ABSTRAK. : umur, riwayat seksual, kebiasaan merokok, BPH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK. : umur, riwayat seksual, kebiasaan merokok, BPH"

Transkripsi

1 ABSTRAK Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian BPH ( Prostat Benigna Hyperplasia ) Di Ruang Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar Khamriana 1, Hj.Khaerunnisa 2, Anwar Sarman 1 BPH (Benigna Prostat Hyperplasia),akan timbul seiring dengan bertambahnya usia, sebab BPH erat kaitannya dengan proses penuaan. Di Indonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih.penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungn dengan kejadian BPH di Poli Urologi RSUD.Labuang Baji Makassar. Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 68, kemudian diuji dengan cara Chi Square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Hasil penelitian ini di dapatkan bahwa terdapat hunbungan antara umur dengan terjadinya BPH di Poli Urologi RSUD Labuang Baji Makassar (p=1,000), terdapat hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian BPH di Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar (p = 1,000), terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian BPH di Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar (p = 1,000). Dari penelitian ini dapat kesimpulan bahwa ada hubungan antara umur, riwayat keluarga dan merokok denan kejadian BPH di Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar sehingga di harapkan kepada pihak rumah sakit hendaknya memperhatikan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi terjadinya BPH pada pasien agar insidensinya dapat dicegah. Kata Kunci : umur, riwayat seksual, kebiasaan merokok, BPH Pendahuluan Lanjut usia ( lansia ), pada umumnya mengalami perubahanperubahan pada jaringan tubuh, yang disebabkan proses degenerasi, terjadi terutama pada organ-organ tubuh, dimana tidak ada lagi perkembangan sel seperti otot, jantung dan ginjal tetapi kurang pada organ-organ dimana masih ada mitosis seperti hepar. Proses degenerasi menyebabkan perubahan kemunduran fungsi organ tersebut, termaksud juga sistem traktus urinarius, sehingga menyebabkan macam-macam kelainan atau penyakit urologis tertentu ( Wahyu, 2011 ). Fungsi Kandung Kecing dan uretra pada manula dipengaruhi proses fisiologis ketuaan pada beberapa sistem. Fungsi otonom juga lambat laun menurun menyebabkan refleks otonom terganggu.misalnya dapat dilihat pada anatomi kandung kecing.ketuaan ditandai dengan kurangnya jumlah sel-sel dan diganti oleh jaringan lemak dan jaringa ikat.jaringan otot ini dapat berkurang sampai setengah pada umur 73 tahun, yang dapat menyebabkan kontraksi melemah ( Rizki Amalia, 2010 ).

2 BPH terletak antara tulang kemaluan dan dubur, mengelilingi saluran uretra pada pintu saluran yang masuk kekandung kemih. Ketika urine keluar dari kantung kemih,akan melewati saluran di dalam kelenjar BPH yang di sebut uretra BPH. Kelenjar BPH yang membesar sendirinya akan menyumbat uretra BPH tersebut, seakan-akan menyumbat saluran kemih, sehingga menghambat aliran urin.urin yang tertahan ini dapat berbalik lagi ke ginjal dan pada kasus-kasus tertentu dapat mengakibatkan infeksi pada kandung kemih( Ahnes, 2012 ). Kelenjar BPH adalah sebuah kelenjar kecil yang hanya dimiliki kaum pria, terletak di antara penis dan kandung kemih dan mengelilingi uretra ( saluran yang membawa urin dari kandung kemih ke penis ). Pembesaran BPH adalah salah satu kondisi umum yang dialami lakilaki seiring dengan bertambahnya umur usia mereka. Setidaknya gangguan BPH ini mempengaruhi sekitar 15% pria berumur 50 tahunan dan lebih banyak lagi pada pria 73 tahun ke atas yakni 50% mengalami gejala pembesaran BPH. Badan kesehatan dunia WHO (World Health Organization )melaporkan, dua diantara tiga lansia diseluruh dunia yang berjumlah 600 juta, akan hidup dan bertempat tinggal di negara-negara sedang berkembang, kenaikan sebanyak ini, penduduk di 11 negara anggota WHO kawasan Asia Tenggara yang berusia di atas 60 tahun berjumlah 142 juta orang dan diperkirakan akan terus meninggkatkan hingga 3 kali lipat di tahun 2050, Seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup ini, WHO memperkirakan bilangan penderita BPH di dunia adalah sekitar 30 juta penderita dan akan meningkat pula pada tahun tahun mendatang. Di indonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih. Dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria indonesia yang berusia 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 73 tahun ditemukan menderita penyakit BPH, selanjutnya 5% pria indonesia sudah masuk kedalam lingkungan usia diatas usia 60 tahun. Oleh karena itu, jika dilihat dari 200 juta lebih bilangan rakyat indonesia, maka dapat dinyatakan secara umum bahwa kira-kira 2,5 juta pria indonesia menderita BPH. Indonesia kini semakin hari semakin maju dan berkembang, dengan perkembangan sebuah Negara, maka umur harapan hidup semakin bertambah, maka kadar penderita BPH juga turut meninggkat ( I Ketut, 2001 ). Penderita bergejala di indonesia yang berjumlah sekitar pada tahun 1991, diperkirakan akan menjadi satu setengah kalinya pada tahun Tapi bilangan pasti penderita BPH belum didapat, tetapi dapat digambarkan secara prevalensi melalui gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun ( ) terdapat 1040 kasus ( Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2000 ) Sedangkan di RS. Ibnu Sina Makassar ( RSIS ) sub-bagian Urologi,

3 setiap tahun ditemukan kisaran 100 penderita baru dengan BPH. Pada 5 tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah penderita BPH. Pada tahun 2008 sebanyak 113 pasien, tahun 2009 sebayak 127 pasien, tahun 2010 sebayak 152 pasien, tahun 2011 sebayak 165 pasien dan, jumlah pasien BPH yang masuk pada tahun 2012 sampai bulan oktober ini sebanyak 172 pasien. Dimana pada triwulan I tahun 2012 sebanyak 61 pasien, triwulan II 2012 sebanyak 67 pasien, bulan september 2012 sebanyak 21 pasien dan oktober 2012 sebanyak 23 pasien ( Profile RS. Ibnu Sina Makassar, ). Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini telah menunjukan bahwa BPH memiliki hubungan antara diet tinggi lemak dan meningkatkan kadar hormone testosterone dalam kelenjar BPH. Hasil studi pendahuluan yang di lakukan di Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar, pada tahun 2013 jumlah pasien BPH sebanyak 82 pasien. Dan rata rata penderita BPH. Sedangkan pada tahun 2014 jumlah pasien BPH sebanyak 103 pasien, dan rata- rata penderita BPH. berumur 50 tahun ke atas. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian BPH Di Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar. Bahan dan Metode Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penilitian adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi yang diambil adalah penderita yangmengalami gangguan saluan perkemihan.khususnya pada pasien BPH (Benigne Prostat Hyperplasia). Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian di lakukan di Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar tahun Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan maret s/d april di Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar tahun POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien BPH yang berobat di ruang Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar pada tahun 2014 jumlah pasien BPH sebanyak 103 pasien. 2. Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Penelitian dilaksanakan pada bulan maret s/d april di Poli Urologi RSUD. Labuang Baji Makassar tahun 2015.Jumlah sampel yang digunakan adalah 68 sampel. PENGUMPULAN DATA 1. Data Primer Diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung terhadap responden dan melakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan BPH. 2. Data Skunder Pengumpulan data sekunder dilakukan pada bagian pencatatan dan pelaporan serta bagian

4 penelitian yang diperoleh dari Instansi-instansi terkait di RSUD Hasil labuang Baji Makassar. 1. Gambaran karekteristik subjek penelitian Gambaran karekteristik subjek meliputi jenis kelamin, agama, pendidikan dan pekerjaan. 2. Analisis univariat Pada Penelitian ini jumlah sampel sebanyak 68 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi. Gambaran karakteristik variabel berupa umur, riwayat keluarga, kebiasaan merokok, berolahraga, obesitas, dan pendidikan, pekerjaan serta hasil control dan kasus yang di dapat dari sampel akan disajikan berdasarkan distribusi frekuensi masing-masing variabel. a. Agama Tabel 2 Distribusi Frekuensi Menurut Agama Sampel Agama sampel n % Islam 56 82,4 Kristen 8 11,8 Budha 3 4,4 katolik 1 1,5 Jumlah ,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 68 sampel berdasarkan agama yang dianut jumlah tertinggi yaitu islam yaitu sebanyak 56(82,4%) sampel,agama kristen 8(11,8%) sampel, agama budha3(4,9%) sampel dan yang terendah agama katolik sebanyak 1(1,5%) sampel. Seperti yang terlihat pada table 2 di atas. b. Pendidikan Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Sampel Pendidikan sampel n % SMP 10 14,7 SMA 41 60,3 Sarjana 17 25,0 Hasil penelitian menjukan bahwa dari 68 sampel, berdasarkan pendidikan jumlah tertinggi yaitu SMA 41(60,3%) sampel, Sarjana

5 17(25,0%) dan sampel yang terendah SMP 10(14,7%) sampel. Seperti yang terlihat pada tabel 3 di atas ini. c. Pekerjaan Tabel 4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Sampel Pekerjaan sampel n % wiraswasta 42 61,8 pengusaha 16 23,5 kantor 10 14,7 Hasil penelitian menjukan bahwa dari 68 sampel, berdasarkan pekerjaan jumlah tertinggi yaitu wiraswasta 42(61,8%) responden, pengusaha 16(23,5%), dan sampel yang terendah, kantor 10(14,7%) sampel. Seperti yang terlihat pada table 4 di atas. d. Umur Tabel 5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Sampel Umur sampel n % , ,8 Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 68 lansia yang menjadi sampel umur tertinggi adalah umur tahun sebanyak 58(85,3%) sampel dan terendah usia tahun sebanyak 10(14,7%). Seperti yang terlihat pada table 5 di atas. e. Riwayat Keluarga Tabel 6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Keluarga Sampel Riwayat keluarga sampel n % Ada riwayat 60 88,2 Tidak adariwayat 8 11,8 Hasil penelitian menjukan bahwa dari 68 sampel, berdasarkan riwayat keluarga jumlah tertinggi yaitu keluarga yang perna atau memiliki riwayat BPH, sebanyak 60(88,2%) dan sampel yang terendah adalah yang tidak memiliki riwayat keluarga BPH, 8(11,8%) sampel. Seperti yang terlihat pada tabel 6 di atas

6 Kebiasaan merokok Tabel 7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kebiasaan Merokok Sampel Kebiasaan merokok sampel n % Ada 60 88,2 Tidak ada 8 11,8 Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 68 sampel, yang memiliki kebiasaan merokok jumlah tertinggi 60(88,2%) dan sampel terendah yang tidak memiliki kebiasaan merokok8(11,8) sampel. Seperti yang terlihat pada table 7 di atas. f. Berolahraga Tabel 8 Distribusi Frekuesi Berdasarkan Aktifitas Berolahraga Yang Dilakukan Sampel Aktivitas berolahraga sampel n % 3 kali perminggu15 22,1 < 3 kali perminggu 53 77,9 Hasil penelitian menjukan bahwa dari 68 sampel, berdasarkan aktifitas berolahraga, jumlah tertinggi yaitu sampel yang berolahraga kurang dari 3 kali perminggu 53(77,9%) dan sampel yang melakukan olahraga lebih dari 3 kali perminggu 15(22,1%). Seperti yang terlihat pada tabel 8di atas. g. Obesitas Tabel 9 Distribusi Frekuensi Responden Yang Obesitas Riwayat obesitassampel n f Ada riwayat 41 60,3 Tidakada riwayat 27 39,7 Hasil penelitian menjukan bahwa dari 68 sampel, berdasarkan IMT obesitas jumlah tertinggi yaitu yang memiliki obesitas 25 sebanyak 41(60,3%) dan terendah sampel yang obesitas < 27(39,7%). Seperti yang terlihat pada tabel 9 di atas.

7 h. BPH Tabel 10 Distribusi frekuensi faktor kejadian BPH Kejadian BPH n f BPH 60 88,2 Tidak BPH 8 11,8 Hasil penelitian menunjukan bahwa dari 68 sampel, jumlah tertinggi ada sampel yang terkena BPH 60(88,2%) dan sampel yang terendah yang tidak terkena BPH 8(11,8). Seperti yang terlihat pada tabel 10 di atas. 3. Analisi Bivariat Faktor-faktor terjadinya BPH di uji dengan analisis bivariat sehingga bisa diketahui hubungan variabel bebas terhadap variablel terikat (BPH). Variabel bebas (variable independen ) yang dilakukan analisis secara bivariat adalah umur, riwayat keluarga, obesitas, kurang berolahraga, kebiasaan merokok. a. Umur Tabel 12 Distribusi umur sampel berdasarkan penelitian Umur Kejadiab BPH ya tidak Jumlah n % n % n % Nilap ρ ,9 0 7,1 60 8,2 68, , ,8 ( 1, 000) Jumlah , Dalam analisis umur sampel pada penelitian ini dikatagorikan menjadi dua yaitu lebih dari 50 dan kurang dari 50. Berdasarkan penelitian umur sampel ini merupakan faktor yang berpengaruh terhadap BPH. Faktor untuk terkena BPH denga kategori umur lebih dari 50 tahun,88,2% lebih besar di bandingkan kategori umur kurang dari 50 tahun.

8 b. Riwayat Keluarga Tabel 13 Distribusi Riwayat Keluarga Sampel Berdasarkan Penelitian Riwayat keluarga Kejadian BPH Nilai ρ Ya Tidak Jumlah n % n % n % Ya 60 52,9 0 7, ,2 68,000 Tidak 0 7, ,8 (1,000) Jumlah , Proporsi riwayat keluarga pada kelompok BPH lebih besar yang memiliki riwayat keluarga 44(64,7%) di bandingkan yang tidak mempunyai riwayat keluarga 24(35,3). Hasil bivariat menunjukan riwayat keluarga berhubungan terhadap terjadinya BPH. c. Kebiasaan Merokok Tabel 14 Distribusi Kebiasaan Merokok Sampel Berdasarkan Penelitian Kebiasaan merokok Kejadian BPH Ya Tidak Jumlah n % n % n % ,9 0 7, ,2 < , ,8 Jumlah , Nilai ρ 68,000 (1,000) Untuk melihat pengaruh rokok terhadap kejadian BPH pada penelitian ini dilihat dari kebiasaan merokok sampel.kebiasaan merokok di bagi menjadi 2 kategori merokok 12 batang perhari dan merokok < 12 batang perhari. Hasil penelitian menunjukan pada sampel mempunyai kebiasaan merokok 12 batang perhari mempunyai risiko lebih besar terkena BPH di bandingkan laki-laki yang bukan perokok.

9 d. Berolahraga Tabel 15 Distribusi Kebiasaan Berolahraga Sampel Berdasarkan Penelitian Aktivitas berolahraga Kejadian BPH Ya Tidak jumlah Nilai ρ n % n % n % 482 1, ,2 1 1, ,1 < ,8 7 6, ,9 Jumlah Untuk mengetahui pengaruh aktivitas berolahraga terhadap kejadian BPH, aktivitas berolahraga di bagi menjadi 2 kategori yaitu kategori kurang apabila aktivitas berolahraga dilakukan < 3 kali perminggu selama 30 menit dan untuk kategori baik apabila berolahraga dilakukan 3 kali perminggu selama 30 menit.hasil penelitian menunjukan bahwa laki-laki yang berolahraga < 3 kali perminggu selama 30 menit memiliki risiko lebih besar untuk terkena BPH di bandikan dengan laki-laki yang melakukan aktivitas berolahraga 3 kali perminggu. e. Obesitas Tabel 16 Distribusi Riwayat Obesitas Sampel Berdasarkan Penelitian Riwayat obesitas Kejadian BPH Ya Tidak Jumlah n % n % n % Obesitas 34 36,2 7 4, ,3 Tidak obesitas 26 23,8 1 3, ,7 Jumlah Nilai ρ 2,803 (1,094) Kategori kegemukan pada penelitian ini di bagi menjadi 2 yaitu disebut obesitas jika sampel memiliki riwayat IMT 25 dan tidak obesitas jika IMT < 25.

10 Hasil Pembahasan Penelitian ini dilakukan di di poli Urologi RSUD Labuang Baji Makassar.sampel yang didapatkan yaitu 68 sampel di Poli Urologi. Dilihat dari penderita BPH lebih banyak pada kelompok ekonomi menengah ke bawah. Tingkat pendidikan dan pekerjaan sampel berbeda-beda hal ini, sesuai dengan hasil penelitian bahwa jenis pekerjaan dan pendidikan tidak berpengaruh dengan kejadian BPH. Berdasarkan golongan umur, BPH terbanyak di temukan pada golongan umur tahun (85,3%) yaitu sebanyak 58 sampel, kemudian pada golongan tahun sebanyak 10 sampel (14,7%). Jika dilihat dari pengelompokan umur hasil penelitian dimana di temukan yang lebih banyak terkena BPH pada rentang umur 60 tahun ke atas. Umur juga berpengaruh penting sebagai faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BPH. Kejadian BPH akan meningkat cepat pada usia lebih dari 50 tahun. a. Faktor-faktor yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian BPH Setelah dilakukan penelitian analisis univariat dengan rancangan Spss 16, diperoleh hasil dari 5 variable kandidat yang dilakukan bersamasama 3 variabel yang berhubungan terhadap kejadian BPH yaitu umur sampel, riwayat keluarga, kebiasaan merokok. Faktor terjadinya BPH pada laki-laki dengan umur lebih dari 50 tahun adalah 85,3 kali lebih besar di bandingkan dengan umur kurang dari 50 tahun. Laki-laki yang mempunyai riwayat keluarga terkena BPH memiliki 64,7 di bandingkan denga laki-laki yang tidak memiliki riwayat keluarga, sedangkan laki-laki yang mempunyai kebiasaan merokok mempunyai risiko 79,4 lebih besar di bandingkan dengan laki-laki yang tidak merokok. 1. Umur sampel Laki-laki yang memiliki umur lebih dari 50 tahun memiliki faktor lebih besar 88,2, kali besar di bandingkan dengan laki laki yang berumur kurang dari 50. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu bahwa umur lebih dari 50 tahun memiliki faktor kejadian BPH. Peningkatan risiko pada laki-laki umur lebih dari 50 tahun berhubungan dengan kelemahan umur termaksud kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh umur yang sudah tua menurunkan kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh adanya obstruksi karena pembesaran BPH, sehingga menimbulkan gejala. Sesuai dengan pertambahnya umur, kadar testoteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun keatas dan turun lebih cepat pada usia 60 tahun keatas (laksmi, 2012)

11 2. Riwayat Keluarga Risiko BPH pada laki-laki dengan riwayat keluarga yang perna menderita BPH sebesar 88,2 kali lebih besar di bandingkan dengan yang tidak mempunyai riwayat keluarga yang perna menderita BPH. Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya, hal ini menunjukan adanya asosiasi kausal dari aspek consitency Seseorang akan memiliki risiko terkena BPH lebih besar Bila pada anggota keluarganya ada yang menderita BPH. Dimana dalam riwayat keluarga ini terdapat mutasi dalam gen yang menyebabkan fungsi gen sebagai gen penekan BPH yang mengalami gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas kendali ( Rezki amalia, 2010) 3. Kebiasaan Merokok Kebiasaan merokok dalam analisis ini dikatagorikan pada sampel yang merokok 12 batang perhari dan merokok < 12 batang perhari, distribusi sebagai perokok menunjukan proporsi perokok pada kelompok lebih besar 88,2 di bandikan pada kelompok yang tidak merokok. Hasil analisis menunjukan bahwa seseorang yang memiliki kebiasaan merokok mempunyai risiko besar terkena BPH di bandingkan denga tidak memiliki kebiasaan merokok. Hasil analisis ini selaras dengan penelitian terdahulu yang mempunyai nilai 2,74%. Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas enzin perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testoteron. b. Faktor-faktor yang tidak terbukti berpengaruh terhadap BPH Analisis yang dilakukan antara variable penelitian menunjukan beberapa variable yang diteliti ada yang secara bivariat menunjukan hubungan bermakna namun terdapat juga yang tidak bermakna terhadap kejadian BPH. Variabel yang tidak bermakna secara bivariat adalah berolahraga ( ρ = 482 ), obesitas (ρ = 2,803 ). 1. Berolahraga Kebiasaan berolahraga dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu berolahraga yang dilakukan 3 kali perminggu ada 14 sampel 13,2% yang melakukan aktifitas berolahraga 3 kali perminggu dan kategori berolahraga < 3 kali perminggu ada 46 sampel 46,8% yang < 3 kali perminggu melakukan aktivitas berolahraga. Aktifias berolahraga yang kurang memiliki risiko lebih besar untuk terkena BPH. Aktifitas berolah raga ini dilihat dari seberapa kali sampel berolahraga dalam seminggu dan waktu yang dibutuhkan dalam berolahraga sehingga kemungkinan adanya bias informasi dimana sampel melakukan pemikiran yang tidak tepat dalam menentukan beberapa kali berolah raga dalam seminggu. 2. Obesitas Analisis secara bivariat menunjukan laki-laki yang mempunyai riwayat obesitas 34 sampel 36,2% tidak mempunyai risiko terkena BPH lebih tinggi di bandingkan dengan laki-laki yang tidak mempunyai riwayat obesitas 26 sampel 23,8% karena hampir samanya proporsi ini kemungkinan di sebabkan karena

12 recall bias ( biar mengingat ) riwayat kegemukan yang perna dialami sampel. Berat badan sampel didasarkan atas persepsi atau pemikiran sampel bukan dari hasil pengukuran. c. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini sebagai berikut : 1. Desai penelitian kasus control yang bersifat retrospektif berpeluang terjadinya recall bias karena keterbatasan daya ingat sampel. Penelitian mencoba menimalkan dengan cara melakukan cek ulang data sampel dan ditanyakan kembali kepada anggota keluarga yang sedang menunggui sampel. 2. BPH merupakan salah satu penyakit degeneretif yang sulit menentukan awal timbulnya sehingga peneliti meminimalisir faktor-faktor kejadian BPH yang biasa terjadi pada penyakit-penyakit degeneratif. 3. Pemilihan variable bebas untuk mengetahu faktor-faktor kejadian BPH kemungkinan belum dapat mengambarkan keseluruhan permasalahan yang ada karena kompleksitas masalah yang mempengaruhi BPH. Simpulan Setelah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BPH di Poli Urologi RSUD Labuang Baji Makassar, dapat disimpulkan bahwa: 1. Faktor-faktor yang terbukti berhubungan terhadap kejadian BPH adalah : a. Umur b. Riwayat keluarga c. Kebiasaan merokok 2. Faktor-faktor yang tidak terbukti berhubungan terhadap kejadian BPH adalah : a. Kebiasaan berolahraga b. Obesitas Saran Berdasarkan simpulan tersebut makadisarankan : 1. Bagi Dinas kesehatan a. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat mengenai faktor kejadian BPH, tanda dan gejala, pencegahan dan pengobatan BPH. b. Kegiatan monitoring privalensi BPH, dilaksanakan secara berkesinabungan. c. Meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat, tentang kejadian yang berhubungan penyakit BPH. 2. Bagi masyarakat a. Masyarakat melaksanakan pola hidup sehat dengan mengkomsumsi makananmakanan berserat dan tidak merokok. b. Masyarakat agar lebih waspada terhadap adanya faktor kejadian BPH, terutama bagi laki-laki yang berumur dari 50 tahun adanya riwayat keluarga yang perna menderita BPH, kurangnya makanan-makanan berserat dan merokok. c. Adanya keluhan yang mengarah pada penyakit BPH, perlu diwaspadai. 3. Bagi Rumah Sakit

13 a. Bagi rumah sakit hendaknya memperhatikan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kejadian BPH. b. Rumah sakit juga dapat membuat penyuluhan kepada pada pasien tetang penyakit BPH. c. Agar isidensinya dapat di cegah Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan yang baik serta tindakan yang tepat kepada pasien BPH. Daftar Pustaka Alma Buchari, Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian, Alfabeta Bandung. Hidayat, A.A.A Metode Penelitian Keperawatan dan Teknis Analisa Data. Salemba Medika : Jakarta. Rizki Amalia. 2010, Metode Penenlitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data, Semarang. Aqila Smart,2010, Asuhan Keperawatan pada Produksi Perkemihan, Jakarta Selatan. Hidayat Alimul A, 2007, Metode Penelitian Keperawatan dan Taknik Analisis Data, Jakarta Selatan : Salemba Medika. Presented at AUA. Atlanta, GA, 2006, Sophi Bridge Bain. Obesty Increase, Risk For BPH, (Online), ( diakses 9 Februari 2015). Pawenrusi Esse P, Dkk. 2015, Pedoman Penulisan Skipsi 4. Bagi peneliti selanjutnya a. Ditentukan batasan, saat timbulnya penyakit BPH. b. Melakukan penelitian dengan variable yang lebih banyak lagi untuk mengetahui lebih jelas gambaran penyebab BPH. c. Perlu menggali atau memperluas lagi penelitian tentang faktor-faktor kejadian BPH. Edisi II, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar. Ahnes, I. 2001, Mengenal BPH, (Online) : ( diakses 23 Februari 2015). Sugiyono, P. D. 2011, Metodologi Penelitian Pendidikan, Bandung : Alfabeta. Hartati. 2007, Hubungan Usia Dengan Kejadian BPH, (Online) : ( Kumpulan Jurnal Penelitian.com, diakses 25 Februari 2015). Profile RSUD , Labuang Baji, Data RSUD. Labuang Baji Makassar Binbask. 2013, Tanda Kejadian Pemeriksaan BPH, Jakarta : Prestasi Pustaka. Purnomo. 2011, Pembahasan Kelenjar BPH dan Tanda Gejala Terjadinya BPH, (Online), sinarharapan.co.id.). Ikatan Urologi Indonesia. 2000, Ahli Urologi, (Online) : ( Ahli Urologi. com, diakses 25 Febuari 2015 ).

14 Ibnu Sina Makassar, Profil Kesehatan, (Online) :( Sina Makassar.co.id, diakses 11 Febuari 2015 ). Dalam Hidayat. 2011, Menetukan Sampel Degan Rumus, Taro yamane dan Slovin. I Ketut. 2001, Mengenal BPH, ( Online ) : s 27 Febuari 2015). Basuki. 2000, Patofisiologi BPH (Benigna Prostat Hyperplasia). (Online) : ( file/jurnalpenelitian, ac.id). Dahlan M. Syopiuddin, 2009, Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan, Edisi 5, Jakarta : Salemba Medika Wahyu. 2011, Menentukan Usia BPH, Bandung. Zahi Rasyidin. 2013, Faktor-Faktor Kejadian Prostat, (Online), repository. co.id.diakses 25 Febuari 2015).

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mmhg. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita. penyebab utama gagal ginjal kronik (Purnomo, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi atau yang dikenal dengan sebutan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang mencapai lebih dari 140/90 mmhg. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia laki-laki yang terletak mengelilingi vesica urinaria dan uretra proksimalis. Kelenjar prostat dapat mengalami pembesaran

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTROPI PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTROPI PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTROPI PROSTAT DI RUMAH SAKIT DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR Maria Noviat Ngadha DJawa 1, H.Arham Alam 2, Yusran Haskas 3 1 STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral

BAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertropi prostat jinak (benign prostatic hypertrophy. BPH) merupakan kondisi yang belum di ketahui penyebabnya, di tandai oleh meningkatnya ukuran zona dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

BAB I PENDAHULUAN. kelenjar/jaringan fibromuskular yang menyebabkan penyumbatan uretra pars BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Benigna prostatic hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, yang disebabkan hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di

BAB I PENDAHULUAN. jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di Indonesia setelah infeksi saluran kemih 1. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan adalah bagian dari pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang terus berlanjut, dengan bertambahnya umur, maka organorgan tubuh akan mengalami penuaan dan penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kehidupan globalisasi saat ini, kasus kejadian benigna Prostat Hiperplasia (BPH) dilaporkan terus meningkat yang banyak dijumpai pada pria umur 50 tahun dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk

I. PENDAHULUAN. tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2007, Badan Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap penyakit memiliki pengaruh terhadap individu dan lingkungan. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh penyakit pada sistem otot

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di RSUD RAA Soewondo Pati dan dilakukan. pada 1Maret 2016 sampai dengan bulan 1 April 2016. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang ilmu kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh penduduk di dunia. Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolic

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif kronis yang semakin meningkat prevalensinya (Setiawati, 2004). DM mempunyai karakteristik seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Masalah penyakit menular masih merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG 7 Anik Eka Purwanti *, Tri Nur Hidayati**,Agustin Syamsianah*** ABSTRAK Latar belakang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan bagian dari rentang kehidupan manusia, menua atau aging adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan manusia yang diberi umur panjang. Menua bukanlah

Lebih terperinci

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan melingkari uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA HIDUP TERHADAP KEJADIAN BUNGKUK OSTEOPOROSIS TULANG BELAKANG WANITA USIA LANJUT DI KOTA BANDAR LAMPUNG Merah Bangsawan * Osteoporosis adalah suatu keadaan berkurangnya kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya arus globalisasi disegala bidang dengan perkembangan teknologi dan industri telah banyak membuat perubahan pada prilaku dan gaya hidup pada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu dianggap berasal dari endoderm. Pertumbuhan dan. perkembangan normal bergantung kepada rangsang endokrin dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun yang dilakukan pemerintah tanpa kesadaran individu dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah perilaku yang tidak sehat, selain berbahaya bagi diri sendiri terlebih lagi pada orang lain yang memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Pendidikan VariabelTerikat Status Perkawinan Kejadian Malnutrisi Riwayat Penyakit Aktifitas Fisik Perilaku Merokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi, dimana dua pertiganya terdapat di negara berkembang. Hipertensi menyebabkan 8 juta penduduk di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah pentingnya dalam tubuh manusia. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnyausia harapan hidup penduduk akibatnya jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Fadhil Al Mahdi STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin *korespondensi

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 PENELITIAN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 Vivin Sabrina Pasaribu*, El Rahmayati*, Anita Puri* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang *Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16).

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) dalam darahnya. Yang dicirikan dengan hiperglikemia, yang disertai. berbagai komplikasi kronik (Harmanto Ning, 2005:16). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Diabetes Melitus, penyakit gula, atau kencing manis adalah suatu penyakit, di mana tubuh penderitanya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. mobilitas, perawatan diri sendiri, interaksi sosial atau aktivitas sehari-hari. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi kognitif merupakan bagian dari fungsi kortikal luhur, dimana pengetahuan fungsi kognitif luhur mengaitkan tingkah laku manusia dengan sistem saraf. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025 diproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025 diproyeksikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang sudah mencapai usia lanjut tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Mochtar. 2005). Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih (Fadlol & Mochtar. 2005). Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular terus berkembang dengan semakin meningkatnya jumlah penderitanya, dan semakin mengancam kehidupan manusia, salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hipertensi merupakan the silent disease karena orang tidak mengetahui dirinya terkena hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darah. Kejadian hipertensi secara

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat

*Fakultas Kesehatan Masyarakat FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN POLIKLINIK PENYAKIT DALAM DI RSU GMIM PANCARAN KASIH MANADO Saraginta P. Mosesa*, Angela F.C. Kalesaran*, Paul A. T. Kawatu*

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014 Herlina 1, *Resli 2 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia sebagai negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang teknologi dan industri. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eplanatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih dengan rancangan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

ABSTRAK HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR ABSTRAK HUBUNGAN PEMASANGAN KATETER DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR ARMARETA MALACOPPO Infeksi saluran kemih merupakan 40 % dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih merupakan kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini hipertensi masih menjadi masalah utama di dunia, baik di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data American Heart Association

Lebih terperinci

Kata kunci : Rumah Sakit, Infeksi Nosokomial, Antiseptic Hand rub Kepustakaan : 55 (15 Jurnal+20 Buku+6 Skrispi & tesis+14 Website)

Kata kunci : Rumah Sakit, Infeksi Nosokomial, Antiseptic Hand rub Kepustakaan : 55 (15 Jurnal+20 Buku+6 Skrispi & tesis+14 Website) FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN ANTISEPTIC HAND RUB PADA PENUNGGU PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL DAHLIA KELAS III RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BREBES Dea Afra Firdausy *),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terutama disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Peningkatan kadar kolesterol dalam darah menjadi faktor

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Penelitian Penelitian pengetahuan dan sikap terhadap praktik pencegahan hipertensi pada remaja ini dilakukan di SMAN 15 Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi kerusakan. Salah satu keluhan yang sering dialami lansia akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses penurunan secara bertahap kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal tubuh dan memulihkannya kembali apabila terjadi kerusakan.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Suriani Ginting, Wiwik Dwi Arianti

Lebih terperinci

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: IKSAN ISMANTO J300003 PROGRAM STUDI GIZI DIII FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS ATAU RANCANGAN PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah explanatory research atau penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang perlu mendapatkan perhatian karena telah

Lebih terperinci

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI INSTALASI RAWAT JALAN (POLI MATA) RUMAH SAKIT DR. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI INSTALASI RAWAT JALAN (POLI MATA) RUMAH SAKIT DR. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014 HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN KATARAK DI INSTALASI RAWAT JALAN (POLI MATA) RUMAH SAKIT DR. SOBIRIN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2014 Imelda Erman, Yeni Elviani, Bambang Soewito Dosen Prodi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperplasia prostat atau BPH (Benign Prostate Hiperplasia) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hyperplasia beberapa atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan penyebab utama kematian di dunia, yang bertanggung jawab atas 68% dari 56 juta kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014).

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang paling penting bagi masyarakat, terutama remaja yang memiliki aktivitas yang padat. Salah satu cara agar tubuh tetap sehat adalah

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. pendekatan, populasi dan sampel, definisi operasional, variabel dan skala

BAB III METODA PENELITIAN. pendekatan, populasi dan sampel, definisi operasional, variabel dan skala BAB III METODA PENELITIAN Metode penelitian ini meliputi rancangan penelitian dan metode pendekatan, populasi dan sampel, definisi operasional, variabel dan skala penelitian, metode pengumpulan data, metode

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA

HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA 1 Yasinta Ema Soke, 2 Mohamad Judha, 3 Tia Amestiasih INTISARI Latar Belakang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada populasi umum, pria lebih banyak yang menderita penyakit ini dari pada wanita (pria 39 % dan wanita

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostate Hiperplasi (BPH) merupakan kondisi patologis yang paling umum terjadi pada pria lansia dan penyebab kedua untuk intervensi medis pada pria diatas usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs

BAB I PENDAHULUAN. II di berbagai penjuru dunia dan menurut WHO (World Health atau sekitar 2,38%. Menurut data Non-Communicable pada MDGs 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinik termasuk heterogen diakibatkan karena hilangnya toleransi karbohidrat (Price, 2006). Menurut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional, yaitu setiap variabel diobservasi hanya satu kali saja dan

Lebih terperinci

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU Yeni Mulyani 1, Zaenal Arifin 2, Marwansyah 3 ABSTRAK Penyakit degeneratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hipertensi merupakan peningkatan dari tekanan darah systolik diatas standar. Hipertensi termasuk penyakit dengan angka kejadian (angka prevalensi) yang cukup tinggi

Lebih terperinci

Jurnal Siklus Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 e-issn : p-issn :

Jurnal Siklus Volume 6 Nomor 2 Juni 2017 e-issn : p-issn : HUBUNGAN OBESITAS DENGAN TEKANAN DARAH DI RT 05 DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2015 Seventina Nurul Hidayah Program Studi D III Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Jl.Mataram no.09

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara sekitar dari jumlah penduduk setiap tahunnya.gastritis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit penular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum banyak tertangani,

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Kartika 7

Jurnal Kesehatan Kartika 7 HUBUNGAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELLITUS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSU CIBABAT CIMAHI TAHUN 2010 Oleh : Hikmat Rudyana Stikes A. Yani Cimahi ABSTRAK Obesitas merupakan keadaan yang melebihi dari berat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan guna mencapai pemecahan masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH) atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu penyakit degeneratif pria yang sering dijumpai, berupa pembesaran dari kelenjar

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG PENELITIAN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG Purbianto*, Dwi Agustanti* *Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang Masalah kesehatan dengan gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala utama nyeri (Dewi, 2009). Nyeri Sendi merupakan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala utama nyeri (Dewi, 2009). Nyeri Sendi merupakan penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua manusia suatu saat pasti akan mengalami proses penuaan. Salah satu perubahan kondisi fisik karena menua adalah pada sistem muskuloskeletal yaitu gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit adalah suatu keadaan abnormal tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya. Ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1

BAB I PENDAHULUAN. mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindroma gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan disebabkan oleh defisiensi absolut atau relatif dari sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmhg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmhg pada dua kali pengukuran selang waktu lima

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4. 1 Pelaksanaan Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 21-31 Mei 2008 untuk wawancara dengan kuesioner dan tanggal 26 Mei 3 Juni 2008 untuk pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) yaitu berupa pembesaran prostat atau hiperplasia prostat. Kelainan kelenjar prostat dapat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan oleh adanya penyempitan pembuluh darah koroner.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia tidak dapat terhindar dari penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang dapat mengakibatkan gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB 1 : PENDAHULUAN. perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi ke BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat maka pola penyakit pun mengalami perubahan. Masalah kesehatan utama masyarakat telah bergeser dari penyakit infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronis yang paling banyak dialami oleh penduduk di dunia. DM ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG.

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA LANJUT USIA TENTANG DIET HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun di perkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah arteri lebih dari normal. Tekanan darah sistolik 140 mmhg dan Diastolik 85 mmhg merupakan

Lebih terperinci

Persutujuan Pembimbing. Jurnal

Persutujuan Pembimbing. Jurnal Persutujuan Pembimbing Jurnal HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI POLI KLINIK JANTUNG DI RSUD PROF. DR. H. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO Oleh STELLI MAKALEW (NIM. 841410058,

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI Lilies Sundari*, Merah Bangsawan** * Aulmni Jurusan Keperawatan Tanjungkarang ** Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang sundarililies@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Lokasi penelitian ini akan di laksnakan di Kelurahan Paguyaman Kecamatan Kota Tengah. 3.1.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Penyakit hipertensi merupakan penyakit nomor satu di Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American Heart Association (2001) terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring peningkatan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan, semakin meningkat pula kualitas hidup dan kesehatan masyarakat yang salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. berpenghasilan rendah dan menengah. Urbanisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit tidak menular (Non-Communicable diseases) terdiri dari beberapa penyakit seperti jantung, kanker, diabetes, dan penyakit paru-paru kronis. Pada tahun 2008,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini kemajuan teknologi berkembang dengan sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan teknologi tersebut berpengaruh

Lebih terperinci

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa

SAMSUL BAHRI. :Tingkat Pengetahuan, Diabetes Millitus, Kepatuhan Diet rendah glukosa GAMBARAN PENGETAHUAN PASIEN DIABETES MILITUS DENGAN TINGKAT KEPATUHAN DALAM MENJALANI DIET RENDAH GLUKOSA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALANREA MAKASSAR SAMSUL BAHRI ABSTRAK : Masalah kesehatan dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benign prostatic hyperplasia (BPH) merupakan suatu pembesaran progresif pada kelenjar prostat pria dewasa yang bersifat non-malignan (WHO, 1999). Pembesaran prostat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO) 2014, bahwa Diabetes Melitus (DM) diperkirakan menjadi penyebab utama ke tujuh kematian di dunia pada

Lebih terperinci