BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita a. Definisi American Association on Intellectual and Develpmental Disabilities (AAIDD) merumusakan nama baru untuk retardasi mental yaitu intellectual disability (ID) atau disabilitas intelektual (DI) pada tahun 2002 (AAIDD, 2002). Meskipun demikian DSM-IV-TR dan referensi lain masih menggunakan istilah retardasi mental. DI disebut juga tunagrahita di Indonesia. Tunagrahita adalah kecerdasan di bawah ratarata dan memiliki kelemahan fungsi adaptif sejak masa anak atau sejak lahir. Tiga kriteria utama tunagrahita yaitu (1) IQ yang di bawah rata-rata secara signifikan; (2) defisit dalam perilaku adaptif; (3) onset sebelum usia 18 tahun (APA, 2000). b. Klasifikasi DSM IV-TR mengkategorikan retardasi mental menjadi 5 kelompok berdasarkan IQ (Intelligence Quotient) yaitu mild mental retardation (retardasi mental ringan) dengan IQ atau mencapai 70, moderate mental retardation (retardasi mental sedang) dengan IQ sampai 50-55, severe mental retardation (retardasi mental berat) dengan IQ sampai 35-40, profound mental retardation (retardasi mental sangat 5

2 6 berat) dengan IQ dibawah 20 atau 25, dan Mental retardation with severity unspecified (retardasi mental yang tidak tergolongkan) (APA, 2000). Pembagian lain oleh Maramis (2005) yang didasarkan atas tingkat intelegensi yang dihubungkan dengan patokan sosial dan pendidikan sebagai berikut: 1) Tunagrahita Taraf Perbatasan Karakteristik tunagrahita taraf perbatasan adalah : a) Intelligence Quotient : (keadaan bodoh/bebal) b) Patokan sosial : Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah c) Patokan pendidikan : Beberapa kali tak naik kelas di SD 2) Tunagrahita Ringan Karakteristik tunagrahita ringan adalah: a) Intelligence Quotient : (debil/moron/keadaan tolol) b) Patokan sosial : Dapat mencari nafnah sendiri dengan mengerjakan sesuatu yang sederhana dan mekanistis. c) Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi pada sekolah khusus (SLB) 3) Tunagrahita Sedang Karakteristik tunagrahita sedang adalah: a) Intelligence Quotient : (taraf embisil/keadaan dungu)

3 7 b) Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Dapat melakukan perbuatan untuk keperluan dirinya (mandi, berpakaian, makan, dan sebagainya). c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, hanya dapat dilatih. 4) Tunagrahita Berat Karakteristik tunagrahita berat adalah: a) Intelligence Quotient : b) Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Kurang mampu melakukan perbuatan untuk keperluan dirinya. Dapat mengenal bahaya. c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, dapat dilatih untuk hal-hal yang sangat sederhana. 5) Tunagrahita Sangat Berat Karakteristik tunagrahita sangat berat adalah: a) Intelligence Quotient : Kurang dari 20 (idiot/keadaan pander) b) Patokan sosial : Tidak dapat mengurus diri sendiri dan tidak dapat mengenal bahaya. Selama hidup tergantung dari pihak lain. c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik dan dilatih. Klasifikasi tunagrahita dalam pendidikan merupakan tunagrahita ringan sampai sedang. Yaitu tunagrahita ringan di kelompok kelas C dan

4 8 tunagrahita sedang di kelompok kelas C1. Tunagrahita berat biasanya tidak masuk dalam jenjang pendidikan karena keterbatasannya yang sulit dilatih di sekolah luar biasa. c. Faktor-Faktor Penyebab Tunagrahita Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-3 (Maramis, 2005) faktor-faktor penyebab tunagrahita adalah sebagai berikut: 1) Infeksi dan intoksinasi Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada perkembangan janin, salah satunya yaitu rusaknya jaringan otak. Begitu juga dengan terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat rusak yang pada akhirnya menimbulkan tunagrahita. Infeksi dapat terjadi karena masuknya bakteri ataupun virus ke dalam tubuh ibu yang sedang mengandung. Intoksinasi dapat terjadi jika ibu mengkonsumsi obat maupun makanan yang mengandung racun. 2) Terjadinya rudapaksa atau sebab fisik lain Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiperradiasi, alat kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan tunagrahita. Kepala bayi dapat mengalami tekanan saat pross kelahiran sehingga timbul pendarahan di dalam otak. Mungkin juga karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak mengakibatkan tunagrahita.

5 9 3) Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum anak berusia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan tunagrahita. Keadaan seperti itu dapat diperbaiki dengan memberikan gizi yang mencukupi sebelum anak berusia 6 tahun, sesudah itu biarpun anak tersebut dibanjiri dengan makanan yang bergizi, inteligensi yang rendah tersebut sangat sukar untuk ditingkatkan. 4) Penyakit otak yang nyata Dalam kelompok ini termasuk tunagrahita akibat beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, ataupun radang. Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat menyebabkan penderita mengalamai keterbelakangan mental. 5) Penyakit atau pengaruh prenatal Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kongenital yang tidak diketahui sebabnya. 6) Kelainan kromosom Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun bentuknya. Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindrom down yang dulu sering disebut mongoloid.

6 10 7) Prematuritas Tunagrahita yang termasuk ini termasuk tunagrahita yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram atau dengan masa kehamilan kurang dari 38 minggu. 8) Akibat gangguan jiwa yang berat Tunagrahita juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang berat pada masa kanak-kanak. 9) Deprivasi psikososial Deprivasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya kebutuhan psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat menyebabkan terjadinya tunagrahita pada anak. d. Karakteristik Anak Tunagrahita a. Karakteristik Umum Karakteristik anak tunagrahita yaitu: penampilan fisik tidak seimbang; tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya; perkembangan bicara dan penguasaan bahasanya terhambat; kurang perhatian pada lingkungan; koordinasi gerakannya kurang dan sering mengeluarkan ludah tanpa sadar. James D Page yang dikutip oleh Suhaeri H.N (Amin, 1995) menguraikan karakteristik anak tunagrahita sebagai berikut:

7 11 a) Kecerdasan. Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo (rote-learning) bukan dengan pengertian. b) Sosial. Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara, dan memimpin diri. Ketika masih kanak-kanak mereka harus dibantu terus menerus, disingkirkan dari bahaya, dan diawasi waktu bermain dengan anak lain. c) Fungsi-fungsi mental lain. Mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, pelupa dan sukar mengungkapkan kembali suatu ingatan. Mereka menghindari berpikir, kurang mampu membuat asosiasi dan sukar membuat kreasi baru. d) Dorongan dan emosi. Perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan masing-masing. Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial. e) Organisme. Struktur dan fungsi organisme pada anak tunagrahita umumnya kurang dari anak normal. Dapat berjalan dan berbicara diusia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang indah, bahkan di antaranya banyak yang mengalami cacat bicara. 2) Karakteristik Khusus Wardani (2002) mengemukakan karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat ketunagrahitaannya sebagai berikut:

8 12 a) Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan antara setengah dan tiga perempat kecepatan anak normal dan berhenti pada usia muda. Mereka dapat bergaul dan mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9 dan 12 tahun. b) Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Namum mereka masih memiliki potensi untuk mengurus diri sendiri dan dilatih untuk mengerjakan sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan dan menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan dan bantuan orang lain. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak normal usia 6 tahun. c) Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri dan tidak dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka juga tidak dapat

9 13 bicara, kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata atau tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun. 3) Karakteristik pada Masa Perkembangan Pengenalan ciri-ciri pada perkembangan ini penting karena segera dapat diketahui tanpa mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapa ciri yang dapat dijadikan indikator adanya kecurigaan berbeda dengan anak pada umumnya menurut Triman Prasadio (Wardani, 2002) adalah sebagai berikut: a) Masa Bayi Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para ahli mengemukakan bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah: tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara, dan berjalan. b) Masa Kanak-kanak Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal daripada anak tunagrahita ringan. Karena anak tunagrahita sedang mulai memperlihatkan ciri-ciri klinis seperti mongoloid, kepala besar, kepala kecil, dan lain-lain. Tetapi anak tunagrahita ringan (yang lambat) memperlihatkan ciri-ciri: sukar memulai dan melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang tetapi tidak ada variasi, penglihatannya tampak kosong, melamun,

10 14 ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan (yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat tetapi tidak tepat, tampak aktif sehingga memberi kesan anak ini pintar, pemusahatan perhatian sedikit, hiperaktif, bermain dengan tangannya sendiri, cepat bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu. c) Masa Sekolah Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena biasanya anak tunagrahita langsung masuk sekolah dan ada di kelas-kelas SD biasa. Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah sebagai berikut: (1) adanya kesulitan belajar hampir pada semua mata pelajaran (membaca, menulis, dan berhitung) (2) prestasi yang kurang (3) kebiasaan kerja tidak baik (4) perhatian yang mudah beralih (5) kemampuan motorik yang kurang (6) perkembangan bahasa yang jelek (7) kesulitan menyesuaikan diri d) Masa Puber Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi perkembangan berpikir dan kepribadiannya berada di bawah

11 15 usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan mengendalikan diri. e. Masalah yang Dihadapi Anak Tunagrahita Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah pula akan berakibat langsung pada kehidupan mereka sehari-hari, sehingga ia banyak mengalami kesulitan dalam hidupnya. Masalah-masalah yang dihadapi tersebut secara umum dikemukakan oleh Rochyadi dan Alimin (2005) sebagai berikut: 1) Masalah Belajar Aktivitas belajar berkaitan langsung dengan kemampuan kecerdasan. Di dalam kegiatan sekurang-kurangnya dibutuhkan kemampuan mengingat dan kemampuan untuk memahami, serta kemampuan untuk mencari hubungan sebab akibat. Keadaan seperti itu sulit dilakukan oleh anak tunagrahita karena mereka mengalami kesulitan untuk dapat berpikir secara abstrak, belajar apapun harus terkait dengan objek yang bersifat konkrit. Kondisi seperti itu ada hubungannya dengan kelemahan ingatan jangka pendek, kelemahan dalam bernalar, dan sukar sekali dalam mengembangkan ide. 2) Masalah Penyesuaian Diri Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami dan mengartikan norma lingkungan. Oleh karena itu anak tunagrahita sering melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma

12 16 lingkungan di mana mereka berada. Tingkah laku anak tunagrahita sering dianggap aneh oleh sebagian masyarakat karena mungkin tindakannya tidak lazim dilihat dari ukuran normatif atau karena tingkah lakunya tidak sesuai dengan perkembangan umurnya. Keganjilan tingkah laku yang tidak sesuai dengan ukuran normatif lingkungan berkaitan dengan kesulitan memahami dan mengartikan norma, sedangkan keganjilan tingkah laku lainnya berkaitan dengan ketidaksesuaian antara perilaku yang ditampilkan dengan perkembangan umur. 3) Gangguan Bicara dan Bahasa Ada dua hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan gangguan proses komunikasi, pertama; gangguan atau kesulitan bicara di mana individu mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan bunyi bahasa dengan benar. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak anak tunagrahita yang mengalami gangguan bicara dibandingkan dengan anak-anak normal. Kelihatan dengan jelas bahwa terdapat hubungan yang positif antara rendahnya kemampuan kecerdasan dengan kemampuan bicara yang dialami. Kedua; hal yang lebih serius dari gangguan bicara adalah gangguan bahasa, di mana seorang anak mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan kosa kata serta kesulitan dalam memahami aturan sintaksis dari bahasa yang digunakan.

13 17 4) Masalah Kepribadian Anak tunagrahita memiliki ciri kepribadian yang khas, berbeda dari anak-anak pada umumnya. Perbedaan ciri kepribadian ini berkaitan erat dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Kepribadian seseorang dibentuk oleh faktor organik seperti predisposisi genetik, disfungsi otak dan faktor-faktor lingkungan seperti: pengalaman pada masa kecil dan oleh lingkungan masyarakat secara umum. 2. Kecemasan a. Definsi Kecemasan atau ansietas merujuk kepada banyak definisi yang variatif. Kecemasan pada umumnya merupakan perasaan takut yang tidak jelas karena respon internal atau eksternal. Kecemasan tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai pengaruh yang positif untuk menyelesaikan masalah dan krisis. Kecemasan masih dalam batas normal apabila dalam situasi tertentu yang sewajarnya dan langsung hilang setelah masalahnya terselesaikan (Videbeck, 2011). Hamilton (1969) membedakan antara kecemasan sebagai reaksi normal dari bahaya, kecemasan sebagai perasaan yang abnormal (patologis), dan kecemasan sebagai neurosis atau sindrom. Kecemasan sebagai reaksi dari bahaya lebih ringan dari kecemasan yang lain, tetapi lebih lama dari ketakutan biasa (fear) dan individunya mengalami perubahan biologis yang sama seperti saat mengahadapi stress. Lain halnya dengan kecemasan patologis yang

14 18 terjadi bukan karena stimulus eksternal melainkan stimulus internal, selain itu, masih belum jelas hubungan antara kecemasan patologis dengan kecemasan neurosis. DSM-IV-TR mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah kekhawatiran dari bahaya masa depan atau ketidakberuntungan yang disertai dengan perasaan disforia atau gejala somatik karena tertekan (APA, 2000). Videbeck (2011) membedakan kecemasan sebagai respon dari stres dan gangguan kecemasan. Kecemasan sebagai respon dari stress beragam dari ringan sampai berat. Sedangkan gangguan kecemasan merujuk pada DSM-IV-TR yaitu ketika kecemasan bukan lagi sebagai respon dari bahaya atau perubahan, tetapi menjadi kronik dan menjadi masalah utama dalam kehidupan seseorang yang menjadikannya memiliki perilaku yang maladaptif dan gangguan emosional (APA, 2000). Tipe gangguan kecemasan yaitu agoraphobia dengan atau tidak dengan gangguan panik, gangguan panik fobia spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress akut, dan gangguan pasca trauma. b. Etiologi Cemas Ada berbagai macam teori yang menjelaskan tentang penyebab kecemasan. Kecemasan merupakan salah satu perilaku abnormal. Sepanjang abad kedua puluh, terdapat empat teori besar yang menjelaskan penyebab perilaku abnormal yaitu 1) paradigma biologis; 2) paradigma psikodinamik; 3) paradigma kognitif-behavioral; 4)

15 19 paradigma humanistik. Adanya paradigma-paradigma tersebut menyebabkan faktor etiologi perilaku abnormal menjadi terkotakkotak, sehingga psikolog mengintegrasikan sebuah model dari kombinasi faktor biologi, psikologi dan sosial, yaitu model biopsikososial (Oltmanns dan Emery, 2013). Etiologi kecemasan menurut McDowell (2006) ada berbagai macam dan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu 1) teori biologis yang menekankan tentang level hormon, pola neurokimia, dan genetika; 2) teori perilaku yang menekankan tentang kaitan antara pengaruh pengajaran orang tua dan perkembangan masa awal pertumbuhan; 3) Teori kognitif yang menekankan kaitan antara kepercayaan dan persepsi untuk mengontrol reaksi kecemasan. Videbeck (2011) dalam buku psychiatric mental health nursing, menyebutkan 2 teori kecemasan, yaitu: 1) Teori biologis a) Teori genetik Kecemasan mungkin merupakan sesuatu yang diturunkan karena kerabat dari penderita kecemasan memiliki resiko yang tinggi mengalami kecemasan. Penelitian yang berkembang sekarang, mengindikasikan kerentanan gangguan kecemasan pada sebuah garis keturunan. Tetapi, faktor-faktor lainnya masih banyak yang harus dikembangkan.

16 20 b) Teori neurokimia Asam γ-aminobutirat (γ-aminobutyric acid [GABA]) adalah neurotransmitter yang dipercaya berperan dalam gangguan kecemasan. GABA berfungsi sebagai antiansietas alami. Neurotransmiter ini berada pada satu dari tiga sinapsis saraf, terutama ada di system limbik dan lokus seruleus. GABA mengurangi kecemasan sedangkan norepinefrin meningkatkannya. Peneliti percaya bahwa gangguan kecemasan dipengaruhi oleh regulasi kedua neurotransmitter ini. 2) Teori psikodinamik a) Teori psikoanalitik Freud (1936) mengatakan bahwa kecemasan pada dasarnya merupakan suatu stimulus untuk berperilaku. Dia menjelaskan mekanisme pertahanan (defense mechanism) sebagai upaya manusia untuk mengendalikan kesadaran dan untuk mengurangi kecemasan. Mekanisme pertahanan adalah distorsi kognitif yang dilakukan seseorang secara tidak sadar untuk mempertahankan keadaan yang terkendali, mengurangi ketidaknyamanan, dan untuk mengatasi stres. Mekanisme pertahanan merukapakan mekanisme alam bawah sadar, sehingga manusia sering kali tidak sadar dalam menggunakannya. Beberapa orang menggunakan mekanisme

17 21 pertahanan secara berlebihan sehingga mereka kehilangan kendali dan berhenti untuk mempelajari berbagai macam variasi dalam menyelesaikan keadaan yang menyebabkan kecemasan. Hal ini menyebabkan ketergantungan pada satu atau dua jenis mekanisme pertahanan saja sehingga orang tersebut mengalami kesulitan dalam mengembangkan fungsi emosionalnya. Selain itu, dapat menyebabkan kemampuan penyelesaian masalah yang buruk dan kesulitan dalam sebuah hubungan. b) Teori Interpersonal Harry Stack Sullivan (1952) melihat kecemasan sebagai masalah dalam hubungan interpersonal. Pengasuh (Ibu atau yang lain) dapat mengkomunikasikan sebuah kecemasan kepada bayi atau anak melalui asuhan yang tidak adekuat, agitasi saat memegang atau menggendong anak, dan pijatan yang tidak benar. Komunikasi kecemasan semacam itu dapat menyebabkan disfungsi seperti kegagalan dalam perkembangan anak. Pada dewasa, kecemasan muncul dari kebutuhan manusia untuk beradaptasi dengan norma dan nilai dari kelompoknya masing-masing. Semakin tinggi tingkat kecemasan, semakin rendah kemampuan untuk mengkomunikasikan dan memecahkan masalah, dan semakin tinggi gangguan kecemasannya berkembang. Hildegard Peplau

18 22 (1952) percaya bahwa manusia berada di ranah interpersonal dan psikologis, sehingga klinisi dapat membantu klien dengan kecemasan dengan memperhatikan kedua ranah tersebut. c) Teori behavioral Pakar teori behavioral melihat kecemasan sebagai sesuatu yang dipelajari melalui serangkaian pengalaman. Sebaliknya, manusia bisa mengubah atau menghapus perilaku dengan pengalaman yang baru. Mereka percaya bahwa manusia dapat memodifikasi perilaku buruknya tanpa mengetahui secara endalam penyebab perilaku buruknya. Mereka juga menyatakan bahwa mengubah sebuah perilaku atau menghapus perilaku tersebut dapat dipelajari dengan melakukan pengulangan pengalaman. c. Bentuk Kecemasan Kecemasan sebagai respon stress maupun patologis bisa mempengaruhi seseorang dalam berbagai bentuk. Beberapa orang menunjukkan kecemasannya secara psikologis dan fisiologis. Kecemasan secara psikologis atau emosional terwujud dalam gejalagejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkontraksi, perasaan tidak menentu dan sebagainya. Sadock dan Sadock (2010) mengatakan bahwa kecemasan menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, sehingga dapat mengganggu proses pembelajaran dengan menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu

19 23 kemampuan membuat asosiasi. Sedangkan secara fisiologis terwujud dalam gejala-gejala fisik terutama pada sistem saraf misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual-muntah, diare, nafas sesak disertai tremor pada otot (Videbeck, 2011). d. Tingkat Kecemasan Kecemasan sebagai respon stress memiliki dua aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat kecemasan, lama kecemasan yang dialami, dan seberapa baik indivudu melakukan koping terhadap kecemasan. Kecemasan dapat dilihat dalam rentang ringan, sedang, berat sampai panik. setiap tingkat menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional pada individu. Kecemasan ringan adalah cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan, tetapi individu masih mampu memecahkan masalah. Cemas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas yang ditandai dengan terlihat tenang percaya diri, waspada, memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah. Kecemasan sedang adalah cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan yang tidak penting atau bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan perhatian menurun penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah tersinggung, ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat,

20 24 mulai berkeringat, sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit kepala. Kecemasan berat adalah cemas ini sangat mengurangi persepsi individu, cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan individu memerlukan banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain ditandai dengan sulit berfikir, penyelesaian masalah buruk, takut, bingung, menarik diri, sangat cemas, kontak mata buruk, berkeringat, bicara cepat, rahang menegang, menggertakkan gigi, mondar mandir dan gemetar. Panik adalah tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan ketakutan dan teror, karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang tidak dapat rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian (Struat, 2007). Sisi negatif kecemasan atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial.

21 25 Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata, merasa gelisah lelah dan tegang. (Videbeck, 2011) 3. Depresi a. Definisi Semua orang mengalami beberapa emosi negatif seperti kesedihan, ketakutan, dan kemarahan. Reaksi ini biasanya hanya berlangsung selama beberapa saat, dan berguna bagi kehidupan manusia, khususnya dalam berhubungan dengan orang lain. Reaksi emosional berfungsi sebagai sinyal untuk orang lain tentang perasaan dan hubungan saat itu. Mereka juga mengkoordinasikan respon seseorang terhadap perubahan di lingkungan terdekat orang tersebut. Kesedihan merupakan perasaan universal, berbeda dengan sindrom depresi. Depresi dikatakan normal apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan berlanjut maka depresi tersebut dianggap abnormal (Atkinson et al., 1993). Depresi yang abnormal sering disebut depresi klinis atau sindrom depresi, yang pada bab ini selanjutnya disebut depresi saja. Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus asa disertai komponen biologis atau somatik misalnya anoreksia,

22 26 konstipasi dan keringat dingin. Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi. Afek ialah nada perasaan, menyenangkan atau tidak (seperti kebanggaan, kekecewaan, kasih sayang), yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologis. Afek mengacu pada pola perilaku yang dapat diobservasi, seperti ekspresi wajah, yang berkaitan dengan perasaan subjektif. Sedangkan emosi merupakan manifestasi afek keluar dan disertai oleh banyak komponen fisiologis, biasanya berlangsung relatif tidak lama (misalnya ketakutan, kecemasan, depresi dan kegembiraan). Afek dan emosi dengan aspekaspek yang lain seorang manusia (proses berpikir, psikomotor, persepsi, ingatan) saling mempengaruhi dan menentukan tingkat fungsi dari manusia itu pada suatu waktu. b. Etiologi Saddock & Saddock pada tahun 2010 menyatakan bahwa sebab depresi dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain: aspek biologi, aspek genetik, aspek psikologi dan aspek lingkungan sosial. 1) Aspek biologi Penyebabnya adalah gangguan neurotransmiter di otak dan gangguan hormonal. Neurotransmiter antara lain dopamin, histamin, dan noradrenalin.

23 27 a) Dopamin dan norepinefrin Keduanya berasal dari asam amino tirosin yang terdapat pada sirkulasi darah. Pada neuron dopaminergik, tirosin diubah menjadi dopamin melalui 2 tahap: perubahan tirosin menjadi DOPA oleh tirosin hidroksilase (Tyr-OH). DOPA tersebut akan diubah lagi menjadi dopamin (DA) oleh enzim dopamin beta hidroksilase (DBH-OH). Pada jaringan interseluler, DA yang bebas yang tidak disimpan pada vesikel akan dioksidasi oleh enzim MAO menjadi DOPAC. Sedangkan pada jaringan ekstraseluler (pada celah sinap) DA akan menjadi HVA dengan enzim MAO dan COMT. b) Serotonin Serotonin yang terdapat pada susunan saraf pusat berasal dari asam amino triptofan, proses sintesis serotonin sama dengan katekolamin, yaitu masuknya triptofan ke neuron dari sirkulasi darah, dengan bantuan enzim triptofan hidroksilase akan membentuk 5-hidroksitriptofan dan dengan dekarboksilase akan membentuk 5-hidroksitriptamin (5-HT). 2) Aspek genetik Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood, akan tetapi pola pewarisan genetik melalui mekanisme yang sangat kompleks, didukung dengan penelitian-penelitian sebagai berikut:

24 28 a) Penelitian keluarga Dari penelitian keluarga secara berulang ditemukan bahwa sanak keluarga turunan pertama dari penderita gangguan bipoler I berkemungkinan 8-18 kali lebih besar dari sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler I dan 2-10 kali lebih mungkin untuk menderita gangguan depresi berat. Sanak keluarga turunan pertama dari seorang penderita berat berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih besar daripada sanak keluarga turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita depresi berat. b) Penelitian adopsi Penelitian ini telah mengungkapkan adanya hubungan faktor genetik dengan gangguan depresi. Dari penelitian ini ditemukan bahwa anak biologis dari orang tua yang menderita depresi tetap beresiko menderita gangguan mood, bahkan jika mereka dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan. c) Penelitian kembar Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan bahwa angka kesesuaian untuk gangguan bipoler I pada anak kembar monozigotik persen; untuk gangguan depresi berat angka kesesuaiannya 50 persen. Sebaliknya, angka kesesuaian pada kembar dizigotik adalah kira-kira 5-25 persen untuk gangguan bipoler I dan persen untuk gangguan depresi berat.

25 29 3) Aspek psikologi Sampai saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan tertentu. Tetapi tipe kepribadian dependen-oral, obsesif-kompulsif, histerikal, mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya dengan menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan yang lainnya. Tidak ada bukti hubungan gangguan kepribadian tertentu dengan gangguan bipolar I pada kemudian hari. Tetapi gangguan distimik dan gangguan siklotimik berhubungan dengan perkembangan gangguan bipoler I di kemudian harinya 4) Aspek lingkungan sosial Berdasarkan penelitian, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terkena depresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. c. Tanda dan Gejala Depresi Tanda terpenting gangguan perasaan dapat dibagi menjadi 4 bidang umum: tanda emosional; tanda kognitif; tanda somatik; dan tanda perilaku. (Oltmanns dan Emery, 2013)

26 30 1) Tanda Emosional Suasana perasaan disforik (tidak menyenangkan) adalah tanda yang paling jelas. Penderita depresi mengeluhkan persaan yang muram, sedih dan putus asa. Seringkali penderitanya mudah tersinggung, kemarahannya sering ditujukan untuk diri sendiri. Tetapi sering pula kemarahannya ditujukan kepada orang lain. Penderita juga mengeluhkan merasa tegang, dan tidak santai. 2) Tanda Kognitif Selain melibatkan suasana emosinya, depresi melibatkan perubahan tentang bagaimana orang memikirkan tentang dirinya dan sekitarnya. Orang yang secara klinis depresi sering mengeluhkan bahwa pikirannya melambat, sulit berkonsentrasi dan mudah terdistraksi. Selain itu, rasa bersalah dan perasaan tidak berharga adalah preokupasi yang lazim dialami. Penderitanya sering menyalahkan diri sendiri, mereka memfokuskan banyak perhatian pada kenegatifan dirinya, lingkungannya, dan masa depannya (triad depresi) (Beck, 1967). Preokupasi tentang rasa bersalahnya menyebabkan pikiran bunuh diri. 3) Tanda Somatik Tanda somatik berhubungan dengan fungsi fisiologis tubuh dasar. Tanda ini termasuk kelelahan, sakit, nyeri, dan perubahan serius dalam pola tidur dan makan.

27 31 4) Tanda Perilaku Tanda perilaku merujuk pada retardasi psikomotor. Yaitu penderitanya menunjukkan perilaku yang melambat. Gerakann yang melambat, bicara yang melambat, bahkan tidak bergerak dan berbicara sama sekali. Depresi menurut PPDGJ-III dalam Maslim (2013), dibagi dalam empat tingkatan yaitu depresi ringan, sedang, berat tanpa psikotik, dan berat dengan psikotik. Dimana perbedaan antara episode terletak pada penilaian klinis yang kompleks yang meliputi jumlah bentuk dan keparahan gejala yang ditemukan. Gejala utamanya adalah afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya aktivitas. Gejala lainnya adalah konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yag suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang. 4. Hubungan Kecemasan dan Depresi Ibu dengan Anak Tunagrahita Melahirkan dan mengurus anak dengan penyakit fisik dan mental dapat meningkatkan syok, penolakan, rasa bersalah, kesedihan, dan merasa tidak tertolong (Olshansky, 1962; Valman, 1981). Perasaan ini dapat

28 32 menetap dan biasa ditangani dengan cara yang berbeda-beda tergantung penderita kebutuhan khusus dan keluarga. Misal, pada keluarga dengan anak autis, level stress biasanya tinggi dan semakin tinggi jika anak bertambah tua. Orangtua dengan anak berkebutuhan khusus sering memiliki depresi dan kecemasan. Di United Kingdom, 59% dari orangtua yang mengasuh anak autis memiliki skor tinggi pada kuesioner kesehatan umum pada kategori psikiatri. Pengeluaran untuk penderita penyakit jiwa pada keluarga dengan penghasilan rata-rata bisa jadi membengkak. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya level penyakit jiwa pada orangtua dengan anak tunagrahita. Dua faktor utama yaitu tidak adekuatnya dukungan sosial dan menetapnya masalah perilaku anak (Ryde-Brandt, 1990). Gejala kecemasan dan depresi dilaporkan terdapat pada orang tua dengan anak tunagrahita di negara-negara maju (Gallagher et al., 2008). Ibu lebih menghadapi stress yang lebih banyak dibandingkan ayah karena ibu menghabiskan banyak waktunya untuk mengurus anak tunagrahita di rumah selain melakukan pekerjaan rumah lainnya. Ibu dengan anak tunagrahita dilaporkan memiliki keadaan emosional yang negatif serta cenderung lebih depresi. Anak tunagrahita juga menyebabkan depresi pada orang tua khususnya ibu. Derajat perilaku anak menaikkan tingkat depresi pada ibu. (Motamedi et al., 2007; Baker et al., 2000). Penelitian tersebut dilakukan di negara-negara maju. Di Indonesia, terdapat penelitian

29 33 deskriptif yang menggambarkan tingginya persentasi kecemasan pada ibu dengan anak tunagrahita (Norhidayah et al., 2013). B. Kerangka Pemikiran Tunagrahita Tunagrahita Ringan Tunagrahita Sedang Dapat dididik dan dilatih di SLB (Maramis, 2005) Tidak dapat dididik, tetapi dapat dilatih di SLB (Maramis, 2005) Beban merawat lebih kecil Beban merawat lebih besar Ibu kurang cemas Ibu kurang depresi Ibu lebih cemas Ibu lebih depresi Gambar 2.1 Skema Kerangka Penelitian C. Hipotesis Terdapat perbedaan skor kecemasan dan sor depresi antara ibu penderita tunagrahita ringan dan sedang di SLB Negeri Surakarta.

6

6 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Kecemasan a. Definisi Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur

Lebih terperinci

Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif

Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif Ns Wahyu Ekowati MKep., Sp J Materi Kuliah Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) www.unsoed.ac.id 1 Tujuan pembelajaran Menyebutkan kembali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan

Lebih terperinci

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA

PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Artikel PERSOALAN DEPRESI PADA REMAJA Mardiya Depresi merupakan penyakit yang cukup mengganggu kehidupan. Saat ini diperkirakan ratusan juta jiwa penduduk di dunia menderita depresi. Depresi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi merupakan perasaan hilangnya energi dan minat serta timbulnya keinginan untuk mengakhiri hidup. Depresi biasanya disertai perubahan tingkat

Lebih terperinci

Pedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.

Pedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi. Pedologi Modul ke: Review Seluruh Materi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id RETARDASI MENTAL Retardasi mental (mental retardation) adalah keterlambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan adalah sinyal peringatan; memperingatkan akan adanya bahaya yang akan terjadi dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

Lebih terperinci

Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi.

Maramis (2005) memasukkan depresi sebagai gangguan afek dan emosi. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Depresi 1. Definisi Depresi Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas

Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Proses Adaptasi Psikologi Ibu Dalam Masa Nifas Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai enam minggu berikutnya. Pengawasan dan asuhan postpartum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS

EPIDEMIOLOGI MANIFESTASI KLINIS DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan merupakan pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak baik dan penuh kekhawatiran. Suatu rasa yang tidak terekspresikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak merniliki objek yang spesifik. Kecemasan adalah

Lebih terperinci

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar

REFERAT Gangguan Afektif Bipolar REFERAT Gangguan Afektif Bipolar Retno Suci Fadhillah,S.Ked Pembimbing : dr.rusdi Efendi,Sp.KJ kepaniteraanklinik_fkkumj_psikiatribungar AMPAI Definisi gangguan pada fungsi otak yang Gangguan ini tersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison et al., 2007). Depresi

BAB II LANDASAN TEORI. dalam aktivitas yang biasa dilakukan (Davison et al., 2007). Depresi 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Depresi a. Pengertian Depresi Depresi merupakan kondisi emosional yang biasanya ditandai dengan kesedihan yang amat sangat mendalam, perasaan tidak berarti

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Depresif Mayor Depresi merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan sejumlah gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing masing individu. Diagnostic

Lebih terperinci

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Hamilton Depression Rating Scale (HDRS) Pilihlah salah satu pilihan yang sesuai dengan keadaan anda, beri tanda silang (X) pada kolom yang tersedia untuk setiap pertanyaan. 1. Keadaan perasaan sedih (sedih,

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Dalam penelitian cross sectional digunakan pendekatan transversal, dimana observasi terhadap variabel

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. respon psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Sedang kan menurut

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. respon psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Sedang kan menurut BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Konsep Stres 2.1.1 Pengertian Menurut Hawari (2001), stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap respon psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Sedang kan menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwa 1. Definisi Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian di RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang, ditampilkan pada tabel dibawah ini: 1. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 4.1 Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk mengklasifikasikan perilaku abnormal pada anak-anak, hal pertama kita harus mengetahui apa yang dianggap normal pada usia tersebut. Untuk menentukan apa yang normal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kazdin (2000) dalam American Psychological Association mengatakan kecemasan merupakan emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Kebermaknaan adalah berarti, mengandung arti yang penting (Poewardarminta, 1976). Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari 1. Definisi Kecemasan mengandung arti sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengna perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (stuart & sundeeen,1995). Kecemasan

Lebih terperinci

BAB II Enuresis Stres Susah buang air besar Alergi TINJAUAN PUSTAKA

BAB II Enuresis Stres Susah buang air besar Alergi TINJAUAN PUSTAKA Faktor psikis A. Enuresis Pada Anak Stres a. Pengertian Psikologi Lingkungan Faktor fisik Genetik/familial Hambatan perkembangan Pola tidur Toilet trainning yang tidak adekuat Infeksi saluran kencing Stres

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ansietas 1. Pengertian Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI PASCA MELAHIRKAN PADA KELAHIRAN ANAK PERTAMA

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI PASCA MELAHIRKAN PADA KELAHIRAN ANAK PERTAMA 0 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI PASCA MELAHIRKAN PADA KELAHIRAN ANAK PERTAMA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: PUSPA WARDANI F 100 000 066 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Kedaruratan Psikiatri Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang membutuhkan intervensi terapeutik

Lebih terperinci

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia? Skizofrenia Skizofrenia merupakan salah satu penyakit otak dan tergolong ke dalam jenis gangguan mental yang serius. Sekitar 1% dari populasi dunia menderita penyakit ini. Pasien biasanya menunjukkan gejala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan Kecemasan merupakan reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL A. Pengertian Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan masa depan bangsa dan aset negara yang perlu mendapat perhatian, pertumbuhan dan perkembangan untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas (Anneahira,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Menurut Durand & Barlow (2006), kecemasan adalah keadaan suasana hati yang ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi. Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gangguan Ansietas dan Gangguan Depresi 2.1.1.Gangguan Ansietas Ansietas dan depresi merupakan bentuk emosional yang terbanyak pada anak dan remaja. Ansietas adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasuh Skizofrenia Selama 50 tahun terakhir, munculnya perawatan berbasis komunitas, penutupan rumah sakit jiwa dan cepatnya pengeluaran pasien tanpa dukungan yang memadai

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak ke dalam pikiran. Istilah kompulsi menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak dapat ditahan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik. BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Persepsi ialah daya mengenal barang, kwalitas atau hubungan serta perbedaan antara suatu hal melalui proses mangamati, mengetahui dan mengartikan setelah panca indranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama. Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecemasan pada Mahasiswa Tingkat Pertama 2.1.1 Pengertian Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris adalah anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Ada beberapa pengertian tentang kecemasan, diantaranya disampaikan oleh Kaplan dan Saddok (1997) kecemasan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Jiwa 2.1.1 Definisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV) memberikan definisi gangguan jiwa sebagai pola psikologis atau perilaku secara klinis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini depresi menjadi jenis gangguan jiwa yang paling sering dialami oleh masyarakat (Lubis, 2009). Depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skripsi 1. Pengertian Skripsi merupakan karya ilmiah yang dibuat oleh mahasiswa setingkat strata satu (S1) dalam rangka persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir atau program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan stres, tetapi berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk memberi perawatan dan mengemban tanggung

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lanjut Usia Menurut Santrock (2006) masa lanjut usia (lansia) merupakan periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun yang berakhir dengan kematian. Masa ini adalah

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI ANSIETAS

PATOFISIOLOGI ANSIETAS PATOFISIOLOGI ANSIETAS Faktor Predisposisi (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik 2. Konflik emosional 3. Konsep diri terganggu 4. Frustasi 5. Gangguan

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu masalah besar di negeri

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu masalah besar di negeri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan angka kematian ibu merupakan salah satu masalah besar di negeri ini. Pasalnya, angka kematian ini menunjukkan gambaran derajat kesehatan di suatu wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan untuk menumbuhkan rasa percaya diri dalam sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN Gangguan stres akut (juga disebut shock psikologis, mental shock, atau sekedar shock) adalah sebuah kondisi psikologis yang timbul sebagai tanggapan terhadap peristiwa yang mengerikan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Cemas merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman

Lebih terperinci

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak,

BAB I PENDAHULUAN. Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori 2.1.1. Retardasi Mental 2.1.1.1. Definisi Retardasi mental adalah kondisi tidak lengkapnya perkembangan jiwa, yang ditandai dengan adanya penurunan keterampilan selama

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)

HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS) Tanggal Pemeriksaan : Pemeriksa : Nama Pasien : Umur : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Pendidikan Terakhir : Status Perkawinan : Agama : Suku Bangsa : Lamanya di dalam

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL

PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL PENYESUAIAN DIRI DAN POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa Keputusasaan (Hopelessness) Pengertian Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau tidak adanya alternative atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN

GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN GAMBARAN KLINIS GANGGUAN KECEMASAN Definisi Suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan 2 Beda kecemasan dan ketakutan

Lebih terperinci

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ

BIPOLAR. Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ BIPOLAR Dr. Tri Rini BS, Sp.KJ Definisi Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta

Lebih terperinci

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA

BAB II TINJAUN PUSTAKA BAB II TINJAUN PUSTAKA 1.1 Ruang Lingkup Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Lanjut usia adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang tua mempunyai harapan untuk memiliki anak yang normal, sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir dengan kondisi fisik dan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto 101018 D III KEPERAWATAN STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN 2012 / 2013 RETARDASI MENTAL 1. PENGERTIAN Retardasi mental adalah kemampuan mental

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI Ibrahim N. Bolla ABSTRAK Tindakan pembedahan adalah suatu tindakan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. ( Yosep, 2007 ). Harga

Lebih terperinci

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM

Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Suryo Dharmono Bag. Psikiatri FKUI/RSCM Istilah kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) dalam tulisan ini merujuk pada segala bentuk kekerasan berbasis gender yang terjadi dalam konteks kehidupan berkeluarga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Pada bab ini akan diuraikan teori tentang kecemasan, GGT, HD dan

BAB II TINJAUAN TEORI. Pada bab ini akan diuraikan teori tentang kecemasan, GGT, HD dan BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep dan Teori Terkait Pada bab ini akan diuraikan teori tentang kecemasan, GGT, HD dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien GGT yang sedang menjalani

Lebih terperinci