BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory.Istilah Stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Stanford

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Theory.Istilah Stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Stanford"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Stakeholder Theory Grand theory dalam Penelitian ini menggunakanstakeholder Theory.Istilah Stakeholder pertama kali diperkenalkan oleh Stanford Research Institute (SRI) pada tahun 1963 (Freeman, 1984). Freeman (1984) mendefinisikan stakeholder sebagai any group or individual who can affect or be affected by the achievement of an organization s objective. bahwa stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan organisasi. Stakeholder theory merupakan sekelompok orang, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap organisasi.organisasi sektor publik, sektor publik memiliki cakupan yang lebih luas dan lebih beragam. Tabel 2.1. Stakeholder Sektor Publik dengan Sektor Swasta Stakeholder Sektor Publik Stakeholder Eksternal a. Masyarakat pengguna jasa publik b. Masyarakat pembayar pajak c. Perusahaan dan organisasi sosial ekonomi yang menggunakan pelayanan sebagai input atas aktivitas Stakeholder Sektor Swasta Stakeholder Eksternal a. Bank sebagai kreditor b. Serikat Buruh c. Pemasok d. Pemerintah e. Distributor f. Pelanggan g. Serikat dagang (trade union) 10

2 organisasi d. Bank sebagai kreditor pemerintah e. Badan-badan Internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, PBB, dsb. f. Investor asing dan Country Analyst Stakeholder Internal a. Lembaga Negara (kabinet, MPR, DPR/DPR, dsb) b. Kelompok politik (partai politik) c. Manajer publik (Gubernur, Bupati, Direktur BUMN/BUMD) d. Pegawai pemerintah Sumber : Mardiasmo (2002) h. Pasar Modal Stakeholder Internal a. Manajemen b. Karyawan c. Pemegang Saham Bryson (2001) mendefinisikan stakeholder ialah suatu individu, kelompok, atau organisasi apapun yang dapat melakukan klaim terhadap sumber daya atau hasil dari organisasi atau dipengaruhi oleh hasil itu.keberhasilan dalam organisasi publik maupun swasta ialah sejauhmana organisasi tersebut dapat menjamin kepuasan stakeholder utama (masyarakat sebagai stakeholder utama). Pemerintah selaku pemegang kekuasaan dalam roda pemerintahan harus menekankan aspek kepentingan rakyat selaku stakeholderdan pemerintah juga harus mampu mengelola kekayaan daerah, pendapatan daerah serta yangberupa asset daerah untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan isi dari Undang - Undang Dasar 1945 pasal 33 yang menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang dikuasai pemerintah harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. 11

3 Stewardship Theory Selain teori stakeholder, teori lain yang mendasari penelitian ini ialah teori stewardship. Teori Stewardship mempunyai akar psikologi dan sosiologi yang didesain untuk menjelaskan situasi dimana manajer sebagai steward dan bertindak sesuai kepentingan pemilik (Donaldson & Davis, 1989, 1991) dalam Raharjo (2007).Teori ini mengambarkan tentang adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan organisasi, menurut Murwaningsari (2009) Teori stewardship berdasarkan asumsi filosofis mengenai sifat manusia bahwa manusia dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan manusia merupakan individu yang berintegritas. Pemerintah selaku steward dengan fungsi pengelola sumber daya dan rakyat selaku principal pemilik sumber daya.terjadi kesepakatan yang terjalin antara pemerintah (steward) dan rakyat (principal) berdasarkan kepercayaan, kolektif sesuai tujuan organisasi.organisasi sektor publik memiliki tujuan memberikan pelayanan kepada publik dan dapat di pertanggungjawabkan kepada masyarakat (publik).sehingga dapat diterapkan dalam model kasus organisasi sektor publik dengan teori stewardship.teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kuat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik.pemerintah akanberusaha maksimal dalam menjalankan pemerintahan untuk mencapai tujuan pemerintah yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.apabila tujuan ini mampu tercapai oleh pemerintah maka rakyat selaku pemilik akan 12

4 merasa puas dengan kinerja pemerintah. Tabel dibawah ini mengenai asumsi dasar teori stewardship : Table 2.2. Asumsi Dasar Teori Stewardship Manager as Approach To Governance Model of human behavior Manager Motivated by Manager-Principal Interst Structure That Ownwers Attitude The Principal-Manager Relationship Relly on Sumber : Podrug, N (2011:406) Stewards Sociological and psychological Collectivistic, pro-organization, trustworthy Principal objectives Covergence Facilitate and Empower Risk-Propensity Trust Kemandirian Keuangan Daerah Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri, dalam rangka asas desentralisasi. Dwirandra (Halim, 2001) mengemukakan pengertian kemandirian keuangan daerah ialah daerah harus memiliki keuangan dan kemampuan untuk menggali suber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya". 13

5 Pengertian kemandirian keuangan daerah dikemukan oleh Halim (2008:232) sebagai berikut: Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah sendiri ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain misalnya, bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman (Halim,2008). Dari beberapa pendapat yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam menggali dan mengelola sumber daya atau potensi daerah yang dimilikinya secara efektif dan efisien sebagai sunber utama keuangan daerah yang berguna untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pemberian otonomi kepada daerah dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan melalui kemandirian yang dilakukan daerah dengan mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahannya berdasarkan asas otonomi yang serta diharapkan dengan diselenggarakannya otonomi daerah, semua daerah dalam melakukan urusan daerah baik itu urusan pemerintahan maupun 14

6 urusan dalam pembangunan dapat mengadalkan keuangan daerah masing-masing yaitu pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa indikator untuk mewujudkan kemandirian daerah diukur melalui PAD. Halim (2008) mengemukakan bahwa Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal daeri sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Berdasarkan pengertian tersebut, maka untuk mengetahui tingkat kemandirian keuangan daerah dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio KKD = x 100% Indikator kemandirian keuangan daerah ini diukur dengan menggunakan rasio pendapatan asli daerah dibagi dengan total pendapatan daerah. Mengetahui kemandirian keuangan daerah ini menunjukkan seberapa besar local taxing power suatu daerah, serta seberapa besar kemampuan PAD dalam mendanai belanja daerah yang dianggarkan untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Rasio akan menunjukkan tingkat kesehatan semakin baik bila terus meningkat, akan tetapi perlu diperhatikan pula bila terjadi kenaikan secara kontinyu atas pendapatan bunga, karena hal 15

7 tersebut dapat diartikan terdapat peningkatan dana pemda yang disimpan dalam bank dan tidak dibelanjakan (DPJK, 2011).Rasio kemandirain keuangan daerah ini apabila hasil semakin tinggi maka akan semakin kecil angka ketergantungan daerah terhadap pihak lain (pemerintah pusat khususnya) dan berlaku sebaliknya. Rasio kemandirian dapat pula untuk menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Apabila semakin tingggi rasio kemandirian, maka semakin tinggi pula partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah sehingga akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi Pola Hubungan Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (dalam Halim 2001 :168) dikemukakan hubungan tentang pemerintahan pusat dengan daerah dalam melaksanakan kebijakan otonomi daerah, yang paling utama yaitu mengenai hubungan pelaksanaan undangundang tentang perimbangan keuangan atara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yaitu : 1. Pola hubungan Instruktif, merupakan peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial). 16

8 2. Pola hubungan konsultatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang sudah mulai berkurang serta lebih banyak memberikan konsultasi, hal ini dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat untuk melaksanakan otonomi daerah. 3. Pola hubungan partisipatif, merupakan pola dimana peranan pemerintah pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan telah mendekati mampu dalam melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi akan beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat. 4. Pola hubungan delegatif, merupakan campur tangan pemerintah pusat yang sudah tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat akan selalu siap dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Mahali (dalam Tangkilisan, 2007:82), dalam upaya untk kemandirian daerah, tampaknya PAD (indikator kemandirian keuangan daerah) masih belum dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan desentralisasi karena beberapa alasan, yaitu: 17

9 1. Relatif rendana basis pajak/retribusi daerah, 2. Perannya tergolong kecil dalam total penerimaan daerah, 3. Kemampuan administrasi pemungutan didaerah yang masih rendah, 4. Kemampuan perencanaan dan pengawasan yang masih rendah. Tangkilisan (2007: 89-92) mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah, antara lain: 1. Potensi ekonomi daerah, indikator yang banyak digunakan sebagai tolak ukur potensi ekonomi daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), 2. Kemampuan Dinas Pendapatan Daerah, artinya kemandirian euangan daerah dapat ditingkatkan secara terencana melalui kemampuan atau kinerja institusi atau lembaga yang inovotif dan pemanfaatan lembaga Dispenda untk meningkatkan penerimaan daerah. Merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Nogi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kemandirian keuangan daerah adalah potensi daerah. 18

10 Pertumbuhan Ekonomi Menurut Arsyad (2005 : 7) Pertumbuhan Ekonomi adalah kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak yang dinyatakan dalam persen (%). Sirojuzilam dan Mahalli (2010) mengartikan pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi.pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang.pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode berikutnya. Produk Domestik Bruto merupakan indikator makro ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi di suatu Negara, untuk tingkat wilayah, provinsi maupun Kabupaten/Kota, digunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teori dapat dijelaskan bahwa PDRB merupakan bagian dari PDB, sehingga dengan demikian perubahan yang terjadi di tingkat regional akan bepengaruh terhadap PDB atau sebaliknya. Penyajian angka - angka dalam PDRB dibedakan menjadi dua, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan.pdrb atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku 19

11 pada tahun berjalan setiap tahun. PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan memamakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar.pdrb atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun saat ini yang digunakan adalah harga konstan 2000.PDRB menurut harga konstan banyak digunakan untuk menganalisis suatu perkembangan, karena data ini memberikan informasi yang lebih rill setelah dikoreksi atas pengaruh inflasi. Untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu daerah, Badan Pusat Statistik menyebutkan tiga pendekatan (approach) yang digunakan yaitu: a. Pendekatan produksi (production approach), yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambahdi suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasayang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun, b. Pendekatan pendapatan (income approach), adalah pendekatan yang dilakukan denganmenjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, 20

12 c. Pendekatan pengeluaran (expenditure approach), adalah model pendekatan dengan caramenjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa. Menurut Manurung dan Rahardja (2004) yang dimaksud dengan PDRB adalah nilai barang dan jasa akhir, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan factor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut. Tingkat PDRB belum menjamin peningkatan kesejahteraan bagi setiap individu dalam masyarakat.bahkan mungkin sekali yang meningkat pendapatannya justru pada sekelompok orang tertentu saja sedangkan yang lainnya relatif tetap atau menurun. PDRB merupakan total nilai tambah kotor (bruto) yang dihitung dari jumlah gaji/upah, keuntungan-keuntungan perusahaan, sewa lahan, bunga, penyusutan dan pajak-pajak tidak langsung neto, dengan demikian tingginya PDRB suatu daerah belum menjamin tingginya pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat suatu daerah (Rustiadi, 2009). Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan formula berikut: 21

13 Laju Pertumbuhan Ekonomi = ( ) Keterangan : PDRB = Produk Domestik Regional Bruto N = Tahun ke-n Penelitian ini data pertumbuhan bersumber kepada data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (BPS) Pendapatan Asli Daerah Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang - Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 1, Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber - sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Halim (2008:96) mengemukankan bahwa, pendapatan asli daerah merupakan semua pnerimaaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Mardiasmo (2002:125) mengemukakan bahwa, pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 22

14 Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaa daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD, semakin besar kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan Pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pemerintahan daerah (Pemda) diharapkan memiliki kemandirain yang lebih besar.menurut Mardiasmo (2007) sampai saat ini masih banyak masalah yang dihadapi pemerintah daerah terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan daerah, antara lain : Pertama, tingginya tingkat kebutuhan daerah ( fiscal need)yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity) yang memiliki daerah sehingga menimbulkan fiscal gap; kedua, kualitas layanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan 23

15 produk layanan publik yang sebenarnya dapat dijual kemasyarakat direspon secara negatif. Keadaan tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk taat membayar pajak dan retribusi daerah; ketiga, lemahnya infrastruktur prasarana dan saran umum; keempat, berkurangnnya dana bantuan dari pusat (DAU) dari pusat yang tidak mencukupi. Pemda diharapkan dapat menigkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat, sehingga meningkatkan otonomi dan keluasaan terhadap pembiayaan dari pusat, sehingga meningkatkan otonomi dan keluasaan daerah (local discretion).langkah penting yang harus dilakukan Pemda untuk meningkatkan penerimaan daerah adalah menghitung potensi PAD yang rill dimiliki daerah.untuk itu diperlukan metode perhitungan potensi PAD yang sistematis dan rasional Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah Klasifikasi pendapatan daerah berdasarkan Permendagri 71 Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut: 24

16 Tabel 2.3. Klasifikasi Pendapatan Daerah Keterangan a. Pendapatan Asli Daerah (PAD) b. Pendapatan Dana Perimbangan/dan Transfer c. Lain - lain Pendapatan Daerah yang Sah Pajak Daerah Retribusi Daerah Klasifikasi Hasil Pengelolahan Kekayaan Daerah Dipisahkan Lain - lain PAD yang sah Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil Pendapatan Transfer Pemerintah Lainnya Pendapatan Transfer Pemerintah Daerah Bantuan Keuangan Pendapatan Hibah Dana Darurat Pendapatan Lainnya Sumber : Permendagri No. 71 Tahun 2010 Undang - Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pendapatan asli daerah terdiri dari: 1) Pajak Daerah, 2) Retribusi Daerah, 3) Hasil pengelolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan 4) Lain - lain PAD yang sah, meliputi: 1.hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak terpisah; 2.hasil jasa giro; 25

17 3. pendapatan bunga; 4.keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; 5.komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah Dana Alokasi Umum (DAU) Berdasarkan Pasal 1 poin 21 Undang - undang nomor 33 tahun 2004, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendalami kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Kata umum dalam DAU mengandung pengertian DAU merupakan block grant artinya kewenangan pengaturan penggunaanya deserahkan sepenuhnya kepada daerah sesuai tujuan pemberian otonomi daerah.dau diberikan kepada seluruh daerah otonom di Indonesia. DAU merupakan block grant yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya, dan didistribusikan dengan formula berdasarkan perinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak daripada daerah yang kaya.dengan kata lain, tujuan penting dana alokasi umum (DAU) 26

18 adalah dalam kerangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia. (Kuncoro, 2004) Menurut Kuncoro (2004 : 30) dana alokasi umum (DAU) dapat diartikan sebagai berikut: a. komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal atau celah fiskal (Fiscal Gap), yaitu selesih antara kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal, b. instrumen untuk mengatasi horizontal inbalances, yang dialokasikan dengan tujuan pemeretaan kemampuan keuangan antar daerah dimana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah. c. equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya pendapatan asli daerah (PAD) dan dana bagi hasil (DBH) sumber daya alam yang diperoleh daerah. Mardiasmo, (2007 : 157) menyatakan bahwa tujuan dana alokasi umum (DAU) terutama adalah untuk horizontal equity dan sufficiency. Tujuan Horizontal equitymerupakan kepentingan pemerintah pusat dalam rangka melakukan distribusi pendapatan secara adil dan merata agar tidak terjadi kesenjangan antar daerah.sementara itu, yang menjadi kepentingan daerah adalah kecukupan (sufficiency), terutama untuk menutup fiscal gap. Menurut Halim (2004 : 160), dana alokasi umum adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah 27

19 untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum mempunyai bagian-bagian. Bagian-bagian tersebut akan dijelaskan pada bagian berikut. 1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi. 2. Dana Alokasi Umum untuk daerah Kabupaten/Kota. DAU ditetapkan minimal 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN.10% untuk DAU daerah provinsi, 90% untuk DAU daerah kabupaten/kota. DAU Provinsi = JlhDAUseluruhprovinsiX DAU Kab/kota =JlhDAUseluruh kab. ataukota X 2.2. ReviewPenelitian Terdahulu Berikut ini adalah penelitian-penelitian terdahulu tentang Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah (KKD).Penelitian tersebut yaitu Muliana (2009),Sholikhah (2011), Suci (2013), Marizka (2013), Nurmince (2014), Wilujeng (2014). Adapun hasil penelitian terdahulu mengenai topik yang berkaitan denganpenelitian ini dapat dilihat dalam Tabel

20 Tabel 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu N Nama o (Tahun) 1 Muliana (2009) Variabel Penelitian Independen Dependen Pendapatan Asli Tingkat Daerah (PAD) Kemandirian Dana Aloksi Keuangan Umum (DAU) Daerah Dana Alokasi Khusus (DAK) Hasil Penelitian 1. Secara parsial bahwa rasio efektivitas PAD berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan DAU, DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah 2 Sholikhah (2011) 3 Suci (2013) Kemampuan Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian Keuangan Daerah Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan 2. Secara simultan, bahwa Rasio efektivitas PAD, DAU dan DAK berpengaruh secara signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. 1. KKD rasio rata rata 7,84% masih berada diantara 0%- 25% tergolong mempunyai pola instruktif. 2. KKD berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi 1. Kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi 2. Kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif secara signifikan terhadap peningkatan persentase penduduk miskin. 4 Marizka (2013) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah 1. PAD berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah 2. DBH dan DAU tidak berpengaruh teradap TKKD sedangkan DAK berpengaruh signifikan negatif terhadap TKKD 29

21 5 Nurmince (2014) 6 Wilujeng (2014) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Bagi Hasil (DBH) Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan Ekonomi Sumber : Berbagai Peneliti Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian Keuangan Daerah 1. PAD dan DBH tidak berpengaruh terhadap KKD. 2. DAU dan DAK berpengaruh signifikan terhadap KKD. 1. Variabel Pertumbuhan Penduduk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah baik dan jangka panjang maupun dalam jangka pendek. 2. Variabel Pertumbuhan Ekonomi dalam jangka pendek dan jangka panjang tidak mempunyai pengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah 1. Muliana (2009) Penelitian ini betujuan mengetahui pngaruh PAD, DAU dan DAK terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang diukur dengan rasio efektivitas.metode penelitian ini adalah dengan menggunakan desain penelitian klausal, dengan jumlah sampel 15 Kabupaten/Kota setiap tahunnya dari 29 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial rasio Efektivitas PAD berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan DAU dan DAK berpengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah.secara simultan rasio Efektivitas PAD, DAU dan DAK mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. 30

22 2. Sholikhah (2011) Tujuan penelitan iini adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan dan kemandirian keuangan daerah serta pengaruhnya terhadap pertumbuhna ekonomi di KabupatenWonogiri tahun Data yang digunakan adalah data keuangan APBD dan PDRB perkapita. Metode analisis dalam penelitian ini ada dua macam, yang pertama adalah rasio kemampuan keuangan daerah dan rasio kemandirian keuangan daerah. Yang kedua, dengan alat regresi linier berganda. Hasil dari kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa kemampuan keuangan daerah berpengaruh negatif tetapi tidak sigifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (growth) artinya semakin tinggi tingkat kemampuan keuangan daerah tidak akan mengurangi tingkat pertumbuhan ekonomi. Kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan, artinya semakin tinggi rasio kemandirian daerah maka akan menambah tingkat pertumbuhan ekonomi. 3. Suci (2013) Penelitian ini bertujuan untuk membahas perkembangan kemandirian keuangan daerah kabupaten dan kota di Provinsi Banten dan menganalisis pengaruh kemandirian keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan data panel pada 6 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan rasio dana 31

23 perimbangan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.pada model kemiskinan, kemandirian keuangan daerah berpengaruh positif secara signifikan terhadap peningkatan persentase penduduk miskin, sedangkan rasio dana perimbangan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin, indeks ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran terbuka berpengaruh positif secara signifikan terhadap persentase penduduk miskin. 4. Marizka (2013) Penelitian yang dilakukan Marizka di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat bertujuan untuk melihat pengaruh PAD, DBH, DAU dan DAK terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PAD berpengaruh signifikan positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, yang mempunyai arti bahwa semakin tinggi PAD maka akan menambah tingkat kemandirian keuangan daerah. DBH dan DAU tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan DAK berpengatuh signifikan negatif terhadap kemandirian keuangan daerah, yang artinya bahwa semakin tinggi DAK maka akan mengurangi kemandirian keuangan daerah. 5. Nurmince (2014) Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dan dana perimbangan (DAU,DAK,DBH) terhadap kemandirian keuangan daerah pada Kab/Kota di Provinsi Riau diukur dengan rasio efektifitas. 32

24 Data yang digunakan adalah laporan realisasi APBD tahun Dalam penelitian ini menggunakan populasi seluruh Kabupatendan Kota di Provinsi Riau.Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda.hasilkesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya DAU dan DAK yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan PAD dan DBH tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah, sementara secara simultan PAD, DAU, DAK,DBH berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen yaitu tingkat kemandirian keuangan daerah. 6. Wilujeng (2014) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat trend kemandirian keuangan daerah serta pengaruh variabel pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi terhadap kemandirian keuangan daerah di kabupaten Klaten tahun Metode analisis dalam penelitian ini ada 2 macam yaitu yang pertama adalah dengan menggunakan raio kemandirian keuangan daerah dan analisis trend dengan Metode Least Squeres (Kuadrat Minimum). Kedua adalah dengan menggunakan alat analisis regres dinamis Error Conection Model (ECM) untuk mengetahi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kesimpulan yang dapat diambil adalah variabel pertumbuhan penduduk berpengaruh negatif dan signifikan terhadap terhadap kemandirian keuangan daerah baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, yang mempunyai arti bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk maka akan mengurangi 33

25 tingkat kemandirian keuangan daerah, sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak mempunyai pengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah walaupun dalam jangka panjang koefesien pertumbuhan ekonomi telah positif seperti yang diharapkan Kerangka Konseptual Penelitian ini menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dan dana alokasi umum terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun Pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum, berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Pemerintah daerah yang efektif dalam mengelola pendapatan PAD, maka akan memperbesar atau meningkatkan PAD yang diperoleh sehingga Pemerintah pusat tidak perlu lagi mengalokasikan dana kepada pemerintah daerah sehingga daerah tersebut dikatakan mandiri. Oleh karena itu, pemerintah daerah yang memiliki pertumbuhan pendapatan asli daerah (PAD) kemungkinan mempunyai pertumbuhan ekonomi yang positif, sehingga secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai sebuah kemandirian suatu daerah maka pertumbuhan ekonomi diperlukan. berikut: Kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai 34

26 Variabel Independen Variabel Dependen PERTUMBUHAN EKONOMI (X 1) PENDAPATAN ASLI DAERAH (X 2) TINGKAT KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH (Y) DANA ALOKASI UMUM (X 3) Gamabar 2.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah menjelaskan antara pengaruh variabel dependen dengan variabel independen yang dijelaskan dalam uraian sebagai berikut: 1. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Pendapatan daerah secara teoritis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah jumlah penduduk serta Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PRDB merupakan indikator ekonomi yang pada umumnya digunakan untuk mengukur kinerja ekonomi (pertumbuhan ekonomi). PRDB menggambarkan kemampuan suatu daerah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, apabila PRDB disuatu daerah mengalami peningkatan artinya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut meningkat. 35

27 Daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi akan banyak diminati oleh investorpun untuk berinvestasi, hal ini merupakan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinyadan sekaligus peluangbagi pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya tersebut, dengan meningkatnya PDRB makasemakin tinggi kapasitas fiskal daerah yang sehingga tingkat kemandirian keuangan daerah meningkat. Oleh karena itu,dapat disimpulkan semakin meningkat pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerah. 2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)berpengaruh positif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. Penelitian terdahulu Muliana (2009) menjelaskan bahwa apabila PAD yang dihasilkan pada suatu daerah tertentu, hal tersebut akan mempengaruhi kemandirian keuangannya sebab jika PAD yang dihasilkan tinggi, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal akan semakin rendah dan membuktikan bahwa daerah tersebut mandiri. PAD yang dihasilkan rendah, maka tingkat kemandirian keuangannya masih rendah karena daerah tersebut akan bergantung kepada dana transfer dari pemerintah pusat. Secara teori dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat PAD maka semakin tinggi tingkat kemandirian keuangan daerah. 3. Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah. DAU merupakan dana transfer dari pemerintah pusat yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan 36

28 keuangan antar daerah. Peneltian sebelumnya Muliana (2009) menunjukan bahwa apabila DAU yang di terima suatu daerah lebih besar bandingkan dengan PAD yang di hasilkan daerah tersebut berarti tingkat kemandirian keuangan daerah tersebut masih rendah dan daerah tersebut belum dapat di katakan mandiri sebab dalam membiayai kegiatan fiskalnya, daerah tersebut masih bergantung kepada dana transferdari pemerintah pusat, maka dapat disimpulkan semakin meningkat DAU makasemakin rendah tingkat kemandirian keuangan daerah Hipotesis Penelitian Kerangka konseptual merupakan pedoman dalam melakukan penelitian, dimana dengan berpedomanpada kerangka konseptual diharapkan penelitian ini sesuai dengan tujuan serta memberikan hasil yang tidak bias.berdasarkan tujuan penelitain, landasan teori, penelitian sebelumnya dan kerangka konseptual, maka dapat diperoleh hipotesisnya yaitu, Hipotesis: Pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum berpengaruh terhadap tingkat kemandirian keuangan daerah baik secara simultan maupun secara parsial pada Pemerintahan Kabupaten /Kota di Provinsi Sumatera Utara. 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Salah satu kriteria penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk menganalisis pengaruh keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Peneliti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya, penelitianpenelitian tersebut adalah : Darwanto dan Yustikasari (2014) yang meneliti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Stewardship Theory Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship Theory, Teori Stewardship menjelaskan mengenai situasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan negara maupun daerah. sumber daya alamnya sendiri. Sumber dana bagi daerah antara lain terdiri dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi telah menjadi suatu fenomena global, tak terkecuali di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu. Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu. Hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Peran penelitian terdahulu sangat berguna bagi penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian kali ini dibuat dengan mengacu penelitian terdahulu.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976), bahwa hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976), bahwa hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Agency Theory Grand Theory dalam penelitian ini menggunakan Agency Theory, yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Otonomi Daerah Otonomi daerah ialah dimana pemberian wewenang yang sekaligus menjadi kewajiban bagi daerah untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Umum Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, DAU adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masa sentralisasi pemerintahan telah berakhir diganti dengan otonomi daerah. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004, setiap daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia

I. PENDAHULUAN. adanya otonomi daerah maka masing-masing daerah yang terdapat di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan suatu penyerahan kewenangan yang diberikan dari pemerintah pusat yang mana dalam pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu bentuk harapan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada masa Orde Baru dilakukan secara sentralistik, dari tahap perencanaan sampai dengan tahap implementasi ditentukan oleh pemerintah pusat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan daerah di Indonesia semakin pesat, seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pembiayaan penyelenggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah berlaku di Indonesia berdasarkan UU 22/1999 (direvisi Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas antara fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi berkelanjutan. Seluruh negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu telah merambah ke seluruh aspek kehidupan. Salah satu aspek reformasi yang dominan adalah aspek pemerintahan yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Kemandirian Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era otonomi daerah yang ditandai dengan adanya Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada pembangunan nasional. Pembangunan nasional tidak hanya mengalami pertumbuhan, tetapi juga mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*) ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN Haryani 1*) 1) Dosen FE Universitas Almuslim Bireuen *) Haryani_68@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect. Judul : Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil Pada Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Nama : Ni Nyoman Widiasih Nim : 1315351081 ABSTRAK Belanja modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi politik yang dilancarkan pada tahun 1988 telah berhasil menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan dengan pemerintahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia adalah untuk kemandirian keuangan daerah. Hal ini membuat topik tentang kemandirian keuangan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi daerah adalah salah satu indikator untuk mengevaluasi perkembangan/kemajuan pembangunan ekonomi di suatu daerah pada periode tertentu (Nuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam meningkatkan kesajahteraan seluruh rakyat Indonesia dan pemerataan status ekonomi antara penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kualitas pelayanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran daerah merupakan rencana keuangan daerah yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen anggaran daerah disebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan untuk mengelola,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemandirian keuangan daerah merupakan salah satu tujuan dari otonomi daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah terjadi pada tahun 1998 yang lalu telah berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Krisis

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental

BAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka daerah diberi wewenang untuk mengatur rumah tangganya sendiri hal ini telah diamanatkan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang dibangun melalui pendekatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32/2004 dan terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang pemerintahan daerah, juga Undang-Undang Nomor 33/2004

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

PENDAHULUAN. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran. pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang umumnya digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan dan kemajuan perekonomian di dalam suatu daerah dengan ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang telah merasakan dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah menyebabkan pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teoritis 2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono,1985).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Stewardship Penelitian ini menggunakan teori Stewardship yang menjelaskan tentang situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuan-tujuan individu melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai sub sistem pemerintahan Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 5.1. Pertumbuhan APBD Pada dasarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal, merupakan salah satu pengeluaran investasi jangka panjang dalam kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD 2.1. Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD Dalam penyusunan Kebijakan Umum Perubahan APBD ini, perhatian atas perkembangan kondisi perekonomian Kabupaten Lombok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

BAB I PENDAHULUAN. ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional. Proses ini mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci