BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dilahirkan dengan keadaan yang berbeda-beda. Tidak semua orang terlahir dengan keadaan yang sempurna. Beberapa orang terlahir dengan keadaan fisik ataupun mental yang kurang dari orang normal biasanya atau memiliki keterbatasan. Hal ini lah yang memicu perlakuan berbeda terhadap orang-orang yang memiliki keterbatasan tersebut. Keadaaan dimana fisik atau mental seseorang yang tidak sempurna ini sering disebut difabel atau penyadang disabilitas. Istilah yang umum digunakan masyarakat sedikit berbeda dan memberikan stigma tersendiri terhadap penyandang disabilitas. Masyarakat sering menggunakan istilah cacat untuk menggambarkan keadaan seseorang yang memiliki keterbatasan atau kekurangan. Istilah ini memberikan stigma bahwa penyandang cacat tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari sehingga tidak jarang pula mengakibatkan terhambatnya pemenuhan hak bagi mereka. Indonesia telah memiliki peraturan perundangundangan yang menjadi payung hukum bagi penyandang cacat, yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Namun, istilah cacat sendiri sudah tidak relevan digunakan untuk menggambarkan keadaan seseorang dengan keterbatasannya tersebut. Pengertian difabel atau penyandang disabilitas menurut Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas (The UN Convention on the Rights of Persons with Disabilities/UNCRPD) tercantum dalam Pasal 1, dimana yang dimaksud orang dengan disabilitas adalah termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Sedangkan menurut WHO (World Health Organization), orang dengan disabilitas atau disability adalah suatu keadaan dimana individu mengalami kekurangmampuan yang 1

2 2 dimungkinkan karena adanya impairment seperti kecacatan pada organ tubuh (SAPDA, 2015 : 26). Menurut Laporan Bank Dunia dan WHO (World Health Organization) pada Tahun 2011 mengenai jumlah difabel di dunia adalah 15 persen dari total populasi dunia. Sedangkan total populasi Indonesia yang saat sensus Tahun 2010 lalu berada di angka 237,6 juta, jika diambil 15 persennya, artinya jumlah difabel di Indonesia berada di kisaran 35,7 juta orang. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Nasional (Kemenkes), penderita difabel pada Tahun 2011 berada di angka 6,7 juta jiwa atau 3,11 persen (Solider, akses pada 10 Oktober 2015). Sementara itu menurut Pusat Data Informasi Nasional (Pusdatin) Kementerian Sosial (2010), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebesar orang dengan perincian adalah tuna netra/penyandang disabilitas penglihatan, adalah tuna daksa/penyandang disabilitas fisik, adalah tuna rungu/penyandang disabilitas pendengaran, adalah tuna grahita/penyandang disabilitas mental dan adalah penyandang disabilitas kronis. Berdasarkan data Pusdatin ini jumlah penyandang disabilitas diperkirakan mencapai 4,8 persen dari 240 juta penduduk Indonesia (BKKBN, 2013) (Rahima, 204:minimnya-perlindungan-hukum-bagi-perempuan-disabilitas-akhwatunaedisi-45-&catid=40:akhwatuna&Itemid=307, akses pada 10 Oktober 2015). Segala aktivitas dalam kehidupan sehari-hari penyandang disabilitas harus mendapat perlakuan yang sama. Selain untuk melaksanakan kehidupan pribadi maupun sosial, bahkan dalam pemberian perlindungan terhadap orangorang yang memiliki keterbatasan tersebut harus sama dengan manusia pada umumnya. Pada intinya perlakuan yang sama harus diberikan dalam segala hal yang mencakup kehidupan berbangsa dan bernegara. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945) menyatakan bahwa negara Indonesia

3 3 merupakan negara hukum, maka semua aktivitas berbangsa dan bernegara di Indonesia dilandasi oleh hukum. Segala aktivitas yang dimaksud berarti terkait pula dengan peran pemerintah sebagai penyelenggara negara yang memiliki kewajiban melindungi seluruh warga negara dari kepastian hukum. Setiap orang berhak mendapat perlindungan atas haknya sebagai warga negara tanpa diskriminasi. Menurut Pasal 28D ayat (1) UUDNRI Tahun 1945, menyatakan Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perundingan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Bunyi pasal tersebut sudah jelas bahwa setiap orang memiliki hak mendapat perlakuan yang sama di depan hukum, hal ini tidak terkecuali seseorang yang memiliki keterbatasan (penyandang disabilitas). Perlindungan hukum atas orang-orang dengan keterbatasan yang dimiliki adalah tanpa diskriminasi dan sama seperti yang diberikan pada setiap orang pada umumnya. Perlakuan yang sama di depan hukum dikenal pula dengan asas Equality Before the Law (Julita Melissa, Jurnal Lex et Societatis, 2013 : 163). Asas tersebut memperjelas tidak adanya diskriminasi perlakuan hukum terhadap orang-orang yang memiliki keterbatasan baik fisik maupun mental. Ini juga merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi masyarakat ketika berhadapan dengan hukum. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum (Satjipto Rahardjo, 2000 : 53). Perlindungan hukum sangat penting diberikan karena setiap orang memiliki potensi untuk menjadi korban dari tindak pidana. Korban tindak pidana merupakan bagian penting dari pihak yang harus mendapat perlindungan hukum. Moeljatno mengartikan strafbaar feit sebagai perbuatan pidana, dimana yang dimaksud dengan perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut (Adami Chazawi, 2011 : 71). Sedangkan pengertian korban dikemukakan oleh

4 4 Arif Gosita, bahwa korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang bertentangan dengan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi yang menderita (Rena Yulia, 2013 : 49). Munculnya korban dari tindak pidana sebenarnya tidak lepas dari peranan korban itu sendiri. Peran yang dimaksud baik yang secara sadar atau tidak sadar memicu pelaku untuk melakukan tindak pidana terhadap korban. Keadaan atau situasi tertentu dari korban dapat mengundang pelaku untuk melakukan tindak pidana. Keadaan korban yang lemah dan tidak berdaya merupakan salah satu alasan utama pelaku melakukan tindak pidana. Situasi seperti ini yang bisa saja terjadi pada difabel atau penyandang disabilitas. Keadaan fisik atau mental yang lemah memicu pelaku dengan mudah melakukan tindak pidana. Penyandang disabilitas merupakan salah satu pihak yang rentan menjadi korban dari suatu tindak pidana. Berbicara mengenai hak yang diperoleh oleh penyandang disabilitas, salah satunya yakni terkait perlindungan hukum. Perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas dimaksudkan agar dapat tercapai kepastian hukum yang tanpa diskriminasi, serta menjamin adanya perlakuan yang sama di depan hukum. Penyandang disabilitas dalam melakukan aktivitas sehari-hari memiliki kendala atau hambatan, sehingga hal ini memicu mereka kesulitan mengungkapkan kebenaran dari sebuah peristiwa atau fakta yang terjadi. Terjadinya tindak pidana terhadap penyandang disabilitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti lemahnya fisik dan mental penyandang disabilitas sehingga tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari pelaku tindak pidana. Selain itu kurangnya perhatian dan perlindungan terhadap penyandang disabilitas juga memicu adanya kejahatan yang dilakukan terhadap mereka. Selama ini masyarakat masih memandang sebelah mata terhadap penyandang disabilitas. Bahkan keadaan penyandang disabilitas yang lemah justru menjadi peluang untuk melakukan kejahatan.

5 5 Selama ini dalam proses peradilan pidana, korban penyandang disabilitas disamakan dengan korban yang memiliki keadaan normal. Hal itu yang menimbulkan kurangnya perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas. Perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas sudah tercantum dalam Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CPRD) yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities. Dalam Pasal 12 dan 13 konvensi tersebut dengan tegas menerangkan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak atas kesetaraan pengakuan di hadapan hukum serta negara juga memiliki tugas memberikan akses terhadap pemenuhan keadilan. Penghormatan terhadap hak-hak bagi penyandang disabilitas tercantum jelas dalam Konvensi PBB Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas (UNCPRD) bahwa. The UNCRPD provides a wide range of basic rights to persons with disabilities. It recognises the inherent human dignity of all human beings. Along with equality and non-discrimination as the general principles informing the Convention, Article 3 provides for dignity, individual autonomy, full and active participation and inclusion, respect for difference, and accessibility. (Smitha Nizar, Indian Journal of Medical Ethics, 2011 : 227) (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas atau UNCPRD menyediakan berbagai hak-hak dasar bagi penyandang disabilitas. UNCPRD mengakui martabat yang melekat pada semua manusia. Bersama dengan kesetaraan dan non-diskriminasi sebagai prinsip umum dijelaskan dalam konvensi tersebut, Pasal 3 memberikan martabat, otonomi individu, partisipasi penuh dan aktif, menghormati perbedaan dan aksesibilitas). Indonesia juga memiliki beberapa peraturan perundang-undangan yang seharusnya dapat menjadi payung hukum guna memberikan perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas. Selain Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 yang meratifikasi Konvensi PBB mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang telah lama disusun sebagai payung hukum

6 6 untuk melindungi hak-hak penyandang cacat atau penyandang disabilitas. Dalam hal perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas yang menjadi korban tindak pidana, dapat dilihat pula dari beberapa peraturan perundangundangan yang berlaku sampai saat ini, seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Sering pula yang menjadi korban tindak pidana yakni penyandang disabilitas yang masih berusia anak, sehingga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juga menjadi payung hukum guna memberikan perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas masih sulit mendapat keadilan. Hal tersebut dikarenakan dalam proses peradilan pidana korban mengalami kesulitan untuk mengungkapkan kebenaran dari peristiwa yang dialami. Komunikasi yang terbatas tersebut membuat beberapa kasus yang dialami penyandang disabilitas sebagai korban berakhir dengan kasus yang tidak lanjut diproses atau pelaku yang pada akhirnya hanya divonis hukuman yang ringan. Trauma serta ketidaktepatan berfikir pada penyandang disabilitas juga menjadi hambatan korban dalam menjelaskan peristiwa di depan pengadilan. Disinilah pentingnya perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas. Sebagai korban yang kemudian dalam proses peradilan dijadikan sebagai saksi, korban tentu menemui kendala. Keterbatasan korban mengungkapkan peristiwa yang telah terjadi perlu pemahaman lebih. Selain itu ketepatan umur korban dengan psikologisnya berbeda, hal ini juga menyebabkan sulitnya proses pencarian keadilan. Salah satu kasus yang terjadi di masyarakat dimana penyandang disabilitas menjadi korban dari tindak pidana adalah kasus yang terjadi di Kota Agung, Lampung yang telah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Kota Agung dalam Putusan Nomor: 134/Pid.Sus/2014/PN.Kot. Tindak pidana yang terbukti yakni Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Terdakwa terbukti memaksa korban yang merupakan penyandang cacat mental dan juga masih berusia anak untuk

7 7 melakukan persetubuhan dengannya. Atas perbuatan terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan pidana denda sejumlah Rp ,- (seratus juta rupiah). Korban merupakan anak dan dalam keadaan tidak sempurna yakni mengalami cacat mental sejak usia 3 (tiga) tahun, korban juga merupakan seorang tuna rungu dan tuna wicara. Terdakwa yang telah melakukan perbuatan jahat tersebut bukan orang asing bagi korban, karena terdakwa merupakan tetangga korban. Proses persidangan berjalan tanpa menghadirkan korban, karena korban mengidap penyakit epilepsi. Namun, dengan beberapa alat bukti yang terungkap di persidangan telah membuktikan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan sesuai yang tercantum dalam Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti permasalahan tentang perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas yang rentan menjadi korban dari suatu tindak pidana, yang kemudian dituangkan dalam bentuk penelitian hukum dengan judul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KOTA AGUNG NOMOR: 134/PID.SUS/2014/PN.KOT). B. Rumusan Masalah Untuk menegaskan masalah yang akan diteliti, serta memecahkan masalah dengan tepat dan dapat mencapai tujuan semula. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan permasalahan yaitu apakah Putusan Pengadilan Negeri Kota Agung Nomor: 134/Pid.Sus/2014/PN.Kot sudah memenuhi rasa keadilan korban berdasarkan pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas sebagai korban tindak pidana dalam sistem hukum di Indonesia?

8 8 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan arah untuk menjelaskan maksud dari penelitian ini. Adapun tujuan yang ingin dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua macam, sebagai beikut: 1. Tujuan Objektif Tujuan objektif adalah tujuan umum yang mendasari penulis dalam menyusun penulisan ini. Dalam penelitian ini penulis memaparkan tujuan objektif yaitu untuk mengetahui bahwa Putusan Pengadilan Negeri Kota Agung Nomor: 134/Pid.Sus/2014/PN.Kot sudah memberikan keadilan terhadap anak penyandang disabilitas sebagai korban tindak pidana dalam sistem hukum di Indonesia. 2. Tujuan Subjektif Tujuan subjektif adalah tujuan pribadi penulis yang mendasari penulis dalam menyusun penulisan ini. Dalam penelitian ini, penulis memaparkan tujuan subjektif sebagai berikut: a. Untuk menambah, memperluas serta mengembangkan wawasan dan pengetahuan penulis di bidang ilmu hukum terutama bidang hukum pidana, baik teori maupun praktik dalam ranah hukum. b. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. c. Untuk menerapkan teori-teori dan ilmu hukum yang telah diperoleh penulis agar dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya dan pada masyarakat pada umumnya. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian tentu sangat diharapkan adanya manfaat atau kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian itu sendiri, baik bagi penulis maupun bagi masyarakat pada umumnya. Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut:

9 9 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis merupakan manfaat yang berkaitan dengan pengembangan ilmu hukum itu sendiri. Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu: a. Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan dan pemikiran serta landasan teoritis bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan ilmu hukum mengenai perlindungan hukum yang diberikan pada penyandang disabilitas yang menjadi korban dari tindak pidana. c. Sebagai salah satu sarana menambah referensi atau literatur yang digunakan atau menjadi acuan terhadap penelitian atau kajian hukum sejenis pada tahap selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis merupakan manfaat yang berkaitan dengan pemecahan masalah dari penelitian hukum ini. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu: a. Guna memberikan jawaban atas permasalahan yang akan diteliti. b. Guna memberikan pemecahan masalah atau memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait terhadap permasalahan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas sebagai korban dari suatu tindak pidana. c. Guna meningkatkan pola pikir yang dinamis dan kritis bagi masyarakat dan juga penulis sendiri dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh. E. Metode Penelitian Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 35). Dalam penelitian hukum agar mendapat hasil

10 10 yang tepat dan baik, diperlukan suatu metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam menyusun penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif diartikan sebagai suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif bukan deskriptif (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 33). Penelitian ini dikatakan penelitian hukum normatif yakni dilihat dari tinjauan dalam penelitian ini, penulis meninjau dari sisi perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas sebagai korban tindak pidana dalam sistem hukum di Indonesia. Penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini hanya bersifat sebagai pelengkap untuk memperkuat hasil penelitian bukan sebagai data utama. Wawancara dilakukan dengan narasumber yakni Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Komunitas Peduli Difabel. 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini bersifat perspektif dan terapan. Menurut Peter Mahmud Marzuki, sebagai ilmu yang bersifat preskripkitf, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-kosep hukum, dan norma-norma hukum. Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, ramburambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 22). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dari segala aspek terkait isu hukum yang diteliti untuk menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach), yakni terhadap pengaturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

11 11 masalah pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas sebagai bentuk perlindungan hukum. Pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 133). Selain itu, dalam penulisan hukum ini digunakan pula pendekatan kasus (case approach), dimana dilakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan erat dengan isu yang dibahas dalam penulisan hukum ini yakni terkait penyandang disabilitas yang menjadi korban dari suatu tindak pidana dan kaitannya pada proses peradilan pidana dalam sistem hukum di Indonesia. Berdasarkan kasus tersebut akan dijabarkan argumentasi yang dapat memecahkan isu hukum yang menjadi permasalahan dalam penulisan hukum. 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian hukum ini adalah data sekunder atau bahan pustaka. Berdasarkan jenis data yang digunakan penulis dalam penulisan hukum ini, yakni sumber data sekunder, yang kemudian sumber penelitian tersebut dibedakan dalam bahan hukum antara lain sebagai berikut: a. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas. Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun ) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Disabilitas. 5) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

12 12 6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities. 7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 8) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 9) Putusan Pengadilan Negeri Kota Agung Nomor: 134/Pid.Sus/2014/PN.Kot. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, jurnal-jurnal, surat kabar, majalah, makalah, internet dan dokumen-dokumen terkait, yang dalam penelitian ini dapat membantu penulis dalam menyusun penulisan hukum yang berhubungan dengan perlindungan hukum dan korban tindak pidana terhadap penyandang disabilitas. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan hukum yang menunjang atau memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, diantaranya berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia dan ensiklopedia terkait penyandang disabilitas. 5. Teknik Pengumpulan Data Guna memperoleh data yang akan digunakan untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang diteliti maka diperlukan adanya teknik pengumpulan data. Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan penulis yakni penelitian hukum normatif, maka teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah dengan melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data dengan mempelajari, menganalisis, serta mengkaji lebih dalam data-data tersebut yang berkaitan dengan penelitian. Teknik ini dilakukan guna memperoleh landasan teori yang tepat untuk menemukan jawaban atas permasalahan

13 13 yang diteliti. Studi kepustakaan diperoleh dari bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, surat kabar, majalah, makalah, media internet, serta sumber lain yang terkait dengan masalah yang diteliti. 6. Teknis Analisis Data Teknik analisis data dalam suatu penelitian memiliki peran penting untuk dapat mendapatkan jawaban yang tepat atas penelitian yang dilakukan. Teknis analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian hukum ini yakni dengan cara mengumpulkan bahan hukum yang diperoleh melalui studi kepustakaan atau sumber data sekunder lain yang kemudian diuraikan dan dirangkai sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan oleh penulis. Bahan hukum yang diperoleh tersebut diolah dengan logika deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006 : 393). F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran yang jelas terkait keseluruhan dari penulisan hukum ini, maka akan dibagi menjadi 4 (empat) bab, sebagai berikut: BAB I (Pendahuluan) menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menganalisis permasalahan yang dikaji. BAB II (Tinjauan Pustaka) menguraikan mengenai penyandang disabilitas dan hak asasi manusia, kejahatan terhadap kesusilaan dan perlindungan bagi korban kejahatan terhadap kesusilaan, perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas sebagai korban tindak pidana dalam sistem hukum di Indonesia. BAB III (Hasil Penelitian dan Pembahasan) menguraikan mengenai pengaturan perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas sebagai korban

14 14 tindak pidana dan perlindungannya dalam proses peradilan pidana di dalam sistem hukum di Indonesia, atas perlindungan tersebut akan memenuhi rasa keadilan bagi penyandang disabilitas sebagai korban tindak pidana. BAB IV (Simpulan dan Saran) menguraikan simpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Kemudian saran sebagai masukan atau pertimbangan terhadap pentingnya perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas sebagai korban tindak pidana.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum yang dijelaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan juga sebagai Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan terhadap korban, yang berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada seorangpun di dunia ini yang menginginkan menjalani kehidupan sebagai seorang penyandang disabilitas, apakah itu karena kecelakaan, penyakit, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Penipuan yang berasal dari kata tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur atau bohong, palsu dan sebagainya dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak pidana yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah tindak pidana pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial, yang berarti saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang diamanahkan kepada orang tua untuk dicintai dan dirawat dengan sepenuh hati. Anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia Perez (Jupe) harus masuk ke dalam jeruji besi. Kala itu, Dewi Persik (Depe) dan Jupe harus melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan Narkotika merupakan masalah yang kompleksitasnya memerlukan upaya penanggulangan secara menyeluruh. Upaya penanggulangan tersebut dilakukan dengan melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Anak adalah masa depan suatu bangsa sebagai tunas dan potensi yang mempunyai peran untuk menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anaklah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah penyandang disabilitas atau sering kali disebut difabel tergolong sangat banyak. Berdasarkan hasil pendataan atau survey Pusdatin Depsos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah memberikan perlindungan yang dimasukkan dalam peraturan-peraturan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. sudah memberikan perlindungan yang dimasukkan dalam peraturan-peraturan yang telah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan di jaman sekarang ini bukan lagi menjadi hal yang tabu untuk kita temukan, namun sudah menjadi hal yang sering kita dapati belakangan ini. Entah itu kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, Indonesia menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara mengucap rasa syukur, merawat, menjaga, dan. mengembangkan potensi yang dimiliki semaksimal mungkin. Karena diluar sana

BAB I PENDAHULUAN. cara mengucap rasa syukur, merawat, menjaga, dan. mengembangkan potensi yang dimiliki semaksimal mungkin. Karena diluar sana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna diantara makhluk-makhluk lain. Maka dari itu manusia hendaknya selalu bersyukur atas pemberian yang

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemenuhan aspek-aspek terkait dengan Hak Asasi Manusia merupakan amanat kemanusiaan yang wajib ditunaikan oleh setiap bangsa. Negara yang maju adalah Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan atas dasar hukum ( Recht Staat ), maka Negara Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern, banyak menimbulkan dampak positif dan juga dampak negatif bagi pembangunan nasional dan sumber daya manusia. Sesuai mengikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kejahatan seksual seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN Penegakan hukum tindak pidana pencabulan terhadap anak berdasarkan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak (studi di Pengadilan Negeri Sukoharjo) Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S310907004

Lebih terperinci

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA

MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA MEMPERKUAT HAK-HAK MELALUI TERWUJUDNYA PERATURAN DAERAH UNTUK PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG DISABILITAS DI KOTA YOGYAKARTA Arni Surwanti 11 APRIL 2016 Forum Penguatan Hak-hak Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejumlah negara berkembang mengalami angka pertumbuhan penduduk yang tinggi setiap tahunnya. Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi di suatu negara menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fasilitas kredit umumnya diberikan oleh lembaga keuangan. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak terjadi sepanjang abad kehidupan manusia. Hal tersebut tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse,

Lebih terperinci

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) OLEH : Aswin Yuki Helmiarto E 0003104 BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang. Penyandang Disabilitas mengatur bahwa;

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang. Penyandang Disabilitas mengatur bahwa; 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 ayat (1) tentang Penyandang Disabilitas mengatur bahwa; Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci