SISTEM AKUIFER DAN CADANGAN AIR TANAH DI PROPINSI SULAWESI SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SISTEM AKUIFER DAN CADANGAN AIR TANAH DI PROPINSI SULAWESI SELATAN"

Transkripsi

1 SISTEM AKUIFER DAN CADANGAN AIR TANAH DI PROPINSI SULAWESI SELATAN Puji Pratiknyo Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta SARI Air tanah sebagai sumberdaya alam tidak dapat terlihat secara langsung karena terdapat di dalam tanah dan batuan tetapi hampir semua penduduk memanfaatkannya baik untuk keperluan domestik maupun industri. Lapisan pembawa air tanah di Propinsi Sulawesi Selatan dapat dikelompokkan menjadi 4 sistem akuifer, yaitu : 1. Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir. 2. Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir dan celahan. 3. Akuifer dengan aliran air melalui celahan dan rekahan. 4. Akuifer dengan aliran air melalui celahan, rekahan dan saluran. Besar imbuhan air tanah bebas pada cekungan air tanah yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan berkisar juta m 3 /tahun. Imbuhan air tanah bebas yang terbesar ada pada CAT (Cekungan Air Tanah) Bone-Bone dengan debit juta m 3 /tahun sedangkan imbuhan air tanah bebas terkecil ada pada CAT Sinjai dengan debit 56 juta m 3 /tahun. Besar debit aliran air tanah tertekan antara 1-10 juta m 3 /tahun. Debit aliran air tanah tertekan yang terbesar ada pada CAT Bone-Bone dengan debit 10 juta m 3 /tahun sedangkan debit aliran air tanah tertekan terkecil ada pada CAT Sinjai dengan debit 1 juta m 3 /tahun. ABSTRACT Groundwater as the natural resources cannot be seen directly because there are in land ground and rock but most of all resident exploit it good to domestic need and also industry. There are 4 aquifers system in South Sulawesi Province : 1. Interstices rock aquifer. The water flows in the rock through space between grains in the rock. 2. Fractured and interstices rock aquifer. The water flows in the rock through both the space between grains in the rock and the secondary porosity of the rock have rendered by fracturing 3. Fractured and jointed aquifer, the rock rendered porous by fracturing and jointing. 4. Fractured, jointed and solution rock aquifer, the rock has rendered porous by fracturing, jointing and solution. The unconfined groundwater recharge of groundwater basins in the South Sulawesi Province is million m 3 /year. The biggest unconfined groundwater recharge is million m 3 /year (at Bone-Bone Groundwater basin) and the smallest is 56 million m 3 /year (at Sinjai Groundwater basin).the confined groundwater discharge is 1 10 million m 3 /year. The biggest confined groundwater discharge is 10 million m 3 /year (at Bone-bone Groundwater basin) and the smallest is 1 million m 3 /year (at Sinjai Groundwater basin). 1

2 1. Pendahuluan Propinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak antara 0 O 12-8 Lintang Selatan dan Bujur Timur, yang berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Barat di sebelah utara dan Teluk Bone serta Propinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur. Batas sebelah barat dan timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores. Luas wilayah Propinsi Sulawesi Selatan adalah sebesar km 2 meliputi 20 kabupaten, 3 kota, 296 kecamatan, desa/kelurahan definitive dan 181 persiapan. Kabupaten yang terdekat dari Makassar adalah Kabupaten Gowa dengan jarak 11 km sedangkan kabupaten yang terjauh adalah Kabupaten Luwu Timur dengan jarak 566 km. Jumlah penduduk di Sulawesi Selatan sebesar jiwa terdiri atas laki-iaki dan perempuan. Air tanah sebagai sumberdaya alam tidak dapat terlihat secara langsung karena terdapat di dalam tanah dan batuan tetapi hampir semua penduduk memanfaatkannya baik untuk keperluan domestik maupun industri. Gangguan keseimbangan pada ketersediaan air tanah di Propinsi Sulawesi Selatan sering menimbulkan dampak sosial berupa konflik antara penduduk dengan industri pengguna air tanah. Air tanah sebagai bagian dari daur hidrologi merupakan sumberdaya air yang terbaharui. Namun apabila penggunaan air tanah melampaui pasokan atau imbuhan maka akan terjadi defisit dalam neraca air dan mengakibatkan susutnya sumberdaya air tanah secara terus menerus tanpa mendapat kesempatan untuk terjadi pemulihan yang seharusnya terjadi secara alamiah. Mengetahui karakteristik lapisan pembawa air tanah atau akuifer dan cadangan air tanahnya adalah merupakan salah satu langkah ilmiah yang akan membawa ke perilaku bijak dalam pemanfaatan air tanah sehingga ekstraksi akan suber daya air dapat berkesinambungan dan berwawasan lingkungan. 2. Tujuan Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem akuifer dan jumlah cadangan air tanah yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan. 3. Metodologi Untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini dilakukan langkah-langkah: Pengumpulan data geologi, hidrogeologi, dan cekungan air tanah. Evaluasi data geologi dan hidrogeologi untuk mendapatkan jenis batuan, sistem akuifer, dan penyebarannya. Evaluasi data cekungan air tanah untuk mendapatkan penyebaran dan besar cadangan air tanahnya. 2

3 4. Geologi dan Hidrogeologi Secara keseluruhan Propinsi Sulawesi Selatan memiliki ketinggian m. Morfologi wilayah Sulawesi Selatan sebagian besar berupa daerah perbukitan yang membentang dari utara ke selatan dengan puncak-puncaknya antara lain dari utara ke selatan G.Kambuno (2.950 m), G.Baleasi (3.016 m), dan G.Ratekombala (3.455 m). Di samping berupa perbukitan dijumpai juga daerah yang berupa danau, lembah dan pantai. Danau yang ada adalah Danau Matano, Danau Towuti, Danau Mahalona, Danau Sidenreng, dan Danau Tempe. Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona berlokasi di wilayah Kabupaten Luwu Timur. Sedangkan Danau Sidenreng berlokasi di wilayah Kabupaten Sidenrengrappang dan Danau Tempe berlokasi di wilayah Kabupaten Wajo. Ada 65 sungai di Propinsi Sulawesi Selatan. Secara umum sungai-sungai yang ada bermuara ke Teluk Bone dan Selat Makasar. Pulau Sulawesi terbentuk di sepanjang zona tumbukan Neogen antara Lempeng Benua Eurasia dan fragmen-fragmen benua mikro yang berasal dari Lempeng Australia (Hamilton, 1979 dan Hutchitson, 1989). Secara umum struktur geologi (sesar dan pelipatan) di daerah Sulawesi banyak dipengaruhi oleh Mintakat Geologi Banggai-Sula yang merupakan fragmen benua. Fragmen benua ini asalmulanya dari tepi Benua Australia, yang mulai memisahkan diri akibat adanya pemekaran pada Perm-Trias dan kemudian terpisah dari bagian utara Irian Jaya dan bergerak ke arah barat, yang selanjutnya membentur Sulawesi Timur pada Miosen Tengah-Akhir, dan menyatu dengan Busur Magmatik Sulawesi Barat pada Mio-Pliosen. Dalam perjalanannya, fragmen-fragmen benua tersebut mempunyai kecepatan yang berbeda-beda, sehingga benturannya dengan Pulau Sulawesi waktunya tidak sama, hal ini diindikasikan oleh umur endapan molasa yang bervariasi dari Miosen Awal-Pliosen. Batuan di Sulawesi Selatan dapat dibagi menjadi 8 satuan, yaitu : satuan batupasir malih (Kapur Akhir), satuan batuan serpih (Eosen-Oligosen Awal), satuan batugamping (Eosen), satuan batupasir gampingan (Oligosen-Miosen Tengah), satuan batugamping berlapis (Oligosen-Miosen Tengah), satuan klastika gunungapi (Miosen Akhir), satuan batugamping terumbu (Pliosen Awal) dan satuan konglomerat (Pliosen). Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri atas sesar naik, sesar mendatar, sesar normal dan lipatan yang pembentukannya berhubungan dengan tektonik regional Sulawesi dan sekitarnya. Berdasarkan komposisi litologinya batuan yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan dapat dikelompokan menjadi : 1. Sedimen Lepas atau Setengah Padu, umumnya berukuran lempung hingga kerakal. Kelulusan rendah sampai sedang, berkelulusan tinggi pada material kasar. 2. Batuan Gunungapi Muda, terdiri dari tuf, aglomerat, breksi volkanik, lava, dan endapan lahar yang tak teruraikan. Umumnya berkelulusan sedang sampai tinggi. 3

4 3. Berbagai Jenis Batugamping dan Dolomit, kelulusan beragam, tergantung pada tingkat karstifikasinya. 4. Batuan Sedimen Padu dan Gunungapi Tua, terdiri dari breksi, konglomerat, dan lava, telah mengalami perlipatan. Umumnya kelulusan rendah, setempat dengan kelulusan sedang. 5. Batuan Beku atau Malihan, terutama terdiri dari granit, diorit, gabro, sekis, batusabak, dan kuarsit. Umumnya kelulusan sangat rendah. Berdasarkan kelompok batuannya, maka air tanah di Propinsi Sulawesi Selatan berada pada batuan yang dapat bersifat sebagai lapisan pembawa air (akuifer). Sistem akuifer yang ada dapat dikelompokkan menjadi: 1. Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir, terdapat pada daerah yang tersusun oleh kelompok batuan sedimen lepas atau setengah padu. 2. Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir dan celahan, terdapat pada daerah yang tersusun oleh kelompok batuan gunung api muda, batuan sedimen padu dan gunungapi tua. 3. Akuifer dengan aliran air melalui celahan dan rekahan terdapat pada daerah yang tersusun oleh kelompok batuan beku dan malihan. 4. Akuifer dengan aliran air melalui celahan, rekahan dan saluran terdapat pada daerah yang tersusun oleh kelompok berbagai jenis batugamping dan dolomit. Lokasi penyebaran kelompok batuan dan sistem akuifernya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kelompok batuan dan sistem akuifer di Propinsi Sulawesi Selatan No Kelompok Batuan Sistem akuifer Lokasi Penyebaran 1 Sedimen Lepas atau Setengah Padu 2 Batuan Gunungapi Muda 3 Berbagai jenis Batugamping dan Dolomit 4 Batuan Sedimen Padu dan Gunungapi Tua 5 Batuan Beku atau Malihan Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir dan celahan Akuifer dengan aliran air melalui celahan, rekahan dan saluran Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir dan celahan Akuifer dengan aliran air melalui celahan dan rekahan Ujung Pandang, Maros, Sunggumunasa, Takalar, Pangkajene, Pinrang, Polewali, Palopo, Tg. Lolaka. Banang, Bulukumba, Bonosunggu. Batangmata, P. Selayar, Pangkajene, Makale, Watampone, Bira. P. Selayar, Sinjai, Watampone, Maros, Sungguminasa, Takalar, Pangkajene, Pinrang, Enrekang, Makale, Palopo, Majene, Polewali, Tj. Kolaka. Polewali, Pangkajene. 4

5 Berdasarkan produktivitas akuifernya, akuifer di Propinsi Sulawesi Selatan dapat di bagi menjadi : 1. Produktivitas akuifer tinggi (Akuifer dengan keterusan sedang sampai tinggi, kedalaman muka air tanah atau muka pisometri beragam, atau di atas muka tanah setempat, debit sumur/mata air umumnya lebih dari 5 l/dtk.) 2. Produktivitas akuifer sedang (Akuifer dengan keterusan sedang, muka air tanah umumnya dalam, debit sumur/mata air beragam, umumnya kurang dari 5 l/dtk.) 3. Setempat akuifer produktif (Akuifer dengan keterusan beragam, muka air tanah umumnya dalam, setempat dijumpai mata air dengan debit kecil.) 4. Produktivitas rendah (Umumnya keterusan rendah, setempat pada daerah yang serasi air tanah dapat diperoleh, meskipun debitnya kecil) 5. Daerah Air Tanah Langka atau Tak Berarti. Penyebaran akuifer berdasarkan produktivitasnya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Produktivitas akuifer di Propinsi Sulawesi Selatan No Produktivitas Akuifer Lokasi Penyebaran 1 Tinggi Bulukumba, Pinrang, D. Tempe, D. Sidenreng. 2 Sedang Bantaeng, Bontosunggu, Takalar, Sungguminasa, Pinrang, D. Tempe, D. Sidenreng, Palopo, Polewali, Watampone. 3 Setempat Akuifer Produktif Ujung Pandang, Maros, Sungguminasa, Takalar, Palopo, Bontosunggu, Bulukumba, Watampone, Tg. Kolaka, Pangkajene, Polewali. 4 Rendah Batangmata, P. Selayar, Bira, Sinjai, Watampone, Takalar, Suguminasa, Maros, Pangkajene, Pinrang, Enrekang, Makale, Palopo, Polewali, Majene 5 Daerah Air Tanah Langka atau Tak Berarti P. Selayar, Bantaeng, Pangkajene, Polewali. 5. Cekungan Air Tanah Cekungan air tanah (CAT) di Propinsi Sulawesi Selatan yang potensial tidak menempati semua wilayah kota / kabupaten yang ada. Cekungan air tanah yang potensial, debit imbuhan air tanah bebas 1 juta m 3 /tahun, hanya ada 13 cekungan. Nama-nama cekungan air tanah yang ada, yaitu : CAT Bone-Bone, CAT Padangsapa, CAT Kolosi, CAT Pinrang-Sidenreng, CAT Siwa-Pompanua, CAT Barru, CAT Pangkajene, CAT Sinjai, CAT Makassar, CAT Gowa, CAT Bantaeng, CAT Bira, CAT Bantaeng (P.Selayar). Luas CAT yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan berkisar antara ± ± km 2. CAT yang terluas adalah CAT Bone-Bone (± km 2 ) sedangkan CAT yang tersempit adalah CAT Siwa-Pompanua (± 150 km 2 ). 5

6 Cadangan air tanah pada cekungan air tanah dapat diketahui berdasarkan kuantitas atau jumlah air yang ada di cekungan. Dalam suatu cekungan air tanah didapati dua macam jumlah air tanah, yaitu jumlah imbuhan air tanah bebas dan debit aliran air tanah tertekan. Besar imbuhan air tanah bebas pada cekungan air tanah yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan berkisar juta m 3 /tahun. Imbuhan air tanah bebas yang terbesar ada pada CAT Bone-Bone dengan debit juta m 3 /tahun sedangkan imbuhan air tanah bebas terkecil ada pada CAT Sinjai dengan debit 56 juta m 3 /tahun. Besar debit aliran air tanah tertekan antara 0-10 juta m 3 /tahun. Debit aliran air tanah tertekan yang terbesar ada pada CAT Bone-Bone dengan debit 10 juta m 3 /tahun sedangkan debit aliran air tanah tertekan terkecil ada pada CAT Kolosi, Bira dan Bantaeng (P. Selayar) dengan debit < 1 juta m 3 /tahun. Cadangan air tanah pada cekungan air tanah di Propinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat pada tabel 3. No Tabel. 3. Cadangan air tanah di Propinsi Sulawesi Selatan. CAT Luas CAT (Km 2 ) Q1 (Juta m 3 /thn) Q2 (Juta m 3 /thn) Lokasi penyebaran di Kabupaten 1 Bone-Bone Luwu Utara 2 Padangsapa Luwu 3 Kolosi Enrekang 4 Pinrang Pinrang, Pare-Pare Sidenreng 5 Siwa-Pompanua Bone 6 Barru Barru 7 Pangkajene Pangkajene Kep., Maros 8 Sinjai Sinjai 9 Makassar Makassar, Bone, Takalar 10 Gowa Gowa 11 Bantaeng Bantaeng, Jeneponto, Gowa, Bulukumba 12 Bira Bulukumba 13 Bantaeng Selayar Keterangan : Q1 : Jumlah imbuhan air tanah bebas. Q2 : Jumlah aliran air tanah tertekan 6

7 6. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Sistem akuifer di Propinsi Sulawesi Selatan ada 4 macam yaitu : a) Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir, terdapat pada daerah yang tersusun oleh kelompok batuan sedimen lepas atau setengah padu. b) Akuifer dengan aliran air melalui ruang antar butir dan celahan, terdapat pada daerah yang tersusun oleh kelompok batuan gunung api muda, batuan sedimen padu dan gunung api tua. c) Akuifer dengan aliran air melalui celahan dan rekahan terdapat pada daerah yang tersusun oleh kelompok batuan beku dan malihan. d) Akuifer dengan aliran air melalui celahan, rekahan dan saluran terdapat pada daerah yang tersusun oleh kelompok berbagai jenis batugamping dan dolomit. 2. Besar imbuhan air tanah bebas pada cekungan air tanah yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan berkisar juta m 3 /tahun. Imbuhan air tanah bebas yang terbesar ada pada CAT Bone-Bone dengan debit juta m 3 /tahun sedangkan imbuhan air tanah bebas terkecil ada pada CAT Sinjai dengan debit 56 juta m 3 /tahun. Besar debit aliran air tanah tertekan antara 1-10 juta m 3 /tahun. Debit aliran air tanah tertekan yang terbesar ada pada CAT Bone- Bone dengan debit 10 juta m 3 /tahun sedangkan debit aliran air tanah tertekan terkecil ada pada CAT Sinjai dengan debit 1 juta m 3 /tahun. Daftar Pustaka Sukamto, R., 1975, Peta Geologi Indonesia Lembar Ujungpandang, Sulawesi, Skala 1 : , Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Sulawesi Selatan Dalam Angka 2006, Badan Pusat Statistik, Sulawesi Selatan. Tirtomihardjo Haryadi & Setiadi Hendi, 2005, Peta Cekungan Air Tanah Indonesia Lembar Makassar dan Sebagian Lembar Manado, Sulawesi, Skala 1 : , Direktorat Geologi Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Bandung. Yudhanagara Dyan & Sudibyo, Y., 2004, Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Makassar dan Sebagian Lembar Manado, Sulawesi, Skala 1 : , Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung. 7

8 Gambar : Peta Geologi Sulawesi Selatan.(Modifikasi Sukamto, 1975) 8

9 Gambar : Peta Hidrogeologi Sulawesi Selatan. (Modifikasi Yudhanagara & Sudibyo, 2004) 9

10 Gambar : Peta Cekungan Air Tanah Sulawesi Selatan. (Modifikasi Tirtomihardjo Haryadi & Setiadi, 2005) 10

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG

ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG Vol 1, No.2 2017 p. 01-08 ANALISIS KEBERADAAN DAN KETERSEDIAAN AIR TANAH BERDASARKAN PETA HIDROGEOLOGI DAN CEKUNGAN AIR TANAH DI KOTA MAGELANG Puji Pratiknyo Jurusan Teknik Geologi FTM UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

Puji Pratiknyo. Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Puji Pratiknyo. Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta INDIKASI BELUM SIAPNYA PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA DALAM IMPLEMENTASI PERATURAN PENGELOLAAN AIR TANAH (STUDI KASUS DI KABUPATEN GOWA, SULAWESI SELATAN) Puji Pratiknyo. Jurusan Teknik Geologi UPN Veteran

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI DAN HIDROGEOLOGI REGIONAL II.1 Tektonik Regional Daerah penelitian terletak di Pulau Jawa yang merupakan bagian dari sistem busur kepulauan Sunda. Sistem busur kepulauan ini merupakan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Pada dasarnya Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 2.1) berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya, yaitu: a.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA BARAT Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Propinsi Jawa Tengah secara geografis terletak diantara 108 30-111 30 BT dan 5 40-8 30 LS dengan batas batas sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Umum Sekitar Daerah Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung selatan Sumatra, yang mana bagian selatan di batasi oleh Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Morfologi Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi 4 zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) secara fisiografi membagi Jawa Barat menjadi 6 zona berarah barat-timur (Gambar 2.1) yaitu: Gambar 2.1. Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang relatif bergerak ke arah Barat Laut, dan Lempeng Hindia

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona

Lebih terperinci

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERSATUAN AHLI GIZI INDONESIA (INDONESIAN NUTRITION ASSOCIATION) PROVINSI SULAWESI SELATAN rektur RS. Kab/Kota Se-Sulsel (daftar terlampir) dalam kegiatan Akreditasi Pelayanan RS dan khususnya yang Pelayanan Kesehatan, : Gedung Fajar, Graha Pena Makassar Narasumber : 1. DR. Minarto, MPS ( DPP

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB V SINTESIS GEOLOGI

BAB V SINTESIS GEOLOGI BAB V INTEI GEOLOGI intesis geologi merupakan kesimpulan suatu kerangka ruang dan waktu yang berkesinambungan mengenai sejarah geologi. Dalam merumuskan sintesis geologi, diperlukan semua data primer maupun

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Berdasarkan kesamaan morfologi dan tektonik, Van Bemmelen (1949) membagi daerah Jawa Timur dan Madura menjadi tujuh zona, antara lain: 1. Gunungapi Kuarter

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''- 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Lokasi Penelitian Tempat penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 8. Luas wilayah Sulawesi Selatan di tiap kabupaten berdasarkan peta dasarnya IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Sulawesi Selatan Sulawesi Selatan merupakan daerah bagian paling selatan dari pulau Sulawesi yang terhampar luas di sepanjang koordinat 0 o 12 8 o Lintang

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1.1 Simpulan 5.1.1 Simpulan Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Berdasarkan analisis rasio ketergantungan daerah, semua pemerintah daerah di Pulau Sulawesi, memiliki

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara, Zona Antiklinorium Bogor,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

BAB VI SEJARAH GEOLOGI

BAB VI SEJARAH GEOLOGI BAB VI SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dimulai dengan terjadinya penurunan pada Cekungan Bogor (Martodjojo, 1984) pada kala Oligosen Miosen, sehingga lingkungan daerah Cekungan Bogor

Lebih terperinci

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH Oleh : Budi Islam, Nendaryono, Fauzan, Hendro Supangkat,EkoPujianto, Suhendar, Iis Hayati, Rakhmanudin, Welly Gatsmir, Jajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN PUSTAKA : GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Cekungan Kutai pada bagian utara dibatasi oleh tinggian Mangkalihat dengan arah barat laut tenggara, di bagian barat dibatasi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Pulau Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya dari Sundaland (tanah Sunda), perluasan Lempeng Eurasia yang berupa daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Cekungan Kutai Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang menutupi daerah seluas ±60.000 km 2 dan mengandung endapan berumur Tersier dengan ketebalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV SEJARAH GEOLOGI

BAB IV SEJARAH GEOLOGI BAB IV SEJARAH GEOLOGI Sejarah geologi daerah penelitian dapat disintesakan berdasarkan ciri litologi, umur, lingkungan pengendapan, hubungan stratigrafi, mekanisme pembentukan batuan dan pola strukturnya.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB V SEJARAH GEOLOGI

BAB V SEJARAH GEOLOGI BAB V SEJARAH GEOLOGI Berdasarkan data-data geologi primer yang meliputi data lapangan, dan data sekunder yang terdiri dari ciri litologi, umur dan lingkungan pengendapan, serta pola struktur dan mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Airtanah adalah semua air yang terdapat pada lapisan pengandung air (akuifer) di bawah permukaan tanah, termasuk mataair yang muncul di permukaan tanah. Peranan airtanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kotaagung terletak di ujung selatan Sumatera bagian selatan. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kotaagung terletak di ujung selatan Sumatera bagian selatan. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Umum Lembar Kotaagung Lembar Kotaagung terletak di ujung selatan Sumatera bagian selatan. Di sebelah barat dan selatan, dibatasi oleh Samudra Hindia, di bagian utara oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun

BAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun BAB I PENDAHULUAN LKPJ Tahun 2011 ini merupakan LKPJ tahun keempat dari pelaksanaan RPJMD Sulawesi Selatan tahun 2008-2013. Berangkat dari keinginan Pemerintah agar Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sunda dan Asri adalah salah satu cekungan sedimen yang terletak dibagian barat laut Jawa, timur laut Selat Sunda, dan barat laut Cekungan Jawa Barat Utara (Todd dan Pulunggono,

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian dan Ketercapaiannya Lokasi penelitian terdapat dalam lokasi operasional penambangan PT INCO bagian west block pada daerah aliran Sungai Lamoare

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI IV.1 Kondisi Hidrogeologi Regional Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung-Soreang (Distam Jabar dan LPPM-ITB, 2002) dan Peta Hidrogeologi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949). Zona-zona ini (Gambar 2.1) dari utara ke selatan yaitu: Gambar 2.1. Peta

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH 3.1. Batas Administrasi dan Luas Wilayah Kabupaten Sumba Tengah merupakan pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dibentuk berdasarkan UU no.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH POTENSI BAHAN GALIAN GRANIT DAERAH KABUPATEN TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH Nanda Prasetiyo Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Wilayah Kabupaten Tolitoli yang terletak di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Tektonik Sumatera Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas. Diapir-diapir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci