BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ulkus peptikum merupakan istilah yang mengacu pada erosi lapisan mukosa di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ulkus peptikum merupakan istilah yang mengacu pada erosi lapisan mukosa di"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Ulkus peptikum merupakan istilah yang mengacu pada erosi lapisan mukosa di mana saja di saluran pencernaan, namun biasanya mengacu pada erosi di lambung atau duodenum. Ada dua penyebab utama ulkus: terlalu sedikit produksi mukus atau terlalu banyak asam yang diproduksi dalam lambung atau dikirim ke usus (Corwin, 2008) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi mukus Ulkus umumnya berkembang ketika sel-sel mukosa usus tidak menghasilkan mukus yang cukup untuk melindungi terhadap pencernaan asam. Penyebab penurunan produksi mukus dapat mencakup apa saja yang menurunkan aliran darah ke usus, menyebabkan hipoksia lapisan mukosa dan cedera atau kematian sel-sel yang memproduksi mukus. Jenis ulkus ini disebut ulkus iskemik. Penurunan aliran darah terjadi dengan semua jenis shock. Suatu jenis tertentu dari ulkus iskemik yang berkembang setelah luka bakar parah disebut ulkus Curling (Corwin, 2008). Penyebab utama penurunan produksi mukus berhubungan dengan infeksi bakteri H. pylori. H. pylori menginfeksi sel-sel yang mensekresi mukus lambung dan duodenum, sehingga mengurangi kemampuan mereka untuk menghasilkan mukus. Sekitar 90% dari pasien yang memiliki ulkus duodenum dan 70% dari pasien yang memiliki ulkus lambung disebabkan infeksi H. pylori. Penurunan produksi mukus dalam duodenum juga dapat terjadi sebagai akibat dari penghambatan kelenjar penghasil mukus, yang disebut kelenjar Brunner. Aktivitas mereka dihambat oleh

2 stimulasi simpatis, stimulasi simpatis meningkat dengan stres kronis. Sehingga menjadi suatu rangkaian antara stres kronis dan pengembangan ulkus (Corwin, 2008) Pertahanan mukosa lambung Menurut Malik (1992), mukosa lambung merupakan sawar antara tubuh dengan berbagai bahan, termasuk makanan, produk-produk pencernaan, toksin, obat-obatan dan mikroorganisme yang masuk lewat saluran pencernaan. Bahan-bahan yang berasal dari luar tubuh maupun produk-produk pencernaan berupa asam dan enzim proteolitik yang dapat merusak jaringan mukosa lambung. Oleh karena itu, lambung memiliki sistem protektif yang berlapis-lapis dan sangat efektif untuk mempertahankan keutuhan mukosa lambung. Proteksi (faktor pertahanan) tersebut dilakukan oleh adanya beberapa faktor: 1. Faktor pre-epitelial Faktor pre-epitel merupakan faktor proteksi paling depan saluran pencernaan yang letaknya meliputi secara merata lapisan permukaan sel epitel mukosa saluran pencernaan. Cairan mukus dan bikarbonat yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar dalam mukosa lambung berfungsi sebagai faktor preepitelial untuk proteksi lapisan epitel terhadap enzim-enzim proteolitik dan asam lambung. Bikarbonat berfungsi menetralisir keasaman di sekitar lapisan sel epitel. Suasana netral dibutuhkan agar enzim-enzim dan transpor aktif di sekeliling dan dalam lapisan sel epitel mukosa dapat bekerja dengan baik (Guyton dan Hall, 1997). Menurut Guyton dan Hall (1997), mukus adalah sekresi kental yang terutama terdiri dari air, elektrolit dan campuran beberapa glikoprotein, yang terdiri dari sejumlah besar polisakarida yang berikatan dengan protein dalam jumlah yang lebih

3 sedikit. Menurut teori dua komponen sawar mukus dari Hollander, lapisan mukus lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap autodigesti. Lapisan ini memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan kimia (Wilson dan Lester 1994). Mukus menutupi lumen saluran pencernaan yang berfungsi sebagai proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa: (a) pelicin yang menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda keras), (b) sawar terhadap asam, (c) sawar terhadap enzim proteolitik (pepsin) dan (d) pertahanan terhadap organisme patogen (Julius 1992). 2. Faktor epitelial Integritas dan regenerasi lapisan sel epitel berperan penting dalam fungsi sekresi dan absorbsi dalam saluran pencernaan. Kerusakan sedikit pada mukosa (gastritis/duodenitis) dapat diperbaiki dengan mempercepat penggantian sel-sel yang rusak. Sel-sel epitel saluran pencernaan terus menerus mengalami pergantian dan regenerasi setiap 1-3 hari dipengaruhi oleh banyak faktor (Malik, 1992). 3. Faktor sub-epitelial Integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan oksigen secara terus menerus. Aliran darah mukosa mempertahankan mukosa lambung melalui oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai sumber energi. Selain itu, fungsi aliran darah mukosa adalah untuk membuang atau sebagai buffer difusi balik ion H +. Sistem pencernaan juga diproteksi oleh sistem imun baik lokal maupun sistemik serta sistem limfe terhadap berbagai toksin, obat dan bahan lainnya. Sistem imun lokal terdapat dalam saluran pencernaan, sedangkan sistem imun sistemik terdapat dalam sistem peredaran darah. Komponen dari sistem imun dalam saluran cerna adalah sel-

4 sel radang lokal saluran cerna (sel plasma, limfosit, monosit) dan jaringan limpoid yang bersifat sistemik (Malik, 1992). Selain beberapa faktor pertahanan di atas, pada selaput lendir saluran pencernaan juga terdapat komponen protektif mukosa yaitu prostaglandin (PG) (Julius 1992). Prostaglandin merupakan kelompok senyawa turunan asam lemak arakhidonat yang dihasilkan melaui jalur siklooksigenase (COX). Prostaglandin meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotik, termis atau kimiawi dengan cara regulasi sekresi asam lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan aliran darah mukosa. Dalam suatu telah telah ditunjukkan, bahwa pengurangan prostaglandin pada selaput lendir lambung memicu terjadinya ulkus. Hal ini membuktikan salah satu peranan penting prostaglandin untuk memelihara fungsi sawar selaput lendir (Kartasasmita, 2002). Gambar 2.1.Faktor-faktor penyebab ulkus (Liu dan Crawford, 2005) Cairan lambung (gastric juice) Cairan lambung (Gastric juice) adalah campuran heterogen dari cairan jernih, flocculent, dan mukus jernih. Konstituen utama dari cairan lambung (gastric juice) adalah asam hidroklorida, protease lambung (pepsin dan gastricsin), faktor

5 hematopoietic (faktor intrinsik dan pengikat vitamin B 12 ), hormon lambung, dan mucosubstance (aminopolysaccharides, mucopolyuronides, mucoids, dan mucoproteins). Protease lambung yang utama adalah pepsin dan gastricsin, pepsinogen adalah prekursor yang diubah menjadi pepsin aktif oleh HCl bebas dan oleh proses autokatalitik (Perigard, 2000). Pengujian fungsi lambung biasanya dilakukan pada sampel asam lambung yang dikumpulkan melalui intubasi langsung (direct intubation) ke dalam lambung. Kandungan lambung dalam puasa (normal, ml) dan sekresi lambung tersebut dikumpulkan dalam keadaan basal, atau setelah stimulasi oleh pemberian oral kafeinbenzoat atau alkohol, atau pemberian histamin parenteral, insulin, atau hormon pentagastrin. Sampel dikumpulkan melalui aspirasi terus menerus dan dianalisis untuk keasaman dan aktivitas protease lambung pada berbagai interval waktu (Dressman, et al., 1998; Perigard, 2000). Keasaman dapat ditentukan dengan pengukuran ph secara sederhana dan konversi ke meq H + atau dengan titrasi asam lambung. Asam lambung yang keluar (basal acid output ) adalah sekitar 1 meq/jam pada kondisi normal dan 2 sampai 4 meq pada pasien ulkus duodenum. Puncak keluaran asam (peak acid output/pao) setelah stimulasi histamin adalah 10 sampai 20 meq/jam dalam normal dan 40 sampai 50 meq/jam dalam ulkus duodenum, PAO setelah stimulasi pentagastrik mirip dengan histamin (Perigard, 2000) Helicobacter pylori Helicobacter pylori memproduksi urease dalam jumlah besar yang menghidrolisis urea dalam asam lambung dan mengubahnya menjadi amoniak dan

6 karbon dioksida. Efek buffer lokal dari amoniak menciptakan lingkungan kecil yang netral di sekitar bakteri yang melindungi dari efek asam lambung yang mematikan. H.pylori juga memproduksi protein penghambat asam yang memungkinkan untuk beradaptasi dengan lingkungan ph rendah di lambung (Berardi dan Welage, 2005). Kerusakan mukosa langsung dihasilkan oleh faktor virulensi (vacuolating cytotoxin, protein gen terkait cytotoxin dan faktor inhibitor pertumbuhan, enzim pengurai dari bakteri (lipase, protease, dan urease). H.pylori juga memproduksi protein toksin (Vac A) yang bertanggung jawab untuk pembentukan vakuola seluler. Lipase dan protease mendegradasi mukus, ammonia yang dihasilkan oleh urease bersifat toksik terhadap sel epitel dan penempelan bakteri meningkatkan pemasukan toksin ke dalam sel epitel. Infeksi H.pylori mengubah respon inflamasi dan merusak sel epitel secara langsung oleh mekanisme kekebalan yang dimediasi oleh sel atau secara tidak langsung dengan mengaktifkan neutrofil atau makrofag mencoba untuk memfagosit bakteri atau produk dari bakteri (Berardi dan Welage, 2005). 2.2 Metronidazol Uraian umum metronidazol (Depkes RI, 1995) Sinonim : 2-Metil-5-nitroimidazol-1-etanol Rumus Molekul : C 6 H 9 N 3 O 3 Berat Molekul : 171,16 Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, putih hingga kuning pucat; tidak berbau; stabil di udara, tetapi lebih gelap bila terpapar oleh cahaya.

7 Kelarutan : Sukar larut dalam eter; agak sukar larut dalam air, dalam etanol, dan dalam kloroform. Jarak lebur : antara 159 dan 163 o C NO 2 N OH N CH 3 Gambar 2.1 Rumus bangun metronidazol Farmakologi metronidazol Metronidazol mempunyai aktivitas antibakteri yang mampu melawan semua cocci anaerobik dan basil anaerobik gram negatif (termasuk Bacteroides spp.) serta basil anaerobik gram positif penghasil spora (Brunton, et al., 2008). Metronidazol digunakan dalam amubiasis hepatik dan intestinal, giardiasis, trichomoniasis saluran urogenital dan vaginosis bakterial. Juga digunakan dalam pengobatan infeksi mikroba anaerob di gigi dan profilaksi pembedahan saluran cerna, serta dalam infeksi campuran aerobikanerobik lainnya. Metronidazol juga diandalkan dalam penanganan ulkus duodenal akibat H.pylori dalam kombinasi dengan obat lain (Yellanki, et al., 2010). Metronidazol adalah suatu prodrug yang diaktivasi dengan cara reduksi gugus nitro oleh organisme yang suseptibel. Berbeda dengan patogen aerobik, patogen anaerobik dan mikroaerofilik seperti T. vaginalis, E. hystolitica, dan G. lamblia serta bakteri anaerobik mempunyai komponen transpor elektron dengan potensial redoks yang cukup negatif untuk mendonorkan elektron kepada metronidazol. Transpor elektron menghasilkan anion nitro radikal yang sangat reaktif yang membunuh bakteri

8 yang suseptibel melalui mekanisme radical-mediated yang merusak DNA (Brunton, et al., 2008). Selain bersifat antiinfeksi, metronidazol juga bersifat antiinflamasi. Ia mempengaruhi motilitas neutrofil, aksi limfosit, dan imunitas seluler (Haveles, 2007). 2.3 Gastroretentive Drugs Delivery System (GDDS) Kandidat obat yang sesuai untuk sediaan yang tertahan di lambung atau gastroretentif (Garg dan Gupta, 2008; Swetha, et al., 2012): a. Obat-obat untuk aksi lokal dalam lambung misalnya: misroprostol, antasida, dan antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi Helicobacter pylori. b. Obat-obat yang kelarutan rendah dalam ph alkalis misalnya: furosemida, diazepam, verapamil, dan klordiazepoksida. c. Obat-obat yang terutama diabsorbsi dalam lambung atau bagian atas dari saluran pencernaan misalnya: amoksisilin. d. Obat-obat yang mempunyai rentang absorpsi sempit dalam saluran pencernaan misalnya: siklosporin, metotreksat, levodopa, dan riboflavin. e. Obat-obat yang diabsorbsi cepat dari saluran pencernaan misalnya: metronidazol, dan tetrasikilin. f. Obat-obat yang tidak stabil dan terdegradasi didalam kolon misalnya ranitidin, metronidazol, dan metformin HCl. g. Obat-obat yang mengganggu mikroba kolon misalnya antibiotik untuk Helicobacter pylori. Kelebihan sediaan gastroretentif (Swetha, et al., 2012): a. Digunakan untuk aksi lokal dalam lambung. b. Dalam pengobatan dari penyakit ulkus peptikum.

9 c. Digunakan untuk penghantaran obat-obat dengan rentang absorbsi yang sempit. d. Mengurangi frekuensi pemberian. e. Meningkatkan bioavailabilitas obat. f. Digunakan untuk obat-obat yang tidak stabil di dalam cairan usus. g. Digunakan untuk menahan penghantaran obat. h. Digunakan untuk mempertahankan konsentrasi obat sistemik dalam rentang terapeutik. Kekurangan sediaan gastroretentif (Swetha, et al., 2012): a. Memerlukan jumlah yang cukup besar cairan lambung, bagi sistem untuk mengapung dan bekerja efisien. b. Tidak cocok untuk obat-obat dengan masalah stabilitas dan kelarutan dalam lambung serta obat-obat yang mempunyai efek iritasi pada lambung Jenis-jenis gastroretentif Pendekatan untuk sistem penghantaran obat tertahan di lambung secara umum terdiri dari : 1. Sistem pengembangan dan pembesaran (swelling and expandable system). Ini merupakan bentuk sediaan yang setelah ditelan, dalam lambung mengembang pada taraf tertentu yang mencegah mereka keluar dari pylorus, seperti terlihat pada Gambar 2.2. Akibatnya, bentuk sediaan masih dipertahankan dalam lambung untuk jangka waktu yang panjang. Formulasi tersebut dirancang untuk tertahan di lambung (gastric retention) dan pelepasan obat dikontrol dalam rongga lambung (Kumar, 2012).

10 Gambar 2.2 GDDS dengan sistem pengembangan dan pembesaran (Kumar, 2012) 2. Sistem bioadhesif (bioadhesive systems). Sistem bioadhesif digunakan sebagai perangkat penyampaian obat untuk meningkatkan absorpsi di tempat spesifik (site specific) dalam lambung. Pendekatan ini melibatkan penggunaan polimer bioadhesif, yang dapat menempel pada permukaan epitel di lambung (Dubernet, et al., 2004). Beberapa eksipien yang paling menjanjikan yang telah umum digunakan di sistem ini meliputi polycarbophil, karbopol, kitosan dan gliadin (Kumar, et al., 2012). Sistem bio/muko-adhesif dapat dilihat pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 GDDS dengan sistem bio/muko-adhesif (Al-Qadi, et al., 2012) Mekanisme bioadhesif/mukoadhesif untuk berikatan antara polimer dengan permukaan mukus/epitel dapat dibagi menjadi tiga kategori:

11 a. Adhesi yang dimediasi oleh Hidrasi Polimer hidrofilik tertentu memiliki kecenderungan untuk menyerap sejumlah besar air dan menjadi lengket, sehingga memperoleh sifat bioadhesif. Gastroretensi yang diperpanjang dari sistem pengiriman bio/muko-adhesi selanjutnya dikendalikan oleh laju disolusi polimer. b. Adhesi yang dimediasi oleh ikatan Adhesi polimer pada mukus/permukaan sel epitel melibatkan berbagai mekanisme ikatan. Ikatan fisik atau mekanik dapat dihasilkan dari deposisi dan masuknya bahan perekat di celah-celah mukosa tersebut. Ikatan kimia sekunder, berkontribusi terhadap sifat bioadhesif, terdiri dari interaksi disperssif (yaitu interaksi van der Walls) dan interaksi ikatan hidrogen. Gugus fungsional hidrofilik bertanggung jawab untuk membentuk ikatan hidrogen adalah hidroksil (-OH) dan kelompok karboksilat (-COOH) (Chien, 1992). c. Adhesi yang dimediasi oleh reseptor Polimer tertentu memiliki kemampuan untuk mengikat reseptor spesifik pada permukaan sel. Peristiwa yang dimediasi reseptor berfungsi sebagai pendekatan potensial dalam bio/muco-adhesi, sehingga meningkatkan retensi lambung dari bentuk sediaan (Kumar, et al., 2012). 2. Sistem pengapungan (floating systems) Sistem ini memiliki kerapatan massa yang kurang dari cairan lambung sehingga mengapung di lambung tanpa mempengaruhi tingkat pengosongan lambung untuk jangka waktu lama, obat dilepaskan perlahan pada tingkat yang diinginkan dari system. Setelah pelepasan obat, sistem residual dikosongkan dari lambung. Sistem

12 floating dapat dibagi ke dalam sistem effervescent dan non-effervescent (Kumar, 2012). Sistem floating dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 GDDS dengan sistem floating (Kumar, 2012) 3. Sistem berdensitas tinggi (High Density Systems) Sedimentasi telah digunakan sebagai mekanisme retensi untuk pelet yang cukup kecil untuk disimpan dalam lipatan lambung dekat daerah pilorus, yang merupakan bagian dari organ dengan posisi terendah dalam postur tegak. Pelet padat (sekitar 3 g/cm -3 ) terjebak dalam lipatan juga cenderung untuk menahan gerakan peristaltik dari dinding lambung, seperti terlihat pada Gambar 2.5. Waktu transit GI dapat diperpanjang rata-rata 5,8-25 jam, tergantung pada kepadatan dan diameter pellet tersebut. Eksipien yang biasa digunakan adalah barium sulfat, seng oksida, titanium dioksida dan serbuk besi. Bahan-bahan ini meningkatkan kepadatan hingga 1,5-2,4g/cm -3 (Kumar, et al., 2012). Gambar 2.5 GDDS dengan sistem berdensitas tinggi (High Density Systems) (Kumar, 2012)

13 2.3.2 Penelitian terdahulu tentang GDDS dan sediaan gastroretentif di pasaran Penelitian terdahulu telah menjelaskan tentang sistem penyampaian obat-obat yang tertahan di lambung (Gastroretentive Drugs Delivery System/GDDS), diantaranya sebagai berikut: a. Sediaan gastroretentif dengan pembawa alginat-kitosan: - Formulasi mikropartikel alginat-kitosan sebagai mukoadhesif yang mengandung prednisolon untuk pelepasan terkontrol (Wittaya, et al., 2006). - Sediaan floating dan mukoadhesif dari bead alginat-kitosan yang mengandung amoksisilin sebagai gastroretentif mampu memperpanjang pelepasan obat selama lebih dari 6 jam dalam lambung (Sahasathian, et al., 2010). - Sediaan mikrobead dari campuran natrium alginat dengan natrium NaCMC dan disalut enterik dengan kitosan untuk tujuan pelepasan terkontrol dari amoksisilin di dalam lambung (Angadi et al., 2012). - Pengembangan jenis baru dari floating beads inner berpori. Bead dibuat dengan tetesan larutan busa ke dalam larutan CaCl 2, larutan busa terdiri dari berbagai gelembung mikro dengan poloxamer 188 sebagai agen pembusa, dan alginat sebagai stablizer (Yao Huimin, et al., 2012). b. Sediaan gastroretentif dari bahan lainnya: - Nayak, et al., (2012), pembuatan sistem keseimbangan hidrodinamis ofloksasin menggunakan laktosa, HPMC K4M, PVP K 30, dan parafin cair, yang dapat meningkatkan waktu tinggal dalam lambung, dan memungkinkan dapat melepaskan obat maksimal di lokasi penyerapan untuk meningkatkan bioavailabilitas oral.

14 c. Sediaan gastroretentif antasida: - Sediaan antasida dengan masa tinggal yang diperpanjang di lambung (Antacid Compositions With Prolonged Gastric Residence Time) telah ditemukan dan dipatentkan oleh Spickett, et al., (1994 ). Sediaan ini memiliki fase internal antasida yang padat (serbuk, tablet) dan dikelilingi oleh excipient dengan fasa eksternal padat yang mengandung suatu substansi hidrofobik seperti ester dari gliserol dengan asam palmitat atau stearat, polialkena hidroksilasi dan emulsifier non-ionik. - Sediaan antasida dengan durasi diperpanjang (Extended duration antacid product) juga dipatentkan oleh Wallach, et al., (1996), merupakan suatu produk antasida yang memiliki masa tinggal diperpanjang dalam lambung dan sistem pencernaan bagian atas. Produk antasida ini memuat campuran 10-70% nonfosfolipid dalam bentuk vesikel lipid. Penelitian ini menunjukkan bahwa selama enam jam dari sediaan masih dipertahankan dalam lambung. d. Sediaan gastroretentif dengan bentuk film. - Sediaan gastroretentif bentuk matriks film dengan menggunakan HPMC dan eudragit sebagai polimer dan dibutil ftalat sebagai plastisizer menunjukkan bahwa sediaan film mampu bertahan dalam lambung hingga 6 ± 0,5 jam dalam kondisi puasa dan 8 jam dalam keadaan makan (Sathish, et al., 2013). 2.4 Natrium alginat Asam alginat diekstraksi dari ganggang coklat dan dinetralisasikan dengan natrium bikarbonat untuk membentuk natrium alginat. Karakteristik natrium alginat adalah sebagai berikut :

15 Pemerian : Serbuk tidak berbau dan berasa, putih sampai coklat kekuningan pucat. Kelarutan : Larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol, eter, pelarut organik dan asam. Tak tercampurkan : Dengan turunan acridine, kristal violet, fenilmerkuri asetat dan nitrat, garam kalsium, logam berat (Rowe, dkk., 2009) Natrium alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β-d-mannuronat (M) dan α-l-guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang membentuk rantai linier. Kedua unit tersebut berikatan pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu (MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, et al., 1981). Struktur alginat dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2.6 Rumus bangun β-d-mannuronat dan α-l-guluronat (Rees dan Welsh,1977)

16 2.5 Kitosan Kitosan merupakan aminopolisakarida hasil deasetilasi dari kitin, kitosan terdapat dalam cangkang crustacea seperti udang, lobster dan kepiting. Kitosan menunjukkan sifat polimer biomedis seperti nontoksik, biokompatibel dan biodegradabel (Felt, et al., 1998). Kitosan merupakan biopolimer yang linear, tidak bercabang, polimer yang dibangun dari monomer-monomer glukosamin dan N-asetilglukosamin yang terikat pada pola β-(1-4). Struktur kimia dari kitosan ditunjukkan seperti pada Gambar 2.7. Gambar 2.7 Struktur kimia kitosan (Felt, et al., 1998) 2.6 Interaksi antara Alginat dengan Kitosan Alginat yang merupakan polianionik dan kitosan yang merupakan polikationik dapat berinteraksi melalui gugus asam karboksilat dari alginat dan gugus amino dari kitosan membentuk kompleks polielektrolit dari muatan mereka yang berlawanan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Kompleks polielektrolit yang terbentuk diharapkan dapat memberikan aplikasi farmasetika yang lebih baik karena keunikan struktur dan sifatnya (Takahashi, et al., 1990). Gambar 2. 8 Reaksi antara alginat dan kitosan (Takahashi, et al., 1990)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ulkus peptikum merupakan istilah yang mengacu pada erosi lapisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ulkus peptikum merupakan istilah yang mengacu pada erosi lapisan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Ulkus peptikum merupakan istilah yang mengacu pada erosi lapisan mukosa di mana saja di saluran pencernaan, namun biasanya mengacu pada erosi di lambung atau duodenum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit utama dari lambung dan duodenum adalah, gastritis (radang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit utama dari lambung dan duodenum adalah, gastritis (radang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit utama dari lambung dan duodenum adalah, gastritis (radang lambung), ulkus lambung (gastric ulcer), duodenitis (radang usus) dan ulkus duodenum (duodenal ulcer),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif selama periode yang diperlukan, terutama untuk obat-obat yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bioavailabilitas obat merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk menilai efektifitas suatu sediaan farmasi. Kecepatan disolusi dan waktu tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang banyak digunakan untuk pasien yang mengalami gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan jarak ukuran nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel didefinisikan sebagai dispersi partikulat atau partikel padat dengan jarak ukuran 1-1000 nm. Obat dilarutkan, dijerat, dienkapsulasi, dan diikat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman (Dornish and Dessen,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KITSAN Kitosan adalah polimer alami yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitin adalah polisakarida terbanyak kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan polimer yang aman, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem penghantaran obat dengan memperpanjang waktu tinggal di lambung memiliki beberapa keuntungan, diantaranya untuk obat-obat yang memiliki absorpsi rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk sediaan yang sudah banyak dikenal masyarakat untuk pengobatan adalah

Lebih terperinci

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas suatu obat, utamanya di bidang sediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rute pemberian obat secara oral merupakan rute pemberian obat yang paling nyaman dan paling sering digunakan (Badoni, et al.,2012). Namun, rute ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi semakin pesat, khususnya dalam pengembangan berbagai macam rancangan sediaan obat. Rancangan sediaan obat

Lebih terperinci

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat terutama dalam bidang industri farmasi memacu setiap industri farmasi untuk menemukan dan mengembangkan berbagai macam sediaan obat. Dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antiplatelet adalah obat yang dapat menghambat agregasi trombosit sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus yang terutama sering ditemukan pada sistem arteri

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat menguntungkan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat menguntungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem penghantaran obat tinggal di lambung sangat menguntungkan untuk beberapa obat untuk meningkatkan bioavailabilitas dan menurunkan dosis terapinya. Diantara berbagai

Lebih terperinci

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit saluran cerna merupakan penyakit yang sangat sering dialami oleh banyak orang karena aktivitas dan rutinitas masingmasing orang, yang membuat

Lebih terperinci

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari. BAB I PENDAHULUAN Saat ini banyak sekali penyakit yang muncul di sekitar lingkungan kita terutama pada orang-orang yang kurang menjaga pola makan mereka, salah satu contohnya penyakit kencing manis atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM) BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM) 2.1 Definisi Floating System Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gliklazid adalah agen anti hiperglikemia yang digunakan secara oral untuk pengobatan non-insulin dependent diabetes mellitus. Gliklazid termasuk dalam golongan sulfonilurea.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stabilitas Produk Farmasi Stabilitas produk farmasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, tukak lambung menjadi suatu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dan dalam kondisi yang parah dapat menjadi penyebab kematian. Tukak lambung merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi atas kapsul

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker. BAB 1 PENDAHULUAN Pemberian obat oral telah menjadi salah satu yang paling cocok dan diterima secara luas oleh pasien untuk terapi pemberian obat. tetapi, terdapat beberapa kondisi fisiologis pada saluran

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT Nursiah Hasyim 1, Mirawati 2, dan Sri Sulistiana 2 1 Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar 2 Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Tablet Mengapung Verapamil HCl Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih lima formula untuk dibandingkan kualitasnya, seperti

Lebih terperinci

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat Al Syahril Samsi, S.Farm., M.Si., Apt 1 Faktor yang Mempengaruhi Liberation (Pelepasan), disolution (Pelarutan) dan absorbtion(absorbsi/difusi)lda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Rosmawati, 2016), Penentuan formula tablet floating propranolol HCl menggunakan metode simple lattice design

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril merupakan golongan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor yang banyak digunakan sebagai pilihan untuk pengobatan gagal jantung dan hipertensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum (Peptic Ulcer) Ulkus peptikum merupakan kerusakan pada mukosa gastrointestinal yang meluas hingga ke mukosa muskularis, yang berlangsung lama dan umumnya bergantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Teofilin Rumus Bangun : Nama Kimia : 1,3-dimethylxanthine Rumus Molekul : C 7 H 8 N 4 O 2 Berat Molekul : 180,17 Pemerian : Serbuk hablur, Putih; tidak berbau;

Lebih terperinci

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka PENCERNAAN DAN ABSORBSI PENCERNAAN Perubahan kimiawi bahan makanan lebih sederhana Karbohidrat Monosakarida Protein Asam amino Lemak Asam lemak, monoasilgliserol, gliserol Enzim hidrolase pencernaan, proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Formulasi Granul Mengapung Teofilin Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula untuk dibandingkan karakteristiknya, seperti terlihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

Rongga Mulut. rongga-mulut

Rongga Mulut. rongga-mulut Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus 3. Lambung 4. Usus Halus 5. Usus Besar 6. Rektum 7. Anus. Rongga Mulut rongga-mulut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi di bidang farmasi begitu pesat, termasuk pengembangan berbagai

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011).

periode waktu yang terkendali, selain itu sediaan juga harus dapat diangkat dengan mudah setiap saat selama masa pengobatan (Patel et al., 2011). BAB 1 PENDAHULUAN Obat dapat diberikan kepada pasien melalui sejumlah rute pemberian yang berbeda. Rute pemberian obat dapat dilakukan secara peroral, parenteral, topikal, rektal, intranasal, intraokular,

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang. Obat ini dapat menyebabkan masalah gastrointestinal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka pada kulit sering terjadi dan dapat dialami oleh setiap individu. Luka merupakan salah satu proses kerusakan atau hilangnya komponen jaringan secara spesifik yang

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hal yang penting dalam perawatan luka. Prinsip dasar dalam memilih BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Dressing (balutan) luka merupakan suatu material yang digunakan untuk menutupi luka. Tujuan dari penutupan luka ini adalah untuk melindungi luka dari infeksi

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui BAB 1 PENDAHULUAN Absorbsi obat dalam tubuh tergantung dari kemampuan obat berpenetrasi melewati membran biologis, struktur molekul obat, konsentrasi obat pada tempat absorpsi, luas area absorpsi, dan

Lebih terperinci

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien)

Desain formulasi tablet. R/ zat Aktif Zat tambahan (eksipien) Defenisi tablet Berdasarkan FI III : Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis

Lebih terperinci

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu

/ ml untuk setiap mg dari dosis oral, yang dicapai dalam waktu 2-3 h. Setelah inhalasi, hanya sekitar 10% -20% dari dosis dihirup mencapai paruparu BAB 1 PENDAHULUAN Terbutalin sulfat merupakan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan penyakit asma bronkial. Asma bronkial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaptopril adalah senyawa aktif yang berfungsi sebagai inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) yang telah banyak digunakan untuk pengobatan gagal jantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat anti inflamasi nonosteroid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi diseluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetik, antipiretik dan anti

Lebih terperinci

MUCOADHESIVE DRUG DELIVERY SYSTEMS. Prepared By : Adi Yugatama, S.Farm., Apt. Jurusan Farmasi FKIK UNSOED 2012

MUCOADHESIVE DRUG DELIVERY SYSTEMS. Prepared By : Adi Yugatama, S.Farm., Apt. Jurusan Farmasi FKIK UNSOED 2012 MUCOADHESIVE DRUG DELIVERY SYSTEMS Prepared By : Adi Yugatama, S.Farm., Apt. Jurusan Farmasi FKIK UNSOED 2012 History Formulasi sistem penghantaran obat mucoadhesif mulai diperkenalkan pada tahun 1947

Lebih terperinci

Pencernaan dan Penyerapan Makanan

Pencernaan dan Penyerapan Makanan Pencernaan dan Penyerapan Makanan Makanan (KH, Lipid, Protein, Mineral, Vitamin dan Air) energi Makanan diubah molekul2 kecil masuk ke dalam sel Rx kimia energi Proses penguraian bahan makanan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pembuatan tablet floating sebelumnya telah dilakukan, misalnya pada penelitian mengenai optimasi formula tablet floating propanolol hidroklorida dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Definisi Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu, BAB 1 PENDAHULUAN Dalam sistem penghantaran suatu obat di dalam tubuh, salah satu faktor yang penting adalah bentuk sediaan. Penggunaan suatu bentuk sediaan bertujuan untuk mengoptimalkan penyampaian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Adapun perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu kondisi paru-paru kronis yang ditandai dengan sulit bernafas terjadi saat saluran pernafasan memberikan respon yang berlebihan dengan cara menyempit

Lebih terperinci

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air.

Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pendahuluan Dalam bidang farmasetika, kata larutan sering mengacu pada suatu larutan dengan pembawa air. Pelarut lain yang digunakan adalah etanol dan minyak. Selain digunakan secara oral, larutan juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. GRANUL Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari partikel kecil serbuk (7). Pemberiaan granul dapat dilakukan dengan memasukkan granul ke dalam kapsul gelatin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketoprofen merupakan senyawa obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam fenilalkanoat yang bekerja sebagai antiinflamasi, antipiretik, analgetik, dan

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit mempunyai beberapa fungsi utama yang penting untuk tubuh, yaitu sebagai termoregulasi, sintesis metabolik, dan pelindung. Adanya suatu trauma baik itu secara

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga

I. PENDAHULUAN. sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga I. PENDAHULUAN Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas beberapa organ yang berawal dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Pada sistem pencernaan manusia terdiri

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap tahun permintaan untuk Drug Delivery System atau sistem penghantaran obat semakin meningkat. Sistem penghantaran obat tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Inflamasi merupakan bentuk respon pertahanan terhadap terjadinya cedera karena kerusakan jaringan. Inflamasi tidak hanya dialami oleh orang tua, tetapi dapat terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan bagian tubuh manusia yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Saluran pencernaan yang bekerja dengan baik senantiasa dapat menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI 1 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PROSES PELEPASAN, PELARUTAN, DAN ABSOPRSI Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK 10/ 3/2012 Faktor sifat fisiko-kimia zat aktif.

Lebih terperinci

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1

Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Oleh: Dhadhang Wahyu Kurniawan 4/16/2013 1 Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi antara lain: Hal-hal yang berdampak pada kelarutan Hal-hal yang berdampak pada kecepatan disolusi Hal-hal yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva

BAB 1 PENDAHULUAN. kelenjar saliva, dimana 93% dari volume total saliva disekresikan oleh kelenjar saliva BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saliva adalah cairan kompleks yang diproduksi oleh kelenjar saliva dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem di dalam rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 10 juta jiwa, dan 70% berasal dari negara berkembang, salah satunya Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku merokok merupakan salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia. Menurut laporan status global WHO (2016), perilaku merokok telah membunuh sekitar

Lebih terperinci

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C Lipid Sifat fisika lipid Berbeda dengan dengan karbohidrat dan dan protein, lipid bukan merupakan merupakan suatu polimer Senyawa organik yang terdapat di alam Tidak larut di dalam air Larut dalam pelarut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat AINS merupakan suatu grup obat yang secara kimiawi tidak sama dalam hal aktivitas antipiretik, analgesik dan antiinflamasinya. Sediaan aspirin dalam bentuk konvensional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme yang patogen bersifat merugikan karena dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : BAB II TIJAUA PUSTAKA 2.1 Uraian Umum 2.1.1 Simetidin 2.1.1.1 Sifat Fisikokimia Sifat fisikokimia menurut Ditjen POM (1995) adalah sebagai berikut : Rumus struktur H 3 C H CH 2 S H 2 C C H 2 H C C H CH

Lebih terperinci

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam BAB 1 PENDAHULUAN Hingga saat ini, kemajuan di bidang teknologi dalam industri farmasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama dalam meningkatkan mutu suatu obat. Tablet adalah sediaan

Lebih terperinci

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI REAKSI KIMIA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI Reaksi Kimia bisa terjadi di manapun di sekitar kita, bukan hanya di laboratorium. Materi berinteraksi untuk membentuk produk baru melalui proses yang disebut reaksi

Lebih terperinci

Sekresi Getah Pencerna. Kurnia Eka Wijayanti

Sekresi Getah Pencerna. Kurnia Eka Wijayanti Sekresi Getah Pencerna Kurnia Eka Wijayanti Sekresi cairan intestinum sehari-hari VOL SEKRESI (ml) Ph SALIVA 1000-1500 6.0-7.0 GASTRIC SECR. 1500 1.0-3,5 PANCREATIC SECR. 1000 8-8.3 EMPEDU 1000 7,8 SMALL

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI LIMBAH MINYAK Sebelum ditambahkan demulsifier ke dalam larutan sampel bahan baku, terlebih dulu dibuat blanko dari sampel yang diujikan (oli bekas dan minyak

Lebih terperinci