IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT TERHADAP PEMENUHAN HAK ATAS PEKERJAAN DAN PENGHIDUPAN YANG LAYAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT TERHADAP PEMENUHAN HAK ATAS PEKERJAAN DAN PENGHIDUPAN YANG LAYAK"

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT TERHADAP PEMENUHAN HAK ATAS PEKERJAAN DAN PENGHIDUPAN YANG LAYAK Oleh : Kadek Januarsa Adi Sudharma 1 Universitas Pendidikan Nasional ABSTRACT Ensuring equal rights and status of person with disability in the workplace as was stipulated in article 5 of law no 4 of 1997 about the disabled was not accompanied by its implementation. In the employment field, there are still many assumption that person with disability is equal to unhealthy person so they could not be accepted to be an employee because one of the requirements are included healthy both physically and mentally. So it needs to be questioned about the legal protection of the right to work and a decent living for person with disability according to legislation and the effectiveness of law no. 4 of 1997 about the disabled in the term of fulfillment of right to work and a decent living. If we see in the article 4 of Convention on the Rights of Persons with Disabilities, expressly stated that the state is obligated to adopt all legislative and administrative policy in accordance with this convention. It is mean that all the regulations in Indonesia should be adjusted and synchronized in accordance with this convention, started from the substance up to the clauses of all articles. However, until now the government has not shown the real actions to fulfill those rights. And so as in the provisions of the disabled law that is included the protection of right to work and a decent living is not yet worked effectively. There are various factors included the law itself, the executor of the law, facilities and society that still less than optimal on the implementation of disabled law. So it is needed to have socialization in all areas and more often as well as real actions and should be integrated in providing access for the sake of fulfillment of right to work and a decent living of person with disability. Key words: disability, effectiveness, right fulfillment 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Pendidikan Nasional (UNDIKNAS) Denpasar, januarsaadi@gmail.com 133

2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah enyandang cacat atau penyandang disabilitas merupakan bagian dari masyarakat yang tidak P terpisahkan dalam kehidupan. Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (selanjutnya disebut UU Penyandang Cacat), pada Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunya kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan mental. Dalam dasawarsa terakhir, sebutan penyandang cacat mengalami perubahan menjadi penyandang disabilitas seiring dengan perubahan stigma di kalangan penyandang disabilitas dan organisasi terkait, yang menganggap bahwa istilah cacat merupakan istilah yang merendahkan kondisi dan kemampuan penyandang disabilitas bersangkutan. 2 Isu-isu disabilitas juga kian banyak dibicarakan sehubungan dengan meningkatnya jumlah penyandang disabilitas di Indonesia. Hampir di seluruh dunia diketahui bahwa 80 persen dari penyandang disabilitas hidup di bawah garis kemiskinan. 3 Penyandang disabilitas seringkali tidak memiliki akses untuk pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan, dan kegiatan perekonomian. Para penyandang disabilitas juga memiliki kemungkinan kecil untuk dipekerjakan dibandingkan dengan mereka yang tanpa disabilitas. Selain itu ketika mereka dipekerjakan, seringkali mereka bekerja untuk pekerjaan yang dibayar rendah dengan kemungkinan promosi yang sangat kecil serta kondisi kerja yang buruk. 4 Banyak hak-hak para penyandang disabilitas yang dilanggar dengan berbagai cara di seluruh dunia ini termasuk di Indonesia. 5 Penanganan permasalahan penyandang disabilitas telah mengalami pergeseran paradigma dari pendekatan belas kasihan ke arah yang lebih mengutamakan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas yaitu mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, tidak terkecuali kesempatan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah disebutkan bahwa Negara telah menjamin bahwa setiap warga negaranya berhak memperoleh hak asasi. Salah satunya adalah hak memperoleh pekerjaan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XA Pasal 28 D ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Mengacu pada Pasal tersebut dapat terlihat dengan jelas bahwa dalam hak dan perlindungan kerja merupakan hal mutlak yang harus diberikan kepada setiap orang yang bekerja tanpa mengenal dikriminasi dan membeda-bedakan seseorang atas dasar status, ras, agama maupun kondisi fisik seseorang. 6 2 Okta, Siradj & Irwanto, 2010, Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia, Jakarta: FISIP UI- AusAID,hlm UN Enable Fact sheet on Persons with Disabilities, diakses tanggal 01 Desember International Labour Office, 2013, Mempromosikan Pekerjaan Layak bagi Semua Orang: Membuka Kesempatan Pelatihan dan Kerja bagi penyandang Disabilitas, Jakarta: ILO Publication, hlm Action on Disability and Development, diakses tanggal 01 Desember El-Muhtaj, Majda, 2012, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm

3 Penyetaraan hak penyandang disabilitas dalam hal memperoleh pekerjaan telah dijamin dalam Pasal 14 UU Penyandang Cacat yang telah mengatur adanya kuota satu persen bagi penyandang disabilitas dalam ketenagakerjaan, artinya ada kewajiban bagi perusahaan untuk mempekerjakan satu orang penyandang disabilitas untuk setiap 100 orang pegawai. Dengan demikian, tak ada alasan bagi perusahaan untuk menutup lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas yang mempunyai keinginan untuk bekerja dalam rangka meningkatkan taraf kualitas kehidupannya. Terjaminnya kesamaan hak dan kedudukan penyandang disabilitas dalam dunia kerja seperti yang telah diatur dalam Pasal 5 UU Penyandang Cacat, ternyata tidak disertai dengan pelaksanaannya di lapangan. Dalam bidang ketenagakerjaan masih banyak yang menganggap bahwa penyandang disabilitas sama dengan tidak sehat, sehingga tidak dapat diterima sebagai pekerja karena syarat untuk menjadi pekerja salah satunya adalah sehat jasmani dan rohani. Cara pandang yang salah terhadap penyandang disabilitas dan minimnya fasilitas yang diberikan untuk menjangkau dunia kerja bagi para penyandang disabilitas memperlihatkan bahwa masih lemahnya implementasi perlindungan hukum akan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi penyandang disabilitas, meskipun telah ada perlindungan hukum dari UU Penyandang Disabilitas. Sebagai upaya perlindungan hukum hak-hak warga negara penyandang disabilitas maka diperlukan sebuah sosialisasi regulasi yang jelas sehingga mampu melindungi hak penyandang disabilitas. Dengan regulasi yang disertai aksi nyata maka akan diharapkan dapat memperkecil kemungkinan pengurangan akan hak dalam memperoleh pekerjaan yang dihadapi para penyandang disabilitas serta menjamin tak adanya diskriminasi maka pengawasan dan penelaahan lebih mendalam mengenai efektivitas dari UU Penyandang Cacat dalam memberikan perlindungan hukum akan hak atas pekerjaan merupakan hal mutlak yang wajib dilakukan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang menjadi bahasan penulisan ini adalah: 1. Bagaimanakah perlindungan hukum dalam pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi penyandang disabilitas menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia? 2. Bagaimanakah implementasi Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dalam memenuhi hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak? II. PEMBAHASAN 2.1 Perlindungan Hukum Dalam Pemenuhan Hak Atas Pekerjaan Dan Penghidupan Yang Layak Bagi Penyandang Disabilitas Menurut Peraturan Perundang-Undangan C Di Indonesia onvention on the Rights of Persons with Disabilities (selanjutnya disingkat CRPD) merupakan konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas yang telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD (selanjutnya disingkat UU Pengesahan CRPD). CRPD merupakan instrument HAM internasional dan nasional dalam upaya penghormatan, pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas di Indonesia. Tujuan konvensi ini adalah untuk 135

4 memajukan, melindungi, dan menjamin kesamaan hak dan kebebasan yang mendasar bagi semua penyandang disabilitas, serta penghormatan terhadap martabat penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan (inherent dignity). 7 Salah satu pembeda CRPD dengan konvensi internasional yang terkait dengan perlindungan hak asasi manusia lainnya adalah luasnya tujuan, makna dan ruang lingkup perlindungan bagi disabilitas. Dilihat dari tujuannya, konvensi ini tidak hanya untuk memajukan, melindungi dan menjamin penyandang disabilitas untuk menikmati hak-hak asasi manusia dan kebebasan fundamental yang juga dapat dinikmati orang yang bukan disabel, tetapi lebih jauh dari itu mereka harus dapat menikmatinya secara penuh dan tanpa diskriminasi yang didasarkan disabilitas. Selain itu, konvensi ini juga bertujuan untuk meningkatkan penghormatan terhadap harkat dan martabat insani yang melekat pada setiap diri manusia tanpa pandang bulu. 8 Dari kedua tujuan tersebut terlihat bahwa konvensi ini ingin menegaskan kembali bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak-hak asasi dan martabat yang harus dapat dinimatinya secara penuh dan tanpa diskriminasi yang didasarkan pada disabilitas Konvensi menetapkan kewajiban umum setiap Negara peserta termasuk Indonesia, untuk wajib merealisasikan hak yang termuat dalam Konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, hukum dan administrasi dari setiap negara, termasuk mengubah peraturan perundang-undangan, kebiasaan dan praktik-praktik yang diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, menjamin partisipasi penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik, olahraga, seni dan budaya, serta pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi. Dalam pasal 4 (empat) konvensi tersebut, secara tegas dinyatakan bahwa negara wajib mengadopsi semua kebijakan legislatif dan administratif sesuai dengan Konvensi ini. Artinya, seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku positif di Indonesia, seperti Undang- Undang Lalu-Lintas, Undang-Undang Kepegawaian, Undang- Undang Kesehatan, Undang- Undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Bangunan serta peraturan dibawahnya haruslah disesuaikan serta disinkronikasikan sesuai dengan konvensi ini, mulai dari substansi di dalam perundang-undangannya hingga sampai klausul-klausul pasalnya. Namun hingga saat ini, pemerintah belum memperlihatkan tindakan nyata. Belum ada peraturan perundang-undangan yang diupayakan untuk disinkronisasi atau diharmonisasi dengan CRPD. Inilah peran utama dan tindakan yang harus sesegera mungkin dilakukan oleh Pemerintah dalam hal pemenuhan hak bagi penyandang Disabilitas. Dalam Konvensi hak-hak bagi penyandang disabilitas tentang pekerjaan diatur dalam pasal 27, yaitu : 1) Penyandang cacat memiliki kesamaan hak dan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. 2) Melarang diskriminasi atas dasar kecacatan berkaitan dengan pekerjaan termasuk pada saat rekrutmen, pemberian pekerjaan, keberlanjutan pekerjaan, pengembangan karir, serta kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat. 7 Penjelasan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan CRPD. 8 Lihat Pasal 1 (Alinea 1) CRPD. 136

5 3) Melindungi tenaga kerja penyandang cacat atas dasar kesetaraan termasuk kondisi kerja yang adil, penggajian yang sama, promosi jabatan. 4) Memajukan kesempatan agar penyandang cacat dapat bekerja sendiri, berwiraswasta, kerjasama dan memulai bisnis sendiri. Secara normatif, telah terdapat beberapa instrumen hukum yang dilahirkan untuk melindungi hak penyandang disabilitas untuk bekerja. Instrument hukum tersebut meliputi: 1) UUD tahun 1945 Pasal 28 D ayat 2 2) UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 67 3) UU No.4/1997: Tentang Penyandang Cacat Pasal 6 (2), (3) dan (4), Pasal 3, Pasal 14 4) UU No.39/1999: Tentang Hak Asasi Manusia 5) Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.205/MEN/1999 tentang Pelatihan Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Penyandang Cacat. 6) Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.205/MEN/ 1999 tentang Pelatihan Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Penyandang Cacat. 7) Surat tedaran Badan Kepegawaian Negara No.K.26-20/U-5-39/48 Tentang Pengangkatan Penyandang Cacat menjadi Pegawai Negeri. 8) Kesepakatan Bersama antara Menteri Sosial. Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Dalam Negeri dan DPP Apindo tentang Penempatan dan Pendayagunaan Tenaga Kerja Penyandang Cacat di Perusahaan dan dan Masyarakat 9) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.01.KP Tentang Penempatan Tenaga Kerja Penyandang Cacat di Perusahaan. 10) Surat Edaran Menteri Sosial RI No.001/PR/ XII-4/SE.MS Tentang Penerimaan Tenaga Kerja Penyandang Cacat di sektor pemerintah dan swasta. 2.2 Implementasi Undang-Undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Dalam Memenuhi Hak Atas Pekerjaan Dan Penghidupan Yang Layak Peraturan perundang-undangan, baik yang tingkatannya lebih rendah maupun yang lebih tinggi bertujuan agar masyarakat maupun aparatur penegak hukum dapat melaksanakannya secara konsisten dan tanpa membedakan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Namun dalam realitasnya peraturan perundang-undangan yang ditetapkan seringkali dilanggar sehingga aturan tersebut tidak berlaku efektif. Implementasi UU Penyandang Cacat masih belum efektif dalam memberikan perlindungan hukum dalam rangka pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi penyandang disabilitas di Indonesia. Ketidak efektifan peraturan perundang-undangan tersebut dikarenakan kondisi-kondisi berikut yang sepatutnya terlaksana penuh dan juga sesuai dengan syarat-syarat berlakunya hukum secara efektif menurut teori efektivitas hukum. Kondisi-kondisi tersebut meliputi: a) Undang-undang sepatutnya dirancang dengan baik, dimana kaidah-kaidah yang mematoki harus dirumuskan dengan jelas dan dapat dipahami dengan penuh kepastian. Tanpa patokanpatokan yang jelas orang sulit untuk mengetahui apa yang sesungguhnya diharuskan sehingga undang-undang tidak akan efektif. Hal ini tersirat dalam UU Penyandang Cacat terkait 137

6 pemenuhan hak atas pekerjaan masih kurang jelas dan pasti. Pasal-pasalnya tersebut masih berfokus pada social base bukannya human rights base. Hak dan kewajiban penyandang cacat yang masih harus disesuaikan dengan jenis dan derajat kecacatan, kemampuan dan pendidikannya merupakan bagian yang kurang pasti dan lugas dalam melindungi hak penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan. Pasal 8 yang menyatakan bahwa pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat banyak kurang dipahami. Misalnya dalam lingkungan terkecil dari penyandang disabilitas itu sendiri, banyak anggota keluarga yang tidak memahami pasti seperti apa tindakan yang dapat menghilangkan hak-hak penyandang disabilitas tersebut dan bagaimana dapat berupaya dalam membantu penyandang disabilitas dalam mendapatkan hak-haknya. b) Undang-undang itu, seyogianya bersifat melarang dan bukannya bersifat mengharuskan. Pada umumnya hukum prohibitur itu lebih mudah dilaksanakan ketimbang hukum mandatur. Pasal-pasal terkait pemenuhan hak atas pekerjaan masih bersifat mengharuskan penyedia lapangan kerja untuk wajib memperkerjakan penyandang disabilitas sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya, pendidikan dan kemampuannya yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan. c) Berat sanksi yang diancamkan kepada si pelanggar tidaklah boleh terlalu berat. Sanksi yang terlalu berat dan tak sebanding dengan macam pelanggarannya akan menimbulkan keengganan dalam hati penegak hukum untuk menerapkan sanksi itu secara konsekuen terhadap orang-orang golongan tertentu. Dalam pasal 28 UU Penyandang Cacat mengenai ketentuan pidana bagi siapa saja yang melanggar pasal 14 UU Penyandang Cacat mengenai kesamaan kesempatan dalam memperkerjakan penyandang disabilitas memperlihatkan kondisi demikian. Banyak perusahaan baik swasta dan negeri ataupun penyedia lapangan kerja yang meyakini bahwa penerimaan tenaga kerja merupakan hak mereka yang dilakukan sesuai tuntutan industri kerja dan target pengusaha. Oleh karena itu, ketentuan pidana tersebut dianggap memberatkan untuk jenis pelanggaran yang diyakini tidak sepenuhnya sebagai suatu pelanggaran. d) Kemungkinan untuk mengamati dan menyidik perbuatan-perbuatan yang dikaidahi dalam undang-undang harus ada. UU Penyandang Cacat termasuk dalam hukum yang dibuat untuk melarang perbuatan-perbuatan yang sulit dideteksi sehingga keefektifannya sangat sulit tercapai. Di banyak kalangan masyarakat di Indonesia, disabilitas masih dipercaya sebagai bagian dari takdir buruk dalam hidup seorang manusia. Penyandang disabilitas diyakini merupakan orang yang tak mampu belajar, tidak memiliki keterampilan dan kemampuan serta tidak akan pernah mandiri dalam berbagai kegiatan. Itulah sebabnya UU Penyandang Cacat yang berkehendak mengontrol kepercayaan-kepercayaan atau keyakinan-keyakinan orang tersebut tidak efektif. e) Hukum yang mengandung larangan-larangan moral akan jauh lebih efektif ketimbang hukum yang tak selaras dengan kaidah-kaidah moral. Namun, larangan penolakan calon tenaga kerja dengan disabilitas merupakan bagian yang dirasa tidak terdapat dalam kaidah-kaidah moral sehingga hukum kalah efektif dalam pelaksanaanya. f) Agar hukum itu bisa berlaku secara efektif, mereka yang bekerja sebagai pelaksana hukum harus menunaikan tugas dengan baik. Para pelaksana hukum tersebut harus mengumumkan 138

7 undang-undang secara luas. Terkait dengan UU Penyandang Cacat, sosialisasi masih terasa kurang merata dan kurang menyentuh langsung baik penyandang disabilitas maupun pihak penyedia lapangan kerja (dari skala kecil, menengah hingga skala besar. Aparat-aparat penegak hukum yang seharusnya juga bekerja keras tanpa mengenal jemu untuk menyidik dan menuntut pelanggar-pelanggar, belum melaksanakan tugas penting ini. Banyak penyandang disabilitas berkompenten masih menganggur dan belum diselidiki alasan mereka tidak memperoleh pekerjaan. Banyak perusahaan yang tidak memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang disabilitas dalam memperoleh pekerjaan tidak dituntut telah melakukan pelanggaran. g) Agar suatu undang-undang dapat efektif maka suatu standar hidup sosio-ekonomi yang minimal harus ada di dalam masyarakat. Isu disabilitas juga merupakan isu sosial dan ekonomi. Banyak penyandang disabilitas yang kesulitan menjangkau akses kesehatan yang layak. Keluarga pendamping juga menghadapi kesulitan dalam memahami kondisi disabilitas tersebut. Hal ini pun berdampak pada semakin beratnya derajat disabilitas orang bersangkutan yang semakin mempersempit kemampuannya. Kondisi kesehatan yang tidak baik, mempersulit penyandang disabilitas dalam mengakses jenjang dan jalur pendidikan atau pelatihan keterampilan. Sehingga hal ini menyebabkan banyak penyandang disabilitas yang tidak memiliki pendidikan dan kemampuan yang sesuai dengan tuntutan dunia pekerjaan. Sehingga standar sosio-ekonomi yang seharusnya tercapai menjadi sangat rendah, dan berdampak pada tidak terlaksananya pasal perlindungan pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi penyandang disabilitas. Kondisi-kondisi yang menggambarkan belum efektifnya UU Penyandang Cacat dalam memenuhi hak penyandang disabilitas juga sesuai dengan lima syarat bagi efektif tidaknya suatu sistem hukum menurut teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Clearence J. Dias, Howard dan Mummers 9. Kelima syarat tersebut meliputi: a) Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap. Pengetahuan tentang disabilitas dan upaya pemenuhan hak disabilitas dalam UU Penyandang Cacat merupakan bagian yang sulit dipahami karena isu disabilitas baru menjadi arus utama hanya pada organisasi-organisasi sosial yang berupaya memberdayakan para penyandang disabilitas. b) Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-aturan yang bersangkutan. Banyak warga masyarakat yang tidak berkepentingan langsung terhadap isu disabilitas tidak mengetahui adanya peraturan ini. Bahkan penyandang disabilitas sendiri sebagai subjeknya kerap tidak mengetahui isi dari setiap pasal pada UU Penyandang Cacat. c) Efesien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum yang dicapai dengan bantuan aparat administratsi yang menyadari kewajibannya untuk melibatkan dirinya ke dalam usaha mobilisasi yang demikian atau para warga masyarakat yang merasa terlibat dan merasa harus berpartisipasi di dalam proses mobilisasi hukum. d) Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang merata yang tidak hanya harus mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan tetapi juga harus cukup efektif 9 H.Salim & Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hlm

8 menyelesaikan sengketa. Berbagai bentuk penghambatan dalam pemerataan kesempatan memperoleh pekerjaan yang telah lama terjadi di Indonesia, belum pernah diselesaikan sebagaimana mestinya. Walaupun Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB melalui UU Pengesahan CRPD, namun masih banyak peraturan perundang-undangan yang isinya tidak mendukung terciptanya akses dan pemenuhan serta perlindungan hak bagi para penyandang disabilitas di Indonesia. e) Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat, bahwa aturanaturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya mampu efektif. Namun ketidaktahuan warga masyarakat terhadapnya adanya UU Penyandang Cacat menyebabkan pengakuan terhadap peraturan tersebut tiada. Terlebih lagi adanya stigma negative yang masih sangat kuat ada di masyarakat menyebabkan UU ini belum efektif untuk melindungi hak-hak penyandang disabilitas terutama hak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. III. KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan 1. Perlindungan hukum dalam rangka pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi penyandang disabilitas telah tertera dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia yang dimana salah satunya Indonesia telah meratifikasi Convention on the Rights of Persons with Disabilities (selanjutnya disingkat CRPD) yang merupakan konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas menjadi Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD. 2. Sejauh ini implementasi ketentuan-ketentuan dalam UU Penyandang Cacat yang menyangkut perlindungan pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak belum efektif. Berbagai faktor baik undang-undang itu sendiri, pelaksana undang-undang, sarana prasarana dan faktor masyarakat masih kurang optimal dalam pelaksanaan undang-undang penyandang disabilitas tersebut. 3.2 Saran-Saran 1. Diperlukan sosialisasi terhadap UU Penyandang Cacat yang lebih merata dengan frenkuensi pelaksanaan yang lebih sering. Media dan metode sosialisasi UU Penyandang Cacat juga harus bisa mengakomodir kebutuhan para penyandang disabilitas baik tuna netra, tuna rungu, tuna daksa, tuna grahita maupun cacat ganda. 2. Diperlukan langkah konkrit dan terintegrasi dalam penyediaan akses demi mendukung pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pemerintah sebaiknya menyediakan pendidikan yang terjangkau dan merata, akses kesehatan yang baik serta pelaksanaan berbagai program yang dapat mengurangi stigma negatif para penyandang disabilitas di masyarakat. 140

9 DAFTAR PUSTAKA Buku : El-Muhtaj, Majda, 2012, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group. H.Salim & Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. International Labour Office, 2013, Mempromosikan Pekerjaan Layak bagi Semua Orang: Membuka Kesempatan Pelatihan dan Kerja bagi penyandang Disabilitas, Jakarta: ILO Publication. Okta, Siradj & Irwanto, 2010, Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia, Jakarta: FISIP UI-AusAID Undang-Undang : Indonesia, Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan CRPD Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Internet : Action on Disability and Development, diakses tanggal 01 Desember UN Enable Fact sheet on Persons with Disabilities, diakses tanggal 01 Desember

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas yang tidak menyadari dengan potensi yang mereka miliki. Sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kerja memang menuntut manusia untuk mampu menguasai dan melaksanakan bidang pekerjaan yang sedang digeluti. Terlebih dengan semakin berkembangnya teknologi yang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DISABILITAS TERHADAP HAK MEMPEROLEH PEKERJAAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DISABILITAS TERHADAP HAK MEMPEROLEH PEKERJAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DISABILITAS TERHADAP HAK MEMPEROLEH PEKERJAAN Oleh : Yuni Ratnasari Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani kehidupan sebagai seorang penyandang disabilitas, apakah itu karena kecelakaan, penyakit, atau

Lebih terperinci

ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM JURNAL KAJIAN YURIDIS TERHADAP HAK PENYANDANG DISABILITAS UNTUK MENJADI PEGAWAI NEGERI SIPIL SESUAI KETENTUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Diajukan Oleh : FRANSISCA ERLINDA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka

DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan BAB II Tinjauan Pustaka DAFTAR ISI JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... x INTISARI... xii ABSTRACT... xiii BAB I Pendahuluan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai rupa yang berbeda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Setiap manusia memiliki kelebihan

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS I. UMUM Para penyandang disabilitas seringkali tidak menikmati

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM DARI DISKRIMINASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM DUNIA KERJA

PERLINDUNGAN HUKUM DARI DISKRIMINASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM DUNIA KERJA JURNAL SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM DARI DISKRIMINASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS DALAM DUNIA KERJA Diajukan oleh : Maria Nurma Septi Arum Kusumastuti N P M : 120510872 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

RABU, 20 JANUARI 2016

RABU, 20 JANUARI 2016 PENJELASAN KOMISI VIII DPR RI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS RABU, 20 JANUARI 2016 JAKARTA KOMISI VIII DPR RI DEW AN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Assalamu'alaikum Wr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi fisik bahkan kondisi sosial penyandang disabilitas pada umumnya dinilai rentan, baik dari aspek ekonomi, pendidikan, keterampilan, maupun kemasyarakatannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara untuk turut

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara untuk turut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban yang setara untuk turut serta dalam pembangunan nasional, tidak terkecuali bagi penyandang disabilitas.

Lebih terperinci

Ekspose Vol. XXVI, Nomor 1, Januari-Juni 2017

Ekspose Vol. XXVI, Nomor 1, Januari-Juni 2017 Implementasi Undang - undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas dalam Perlindungan Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Di Kabupaten Bone Nur Paikah Dosen STAIN Watampone Abstrak The

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT ATAS HAK MENDAPATKAN PEKERJAAN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT ATAS HAK MENDAPATKAN PEKERJAAN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN vi PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT ATAS HAK MENDAPATKAN PEKERJAAN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN Alvina Kristanti 0987004 ABSTRAK Persamaan di hadapan

Lebih terperinci

Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak

Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Novelina MS Hutapea* * Dosen Fakultas Hukum Universitas Simalungun Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap Hak asasi manusia (HAM). Salah satu pilar hak asasi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap Hak asasi manusia (HAM). Salah satu pilar hak asasi manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi perlindungan terhadap Hak asasi manusia (HAM). Salah satu pilar hak asasi manusia yang menjadi perhatian serius Indonesia

Lebih terperinci

PERNYATAAN POLITIK RAPAT KERJA NASIONAL 2007 PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA

PERNYATAAN POLITIK RAPAT KERJA NASIONAL 2007 PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA PERNYATAAN POLITIK RAPAT KERJA NASIONAL 2007 PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA Dengan Nama dan Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, Kami segenap keluarga besar tunanetra Indonesia yang hadir dalam Rakernas Pertuni

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (KONVENSI MENGENAI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS

SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS SEMINAR MEWUJUDKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS 23 AGUSTUS 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas Peraturan Daerah Tentang

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb Selamat Malam dan Salam sejahtera bagi kita semua

Assalamu alaikum Wr. Wb Selamat Malam dan Salam sejahtera bagi kita semua LAPORAN KOMISI VIII DPR RI ATAS HASIL PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DISAMPAIKAN PADA RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KAMIS, 17 MARET 2016

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak asasi manusia

Lebih terperinci

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH BUKU AJAR (BAHAN AJAR) PERLINDUNGAN HAK ANAK Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2013 PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK Hak Asasi Manusia atau yang dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KESETARAAN DIFABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyandang disabilitas. Namun data dari The World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. penyandang disabilitas. Namun data dari The World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Tidak ada seorangpun yang ingin menjalani kehidupan sebagai seorang penyandang disabilitas. Namun data dari The World Health Organization (WHO) / Organisasi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara

BAB I PENDAHULUAN. negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai rumusan mengenai sifat negara yang diinginkan serta tujuan pembentukan pemerintahan. Negara Indonesia yang diinginkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat

Lebih terperinci

m^w^^^^mi^^^^m m M &&&?zmi Hpj

m^w^^^^mi^^^^m m M &&&?zmi Hpj m^w^^^^mi^^^^m m M Hpj &&&?zmi w m m PANDANGAN DAN PENDAPAT PRESIDEN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENYANDANG DISABILITAS Pimpinan dan Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang tentang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON - Edwin Hartana Hutabarat ---------------------------- selanjutnya disebut Pemohon.

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI IMPLEMENTASI PP NOMOR 43 TAHUN 1998 PASAL 28 TERHADAP PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT. MADUBARU - PG/PS MADUKISMO.

JURNAL SKRIPSI IMPLEMENTASI PP NOMOR 43 TAHUN 1998 PASAL 28 TERHADAP PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT. MADUBARU - PG/PS MADUKISMO. JURNAL SKRIPSI IMPLEMENTASI PP NOMOR 43 TAHUN 1998 PASAL 28 TERHADAP PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT. MADUBARU - PG/PS MADUKISMO Diajukan oleh : SEPTIAN ADI CAHYA NPM : 09 05 10029 Program Studi Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang. Penyandang Disabilitas mengatur bahwa;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang. Penyandang Disabilitas mengatur bahwa; 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang Penyandang Disabilitas mengatur bahwa; Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2015 HAM. Rencana Aksi. Nasional. Tahun 2015-2019. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN

Lebih terperinci

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN KESEMPATAN KERJA BAGI PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT.ALFA RETAILINDO (CARREFOUR) MAGUWOHARJO, SLEMAN

JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN KESEMPATAN KERJA BAGI PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT.ALFA RETAILINDO (CARREFOUR) MAGUWOHARJO, SLEMAN JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN KESEMPATAN KERJA BAGI PEKERJA PENYANDANG DISABILITAS DI PT.ALFA RETAILINDO (CARREFOUR) MAGUWOHARJO, SLEMAN Diajukan Oleh : NILLA WIDYANINGRUM NPM : 10 05 10335 Program Studi

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1368, 2015 KEMENSOS. Penyandang Disabilitas. ASN. Aksesibilitas. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG AKSESIBILITAS APARATUR SIPIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga sebagai Negara

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA Arni Surwanti 11 APRIL 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN Rangkaian Kegiatan Perayaan Hari Internasional Penyandang Disabilitas

KERANGKA ACUAN KEGIATAN Rangkaian Kegiatan Perayaan Hari Internasional Penyandang Disabilitas Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Australia Organisasi Penyandang Disabilitas Australia Konsorsium Nasional (Konas) Difabel KERANGKA ACUAN

Lebih terperinci

Jl. Rangga Gading No.8 Bandung

Jl. Rangga Gading No.8 Bandung Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Perlindungan Hukum Penyandang Disabilitas Di Indonesia Pasca Ratifikasi Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (CRPD) Oleh Indonesia Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari berbagai bentuk pembangunan. Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kedaulatan rakyat ini juga dicantumkan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum untuk selanjutnya disebut Pemilu yang diselenggarakan secara langsung merupakan perwujudan kedaulatan rakyat. Pengakuan tentang kedaulatan

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Oleh : I Dewa Bagus Dhanan Aiswarya Putu Gede Arya Sumerthayasa Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dilahirkan dengan keadaan yang berbeda-beda. Tidak semua orang terlahir dengan keadaan yang sempurna. Beberapa orang terlahir dengan keadaan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hak Warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hak Warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Warga Negara Indonesia untuk mendapatkan pekerjaan dan kebebasan memilih pekerjaan dilindungi oleh UUD 1945, Pasal 27 Ayat (2), menyatakan bahwa tiap-tiap warga

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS Menimbang BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Kedudukan Pekerja Penyandang Cacat Dalam Memperoleh Pekerjaan Berdasarkan Hukum Positif Di Indonesia

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA BUPATI KARANGANYAR, ESA Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persepsi negatif dan mengarah pada diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. persepsi negatif dan mengarah pada diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Disabilitas atau yang lebih banyak diartikan sebagai kecacatan, seringkali dikaitkan dengan masalah keterbatasan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, penyakit, dan anggapan

Lebih terperinci

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA

Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 63 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Materi Kuliah HAK ASASI MANUSIA Modul 8 Oleh : Rohdearni Tetty Yulietty Munthe, SH/08124446335 63 Rohdearni Tetty Yulietty

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa rakyat turut membantu memberikan kontribusi dalam menilai kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disabilitas merupakan sebuah istilah baru untuk menjelaskan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Disabilitas merupakan sebuah istilah baru untuk menjelaskan mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disabilitas merupakan sebuah istilah baru untuk menjelaskan mengenai keadaan seseorang yang memiliki ketidakmampuan berupa keadaan fisik, mental, kognitif,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebuah hak asasi sekaligus sebuah sarana untuk merealisasikan hak-hak asasi manusia lainnya. Pendidikan mempunyai peranan sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian dari hak asasi manusia dan hak setiap warga negara yang usaha pemenuhannya harus direncanakan dan dijalankan dan dievaluasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN KELOMPOK RENTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang

Lebih terperinci

Oleh: Rahayu Repindowaty Harahap, S.H., LL.M./Bustanuddin, S.H., LL.M. ABSTRAK

Oleh: Rahayu Repindowaty Harahap, S.H., LL.M./Bustanuddin, S.H., LL.M. ABSTRAK 17 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS MENURUT CONVENTION ON THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES (CRPD) Oleh: Rahayu Repindowaty Harahap, S.H., LL.M./Bustanuddin, S.H., LL.M. ABSTRAK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN BARU: JAMINAN PEMENUHAN HAK BAGI PENYANDANG DISABILITAS THE NEW POLICY: UNDERTAKING THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES.

KEBIJAKAN BARU: JAMINAN PEMENUHAN HAK BAGI PENYANDANG DISABILITAS THE NEW POLICY: UNDERTAKING THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES. KEBIJAKAN BARU: JAMINAN PEMENUHAN HAK BAGI PENYANDANG DISABILITAS THE NEW POLICY: UNDERTAKING THE RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES Imas Sholihah Pusat Penelitian dan Pengembangan Kejaksaan Agung RI

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 138 CONCERNING MINIMUM AGE FOR ADMISSION TO EMPLOYMENT (KONVENSI ILO MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR

KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR KEYNOTE ADRESS RAFENDI DJAMIN WAKIL INDONESIA UNTUK AICHR PERTEMUAN SELA NASIONAL MAHASISWA HUBUNGAN INTERNASIONAL INDONESIA (PSNMHII) XXVI PROMOTING AND SUSTAINING BALI DECLARATION S PRIORITY AREAS ON

Lebih terperinci

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin pelindungan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak

Lebih terperinci

KEHARUSAN PENDAMPINGAN PENASEHAT HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

KEHARUSAN PENDAMPINGAN PENASEHAT HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEHARUSAN PENDAMPINGAN PENASEHAT HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM Oleh I Dewa Agung Ayu Paramita Martha I Made Pujawan Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tidak akan terlepas dalam upaya pemenuhan kebutuhannya. Kebutuhan tersebut bisa dalam bentuk barang ataupun jasa. Atas dasar itu negara sebagai organisasi

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN CALON TENAGA KERJA INDONESIA/ TENAGA KERJA INDONESIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang diamanahkan kepada orang tua untuk dicintai dan dirawat dengan sepenuh hati. Anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KEPADA PEKERJA YANG SAKIT

AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KEPADA PEKERJA YANG SAKIT AKIBAT HUKUM TERHADAP PENGUSAHA YANG MELAKUKAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KEPADA PEKERJA YANG SAKIT Oleh Nyoman Fatma Sari I Ketut Keneng Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disabilitas (Convention On the Rights of Persons with Disabilities) dengan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Disabilitas (Convention On the Rights of Persons with Disabilities) dengan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sepuluh tahun yang lalu tepatnya tanggal 13 Desember 2006 Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa menyepakati Konvesi Hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention On

Lebih terperinci