BAB II REALISASI PENENTUAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT
|
|
- Shinta Susanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II REALISASI PENENTUAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT H. Gambaran umum Kabupaten Pakpak Bharat. Kabupaten Pakpak Bharat sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Dairi, terletak pada garis Lintang Utara dan Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Dairi, sebelah Timur dengan Kabupaten Toba Samosir, Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Humbang Hasundutan dan sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Singkil. 28 Luas keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.218,30 km2, yang terdiri dari 8 kecamatan yakni Kecamatan Salak, Kecamatan Kerajaan, Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kecamatan Tinada, Kecamatan Siempat Rube, Kecamatan Sitellu Tali Urang Julu, Kecamatan Pergetteng Getteng Sengkut dan Kecamatan Pagindar. 29 Luas wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan budidaya atas seluruh wilayah di luar kawasan lindung untuk pemanfaatan adalah seluas ,39 Ha. Sedangkan kawasan hutan lindung seluas ,61 ha. Kabupaten Pakpak Bharat tergolong ke daerah iklim tropis. Ketinggian antara M diatas permukaan laut dengan kondisi geografis berbukit-bukit. 28 Pakpak Bharat Dalam Angka Tahun 2009, dikeluarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Pakpak Bharat, Ibid. hal. 3.
2 Kabupaten Pakpak Bharat beriklim sedang, dengan rata-rata suhu 28 C dengan curah hujan per tahun sebesar 311 MM. 30 Administrasi pemerintahan Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2008 terdiri atas 8 kecamatan dan 52 desa. Selanjutnya dari 8 kecamatan tersebut terdiri atas 52 desa swakarsa. Di kabupaten ini hanya mempunyai anggota DPRD sebanyak 20 orang dan jumlah pegawai negeri sipil yang ada sebanyak 1507 orang. 31 Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten yang memiliki penduduk paling sedikit dari seluruh Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Sebanyak penduduk Kabupaten Pakpak Bharat menyebar di delapan kecamatan dan 52 desa. Persentase yang terbesar terdapat di Kecamatan Kerajaan (21,97%) sedangkan persentase terkecil terdapat di Kecamatan Pagindar (2,98%). Melihat luas wilayah Kabupaten Pakpak Bharat dibandingkan dengan jumlah penduduk, maka tingkat kepadatan penduduk di kabupaten ini relatif sangat kecil yaitu 34 jiwa/km2. Hal ini masih sangat memungkinkan menerima perpindahan penduduk dari daerah lain. 32 Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu dari kabupaten yang ada dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan Ibukota Salak dengan luas 1.218,30 km2. Dari luas wilayah tersebut dalam kaitannya dengan objek PBB mempunyai jumlah SPPT buah, dengan jumlah baku PBB sebesar Rp ,-. Pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Pakpak Bharat dibedakan dalam 2 sektor, yakni sektor pedesaan dan sektor perkotaan. Sektor Perkotaan pada tahun 30 Ibid. Hal Ibid, hal Ibid. Hal. 32.
3 2009 jumlah wajib pajak sebesar SPPT dan sektor perdesaan dengan jumlah wajib pajak SPPT, sehingga wajib pajak sektor perkotaan dan sektor perdesaan seluruhnya berjumlah SPPT. 33 I. REALISASI PENENTUAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun PBB juga merupakan pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besamya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besamya pajak. Prinsip yang ada dalam pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum, keadilan dan kesederhanaan serta ditunjang oleh sistem administrasi perpajakan yang memudahkan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak. Pemerintah dalam menerapkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memiliki tujuan yaitu: 33 Data: Target dan Realisasi Penerimaan PBB Tahun 2008 Keadaan S/D 31 Desember Dinas Pendapatan, Keuangan dan Asset Kabupaten Pakpak Bharat. 34 Rochmat Soemitro, Loc. Cit, Hal. 1.
4 a. Menyederhanakan peraturan perundang-undangan pajak sehingga mudah dimengerti oleh rakyat. b. Memberi dasar hukum yang kuat pada pungutan pajak atas harta tak gerak dan sekalian menyerasikan pajak atas harta tak gerak di semua daerah dan menghilangkan simpang siur. c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, sehingga rakyat tahu sejauh mana hak dan kewajiban, menghilangkan pajak berganda yang terjadi sebagian akibat berbagai undang-undang pajak yang sifatnya sama. d. Memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan untuk menegakkan otonomi daerah dan untuk pembangunan daerah. e. Menambah penghasilan bagi daerah. 35 Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Orang atau badan yang memiliki atau menguasai bumi, air dan bangunan mendapatkan kedudukan social ekonomi yang lebih baik dan memperoleh keuntungan dari itu, dan berdasarkan hal itu dianggap wajar jika mereka memberikan iuran kepada Negara guna mewujudkan kelangsungan hidup Negara dan guna meningkatkan pembangunan. Orang atau badan yang memiliki atau menguasai bumi, air, dan bangunan mendapatkan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik dan memperoleh keuntungan dan itu, dan berdasarkan hal itu dianggap wajar jika mereka 35 Ibid.hal.2.
5 memberikan iuran kepada negara guna mewujudkan kelangsungan hidup Negara dan guna meningkatkan pembangunan. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas harta tak gerak. maka oleh sebab itu yang dipentingkan adalah objeknya dan oleh karena itu keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subjek tidak penting dan tidak mempengaruhi besaraya pajak, maka oleh karena itu disebut juga pajak yang objektif. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ini dikarenakan dikenakan setiap tahun maka merupakan pajak tidak langsung yang pajaknya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. 36 Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB menentukan bahwa yang dijadikan dasar untuk pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sedangkan dalam Pasal 1 Ayat (3) menjelaskan bahwa Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transakasi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak Pengganti. Nilai Jual Objek Pajak meliputi nilai jual permukaan bumi beserta kekayaan alam yang berada di atas maupun di bawahnya, dan atau bangunan yang melekat di atasnya. Dalam melakukan penilaian terhadap Nilai Jual Objek Pajak biasanya digunakan pendekatan yang secara teknis ada tiga pendekatan yaitu: 36 Rochmat Soemitro,Op. Cit, Hal.2..
6 4. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) yaitu membandingkan objek pajak yang belum diketahui harga jualnya ditambah faktor penyesuaian yang diperlukan. 5. Pendekatan Biaya (Cost Approach). Pendekatan ini biasanya digunakan untuk penilaian bangunan, dengan cara menghitung biaya setiap komponen utama bangunan, material dan fasilitas lainnya. 6. Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan (lncome Approacly. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menghitung atau memproyeksikan seluruh pendapat sewa/penjualan dalam satu tahun pajak yang dinilai kemudian dikurangi dengan kekosongan, biaya operasi dan atau hak pengusaha. Pendekatan ini biasanya diterapkan untuk objek-objek komersial, yang dibangun untuk usaha/menghasilkan pendapatan seperti hotel dan gedung perkantoran. Dalam penentuan NJOP, penilaian berdasarkan pendekatan kapitalisasi dipakai juga sebagai alat penguji terhadap nilai yang dihasilkan dengan pendekatan lainnya. Salah satu sumber pendapatan dari pajak yang dipungut di daerah adalah pajak bumi dan bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak pusat yang sebagian besar hasil penerimaannya diberikan kepada daerah. Seperti kita ketahui bahwa hasil pungutan pajak dari suatu daerah dikembalikan kembali sekitar 90 % ke daerah. Pajak bumi dan bangunan ini dikenakan atas nilai harta tak gerak dan nilai ini didasarkan pada nilai jual tanah.
7 Dan nilai jual ini (market value) tercermin pada harga jual yang pernah terjadi. Harga jual tanah dan bangunan sangat dipengaruhi oleh letak tanah, luas bangunan, kualitas dan penggunaan tanah. Tanah yang digunakan untuk pemukiman harganya lain dari pada tanah yang digunakan untuk perindustrian, pertokoan, perkantoran, pertanian, persawahan, perkebunan dan lain sebagainya. Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besar kecilnya ketetapan PBB ditentukan oleh NJOP. Dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB menentukan bahwa yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak (NJOP). Yang dimaksud dengan NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti. 37 NJOP merupakan satu unsur yang mutlak diketahi agar besarnya PBB atas suatu objek pajak dapat ditentukan. Tanpa mengetahui NJOP atas objek dimaksud maka tidak akan mungkin dihitung besarnya PBB terutang yang harus dibayar oleh wajib pajak. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ini ditentukan melalui proses penilaian oleh para fungsional penilai Pajak Bumi dan Bangunan (official Assesment). angka3. 37 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, tentang Pajak Bumi dan Bangunan, Pasal 1
8 Dalam era demokratisasi berbagai hal termasuk di dalamnya demokratisasi dalam pemungutan PBB, perlu dimaksimalkan melibatkan unsur masyarakat, stekholder di pemerintah daerah mulai dari aparatur tertinggi sampai aparatur setingkat desa lebih-lebih unsur pemilik obyek pajak bumi dan bangunan agar pajak bumi dan bangunan dapat menjadi suatu pajak yang dapat meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Untuk itu perlu dipikirkan suatu kebijakan dalam mendukung peningkatan pajak bumi dan bangunan ini. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan salah satu dari kabupaten yang ada dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan Ibukota Salak. Luas Kabupaten Pakpak Bharat 1.218,30 km2 dengan jumlah SPPT buah, dengan jumlah baku PBB sebesar Rp ,-. Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Pakpak Bharat dibedakan dalam 2 sektor, yakni sektor pedesaan dan sektor perkotaan. Sektor Perkotaan pada tahun 2009 jumlah wajib pajak sebesar SPPT dan sektor perdesaan dengan jumlah wajib pajak SPPT, sehingga wajib pajak sektor perkotaan dan sektor perdesaan seluruhnya berjumlah SPPT. Target pencapaian PBB pada tahun 2009 keadaaan sampai tanggal 29 Desember 2009 adalah dengan perincian SPPT awal sektor perkotaan SPPT dan sektor perdesaan SPPT dengan jumlah keseluruhan SPPT, dengan target potensi sebesar Rp ,- jika ditambahkan dengan perubahan pada tahun 2009 yaitu dengan bertambahnya objek baru dengan jumlah SPPT 366 buah dengan potensi sebesar Rp ,-, maka secara keseluruhan jumlah SPPT sesuai target tahun 2009 adalah sebesar SPPT
9 dengan perincian sektor perkotaan SPPT dan sektor perdesaan SPPT, dengan jumlah potensi penerimaan secara keseluruhan sebesar Rp ,- (Lihat lampiran I) Realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan pada tahun 2009 yaitu dengan perincian sebagai berikut. Jumlah penerimaan pokok adalah sebesar Rp ,- ditambah dengan jumlah penerimaan atas denda secara keseluruhan sebesar Rp ,- maka jumlah keseluruhan realisasi penerimaan pajak bumi dan bangunan pada tahun 2009 adalah Rp ,- (persentase realisasi sebesar 101,07%) 38 (lihat lampiran I). Sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 UU Nomor 12 tahun 1994 tentang PBB, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), ditetapkan berdasarkan harga ratarata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Adapun mekanisme disebut dengan Analisis Zona Nilai Tanah (ZNT), di mana penilaian objek pajak dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu, Pendekatan Data Pasar (untuk pajak bumi), Pendekatan Biaya (untuk data bangunan) dan Pendekatan Pendapatan (terutama untuk tanah-tanah produktif/pertanian). Menurut informasi yang dihimpun dari hasil wawancara dengan Bapak Syafruddin Lubis, S.I.P, M.M, (Kepala Seksi Ekstensifikasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPPP) Kabanjahe) pada tanggal 19 Agustus 2010, bahwa untuk PBB di perkotaan di Kabupaten Pakpak Bharat, yang dijadikan acuan adalah transaksi jual beli tanah dan harga bangunan yang ada di masyarakat dan 38 Ibid.
10 perkembangan suatu wilayah. Adapun faktor-faktor yang dijadikan acuan untuk NJOP bumi/tanah adalah: letak, peruntukan, pemanfaatan tanah, sedangkan untuk NJOP bangunan adalah bahan bangunan, rekayasa, letak, dan kondisi lingkungan. Selanjutnya, bahwa data yang digunakan pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjahe untuk menentukan harga tanah diperoleh berdasarkan laporan transaksi jual-beli yang dilakukan oleh Notaris, yang biasanya diberikan tiap akhir bulan yang memuat tentang letak tanah yang dijadikan objek jual beli, luas tanah dan harga tanahnya. Berdasarkan harga tersebut selanjutnya nilai jual tanah/bumi tersebut dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi Nilai Jual Objek Pajak untuk bumi berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993, untuk dilihat berapa ketentuan nilai jualnya. Sementara itu untuk nilai jual objek pajak untuk bangunan ditentukan dengan pendekatan biaya yang didasarkan atas harga bahan bangunan yang dipergunakan. Dalam hal ini kepada wajib pajak diminta untuk mengisi formulir rincian data bangunan yang disediakan oleh petugas dari pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPPP) Kabanjahe dibantu oleh pegawai dari Dinas Pendapatan, keuangan dan Asset Kabupaten Pakpak Bharat. Berdasarkan data dalam formulir tersebut selanjutnya untuk penetapan NJOP nya dilakukan penilaian berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) yang dipergunakan, dimana informasinya diperoleh dari toko-toko bangunan yang ada. Dari data-data tersebut selanjutnya oleh petugas dari pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPPP) Kabanjahe mengumpulkan data tersebut untuk diolah dalam program komputer
11 yang sudah disediakan dari pusat, hingga akan diperoleh suatu nilai jual objek pajak untuk bangunan. Selanjutnya Pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjahe mengolah data-data seperti yang dikemukakan diatas yakni atas dasar NJOP yang sudah ditentukan baik bumi dan bangunan tersebut maka dilakukan penghitungan besarnya PBB yang harus dibayar, yaitu dengan mengurangi total NJOP dengan Nilai jual Objek Tak Kena Pajak (NJOPTKP) sehingga ditemukan suatu besarnya nilai jual objek pajak untuk penghitungan PBB yang harus dibayar oleh wajib pajak. Adapun besarnya NJOPTKP untuk masing-masing daerah berbeda-beda, di mana untuk Kabupaten Pakpak Bharat ditentukan besarnya adalah Rp ,-. Besarnya nilai jual kena pajak adalah 20 % dari NJOP untuk penghitungan PBB. Selanjutnya berdasarkan NJKP tersebut dapat dihitung besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang yaitu 0,5 % dari NJKP. Dengan kata lain besarnya PBB yang harus dibayar setiap wajib pajak di Kabupaten Pakpak Bharat adalah: 0,5 % x 20% x NJOP dikurangi NJOPTKP. Sebagai contoh perbandingan dalam penentuan harga menurut harga yang berlaku di masyarakat dengan penghitungan NJOP tersebut yakni pada salah seorang warga Desa Salak II, Kecamatan Salak di Jalan Lae Ordi (disekitar Pekan Salak) yakni: Sahata Munthe merupakan wajib pajak atas sebuah rumah tinggal yang memiliki luas tanah 150m2 dan luas bangunan 100 m2. Diketahui bahwa harga jual tanah tersebut Rp ,00 per m 2 dan nilai bangunan adalah Rp ,00 per
12 m 2. Maka NJOP sebagai dasar pengenaan pajak atas objek pajak milik Bapak Sahata Munthe dapat dihitung sebagai berikut: Konversi nilai: harga jual tanah Rp ,00 per m 2 dikonversi masuk dalam kelas A-24 {penggolongan nilai jual permukaan bumi (tanah)/lampiran II, tabel 1) > Rp ,00 s.d ,00 per m 2 } dengan Nilai Jual Permukaan Bumi Rp ,00 per m 2 dan nilai bangunan Rp ,00 per m 2 dikonversi masuk dalam kelas A-02 {penggolongan nilai jual bangunan (lampiran II, tabel 3) > Rp ,00 s.d ,00 per m 2 } dengan Nilai Bangunan Rp ,00 per m 2. Perhitungan NJOP NJOP Bumi : 150 m 2 x Rp ,00 per m 2 = Rp ,00 NJOP Bangunan : 100 m 2 x Rp ,00 per m 2 = Rp ,00 + NJOP Bumi dan Bangunan sebagai dasar pengenaan pajak = Rp ,00 Untuk menghitung PBB terutang sebagai berikut: NJOP Bumi dan Bangunan sebagai dasar pengenaan pajak = Rp ,00 NJOPTKP di Pakpak Bharat = Rp ,00 NJOP Bumi dan Bangunan sebagai dasar pengenaan pajak = Rp ,00 NJKP= 20% X Rp ,00 = Rp ,00 PBB Terutang = 0,5% X Rp ,00 = Rp Dari perhitungan diatas seharusnya Bapak Sahata Munthe membayar PBB nya seharga Rp ,-, ternyata yang dibayarkan setiap tahunnya sangat jauh dari kenyataan tersebut. Ini dapat dilihat ketika kita menghitung NJOP sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: KEP-72/WJP.26/BD.03/2009, tentang Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB untuk Kabupaten Pakpak Bharat. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: KEP- 72/WJP.26/BD.03/2009, tentang Klasifikasi dan Besarnya NJOP sebagai dasar
13 pengenaan PBB untuk Kabupaten Pakpak Bharat, NJOP tanah milik Sahata Munthe adalah Rp ,- s/d Rp ,-/m2 (Lampiran III), dengan nilai jual permukaan tanah Rp ,-. Selanjutnya untuk bangunan dengan nilai Rp ,- /m2 untuk luas 100 s/d 149 (lampiran IV). Jika dihitung dapat kita lihat sebagai berikut: Perhitungan NJOP NJOP Bumi : 150 m 2 x Rp ,00 per m 2 = Rp ,00 NJOP Bangunan : 100 m 2 x Rp ,00 per m 2 = Rp ,00 + NJOP Bumi dan Bangunan sebagai dasar pengenaan pajak = Rp ,00 Untuk menghitung PBB terutang sebagai berikut: NJOP Bumi dan Bangunan sebagai dasar pengenaan pajak = Rp ,00 NJOPTKP di Pakpak Bharat = Rp ,00 NJOP Bumi dan Bangunan sebagai dasar pengenaan pajak = Rp ,00 NJKP= 20% X Rp ,00 = Rp ,00 PBB Terutang = 0,5% X Rp ,00 = Rp Maka dengan melihat penghitungan berdasarkan penentuan NJOP yang ditentukan oleh pusat, maka Bapak Sahata Munthe hanya membayar PBB setiap tahun sebesar Rp ,- jauh dari harga yang seharusnya dibayarkan. Secara umum masyarakat sangat menginginkan pembayaran pajaknya rendah. Ini dapat kita lihat dari kenyataan dilapangan bahwa masyarakat dalam memberikan data yang berkaitan dengan pengisian SPOP banyak yang tidak jujur. Mereka berusaha menutup-nutupi data assetnya supaya pembayaran pajak atas bumi dan bangunannya agar rendah setiap tahunnya. Masyarakat sebagai wajib pajak disatu sisi menginginkan dan berusaha untuk membayar pajak dengan serendah-rendahnya, disisi lain pemerintah terutama pemerintah daerah harus berusaha menggenjot pemungutan pajak karena
14 alokasi dari pemungutan PBB ini sebahagian besar kembali ke daerah dan hal ini menjadi peluang bagi daerah untuk membenahi pendapatan di daerahnya. Karena bagaimana mungkin suatu daerah dapat menyelenggarakan pembangunnanya jika pajak di daerah tersebut sangat minim. Untuk itu diperlukan kebijakan yang baik dalam pengaturan pajak bumi dan bangunan misalnya dengan memberdayakan stake holder yang ada di daerah untuk mengemban dan menggenjot peningkatan pajak di daerah sesuai aspirasi daerahnya untuk kesinambungan pembangunan daerahnya. Sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang PBB penetapan Nilai Jual Objek Pajak diperbaiki setiap 3 tahun sekali, kecuali untuk daerah tertentu yang karena perkembangan pembangunannya sangat pesat mengakibatkan kenaikan nilai jual objek pajak cukup besar, maka penetapannya dilakukan setahun sekali. Penetapan ini dilakukan oleh pusat. Menurut informasi dari pihak KPPP Kabanjahe, untuk Kabupaten Pakpak Bharat penetapan NJOP PBB dilakukan setiap 3 tahun sekali. Terakhir penentuan NJOP ini diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor; KEP- 72/WJP.26/BD.03/2009, tanggal 11 Desember 2009 tentang Klasifikasi Dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Untuk Kabupaten Pakpak Bharat. Kebijakan seperti ini dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan perekonomian daerah setempat. Selanjutnya hasil wawancara yang dilakukan kepada narasumber yakni pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPPP) Kabanjahe tersebut, bahwa
15 sumber data nilai jual objek pajak bumi dan bangunan yang ada selama ini didapat dari: a. Bersumber dari majalah dan koran yang membuat suatu harga penawaran, contoh: iklan. b. Agen properti atau pengembang. c. Camat selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). d. Notaris. e. Kepala Desa. Sedangkan jenis data yang ada di Kabupaten Pakpak Bharat berupa: a. Dari jual beli. b. Lelang. c. Penawaran lelang. J. Pihak-pihak yang dilibatkan dalam Penetapan NJOP PBB di Kabupaten Pakpak Bharat. Penetapan NJOP dilakukan secara tersentralisis oleh pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPPP) Kabanjahe sebagai perpanjangan tangan dari pusat sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang masih membawahi pelayanan perpajakan di Kabupaten Pakpak Bharat, dengan mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan dengan menggunakan komputer yang sudah ditetapkan oleh pusat. Hal itu seperti dikemukakan oleh Bapak Syafruddin Lubis (Kepala Seksi Ekstensifikasi di KPPP Kabanjahe) sebagai berikut: Untuk penetapan dilakukan secara tersentalisir oleh pusat. Kami sendiri pun tak tahu tentang bagaimana proses penentuan yang ditentukan oleh pusat yang telah diprogrammer di komputer, kami hanya memasukkan data-data yang telah terkumpul dari lapangan berkaitan dengan penentuan NJOP ini dan memasukkannya ke program yang ada di komputer tersebut dan akan muncul hasilnya, kami hanya mengacu pada SK Menteri Keuangan Nomor 174/KMK.04/1993. Kami tinggal memasukkan data
16 yang diperlukan kemudian akan diperoleh nilai jual objek pajaknya terutama untuk bangunan. Namun demikian, untuk memenuhi persyaratan data kelengkapan baik untuk penetapan NJOP bumi maupun bangunan kami melibatkan beberapa komponen masyarakat, seperti notaris, aparat desa, pengembang, pedagang bahan bangunan dan gubernur 39 Selanjutnya menurut Bapak Syafruddin, sebenarnya untuk lebih memberikan objektifitas dalam penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan di daerah ini, seyogianya diberikan tanggung-jawab tersebut kepada daerah. Ini berguna bagi kelangsungan pemungutan pajak supaya lebih efektif. Daerah tentu lebih tau dan lebih serius dalam sosialisasi dalam pemungutan pajak untuk menggenjot pemasukan dari pungutan pajak ini. Seperti informasi yang berkembang bahwa dalam hal Pajak Bumi dan Bangunan ini mulai tahun 2014 depan akan diberikan wewenang kepada daerah untuk mengelolanya. Tentu dibutuhhkan persiapan untuk melaksanakan kebijakan itu, terutama bagi daerah sebagai muara dari kebijakan ini. 40 Jika kita cermati lebih jauh, wewenang daerah sebagai pemungut pajak saja tentu tidaklah memberikan hasil yang optimal dalam pemungutan pajak di negara ini. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa keterlibatan komponen lain diluar Kantor Pelayanan Pajak Pratama, yang dalam hal ini didelegasikan kepada Dinas Pendapatan, Keuangan dan Asset di Kabupaten Pakpak Bharat hanyalah 39 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Ekstensifikasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjake, Tanggal 19 Agustus Ibid.
17 merupakan bentuk keterlibatan secara tidak langsung saja. Pihak Dinas Pendapatan, Keuangan dan Asset Kabupaten Pakpak Bharat sebagai Leading Sector dalam pajak bumi dan bangunan di daerah hanya sebagai pemungut pajak saja. Dalam hal penentuan tidak dilibatkan, padahal hal ini sangat penting karena seharusnya merekalah lebih tau kondisi dan perkembangan daerahnya. Di pihak lain Notaris misalnya memberikan informasi yang berkaitan dengan harga tanah pada suatu tempat. Tetapi hal ini tidak seperti yang diharapkan pihak KPPP kabanjahe dalam pengumpulan data dari Notaris ini, karena biasanya pihak notaris dengan para pihak dalam hal ini pihak penjual dan pembeli tanah misalnya tidak memncantumkan harga yang sebenarnya dalam akta mereka. Aparat desa membantu memberikan penyuluhan dan sosialisasi pada warga masyarakat serta membantu mengisikan rincian data bangunan, Pedagang bahan bangunan memberikan informasi untuk mengisi DBKB (Daftar Biaya Komponen Bangunan), dan Gubernur membantu memberikan pertimbangan kepada Menteri Keuangan, dan sebagainya. Melihat kenyataan tersebut perlu dipertimbangkan upaya melibatkan pemerintah kabupaten secara riil khususnya untuk menyiasati pengisian data terutama yang berkaitan dengan rincian bangunan dan harga bahan bangunan sehingga masyarakat tidak terlalu merasa berat untuk membayar PBB, khusunya jika terjadi kenaikan. Hal itu perlu dilakukan agar usaha tersebut tetap menjamin peningkatan penerimaan PBB tanpa mengabaikan masalah kepastian dan keadilan bagi wajib pajak.
18 Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama ini pihak pemerintah kabupaten lebih banyak dilibatkan hanya dalam upaya pemungutan PBB saja, sementara dalam hal penetapan berpatokan dengan apa yang telah ditentukan oleh pusat. Di samping itu aktifitas pembaharuan data mestinya dilakukan langsung kepada pemilik bangunan sekaligus memberikan pengertian pada wajib pajak. Selanjutnya bagaimana realisasi penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan dilaksanakan di Kabupaten Pakpak Bharat secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut. a. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjahe yang membidangi pelayanan pajak bumi dan bangunan setiap dua tahun sekali menentukan besarnya Nilai jual objek pajak bumi dan bangunan dengan meminta rekomendasi dari Bupati Pakpak Bharat. b. Bupati Pakpak Bharat membuat rekomendasi besarnya nilai jual objek pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Pakpak Bharat yang dikirim kepada Menteri Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa penentuan nilai jual pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Pakpak Bharat dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjahe yang membawahi wilayah Kabupaten Pakpak Bharat, dengan rekomendasi dari Bupati Pakpak Bharat kepada Menteri Keuangan dalam hal ini direktorat jenderal pajak. 41 K. Patokan dasar dan Peran Serta Masyarakat Dalam Penentuan NJOP PBB Di Kabupaten Pakpak Bharat. 41 Ibid.
19 Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa patokan yang dijadikan dasar untuk penetapan NJOP adalah harga tanah yang diperoleh dari Notaris (untuk NJOP bumi). Sementara pengisian rincian data bangunan yang dibuat oleh petugas yang dibantu aparat desa untuk kemudian disesuaikan dengan DBKB dari pedagang bahan-bahan bangunan (untuk NJOP bangunan) yang selanjutnya diklasifikasikan seperti tertuang dalam SK Menkeu Nomor 174/KMK.04/1993. Adapun berbagai tanggapan yang muncul dari masyarakat tentang proses tersebut, cenderung menyatakan bahwa prosesnya kurang transparan, dan kebanyakan masyarakat menyatakan bahwa proses penetapan NJOP PBB belum memenuhi rasa keadilan. Ketelitian petugas PBB juga dirasa masih kurang. Sebahagian besar masyarakat menyatakan masih banyak hal yang tidak sesuai. Hal lainnya, banyak masyarakat menyatakan nilai tanah dan bangunan yang mereka miliki tidak sesuai dengan harga pasar. Sering ditemukan bangunan yang seharusnya nilai PBB nya lebih besar tetapi malah sebaliknya. Hal ini tentu berkaitan dengan ketaatan dalam membayar PBB oleh masyarakat dan rasa tanggung jawab masyarakat untuk mendaftarkan segala assetnya yang dapat di pungut pajak oleh negara. Dalam kaitan dengan berbagai tanggapan warga masyarakat tersebut, wawancara dengan Bapak Ahmad Manik (Kepala Bidang Pendapatan pada Dinas Pendapatan, Keuangan dan Asset Kabupaten Pakpak Bharat) pada tanggal 09 Agustus 2010 memang menyadari akan hal diatas. Seperti yang dikemukakan
20 oleh Kepala Bidang Pendapatan sebagai berikut: kami sangat menyadari akan hal tersebut. Karena sebahagian besar masyarakat belum mengetahui, karena sosialisasi yang kami lakukan sangat kurang terutama disebabkan karena keterbatasan personil dan masih terbatasnya anggaran untuk melakukan sosialisasi, ini dapat di maklumi karena kabupaten kita adalah daerah pemekaran baru. Di samping itu dalam hal penghitungan NJOP bangunan terdapat biaya untuk keperluan jasa konstruksi yang biasanya hanya dilakukan oleh para pemborong bangunan. Hal ini menyebabkan besarnya NJOP bangunan sedikit agak membengkak. Namun demikian, sebenarnya kita juga sudah melakukan upaya-upaya dalam menyeimbangkan hal tersebut. 42 Peran serta masyarakat dalam penentuan nilai jual objek pajak merupakan keterlibatan masyarakat dalam hal ini wajib pajak dalam proses penentuan besarnya nilai jual objek pajak. Dalam penentuan nilai jual objek pajak, masyarakat sebagai wajib pajak tidak dilibatkan. Dalam pelaksanaan di lapangan penentuan nilai jual objek pajak hanya melibatkan kepala desa, camat, dan notaris serta personil dari Dinas pendapatan, keuangan dan Asset Kabupaten Pakpak Bharat sebagai leading sektor yang membidangi perpajakan di Kabupaten Pakpak Bharat. Masyarakat sebagai wajib pajak hanya menerima SPPT kemudian membayar kepada kepala desa. Dari hasil observasi yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa data dalam Penentuan NJOP berasal dari jual beli, lelang dan penawaran lelang. 42 Hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pendapatan Kabupaten Pakpak Bharat pada tanggal 09 Agustus 2010.
21 Dalam proses jual beli, penjual dan pembeli hadir di hadapan PPAT atau notaris. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku berada di tangan Camat, sedangkan notaris biasanya dipercayakan kepada notaris yang banyak berdomisili di Sidikalang Kabupaten Dairi. Kompetensi para pihak ini biasanya menjadi saksi untuk pengesahan akta jual beli. Bagi penjual berhak menerima uang dari harga yang telah disepakati, dan pembeli wajib membayar dan menerima akta jual beli. Demikian halnya dengan lelang, pemenang membayar harga yang telah dimenangkan dihadapan notaris dan menerima akta jual beli dari proses lelang. 43 Akta jual beli diajukan kepada Kantor Pertanahan sebagai salah satu syarat persertifikatan tanah. Kantor Pertanahan memproses mulai dari persyaratan administratif, pengukuran hingga penyelesaian sertifikat yang merupakan hak kepemilikan. 44 Berdasarkan akta jual beli dari notaris dan pejabat pembuat akta tanah, kepala desa membuat laporan kepada Dinas Pendapatan, keuangan dan asset Kabupaten Pakpak Bharat dalam hal ini bidang pendapatan, untuk diadakan suatu perubahan/mutasi wajib pajak lama kepada wajib pajak yang baru dan seterusnya proses administrasi ini dilanjutkan oleh dinas ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjahe yang membawahi wilayah Kabupaten Pakpak Bharat. Selanjutnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kabanjahe akan mengeluarkan SPPT yang baru 43 Ibid. 44 Ibid.
22 sesuai dengan usulan. Dalam SPPT tersebut sudah tercantum NJOP dan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. 45 Masyarakat yang tidak terlibat dalam jual beli dan lelang pada umumnya tidak tahu tentang penentuan NJOP ini. Setiap awal tahun masyarakat hanya menerima SPPT yang dibagikan oleh aparat desa yang ditugasi oleh bidang pendapatan dari dinas, tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya proses penentuan itu. Dalam SPPT sudah tercantum item-item pajak yang harus dibayar dan besarnya NJOP PBB. Setiap awal tahun masyarakat hanya menerima SPPT tersebut, serta membayar kewajibannya sesuai yang tercantum di dalamnya tanpa mengetahui bagaiaman sebenarnya proses penentuan yang sesungguhnya. Dalam pemenuhan kewajibannya masyarakat sebagai wajib pajak segera membayarkan utang pajaknya untuk menghindari denda. Dari proses yang terjadi di atas, dapat diketahui bahwa dalam penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Pakpak Bharat tidak melibatkan peran serta masyarakat sebagai wajib pajak. Masyarakat hanya mengetahui bahwa setiap awal tahun secara rutin menerima SPPT yang di dalamnya sudah tercantum besarnya pajak dan besarnya NJOP. Hasil wawancara dengan beberapa masyarakat yang ada di Desa Salak II Kecamatan Salak perihal penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan ini bahwasanya masyarakat tidak tahu menahu tentang bagaimana penentuan NJOP serta prosesnya. Pengetahuan masyarakat hanya sebatas harga umum yang 45 Ibid
23 ada dalam domisilinya masing-masing tentang harga tanah jika terjadi proses jualbeli. Seperti yang dikatakan oleh Bapak B. Berutu pada tanggal 08 Agustus 2010, yang beralamat di sekitar pekan Salak, mengenai bagaimana penentuan nilai jual objek pajak untuk PBB, kami masyarakat tidak mengetahuinya secara pasti, selama ini kami hanya membayar kewajiban kami terhadap PBB tanpa mengetahui bagaimana sebenarnya proses penentuan tersebut. Pemahaman yang kurang bagi masyarakat tentang penentuan nilai jual objek pajak bumi dan bangunan di Kabupaten Pakpak Bharat disebabkan oleh tidak adanya keterbukaan terutama dalam proses dan prosedur tentang hal ini. Ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan tentang apa dan bagaiamana sebenarnya NJOP itu. Sangat penting juga dilakukan upaya-upaya dalam memberikan sosialisasi mengenai keberadaan masyarakat dalam penentuan NJOP ini. Keberadaan dimaksud adalah memberdayakan masyarakat atau melibatkan masyarakat dalam proses penentuan NJOP tersebut. Ini berguna bagi pemahaman masyarakat terhadap proses penentuan sekaligus memberikan tanggung jawab kepada mereka sebagai wajib pajak Hasil wawancara dengan beberapa masyarakat yang ada di Desa Salak II Kecamatan Salak pada tanggal 10 Agustus 2010,
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Sumatera merupakan salah satu dari lima pulau terbesar yang terdiri dari sepuluh Provinsi. Salah satu provinsi yang ada di Pulau Sumatera adalah Provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan atau mengadakan perubahan perubahan kearah keadaan yang lebih baik. Pembangunan yang
Lebih terperinciBAB II. Gambaran Umum Daerah Penelitian. Wilayah Kecamatan Pergetteng getteng Sengkut terdiri dari 5 wilayah Administrasi
BAB II Gambaran Umum Daerah Penelitian Gambaran Wilayah Kecamatan Pergetteng-getteng Sengkut Wilayah Kecamatan Pergetteng getteng Sengkut terdiri dari 5 wilayah Administrasi Desa,yaitu Aornakan I, Aornakan
Lebih terperinciLandasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut:
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) A. Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan Landasan Filosofi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah sebagai berikut: a) Bahwa pajak merupakan sumber penerimaan negara yang penting
Lebih terperinciBUPATI PAKPAK BHARAT,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN SITELLU TALI URANG JULU, KECAMATAN PERGETTENG-GETTENG SENGKUT, KECAMATAN PAGINDAR, KECAMATAN TINADA DAN KECAMATAN
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK
15 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK A. Definisi Pajak Menurut Undang-Undang No. 27 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan usaha yang bersifat
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan
39 BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN A. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Langkat Berdasarkan Peraturan Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik langsung.
Lebih terperinci3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 50 TAHUN 2013 TENTANG PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DALAM RANGKA PEMBENTUKAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Masyarakat. mengarahkan, membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah kegiatan untuk meningkatkan kesajahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2018 TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 24 TAHUN 2018 TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci260 TAHUN 2015 PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2016
260 TAHUN 2015 PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2016 Contributed by Administrator Thursday, 31 December 2015 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN GUBERNUR
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 12 TAHUN 2014
BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR SERI F NOMOR PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN
Lebih terperinci1 of 11 7/26/17, 12:19 AM
1 of 11 7/26/17, 12:19 AM KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-24/PJ/2016 TENTANG TATA CARA PENILAIAN UNTUK PENENTUAN NILAI JUAL
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 150/PMK.03/2010 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 150/PMK.03/2010 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DENGAN
Lebih terperinciBUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUPATI MALANG,
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG KLASIFIKASI NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 90 Peraturan Daerah Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, aman dan merata yang merupakan bagian dari tujuan luhur Negara Republik
Lebih terperinciWALIKOTA BIMA PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG
WALIKOTA BIMA PERATURAN WALIKOTA BIMA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara adil dan merata. Pembangunan yang baik harus memiliki sasaran dan tujuan
Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Benua Asia, oleh karena itu Indonesia melakukan berbagai pembangunan nasional pada semua aspek
Lebih terperinciBAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2
BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2 2.1. Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pengertian Pajak Bumi Bangunan Ada beberapa macam pengertian atau definisi mengenai pajak bumi bangunan yang diungkapkan oleh beberapa ahli, tetapi pada intinya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang- Undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan dibutuhkan dana dalam jumlah yang besar, dana yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 12 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN, PENDATAAN DAN PENILAIAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS SELATAN, KABUPATEN PAKPAK BHARAT, DAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran
K-13 ekonomi K e l a s XI PERPAJAKAN Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami pengertian, unsur-unsur, fungsi dan peranan, pemungutan
Lebih terperinciDEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DEFINISI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) PEDESAAN DAN PERKOTAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN: Undang Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Bumi dan Bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki penerimaan dari berbagai sumber. Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar yaitu dari penerimaan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 74 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 74 TAHUN 2013 TENTANG KLASIFIKASI DAN TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK
Lebih terperinciPER - 36/PJ/2011 PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERHUTANAN
PER - 36/PJ/2011 PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERHUTANAN Contributed by Administrator Friday, 18 November 2011 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER - 36/PJ/2011
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN
2.1. Pajak Secara Umum 2.1.1. Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang undang tanpa mendapatkan jasa timbal
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN
2.1 Pengertian Pajak BAB II BAHAN RUJUKAN Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara, dengan demikian setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala
Lebih terperinciBUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK (NJOP) SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Lebih terperinciPerpajakan Elearning # 11
(PBB) Pengertian (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 60 TAHUN 2012 TENTANG KLASIFIKASI PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain sebagainnya. Dengan
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Perpajakan Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela dalam memelihara kepentingan negara, seperti menyediakan
Lebih terperinciDASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB
DASAR HUKUM DAN TERMINOLOGI PBB I. Dasar Hukum Pemungutan PBB 1. UU No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan 2. UU No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO
PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN NILAI JUAL OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Lebih terperinciBUPATI PAKPAK BHARAT
BUPATI PAKPAK BHARAT PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH,
Lebih terperinciPAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Oleh Iwan Sidharta, SE., MM. Sifat PBB Pajak Daerah Pajak Objektif (bersifat kebendaan) Official Assesment System (menggunakan
Lebih terperinciBUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
S A L I N A N BUPATI TANAH LAUT PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PENERBITAN SURAT KETERANGAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PENERBITAN SURAT KETERANGAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan
Lebih terperinciWALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI
SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciBUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN
SALINAN BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR: 30 TAHUN TENTANG TATA CARA PENDATAAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
WALIKOTA MATARAM PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR: 30 TAHUN 20122 TENTANG TATA CARA PENDATAAN OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang
Lebih terperinciBAB II BAHAN RUJUKAN
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak secara umum adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang tanpa mendapatkan jasa timbal balik
Lebih terperinciTanjung Mulia, Desa Mbinalun sebagai pemekaran dari Desa Tanjung Muli
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 22 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DESA AORNAKAN II KECAMATAN PERGETTENG-GETTENG SENGKUT, DESA PERJAGA, DESA MALUM, DESA MBINALUN KECAMATAN SITELLU TALI URANG
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT
BAB II TINJAUAN TENTANG PAJAK A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT 1. Pengertian Pajak Hukum pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksanakan)
Lebih terperinciBUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG
1 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN DAN PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.
6 BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. PROSEDUR Menurut Mulyadi (2001:5) prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR : 51 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI MUSI BANYUASIN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR : 51 TAHUN 2016 TENTANG KETETAPAN OBJEK PAJAK BARU DAN KETETAPAN MINIMAL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN SEKTOR PERKOTAAN ( PBB
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) memberikan pengalaman yang sesungguhnya, memberikan pengetahuan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah suatu metode untuk mempraktikkan teori di bangku perkuliahan. Praktik Kerja Lapangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan penerimaan yang berasal dari luar negeri. pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan di dalam suatu negara merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan, yang bertujuan untuk mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciTENTANG BENTUK DAN ISI FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG DAN SURAT SETORAN PAJAK DAERAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN
SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG BENTUK DAN ISI FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG DAN SURAT SETORAN PAJAK DAERAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT, PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
1 Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
6 BAB II LANDASAN TEORI A. Perpajakan 1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain: Definisi pajak UU KUP No.28 tahun 2007: Pajak adalah kontribusi wajib
Lebih terperinciOLEH: Yulazri M.Ak. CPA
OLEH: Yulazri M.Ak. CPA Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dasar Hukum : No. Tahun Undang2 12 1985 Perubahan 12 1994 OBJEK PAJAK Pasal 2 ayat (1) BUMI BANGUNAN Adalah: Permukaan bumi yang meliputi tanah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi oleh penerimaan minyak (migas) kemudian didominasi oleh penerimaan non migas yaitu dari perpajakan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari pajak. Menurut UU Republik Indonesia No 28 tahun 2007, pajak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peran penting dalam kehidupan bernegara terutama dalam menjalankan pemerintahan di suatu negara, karena diperlukan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK...*)
LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-60/PJ/2010 TENTANG : TATA CARA PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. suatu usaha yang telah disusun dengan kurikulum dengan syarat-syarat untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam rangka meningkatkan pendidikan bagi mahasiswa maka diadakan suatu usaha yang telah disusun dengan kurikulum dengan syarat-syarat
Lebih terperinciBUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
PERATURAN WALIKOTA PARIAMAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktik di
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 72 Peraturan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak secara Umum Pengertian pajak menurut Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBUPATI MALANG BUPATI MALANG,
1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 53 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBETULAN KESALAHAN TULIS, KESALAHAN HITUNG DAN/ATAU KEKELIRUAN PENERAPAN KETENTUAN TERTENTU DALAM PELAKSANAAN PAJAK BUMI
Lebih terperinciWALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG
WALIKOTA DENPASAR PERATURAN WALIKOTA DENPASAR NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBYEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Salah satu bentuk. pembangunan dan pengeluaran pemerintahan.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), karena melalui pajak pemerintah dapat membiayai pengeluaran negara
Lebih terperinciBUPATI MALANG BUPATI MALANG,
1 BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 52 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG, SURAT KETETAPAN PAJAK DAERAH DAN SURAT TAGIHAN PAJAK DAERAH
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA
PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA,
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN SINJAI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak bumi di Indonesia telah dilaksanakan sejak awal abad 19 ketika pulau Jawa dikuasai oleh Inggris. Pada saat itu, pemerintahan yang dipimpin oleh Letnan Jendral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah menggunakan pajak sebagai
Lebih terperinciBAB III PEMBAHASAN. A. Gambaran Objek Penelitian. 1. Sejarah Berdirinya DPPKA Surakarta
digilib.uns.ac.id BAB III PEMBAHASAN A. Gambaran Objek Penelitian 1. Sejarah Berdirinya DPPKA Surakarta Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, sampai dengan tahun 1946 di Surakarta terjadi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : 17 TAHUN 2002 TENTANG TEMPAT PELELANGAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR : 17 TAHUN 2002 TENTANG TEMPAT PELELANGAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kelancaran dan
Lebih terperinci150/PMK.03/2010 KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI
150/PMK.03/2010 KLASIFIKASI DAN PENETAPAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK BUMI Contributed by Administrator Friday, 27 August 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI KEUANGAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Efektivitas 1. Pengertian Efektivitas Hidayat (1986) menjelaskan bahwa: Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan yang berlaku (Chaizi dalam Susanti, 2010 :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Dalam bidang perpajakan, pajak
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) 1. Pengertian dan Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan
BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB) 1. Pengertian dan Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap Bumi dan Bangunan
Lebih terperinciBUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN STIMULUS PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PASURUAN TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN A. UMUM Pajak Daerah dipungut berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN. A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
BAB III GAMBARAN DATA PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN A. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi
Lebih terperinciBUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI FORMULIR SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK TERUTANG DAN SURAT SETORAN PAJAK DAERAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya
BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya
Lebih terperinciPajak Bumi dan Bangunan
Modul 1 Pajak Bumi dan Bangunan Purwaningdyah MW, S.H, M.Hum P PENDAHULUAN ada zaman kolonial sudah dipungut bermacam-macam pajak dari tanah yang dimiliki atau digarap oleh rakyat Indonesia, seperti Contingenten
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki Penghasilan dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki Penghasilan dari berbagai sumber salah satunya yaitu dari pemungutan pajak. Dimana pajak merupakan sumber penerimaan
Lebih terperinci2011, No Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.189, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. NJOP Tidak Kena Pajak. PBB. Penyesuaian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67/PMK.03/2011 TENTANG PENYESUAIAN BESARNYA
Lebih terperinciBUPATI MALUKU TENGGARA
SALINAN BUPATI MALUKU TENGGARA PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERDESAAN DAN PERKOTAAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi oleh penerimaan minyak (migas) kemudian didominasi oleh penerimaan non migas yaitu dari
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Metode Assessment Sales Ratio Menurut Hartoyo (20013:1) Assessment sales ratio (ASR) adalah rasio atau perbandingan antara nilai yang digunakan untuk penetapan pajak
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA SEMARANG
BERITA DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 31 PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDATAAN OBJEK DAN SUBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/2014 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 254/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENDATAAN OBJEK PAJAK DAN SUBJEK PAJAK ATAU WAJIB PAJAK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi
Lebih terperinci