BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkatnya dunia usaha atas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkatnya dunia usaha atas"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkatnya dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap. Awal pemikiran dari Undang-Undang Jaminan Fidusia inilah, yang menjadikan acuan dikembangkannya Jaminan Fidusia dari landasan yurispudensi menjadi alur hukum yang konkrit dalam perundang-undangan. Berbicara tentang sejarah fidusia, tidak terlepas dari berbicara tentang Hukum Jaminan, dan bila membahas Hukum Jaminan sebagai yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Perdata, kita tidak bisa meninggalkan prinsip pembagian benda sebagai yang dianut oleh Kitab Undang-Undang Perdata. 1 Maka dengan adanya Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut, maka lembaga ini merupakan lembaga alternatif tentang jaminan, jika oleh lembaga jaminan yang lain seperti Hak Tanggungan berdasarkan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996, Hipotek dan Gadai tidak dapat dilayani. Ciri khusus dari lembaga Jaminan Fidusia ini terlihat pada masalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, dimana 1 J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, PT Citra Adytia Bhakti, Bandung, 2002, hal.3 1

2 2 ciri khusus tersebut tidak dimiliki dan tidak dijumpai pada Hak Tanggungan, Hipotek, dan Gadai. 2 Menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia, yang dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, serta yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotek. 3 Sebagai kita ketahui, benda di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata antara lain dibagi dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak atau benda tetap (Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Pembagian benda dalam 2 (dua) kelompok seperti itu, mendapat penjabarannya lebih lanjut dalam Hukum Jaminan, yaitu untuk masing-masing kelompok benda oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan lembaga jaminannya masing-masing. Untuk Benda Bergerak disediakan Lembaga Jaminan Gadai (Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) sedangkan untuk Benda Tidak Bergerak atau Benda Tetap disediakan Lembaga Hipotik (Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Karena gadai dan hipotik merupakan lembaga jaminan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, fidusia merupakan reaksi atas ketentuan tentang gadai. 4 2 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum Sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1999, hal.2 3 Pasal 1 ayat (4), Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun J. Satrio, Op.Cit, hal.4

3 3 Seorang kreditur terhadap fidusia sebagai pemberi kredit berbentuk badan usaha seperti bank, perusahaan pembiayaan atau lembaga sejenisnya, sedangkan debitur umumnya adalah penjual berbentuk badan usaha, dimana kreditur mencoba melindungi diri terhadap kemungkinan kerugian yang dapat menimpa seorang kreditur jika debiturnya dalam kesulitan membayar. 5 Dalam keadaan tersebut, para kreditur ini mencari perlindungan mereka pada lembaga hak milik atas benda bergerak. Hak milik atas benda yang berada pada pihak ketiga dapat digunakan secara lebih sederhana dan dengan resiko lebih kecil. 6 Sehingga dalam kaitan dengan kebebasan yang dimiliki oleh debitur untuk membuat keputusan itu, berlaku kesepakatan para pihak. Apabila tidak ada kesepakatan yang tegas, sifat dan/ atau peruntukan benda-benda yang diserahkan akan sangat menentukan besarnya tingkat kewenangan memutus si debitur. Tindakan membuat keputusan yang dilakukan oleh debitur secara tak berwenang sepanjang menyangkut pihak pemegang objek jaminan pada umumnya dilindungi oleh Pasal 1198 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu : Kreditur yang memegang hipotek yang telah terdaftar, dapat menuntut haknya atas barang tak bergerak yang terkait itu, biar di tangan siapa pun barang itu berada, untuk diberi urutan tingkat dan untuk dibayar menurut urutan pendaftarannya. 7 5 O.K. Brahn, fiduciare Overdracht, Stille Verpanding En Eigendomsvoorbehoud Naar Huidig En Komend Recht (Fidusia, Penggadaian Diam-Diam dan Retensi Milik Menurut Hukum Yang Akan Datang), PT.Tatanusa, Jakarta, 1998, hal.67 6 Ibid. 7 Pasal 1198, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

4 4 Kreditur dapat menuntut benda-benda itu sebagai pemilik, dan bahkan dalam hal kepailitan debitur, hak ini masih tetap utuh berdasarkan posisi separatis yang diberikan kepadanya. Pembagian hak milik antara milik yuridis di tangan kreditur dan milik ekonomis yang masih tetap berada pada debitur ini pada umumnya disebut orang dengan istilah milik fidusier, artinya orang lebih cenderung melihat milik fidusier sebagai sinonim dari milik yang semata-mata digunakan sebagai jaminan untuk kepentingan kreditur. Penyamaan ini tidak seluruhnya benar, misalnya hubungan milik fidusier yang tidak ditujukan bagi penciptaan jaminan. Sehingga dalam rangka kejelasan kita tidak boleh begitu saja menyebut milik jaminan sebagai milik fidusier atau milik fidusier jaminan. 8 Pemberian jaminan ini erat kaitannya dengan kreditur yang merupakan fungsi perbankan di Indonesia dimana dewasa ini dituntut untuk menjadi media alur pembangunan, guna mendukung pelaksanaan program pembangunan nasional. Setiap pemberian kredit perbankan yang disalurkan kepada pengusaha dapat menimbulkan resiko. Bank sebagai kreditur memberikan kredit didasarkan pada prinsip kehati-hatian yang terlihat dalam sistem penilaian yang dilakukan Bank dengan prinsip keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya. 9 Dalam hal inilah kreditur memerlukan perlindungan hukum dalam memberikan kredit. Oleh karena itu, perlu unsur pengamanan dalam pengembaliannya. Salah satu unsur pengamanan (safety) adalah salah satu prinsip 8 O. K.Brahn, Op.Cit, hal.14 9 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal. 183

5 5 dasar dalam peminjaman kredit selain unsur keserasian (suitability) dan keuntungan (profitability), sehingga bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan. 10 Tetapi dalam praktek pada Bank dipergunakan sistem penilaian yang menggunakan prinsip 5 (lima) C s yaitu Character (watak), Capital (modal), Collateral (jaminan, agunan), Capacity (kemapuan), dan Conditions of Economic (kondisi ekonomi). 11 Dari 5 (lima) faktor penilaian yang dilakukan di bank, faktor terpenting yang berfungsi sebagai pengaman yuridis dari kredit yang disalurkan adalah jaminan kredit, dimana fungsi yuridis ini berkaitan erat dengan tujuan jaminan yakni sebagaimana dikatakan bahwa the purpose of a security interest is to confer property rights upon someone to whom a debt is due (tujuan kepentingan keamanan untuk memberikan hak milik atas seseorang kepada siapa utang tersebut jatuh tempo), sehingga dalam hal ini menurut kalangan perbankan dan notaris, secara yuridis hak tanggungan dan jaminan fidusia memiliki fungsi pengaman yang sama dalam perjanjian kredit yakni sebagai jaminan kebendaan yang diakui dalam hukum positif. 12 Jaminan fidusia pada kenyatannya yang sudah diagunkan kepada bank sebagai kreditur, masih bisa terjadi permasalahan bahwa jaminan fidusia tersebut tidak dapat dieksekusi oleh kreditur, dimana jaminan fidusia tersebut telah 10 Rachmadi Usman, Aspek-aspek hukum perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal Hasil wawancara dengan Bapak Basril, Bagian Regional Credit Recovery di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota Medan, hari Senin tanggal 21 Januari Tan Kamelo, Op.Cit, hal. 186

6 6 didaftarkan pada lembaga fidusia. 13 Realisasi ini akan lebih jelas ketika debitur melakukan wanprestasi yakni tidak memenuhi kewajiban untuk membayar hutang 14. Pengikatan jaminan fidusia yang berdasarkan perjanjian kredit yang telah disepakati antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur masih saja dapat terjadi permasalahan, khususnya dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia, dalam hal debitur mengalami kredit macet. Secara teoritis, jika seorang debitur pemberi fidusia wanprestasi terhadap objek jaminan fidusia dapat dilakukan eksekusi. Dalam hal eksekusi, kalau harga jual benda jaminan melebihi hutang debitur, kreditur penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan sisa uang penjualan kepada debiturnya. Sebaliknya, apabila hasil eksekusi tidak mencukupi untuk membayar hutang, debitur tetap bertanggung jawab atas sisa hutang tersebut. 15 Yang selalu dipersoalkan, apabila benda yang dijadikan jaminan fidusia tidak mencukupi untuk membayar hutang debitur. Kalau tidak mencukupi, dapatkah kreditur penerima fidusia meminta pertanggungjawaban harta kekayaan debitur lainnya yang tidak turut dijaminkan. Jika dibenarkan secara yuridis, apakah kedudukan kreditur penerima fidusia masih sebagai kreditur preferen. Pertanyaan yuridis tersebut harus diberikan solusi hukumnya oleh hakim dengan pertimbangan hukum yang logis dan rasional, 13 Hasil wawancara dengan Bapak Basril, Bagian Regional Credit Recovery di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota Medan, hari Senin tanggal 21 Januari Ibid. 15 Pasal 34, Undang-Undang Jaminan Fidusia No.42 Tahun 1999

7 7 sehingga tidak merugikan kepentingan hukum debitur pemberi fidusia. 16 Menurut pihak bank, apabila ternyata objek jaminan fidusia tidak mencukupi untuk membayar hutang, bank dapat menyita barang-barang lain milik debitur. 17 Selain jaminan fidusia, adakalanya bank meminta jaminan lainnya yang diikat dengan surat kuasa memasang hak tanggungan atau surat kuasa menjual atau hak tanggungan atas objek tanah belum bersertifikat, hak milik atau jaminan yang bersifat perorangan. 18 Sebaliknya pihak debitur beranggapan bahwa hutang kredit tidak dapat melibatkan harta kekayaan lainnya, tetapi benda yang dijaminkan itu saja yang disita. 19 Menurut R. Subekti, Eksekusi adalah upaya dari pihak yang dimenangkan dalam putusan guna mendapatkan yang menjadi haknya dengan bantuan kekuatan hukum, memaksa pihak yang dikalahkan untuk melaksanakan putusan, dimana Eksekusi atau pelaksanaan putusan juga mengadung arti bahwa pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan tersebut secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan padanya dengan bantuan dengan kekuatan hukum. 20 Hukum jaminan yang bersumber dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengandung prinsip bahwa harta kekayaan debitur menjadi jaminan hutang untuk segala perikatan yang dibuatnya dan prinsip ini juga kurang memberikan rasa perlindungan yang cukup aman bagi kreditur, untuk menutupi adanya kelemahan itu, perlu diperjanjikan secara khusus benda-benda tertentu dari debitur yang diikat 16 Tan Kamelo, Op.Cit, hal Hasil wawancara dengan Bapak Basril, Bagian Regional Credit Recovery di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota Medan, hari Senin tanggal 21 Januari Ibid. 19 Ibid. 20 Ibid, hal 130

8 8 sebagai jaminan hutang. 21 Hukum jaminan yang diperjanjikan adalah hipotik, hak tanggungan, gadai, jaminan fidusia, dan jaminan perorangan. Kreditur sebagai penerima jaminan fidusia memiliki hak preferen, dimana hak preferen merupakan sifat yang melekat pada jaminan fidusia. Hak preferen adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak preferen bukanlah hak kebendaan melainkan hak terhadap benda dan hak tersebut tidak timbul karena undang-undang tetapi diperjanjikan. Perlu diketahui, hak preferen lahir pada saat pendaftaran jaminan fidusia, sehingga bila jaminan fidusia tidak didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia, kreditur penerima fidusia tidak memiliki hak preferen melainkan hak konkuren, dan dalam hal ini penerima jaminan fidusia tidak mendapatkan perlindungan hukum. 22 Jaminan fidusia pada dasarnya memberikan kemudahan bagi para pihak penggunanya, khususnya bagi pemberi fidusia, walau demikian karena tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan jaminan fidusia ini didaftarkan, maka hal itu menyebabkan kepentingan pihak yang memberikan fidusia menjadi kurang terjamin. Untuk itu, setiap jaminan fidusia perlu didaftarkan, dimana dalam undang-undang ini benda didaftarkan atau dengan kata lain benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia Ibid. 22 Ibid. 23 Hadi Setia Tunggal, Jaminan Fidusia, Harvarindo, Jakarta, 2006, hal.6

9 9 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut yang telah dikemukakan diatas, adapun beberapa rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini yaitu sebagai berikut : 1. Bagaimana perlindungan hukum kreditur dalam eksekusi jaminan fidusia? 2. Apa saja faktor penghambat dalam eksekusi jaminan fidusia? 3. Bagaimana penyelesaian dalam mengatasi faktor penghambat eksekusi jaminan fidusia di Bank? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur dalam eksekusi jaminan fidusia. 2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam eksekusi jaminan fidusia. 3. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian dalam mengatasi faktor penghambat eksekusi jaminan fidusia di Bank. D. Manfaat Penelitian Suatu penulisan yang dibuat pada dasarnya diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siapa saja yang membacanya, begitu juga yang diharapkan dari penulisan ini. Adapun manfaat yang didapat dari hasil penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam perlindungan kreditur terhadap

10 10 pengikatan jaminan fidusia dan dalam eksekusi jaminan fidusia tersebut, serta dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmiah baik secara umum maupun secara khusus. 2. Secara praktis bahwa penulisan ini juga dapat memberikan referensi bagi bank ataupun lembaga keuangan dalam memberikan kredit ataupun dalam membiayai pembelian atas barang yang dapat dibebankan fidusia, dan menambah pengetahuan mengenai sikap tanggung jawab baik sebagai debitur maupun sebagai kreditur dalam hal pengikatan jaminan fidusia di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk sehingga menumbuhkan sikap kritis terhadap pengikatan jaminan fidusia dan eksekusi terhadap jaminan fidusia tersebut agar tidak terjadi permasalahan. E. Keaslian Penelitian Penulisan thesis ini berdasarkan pada ide, gagasan maupun pemikiran dimulai dari awal hingga akhir penyelesaiannya. Hal ini dapat tumbuh dan dipaparkan tertulis dalam tesis ini berdasarkan perkembangan pengikatan jaminan fidusia yang memiliki prosedur semakin baik terutama di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk serta permasalahan yang timbul di dalamnya. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Studi Magister Kenotariatan, diketahui bahwa penelitian tentang Analisis Yuridis Faktor Penghambat Eksekusi Jaminan Fidusia Dalam Melindungi Kreditur (Studi Pada

11 11 PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk Balai Kota Medan), belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama, maka tesis ini dapat dinyatakan keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Beberapa penelitian sebelumnya ada ditemukan mengenai perpajakan jaminan fidusia, namun topik permasalahan dan bidang kajiannnya berbeda dengan penelitian ini, peneliti tersebut antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Leni Marlina, Mahasiswa Magister Kenotariatan, dengan judul Eksekusi Di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT. Batavia Prosperindo Finance Cabang Medan. Pokok masalah dari penelitian adalah : a. Faktor-faktor apa yang menyebabkan eksekusi objek jaminan fidusia pada lembaga pembiayaan konsumen? b. Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan dalam penarikan objek jaminan fidusia atas kredit macet? c. Bagaimana prosedur eksekusi di bawah tangan objek jaminan fidusia atas kredit macet kepemilikan mobil? 2. Penelitian yang dilakukan oleh Yosephina Hotma Vera, Mahasiswa Magister Kenotariatan, dengan judul Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Diikat Dengan Akta Jaminan Fidusia Terhadap Bangunan Yang Berdiri di Atas Tanah Otorita Batam.

12 12 Pokok masalah dari penelitian adalah : a. Apakah pengaturan objek yang dapat di jadikan jaminan fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia telah mengakomodasi perkembangan masyarakat khususnya di Pulau Batam? b. Bagaimanakah akibat hukumnya terhadap benda tidak bergerak sebagai objek jaminan fidusia khususnya terhadap bangunan yang berdiri diatas lahan Hak Pengelolaan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam? c. Bagaimanakah pengikatan akta jaminan fidusia atas agunan dalam perjanjian kredit di Pulau Batam? 3. Penelitian yang dilakukan oleh Gomsalati, Mahasiswa Magister Kenotariatan, dengan judul Tinjauan Atas Pelaksanaan Penghapusan Jaminan Fidusia (Studi Pada Lembaga Pendaftaran Fidusia Kementrian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Propinsi Aceh). Pokok masalah dari penelitian adalah : a. Apakah yang melatarbelakangi pembuatan akta jaminan fidusia secara notariil? b. Kenapa jaminan fidusia tidak dilakukan penghapusan/pencoretan fidusia oleh para pihak? c. Apakah hal-hal yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan/penghapusan Pencoretan Fidusia? Dari judul dan permasalahan penelitian di atas, maka terdapat perbedaan di dalam pembahasan permasalahan. Penulisan ini adalah asli karena sesuai

13 13 dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka sehingga penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah dan terbuka atau masukan serta saran-saran yang membangun. Apabila dikemudian hari ternyata penelitian ini telah melanggar asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif, dan terbuka, maka Peneliti bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Widjaja, Mahasiswa Sarjana Strata Satu (1) Fakultas Hukum, dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur dalam Terjadi Eksekusi Jaminan Fidusia. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Made Wiratha, Mahasiswa Sarjana Strata Satu (1) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Pada Perjanjian Jaminan Fidusia Dalam Praktek. 6. Penelitian yang dilakukan oleh Anita Lidya, mahasiswa Sarjana Strata Satu (I) Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jawa Timur, dengan judul Perlindungan Hukum Kreditur Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun F. Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan

14 14 atau pegangan teoritis dalam penelitian. 24 Menurut Kerlinger, teori adalah : A set of interrelated construct (concepts) definitions, and propositions that present a systematic view of phenomena by specifying relation among variables, with the purpose of expalining and predicting the phenomena (satu set konsep yang membangun, defenisi dan proposisi yang menyajikan pandangan sistematis fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel dengan tujuan ekspalining dan memprediksi fenomena). 25 Penelitian ini menggunakan teori hukum dalam ranah empiris (teori yuridis sosiologis), yang dikemukakan oleh Oliver Wendell Holmes yang beraliran realisme. 26 Teori ini sesungguhnya dibangun berdasarkan teori hukum yang dihubungkan dengan kondisi sosial di mana hukum dalam arti sistem norma itu diterapkan. 27 Adapun teori sebagai Temuan Penelitian (Grounded Theory) bahwa teori dibangun dari data yang berupa temuan fakta-fakta hukum berdasarkan observasi langsung kelapangan atau dengan istilah teoretisasi data, dimana teori awal yang digunakan hanya sebagai rujukan, namun tidak ada pengaruhnya terhadap hasil penelitian. 28 Penggunaan teori semacam ini dilakukan dengan menggunakan logika deduktif, sehingga dalam penelitian hukum, cara penggunaan teori ini tepat untuk tipe 24 M. Solly Lubis, Fisafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke I, 1994, hal Maria SW. Sumardjono, Hak Tanggungan Dan Fidusia, Jurnal Hukum Bisnis, Volume I, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 1997, hal Cahyadi, Antonius dan E. Fernando M. Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2007, hal Ibid. 28 Ibid.

15 15 penelitian yuridis empiris. 29 Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai ilmu lainnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Soejono Soekanto bahwa perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga semangat ditentukan oleh teori. 30 Suatu teori harus diuji dengan mengahadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benaranya. 31 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. 32 Perlunya ungkapan mengenal kausal yang logis diantara perubahan variabel dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka pikir (frame of thinking) dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut. 33 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 34 Adapun tujuannya yaitu : mewujudkan keadilan (rechtsgerchtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan 29 Ibid. 30 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta 1986, hal J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting M. Hisman, UI Press Jakarta, 1996, hal Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, Undip, Semarang, 2006, hal Bintoro Tjokroamidjojo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1998, hal Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35

16 16 kepastian hukum (rechtszekerheid). 35 Adapun tujuan untuk mewujudkan keadilan (rechtsgerchtigheid) atau justice yang juga dikemukakan oleh Adam Smith bahwa keadilan adalah untuk melindungi diri dari kerugian (the end of justice is to secure from injury). 36 Dalam hal ini adapun kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis dari para penulis ilmu hukum di bidang hukum jaminan fidusia dan jaminan kebendaan lainnya, sistem hukum benda dan perjanjian kredit bank, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penulisan tesis ini. 37 Jaminan fidusia merupakan jaminan yang lebih berdasarkan pada kepercayaan, sesuai dengan asal katanya yang berasal dari kata fides yaitu kepercayaan. Oleh karena itu, hubungan hukum yang terjadi antara debitur (pemberi fidusia) dan kreditur (penerima fidusia) merupakan hubungan hukum berdasarkan kepercayaan. Hal ini dapat dilihat Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia yang memberi pengertian mengenai jaminan fidusia yaitu pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Jaminan fidusia mempunyai sifat sebagai perjanjian assesoir yaitu sebagai perjanjian yang 35 Achmad Ali, Menguak Takbir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi, Pidato pada Pengukuhan sebagai Guru Besar, USU Medan, 17 april 2004, hal 4-5, dikutip dari Neil Mac Cormick, Adam Smith On Law, Valvaraiso University Law Review, Vol.15, 1981, hal M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80

17 17 mengikuti perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak kepada para pihak lain untuk memenuhi suatu prestasi. Dari penjelasan tersebut diperoleh pemahaman bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok, yang bila jaminan fidusia ini dituangkan dalam akta fidusia dan didaftarkan, pada kantor pendaftaran fidusia, barulah timbul hak preferen dan secara otomatis pula kepada kreditur memiliki kedudukan istimewa yakni bila debitur ingkar janji, maka kreditur berdasarkan parate eksekusi dapat melakukan pengambilalihan kendaraan bermotor tersebut, karena akta fidusia dapat dipersamakan dengan putusan pengadilan. Berdasarkan beberapa jenis jaminan tersebut terdapat beberapa azas jaminan dari hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan, antara lain : 1. Azas publiciteit, yaitu azas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertahanan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia terdapat di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama yaitu syahbandar.

18 18 2. Azas specialiteit, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan pada barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 3. Azas tak dapat dibagi-bagi, yaitu azas dapat dibaginya hutang yang tidak mengakibatkan dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan sebagai pembayaran. 4. Azas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai. 5. Azas horizontal, yaitu bangunan dan tanah yang bukan merupakan satu kesatuan, dan dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain berdasarkan hak pakai. 38 Sifat terbuka dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya ialah setiap orang bebas yang menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam Pasal 1320 Kitab Undang- 2004, hal HS.Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

19 19 Undang Hukum Perdata. Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian yaitu : a. Unsur essentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian. b. Unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian, walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian. c. Unsur accidentalia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian. 39 Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 yang berbunyi : pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. 40 a. Objek Jaminan Fidusia Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia, disebutkan bahwa benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah : 1) Benda bergerak, antara lain : benda berwujud maupun tidak berwujud dan benda terdaftar maupun yang tidak terdaftar. 39 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, 1985, hal Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank Alvabeta, Jakarta, 2005, hal.96

20 20 2) Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun Selanjutnya ketentuan mengenai objek jaminan fidusia antara lain terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, menyebutkan bahwa objek jaminan fidusia antara lain : 1) Benda tersebut harus dapat memiliki dan dialihkan secara hukum 2) Dapat atas benda berwujud 3) Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang 4) Benda bergerak 5) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan 6) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotek 7) Baik atas benda yang sudah ada maupun benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri 8) Dapat atas satuan atau jenis berbeda 9) Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda 10) Hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia 11) Hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia 12) Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) Objek jaminan fidusia meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu, yang tidak bisa dijaminkan melalui lembaga jaminan hak tanggungan atau hipotek, tetapi kesemuanya dengan syarat bahwa objek lembaga jaminan fidusia berbeda dengan objek hak tanggungan dan hipotek sehingga tidak akan saling tumpang tindih. Menurut Satrio bahwa syarat benda yang menjadi objek jaminan fidusia harus bisa dimiliki dan dialihkan, berkaitan erat dengan hak-hak dari kreditur penerima fidusia, dalam hal debitur cidera janji atau wanprestasi. Bila jaminan tidak bisa dimiliki oleh orang lain atau dialihkan, maka ketentuan Pasal 15, Pasal 27, Pasal 29,

21 21 Pasal 31, Pasal 32 dan Pasal 34 Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak mempunyai arti apa-apa. 41 Pemberian jaminan fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta kekayaan si pemberi fidusia untuk pemenuhan kewajibannya, konsep harta kekayaan meliputi aspek ekonomi dan aspek hukum. Pemberi fidusia telah melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk sementara waktu. Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut. 42 Kekuasaan yang dimaksud bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis, artinya pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda bergerak yang dijaminkannya itu, akan tetapi pemberi fidusia tersebut tidak dapat mengalihkan maupun mengagunkan benda bergerak yang dijaminkannya itu kepada pihak lain, sebelum kewajibannya tersebut terhadap kreditur penerima fidusia terpenuhi, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis. b. Pendaftaran Jaminan Fidusia Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada kantor pendaftaran jaminan fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya hal J.Satrio, Op.Cit, hal Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1994,

22 22 jaminan fidusia. 43 Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia adalah perjanjian jaminan fidusia adalah bersifat perorangan. Tahap proses perjanjian jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga memberi karakter tersendiri dengan segala akibat hukumnya. Perjanjian fidusia seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan lainnya yaitu bersifat accesoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang-piutang yang mendahuluinya. Selain itu jaminan fidusia juga hapus karena pelepasan hak jaminan fidusia oleh penerima fidusia, termasuk musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Penghapusan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun Uraian tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa suatu perjanjian pembiayaan/kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik bagi si kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan yang dapat dibuat dengan perjanjian jaminan fidusia, yang merupakan suatu perjanjian jaminan yang tunduk pada asas konsensualisme yang dianut oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Konsensualisme adalah perjanjian sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang sah mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada detik tercapainya kata sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan antara kreditur dan debitur. Kata 43 Pasal 14, Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999

23 23 sepakat mengenai kredit antara kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit dinyatakan dengan cara menandatangani surat perjanjian pembiayaan. 44 Penelitian ini berusaha untuk memahami jaminan fidusia secara yuridis, artinya memahami objek penelitian sebagai hukum yaitu sebagai kaidah hukum sebagai yang ditentukan dalam yurispudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum jaminan, sistem hukum benda dan perjanjian kredit bank. 45 Penelitian lebih lanjut mengenai lembaga jaminan fidusia menjadi semakin penting. Dalam perjalanannya sebagai lembaga jaminan yang dibutuhkan masyarakat, dahulu eksistensi fidusia didasarkan kepada yurispudensi, 46 dan sekarang jaminan fidusia sudah diatur dalam undang-undang tersendiri. 47 c. Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Akta Jaminan fidusia adalah akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. 48 Walaupun tidak ada kata-kata harus atau wajib dalam redaksi Pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris, akan tetapi dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara 44 Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, PT. Grafindo, Jakarta, 1993, hal Soerjono Soekanto, Teori Yang Murni Tentang Hukum, PT. Alumni, Bandung, 1985, hal Yurispudensi di Belanda (Bierbrowerij Arrest), tanggal 25 Januari 1929 dan di Indonesia dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 18 Agustus 1932 dalam kasus Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) vs Pedro Clignett. 47 Jaminan Fidusia diatur dalam UU No.42 Tahun Sebelumnya Fidusia diatur secara sporadis dalam UU No.16 Tahun1985 dan UU No.4 Tahun konsultasi.php?id=36, diakses pada tanggal 22 Januari 2013, pukul WIB

24 24 Pendaftaran Fidusia dan biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia, ditentukan bahwa hanya terhadap jaminan fidusia yang dibuat dengan akta notaris saja yang diterima pendaftarannya oleh kantor pendaftaran fidusia, sehingga pembuatan jaminan fidusia dengan akta notaris ini harus di artikan sebagai suatu keharusan. Menurut Satrio bahwa dipilihnya bentuk akta notariil, biasanya dimaksudkan agar suatu tindakan yang membawa akibat hukum yang gegabah dan dari kekeliruan, karena seorang notaris, biasanya juga bertindak sebagai penasehat bagi kedua belah pihak, dan melalui nasehatnya diharapkan agar para pihak sadar akan akibat hukum yang bisa muncul dari tindakan-tindakan mereka, disamping itu adanya kewajiban notaris untuk membacakan isi akta yang bersangkutan, bisa juga berfungsi sebagai perlindungan akan tindakan gegabah Konsepsi Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. 50 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 51 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Peranan 49 J.Satrio, Op.Cit, hal Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara., Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal 35

25 25 konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. 52 Bentuk jaminan secara garis besar dikenal dua macam, yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan, dan jaminan yang paling disukai bank adalah jaminan kebendaan. 53 Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum positif adalah Jaminan Fidusia, dimana sebagai lembaga jaminan atas benda bergerak, jaminan fidusia banyak dipergunakan oleh masyarakat bisnis. 54 Beberapa serangkaian defenisi operasional dalam penulisan ini perlu dirumuskan antara lain sebagai berikut : a. Jaminan adalah kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya. 55 b. Fidusia adalah pengalihan hak kemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal Tan Kamelo, Op.Cit, hal 2 54 Ibid. 55 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Cetakan II, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal Pasal 1 ayat (1), Undang-Undang Jaminan Fidusia No. 42 Tahun 1999 (dalam pasal ini, pembentuk undang-undang mengidentifikasi bangunan merupakan benda tidak bergerak sebagai objek fidusia)

26 26 c. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan bangunan/rumah di atas tanah orang lain baik yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 57 d. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena ditentukan undang-undang. e. Kreditur adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. 58 f. Debitur adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undangundang. 59 g. Akta Perjanjian Kredit adalah akta otentik yang berisi perjanjian hak dan kewajiban debitur dan kreditur mengenai jumlah hutang beserta bunga, denda, dan biaya-biaya lain, dan sebagainya. h. Akta Jaminan Fidusia adalah akta dibawah tangan dan akta notaris yang berisikan pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan utangnya Ibid, Pasal 1 ayat 2 58 Pasal 1 (8), Undang-Undang Jaminan Fidusia No. 42 Tahun Ibid, Pasal 1 ayat 9 60 Tan Kamelo, Op.Cit, hal.33

27 27 i. Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah penyerahan dokumen awal berupa syaratsyarat pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh notaris yang telah dilegalisasi kepada kantor pendaftaran fidusia dalam bentuk form yang berisi keterangan objek jaminan fidusia tersebut. 61 j. Eksekusi adalah upaya kreditur merealisasi hak secara paksa karena debitur tidak mau secara sukarela memenuhi kewajibannya. Dengan demikian eksekusi merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa hukum. 62 G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian Sifat penelitian penulisan ini yaitu deskriptif analitis, yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan sseperangkat data yang lain. Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang diteliti. Analitis mengungkapkan karakteristik objek dengan cara menguraikan dan menafsirkan faktafakta tentang konvensi bahasa dan pokok persoalan yang diteliti Irma Devita Purnamasari, Hukum Jaminan Perbankan, PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2011, hal Mochammad Dja is, Hukum Eksekusi Sebagai Wacana Baru Dibidang Hukum, Fakultas Hukum Undip, 2000, hal.7 63 Metode Penelitian Hukum, diakses tanggal 01 Mei 2012

28 28 2. Pendekatan Penelitian Permasalahan yang telah dirumuskan di atas akan dijawab atau dipecahkan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu dilakukan dengan cara meneliti di lapangan dengan cara wawancara dengan responden yang merupakan data primer dan meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan. 64 Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa faktor penghambat dan penyelesaiannya dalam eksekusi jaminan fidusia serta perlindungan hukum bagi kreditur sebagai pemberi kredit pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Kantor Wilayah I, Medan. Penelitian yuridis empiris menitikberatkan pada penelitian lapangan yang menjelaskan situasi serta hukum yang berlaku dalam masyarakat secara menyeluruh, sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta dan dari segi peraturan perundangundangan yang berlaku serta dokumen-dokumen berbagai teori, 65 yang semuanya berhubungan dengan judul tesis. 64 Ibrahim Joh11...ni, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2005, Hal Rony Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal.11.

29 29 3. Sumber Data Penelitian Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber kepustakaan. 66 Data skunder yang dipakai adalah bahan hukum. Berdasarkan kekuatan yang mengikatnya, bahan hukum untuk memperoleh data terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu : a. Bahan hukum primer yaitu hukum yang mengikat dari sudut norma dasar peraturan dasar dan perundang-undangan, 67 yang berhubungan dengan perjanjian, jaminan kebendaan, jaminan fidusia. Penulisan ini mengkaji ketentuan yang berasal dari perundang-undangan yang mengatur perlindungan hukum terhadap perlindungan kreditur dan jaminan fidusia : 1. Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 b. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi. 68 Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, yang terdiri atas : 66 Soejono dan H. Abdurahman, Op. Cit., Hal Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, Hal Petter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, PT.Praditya Paramitha, Jakarta, 2005, hal. 141

30 30 1) Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan mengenai pengeksekusian jaminan fidusia dan perlindungan hukum terhadap kreditur 2) Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian peneliti. 3) Tulisan dari para ahli yang berkaitan dengan hukum jaminan fidusia c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian yaitu : 69 1) Kamus Bahasa Indonesia 2) Kamus Ilmiah Populer 3) Surat Kabar 4) Hasil seminar hukum jaminan 5) Internet, makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian. 4. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan thesis ini adalah menggunakan : 1. Metode penelitian kepustakaan (library research). Metode ini merupakan pengumpulan data yang dilakukan melalaui literatur atau dari sumber bacaan berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan thesis ini untuk digunakan sebagai dasar ilmiah pembahasan materi. Metode Penelitian 69 Soerjono Soekanto dan Sri Mulyadi, Op. Cit., hal. 55

31 31 Kepustakaan (library research) merupakan studi kepustakaan yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini Wawancara Untuk melengkapi data yang diperoleh disamping data sekunder untuk menambah data dalam penelitian ini akan dipergunakan cara memperoleh data dari informan melalui wawancara 71. Wawancara berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai pendukung penelitian hukum empiris dalam eksekusi jaminan fidusia yang mengunjuk PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota Medan untuk mencari fakta-fakta yang nyata pada perjanjian kredit terlebih dalam pengikatan jaminan fidusia dan penghambat eksekusi jaminan fidusia tersebut mengingat PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk merupakan salah satu Bank terbesar dan diminati debitur dalam melakukan perjanjian kredit, yaitu dengan melakukan wawancara dengan salah satu pegawai yaitu Bapak Basril selaku Regional Credit Recovery di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, Balai Kota, Medan. 70 Riduan, Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bina Cipta, Bandung, 2004, hal Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 91

32 32 5. Analisis Data Seluruh data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokumen (data sekunder), data hasil pengamatan dan wawancara dianalisis dengan metode kualitatif. 72 Termasuk bahan hukum yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dari lapangan dianalisa secara kualitatif dengan mempelajari seluruh data dari bahan hukum yang memberikan telaah yang mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang dikuasai. 73 Hasil pengumpulan data akan ditabulasi dan di sistematisasi. Kemudian menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum untuk permasalahan yang bersifat rasio/logika berfikir deduktif induktif. 74 Selanjutnya bahan hukum yang telah ada akan dianalisis sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula, 75 dan melihat ketentuan perlindungan hukum terhadap kreditur dan eksekusi atas objek jaminan fidusia yang dijaminkankan terhadap bank. 72 Ibid. 73 Mukti Ali et al, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka Fajar, Yogyakarta, 2010, hal Ibrahim Jhony, Op. Cit. hal Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 106

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun bukan berarti didalam suatu perjanjian kredit tersebut tidak ada risikonya. Untuk menghindari wanprestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan adanya alat bukti tertulis dalam suatu pembuktian di Pengadilan mengakibatkan semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk

BAB I PENDAHULUAN. badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah salah satu sumber dana bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya seperti kebutuhan untuk membeli rumah, mobil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. 1 1 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN FIDUSIA 1.1 Sejarah Jaminan Fidusia a. Zaman Romawi Kebutuhan akan adanya lembaga jaminan, telah muncul sejak zaman romawi. Bagi masyarakat pada saat itu, fidusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering kita mendapati perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, salah satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan permohonan kredit yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu perjanjian accsoir yang ada dalam suatu perjanjian kredit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu Perjanjian Kredit biasanya terdapat perjanjian accesoir (perjanjian ikutan) yang mengikuti perjanjian kredit tersebut. Fidusia merupakan salah satu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh bank sebagai suatu lembaga keuangan, sudah semestinya. hukum bagi semua pihak yang berkepentingan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu produk yang diberikan oleh bank dalam membantu kelancaran usaha debiturnya, adalah pemberian kredit dimana hal ini merupakan salah satu fungsi bank yang sangat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi kebutuhuan ini, sifat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang semua kegiatan manusia tidak lepas dari yang namanya uang. Mulai dari hal yang sederhana, sampai yang kompleks sekalipun kita tidak dapat lepas dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di tengah perekonomian yang terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan usahanya,

Lebih terperinci

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti

BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN. Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti BAB II FIDUSIA SEBAGAI SALAH SATU BENTUK LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN A. Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia manurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. 23 Sesuai dengan arti kata ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Dengan menghadapi adanya kebutuhankebutuhan tersebut, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli tanah merupakan suatu perjanjian dalam mana pihak yang mempunyai tanah (penjual) berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. rangka pembaharuan hukum dengan mengadakan kodifikasi dan unifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur telah dilakukan berbagai usaha oleh pemerintah. Salah satu usaha tersebut adalah meningkatkan dan menyempurnakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang 1 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Disatu sisi ada masyarakat yang kelebihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. oleh gabungan orang yang bukan badan hukum sekalipun. Tidak dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian terus berlangsung dimanapun dan oleh siapapun sebagai pelaku usaha, baik pribadi, badan hukum privat atau publik, bahkan oleh gabungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang melindungi, memberi rasa aman, tentram dan tertib untuk mencapai kedamaian dan keadilan setiap orang.

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura) i TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga menyebabkan meningkatnya kebutuhan usaha dalam sektor perbankan. Hal ini ditandai dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR. Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDITUR DAN DEBITUR A. Pengertian Kreditur dan Debitur Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Untuk benda jaminan yang berupa benda bergerak, maka hak kebendaan tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis dapatlah dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik Pemerintah maupun masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA BAB II SEGI HUKUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Sejarah dan Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fides yang artinya adalah kepercayaan. Sesuai dengan arti dari kata ini, maka hubungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. Definisi pembiayaan (finance) berdasarkan Surat Keputusan Menteri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Dalam perkembangan bisnis dan usaha dana merupakan salah satu sarana penting dalam rangka pembiayaan. Kalangan perbankan selama ini diandalkan sebagai satu-satunya

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian di Indonesia mempunyai dampak yang sangat positif. Perbaikan sistem perekonomian dalam penentuan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi

Lebih terperinci