membeli obat antibiotik sendiri tanpa resep dari dokter karena malas untuk pergi ke dokter. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik. 111

28 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu, bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik di desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo. Tujuan Penelitian Tujuan umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo. Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik. 2. Untuk mengetahui sikap ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik. METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei deskriptif (Notoatmodjo 2010) yaitu mendiskripsikan pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap penggunaan Antibiotik di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kababupaten Karo. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo. Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampai bulan Juli Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini seluruh ibu rumah tangga di Desa Kuta Mbelin Kecamaten Lau Baleng Kabupaten Karo. Jumlah populasinya sebanyak 250 orang. Sampel penelitian ini adalah sebagian dari seluruh ibu rumah tangga yang menjadi target populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara acak sederhana (Simple Random Sampling). Berdasarkan tabel penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan Michael (Sugiyono, 2012), yaitu untuk populasi 250, untuk taraf kesalahan 10 % jumlah sampelnya adalah 130. Cara pengumpulan data 1. Data primer Data primer diperoleh secara langsung dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden yang telah berisi daftar pertanyaan serta pilihan jawaban yang telah disiapkan. 2. Data sekunder Data sekunder dapat diperoleh dari kantor kepala desa di Desa Kuta Mbelin kecamatan Lau Baleng kab Karo. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan melakukan tahapan sebagai berikut: a. Editing Langkah ini bertujuan untuk memperoleh data yang baik agar diperoleh informasi yang benar. Kegiatan yang dilakukan dengan melihat dan memeriksa apakah semua jawaban telah terisi. b. Coding Pemberian kode agar proses pengolahan lebih mudah, pengkodean didasari pada jawaban yang diberi skor atau nilai tertentu. c. Tabulasi Untuk melihat persentase dari setiap table, data bersifat deskriptif Analisa data dilakukan dengan melihat jumlah responden dan persentase dari setiap jawaban, analisa bersifat deskriptif. Cara mengukur variabel 1. Pengetahuan Pengetahuan dapat diukur dengan menggunakan Skala Guttman (Sugiyono, 2012). Nilai tertinggi tiap satu pertanyaan dalah 1, jumlah pertanyaan 10, maka nilai tertinggi setiap dari seluruh pertanyaan adalah 10, pengetahuan dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu 1. 76%-100% jawaban benar :pengetahuan baik 2. 56%-75% jawaban benar : pengetahuan cukup 3. <56% jawaban benar : pengetahuan kurang 2. Sikap Sikap diukur berdasarkan skala Likert. (Sugiyono, 2012). Nilai tertinggi tiap satu pertanyaan adalah 4, jumlah pertanyaan 10, nilai tertinggi seluruh pertanyaan adalah 40. Sikap dapat dibagi 3 tingkat, yaitu: 1. 76%-100% jawaban benar : sikap baik 2. 56%-75% jawaban benar : sikap cukup 3. <56% jawaban benar : sikap kurang Bobot setiap pertanyaan adalah sebagai berikut : Sangat setuju bobot 4, Setuju bobot 3, Tidak setuju bobot 2, Sangat tidak setuju bobot 1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Profil Lahan Desa Kuta Mbelin berada di Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo. Batas-batas wilayahnya yaitu : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Cerumbu 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kuta Kendit 3. Sebelah Timur berbatasab dengan Desa Pola Tebu 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Pengkih Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Kuta Mbelin, penduduk desa ini berjumlah 112

29 956 orang yang terdiri dari laki-laki 453 orang dan perempuan 503 orang. Dan jumlah ibu rumah tangga yang berumur tahun yaitu 250 orang. Pada umumnya Mata pencaharian penduduk di desa ini adalah petani dan wiraswasta. Luas Desa Kuta Mbelin adalah 5 hektar Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diperoleh dari hasil wawancara meliputi umur, pendidikan dan pekerjaan. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Umur Umur Jumlah (orang) % , , , , , ,7 Total ,0 Dari tabel 4.1 distribusi frekuensi karakteristik responden menurut umur responden yang paling banyak adalah tahun 31 orang (23,8%) dan paling sedikit adalah umur tahun 10 orang (7,7%). Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Pendidikan Pendidikan Jumlah (orang) % SD 11 8,5 SMP 33 25,4 SMA 70 53,8 D3 12 9,2 S1 4 3,1 Total ,0 Dari tabel 4.2 dapat dilihat distribusi frekuensi karekteristik responden menurut pendidikan responden yang paling banyak adalah SMA 70 orang ( 53,8%) dan paling sedikit adalah S1 4 orang (3,1%). Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Pekerjaan Jumlah % Ibu Rumah Tangga 41 31,5 Petani 53 40,8 Wiraswasta 30 23,2 Guru/PNS 6 4,6 Total ,0 Dari tabel 4.3 dilihat dari distribusi frekuensi karakteristik responden menurut pekerjaan responden yang paling banyak adalah petani 53 orang (40,8%) dan ibu rumah tangga 41 orang (31,5%) dan paling sedikit adalah Guru/PNS 6 orang (4,6%). Pengetahuan Responden Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Terhadap Penggunaan Antibiotik Responden No. Pertanyaan Jumlah % 1 Menurut ibu antibiotik merupakan obat yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri Ya Tidak ,20 10,80 2 Menurut ibu penggunaan antibiotik harus sesuai dengan petunjuk dokter Ya Tidak 3 Menurut ibu, penggunaan antibiotik yang diresepkan dokter harus dikonsumsi sampai habis walaupun gejala infeksi sudah sembuh Ya Tidak 4 Menurut ibu penyakit influenza tidak dapat diobati dengan menggunakan antibiotik Ya Tidak 5 Menurut ibu antibiotik merupakan obat yang tidak dapat mengobati infeksi yang disebabkan virus Ya Tidak ,70 2, ,40 38,50 61,50 49,20 50,80 113

30 6 Menurut ibu antibiotik dapat menimbulkan efek samping Ya Tidak ,20 33,80 7 Menurut ibu antibiotik tidak dapat digunakan bersama kerabat sendiri yang mempunyai penyakit yang sama Ya Tidak 8 Menurut ibu bahaya dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan kuman kebal terhadap antibibiotik Ya Tidak 9 Menurut ibu antibiotik dapat menyebabkan keracunan jika digunakan melebihi dosis yang diberikan dokter Ya Tidak 10 Menurut ibu penyimpanan antibiotik yang baik harus terhindar dari sinar matahari Ya Tidak ,30 47,70 86,15 13,84 93,07 6,92 95,38 4,61 Dari tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa responden mengetahui bahwa antibiotik merupakan obat yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri sebesar 116 orang yang menjawab ya (89,20%). Responden juga mengetahui bahwa penggunaan antibiotik harus sesuai dengan petujuk dokter (97,70%). Sebanyak 84 responden (64,60%) menjawab ya tentang penggunaan antibiotik yang diresepkan dokter harus dikonsumsi sampai habis walaupun gejala infeksi sudah sembuh. Namun pengetahuan responden tentang penyakit influenza tidak dapat diobati dengan menggunakan antibiotik masih kurang yaitu 50 responden menjawab ya (38,50%) dan 80 responden menjawab tidak (61,50%). Responden juga kurang mengetahui bahwa antibiotik merupakan obat yang tidak dapat mengobati infeksi yang disebabkan virus dapat dilihat dari sedikitnya responden yang menjawab ya yaitu 64 orang (49,20%) dan yang menjawab tidak 66 orang (50,80%). Responden juga mengetahui bahwa antibiotik dapat menimbulkan efek samping (66,20%), responden juga mengetahui bahwa antibiotik tidak dapat digunakan bersama kerabat sendiri yang mempunyai penyakit yang sama (52,30%). Sebanyak 112 (86,15%) responden mengetahui bahwa bahaya dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan kuman kebal terhadap antibibiotik. sebanyak 121 (93,07%) responden mengetahui bahwa antibiotik dapat menyebabkan keracunan jika digunakan melebihi dosis yang diberikan dokter. Responden juga mengetahui bahwa penyimpanan antibiotik yang baik harus terhindar dari sinar matahari. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan ibu rumah tangga terhadap penggunaan Antibiotik Pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%) Baik 54 41,54 Cukup Kurang 11 8,46 Berdasarkan tabel di atas, didapati pengetahuan responden pada kategori baik sebesar 41,54%, pada kategori cukup sebesar 50% sedangkan kategori kurang sebesar 8,46%. 114

31 Sikap Responden Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Penggunaan Antibiotik No Pertanyaan 1 Menurut ibu penggunaan antibiotik tidak boleh secara sembarangan tanpa resep dokter Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Responden Jumlah % ,23 48, ,50 2 Menurut ibu antibiotik tidak diperlukan untuk semua penyakit Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 3 Menurut ibu pemakaian obat antibiotik harus dihentikan apabila terjadi reaksi alergi Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 4 Menurut ibu wanita yang sedang hamil, menyusui, atau alergi terhadap antibiotik tertentu harus laporkan kepada dokter yang memeriksa Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 5 Menurut ibu dosis dan lama penggunaan antibiotik yang di tetapkan oleh dokter harus dipatuhi walaupun telah merasa sehat Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 6 Menurut ibu apabila penggunaan antibiotik menimbulkan gejala alergi atau infeksi yang diobati tidak berkurang, maka perlu berkonsultasi kedokter lagi Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 7 Menurut ibu antibiotik harus dihabiskan sesuai jumlah dalam resep dokter (umumnya minimal 3-4 hari) Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju 8 Menurut ibu penggunaan antibiotik harus sesuai dengan mengikuti petunjuk takarannya, jangan mengurangi atau menambahnya Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju ,80 53,80 26,20 6,20 33,08 60,76 5,38 0,76 43,08 54, ,50 24,60 45,40 21,50 8,50 49, ,30 0,80 30, , ,92 51,53 1,

32 9 Menurut ibu penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju ,08 63,80 2,30 0,80 10 Menurut ibu antibiotik tidak boleh di simpan untuk penggunaan penyakit lain pada masa yang akan datang Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju ,15 48,46 7,69 7,69 Dari tabel 4.6 responden memiliki sikap baik dilihat dari pernyataan responden sangat setuju (49,20%) dan bahwa penggunaan antibiotik tidak boleh secara sembarangan tanpa resep dokter. Responden setuju sebanyak 70 orang (53,80%) bahwa antibiotik tidak diperlukan untuk semua penyakit. Sikap responden baik juga terhadap pemakaian obat antibiotik harus dihentikan apabila terjadi reaksi alergi yaitu setuju (60,76%) sebanyak 79 responden. 71 responden setuju (54,61%) bahwa wanita yang sedang hamil, menyusui, atau alergi terhadap antibiotik tertentu harus laporkan kepada dokter yang memeriksa. Sebesar 59 responden setuju (45,40) bahwa dosis dan lama penggunaan antibiotik yang ditetapkan oleh dokter harus dipatuhi walaupun telah merasa sehat. Dari 130 responden 64 responden sangat setuju (49,20%) bahwa apabila penggunaan antibiotik menimbulkan gejala alergi atau infeksi yang diobati tidak berkurang, maka perlu berkonsultasi kedokter lagi dan 78 responden setuju (60%) bahwa antibiotik harus dihabiskan sesuai jumlah dalam resep dokter (umumnya minimal 3-4 hari. Sikap baik yang ditunjukkan oleh responden terhadap penggunaan antibiotik harus sesuai dengan mengikuti petunjuk takarannya, jangan mengurangi atau menambahnya setuju (51,53%) sebesar 67 orang. Sebanyak 83 responden setuju (63,84%) bahwa penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping. 67 responden juga setuju (48,46%) bahwa antibiotik tidak boleh disimpan untuk penggunaan penyakit lain pada masa yang akan datang. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik Sikap Frekuensi (n) Persen (%) Baik 85 65,38 Cukup 44 33,84 Kurang 1 0,78 Berdasarkan tabel diatas, didapati sikap responden baik yang mempunyai persentasi sebesar 65,38% sedangkan sikap dengan kategori cukup sebesar 33,84% dan 0,78% tergolong dalam kategori sikap kurang Pembahasan Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa responden (89,20%) mengetahui bahwa antibiotik merupakan obat yang dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Responden juga mengetahui (86,15%) bahwa bahaya penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan kuman kebal terhadap antibiotik. Pengetahuan responden (64,60%) cukup baik tentang penggunaan antibiotik yang diresepkan dokter harus dikonsumsi sampai habis walaupun gejala infeksi sudah sembuh. Sedangkan pengetahuan responden (38,5%) tidak baik tentang penyakit influenza tidak dapat diobati dengan menggunakan antibiotik. Berdasarkan hasil distribusi frekuensi pengetahuan ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik maka dapat disajikan hasil penelitian dalam tabel 4.5. Dimana responden yang memiliki pengetahuan baik sebesar (41,54%), responden yang memiliki pengetahuan cukup sebesar (50%) dan responden yang memiliki pengetahuan kurang sebesar (8,46%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan cukup lebih banyak daripada responden yang memiliki pengetahuan baik. Hal ini sama dengan penelitian lain dengan judul Karekteristik Masyarakat dan Penggunaan Antibiotik secara bebas di Kecamatan Medan Timur Kota Medan menunjukkan bahwa 50,5% responden memiliki tingkat pengetahuan sedang tentang antibiotik dan terdapat hubungan bermakna antara penggunaan antibiotik secara bebas dengan tingkat pendidikan (Larasati, 2013). Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa 49,23% responden sangat setuju dan 50% setuju bahwa penggunaan antibiotik tidak boleh secara sembarangan tanpa resep dokter. Sikap responden baik terhadap antibiotik juga ditunjukkan dengan (30,8%) responden sangat setuju dan 80% setuju bahwa antibiotik harus dihentikan sesuai jumlah dalam resep dokter (umumnya minimal 3-4 hari). Responden 43,08% sangat setuju 54,61% setuju bahwa ibu yang sedang hamil, menyusui atau alergi terhadap antibiotik tertentu harus melaporkan kepada dokter yang memeriksa. Berdasarkan hasil distribusi sikap ibu rumah tangga terhadap penggunaan antibiotik maka dapat disajikan hasil penelitian dalam tabel 4.7 dimana responden yang memiliki sikap yang baik sebanyak

33 orang (65,38%) responden yang memiliki sikap cukup sebanyak 44 orang (33,84%) dan responden yang memiliki sikap kurang 1 orang (0,78%). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa responden yang memiliki sikap baik lebih banyak daripada responden yang memiliki pengetahuan cukup. Hal ini sama dengan penelitian lain dengn judul penelitian Tingkat pengetahuan dan sikap Mahasiswa Universiti Sains Malaysia kampus Kejuruteraan, Ibong Tebal, Pulau Pinang tentang Penggunaan Antibiotik menyatakan bahwa sebanyak 57% mempunyai sikap yang baik (Harahap, 2011). Walaupun pengetahuan pada penelitian ini dalam kategori cukup sedangkan sikap baik hal ini bisa saja terjadi, karena sikap dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Faktor lainnya adalah pengaruh orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya individu cenderung memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap yang dianggap penting. Kecendrungan ini dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting, faktor lainnya yaitu media massa. Dalam pemberitaansurat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya factual disampaikan secara obyektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumen (Azwar,2005). SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa : 1. Tingkat pengetahuan ibu rumah tangga di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo terhadap penggunaan antibiotik, berada pada kategori baik sebanyak 54 orang (41,54%), sedangkan pada kategori cukup sebanyak 65 orang (50%) dan pada kategori kurang sebanyak 11 orang (8,46%). Jadi pengetahuan ibu rumah tangga paling banyak berada pada kategori cukup. 2. Sikap ibu rumah tangga di Desa Kuta Mbelin kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo terhadap penggunaan antibiotik, berada pada kategori baik sebanyak 85 orang (65,38%), sedangkan pada kategori cukup sebanyak 44 orang (33,84%) dan pada kategori kurang sebanyak 1 orang (0,78%). Jadi Sikap ibu rumah tangga paling banyak berada pada kategori baik. Saran 1. Untuk meningkatkan pengetahuan ibu rumah tangga di Desa Kuta Mbelin Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo terhadap penggunaan antibiotik. 2. Diharapkan instansi kesehatan dapat melakukan sosialisasi dan penyuluhan di Desa Kuta Mbelin Kecematan Lau Baleng Kabupaten Karo. 3. Kepada peneliti berikutnya untuk melakukan penelitian ke desa-desa lain tentang penggunaan antibiotik. DAFTAR PUSTAKA Azwar., S. Sikap Manusia Teori dan Pengukuran. Liberty:Yogyakarta.,2005 Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia., Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hardiana., Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Universiti Sains Malaysia Kampus Kejuruteraan, Ibong Tebal, Pulau Pinang Tentang Penggunaan Antibiotik pada Tahun 2011 < 332>[diakses tanggal 20 juli 2014] Larassati, H., Karekteristik Masyarakat dan Penggunaan Antibiotik Secara Bebas di Kecamatan Medan Timur Kota Medan < 6937>[diakses tanggal 20 juli 2014] Moorthy,Y.T., Gambaran Pengetahuan Masyarakat Terhadap Penggunaan Atibiotika di Puskesmas Padang Bulan Medan. < 566>[diakses tanggal 5 Juli 2014] Notoatmodjo, S., Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Notoatmodjo, S., Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Rineka Cipta Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Pratama, M.A., Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Pengugunaan Antibiotik di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Medan Johor, Kota Madya Medan, < 872>[diakses tanggal 5 Juli 2014] Pulungan, Sahara., Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotika di Kalangan Mahasiswa Non Medis Universitas Sumatra Utara. < / >[diakses tanggal 5 Juli 2014] Sugiyono, 2012., Metode Penelitian Pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kulitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Tjay, T.H., dan Rahardja, K., Obat-obat Penting.Edisi V. Jakarta: Elex Media Komputindo. Utami,R.E., Antibiotika, Resisten RasionalitasTerapi 117

34 Wawan., Dewi., Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia, Yogyakarta. Muha Medika. Werner, David.,Thuman, Carol., Maxwell, Jane., Ketika Tidak Ada Dokter Buku Panduan Perawatan Kesehatan Desa. Bogor. General Art. Widodo,R.S.Si., Panduan Keluarga Memilih Dan Menggunakan Obat.Yogyakarta: Kreasi Wacana Widjajanti N., Obat-obatan. Yogyakarta: Kanisius 118

35 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESENTASI BOKONG PADA IBU HAMIL DI RUMAH SAKIT UMUM KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2013 Setiawaty Suluhbara Prodi Kebidanan Padangsidimpuan Poltekkes Kemenkes Medan Abstra k Pengawasan Antenatal Care penting bagi wanita hamil mulai dari trimester I sampai trimester III agar komplikasi dalam kehamilan seperti Presentasi Bokong dapat dikenali secara dini, dalam 11% kematian perinatal disebabkan oleh Presentasi Bokong. Diketahuinya faktor-faktor presentasi bokong pada ibu hamil di rumah sakit umum daerah kota padangsidimpuan. Metode Penelitian Kuantitatif dengan menggunakan data sekunder dari Medical Record di RSUD Kota Padangsidimpuan dengan sampel total 43 ibu hamil. Jumlah Presentasi Bokong 43 dari 1081 ibu hamil pada tahun 2013,berdasarkan paritas mayoritas pada multipara sebanyak 24 ibu hamil (55,81%).Berdasarkan Faktor Ibu Presentasi Bokong mayoritas dengan keadaan panggul sempit sebanyak 30 ibu hamil (69,77%),berdasarkan Faktor Janin Presentasi Bokong mayoritas pada keadaan Hidramnion atau Oligohidramnion sebanyak 18 ibu hamil (41,86%),berdasarkan lilitan tali pusat sebanyak 23 ibu hamil (53,49%),berdasarkan kelainan uterus sebanyak 9 ibu hamil (20,93%) dan berdasarkan Kunjungan ANC mayoritas pada kunjungan 2 kali sebanyak 13 ibu hamil (30,23%). Terdapat kesenjangan karakteristik variabel paritas, ibu hamil dengan Multipara lebih besar kemungkinan terjadinya Presentasi Bokong. Kata kunci : Presentasi bokong, Ibu hamil PENDAHULUAN Menurut World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2007 angka kematian ibu lebih dari 300 hingga 400/ kelahiran hidup dengan penyebab kematian adalah perdarahan 28%,eklamsi 24%,infeksi 11%,abortus 5%,partus lama/macet 5%,emboli obstetri 3%,komplikasi puerperium 8%,lain-lain 16%.Sedangkan Angka Kematian Bayi (AKB) Tahun 2009 cenderung meningkat dari tahun 2008 yaitu 17,5 per 1000 kelahiran hidup menjadi 20,1 per 1000 kelahiran hidup. Kematian bayi tersebut disebabkan oleh 28,9% karena IUFD (Intra Uteri Fetal Death),asfiksia 12,2%, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) 20,4%,Malpresentasi 11% cacat bawaan 4,8%, sepsis 8,9% dan lain-lain 13,8%. Angka kematian ibu (AKI) yang merupakan salah satu indikator terhadap kesehatan sebuah negara saat ini masih sangat tinggi di Indonesia.Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 AKI per kelahiran hidup adalah adalah Brunai Darussalam 13,Singapura 14,Malaysia 62,Thailand 110,Vietnam 150,Philipina 230 dan Indonesia 359.Dari data tersebut ternyata AKI Indonesia tertinggi dari ketujuh Negara tersebut yaitu 359 per kelahiran hidup,sementara AKI yang terendah adalah Brunai Darussalam.Berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia (SDKI),AKI per kelahiran hidup menurun secara bertahap.dari 390 per kelahiran hidup (Tahun 1991) menjadi 334 (Tahun 1997),307 (Tahun 2003) dan 228 (Tahun 2007),Tahun 2012 meningkat menjadi 359 (INFID,2012). Adapun penyebab kematian bayi salah satunya adalah Malpresentasi yaitu Presentasi Dahi,Presentasi Muka,Presentasi Majemuk,dan Presentasi Bokong.Namun demikian dikarenakan Jenis Malpresentasi yang sangat beragam,peneliti memfokuskan pada Presentasi Bokong.Presentasi Bokong terjadi disebabkan oleh Paritas,Faktor Ibu,Faktor Janin,Lilitan Tali Pusat,Kelainan Uterus,Kunjungan ANC yang kurang.faktor Ibu meliputi Plasenta Previa dan panggul sempit sedangkan Faktor Janin meliputi Hidrosefalus atau anensefalus,gemelli,hidramnion atau Oligohidramnion dan Prematuritas.Oleh karena itu Presentasi Bokong memerlukan intervensi dan tindakan yang tepat untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi yaitu dengan cara melaksanakan kunjungan ANC pada masa kehamilan. Berdasarkan hasil dari study pendahuluan yang dilakukan di RSUD Kota Padangsidimpuan, diperoleh data Ibu Hamil Januari Desember 2013, Jumlah semua Ibu Hamil sebanyak 1081 Orang. Sedangkan Ibu Hamil yang mengalami Presentasi Bokong sebanyak 43 orang. TUJUAN PENELITIAN Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Presentasi Bokong Pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun

36 MANFAAT PENELITIAN 1. Secara Teoritis Meningkatkan pengetahuan dalam upaya pemeliharaan, peningkatan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang tersedia. 2. Secara Praktik Data atau informasi hasil penelitian ini dapat menjadi dimanfaatkan Petugas Rumah Sakit Kota Padangsidimpuan terutama petugas dibagian bersalin dalam mengantisipasi terjadinya resiko dalam menangani masalah Presentasi Bokong. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif, dengan untuk melihat kejadian presentasi bokong pada ibu hamil dengan variabl paritas, faktor ibu, faktor janin, lilitan tali pusat, kelainan uterus dan kunjungan ANC yang kurang. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Kota Padangsidimpuan berdasarkan asumsi penulis bahwa : Rumah sakit tersebut juga merupakan Rumah Sakit Rujukan sehingga data tentang ibu Bersalin Partus Lama yang disebabkan Presentasi Bokong cukup lengkap untuk mewakili seluruh penderita lainnya. Populasi dan Sampel Populasi : semua ibu Hamil yang diagnosanya adalah terjadinya Presentasi Bokong pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Umum Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 dengan jumlah 43 orang. Sampel: semua populasi dijadikan sampel Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan metode dokumentasi yang diperoleh dari Medical Record RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun Analisa Data Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat presentase data yang telah dikumpul dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi. HASIL PENELITIAN Hasil Distribusi Proporsi Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong Terhadap jumlah pasien di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 Tahun Jumlah Ibu Hamil Jumlah Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong ,98 % Distribusi Proporsi Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong Berdasarkan Paritas di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 No Paritas Jumlah % Primipara Sekundipara Multipara ,59 18,60 55,81 Total Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian tertinggi ditemukan pada paritas Multipara sebanyak 24 orang (55,81%). Hal ini sesuai dengan teori Winkjosastro (2007) bahwa hampir semua ibu hamil dengan Multipara lebih besar kemungkinan terjadinya Malpresentasi khususnya Presentasi Bokong.Karena otototot dalam kehamilan umumnya mengalami peregangan dan kelonggaran karena adanya penyesuaian dengan perkembangan janin,diantaranya adalah otot abdomen, dasar pelvis, dan uterus, dimana ketiga otot tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dan berperan dalam terjadinya presentasi bokong.untuk mencegah terjadinya Malpresentasi pada Ibu Hamil dianjurkan untuk melaksanakan Program KB yaitu 2 anak lebih baik. Distribusi Proporsi Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong Berdasarkan Faktor Ibu di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 No Faktor Ibu Jumlah % 1 Plasenta Previa 2 Panggul sempit ,23 69,77 Total Dari hasil penelitian di atas ditemukan angka kejadian pada perlekatan plasenta yaitu plasenta previa sebanyak 13 orang (30,23%). Hal ini sesuai dengan teori Winkjosastro (2007) bahwa Plasenta previa sangat mempengaruhi terjadinya Malpresentasi.Hal tersebut dikarenakan letak plasenta yang rendah sehingga mengubah posisi janin menjadi posisi yang abnormal. Sedangkan kejadian panggul sempit ditemukan angka kejadian tertinggi pada ukuran panggul luar yaitu < 80 cm sebanyak 30 orang (69,77%). Hal ini sesuai dengan teori Manuaba (2008) bahwa hampir semua Ibu Hamil dengan Panggul Sempit akan mengalami Malpresentasi.Panggul sempit dapat mengganggu fiksasi dari kepala janin. Distribusi Proporsi Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong Berdasarkan Faktor Janin di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 No Faktor Janin Jumlah % Hidrosefalus atau anensefalus Gemelli Hidramnion atau Oligohidramnion Prematuritas ,63 27,91 41,86 18,60 Total

37 Dari hasil penelitian tabel diatas ditemukan angka kejadian pada Bentuk Kepala Janin (Hidrosefalus/Anensefalus) sebanyak 5 orang (11,63%). Hal ini sesuai dengan teori Winkjosastro (2007) bahwa ibu hamil dengan Hidrosefalus/Anensefalus sangat mempengaruhi terjadinya Malpresentasi dikarenakan Bentuk kepala Janin yang mengganggu fiksasi dari kepala janin. Sedangkan gemelli sebanyak 12 orang (27,91%). Hal ini sesuai dengan teori Manuaba (2008) bahwa Ibu hamil dengan Gemelli sangat mempengaruhi Letak Janin. Umumnya pada kehamilan kembar, janin menyesuaikan dirinya dalam rahim. Angka kejadian Hidramnion dan ditemukan angka kejadian tertinggi pada Jumlah air Ketuban dengan > 2000 cc (Hidramnion) dan < 500 cc (Oligohidramnion) sebanyak 18 orang (41,86%). Dikarenakan banyaknya air ketuban pada janin sehingga menyebabkan janin lebih leluasa melakukan pergerakan. Prematuritas juga mempengaruhi kejadian presentasi bokong dalam kehamilan, angka kejadiannya sebesar (18,60%). Hal tersebut terjadi karenakan ukuran janin yang kecil menyebabkan janin leluasa melakukan pergerakan di dalam rahim dan pada bayi premature ukuran kepala masih kecil sehingga fiksasi kepala tidak sempurna. Oleh karena itu untuk mencegah hal tersebut terjadi perlu dilakukan kunjungan ANC yang sesuai standar untuk memantau keadaan atau kondisi janin didalam kandungan. Distribusi Proporsi Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong Berdasarkan Lilitan Tali Pusat di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 No Tali Pusat Jumlah % 1 2 Lilitan Tali Pusat Tali Pusat Normal ,49 46,51 Total Dari hasil penelitian tabel diatas ditemukan angka kejadian tertinggi pada Lilitan Tali Pusat sebanyak 23 orang (53,49%). Hal ini sesuai dengan teori Winkjosastro (2007) bahwa hampir semua Ibu Hamil dengan lilitan tali pusat sangat mempengaruhi Letak janin.hal tersebut dikarenakan tali pusat yang terlalu panjang sehingga memungkinkan janin terlilit tali pusat dan menyulitkan janin melakukan pergerakan. Distribusi Proporsi Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong Berdasarkan Kelainan Uterus di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 No Uterus Jumlah % 1 2 Kelainan Uterus Uterus Normal ,93 79,07 Total Dari hasil penelitian tabel di atas ditemukan angka kejadian Kelainan Uterus sebanyak 9 orang (20,93%). Hal ini sesuai dengan teori Sarwono (2005) bahwa Ibu hamil dengan kelainan uterus mempengaruhi tejadinya Malpresentasi pada janin.tumor dari uterus yang mendesak uterus dan kelainan bawaan uterus, seperti uterus arkuatus yang dapat mengubah letak janin. Distribusi Proporsi Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong Terhadap Kunjungan ANC di RSUD Kota Padangsidimpuan Tahun 2013 No Kunjungan ANC (kali) Jumlah % ,28 30,23 25,58 27,91 Total Dari hasil penelitian tabel di atas ditemukan angka kejadian tertinggi pada 2 kali kunjungan ANC selama Ibu hamil sebanyak 13 orang (30,23%). Hal ini sesuai dengan teori Manuaba (2008) bahwa Ibu hamil dengan kunjungan ANC yang kurang sangat mempengaruhi terjadinya kelainan letak pada janin.oleh karena itu untuk mencegah terjadinya Kelainan Letak pada janin dengan melaksanakan Kunjungan ANC sesuai standart yang berlaku. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Presentasi Bokong memerlukan penanganan yang serius tepat dan cepat berdasarkan kebutuhan Ibu Hamil baik dengan melakukan Kunjungan ANC sesuai dengan standart yang berlaku untuk menghindari terjadinya persalinan dengan Presentasi Bokong serta kematian bagi Ibu dan Bayi. 2. Jumlah Ibu Hamil dengan Presentasi Bokong di RSUD Kota Padangsidimpuan termasuk rendah jika dibanding dengan insiden di beberapa Rumah Sakit di Indonesia juga menurut literatur Saran 1. Disarankan kepada ibu agar melakukan pemeriksaan ANC (Ante Natal Care) secara teratur paling sedikit 4 kali yaitu 1 kali pada trimester I,1 kali pada trimester II dan 2 kali pada trimester III. 2. Disarankan kepada ibu agar mengatur jarak kehamilan dengan mengikuti program KB,untuk kesehatan serta keselamatan ibu dan bayi. 3. Disarankan kepada petugas kesehatan untuk lebih mengenali masalah yang terjadi pada ibu hamil sehingga lebih mudah mendeteksi komplikasi kehamilan. 4. Dianjurkan kepada bidan yang bertugas di rumah sakit supaya mendapatkan kesempatan training dalam penanganan seluruh kasuskasus kebidanan agar terwujud bidan yang benar mampu dalam menangani kasus-kasus 121

38 kebidanan khususnya kasus Presentasi Bokong. DAFTAR PUSTAKA Anonim. Presentasi Bokong. (Dikutip dari Diakses Tanggal 28 November Pukul WIB) Benson dan Pernoll Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Fachrudin, Amir Presentasi Bokong. (di kutip dari med2001/emirbannerfix.gif. Diakses tanggal 20oktober Pukul 13.25) Hidayat, A.A Metodologi Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Imade Penanganan untuk Kehamilan dan persalinan letak sungsang. (Dikutip dari Diakses tanggal 19 November Pukul WIB) Liu, David Manual Persalinan. Jakarta : EGC Manuaba, Ida Bagus Gde Gawat Darurat Obstetri dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC Rohani, Dkk Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba Medika. Rukiyah dan yulianti Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta: Buku Kesehatan. Sukarsa, Rizkar Letak Sungsang. (Dikutip dari Diakses tanggal 29 November Pukul WIB). Sulistyawati, Ari Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika. Varney Buku Asuhan Kebidanan. Jakarta:EGC Winkjosastro, Hanifa Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo. Yatinem. Asuhan Kebidanan pada Multigravida Letak Sungsang. (Dikutip dari -kebidanan-dengan-multigravida-letak sungsang/. Diakses Tanggal 17 Oktober Pukul WIB) 122

39 PENGARUH BPJS TERHADAP MINAT MASYARAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN KESEHATAN DI RSUD DOLOKSANGGUL KECAMATAN DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2014 Adelima C. R. Simamora, Doni Simatupang, Agustina Boru Gultom Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Sehingga dengan adanya jaminan sosial ini resiko keuangan yang dihadapi oleh seseorang diambil alih oleh lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh BPJS terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat Deskriptif analitikdengan pendekatan Retrospektif. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner dan melakukan wawancara. Menggunakan analisis bivariat dengan uji chi-square. Jumlah sampel 84 orang responden. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas menerima BPJS dengan minat baik sebanyak 35 responden (83,3%), berpendidikan SMA 22 responden (75,9%), bekerja sebagai petani 23 responden (59,0%), sumber informasi dari petugas kesehatan 40 responden (83,3%).. Selain itu mayoritas yang berminat baik mengatakan program BPJS akan meningkatkan kesehatan masyarakat sebanyak 38 responden (90,5%), berpendidikan SMA 26 responden (89,7%), bekerja sebagai petani 30 responden (76,9%), sumber informasi dari petugas kesehatan 42 responden (87,5%). Berdasarkan hasil penelitian dapatdisarankan hendaknya masyarakat lebih meningkatkan kesehatan dengan ikut serta dalam memanfaatkan program BPJS. Kata kunci : BPJS, Minat, Kesehatan Masyarakat PENDAHULUAN Menurut WHO (World Health Organization) kesehatan adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya. Pembangunan kesehatan pada saat ini masih dihadapkan pada permasalahan belum optimalnya akses, keterjangkauan, dan mutu pelayanan kesehatan antara lain disebabkan oleh sarana pelayanan kesehatan Rumah Sakit, Puskesmas, dan jaringannya belum sepenuhnya dijangkau oleh masyarakat, terutama bagi penduduk miskin terkait dengan adanya permasalahan dalam hal biaya dan juga jarak pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau. (BPJS Kesehatan, diakses 18/03/2014). Ada hal yang berubah pada awal Januari 2014, terutama di sektor kesehatan. Sesuai UU No 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengamanatkan PT Askes (Persero) menjadi BPJS Kesehatan pada tanggal 1 Januari (BPJS, diakses 18/03/2014). Seluruh penduduk Indonesia wajib menjadi peserta jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS, termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Program ini diharapkan dapat menaungi seluruh masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat dilindungi dengan asuransi kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, perintis kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dahulu bernama Jamsostek merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember Untuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014, sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli

40 TINJAUAN TEORITIS 1. Pengertian Minat merupakan perhatian, kesukaan, ataupun kecenderungan hati. (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Minat adalah kecenderungan yang menetap/kesukaan terhadap suatu kegiatan melebihi kegiatan lainnya serta berfungsi untuk daya penggerak yang mengarahkan seseorang melakukan kegiatan tertentu yang spesifik 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat a. Pendidikan Pendidikan adalah sebuah proses atau kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan pembelajaran atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Demikian juga jika pendidikan SD, SMP, SMA, dan DIII/Sarjana hendak digabungkan kedalam satu variabel bernama tingkat pendidikan (Notoadmodjho, 2010). b. Pekerjaan Pekerjaan merupakan suatu kegiatan atau aktivitas seseorang untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pekerja/karyawan adalah mereka yang bekerja pada orang lain atau institusi, kantor, perusahaan dengan menerima upah dan gaji baik berupa uang atau barang, sedangkan lapangan pekerjaan/jabatan adalah macam pekerjaan yang dilakukan atau ditugaskan pada seseorang (Notoatmodjho, 2010). c. Sumber Informasi Sumber informasi merupakan data yang diperoleh dalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi sipenerima dan mempunyai nilai nyata yang terasa bagi keputusan mendatang (Notoatmodjho, 2010). Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (UU No 24 tahun 2011). Fungsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) UU BPJS (Badan penyelenggara Jaminan Sosial) menentukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan menurut UU SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bertugas untuk : 1. Melakukan dan menerima pendaftaran peserta 2. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja 3. Menerima bantuan iuran dari pemerintah 4. Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta 5. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial 6. Membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program jaminan sosial 7. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial kepada peserta atau masyarakat Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berwenang untuk : 1. Menagih pembayaran iuran. Kewenangan menagih pembayaran iuran dalam arti meminta pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran. 2. Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai. 3. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial nasional. 4. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh pemerintah. 5. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan. 6. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang tidak memenuhi kewajibannya 7. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 8. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan sosial. Hak dan Kewajiban Peserta.a. Hak Peserta 1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan 2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku 3. Mendapatkan pelayanan kesehatan pertama, yaitu Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) 4. Mendapatkan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) dan Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL) 5. Mendapatkan pelayanan persalinan 124

41 6. Mendapatkan pelayanan gawat darurat 7. Mendapatkan pelayanan ambulan bagi pasien rujukan dengan kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan 8. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS Kesehatan b. Kewajiban Peserta 1. Mendaftarkan dirinya sebagi peserta serta membayar iuran yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I. 3. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak. 4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan. Iuran Wajib Peserta BPJS Besar iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja berdasarkan nominal bukan presentase yaitu untuk rawat inap perorang perbulan yaitu : a. Kelas 1 sebesar Rp ,- b. Kelas 2 sebesar Rp ,- c. Kelas 3 sebesar Rp ,- METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Deskriptif Analitik dengan pendekatan Retrospektif. Deskriptif analitik adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu objek yang diteliti melalui sampel atau data yang terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku secara umum, sedangkan pendekatan retrospektif adalah penelitian yang bersifat melihat ke belakang (Notoatmodjo, 2010). Bertujuan untuk mengetahui Pengaruh BPJS terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Fasilitas yang dimiliki oleh RSUD Doloksanggul adalah tempat tidur 75 unit, UGD, ICU, Rontgen, Laboratorium, UTDRS, Kamar bedah dan unit penunjang lainnya. Adapun hasil penelitian yang dilakukan berjudul Pengaruh BPJS Terhadap Minat Masyarakat Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2014 adalah sebagai berikut Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan untuk menggambarkan penyajian data dari beberapa variabel dalam bentuk tabel distribusi frekuensi meliputi distribusi frekuensi berdasarkan minat, pendidikan, pekerjaan, dan sumber informasi tentang program BPJS dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Minat, Pendidikan, Pekerjaan, dan Sumber Informasi tentang BPJS Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun No Variabel Jumlah Persentase (%) 1 Minat Baik Cukup Kurang Total 2 Pendidikan SD SMP SMA PT ,2 32,1 16, ,7 28,6 34,5 20,2 Total Pekerjaan Petani IRT PNS Wiraswasta ,4 9,5 16,7 27,4 Total Sumber Informasi Petugas Kesehatan Media Elektronik Media Cetak Lingkungan ,1 15,5 7,1 20,2 Total BPJS Menerima Menolak 60 71, ,6 Total Kesehatan Masyarakat Meningkat Tidak meningkat 71 84, ,5 Total Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa dari 84 responden mayoritas responden memiliki minat yang baik terhadap program BPJS sebanyak 43 responden (51,2%) dan minoritas memiliki minat yang kurang sebanyak 14 responden (16,7%). Analisa Bivariat Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengaruh BPJS Terhadap Minat Masyarakat Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2014 No. Minat BPJS df X 2 Menerima Menolak Total n % n % N % 1. Baik 35 83,3 7 16, Cukup 16 57, , , Kurang 9 64,3 5 35, TOTAL 60 71, ,

42 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa dari 2 responden yang berminat baik mayoritas menerima BPJS sebanyak 35 responden (83,3%), minoritas menolak BPJS sebanyak 7 responden (16,7%). Dari 28 responden yang berminat cukup mayoritas menerima BPJS sebanyak 16 responden (57,1%), minoritas menolak BPJS sebanyak 12 responden (42,9%). Dari 14 responden yang kurang berminat mayoritas menerima BPJS sebanyak 9 responden (64,3%), minoritas menolak BPJS sebanyak 5 responden (35,7%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Pengaruh BPJS Terhadap Minat Masyarakat Dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Berdasarkan Pendidikan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2014 No. Pendidikan BPJS df X 2 Menerima Menolak Total n % n % N % 1. SD 7 50,0 7 50, SMP 16 66,7 8 33, , SMA 22 75,9 7 24, PT 15 88,2 2 11, TOTAL 60 71, , Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa dari 14 responden berpendidikan SD yang menerima BPJS sebanyak 7 responden (50%), menolak sebanyak 7 responden (50%). Dari 24 responden berpendidikan SMP mayoritas menerima BPJS sebanyak 16 responden (66,7%), minoritas menolak sebanyak 8 responden (33,3%). Dari 29 responden yang berpendidikan SMA mayoritas menerima BPJS sebanyak 22 responden (75,9%), minoritas menolak sebanyak 7 responden (24,1%). Dari 17 responden yang berpendidikan perguruan tinggi mayoritas menerima BPJS sebanyak 15 responden (88,2%), minoritas menolak sebanyak 2 responden (11,8%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Pengaruh BPJS Terhadap Minat Masyarakat dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Berdasarkan Pekerjaan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2014 No. Pekerjaan BPJS df X 2 Menerima Menolak Total n % n % N % 1. Petani 23 59, , IRT 7 87,5 1 12, , PNS Wiraswasta 16 69,6 7 30, TOTAL 60 71, , Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 39 responden yang bekerja sebagai petani mayoritas menerima BPJS sebanyak 23 responden (59,0%) dan minoritas menolak BPJS sebanyak 16 responden (41,0%). Dari 8 responden yang bekerja sebagai IRT mayoritas menerima BPJS sebanyak 7 responden (87,5%) dan minoritas menolak BPJS sebanyak 1 responden (12,5%). Dari 14 responden yang bekerja sebagai PNS mayoritas menerima BPJS sebanyak 14 responden (100%) dan minoritas menolak BPJS tidak ada. Dari 23 responden yang bekerja sebagai wiraswasta mayoritas menerima BPJS sebanyak 16 responden (69,6%) dan minoritas menolak BPJS sebanyak 7 responden (30,4%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara pekerjaan terhadap kesehatan masyarakat dengan program BPJS di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Menurut asumsi peneliti, pekerjaan tidak terlalu berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, ini mungkin disebabkan oleh variabel lain dalam penelitian seperti pendidikan. SIMPULAN Setelah dilakukan penelitian dan pembahasan tentang pengaruh BPJS terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten humbang Hasundutan tahun 2014, pada 84 responden maka diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Ada pengaruh BPJS terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Tidak ada pengaruh BPJS terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan berdasarkan pendidikan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Ada pengaruh BPJS terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehtaan berdasarkan pekerjaan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Ada pengaruh BPJS terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan berdasarkan sumber informasi di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Tidak ada pengaruh kesehatan masyarakat terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Ada pengaruh kesehatan masyarakat terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehtan berdasarkan pendidikan di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Tidak ada pengaruh kesehatan masyarakat terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan berdasarkan pekerjaan di RSUD Doloksanggul Kecamatan 126

43 Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Tidak ada pengaruh kesehatan masyarakat terhadap minat masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan berdasarkan sumber informasi di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun Ada pengaruh BPJS terhadap minat masyarakat berdasarkan peningkatan kesehatan masyarakat di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2014 Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Kepada petugas kesehatan yang bekerja di RSUD Doloksanggul Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan agar lebih meningkatkan pengetahuan pasien tentang program BPJS dan meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menggunakan BPJS. 2. Kepada responden agar lebih meningkatkan pengetahuan mengenai program BPJS dalam kesehatan. 3. Kepada peneliti selanjutnya agar meneliti dan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi minat masyarakat terhadap BPJS dalam upaya peningkatan kesehatan. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi Prosedur Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta Fachmi idris. Sistem Rujukan Berjenjang. Download 15/03/2014 Idris, Fachmi Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Idris, Fachmi Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS. Jakarta: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Idris, Fachmi Administrasi Klaim Fasilitas Kesehatan BPJS Kesehatan. Jakarta: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kementerian koordinator bidang kesejahteraan rakyat Notoatmodjo, soekidjo Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Prasetyawati, Arsita Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Nuha Medika Sembiring, Yustinus Humbang Hasundutan dalam Angka. Doloksanggul: BPS Kabupaten Humbang Hasundutan Simanjuntak, Budiman Profil Kesehatan Humbang Hasundutan Tahun Doloksanggul: Dinas Kesehatan Humbang Hasundutan Syafrudin Ilmu Kesehatan masyarakat. Jakarta: Trans Info Media Thabrany, Hasbullah 127

44 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA HIPERTENSI PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA ANAK DAN BALITA BINJAI DAN MEDAN TAHUN 2014 Abdul Hanif Siregar, Syarif Zen Yahya, Surita Ginting Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi tekanan darah seseorang berada diatas angka normal yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistol diatas 140 mmhg dan diastole diatas 90 mmhg.prevalensi angka kejadian hipertensi di dunia cukup tinggi yaitu 10% dari populasi dunia, sedangkan di Indonesia sebesar 6-15% dari jumlah penduduk Indonesia.Dan prevalensi yang menderita hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan sebanyak 105 orang (65,6%). Faktor-faktor penyebab terjadinya hipertensi yaitu faktor genetik, riwayat merokok terdahulu dan kurangnya olahraga. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif dengan desain cross sectional yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian yang dilakukan pada 51 Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang diambil secara Random Sampling. Mayoritas Lansia yang menderita Hipertensi mempunyai riwayat Hipertensi pada anggota keluarganya sebanyak 29 orang (56,9%), dan riwayat merokok sebanyak 24 orang (47,1%), yang memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 35 oran (68,6%). Faktor kurangnya olahraga tidak menjadi mayoritas penyebab terjadinya Hipertensi pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia & Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Oleh karena itu, diharapkan kepada Lansia yang menderita Hipertensi agar memeriksakan tekanan darah secara berkala dan menjaga pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Kata kunci: Hipertensi, Lansia PENDAHULUAN Lansia adalah periode dimana semua sistem tubuh, ukuran dan fungsi tubuh telah mengalami kemunduran sejalan dengan waktu (Dalimartha, 2008). Salah satu penyakit yang sering muncul dengan berjalannya waktu adalah tekanan darah atau hipertensi. Secara visual penyakit ini memang tidak nampak mengerikan. Namun ia bisa membuat penderita terancam jiwanya atau paling tidak menurunkan kualitas hidupnya (Bangun A.P, 2002). Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk oto jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, diperkira menjadi 1,15 miliar kasus di tahun Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Boedhi Darmojo, 2007). Hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya umur. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial meliputi kurang lebih 90% dari seluruh penderita hipertensi dan 10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder (Soeparman, 2002). Pada populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (39% pria dan 31% wanita). Prevalensi hipertensi primer pada wanita sebesar 22%-39% yang dimulai dari umur 50 sampai lebih 80 tahun, sedangkan pada wanita berumur kurang dari 85 tahun prevalensinya sebesar 22% dan meningkat sampai 52% pada wanita berumur lebih dari 85 tahun. Sekitar 60% lansia akan mengalami hipertensi setelah berusia 75 tahun. Usia 40 sampai 55 tahun banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi (Dalimartha, 2008). Dilihat dari beberapa faktor dominan penyebab hipertensi, faktor kelebihan berat badan dapat meningkatkan resiko seseorang terserang penyakit hipertensi. Semakin besar massa tubuh, maka semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk masuk oksigen dan makanan kejaringan tubuh. Berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat, sehingga akan membkeeri tekanan lebih besar kedinding arteri. Selain itu, kelebihan berat badan dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dan mengakibatkan meningkatnya tekanan 128

45 darah. Faktor keturunan menunjukan, jika kedua orang tua kita menderita hipertensi, kemungkinan terkena penyakit ini sebesar 60%. Peneliti ini menunjukan ada faktor gen keturunan yang berperan. Dari faktor penambahan usia ditemukan adanya adanya perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Faktor kebiasaan minum kopi di dapatkan dari satu cangkir kopi mengandung mg kafein, dimana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10mmHg. Dari faktor kebiasaan merokok terdapat zat kimia dalam tembakau yang dapat merusak dinding arteri sehingga lebih rentan terdapat penumpukan plak. Zat nikotin dalam tembakau dapat membuat kerja jantung lebih keras karena terjadi penyempitan pembuluh darah sementara yang dapat meningkatakn tekanan darah (Yulianti, 2006). Menurut organisasi Kesehatan Dunia (WHO) angka kejadian hipertensi di dunia cukup tinggi yaitu 10% dari populasi dunia. Data Hypertansion League Brochure 2009 menyebutkan bahwa hipertensi diderita lebih dari 1,5 miliar jiwa diseluruh dunia dan garam yang berlebihan adalah faktor utama dalam meningkatkan tekanan darah. Hipertensi dianggap hal yang biasa karena gaya hidup kehidupan modern. Asupan garam yang tinggi merupakan penyebab hipertensi yang banyak ditemukan dari tahun ketahun, papar dokter yang praktek di Rumah Sakit Harapan Kita. Secara global menurut data yayasan jantung Indonesia, tujuh juta jiwa meninggal tiap tahunnya akibat menderita tekanan darah tinggi (Gusti, KTI 2010). Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat nasional, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat. Banyak penelitian dilakukan secara terpisah dengan metidologi yang belum baku, namun menurut Soeparman pada tahun 2005, memperkirakan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 6-15% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia (Gunawan, 2005). Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2011, hipertensi menduduki peringkat kedua dari sepuluh penyakit terbesar di Kota Medan dengan jumlah penderita sebanyak orang. Hal ini menunjukan bahwa hipertensi selalu menduduki peringkat lima teratas dalam hal penyakit terbesar di Kota Medan. Jumlah lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Anak dan Balita Wilayah Binjai dan Medan pada tahun 2012 adalah 160 orang yang terdiri dari 88 orang laki-laki dan 72 orang perempuan. Jumlah usia lansia yang menderita hipertensi 105 orang terdiri dari 46 perempuan dan 59 laki-laki. Melihat dari uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Anak dan Balita Wilayah Binjai dan Medan. Defenisi Operasional No. Variabel Defenisi Operasional 1. Variabel Independen a. Umur c. Obesitas d. Merokok e. Kurang Olahraga Lamanya hidup lansia dalam hitung waktu Alat ukur Hasil ukur b. Genetik Garis keturunan yang Kuesioner - Ada mempunyai riwayat garis - Tidak ada keturunan yang sama Jumlah rokok yang dikonsumsi responden dalam satu hari Kurangnya pergerakan tubuh diluar aktifitas sehari- hari Kuesioner >50tahun Berat Badan lebih pada Observasi - Kurus 10% saat penelitian atau ada - Ideal 20% riwayat obesitas sebelum - Gemuk 30% penelitian METODE PENELITIAN Skala ukur Interval Nominal Nominal Ordinal Kuesioner - Berat 2-3 bungkus/ hari - Sedang 1 bungkus/ hari Kuesioner - Ringan <1bungkus/hari Ordinal - 1kali/ minggu - 2kali/ minggu - Tidak pernah berolahraga Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif dengan menggunakan desain cross sectional, yaitu suatu metode yang merupakan rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian dilaksanaan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Pelaksanaan penelitian ini dimulai bulan Desember 2012 sampai bulan Juli Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua Lansia penderita hipertensi yang dirawat inap di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan tahun 2012 yang berjumlah 105 orang. Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah pun teknik penh sebagian dari pada populasi yang terjangkau diambil. Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Systemic random sampling atau pengambilan sampel secara acak sistematis dengan membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya adalah interval sampel (Notoadmodjo, 2010). Dimana interval yang digunakan adalah 105 : 51 = 2, maka pengambilan sampel adalah setiap kelipatan 2 dari urutan daftar nama populasi. Dengan tingkat kepercayaan 90% dan ketentuan hubungan yang dikatakan bermakna bila P value <0,1 dan hubungan dikatakan tidak bermakna bila value >0,1. 129

46 Rumus besar sampel yang dipakai adalah sebagai berikut : n = N 1 N (d2) Keterangan : N = Besar populasi n = Besar Sampel d = Nilai Kesenjangan/nilai Ketidakpercayaan (Notoatmodjo, 2005) Maka dalam sampel penelitian ini adalah : n = n = n = n = n = N 1 N (d2) (0,1 ) (0,01) , ,05 n = 51,21 n = 51 orang Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Primer Data pada penelitian ini adalah data yang diperoleh dari responden sebanyak 51 orang dengan membagikan kuesioner dan terlebih dahulu menjelaskan tujuan penelitian. 2. Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data UPT PS Lanjut Usia & Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden, peneliti membuat kuesioner dengan memberikan 20 pertanyaan (Ya/Tidak) dengan memberi tanda silang (X), dn menggunakan kriteria jawaban jika benar skor 1 dan jika salah diberi skor 0. Dimana ketentuan dari hasil penelitian sebagai berikut : 1. Jika nilai : <56 % maka dikatakan kurang 2. Jika nilai : 56-78% maka dikatakan cukup 3. Jika nilai : % maka dikatakan baik (Wawan, 2011). Data yang diperoleh akan diolah melalui langkahlangkah berikut ; a. Editing Data Dilakukan pengecekan pada suatu data yang terkumpul, bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data maka akan diperbaiki dan penelitian diulang. b. Coding Pemberian kode atau tanda pada setiap data yang telah terkumpul untuk memperoleh, memasukkan data ke dalam tabel. c. Tabulating Mengelolah data ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk mempermudah analisa data, pengolahan data serta pengambilan kesimpulan. Analisa Data Analisa Data yang digunakan adalah analisa univariat (analisa deskriptif). Bertujuan untuk menggambarkan menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik variabel penelitian. Pada umumnya dalm analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi. Kemudian presentase diperoleh proporsi untuk tiap-tiap kategori. Dengan menggunakan rumus : n x100% P = N Keterangan : P : Proporsi n : Banyak subjek dalam kelompok N : Banyaknya subjeknya seluruhnya (Arikunto, 2007) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan yang dilakukan pada bulan Juni tahun Jumlah lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Anak dan Balita sebanyak 160 orang yang terdiri dari 88 orang laki-laki dan 72 orang permpuan. Jumlah usia lansia yang menderita hipertensi 105 orang yang terdiri 46 perempuan dan 59 laki-laki. Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan berlokasi dijalan Perintis Kemerdekaan, dengan petugas sebanyak 24 orang yang terdiri dari 1 orang golongan IV A, 14 orang golongan III, 9 orang golongan II, dengan tenaga kesehatan sebanyak 4 orang yaitu 2 orang dokter, 2 orang perawat, serta 8 orang tenaga honor. UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan pada mulanya bernama Panti Sosial Tresna Werdha Abdi Binjai pada tanggal 20 Desember 1980 dan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI No.32/HUK/KEP/IV/1982 tentang penbentukan Panti Sosial Tresna Werdha di Indonesia. UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan suatu unit dilingkungan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, Perda provinsi Sumatera Utara No. 3 tahun 2001 sebagai lembaga kesejahteraan sosial yang memberikan pelayanan dan bimbingan terhadap orang tua atau lansia yang kurang mampu/terlantar karena suatu sebab fungsi sosialnya tidak berjalan secara wajar didalam lingkungan masyarakat. Luas bangunan wisma yaitu m 3 terdiri dari 33 unit. 130

47 UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan merupakan tempat tinggal lansia yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda. Setiap lansia yang ingin tinggal di UPT tersebut harus mempunyai kebijakan yang telah ditentukan pihak panti yaitu mempunyai surat kesehatan dari puskesmas, klinik maupun Rumah Sakit yang menyatakan lansia tersebut dalam keadaan sehat. Kebijakan ini diambil dikarenakan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan melakukan semua kegiatan dengan mandiri tanpa bantuan orang lain, namun apabila ada lansia yang setelah beberapa bulan tinggal di panti kemudian jatuh sakit dan tidak bias melakukan kegiatan secara mandiri maka petugas panti akan menugaskan salah satu lansia yang masih sehat untuk menjaga dan mengasuh lansia tersebut dengan diberi upah yang telah ditetapkan sesuai kesepakatan kedua belah pihak (antara yang sehat dan yang sakit). Para lansia yang tinggal di panti mengisi waktu luang dengan mengikuti keterampilan berkebun, membuat anyaman bambu dan hasilnya untuk uang jajan. Setiap satu kali seminggu lansia mengadakan olahraga yaitu senam lansia yang diadakan didalam Panti yang di pandu oleh petugas /staf pekerja sosial. Di UPT Pelayanan Lanjut Usia dan Anak Balita Wilyah Binjai dan Medan para lansia yang tinggal dipanti tidak dipungut biaya apapun karena seluruh biaya ditanggung oleh Pemerintah. Hasil Penelitian Tabel 1 Distribusi Rekuensi Responden Berdasarkan Usia di UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2014 No Usia Frekuensi Persentase (%) Tahun 4 7, Tahun 12 23, tahun keatas 35 68, Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lansia yang menderita hipertensi mayoritas usia 65 tahun keatas dengan jumlah 35 (68,62%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Genetik di UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut dananak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2014 No Genetik/ Keturunan F % 1. Genetik 29 56,9 2. Tidak Genetik 22 43,1 Total Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lansia yang menderita Hipertensi mayoritas memiliki keturunan hipertensi pada garis keturunannya sebanyak 29 orang (56,9%). Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Obesitas di UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut dananak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2014 No Indeks Masa Tubuh F Persentase(%) 1 <18, , ,5-22, ,41 3 > ,17 Total Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lansia yang menderita hipertensi mayoritas memiliki Indeks Masa Tubuh >23 yaitu 21 responden (41,17%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Merokok di UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut dananak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2014 No Riwayat Merokok F % 1. Merokok 24 47,1 2. Tidak Merokok 27 52,9 Total Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lansia yang menderita Hipertensi mayoritas tidak mempunyai riwayat merokok terdahulu sebanyak 27 orang (52,9%). Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Olahraga di UPT Pelayanan Sosial Usia Lanjut dananak Balita Wilayah Binjai dan Medan Tahun 2014 No Olahraga F % 1. Olahraga 35 68,6 2. Tidak berolahraga 16 31,4 Total Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa lansia yang menderita Hipertensi mayoritas kebiasaan olahraga sebanyak 35 orang (68,6%). Pembahasan 1. Usia Pertambahan usia akan meningkatkan resiko hipertensi pada seseorang. Kejadian hipertensi lebih sering terjadi pada kelompok lansia (lanjut usia). Resiko hipertensi meningkat seiring ddengan bertambahnya usia, terutama pada pria diatas usia 45 tahun atau wanita berusia diatas 55 tahun. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar faktor-faktor penyebab hipertensi dilihat dari usia pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan mayoritas memiliki usia 65 tahun keatas dengan jumlah 35 responden (68,62%). 131

48 2. Genetik Menurut Andi, 2010 obesitas cenderung diturunkan atau diwariskan secara genetik. Meski demikian, anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan atau gaya hidup yang berpotensi mendorong terjadinya obesitas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Menurut Garnadi, 2012 keluarga dengan riwayat hipertensi memiliki kemungkinan lebih besar mengidap hipertensi pada keturunannya. Anggota riwayat hipertensi pada ayah atau ibunya memiliki bakat untuk mengidap hipertensi. Faktor genetik memiliki pengaruh besar terhadap timbulnya hipertensi. Menurut Susilo, 2010 adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga tersebut akan menyebabkan keluarga tersebut mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hioertensi daripada individu yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Menurut Mahammadun, 2010 para pakar juga menemukan hubungan antara riwayat keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko bagi orang yang menderita penyakit ini. Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar faktor-faktor penyebab hipertensi dilihat dari Genetik/garis keturunan pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan mayoritas memiliki keturunan hipertensi sebanyak 29 orang (56,9%). Menurut peneliti seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika memiliki genetik hipertensi. Ada baiknya mulai sekarang kita memeriksa riwayat kesehatan keluarga sehingga kita dapat melakukan antisipasi dan pencegahan. Ini tidak hanya berlaku untuk penyakit hipertensi tetapi juga untuk penyakit-penyakit lain. Bagaimana pun melakukan pencegahan dan antisipasi terhadap penyakit jauh lebih baik daripada melakukan pengobatan. 3. Obesitas Kegemukan dan obesitas akan memperberat kerja jantung untuk memperberat kerja jantung untuk memompa darah. Organ-organ lain juga mendapatkan beban berat banyaknya timbunan lemak didalam tubuh. Akhirnya semua kondisi tersebut saling terkait menimbulkan hipertensi dan sebagai penyakit (Gamadi, 2012). Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar faktor-faktor penyebab hipertensi dilihat dari berat badan berdasarkan indeks masa tubuh pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan mayoritas memiliki Indeks Masa Tubuh >23 yaitu 21 responden (41,17%). 4. Riwayat Merokok Menurut Lili, 2010 zat terdapat dalam rokok dapat merusak lapisan dinding arteri berupa plak. Ini menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri yang meningkatkan tekanan darah. Kandungan nikotinnya bias meningkatkan hormone efrinefrin yang bias menyempitkan pembuluh darah arteri. Karbon monoksidanya dapat menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk menggantikan oksigen pada jaringan tubuh. Berbagai penelitian membuktikan roakok beresiko terhadap jantung dan pembuluh darah. Disamping meningkatkan pelepasan adrenalin, rokok memberika pengaruh lain yang merusak. Zat-zat kimia yang diserap dari asap rokok dapat mempengaruhi dinding arteri sehingga lebih peka terhadap penumpukan lemak yang mengandung kolesterol (plak) yang menyebabkan arteri menjadi lebih sempit. Rokok juga memicu dilepas nya hormon yang menyebabkan tubuh menahan cairan. Kedua faktor ini yaitu penyempitan arteri dan penimbunan cairan dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah. Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar faktor-faktor penyebab hipertensi dilihat dari riwayat merokok pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan mayoritas memiliki riwayat merokok terdahulu sebanyak 27 orang (52,9%). Menurut peneliti rokok merupakan menjadi salah satu faktor resiko hipertensi yang dapat di modifikasi. Merokok akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah arteri yang meningkatkan tekanan darah sehingga menyebabkan hipertensi. Namun demikian, merokok merupakan faktor resiko yang potensial untuk dihilangkan dalam upaya mencegah terjadinya hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. 5. Olahraga Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar faktor-faktor penyebab hipertensi dilihat dari faktor olahraga pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan mayoritas kebiasaan olahraga sebanyak 35 orang (68,6%). Menurut Susilo, 2010 adanya kesibukan luar biasa, manusia pun merasa tidak punya waktu lagi untuk berolahraga. Akibatnya, kita menjadi kurang gerak dan kurang olahraga. Kondisi inilah yang memicu kolesterol tinggi dan juga adanya tekanan darah yang terus menguat sehingga munculnya hipertensi. Hal ini tidak sejalan dengan lansia yang mengalami hipertensi di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan karena lansia setiap satu kali seminggu melakukan olahraga. Menurut peneliti kurang olahraga akan menjadi pemicu terjadinya hipertensi. Dalam hal ini, kurang olahraga pada lansia disebabkan oleh faktor usia. Mungkin lansia lebih banyak duduk, 132

49 kurang gerak, dan gaya hidup santai. Ini akan mengakibatkan kurangnya aktifitas fisik sehingga jantung tidak terlatih, pembuluh darah kaku, sirkulasi darah tidak mengalir dengan lancer, dan menyebabkan kegemukan. Faktor inilah yang menyebabkan terjadinya hipertensi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dari hasil penelitian terhadap faktor-faktor penyebab terjadinya hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan 2014 dengan jumlah responden 51 orang dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Mayoritas Lansia yang menderita hipertensi berdasarkan faktor usia mayoritas usia diatas 65 tahun dengan 35 responden (68,62%) dan minoritas responden berusia tahun dengan jumlah 4 responden (7,84%). 2. Mayoritas Lansia yang menderita Hipertensi memiliki riwayat keturunan/genetik pada keluarganya sebanyak 29 orang (56,9%), dan minoritas lansia yang tidak memiliki riwayat keturunan hipertensi sebanyak 22 orang (43,1%). 3. Mayoritas lansia yang menderita hipertensi berdasarkan faktor obesitas memiliki Indeks Masa Tubuh >23 yaitu 21 responden (41,17%) dan minoritas 4. Mayoritas Lansia yang menderita Hipertensi memiliki riwayat merokok terdahulu sebanyak 24 orang (47,1%), dan minoritas lansia yang tidak memiliki riwayat merokok sebanyak 27 orang (52,9%). 5. Mayoritas Lansia yang menderita Hipertensi memilki kebiasaan olahraga sebanyak 35 orang (68,6%), dan minoritas lansia yang tidak memiliki kebiasaan olahraga sebanyak 16 orang (31,4%). Saran Setelah melakukan penelitian terhadap faktorfaktor penyebab terjadinya hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan tahun 2014 yaitu: 1. Diharapkan kepada Lansia yang menderita Hipertensi dan mempunyai riwayat hipertensi pada garis keturunannya di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan agar melakukan pola hidup sehat dengan menjaga makanan. 2. Diharapkan kepada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan agar meninggalkan kebiasaan merokok untuk mencegah peningkatan tekanan darah. 3. Diharapkan kepada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan Medan agar terus mempertahankan pola hidup sehat dengan olahraga teratur. 4. Untuk mengantisipasi terjadinya peningkatan tekanan darah diharapkan seluruh lansia untuk rutin memeriksakan tekanan darahnya ke Poliklinik di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. DAFTAR PUSTAKA Martha, Karnia, Panduan cerdas mengatasi hipertensi. Jogyakarta : Araska Notoadmojo, soekidjo Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Promosi Kesehatan Teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Alimul, A Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Surabaya: Salemba Medika. Susilo, Yekti,2011. Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: Andi Bandiyah, Siti Lanjut Usia & Keperawatan Gerontik.Yogyakarta : Nuha Medika Nugroho,wahjudi Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC Muhammadun Hidup Bersama Hipertensi. Jakarta : in-book. Rizema Putra, Sitiatava,2012. Panduan Riset Keperawatan dan Penulisan Ilmiah. Jakarta: D-Medika Ardika, 2012, Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Erlangga Arikunto, Prosedur Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta Nursalam, 2003 Konsep dan Penerapan Metodeologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika Setiadi, 2007, Konsep & Penulisan Riset Keperawatan, Graha Ilmu Jakarta Tara, Elizabet,2008 prevalesi Hipertensi dan Determinannya Di Indonesia, Jakarta : Departemen Kesehatan RI Bangun A.P 2008 Terapi Jus dan Ramuan Tradisonal Untuk Hipertensi, Jakarta Agromedia Pustaka. Fahrur, 2012 Lima Tugas Kesehatan Keluarga Untuk Mengenal Hipertensi Digilib. Urinus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-fahrur bab1.pdf diakses pada tanggal 17 April

50 MANFAAT MENGUNYAH PERMEN KARET YANG MENGANDUNG XYLITOL DAN NON XYLITOL DALAM MENURUNKAN INDEKS PLAK PADA SISWA-SISWI KELAS VI-A SDN TITI KUNING KECAMATAN MEDAN JOHOR TAHUN 2014 Yetti Lusiani, Etty M. Marthias, Hasny Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Masalah gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini masih memerlukan perhatian yang cukup besar. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, penyakit karies gigi dan periodontal telah dialami oleh sekitar 90% masyarakat. Penyakit tersebut memiliki hubungan yang erat dengan keadaan kebersihan mulut yang terabaikan, sehingga terbentuk lapisan yang melekat erat pada permukaan gigi yang mengandung bakteri, yang disebut sebagai plak. Plak inilah yang merupakan penyebab utama dari karies gigi dan penyakit periodontal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manfaat mengunyah permen karet yang mengandung xylitol dan non xylitol dalam menurunkan indeks plak pada siswa-siswi kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif dengan metode survey. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata indeks plak pada sampel sebelum mengunyah permen karet xylitol adalah 1,24 dengan kriteria baik sebanyak 1 siswa dan kriteria sedang sebanyak 17 siswa. Indeks plak pada sampel yang mengunyah permen karet non xylitol adalah 1,09 dengan kriteria baik sebanyak 1 siswa dan kriteria sedang sebanyak 16 siswa. Setelah dilakukan pengunyahan didapat penurunan indeks plak sebesar 1,03 pada sampel mengunyah permen karet xylitol dengan kriteria seluruhnya baik dan 0,65 pada sampel yang mengunyah permen karet non xylitol dengan kriteria seluruhnya baik. Dari hasil penelitian dapat diambil simpulan bahwa mengunyah permen karet yang mengandung xylitol lebih efektif dalam menurunkan indeks plak. Kata kunci : xylitol, non xylitol dan indeks plak PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diusahakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.upaya-upaya kesehatan tersebut sesuai dengan bab IV pasal 47 undangundang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan meliputi pencegahan penyakit (preventif), peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) (Depkes RI, 2010). Masalah gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini masih memerlukan perhatian yang cukup besar. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, dewasa ini penyakit karies gigi dan periodontal telah dialami oleh sekitar 90% masyarakat. Penyakit periodontal dan karies gigi mempunyai sifat progresif yang bila tidak dirawat atau tidak diobati akan semakin parah, dan bersifat irreversible yaitu jaringan yang rusak dan tidak dapat utuh kembali atau pulih seperti semula. Penyakit tersebut memiliki hubungan yang erat dengan keadaan kebersihan mulut yang terabaikan, sehingga terbentuk lapisan yang melekat erat pada permukaan gigi yang mengandung bakteri, yang disebut sebagai plak. Plak gigi dapat didefinisikan sebagai deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada permukaan gigi atau permukaan keras lain pada rongga mulut. Plak gigi terdiri dari berbagai macam mikroorganisme. Istilah biofilm digunakan untuk menggambarkan komunitas mikroorganisme yang melekat pada permukaan gigi. Karies gigi dan penyakit periodontal merupakan dua penyakit gigi dan mulut yang memiliki insidensi tinggi di masyarakat. Penyebab utama kedua penyakit tersebut adalah kumpulan bakteri yang terikat dalam plak. Upaya pengendalian perjalanan penyakit tersebut dapat dilakukan dengan cara menghilangkan plak secara mekanik dan kimiawi. Plak yang tidak dibersihkan akan termineralisasi menjadi kalkulus atau karang gigi. Plak dan karang gigi inilah yang akan mengiritasi gusi dan menyebabkan gusi berdarah, bengkak (gingivitis). Perkembangan selanjutnya menjadi periodontitis jika kerusakan sudah mengenai tulang pendukungnya. Untuk itu diperlukan upaya pencegahan terhadap akumulasi plak. Saat ini di dalam dunia kedokteran gigi 134

51 telah ditemukan inovasi terbaru yang menyempurnakan perawatan gigi, yaitu dengan mengkonsumsi xylitol, karena xylitol merupakan pemanis yang aman dan bermanfaat untuk kesehatan gigi dan mulut. Xylitol adalah gula alternatif golongan polialkohol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk plak. Xylithol juga mampu mengurangi sintesa polisakarida ekstra seluler yang dapat mengakibatkan perlekatan bakteri plak. Mengunyah permen karet yang mengandung xylitol mulai banyak dilakukan di beberapa negara untuk melindungi gigi. Pada survey awal di SD Negeri Titi Kuning Kecamatan Medan Johor banyak ditemukan plak pada gigi siswa-siswi disekolah tersebut. Sebelumnya sekolah tersebut belum pernah mendapat pelayanan asuhan kesehatan gigi, jadi perilaku siswa-siswi terhadap kesehatan gigi dan mulut masih kurang sehingga menyebabkan kebersihan gigi dan mulut siswa-siswi juga masih kurang baik. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti bagaimana manfaat mengunyah permen karet yang mengandung xylitol dan non xylitol terhadap penurunan indeks plak pada siswa-siswi kelas VI-A SD Negeri Titi Kuning Kecamatan Medan Johor. Tujuan penelitian untuk mengetahui manfaat menguyah permen karet yang mengandung xylitol dan non xylitol dalam menurunkan indeks plak pada siswasiswi kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswasiswi kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor yang berjumlah 35 siswa. Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010), apabila kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi (Arikunto,2006). Dalam penelitian ini sampel merupakan keseluruhan dari populasi yaitu sebanyak 35 siswa. HASIL Dari 35 sampel yang diteliti pada siswa-siswi kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor setelah diberi perlakuan mengunyah permen karet yang mengandung xylitol terjadi penurunan indeks plak dibandingkan dengan yang mengunyah permen karet yang non xylitol. Tabel 1 Perlakuan Sebelum Mengunyah permen karet xylitol Distribusi Frekuensi Persentase Indeks Plak Sebelum Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Xylitol pada Siswa-siswi kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 Baik Indeks plak Sedang Buruk N n % n % n % Total (%) 1 5, , Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa indeks plak sebelum mengunyah permen karet xylitol sebagian besar adalah berkriteria sedang yang berjumlah 17 siswa (94,4%). Sedangkan untuk indeks plak dengan kriteria baik berjumlah 1 siswa (5,6%). Tabel 2 Distribusi Frekuensi Persentase Indeks Plak Sesudah Mengunyah Permen Karet yang Mengandung Xylitol pada Siswa-siswi Kelas VI- A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor. Perlakuan Sesudah Mengunyah permen karet xylitol Indeks plak Baik Sedang Buruk n % n % n % N Total (%) Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa kriteria indeks plak pada siswa-siswi kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor sesudah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol seluruhnya adalah baik yaitu berjumlah 18 siswa (100%). Dan tidak ada siswa dengan kriteria indeks plak sedang dan buruk. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Penurunan Indeks Plak Sebelum Dan Sesudah Mengunyah Permen Karet Yang Mengandung Xylitol. Perlakuan Rata-rata indeks plak Sebelum Sesudah Penurunan Mengunyah permen karet xylitol 1,24 0,21 1,03 Berdasarkan tabel diatas dapat dlihat bahwa terjadi penurunan indeks plak sebesar 1,03 pada perlakuan mengunyah permen karet dengan xylitol. Indeks plak sebelum mengunyah permen karet xylitol sebesar 1,24 dan sesudah mengunyah permen karet xylitol 0,

52 Tabel 4 Distribusi Frekuensi Persentase Indeks Plak Sebelum Mengunyah Permen Karet Non Xylitol pada Siswa-siswi Kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 Perlakuan Sebelum Mengunyah permen karet non xylitol Indeks plak Baik sedang Buruk n % n % n % N Total ( %) 1 5, , Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa indeks plak sebelum mengunyah permen karet non xylitol sebagian besar adalah berkriteria sedang yang berjumlah 16 siswa (94,1%). Sedangkan untuk indeks plak dengan kriteria baik berjumlah 1 siswa (5,9%). Tabel 5 Distribusi Frekuensi Persentase Indeks Plak Sesudah Mengunyah Permen Karet Non Xylitol pada Siswa-siswi Kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor. Perlakuan Sebelum Mengunyah permen karet non xylitol Indeks plak Baik sedang buruk n % n % n % N Total ( %) Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kriteria indeks plak pada siswa/i kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor sesudah mengunyah permen karet non xylitol seluruhnya adalah baik yaitu berjumlah 17 siswa (100%). Tidak ada siswa dengan kriteria indeks plak sedang dan buruk. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Penurunan Indeks Plak Sebelum dan Sesudah Mengunyah Permen Karet Non Xylitol. Rata-rata indeks plak Perlakuan Penurunan Mengunyah permen karet non xylitol Sebelum Sesudah 1,09 0,44 0,65 Berdasarkan tabel diatas dapat dlihat bahwa penurunan indeks plak pada sampel setelah mengunyah permen karet non xylitol sebesar 0,65. Indeks plak sebelum mengunyah permen karet non xylitol sebesar 1,09 dan sesudah mengunyah permen karet non xylitol sebesar 0,44. PEMBAHASAN Dari tabel 1, 2 dan 3 dapat dilihat bahwa persentase kriteria indeks plak sebelum mengunyah permen karet xylitol pada siswa-siswi kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 dengan kriteria baik sebanyak 1 siswa (5,6%), kriteria sedang sebanyak 17 siswa (94,4%), tidak ada siswa dengan kriteria buruk (0%). Sesudah mengunyah permen karet xylitol seluruh sampel memiliki kriteria indeks plak baik sebanyak 18 siswa (100%). Terjadi penurunan indeks plak sebesar 1,03 setelah mengunyah permen karet xylitol, dimana indeks plak sebelum mengunyah permen karet yang mengandung xylitol sebesar 1,24 dan sesudah mengunyah permen karet xylitol sebesar 0,21. Dari tabel 4,5 dan 6 dapat dilihat bahwa persentase kriteria indeks plak sebelum mengunyah permen karet non xylitol pada siswa-siswi kelas VI-A SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor Tahun 2014 dengan kriteria baik dijumpai 1 siswa (5,9%), kriteria sedang sebayak 16 siswa (94,1%), dan tidak ada siswa dengan kriteria buruk, sedangkan sesudah mengunyah permen karet non xylitol dengan kriteria baik sebanyak 17 siswa (100%). Terjadi penurunan indeks plak sebesar 0,65 setelah mengunyah permen karet non xylitol, dimana indeks plak sebelum mengunyah permen karet non xylitol sebesar 1,09 dan sesudah mengunyah permen karet non xylitol sebesar 0,44. Permen karet yang mengandung xylitol dapat digunakan sebaga alat pembersih gigi dan gusi. Konsumsi karbohidrat yang tinggi pada anak-anak menyebabkan bakteri berkembang biak lebih cepat di dalam mulut. Bakteri menyebabkan suasana asam dalam mulut dan mempermudah terjadinya karies. Mengunyah permen karet yang mengandung xylitol akan mengurangi terjadinya demineralisasi akibat karbohidrat. (Susanto,2011). Xylitol adalah gula alternatif golongan polialkohol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembentuk plak. Xylithol juga mampu mengurangi sintesa polisakarida ekstra seluler yang dapat mengakibatkan perlengketan bakteri plak. Mengunyah permen karet yang mengandung xylitol dilakukan untuk mengurangi plak. Efeknya dalam mulut dapat mengurangi jumlah plak yang dilihat berdasarkan kerja bakteri terhadap xylitol untuk memproduksi asam, tidak seperti pada jenis gula lainnya (Donna Pratiwi,2009). Xylitol tidak menghasilkan asam sama sekali pada plak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa xylitol meningkatkan ph dan karenanya gula jenis ini dianggap sangat aman bagi gigi, meskipun adaptasi bakteri pada plak tetap masih mungkin terjadi. Kandungan xylitol dalam permen sangat bermanfaat bagi orang yang mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut. Xylitol dapat mengurangi gigi berlubang, plak, dan dengan sendirinya akan menghambat perkembangan bakteri streptococcus mutans. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang manfaat mengunyah permen karet yang mengandung xylitol dan non xylitol terhadap penurunan indeks plak pada siswasiswi kelas IV-A SDN Titi Kuning Kecamatan 136

53 Medan Johor Tahun 2014 maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Persentase indeks plak sebelum mengunyah permen karet xylitol adalah 1 orang (5,6%) berkategori baik dan 17 orang (94,4%) kategori sedang. Sedangkan sesudah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol kategori baik yaitu 18 siswa (100%), kategori sedang dan buruk tidak ada. 2. Persentase indeks plak sebelum mengunyah permen karet non xylitol adalah kategori baik yaitu 1 siswa (5,9%), kategori sedang sebanyak 16 siswa (94,1%) dan kategori buruk tidak ada. Sedangkan sesudah mengunyah permen non xylitol kategori baik yaitu 17 siswa (100%), kategori sedang dan buruk tidak ada. 3. Indeks plak rata-rata sebelum mengunyah permen karet yang mengandung xylitol sebesar 1,24, sedangkan sesudah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol sebesar 0, Indeks plak rata-rata sebelum mengunyah permen karet non xylitol sebesar 1,09, sedangkan sesudah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol sebesar 0, Mengunyah permen karet yang mengandung xylitol lebih efektif menurunkan indeks plak dibandingkan dengan mengunyah permen karet non xylitol. Terjadi penurunan indeks plak sebesar 1,03 pada sampel sesudah mengunyah permen karet yang mengandung xylitol, sedangkan yang mengunyah permen karet non xylitol sebesar 0,65. B. Saran 1. Diharapkan kepada siswa-siswi SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor agar dapat menambah pengetahuan dalam menjaga kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut. 2. Kepada siswa-siswi SDN Titi Kuning Kecamatan Medan Johor agar dapat memilih jajanan yang dapat menjaga kesehatan gigi dan mulut dan tidak merusak kesehatan gigi dan mulut salah satunya adalah permen karet yang mengandung xylitol. 3. Orang tua siswa agar dapat lebih mengontrol kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut anak. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., Prosedur Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta. Boedihardjo, Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga, Lembaga Penerbitan Universitas Airlangga, Surabaya. Budiman A. Johan, dkk, Mengenal Gigi Anda, Penerbit Arca, Jakarta. Dalimunthe., Periodontia. Penerbit USU Press. Medan. Notoatmodjo S, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta. Panjaitan M,1995. Etiologi Karies Gigi dan Penyakit Periodontal, Edisi Pertama, Penerbit Universitas Sumatera Utara Press. Pintauli S,dkk,2010. Menuju Gigi dan Mulut Sehat Pencegahan dan Pemeliharaan, penerbit USU Press. Pratiwi D, Gigi Sehat Dan Cantik, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta Susanto G, Terapi Untuk Kesehatan dan Kecantikan Gusi, Penerbit Erlangga. 137

54 EFEKTIFITAS PEMBERIAN SOYGHURT TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL DALAM DARAHMENCIT (Mus musculus) DENGAN JUMLAH BAKTERI ASAM LAKTAT DAN SUHU INKUBASI YANG OPTIMUM Rosmayani Hasibuan Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Medan Abstrak Penelitian tentang pembuatan soyghurt dengan menggunakan bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas soyghurt dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah mencit dengan jumlah bakteri asam laktat dan suhu inkubasi yang optimum. Perlakuan suhu inkubasi pada pembuatan soyghurt adalah 30⁰, 35⁰, dan 40⁰C. Analisa jumlah bakteri asam laktat berdasarkan Standar PlateCount.Identifikasi jenis bakteri dilakukan dengan pengamatan karakteristik morfologi dan uji biokimia.karakteristik morfologi dilakukan dengan pewarnaan Gram, sedangkan uji biokimia dilakukan dengan uji katalase, fermentasi karbohidrat, motilitas, reduktase nitrat, dan uji ketahanan suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu yang optimal pada pembuatan soyghurt adalah 40⁰C dengan jumlah koloni sebesar 1,63 x 10 9 CFU/ml. Pemberian soyghurt dengan konsentrasi 0,25, 0,50 dan 1% kepada hewan uji (mencit) menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap penurunan kadar kolesterol dalam darah mencit, masing-masing 18,43, 22,18 dan 35,75%. Pemberian soyghurt dengan konsentrasi 1% menunjukkan penurunan kadar kolesterol yang paling significan yaitu 35,75%. Kata kunci : Suhu inkubasi, Bakteri asam laktat, Soyghurt, Kolesterol PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sejak abad II sebelum Masehi susu kedelai sudah dibuat di negara Cina, dan kemudian berkembang ke Jepang. Setelah Perang Dunia II baru berkembang ke Asia Tenggara. Sampai saat ini perkembangan susu kedelai di Indonesia masih jauh tertinggal dengan Singapura, Malaysia dan Philipina (Koswara, 2006). Susu kedelai baru beberapa tahun terakhir dikenal dan dikembangkan di Indonesia. Seperti halnya susu sapi, susu kedelai ternyata dapat dibuat menjadi yoghurt susu kedelai yang dikenal dengan nama Soyghurt, yang merupakan salah satu produk susu fermentasi yang dibuat dengan melibatkan bakteri asam laktat seperti penambahan bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus (Heller, 2001). Produk soyghurt yang berkualitas memerlukan kombinasi dua atau lebih bakteri yang digunakan sebagai starter. Kombinasi kedua bakteri asam laktat tersebut bersifat sinergis, Pada awal pertumbuhan S. thermophilus akan menghasilkan kadar asam laktat 0,8-1,0%, dan kondisi ini dimanfaatkan oleh L. bulgaricus hingga mencapai kadar asam laktat 1,5-2,0%. (Soeharsono, 2010). Tingkat penambahan dan kondisi starter berpengaruh terhadap aktifitas bakteri dan produk asam yang dihasilkan (Buckle et al., 1987), selain itu harus diperhatikan penggunaan suhu inkubasi agar aktifitas bakteri starter berlangsung secara optimal (Soeharsono, 2010). Kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi makanan sehat (pangan fungsional) semakin meningkat sehingga produk hasil fermentasi yang aman dikonsumsi juga cenderung meningkat. Produk-produk fermentasi telah lama diketahui mempunyai berbagai keunggulan ditinjau dari aspek gizi dan kesehatan. Peningkatan pendapatan masyarakat dan kebutuhan makanan sehat yang terus berkembang menunjukkan besarnya peluang untuk malakukan penelitian tentang pangan fungsional diantaranya adalah susu fermentasi (Kurana, 2007). Dalam pembuatan soyghurt digunakan 2 spesies bakteri yang tumbuh secara simbiotik yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Kedua spesies bakteri ini jika ditumbuhkan bersama sama akan memproduksi asam lebih banyak dibandingkan jika tumbuh secara terpisah. L. bulgaricus dan S. thermophillus merupakan bakteri asam laktat homofermentatif yang terutama merubah laktosa menjadi asam laktat. Suhu inkubasi biasanya diantara 40-45⁰C, 32⁰C atau pada suhu ruang (sekitar 29⁰C) dengan waktu yang berbeda. Pada mulanya Lactobacilli tumbuh dominan dan menghasilkan asam amino glisin dan histidin, kedua senyawa ini akan merangsang pertumbuhan Streptococci (Hidayat,dkk, 2006) 138

55 Pengaruh suhu inkubasi dengan modifikasi beberapa tingkatan suhu pada proses pembuatan soyghurt sangat menentukan populasi bakteri asam laktat dan komponen metabolit skunder yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan penelitian tentang perbedaan suhu inkubasi terhadap jumlah koloni bakteri starter terutama L. bulgaricus dan S. thermophilus pada pembuatan soyghurt dan efektifitasnya terhadap penurunan kadar kolesterol di dalam darah. Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian tentang pengaruh suhu inkubasi terhadap jumlah koloni bakteri asam laktat yang digunakan sebagai starter sangat menentukan keberadaan bakteri L. bulgaricusdans. thermophilus yangdidasarkan pada pertimbangan bahwa keduabakteri tersebut merupakan masalah utama padaproses pembuatan soyghurt. Suhu inkubasi yang sesuai akan memberikan pertumbuhan bakteri tersebut lebih optimum dan dapat efektif untuk menurunkan kadar koleterol di dalam darah.bakteri asam laktat memiliki kemampuan menurunkan kolesterol di dalam darah sebagai salah satu unsur utama pada proses pembuatan soyghurt.berdasarkan uraian di atas dapatdirumuskan beberapa permasalahan yaitu 1. Apakah perbedaan suhu inkubasi pada proses pembuatan soyghurt dapat menghasilkan jumlah koloni bakteri asam laktat yang bervariasi. 2. Apakah bakteri asam laktat pada soyghurt memiliki potensi dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah Kerangka Pemikiran Bakteri asam laktat L. bulgaricus dan S. thermophilus sebagai starter yang ditambahkan pada pembuatan soyghurt akan mampu mengikat atau memasukkan kolesterol ke dalam membran sitoplasmanya sehingga kadar kolesterol berada sesuai dengan kebutuhan metabolisme dalam tubuh. (Danielson et al., 1989) Pertumbuhan bakteri asam laktat pada fermentasi soyghurt sangat dipengaruhi oleh suhu inkubasi, sehingga perlu dilakukan penggunaan suhu inkubasi yang berbeda untuk melihat seberapa banyak jumlah koloni L. bulgaricus dan S. thermophillus pada pembuatan soyghurt sehingga penurunan kadar kolesterol dapat terlihat nyata. Pengaruh suhu inkubasi terhadap jumlah koloni bakteri asam laktat pada pembuatan soyghurt belum banyak dilaporkan, berdasarkan hal tersebut akan dilakukan penelitian tentang efektifitas pemberian soyghurt terhadap penurunan kadar kolesterol dalam darah dengan jumlah koloni BAL dan suhu inkubasi yang optimum. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendapatkan suhu inkubasi yang optimum bagi pertumbuhan L. bulgaricus dan S. thermophillus pada pembuatan soyghurt. 2. Menentukan jumlah koloni yang optimum dari L. bulgaricus dan S. thermophillus sebagai bakteri asam laktat pada pembuatan soyghurt. 3. Mengevaluasi kemampuan bakteri L. bulgaricus dan S. thermophillus dalam menurunkan kadar kolesterol di dalam darah secara in Vivo. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pengaruh suhu inkubasi pada pembuatan soyghurt terhadap jumlah koloni bakteri starter L. bulgaricus dan S. thermophillus yang memiliki kemampuan dalam menurunkan kadar koleterol di dalam darah sehingga dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat dan industri yang bergerak di bidang pangan fungsional. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Dihasilkan suhu inkubasi yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri asam laktat selama fermentasi pada pembuatan soyghurt. 2. Diperoleh jumlah bakteri asam laktat yang optimum untuk pembuatan soyghurt. 3. Bakteri asam laktat L. bulgaricus dan S. thermophillus mampu menurunkan kadar kolesterol di dalam darah. BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Juni Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia Klinik Balai Laboratorium Kesehatan Medan, Laboratorium Struktur Hewan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah mencit (Mus musculus) Sampel Sampel penelitian terdiri dari 40 ekor mencit berusia 2-3 bulan dengan berat gram yang diperoleh dari Laboratorium Fisiologi Hewan FMIPA USU Medan. Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan adalah kandang mencit, tempat makanan dan minuman, gavage, dissecting set, neraca balance, oven (Memmert), tabung reaksi, pipet takar, cawan petri, object glass, labu Erlenmeyer, lampu Bunsen, incubator (Memmert), autoklaf (Memmert), mikroskop (Olympus), dandang, blender (Miyako), kain saring, thermometer, gelas kimia, spuit, water bath (Memmert), sentrifuge (Memmert), Microlab 300 (E- Merk). 139

56 Bahan Bahan yang digunakan untuk makanan mencit adalah ransum makanan mencit (B103) yang diproduksi oleh PT.Mabar Feed Indonesia. Bahan yang digunakan untuk pakan kolesterol adalah ransum makanan mencit (B 103) yang mengandung minyak makan, kuning telur dan lemak kambing. Bahan yang digunakan untuk pembuatan soyghurt adalah kedelai, susu skim, gula pasir, natrium bikarbonat, yoghurt plain (Biokul) yang mengandung bakteri L. bulgaricus dan S. thermophillus Bahan yang digunakan untuk pembiakan dan identifikasi Bakteri asam laktat adalah MRS Agar, NaCl fisiologis, alkohol, iodine, safranin, glukosa, laktosa,maltosa, mannose, perhidrol. Bahan yang digunakan untuk analisa kadar kolesterol adalah serum mencit, Kit Cholesterol (CE. Dialab) ), heparin (E.Merck). Pembuatan Kultur Starter (Koswara, 2006) Kultur starter dibuat dari susu bubuk yang ditambah air masak hingga mencapai total solid 16%, kemudian dipanaskan 80 C selama 30 menit, dan ditambahkan gula pasir 2% kemudian diinokulasi dengan kultur starter dari Biokul sebanyak 5%, kocok dan diinkubasi pada suhu 37 sampai 40 C selama 6 sampai 8 jam (Koswara, 2006). Pembuatan Susu Kedelai (Yudhi, 2008) 1. Pembersihan dan Pencucian Biji kedelai dibersihkan dari kotoran (pasir), biji hitam dan berkapang, kemudian dicuci sampai bersih, kotoran dan biji yang mengapung dibuang. Pencucian dilakukan sampai air bilasan tampak jernih. 2. Perendaman Biji kedelai yang telah dicuci direndam selama 8 jam dalam air yang mengandung NaHCO 3 0.5%.Air diganti setiap 2-3 jam, setelah itu ditiriskan. 3. Perebusan Biji kedelai dimasukkan kedalam air mendidih. Besar api diatur sehingga suhu bertahan antara C. Perendaman dalam air panas ini berlangsung selama 30 menit, setelah itu kedelai diangkat dan ditiriskan,kemudian kupas kulit kacang kedelai. 4. Persiapan Air Panas Air bersih dipanaskan sampai suhu 90 C.Jumlah air 6 kali berat kedelai kering.suhu air dipertahankan selama pekerjaan berlangsung. 5. Penggilingan Biji kedelai diblender sampai menjadi bubur kedelai.penggilingan dilakukan sambil ditambah air panas.jika air panas yang disediakan tidak habis untuk menggiling kedelai, sisa air dicampurkan kedalam bubur kedelai kemudian diaduk selama 3 menit. 6. Penyaringan Bubur kedelai disaring dan diperas dengan kain saring rangkap dua,filtrat ditampung dan ampasnya dibuang. Filtrat dipanaskan C selama 30 menit, kemudian dinginkan sampai 40 C Pembuatan Soyghurt (Koswara, 2006) Susu kedelai hangat (40 C) dicampur dengan susu bubuk hingga mencapai total solid 16%, ditambahkan gula pasir 2%, dan diinokulasikan dengan kultur starter 2-3% (Yudhi, 2008). Kemudian dilakukan pengadukan sampai gumpalan starter larut semua dan dimasukkan kedalam wadah tertutup yang berpori, dibagi 3 tempat kemudian masing-masing wadah diinkubasi pada suhu 30 C (wadah I), 35 C (wadah II) dan 40 C (wadah III) selama 5 jam. Diagram alir pembuatan soyghurt dapat dilihat pada Lampiran E. Pemeliharaan Hewan Percobaan Penelitian ini menggunakan mencit (Mus musculus. L) jantan yang sehat sebanyak 40 ekor serta berumur 8-11 minggu dengan berat gram. Mencit tersebut diperoleh dari Laboratorium Fisiologi Hewan FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan dan dibagi dalam kelompok kontrol negatif, kontrol positif dan perlakuan.mencit diberi makan dan minum secara oral. Kandang mencit dijaga kebersihannya dan cahaya ruangan dikontrol dan diatur 12 jam terang dan 12 jam gelap, sedangkan suhu dan kelembapan ruangan dibiarkan berada pada keadaan alamiah (Kusumawati, 2008). Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat (Suriawiria, 2006) Perhitungan jumlah koloni bakteri starter dengan metoda Total Plate Count dan seri pengenceran. Dipipet 1 ml soyghurt (dari masing-masing wadah) dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 9 ml larutan NaCl fisiologis.larutan ini merupakan larutan pengenceran 10-1.Dikocok sampai homogen, dilakukan pengenceran berikutnya hingga Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml dimasukkan kedalam cawan petri yang sudah berisi media MRS Agar (Zahoor et al., 2003).. Disebarkan inokulum diatas permukaan media hingga merata. Inkubasi media MRS Agar yang sudah berisi suspensi soyghurt pada 37 C selama 72 jam dalam suasana fakultatif anaerob. Dihitung jumlah koloni dengan metode Total Plate Count.Cara pengenceran seri dapat dilihat pada Gambar 3.1. Identifikasi Bakteri Asam laktat (Soeharsono. 2010) Isolat yang diperoleh dilakukan identifikasi berdasarkan karakteristik morfologi koloni dan reaksi biokimia. Uji yang digunakan adalah total bakteri asam laktat pewarnaan gram, uji katalase, uji motilitas, uji ketahanan suhu, uji reduktase nitrat dan fermentasi gula 140

57 yang terdiri dari glukosa, laktosa, galaktosa dan mannosa (Soeharsono, 2010 ). Pewarnaan gram menurut Hadioetomo (1985), dilakukan dengan membuat preparat ulas pada gelas benda, difiksasi di atas api bunsen. Setelah diberi pewarnaan preparat diamati dengan mikroskop, uji gram positif jika sel berwarna ungu dan negative jika sel berwarna merah. Uji katalase menurut Lay (1994), dilakukan dengan mengambil isolat dari agar miring satu ose, kemudian dioleskan pada gelas benda yang telah diberi alkohol. Gelas benda ditetesi dengan larutan H 2 O 2 3%.Diamati terbentuknya gelembung gas pada preparat. Jika terdapat gelembung gas berarti uji katalase tersebut positif Uji fermentasi gula yang terdiri dari media glukosa, laktosa, galaktosa dan mannosa dilakukan dengan mengambil isolat dari agar miring dan dimasukkan kedalam masing-masing karbohidrat yang sebelumnya ditambahkan BCP (Brom Cresol Purple) sebagai indikator asam, kemudian diinkubasi pada suhu 37⁰C selama 48 jam (Hadioetomo.1985). Diamati perubahan warnanya, positif jika larutan berwarna kuning menandakan terjadinya proses fermentasi dan negatif jika larutan tetap berwarna ungu. (Garner dan Muriana, 1993). Uji motilitas menurut Barrow dan Kromosom (1993) dilakukan dengan mengambil isolat dari agar miring dan ditusukkan pada agar tegak smi solid SIMA (Sulfit Indol Motility Agar), kemudian diinkubasi pada suhu 30⁰C selama 48 jam. Uji motilitas positif, jika pertumbuhan koloni menyebar luas pada agar dan negative jika pertumbuhan koloni tidak menyebar ( Hasan, 2006 ). Uji ketahanan suhu (Stamer, 1979). Isolat dari agar miring dilarutkan ke dalam dua media MRS Broth dan diinkubasi pada suhu 10⁰C dan 45⁰C selama 48 jam. Jika media keruh menandakan adanya pertumbuhan bakteri. Uji reduktase nitrat (Hadioetomo, 1993). Isolat dari agar miring dimasukkan ke dalam media Nitrat Broth, kemudian diinkubasikan pada suhu 37⁰C selam 48 jam,lalu ditetesi dengan 1 ml Reagensia A (asam sulfanilat 0,8 gram dan 5 N asam asetat 100 ml) dan 1 ml Reagensia B (dimethyl-α-naphtylamin 0,5 gram dan 5 N asam asetat 100 ml).uji reduktase positif jika terbentuk warna merah, dan negatif jika tidak terjadi perubahan warna. Tahap Evaluasi Efek Bakteri Asam Laktat Secara In Vivo (Djide, 2006) Soyghurt yang mengandung jumlah bakteri asam laktat paling banyak dari ketiga perlakuan suhu inkubasi (40 ⁰C) diberikan kepada hewan uji mencit putih jantan.mencit jantan sebagai bahan percobaan terdiri atas 5 kelompok perlakuan yaitu: 1. Kelompok kontrol negatif terdiri dari 8 ekor mencit jantan yang diberi makanan dan minuman biasa secara oral selama 2 minggu. 2. Kelompok kontrol positif terdiri dari 8 ekor mencit jantan yang diberi makanan biasa dan pakan kolesterol secara oral selama 2 minggu. 3. Kelompok perlakuan 1 terdiri dari 8 ekor mencit jantan yang diberi makanan biasa ditambah pakan kolesterol secara oral selama 2 minggu, kemudian diberikan soyghurt 0,25% secara oral selama 2 minggu. 4. Kelompok perlakuan 2 terdiri 8 ekor mencit jantan yang diberi makanan biasa ditambah pakan kolesterol secara oral selama 2 minggu, kemudian diberi kan soyghurt 0,5% secara oral selama 2 minggu. 5. Kelompok perlakuan 3 terdiri dari 8 ekor mencit jantan yang diberi makanan biasa ditambah pakan kolesterol secara oral selama 2 minggu, kemudian diberikan soyghurt 1% secara oral selama 2 minggu. Waktu Pengambilan Darah dan Pengukuran Kadar Kolesterol Pengambilan darah mencit untuk pengukuran kadar kolesterol adalah sebagai berikut : 1. Diukur kadar kolesterol total awal untuk mencit kontrol yang sebelumnya dipuasakan selama 18 jam. 2. Setelah 2 minggu, diukur kadar kolesterol dari kelompok kontrol positif yang sebelumnya dipuasakan selama 18 jam. 3. Setelah 4 minggu diukur kadar kolesterol dari kelompok perlakuan I,II dan III yang sebelumnya dipuasakan selama 18 jam. Cara Memperoleh Serum (Animal Research, 2002) Serum diperoleh dari darah mencit yang diambil melalui jantung menggunakan spuit sebanyak 1 ml yang sudah mengandung heparin. Cara Pengukuran Kadar Kolesterol Metode CHOD.PAP (CE. Dialab) Kadar kolesterol diukur menggunakan Kit kolesterol dari CE.Dialab (Dialab Production Und Vertrieb Von Chemich-Technischen Produkten undlaborinstrumenten Geselsschaft m.b.h) metode CHOD.PAP menggunakan Microlab 300 (E-Merk) dengan cara kerja sbb : 1. Standar Kedalam cuvet dipipet 10 μl larutan standar kolesterol, kemudian ditambahkan reagensia kolesterol 1000 μl, dicampur dan diinkubasi pada suhu 37 0 C selam 5 menit. 2. Sampel Kedalam cuvet dipipet 10 μl serum kemudian ditambah reagensia kolesterol 1000 μl, dicampur dan diinkubasikan pada suhu 37 0 C selama 5 menit. 3. Blanko Kedalam cuvet dipipet 1000 μl reagensia kolesterol dan diinkubasikan pada 37 0 C selama 5 menit. Absorbans standar dan 141

58 sampel diukur terhadap blanko dengan panjang gelombang 546 nm. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat (BAL) Pada Soyghurt Jumlah koloni BAL menunjukkan angka yang bervariasi pada ketiga suhu inkubasi yang berbeda, yaitu pada suhu 30, 35 C dan 40 0 C seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.1 Tabel 4.1. Jumlah Koloni Bakteri Asam Laktat pada Soyghurt SuhuInkubasi 30 0, 35 0 dan 40 0 C Suhu C C C ~ ~ ~ ~ ~ ~ BAL yang optimal yaitu sebesar 163 koloni pada pengenceran Pada kondisi yang sama koloni BAL tidak dapat dihitung dari pengenceran10-1 s/d10-6. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan koloni Streptococcus thermophillus yang sangat mendominasi dan tumbuh hampir diseluruh permukaan di dalam cawan petri. S. thermophillus berkembang lebih cepat mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa. Pertumbuhan ini terus berlangsung sampai mencapai ph 5,5 ( Lyn et al., 2010). Kondisi ini memberikan lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan L. bulgaricus (Sneath et al., 1986). Jumlah koloni kedua bakteri ini pada pengenceran 10-7 dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Jumlah Koloni Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus pada Pengenceran 10-7 Jenis Koloni Jumlah koloni (CFU/ml) tiap ulangan Rata-rata Lactobacillus bulgaricus Streptococcus thermophillus Malaka (2005) melaporkan bahwa pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus optimum pada suhu 37⁰C pada waktu inkubasi 14 jam, menghasilkan jumlah koloni sebesar 4,9 x 10 9 CFU/ml, sedangkan pada suhu 25 0 C dan 30 0 C selama 6 jam masih menunjukkan fase pertumbuhan adaptasi (fase lag). Pertumbuhan yang thermofilik tersebut ternyata dapat pula dirangsang oleh natrium format yang dibebaskan dari laktosa selama pemanasan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Herawati dan Andang (2009) bahwa format dan CO 2 yang dihasilkan akan menstimulasi Lactobacillus bulgaricus, disamping itu aktifitas proteolitik dari L. bulgaricus ternyata menghasilkan peptide dan asam amino yang digunakan untuk pertumbuhan Streprococcus thermophillus. Pette dan Lolkema dalam Soeharsono (2010), menyatakan bahwa jumlah sel dari kultur campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus pada suhu inkubasi 45 0 C selama 3 jam menghasilkan jumlah Streptococcus thermophillus yang lebih besar yaitu 88 x 10 7 CFU/ml, sedangkan Lactobacillus bulgaricus sebesar 17 x 10 7 CFU/ml. Demikan juga dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Lyn et al (2010), dengan menggunakan campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus pada suhu 37 0, 42 0 dan 45 0 C, Streptococcus thermophillus tumbuh 93% lebih banyak pada masing masing suhu tersebut dibandingkan dengan Lactobacillus bulgaricus, sedangkan pada penelitian ini dengan menggunakan suhu 40⁰C menunjukkan jumlah S. thermophillus 38% lebih banyak dari L. bulgaricus. Berdasarkan dari hasil perhitungan jumlah koloni BAL pada penelitian ini diperoleh bahwa soyghurt dengan suhu inkubasi 40 0 C mengandung BAL sebesar 1,63 x 10 9 CFU/ml. Hasil ini sesuai dengan jumlah BAL dalam usus yang dibutuhkan untuk penurunan kadar kolesterol yaitu sebesar CFU/ml (Jawetz, 1980), dan menurut Wood (2002) jumlah minimal sel aktif dalam bahan pangan probiotik adalah 10 6 CFU/ml. Pierre et al. (2000) juga melaporkan bahwa jumlah bakteri probiotik > 1 x 10 8 CFU/g dalam makanan yang dikonsumsi akan memberikan pengaruh proses metabolisme di dalam usus, antara lain mengubah ph lambung dan meningkatkan populasi bakteri. Identifikasi Bakteri Asam Laktat Identifikasi BAL dilakukan dengan uji karakteristik dan morfologi serta uji biokimia antara lain adalah uji katalase, reduktase nitrat, motilitas, ketahanan suhu dan uji fermentasi karbohidrat. Hasil identifikasi BAL dapat dilihat pada Tabel 4.3 Tabel 4.3. Karakteristik Morfologi Sel dan Uji Biokimia BAL Karakteristik BAL 1 BAL 2 Bentuk sel Batang Coccus Pemetaan Rantai pendek Rantai panjang Pewarnaan gram Positif Positif Katalase Negatif negatif Fermentasi Mampu memfermentasi Mampumemfermentas Karbohidrat karbohidrat Motilitas Negatif Negatif Reduktase nitrat Negatif Negatif Ketahanan suhu Tidak tumbuh pada suhu Tidak tumbuh pada suhu 10 0 C, tumbuh pada 45 0 C 10 0 C,tumbuh pada 45 0 C 142

59 Pengukuran Berat Badan Mencit Berat badan hewan uji (mencit) diukur pada 0 hari, 15 hari dan 30 hari pada masing-masing kelompok perlakuan. Pada kelompok 0 hari mencit hanya diberikan pakan standar selama aklimatisasi. Selanjutnya pada hari 0 s/d hari ke 15, kepada 4 kelompok lainnya (Kontrol positif, P1, P2 dan P3) diberikan pakan kolesterol tinggi yang mengandung lemak kambing 10%, kuning telur 5%, dan minyak makan 1% selama 2 minggu. Tabel Persentase Penambahan Berat Badan Mencit pada Hari Ke 15 Masing - Masing Perlakuan Perlakuan Berat Berat Penambahan Penambahan Badan Badan Berat Badan Berat Badan Awal Hari Ke (g) ( % ) Pada 015 Hari (g) (g) Kontrol - 31,11 32,75 1,64 5,27 a Kontrol + 33,07 35,05 1,98 5,99 b Perlakuan 1 32,72 35,85 3,13 9,57 c Perlakuan 2 32,76 35,62 2,86 8,73 c Perlakuan 3 32,65 35,33 2,68 8,21 bc Keterangan : notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% Kelompok Kontrol positif menunjukkan persentase penambahan berat badan yang berbeda nyata dengan kelompok perlakuan P1, P2 dan P3. Kelompok P1 memberikan persentase penambahan berat badan yang berbeda tidak nyata terhadap kelompok P2 dan P3, demikian juga kelompok perlakuan P2 memberikan persentase penambahan berat badan yang berbeda tidak nyata terhadap kelompok P3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pakan kolesterol 2,5 gr/hari selama 2 minggu pada perlakuan (Kontrol positif, P1, P2, P3) memberikan persentase penambahan berat badan mencit yang terendah sebesar 5,99% dan yang tertinggi sebesar 9,57%. Selanjutnya pada hari ke 15 s/d hari ke 30, kepada hewan uji kelompok P1diberikan soyghurt sebanyak 0,25%, kelompok P2 0,5%, dan untuk kelompok P3 sebanyak 1%. Pada kelompok hari ke 30 ini, tidak terjadi penurunan berat badan mencit pada kelompok kontol negatif dan kontrol positif, akan tetapi terjadi penurunan berat badan hewan uji terhadap kelompok Perlakuan P1, P2, dan P3. Berdasarkan uji statistik persentase penurunan berat badan mencit pada hari ke 30, kelompok P1 menunjukkan persentase penurunan berat badan yang berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok P2 dan P3. Kelompok P2 menunjukkan persentase penurunan berat badan yang berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok P3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Persentase Penurunan Berat Badan Mencit pada Hari ke 30 Masing-Masing Kelompok Perlakuan Perlakuan Berat Badan Hari Ke 15 (g) Berat Badan Hari Ke 30 (g) Penurunan Berat Badan ( g ) Penurunan Berat Badan ( % ) Kontrol 32,75 33, negatif Kontrol 35,05 38, positif Perlakuan 1 35,85 33,43 2,42 6,75±0,53 a Perlakuan 2 35,62 32,27 3,35 9,40±0,73 b Perlakuan 3 35,33 31,11 4,22 11,94±0,98 c Keterangan : notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf % Pemberian soyghurt terhadap kelompok perlakuan (P1, P2, P3) menunjukkan persentase penurunan berat badan yang terendah sebesar 6,75±0,53% dan yang tertinggi sebesar 11,94±0,98%. Penurunan berat badan ini disebabkan karena mencit diberikan soyghurt yang mengandung kedelai dengan kadar serat tinggi, sesuai dengan pernyataan Bell et al. (1990) yang melaporkan bahwa tingginya kandungan serat dalam makanan dapat mengurangi berat badan. bahwa kalsium dapat mengurangi kemampuan hormon kalsitriol yyang berfungsi untuk memberi tanda pada sel untuk menyimpan lemak. Makanan yang kaya akan kalisum akan mengurangi hormon kalsitriol dan mendorong penurunan berat badan. Pengukuran Kadar Kolesterol Waktu dan kelompok perlakuan untuk pengukuran kadar kolesterol seperti yang telah ditampilkan pada metode penelitian. Berdasarkan hasil uji statistik terhadap kadar kolesterol darah hewan uji (mencit) menunjukkan perbedaan kadar kolestrol p Perbedaan kadar kolesterol darah hewan uji terhadap masing-masing kelompok perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Kadar Kolesterol Darah Mencit (mg/dl) Masing-Masing Kelompok Perlakuan Kelompok Rataan Notasi Perlakuan Kontrol negatif 57,74±4,24 a Kontrol positif 107,50±2,24 b Perlakuan 1 86,20±3,1 c Perlakuan 2 76,40±5,42 d Perlakuan 3 63,70±3,11 a Keterangan : notasi huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada taraf 5% 143

60 Kelompok kontrol negatif menunjukkan kadar kolesterol yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kelompok kontrol positif, P1, dan P2, dan berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kelompok perlakuan P3. Hewan uji kelompok kontrol positif menunjukkan perbedaan kadar kolesterol yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap kelompok perlakuan P1, P2, dan P3, sedangkan kelompok perlakuan P1 menunjukkan perbedaan kadar kolesterol yang berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok P2 dan P3, demikian juga dengan kelompok perlakuan P2 menunjukkan perbedaan kadar kolesterol yang berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok P3. Dari hasil kadar kolesterol rata-rata antara kelompok kontrol negatif dan kelompok kontrol positif, menunjukkan persentase peningkatan kadar kolesterol pada kelompok kontrol positif sebesar 86,18%. Persentase peningkatan kadar kolesterol hewan uji (mencit) pada kelompok kontrol positif dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Persentase Peningkatan Kadar Kolesterol Darah Mencit pada Kelompok Kontrol Positif Pada Hari ke 15 Kelompok Perlakuan Kontrol Negatif Kontrol Positif Kadar kolesterol (mg/dl) Peningkatan (mg/dl) Peningkatan ( % ) 57, ,50 57,76 86,18 Peningkatan kadar kolestrol pada hewan uji (mencit) kelompok kontrol positif, karena diberi pakan kolesterol tinggi selama 2 minggu. Pemberian pakan kolesterol tinggi, menyebabkan peningkatan jumlah jaringan lemak pada otot (adiposa) yang dapat menghasilkan jumlah kalori yang tinggi. Meningkatnya jumlah kalori yang tersimpan dalam jaringan lemak dan otot, akan meningkatkan kadar kolestrol dalam darah. (Pierre et al., 2000). Tabel 4.8. Persentase Penurunan Kadar Kolesterol Darah Mencit Hari ke 30 Masing-Masing Kelompok Perlakuan Kelompok Perlakuan Kadar Kolestrol (mg/dl) Penurunan (mg/dl) Penurunan ( % ) Kontrol 58, negatif Kontrol 107, positif Perlakuan 1 87,83 20,00 18,43 a Perlakuan 2 81,17 26,66 22,18 a Perlakuan ,66 35,75 a Kelompok P1 yang diberi soyghurt 0,25% menunjukkan persentase penurunan kadar kolesterol sebesar 18,43%, kelompok P2 yang diberi soyghurt 0,5% menunjukkan persentase penurunan kadar kolesterol sebesar 22,18%, dan kelompok P3 yang diberi soyghurt 1% menunjukkan persentase penurunan kadar kolesterol sebesar 35,75%. Penurunan yang significan dari ke 3 kelompok perlakuan, ditunjukkan pada kelompok P3 yaitu pemberian soyghurt sebanyak 1% dengan penurunan kadar kolesterol sebasar 35,75%. Penurunan kadar kolesterol tersebut karena soyghurt merupakan produk susu fermentasi. Sisa kolesterol dikeluarkan bersama feses (Poerwosoedamo dan Soedioetama, 1977), juga BAL memproduksi enzim Bile Salt Hydrolase (BSH) yang dapat mengurangi konjugasi garam empedu sehingga akan meningkatkan asam empedu bebas yang tidak mudah diserap oleh usus halus. Untuk menyetimbangkan jumlah asam empedu, dibutuhkan kolesterol dari dalam darah sehingga kadar kolesterol dapat diturunkan secara total (Lee dan Salminen, 2009). Hasil pada penelitian ini membuktikan bahwa pemberian soyghurt yang dibuat dengan suhu inkubasi yang optimal (40⁰C) dan jumlah koloni BAL yang optimal (163 CFU/ml), efektip menurunkan kadar kolesterol darah hewan uji (mencit) hingga 40,74%dengan konsentrasi soyghurt 1%. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan : 1. Dihasilkan suhu inkubasi yang optimal pada pembuatan soyghurt yaitu suhu 40⁰C. 2. Diperoleh jumlah bakteri asam laktat pada suhu optimal sebesar 1,63 x 10 9 CFU/ml. 3. Ditemukan 2 isolat pada soyghurt yang diidentifikasi sebagai Lactobacillusbugaricus dan Streptococcus thermophillus. 4. Bakteri asam laktat yang ditambahkan sebagai stater pada pembuatan soyghurt mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah mencit. 5. Konsentrasi soyghurt 1% menunjukkan persentase penurunan kadar kolesterol paling tinggi yaitu 35,75%. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap jumlah starter yang diberikan dalam pembuatan soyghurt untuk melihat seberapa besar efektifitasnya dalam menurunkan kadar kolesterol dalam darah, serta penambahan rasa dengan tidak mengurangi kemampuan bakteri asam laktat tersebut dalam menurunkan kadar kolesterol DAFTAR KEPUSTAKAAN Akalin, A.S., Gonc, S., and Duzel, S Influence of yoghurt and Acidophillus yoghurt on serum cholesterol level in mice. Journal Dairy Science 80: Animal Research Blood collection and administration of fluids and drug (mouse). Institutional Animal Care and use Comitte the University of Towa. 144

61 Barrow, G.I. and Kromosom, A. F Cowan and steels manual for the indification of medical bacteria. Cambridge University Press, Great Britain. Bell, L.P.K., Hectom., Reynolds,H., Hunninghake, D Cholesterol-lowering effects of soluble-fiber as part a prudent diet for patients with mild to moderate hypercholesterolemia. Am.J. Clin. Nurt. 52(6): Danielson, A.D., Peo, E.R., Jr., Shahani, K.M., Lewis, A.J., Whilen, P.J., and Amer, M.A Anticholesteremic property of Lactobacillus acidophilus yoghurt fed to masture boars. Journal of Animal Science. 67 (46): Djide, N Efek hipokolesterolemia kulturt bakteri asam laktat dalam soyghurt terhadap tikus putih. J. Sains & Teknologi. 6 (1): Hasan, Z.H Isolasi Lactobacillus, Bakteri asam laktat dari feses dan organ saluran pencernaa ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Heller, J. K Probiotic bacteria in fermented foods : Product characteristic and starter. American Journal of Clinical Nutrition 73 (2): Hidayat, N., M.C. Padaga, dan S. Suhartini Mikrobiologi Idustri. Andi, Yogyakarta. Jawetz, E Review of Medical Microbiology. 11 th Edition, Lange Medical Publication, Los Altos Koswara, S Susu kedelai tak kalah dengan susu sapi. e book pangan.com Kurana, H.K Resent trends in development of fermented milks. Current Nutrition & Food Science 3: Lay, B.W Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ooi, Lay-Gaik., Ling, and Min-Tze Cholesterol lowering effect of probiotics and prebiotics : A Review of in Vivo and in Vitro fnding. Int. Mol.Sci 11 : Poerwosoedamo dan Sediaoetama, A.D Ilmu Gizi. Penerbit. Dian Rakyat Jakarta. Hal 254. Soeharsono Probiotik. Basis Ilmiah Aplikasi Dan Aspek Praktis. Widya Padjadjaran. Bandung. Suriawiria, U Mikrobiologi Dasar. Penerbit Papas Sinar Sakti. Jakarta.. Yudhi, Penelitian Soyghurt. File:///g:/penelitian soyghurt.htm. (Diakses tanggal 15 Maret 2011). Zahoor, T., S.U., Rahman., Umar, F., and Farooq Viability of Lactobacillus bulgaricus on yoghurt culture under different preservation methods. Departemen of food Technologi and Veterenary Microbiology. 5 (1):

62 GAMBARAN TINGKAT KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT TERHADAP TERJADINYA KARIES GIGI MOLAR 1 PADA SISWA/I KELAS VIIA SMP SWASTA CERDAS BANGSA DELI TUA TAHUN 2014 Rina Budiman Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Gigi Molar 1 merupakan gigi permanen yang pertama erupsi pada umur 6-7 tahun, sehingga Molar 1 permanen sangat rentan terjadi karies dan Menurut Depkes RI (2000) usia produktif (10-24 tahun) paling banyak mengalami karies sebesar 66,8%. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui Gambaran Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa/i Terhadap Terjadinya Karies Gigi Molar 1 pada Siswa/i Kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Deli Tua Tahun 2014, yang dilaksanakan dari Maret sampai dengan Mei Sampel dalam penelitian ini Siswa/i Kelas VIIA dengan jumlah 40 siswa. Hasil penelitian didapat 30 siswa yang terkena karies pada gigi M1, didapat 3 siswa yang memiliki OHI-S dengan kriteria baik, 19 siswa yang memiliki OHI-S dengan kriteria sedang, dan 8 siswa yang memiliki OHI-S dengan kriteria buruk. Sedangkan dari 10 siswa yang tidak terdapat karis pada gigi M1, didapat 5 siswa yang memiliki OHI-S dengan kriteria baik dan 5 siswa yang memiliki OHI-S dengan kriteria Sedang.Kesimpulan dari penelitian ini sebanyak 30 siswa (75%) mengalami karies pada gigi M1 dengan OHI-S Kriteria sedang, disebabkan karena siswa kurang menjaga kebersihan gigi dan mulut dan seringnya siswa mengkonsumsi makanan yang manis seperti permen dan coklat. Kata kunci : OHI-S, Karies Gigi Molar 1 Pendahuluan Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan bangsa. Untuk itu diselenggarakan pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan menjelaskan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan kesehatan (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (berkelanjutan). Menjaga kesehatan gigi sangat penting, karena gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh manusia. Status kebersihan gigi dan mulut merupakan keadaan yang menggambarkan kebersihan gigi dan mulut seseorang. Penilaiannya dengan menggunakan suatu indeks kebersihan gigi dan mulut atau Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) yang merupakan indeks gabungan antara debris indeks dengan kalkulus indeks. Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut, dapat di ukur dengan menggunakan Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) dari Green dan Vermillion. kriteria penilaannya adalah 0,0 1,2 (Baik), 1,3 3,0 (Sedang), 3,1 6,0 (Jelek). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan tahun 2007, 10% orang Indonesia menggosok gigi dengan cara yang baik dan benar, bahkan 22% diantaranya menggosok gigi hanya kadang-kadang saja sehingga angka karies gigi di Indonesia sangat meningkat. Penyakit gigi yang sering diderita oleh hampir semua penduduk Indonesia adalah karies gigi. Karies gigi merupakan penyakit yang sering ditemukan pada setiap strata sosial masyarakat Indonesia baik pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan serta anakanak dan dewasa. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (Depkes RI., 2004) menyatakan bahwa 63,5% penduduk Indonesia menderita karies aktif. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004, menunjukkan bahwa sebesar 90,05 % penduduk Indonesia menderita penyakit gigi dan mulut. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan di tahun 2007 menunjukkan 72,1% penduduk mengalami karies gigi. 146

63 Gigi molar satu permanen atau gigi geraham besar merupakan gigi yang pertama erupsi atau tumbuh pada anak usia 6-7 tahun. Kebanyakan masyarakat berpendapat bahwa gigi molar satu permanen adalah gigi susu yang mana nantinya dapat digantikan dan banyak masyarakat yang mengabaikan kebersihan gigi molar satu permanen, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada gigi molar satu permanen. Dilihat dari kelompok umur, golongan umur muda lebih banyak menderita karies gigi aktif dibandingkan umur 45 tahun ke atas, di mana umur tahun karies gigi aktif adalah 66,8%- 69,5%, umur 45 tahun ke atas 53,3% dan pada umur 65 tahun ke atas 43,8%. Keadaan ini menunjukkan karies gigi aktif banyak terjadi pada golongan usia produktif (Depkes RI, 2000). Pada survey awal yang dilakukan di SMP Swasta Cerdas Bangsa Jl. Titi Kuning-Namorambe, Link VI Sidorejo Deli Tua Tahun 2014 banyak ditemukan karies pada gigi siswa/i dan dari data yang didapat dari sekolah bahhwa belum pernah dilakukan upaya kesehatan berupa promiotif, preventif dan kuratif. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis ingin meneliti tentang Gambaran Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa/i terhadap Terjadinya Karies Pada Gigi Molar 1 pada Siswa/i kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Jl. Titi Kuning-Namorambe, Link VI Sidorejo Deli Tua Tahun Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa/i terhadap Terjadinya Karies Pada Gigi Molar 1 pada Siswa/i kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Deli Tua Tahun Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian dapat menambah wawasan dan pengetahuan siswa/i dalam menjaga kebersihan gigi dan mulut terhadap kerusakan gigi molar. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. 3. Hasil penelitian dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi peneliti lebih lanjut. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan metode survei, dimana penelitian bertujuan untuk mengetahui Gambaran Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa/i Terhadap Terjadinya Karies pada Gigi Molar 1 pada Siswa/i Kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Jl. Titi Kuning-Namorambe, Link VI Sidorejo Deli Tua Tahun Penentuan Sampel Dengan menggunakan teknik random non sampling yaitu purposive sampling maka peneliti ingin meneliti seluruh siswa/i kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Jl. Titi Kuning-Namorambe, Link VI Sidorejo Deli Tua yang berjumlah 40 siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap siswa/i kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Deli Tua Tahun Pengumpulan data Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Siswa/i Terhadap Terjadinya Karies pada Gigi M1 maka diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel A.1 Distribusi Frekuensi Debris Indeks Rata-rata pada siswa siswi kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa No Kriteria DI Jumlah Siswa Nilai DI DI Ratarata 1 Baik 4 2,2 0,05 2 Sedang 36 38,1 0,95 3 Buruk 4 8,4 0,21 Jumlah 40 48,7 1,21 Dari tabel diatas dapat diperoleh bahwa dari 40 siswa yang telah diteliti ditemukan 4 siswa (0,05) yang memiliki debris indeks dengan kriteria baik, 36 siswa (0,95) yang memiliki debris indeks dengan kriteria sedang, dan 4 siswa (0,21) yang memiliki debris indeks dengan riteria buruk. Sehingga secara keseluruhan debris indeks rata-rata sebesar 1,21 dengan katagori sedang. Tabel A.2 Distribusi Frekuensi Kalkulus Indeks Rata-rata pada siswa/i kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa No Kriteria CI Jumlah Siswa Nilai CI CI Ratarata 1 Baik 28 11,0 0,27 2 Sedang 12 13,9 0,35 3 Buruk Jumlah 40 24,9 0,62 Dari tabel diatas dapat diperoleh bahwa dari 40 siswa yang telah diteliti ditemukan 28 siswa (0,27) yang memiliki kalkulus indeks dengan kriteria baik, 12 siswa (0,35) yang memiliki kalkulus indeks dengan kriteria sedang, dan 0 siswa yang memiliki kalkulus indeks dengan kriteria buruk. Sehingga secara keseluruhan kalkulus indeks rata-rata sebesar 0,62 dengan katagori baik. Tabel A.3 Distribusi Frekuensi OHI-S Indeks Rata-rata pada siswa siswi kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa No Kriteria OHI-S Jumlah Siswa Nilai OHI-S DI Ratarata 1 Baik 8 7,3 0,18 2 Sedang 24 39,7 0,99 3 Buruk 8 25,8 0,64 Jumlah 40 72,8 1,81 147

64 Dari tabel diatas dapat diperoleh bahwa dari 40 siswa yang telah diteliti ditemukan 8 siswa (0,18) yang memiliki OHI-S indeks dengan kriteria baik, 24 siswa (0,99) yang memiliki OHI-S indeks dengan kriteria sedang, dan 8 siswa (0,64) yang memiliki OHI-S indeks dengan kriteria buruk. Sehingga secara keseluruhan OHI- S indeks rata-rata sebesar 1,81 dengan katagori sedang. Tabel A.4 Persentase Hubungan Tingkat Kebersihan Gigi dan Mulut Terhadap Terjadinya Karies Gigi M1 Permanen pada siswa/i kelas VIIA SMP Swasta Cerdas Bangsa Jumlah Kriteria Siswa OHI-S Siswa Yang Terkena Karies M1 Persentase (%) Siswa Yang Tidak Terkena Karies M1 Persentase (%) 40 Baik 3 7,5 % 5 12,5 % Sedang 19 47,5 % 5 12,5% Buruk 8 20 % 0 0 % Jumlah 30 75% 10 25% Dari tabel diatas dapat diperoleh bahwa dari 40 siswa yang telah diteliti ditemukan 30 siswa yang mengalami karies pada gigi M1 dimana 3 siswa (7,5 %) yang memiliki OHI-S dengan kriteria baik, 19 siswa (47,5%) yang memiliki OHI-S dengan kriteria sedang, dan 8 siswa (20%) yang memiliki OHI-S dengan kriteria buruk. Sedangkan 10 siswa tidak terkena karies gigi dimana ditemukan 5 siswa (12,5 %) yang memiliki OHI-S dengan kriteria baik, 5 siswa (12,5%) yang memiliki OHI- S dengan kriteria sedang, dan 0 siswa yang memiliki OHI- S dengan kriteria buruk. Pembahasan Dari tabel A.2 kalkulus indeks rata-rata kelas VII A sebesar 0,62 dengan katagori baik. Meskipun dalam kategori baik, sisa makanan dan bakteri mudah menempel dan berkembang biak pada permukaan kasar kalkulus, sehingga apabila kalkulus tidak dibersihkan akan menimbulkan berbagai penyakit. Menurut Nio (1989) karang gigi juga tempat yang baik untuk pertumbuhan plak. Karang gigi yang tidak dirawat akan mengakibatkan gingivitis, bau mulut karies gigi dan gigi goyang. Dari tabel A.3 diperoleh hasil secara keseluruhan OHI-S indeks rata-rata sebesar 1,81 dengan katagori sedang. Hal ini disebabkan. karena kurangnya perhatian siswa untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya. OHI-S ini dapat meningkat menjadi buruk dan dapat merusak gigi apabila siswa masih mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Menurut Lena (2011) pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan cara menyikat gigi berperan sangat besar, karena dapat mencegah supaya plak tidak menumpuk dan menimbulkan kerusakan jaringan penyangga gigi. Dari tabel A.4 diperoleh bahwa dari 40 siswa yang telah diteliti ditemukan 30 siswa (75%) yang mengalami karies pada gigi M1, dengan 19 siswa (47,5%) yang memiliki OHI-S dengan kriteria sedang. Hal ini dikarenakan siswa kurang menjaga kebersihan gigi dan mulut, sehingga 75% siswa mengalami karies pada gigi M1 permanen. Menurut Ali, T (2010) kesehatan mulut berkaitan pada kebersihan gigi, banyaknya kuman dan bakteri penyakit yang berada didalam sisa makanan dan menempel di sela-sela gigi. Sisa makanan akan membusuk dan berubah menjadi sarang kuman sehingga bila mengabaikan kebersihan gigi akan membuat gigi berlubang dan keropos. Faktor lain yang menyebabkan siswa mengalami karies adalah seringnya siswa mengkonsumsi makanan yang manis seperti permen dan coklat. Makanan yang manis merupakan salah satu penyebab gigi berlubang, sehingga apabila mengkonsumsi makanan yang manis dan tidak menjaga kebersihan gigi dan mulut akan menyebabkan gigi menjadi berlubang. Menurut Tarigan, R (1990) makanan yang lunak dan melekat seperti coklat, biskuit, dan lain sebagainya, bisa menyebabkan gigi menjadi berlubang. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Kriteria debris indeks rata-rata 1,217 dalam kategori sedang. 2. Kriteria kalkulus indeks rata-rata 0,62 dalam kategori baik. 3. Kriteria OHI-S rata-rata 1,82 dalam kategori sedang. 4. Dari sampel yang diperiksa 40 Siswa, yang terkena karies pada gigi M1 sebanyak 30 siswa (75%), dengan 19 siswa yang memiliki OHI-S dengan kriteria sedang, sedangkan yang tidak terkena karies pada gigi M1 sebanyak 10 siswa (25%), dengan 5 siswa yang memiliki OHI-S dengan kriteria Sedang. Saran 1. Diharapkan pada pihak sekolah agar dapat melaksanakan pelayanan kesehatan gigi melalui Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang berkoordinasi dengan petugas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Pustu. 2. Diharapkan kepada siswa/i agar tetap menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut, terutama pada gigi Molar 1 yang tidak akan berganti lagi bila rusak. DAFTAR PUSTAKA Arikunto S., Prosedur penelitian,rineka Cipta. Jakarta. Bakar, A., Kedokteran Gigi Klinis, Quantum Sinergis Media. Yogyakarta Boedihardjo., Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga, Airlangga University Press. Surabaya. Harshanur, W.I., Anatomi Gigi, EGC. Jakarta. 148

65 Herijulianti, E., Tati S.I dan S Artini., Pendidikan Kesehatan Gigi. EGC. Jakarta Kidd, Edwina A.M., Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangan, EGC. Jakarta. Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta. Putri, H.M., E Herijulianti, N Nurjannah., Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC.Jakarta. Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan., Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah. Ramadhan, A.G., Serba-serbi Kesehatan Gigi & Mulut, Bukune. Jakarta. Zaluchu, 2011, Praktis Penelitian Kesehatan, Perdana Publishing, Medan. Amelya, S., 2013 Pentingnya Kesehatan Mulut dan Gigi pada Anak <suciamelya.blogspot.com/ archive.html?m=1>[diakses tanggal 20 Maret 2013] Anthonie. A, Kejadian Rampan Karies Pada Anak Ditinjau Dari Faktor Perilaku Ibu Di Tk It Mon Kuta Kecamatan Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2012 < Rampan-Karies-Pada-Anak.Html> [diakses tanggal 19 Maret 2013] Farida, I., Cara Mengukur Kebersihan Mulut (OHI_S) <idafarida73.blogspot.com/2012/09/cara-mengukurkebersihan-mulut-ohis.html?m=1>[diakses tanggal 19 Maret 2013] Lena, 2011, Sikat Gigi <lenacute65.blogspot.com/ archive.html?=1>[diakses tanggal 21 Maret 2013] Nur, N., Pengaruh Kebersihan Gigidan Mulut <senja-kecil.blogspot.com/2011/02/pengaruh-kebersihangigi-dan mulut.html?m=1>[diakses tanggal 20 April 2013] Pdgi, Kesehatan Gigi Sebagai Bagian Intergral dari Kesehatan Umum pada Hari Kesehatan Gigi Se-Dunia 2013 < tanggal 19 Maret 2013] Unud, 2013, bab i new prop bab I < i new prop bab I>[ diakses tanggal Senin, 15 April 2013] 149

66 GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG DIET MAKANAN TERHADAP KARIES GIGI PADA SISWA/I KELAS IV SD NEGERI NO JL. JAMIN GINTING 303 MEDAN Ngena Ria, Susy Adrianelly Simaremare Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Makanan atau subrat merupakan unsur penting untuk terjadinya karies. Proses karies ditentukan oleh jenis karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta hancur didalam mulut yang memudahkan terjadinya karies. Hampir semua anak menyukai makanan yang bersifat kariogenik yang merupakan salah satu penyebab terjadinya karies. Penelitian bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Diet Makanan Terhadap Karies Gigi Pada Siswa/I SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun 2014 yang dilaksanakan pada September sampai Nopember Jumlah sampel sebanyak 30 orang. Hasil penelitian Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Diet Makanan terhadap karies Gigi diperoleh data sebanyak 24 orang (80%)memiliki pengetahuan baik, 6 orang (20%) memiliki pengetahuan sedang dan tidak terdapat siswa yang berpengetahuan buruk. Hasil pengetahuan untuk karies gigi susu diperoleh jumlah def-t adalah 47 dan def-t rata-rata 1,56. Hasil penelitian untuk karies Gigi tetap diperoleh jumlah DMF-T adalah 41 dan DMF-T rata-rata 1,36. Berdasarkan hasil yang dapat disimpulkan bahwa Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Diet Makanan Terhadap Karies Gigi Pada siswa/i Kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun 2014 diperoleh hampir semua anak menyukai makanan dan minuman yang bersifat kariogenik yang merupakan faktor resiko terjadinya karies. Dari data hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh siswa/i memiliki karies gigi (83,4%). Karies gigi susu diperoleh data def-t adalah 47 dengan rata-rata def-t 1,56. Karies gigi tetap diperoleh jumlah DMF-T adalah 41 dan rata-rata DMF-T 1,36. Diharapkan terutama kepada siswa/i agar memilih makanan yang menyehatkan gigi untuk menghindari terjadinya karies gigi. Kata kunci : Pengetahuan orang tua, diet makanan, karies gigi Latar Belakang Untuk mewujudkan tujuan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, telah banyak upaya dan program yang dilaksanakan secara menyeluruh oleh pemerintah bersama masyarakat, baik program yang bersifat promotif, preventif dan kuratif. Kesehatan merupakan faktor penting yang dapat menentukan kualitas sumber daya masyarakat, kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu bagian dari kesehatan umum yang mempunyai peran penting dalam fungsi pengunyahan dan estetika. Menurut Undang-undang No.23 tahun 1992 Bab 1 pasal 3 tentang kesehatan menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Berdasarkan fungsi gigi, maka setiap individu dapat melaksanakan pemeliharaan kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Penyakit gigi dan mulut di Indonesia yang paling banyak dijumpai adalah karies. Karies atau gigi berlubang adalah kerusakan pada struktur jaringan keras gigi ( , dentin) yang diakibatkan oleh asam yang dihasilkan oleh bakteri yang terdapat pada plak gigi. Penyakit karies masih banyak terjadi pada anakanak. Kesehatan gigi anak kurang mendapat perhatian dari orang tua, karena adanya anggapan bahwa gigi susu pada anak akan diganti oleh gigi tetap. Orang tua kurang menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan sebenarnya akan sangat besar bila tidak dilakukan perawatan. Akibat yang dapat terjadi bila sejak awal gigi telah mengalami karies terganggunya fungsi gigi sebagai pengunyah, yang mengakibatkan terjadinya malnutrisi sehingga mempengaruhi kecerdasan anak. Makanan atau substrat merupakan salah satu unsur penting untuk terjadinya karies. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat. Jenis karbohidrat yang paling dapat merusak gigi adalah sukrosa. Proses karies ditentukan oleh jenis karbohidrat dalam bentuk tepung atau cairan yang bersifat lengket serta mudah hancur didalam 150

67 mulut lebih memudahkan timbulnya karies. Hampir semua anak mempunyai faktor risiko terhadap karies yang bila dimakan dan diminum yang bersifat kariogenik yang merupakan faktor risiko terhadap karies yang bila dimakan diantara jam makan. Berdasarkan latar belakang, maka peneliti ingin mengetahui Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Diet Makanan Terhadap Karies Gigi Pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan Orang Tua tentang Diet Makanan terhadap Karies Gigi Pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat : 1. Untuk menambah wawasan orang tua tentang diet makanan dalam mencegah karies gigi pada siswa/i SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun Sebagai bahan masukan pada pihak sekolah agar melakukan kerja sama dengan pihak puskesmas dalam pelaksanaan UKGS untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut. 3. Untuk informasi data bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di perpustakaan jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Medan. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan metode survey yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pengetahuan orang Tua tentang Diet Makanan terhadap Karies Gigi pada Siswa/i SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun Populasi Penelitian Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi adalah Siswa/i SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian ini sampel adalah Siswa/I kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 yang berjumlah 30 orang. Hasil Penelitian Setelah melakukan penelitian Gambaran Pengetahuan Orang Tua tentang Diet Makanan terhadap Karies Gigi pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun 2014 diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 1 Gambaran Pengetahuan Orang Tua tentang Diet Makanan terhadap Karies Gigi pada Siswa/i kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun 2014 Kriteria Pengetahuan Jumlah siswa (n) Persentase (%) Baik Sedang 6 20 Buruk 0 0 Jumlah Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 30 siswa/i Kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun 2014, yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 24 orang (80%), pengetahuan sedang 6 orang (20%), dan tidak ada siawa/i yang berpengetahuan buruk. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Karies Gigi Susu pada siswa/i kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin ginting 303 Medan Tahun 2014 Jumlah Karies Jumlah def-t Siswa d E F def-t Ratarata ,56 Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 30 siswa/i, jumlah def-t adalah 47 dan def-t rata-rata 1,56. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Karies Gigi Tetap pada siswa/i kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin ginting 303 Medan Tahun Jumlah Siswa Karies Jumlah DMF-T D M F DMF-T Ratarata , 36 Berdasarkan tabel 3 diperoleh data dari 30 siswa/i, jumlah DMF-T adalah 41 dan DMF-T rata-rata adalah 1,36. Pembahasan Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi kesehatan tubuh keseluruhan. Gigi merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi untuk mengunyah, berbicara dan mempertahankan bentuk muka. Berdasarkan fungsi gigi, maka setiap individu dapat melaksanakan pemeliharaan kesehatan gigi sedini mungkin agar dapat bertahan lama dalam rongga mulut. Penyakit gigi dan mulut di Indonesia yang paling banyak dijumpai adalah karies. Karies atau lubang adalah kerusakan pada struktur jaringan keras gigi ( , dentin) yang diakibatkan oleh asam yang dihasilkan oleh bakteri yang terdapat pada plak gigi. 151

68 Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi apabila seseorang telah melakukan penginderaan rerhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melaluai pancaindra, yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang. Diet makanan sehat adalah makanan yang mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh kita. Diet yang baik untuk kesehatan umum, juga baik untuk kesehatan gigi. Susunan makanan sehari-hari sebaiknya mengikuti anjuran empat sehat lima sempurna. Diet dalam kesehatan gigi dapat dilihat dalam beberapa segi, pertama efek makanan didalan rongga mulut yaitu efek lokal pada waktu makanan dikunyah sebagai tahap awal pencernaan. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian Gambaran Pengetahuan Orang Tua Tentang Diet Makanan Terhadap Karies Gigi Pada Siswa/i Kelas IV SD Negeri No Jl. Jamin Ginting 303 Medan Tahun 2014 diperoleh sebagai berikut: 1. Pengetahuan terutama kriteria baik yaitu sebanyak 24 orang (80%). 2. Karies gigi pada siswa/i diperoleh data jumlah deft adalah 47 dan rata-tara def-t 1,56. Dan jumlah DMF-T adalah 41 dengan rata-rata DMF-T 1, Dari hasil diketahui DMF-T lebih kecil dari target nasional ( 2). Saran 1. Diharapkan kepada orang tua agar lebih memperhatikan anak dalam memilih jenis makanan yang baik dikonsumsi, seperti memakan makanan yang banyak mengandung serat. 2. Kepada anak agar memilih jenis makanan yang menyehatkan gigi. 3. Diharapkan kepada orang tua agar lebih memperhatikan anak dalam memilih jenis makanan yang baik dikonsumsi, seperti memakan makanan yang banyak mengandung serat. 4. Kepada anak agar memilih jenis makanan yang menyehatkan gigi. DAFTAR PUSTAKA Boediharjo., Pemeliharaan Kesehatan Gigi Keluarga. Airlangga: Surabaya. Ibrahim, Kasir., Kamus Pintar Amanah: Surabaya. kidd,m,a.,2002.dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya. Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Mary E.Beck., Ilmu Gizi dan Diet. Andi: Jakarta. Tarigan, A., Karies Gigi. Hipokrates: Jakarta. Politeknik Kesehatan Medan, 2012 Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah, USU. Medan. Putri, M.H.,E Herijulianti dan N Nurjannah, Ilmu Pencegahan Penyakit Karies dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta:EGC Pintauli,s dan T Hamada,2008. Menuju Gigi dan Mulut Sehat Pencegahan dan Pemeliharaan. Medan: USU Press. Pratiwi, D., Gigi sehat dan cantik. PT Kompas Media: Jakarta. Rakyat, Dian., Perawatan Gigi Anak. Dian Rakyat: Jakarta. 152

69 PENGARUH BERKUMUR DENGAN LARUTAN TEH HIJAU TERHADAP ph SALIVA PADA SISWA-SISWI SD NEGERI KECAMATAN BINJAI UTARA TAHUN 2014 Manta Rosma, Netty Jojor Aritonang Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan ` Abstrak Teh hijau mengandung polyphenol, theofilin, tannin, katekin, serta sejumlah mineral seperti Zn, Se, Mo, fluoride. Kandungan polyphenol dan katekin yang tekandung dalam teh mengurangi plak dan produksi asam oleh bakteri Streptococcus Mutans yang menyebabkan gigi berlubang dan penyakit gusi. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berkumur dengan larutan teh hijau terhadap ph saliva pada siswa/i SD Negeri Kecamatan Binjai Utara Tahun Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik. Metode yang digunakan quaisi experiment, rancangan dalam penelitian ini adalah pre-test and post-test. Adapun cara pengambilan sampel dengan Purposive Sampling, menggunakan siswa/i kelas V SDN Kecamatan Binjai Utara sebanyak 30 orang siswa/i, dengan menggunakan test Paper Dental Saliva ph Indikator Untuk mengetahui kriteria asam. Penelitian ini menggunakan uji Wilcon Signed Rank Test Hasil penelitian dikutahui terjadi perubahan kriteria ph saliva yaitu asam dari 80% menjadi 0%, netral dari 20% menjadi 43,33% dan basa dari 0% menjadi 56,66%. Menunjukkan bahwa ada pengaruh berkumur dengan larutan teh hijau terhadap ph saliva. Hasil uji statistik dengan mengunakan Wilcoxon Signed Rank Test dihasilkan nilai signifikasi 000 (2-tailed) <0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima.disarankan kepada siswa untuk berkumur menggunakan larutan teh hijau sebagai alternatif tindakan pencegahan terjadinya karies. Kata kunci : Larutan teh hijau, ph Saliva Latar Belakang Kesehatan menurut WHO merupakan keadaan sejahtera secara menyeluruh baik fisik, mental, sosial serta tidak hanya terbatas dari penyakit dan hilangnya kebugaran tubuh. Tujuan pembangunan kesehatan yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial ekonomi (Depkes, 2009). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi karies aktif pada penduduk Indonesia mencapai 72,1%. Di pulau jawa persentase penduduk karies aktif tertinggi pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaitu 52,3%.Karies gigi merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut bersama-sama dengan penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut. Proses karies dan penyakit periodontal disebabkan karena adanya interaksi antara tiga faktor yaitu host (gigi, gingiva, saliva), penjamu (bakteri/plak) dan makanan kariogenik (sukrose). Beragam manfaat teh tidak lepas dari keberadaan senyawa-senyawa bermanfaat seperti polyphenol, theofilin, tannin, katekin, serta sejumlah mineral seperti Zn, Se, Mo, fluoride, suatu mineral yang dapat mencegah radang gusi dan gigi berlubang. Polyphenol yang tekandung dalam teh mungkin mengurangi plak dan produksi asam oleh bakteri mulut yang menyebabkan gigi berlubang dan penyakit gusi (Christine D. Wu). Berdasarkan hasil penelitian satu cangkir teh hijau sehari sudah cukup untuk menanggulangi gigi keropos bagi anak-anak sekolah hingga 50%. Bahkan meskipun hanya berkumur saja dengan teh hijau setelah makan merupakan cara yang efektif untuk mencegah gigi kropos. Kadar flouride alami yang terkandung dalam teh hijau sangat efektif mengatasi gigi keropos. Campuran anti bakteri tambahan juga efektif mencegah bakteri yang menyebabkan gigi keropos, streptococcus muttan. Dalam setiap mililiter air ludah dijumpai juta bakteri, salah satunya Streptococcus Mutans (Tarigan Rasinta 2013). Bakteri Streptococcus mutans yang berkembang biak akan menyebabkan terbentuknya plak pada lapisan gigi dan akan menyebabkan derajat keasaman rongga mulut semakin menurun sehingga menyebabkan ph menjadi asam, sebaliknya berkurangnya bakteri Streptococcus mutans di dalam rongga mulut menyebabkan ph menjadi basa bahkan bisa menjadi netral. Semakin rendah nilai ph saliva, makin banyak asam dalam larutan. Sebaliknya meningkatnya nilai ph saliva berdasarkan latar belakang 153

70 teh hijau yang mengandung senyawa katekin, dimana zat ini berperan menghambat pertumbuhan streptococcus mutans. Bakteri ini mampu menghasilkan asam. Penggunaan air teh seperti yang telah dibuktikan oleh Depkes, yang ternyata juga dapat mengakibatkan remineralisasi lempeng yang telah di demineralisasi. Salah satu upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut adalah dengan menjaga kebersihan gigi dan mulut agar bakteri tidak tumbuh dan mencegah timbulnya plak lebih lama. Upaya kesehatan gigi pada anak-anak harus dilakukan sedini mungkin, Karena gigi anak-anak usia sekolah dasar mudah terkena karies.pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih jelek dibandingkan dengan orang dewasa karena pola makan anak yang sering makan makanan dan minuman yang bersifat kariogenik. Anak usia sekolah dasar memiliki periode gigi bercampur yaitu terdapatnya gigi sulung dan gigi permanen. Pada masa ini diperlukan pencegahan sedini mungkin. Dari Latar belakang, maka peneliti ingin mengetahui pengaruh berkumur dengan larutan teh hijau terhadap ph saliva pada siswa/i SDN Kecamatan Binjai Utara. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berkumur dengan larutan teh hijau terhadap ph saliva pada siswa/i di SDN Kecamatan Binjai Utara. Manfaat Penelitian 1. Menambah wawasan masyarakat khususnya siswa/i SDN Kecamatan Binjai Utara mengetahui pengaruh berkumur dengan larutan teh hijau terhadap ph saliva. 2. Sebagai sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut. 3. Menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya dan sebagi bahan referensi di perpustakaan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Hipotesis Ho : Tidak ada pengaruh berkumur dengan larutan teh hijau terhadap ph saliva. Ha : Ada pengaruh berkumur dengan dengan larutan teh hijau ph saliva Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah quaisi eskperimen atau sering disebut dengan eksperimen semu yaitu suatu penelitian dengan adanya suatu perlakuan terhadap kelompok sampel tetapi tidak ada kelompok kontrol (semua sampel mendapat perlakuan). (Notoatmodjo 2005) Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional yang merupakan penelitian sesaat, dimana pengambilan data variabel pengaruh dan variabel terpengaruh dilakukan pada waktu yang bersamaan. Rancangan dalam penelitian ini menggunakan rancangan pre-test and post-test (Arikuntoro 2006). Didalam desain ini observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu : ph saliva diukur sebelum dan sesudah berkumur dengan larutan teh hijau. Rancangan penelitian ini secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut : O x O2 Keterangan: O1 : Mengukur ph saliva sebelum berkumur larutan teh hijau. X : Perlakuan berkumur dengan larutan teh hijau O2 : Mengukur ph saliva setelah berkumur larutan teh hijau Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i SDN Kecamatan Binjai Utara yang berjumlah 254 orang. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Pengambilan sample secara purposive sampling diambil berdasarkan tujuan tertentu. Sampel penelitian adalah siswa kelas V yang berjumlah 30 orang. Hasil Penelitian Hasil penelitian yang telah dikumpulkan terhadap siswa/i kelas V SDN Kecamatan Binjai Utara Tahun Setelah seluruh data terkumpul, membuat analisa data dengan cara membuat tabel distribusi frekuesi untuk masing-masing sampel. Kemudian dilakukan pengolahan data secara statistik, yaitu menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed Ranks Test. Tabel 4.1 Distribusi ph Saliva Sebelum Berkumur Larutan Teh Hijau Pada Siswa/i Kelas V DN Kecamatan Binjai Utara Tahun 2014 Kriteria ph saliva Sebelum Berkumur Jumlah Persentase Asam 24 80% Netral 6 20% Basa 0 0% Tabel 1 terlihat bahwa dari penelitian sebelum berkumur larutan teh hijau Frekuensi ph saliva terbesar adalah kriteria asam dengan persentase 24 orang (80%), kemudian netral dengan persentase 6 (20%). Sedangkan Frekuensi ph saliva paling sedikit adalah basa dengan persentase 0 orang (0%). 154

71 Sebelum Berkumur Asam Netral Basa uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test untuk menguji distribusi data. Tabel 4.3 Uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test ph saliva sebelum dan sesudah berkumur dengan larutan teh hijau pada siswa/i SDN Kecamatan Binjai Utara Tahun 2014 ph sesudah berkumur ph sebelum berkumur Asymp. Sig. (2-tailed) 000 Grafik 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan jumlah ph saliva sebelum berkumur larutan teh hijau pada sisiwa/i kelas V SDN Kecamatan Binjai Utara Tahun Tabel 4.2 Distribusi ph Saliva Sesudah Berkumur Dengan Larutan Teh Hijau Pada Siswa/I Kelas V SDN Kecamatan Binjai Utara Tahun Kriteria ph saliva Sesudah Berkumur Jumlah Pesentase Asam 0 0% Netral 13 43,33% Basa 17 56,66% Tabel 2 terlihat bahwa,kriteria ph saliva setelah berkumur dengan larutan teh hijau terjadi penurunan jumlah asam dari 24 orang (80%) menjadi 0 orang (0%). Kriteria ph saliva netral terjadi kenaikan dari 6 orang (20%) menjadi 13 orang (43,33%).Kriteria basa dari 0 orang menjadi 17 orang (56,66%) Sesudah Berkumur Asam Netral Basa Grafik 5.2 Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah ph saliva sesudah berkumur dengan larutan teh hijau pada siswa/i SDN Kecamatan Binjai Utara Tahun Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan bantuan program statistika pada komputer menggunakan Dari tabel 3. Dapat dilihat bahwa uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test nilai signifikasi (2-tailed) 000. Nilai ini <0,05, karena nilai signifikasi (2-tailed) <0,05 maka Ho ditolak dan Ha di terima Asam Netral Basa Sebelum Sesudah Grafik 5,2 Distribusi frekuensin berdasarkan jumlah ph saliva sebelum dan sesudah berkumur dengan larutan teh hijau pada siswa/i kelas V SDN Kecamatan Binjai Utara Tahun Grafis di atas terlihat bahwa, kriteria ph setelah berkumur dengan larutan teh hijau terjadi penurunan jumlah asam dari 24 orang (80%) menjadi 0 orang (0%). Kriteria ph saliva netral terjadi kenaikan dari 6 orang (20%) menjadi 13 orang (43,33%). Kriteria basa dari 0 orang (0%) menjadi 17 orang ( 56,66%) Pembahasan Hasil penelitian tentang pengaruh berkumur dengan larutan teh hijau terhadap ph saliva di peroleh data perubahan responden yang memiliki kriteria ph saliva asam yang mengalami penurunan sebanyak 0%, kriteria ph saliva netral mengalami peningkatan menjadi 43,33% dan kriteria ph saliva basa menglami peningkatan menjadi 56,66%. Dari data tersebut diketahui bahwa dengan berkumur larutan teh hijau tarjadi perubahan kriteria ph saliva, hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor yang terdapat di rongga mulut yang mempengaruhi ph saliva. Menurur pendapat Amrogen (1991) yang menyatakan bahwa ph saliva tergantung dari perbandingan asam dan basa. ph saliva dan kapasitas buffer saliva selalu dipengaruhi oleh perubahan perubahan diantaranya urama siang dan malam, perangsang kecepatan sekresi, 155

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DALAM KEPATUHAN BEROBAT DI RINDU A3 RSUP H.

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DALAM KEPATUHAN BEROBAT DI RINDU A3 RSUP H. PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DALAM KEPATUHAN BEROBAT DI RINDU A3 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN Netty Panjaitan, Risma Dumiri, Tiurlan Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH PANNMED. (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist)

JURNAL ILMIAH PANNMED. (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) JURNAL ILMIAH PANNMED (Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwifery, Environment, Dentist) VOL. 9, NO. 2, SEPTEMBER-DESEMBER 2014 TERBIT TIGA KALI SETAHUN (PERIODE JANUARI, MEI, SEPTEMBER) ISSN 1907-3046

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP. TB Paru BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Teori TB Paru Pengetahuan Sikap Tindakan 3.2 Kerangka Konsep 3.2.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita TB Paru BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

Lebih terperinci

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang dicari oleh semua orang. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Situasi TB di dunia semakin memburuk, sebahagian besar negara di dunia yang dikategorikan high burden countries. Kasus baru Tuberkulosis di dunia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular merupakan masalah kesehatan yang belum dapat diselesaikan sampai saat ini, salah satu penyakit menular tersebut adalah Tuberkulosis. Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Data Demografi Responden Dalam penelitian ini yang datanya diambil pada bulan Agustus September 24 dengan jumlah sampel yang ada di Poli TB MDR sebanyak 6 pasien, namun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran penyakit Tuberkulosis yang begitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014), merupakan kuman aerob yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit TBC (Tuberculosis) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari kelompok sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan merupakan penyakit infeksi kronis menular yang menjadi

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT DI PUSKESMAS CURUG TANGERANG Pengantar : Dengan hormat, nama saya Ade Atik, mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis dan Africanum. Organisme ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC

BAB I PENDAHULUAN. kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Tuberkolosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Microbecterium Tuberkalosis). Sebagian besar kuman TBC mengenai paru-paru, tapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis ( mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan

Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 1. Denah Rumah Tahanan Negara Kelas I Tanjung Gusta Medan Lampiran 2. Data angka penyebab kematian pada narapidana dan tahanan di Indonesia tahun 2011 No Nama Penyakit Jumlah 1 HIV/AIDS 105 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh invasi organisme mikroskopik yang disebut patogen. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus, atau parasit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat menyebar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis : HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI SERTA PERAN KELUARGA TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PERAWATAN SUBAN KECAMATAN BATANG ASAM TAHUN 2015 Herdianti STIKES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

Identifikasi Faktor Resiko 1

Identifikasi Faktor Resiko 1 IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO TERJADINYA TB MDR PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA KOTA MADIUN Lilla Maria.,S.Kep. Ners, M.Kep (Prodi Keperawatan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK Multi Drug

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit TB Paru telah dikenal lebih dari satu abad yang lalu, yakni sejak ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882 menurut (Mansjoer,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada

Lebih terperinci

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit yang sudah cukup lama dan tersebar di seluruh dunia. Penyakit tuberkulosis dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016 HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016 Yurida Olviani Universitas Muhammadiyah Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan judul Gambaran Praktik Pencegahan Penularan TB Paru di Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungwuni I Kabupaten Pekalongan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan abstraksi dari suatu agar bisa dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang dapat menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam (Suriadi dan

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular kronis yang telah lama di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini mampu

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN NOMOR RESPONDEN PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER Berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan bersifat kronis serta bisa menyerang siapa saja (laki-laki,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang

BAB 1 PENDAHULUAN. tergantung pada potensi biologinya. Tingkat tercapainya potensi biologi seorang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanakkanak ke masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis (TB) 2.1.1. Pengertian TB TB adalah penyakit infeksi yang menular, di mana sebagian besar infeksi terjadi pada paru (Koplewich, 2005). 2.1.2. Penyebab TB Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberculosis Paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA Herlina 1, Erris 2* 1 STIKes Prima Jambi 2 Politeknik Kesehatan Jambi Jurusan Kesehatan Lingkungan *Korespondensi penulis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan yang baik atau kesejahteraan sangat diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun orang yang menginginkan dirinya mengalami sakit, apalagi ketika orang tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam

Lebih terperinci

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

PRATIWI ARI HENDRAWATI J HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu 71 Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Ditempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa program studi D III keperawatan, Fakultas ilmu kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Tuberkulosis paru 1. Definisi TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit TBC Paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kuman ini memiliki sifat khusus tahan asam, cepat mati dengan sinar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

I. PENENTUAN AREA MASALAH

I. PENENTUAN AREA MASALAH I. PENENTUAN AREA MASALAH Dalam menentukan area masalah, langkah awal yang dilakukan peneliti adalah melakukan observasi dan wawancara dengan tenaga kesehatan di daerah keluarga binaan, berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang menyerang organ paru-paru. Tuberkulosis adalah salah satu penyakit yang tertua yang dikenal oleh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PROGRAM TB PARU. Tuberkulosis adalah penyaki tmenular langsung yang disebabkan oleh kuman Kode Pos - 64451 PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK DINAS KESEHATAN DAERAH UPTD PUSKESMAS TANJUNGANOM Jl. A Yani No.25 Telp. (0358) 772800 Email : pkm.tanjunganom@gmail.com TANJUNGANOM KERANGKA ACUAN KEGIATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis serta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama adalah batuk selama dua minggu atau lebih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia kini mengalami beban ganda akibat penyakit tidak menular terus bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit infeksi menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis. Mikrobakterium ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN

LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN LAMPIRAN 1 INSTRUMEN PENELITIAN PENJELASAN TENTANG PENELITIAN Judul Penelitian : Hubungan Dukungan Keluarga dan Peran Perawat dengan Kepatuhan Minum Obat pada Penderita TB MDR di RSUP.H. Adam Malik Medan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Tempat Penelitian Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Semarang merupakan salah satu pusat rujukan yankes bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aspek Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Penularan TB tergantung dari lamanya kuman TB berada dalam suatu ruangan, konsentrasi kuman TB di udara serta lamanya menghirup udara,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis (Kumar dan Clark, 2012). Tuberkulosis (TB) merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di negara - negara berkembang. Setiap tahunnya terdapat 8,6 juta kasus tuberkulosis baru dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang paru, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Primer 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Kejadian TBC Usia Produktif Kepadatan Hunian Riwayat Imunisasi BCG Sikap Pencegahan

Lebih terperinci

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT

STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT STUDI PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG GIZI PADA BALITA DI DESA KOTARAYA BARAT Bernadeth Rante Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palu Abstrak : Masalah gizi semula dianggap

Lebih terperinci