BAB V ANALISIS TRANSFORMASI ORGANISASI DALAM PELAKSANAAN PEMOLISIAN MASYARAKAT (POLMAS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS TRANSFORMASI ORGANISASI DALAM PELAKSANAAN PEMOLISIAN MASYARAKAT (POLMAS)"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS TRANSFORMASI ORGANISASI DALAM PELAKSANAAN PEMOLISIAN MASYARAKAT (POLMAS) 5.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian Penelitian secara khusus ditujukan untuk menelaah proses perubahan organisasi yang terjadi dalam pelaksanaan proyek percontohan Polmas pola Koban Jepang di Polres Metro Bekasi melalui kerjasama JICA. Dengan demikian dalam konteks penelitian ini cakupan penelitian hanya terbatas pada lingkup Polres Metro Bekasi yang memiliki wilayah layanan untuk Kotamadya Bekasi. Adapun koalisi dalam bentuk tim yang dibangun oleh Polres dan JICA dalam proses perubahan organisasi ini dapat diasumsikan sebagai tim pelopor perubahan. Dalam konteks penelitian ini, yang dimaksud pimpinan organisasi adalah Kepala Polres (Kapolres) dan pimpinan unit lainnya di bawah Polres yaitu Kepolisian Sektro (Polsek), Kepolisian Pos (Polpos) dan BKPM (Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat) yaitu setingkat Polpos yang secara khusus dibentuk dalam percontohan Polmas ini. Dalam struktur organisasinya, kegiatan percontohan Polmas ini di bawah Bagian Bina Mitra yang ada di tingkat Polres dan Polsek, dengan demikian istilah pembina dalam konteks penelitian ini termasuk para pimpinan unit dari mulai pucuk pimpinan Polres, Polsek serta para personil yang berada di Bagian Bina Mitra baik di tingkat Polres dan Polsek yang berperan dalam menyiapkan kebijakan dan arahan dalam pelaksanaan Polmas. Para pengendali adalah para ketua Polpos dan BKPM serta ketua regu dalam proses pelaksanaan Polmas sebagai bagian Polres dan Polsek yang bertugas memberikan kendali dan koordinasi di lapangan. Petugas lapangan adalah personil di garda depan yang berhadapan langsung dengan masyarakat di Polres, Polsek, Polpos dan BKPM. Pegawai lain-lain termasuk unit yang mendukung operasional seperti bagian administrasi, keuangan, lalu lintas, reserse, dan lain-lain.

2 Analisis Profil Responden Analisis profil responden dilakukan berdasarkan data kompilasi dari seluruh kuesioner yang secara lengkap dipaparkan dalam Lampiran 7. Analisis difokuskan pada 4 karakteristik responden yang terdiri atas unit organisasi, posisi responden, periode lama kerja serta jenis kelamin. Hasil analisis frekuensi yang dapat dilihat pada Tabel 5.1 dapat dipaparkan bahwa berdasarkan karakteristik unit organisasi, secara keseluruhan didominasi oleh target responden yang berasal dari unit kerja Polres yaitu sekitar 63,5 %, sedangkan sisanya yaitu 13,5 % dari unit Polsek dan 23,1 % dari BKPM. Dalam perhitungan dan analisisnya satu responden yang berasal dari Kepolisian Pos (Polpos) dimasukkan dalam kelompok BKPM karena memiliki tingkat yang sama dan kurang signifikan bila dianalisis dalam satu kelompok kategori. Tabel 5.1 Profil Responden Berdasarkan Unit Kerja Unit Kerja Frekuensi Prosentase Polres 99 63,5 Polsek 21 13,5 BKPM 36 23,1 Total Dari sisi posisi responden secara jelas dapat dilihat pada Tabel 5.2, bahwa mayoritas responden adalah para petugas lapangan yaitu sekitar 64%. Hal ini diharapkan dapat mendukung analisis untuk melihat proses transformasi yang umumnya sangat tergantung dari partisipasi para personil yang berada di garda depan. Sekitar 19,2 % adalah para pembina, dalam perhitungannya termasuk responden yang memiliki posisi pengendali karena jumlahnya hanya 8 responden sehingga tidak signifikan untuk proses analisis. Sisanya sekitar 16,7 % merupakan posisi pegawai di berbagai unit lainnya yang tidak langsung menangani Polmas namun tanggapan mereka sangat dibutuhkan untuk melihat keberhasilan transformasi dari seluruh pihak yang ada dalam lingkungan Polres.

3 47 Tabel 5.2 Profil Responden Berdasarkan Posisi Posisi Frekuensi Prosentase Pembina 30 19,2 Petugas Lapangan ,1 Pegawai Lain-Lain 26 16,7 Total Adapun dari kategori lama kerja, seperti yang dijelaskan dalam Tabel 5.3 bahwa secara umum proporsinya hampir merata yaitu 25,6 % untuk personil dengan masa kerja antara 1-5 tahun, 32,1 % untuk masa kerja 6-10 tahun dan ternyata porsi terbesar atau sekitar 42,3% adalah yang masa kerjanya lebih dari 10 tahun. Hal ini diharapkan dapat mendukung analisis untuk melihat sejauh mana personel lama yang pernah mengalami masa bersatunya dengan ABRI yang mungkin masih mewarisi pola kerja yang berbasis komando dapat memberikan pandangannya serta lebih jauh lagi melihat kesiapan mereka dalam melakukan perubahan ke arah Polmas yang berbasis sipil. Sedangkan dari sisi jenis kelamin, kuesioner yang berasal dari kelompok personil kepolisian wanita hanya ada 15 responden sehingga hanya sekitar 10 % sedangkan mayoritas 90% adalah responden laki-laki. Walaupun memiliki proporsi yang kecil namun menarik untuk dianalisis mengenai perbedaan persepsi dan kesiapan antara personil kepolisian laki-laki dan wanita. Tabel 5.3 Profil Responden Berdasarkan Lama Kerja Lama Kerja Frekuensi Prosentase 1-5 tahun 40 25, tahun 50 32,1 > 10 tahun 66 42,3 Total Tabel 5.4 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Lama Kerja Frekuensi Prosentase Laki-Laki Wanita Total

4 Analisis Tingkat Resiko dan Kesiapan Transformasi Organisasi Analisis tingkat resiko dan kesiapan mengacu pada hasil perhitungan total skor yang dapat mengidentifikasikan tingkat resiko setiap elemen transformasi baik dari total responden maupun setiap karakteristik responden dengan ketentuan sebagaimana dijelaskan pada Bab IV. Analisis ini didasarkan pada perhitungan statistik deskriptif yang secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 11 untuk total skor seluruh responden, Lampiran 12 untuk total skor berdasarkan unit kerja, dan hal yang sama juga dilakukan berdasarkan posisi pada Lampiran 13, berdasarkan lama kerja pada Lampiran 14 dan Lampiran 15 untuk perhitungan berdasarkan jenis kelamin. Pembahasan dan analisis masing-masing elemen tersebut secara keseluruhan mengacu pada hasil perhitungan yang dirangkum dalam Tabel 5.5 untuk total responden dan karakteristik berdasarkan unit kerja dan posisi, serta Tabel 5.6 untuk total responden dan karakteristik lama kerja dan jenis kelamin. Hasil analisis tersebut dipaparkan pula dalam bentuk diagram pada Gambar 5.1 untuk elemen-elemen pada tahapan I dan II serta Gambar 5.2 untuk elemen-elemen pada tahapan III sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dari keseluruhan hasil analisis tingkat resiko yang telah dilakukan. Faktor penyebab tingkat resiko dianalisis melalui mean butir-butir pernyataan valid untuk setiap elemen (lihat Lampiran 16). Hasil analisis tersebut diperkaya dengan informasi pendukung hasil observasi lapangan dan focused group discussion (FGD) antara para petugas lapangan di beberapa BKPM / Kepolisian Pos (Pol Pos), serta pembina di tingkat Polres. Alur pemaparan analisis tingkat resiko dan kesiapan secara umum mengacu pada 3 tahapan proses transformasi. Dengan demikian pada bagian selanjutnya analisis akan dibahas untuk masing-masing elemen yang termasuk pada setiap tahapan proses transformasi tersebut.

5 49

6 50

7 51 Tahapan I Tahapan II Tingkat Resiko Elemen Urgensi Tingkat Resiko Elemen Komitmen Wanita Laki-Laki Lama > 10 tahun Lama 6-10 tahun Lama 1-5 tahun Pegawai Lain-Lain Pet Lapangan Pembina BKPM Polsek Polres Total Responden Batas Resiko Wanita Laki-Laki Lama > 10 tahun Lama 6-10 tahun Lama 1-5 tahun Pegawai Lain-Lain Pet Lapangan Pembina BKPM Polsek Polres Total Responden Batas Resiko Total Skor Total Skor Tingkat Resiko Elemen Koalisi Tingkat Resiko Elemen Aksi Wanita Laki-Laki Lama > 10 tahun Lama 6-10 tahun Lama 1-5 tahun Pegawai Lain-Lain Pet Lapangan Pembina BKPM Polsek Polres Total Responden Batas Resiko Wanita Laki-Laki Lama > 10 tahun Lama 6-10 tahun Lama 1-5 tahun Pegawai Lain-Lain Pet Lapangan Pembina BKPM Polsek Polres Total Responden Batas Resiko Total Skor Total Skor Tingkat Resiko Elemen Visi Tingkat Resiko Elemen Keberhasilan Wanita Laki-Laki Lama > 10 tahun Lama 6-10 tahun Lama 1-5 tahun Pegawai Lain-Lain Pet Lapangan Pembina BKPM Polsek Polres Total Responden Batas Resiko Wanita Laki-Laki Lama > 10 tahun Lama 6-10 tahun Lama 1-5 tahun Pegawai Lain-Lain Pet Lapangan Pembina BKPM Polsek Polres Total Responden Batas Resiko Total Skor Total Skor Gambar 5.1 Tingkat Resiko Elemen-Elemen pada Tahap I dan II

8 52 Tingkat Resiko Elemen Pencapaian Tingkat Resiko Elemen Institusionalisasi Wanita Laki-Laki Lama > 10 tahun Lama 6-10 tahun Lama 1-5 tahun Pegawai Lain-Lain Pet Lapangan Pembina BKPM Polsek Polres Total Responden Batas Resiko Total Skor Wanita Laki-Laki Lama > 10 tahun Lama 6-10 tahun Lama 1-5 tahun Pegawai Lain-Lain Pet Lapangan Pembina BKPM Polsek Polres Total Responden Batas Resiko Total Skor Gambar 5.2 Tingkat Resiko Elemen untuk Tahap III Analisis Tingkat Resiko dan Kesiapan Tahap I Pembahasan analisis tingkat resiko dan kesiapan untuk tahapan dalam menciptakan iklim kondusif untuk perubahan mencakup tiga elemen yang meliputi urgensi, koalisi dan visi Elemen Urgensi Analisis tingkat resiko pada elemen urgensi mengacu pada nilai skor dari total responden dan masing-masing karakteristik pada Tabel 5.5 dan 5.6 serta Gambar 5.1 yang secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Dari total responden didapat skor berkisar pada nilai 11 jauh melebihi nilai 8 sebagai batas minimal adanya resiko untuk elemen ini. Dengan demikian secara umum dapat diasumsikan bahwa elemen ini beresiko rendah. Dari masing-masing karakteristik responden, secara keseluruhan baik dari unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin didapat perhitungan total skor berkisar antara 10 sampai lebih dari 11. Dengan demikian secara keseluruhan karakteristik responden diasumsikan memiliki kategori resiko rendah.

9 53 Tingkat resiko rendah dari total dan masing-masing karakteristik responden tersebut memberikan indikasi bahwa elemen ini memiliki tingkat kesiapan baik. Mengacu pada kuesioner pernyataan valid elemen urgensi serta tanggapan positif dari responden untuk seluruh pernyataan yang ada, maka tingkat kesiapan yang baik dapat dilihat dari indikator adanya keyakinan dan upaya yang kuat serta semangat dan energi yang besar dari setiap personil untuk mensukseskan perubahan Polmas. Berdasarkan observasi lapangan dan FGD, kondisi ini terjadi karena sebagian besar personil telah menyadari bahwa upaya perubahan ke arah pola kerja kepolisian berbasis masyarakat harus menjadi prioritas dan suatu hal penting untuk menanggapi tuntuan masyarakat yang semakin kritis. Pernyataan Valid elemen Urgensi Mean U03: Setiap individu memiliki keyakinan & upaya kuat utk suksesnya Polmas. 5,54 U04: Setiap individu memberikan lebih banyak energi demi suksesnya Polmas 5,53 Ket: 1=sangat tdk setuju; 2=tdk setuju; 3=cenderung tdk setuju; 4=cenderung setuju; 5=setuju; 6=sgt setuju Hal ini terjadi akibat adanya pimpinan yang terus mengingatkan pentingnya isu-isu urgen dalam menanggapi tekanan yang semakin kuat dari media dan publik perkotaan Bekasi yang memiliki keragaman dan semakin kritis untuk menuntut pelayanan keamanan dan ketertiban yang prima. Ditunjang dengan era demokrasi serta kemajuan alat komunikasi, berbagai keluhan masyarakat setiap hari selalu ada baik melalui radio, televisi, surat pembaca maupun berbagai unjuk rasa yang terkadang menjadi beban. Hal ini mendorong pimpinan dan personil untuk selalu memantau dan mengantisipasi perubahan lingkungan yang ada. Berbagai praktek di lapangan yang dapat dijadikan contoh dalam membangun urgensi mengenai pentingnya isu-isu keamanan yang berkembang di masyarakat, yaitu saat ini Kepolisian Pos Pekayon menjalin kerjasama dengan masyarakat dalam bentuk FKPM untuk membangun radio masyarakat sehingga dapat memberikan akses informasi antara jajaran kepolisian dan masyarakat. Contoh lainnya yaitu di BKPM Mekarsari, untuk mengetahui bagaimana status terakhir kondisi yang ada, setiap perubahan waktu jaga, masing-masing regu melakukan pertukaran informasi untuk menampung sejauhmana keluhan masyarakat yang telah ditampung dan sejauh mana yang telah ditanggapi. Untuk

10 54 itu diharapkan para personil memberikan tanggapan secepat-cepatnya sehingga dapat memberikan rasa aman terhadap masyarakat. Hal lain yang menyebabkan kondisi yang kondusif untuk memandang penting isu-isu yang strategis adalah akibat keinginan, komitmen dan jiwa kepemimpinan yang kuat dari para jajaran pimpinan dalam mengawal dan memberikan arahan kepada seluruh jajaran di Polres Metro Bekasi untuk mensukseskan Polmas. Kepemimpinan yang kuat sebagai warisan pola kerja militer semasa bergabung dengan ABRI, perlu terus dipertahankan untuk mendorong suksesnya dalam membangun elemen urgensi Elemen Koalisi Analisis tingkat resiko pada elemen koalisi mengacu pada nilai skor dari total responden dan masing-masing karakteristik pada Tabel 5.5 dan 5.6 serta Gambar 5.1 yang secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Dari total responden didapat skor berkisar pada nilai 16 jauh melebihi nilai 12 sebagai batas minimal adanya resiko untuk elemen ini. Dengan demikian secara umum dapat diasumsikan bahwa elemen ini beresiko rendah. Dari masing-masing karakteristik responden, secara keseluruhan baik dari unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin didapat perhitungan total skor berkisar antara 14 sampai lebih dari 17. Dengan demikian secara keseluruhan karakteristik responden elemen ini diasumsikan memiliki kategori resiko rendah. Tingkat resiko rendah dari total dan masing-masing karakteristik responden tersebut memberikan indikasi bahwa elemen ini memiliki tingkat kesiapan baik. Mengacu pada kuesioner pernyataan valid elemen koalisi serta tanggapan positif dari responden untuk seluruh pernyataan yang ada, maka tingkat kesiapan yang baik ini dapat dilihat dari indikator adanya tim yang dibangun bersama antara Polres dan JICA yang secara konsisten menyediakan sumber daya baik dalam bentuk tenaga ahli secara teknis maupun berbagai pelatihan di Indonesia dan

11 55 Jepang, berbagai peralatan dan fasilitas yang menunjang, serta informasi dan dukungan yang dibutuhkan dalam melakukan upaya perubahan. Pernyataan Valid dalam Elemen Koalisi K01: Pimpinan & Tim Polres-JICA secara konsisten menyediakan sumber daya, informasi dan dukungan yang dibutuhkan dalam melakukan upaya perubahan ke arah pelaksanaan Polmas K02: Pimpinan &Tim Polres-JICA memberi motivasi dan inspirasi para anggota lainnya untuk berpartisipasi dalam melakukan upaya perubahan Mean 5,08 5,51 K03: Pimpinan &Tim Polres-JICA mempertahankan pendekatan dan arahan yang konsisten 5,48 Ket: 1=sangat tdk setuju; 2=tdk setuju; 3=cenderung tdk setuju; 4=cenderung setuju; 5=setuju; 6=sgt setuju Selain itu kesiapan elemen koalisi ini disebabkan oleh adanya tim Polres JICA sebagai tim pelopor perubahan yang memiliki kemampuan teknis dan manajerial dan selalu berupaya untuk memberikan motivasi dan inspirasi para anggota lainnya untuk berpartisipasi dalam melakukan upaya perubahan. Hal ini dilakukan baik melalui kegiatan seminar maupun sosialisasi serta pemantauan pelaksanaan program kerjasama yang sangat intensif. Sebagai salah satu contoh upaya yang unik yaitu seorang tenaga ahli Jepang menyusun buku yang berjudul Surat Cinta kepada Polri yang memuat berbagai falsafah masyarakat Jepang seperti dalam hal bagaimana bisa menjadi orang yang dapat dipercaya, bagaimana kiat-kiat untuk menjamin mutu pelayanan yang baik, etos kerja dan lain-lain yang dapat menjadi bahan renungan dan inspirasi untuk melakukan perubahan. Disamping itu koalisi kerjasama ini didasarkan pada dokumen yang disepakati dalam bentuk PDM (Project Document Matrix) yang berisi tujuan, sasaran serta kegiatan-kegiatan kunci yang perlu dibangun dalam melaksanakan perubahan ke arah berbasis Polmas. Dengan demikian tim Polres JICA tersebut selalu dapat mempertahankan pendekatan dan arahan secara konsisten dan jelas dalam mengawal proses perubahan berbasis Polmas. Dengan demikian upaya koalisi dengan menggandeng mitra kerja dari luar seperti Jepang yang telah lebih dahulu menerapkan konsep Polmas dirasakan cukup efektif dan secara umum para personil Polres memberikan kepercayaan akibat keahlian yang dimiliki oleh para mitranya. Dengan demikian faktor kualitas keahlian dan kapasitas manajerial dari tim pelopor untuk membangun team work yang solid memang dapat dianggap menjadi salah satu kunci suksesnya koalisi yang dibangun.

12 Elemen Visi Analisis tingkat resiko pada elemen visi secara rinci mengacu pada nilai skor dari total responden dan masing-masing karakteristik pada Tabel 5.5 dan 5.6 serta Gambar 5.1 yang secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Dari total responden didapat skor 8,44 yang hanya sedikit lebih tinggi dari 8 sebagai nilai batas minimal adanya resiko untuk elemen ini. Namun demikian karena masih diatas batas maka secara umum dapat diasumsikan bahwa elemen ini beresiko rendah. Dari masing-masing karakteristik responden, secara keseluruhan baik dari unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin didapat perhitungan total skor berkisar antara 8 9,5. Untuk itu walaupun secara umum masih dapat dikategorikan memiliki tingkat resiko rendah namun nilai-nilai tersebut memiliki kondisi kritis karena masih berkisar pada batas minimal. Dengan adanya total responden dan beberapa kelompok responden yang berada pada kisaran nilai batas minimal maka walaupun secara umum masih dapat dikategorikan sebagai elemen yang beresiko rendah namun diangap memiliki kerentanan dalam mengawal proses transformasi. Mengacu pada mean kuesioner pernyataan valid elemen visi, kerentanan ini disebabkan oleh kecenderungan kurang disetujuinya pernyataan V03. Dengan demikian hasil temuan dalam analisis elemen visi ini adalah setiap personil menyadari bahwa visi Polmas menggambarkan kepentingan jangka panjang, namun pada kenyataannya hampir secara keseluruhan individu yang terlibat dalam pelaksanaan Polmas tidak dapat menjelaskan visi Polmas dalam waktu yang cepat. Pernyataan Valid dalam Elemen Visi Mean V03: Hampir seluruh individu yang terlibat dpt menjelaskan visi Polmas dalam waktu 3 menit 2,97 V04: Visi perubahan Polmas menggambarkan kepentingan jangka panjang setiap anggota. 5,47 Ket: 1=sangat tdk setuju; 2=tdk setuju; 3=cenderung tdk setuju; 4=cenderung setuju; 5=setuju; 6=sgt setuju Visi Polmas sesuai dengan Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2008 adalah

13 57 terwujudnya kemitraan polisi dan masyarakat yang didasari kesadaran bersama dalam rangka menanggulangi permasalahan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat guna menciptakan rasa aman, tertib dan tentram serta meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Upaya penanggulangan masalah mencakup pencegahan dengan melakukan identifikasi akar permasalahan, menganalisis, menetapkan prioritas tindakan, dan melakukan evaluasi ulang atas efektifitas tindakan. Kegiatan kemitraan polisi dan masyarakat dimaksudkan bahwa masyarakat diberdayakan untuk terlibat aktif dalam menemukan, menganalisis dan mencari jalan keluar masalah yang mengganggu keamanan dan ketertiban khususnya masalah ringan yang tidak termasuk perkara pelanggaran hukum secara serius. Mekanisme kemitraan yang dimaksudkan adalah untuk keseluruhan proses manajemen mulai dari perencanaan, pengawasan, pengendalian, analisis dan evaluasi. Sebagaimana hasil observasi lapangan dan FGD, beberapa petugas lapangan tidak dapat secara cepat menerangkan visi Polmas karena pernyataannya terlalu panjang dan kata-kata yang sulit dipahami dalam konteks operasional misalnya tidak tahu mengenai esensi kalimat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Selain itu proses sosialisasi visi Polmas tidak dibangun dengan mekanisme dan tujuan bahwa setiap personil harus dapat menjelaskan visi dengan ringkas dan cepat. Kondisi ini dimungkinkan karena dalam peraturan yang berisi pernyataan visi tersebut memuat terlalu banyak informasi yang menggunakan kalimat terlalu panjang dan kata-kata yang sulit dipahami oleh para petugas garda depan. Hal ini sangat dikhawatirkan karena apabila makna dari visi dan misi belum sepenuhnya dimengerti oleh seluruh jajaran akan menimbulkan sulitnya pencapaian sasaran Polmas sesuai dengan tujuan dan sasaran institusi yang telah digariskan. Sebagai contoh konkrit berdasarkan observasi lapangan, ada satu pos yang menempelkan di dinding pernyataan visi dan misi Polmas untuk FKPM (Forum Kerjasama Polisi dan Masyarakat) yang disusun bersama oleh kepolisian dan masyarakat setempat. Namun karena pernyataannya terlalu panjang dan tidak fokus terhadap apa yang ingin dicapai sehingga esensinya tidak dapat dijadikan pegangan untuk operasional personil kepolisian sehari-hari. Dengan demikian

14 58 pertimbangan untuk membangun pernyataan suatu visi dan misi yang efektif, ringkas dan mudah dicerna oleh seluruh jajaran perlu dipertimbangkan baik untuk lingkungan Polres Metro Bekasi maupun unit-unit di bawahnya sesuai dengan kondisi lapangan yang ada Analisis Tingkat Resiko dan Kesiapan untuk Tahap II : Pembahasan analisis tingkat resiko dan kesiapan untuk tahapan dalam membangun kemampuan untuk melaksanakan Perubahan mencakup tiga elemen yang meliputi komitmen, aksi dan keberhasilan Elemen Komitmen Analisis tingkat resiko pada elemen komitmen mengacu pada nilai skor dari total responden dan masing-masing karakteristik pada Tabel 5.5 dan 5.6 serta Gambar 5.1 yang secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Dari total responden didapat skor berkisar pada nilai 15 jauh melebihi nilai 12 sebagai batas minimal adanya resiko untuk elemen ini. Dengan demikian secara umum dapat diasumsikan bahwa elemen ini beresiko rendah. Dari masing-masing karakteristik responden, secara keseluruhan baik dari unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin didapat perhitungan total skor berkisar antara 13 sampai lebih dari 17. Dengan demikian secara keseluruhan karakteristik responden diasumsikan memiliki kategori resiko rendah. Tingkat resiko rendah dari total dan masing-masing karakteristik responden tersebut memberikan indikasi bahwa elemen ini memiliki tingkat kesiapan transformasi yang baik. Mengacu pada kuesioner pernyataan valid elemen komitmen serta tanggapan positif dari responden untuk seluruh pernyataan yang ada, maka tingkat kesiapan yang baik ini disebabkan oleh adanya mekanisme komunikasi yang dibangun secara tepat dalam setiap elemen upaya perubahan.

15 59 Adanya kemampuan untuk membangun sistim komunikasi yang baik dan membangun tim yang solid sebagai warisan pola komando dari masa bersatunya dengan ABRI ini, secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh positif untuk membagi informasi secara top down sebagai salah satu kekuatan dalam membangun komitmen untuk mencapai suksesnya perubahan. Alasan lainnya adalah karena komunikasi dalam proses perubahan menuju Polmas ini dilakukan dengan cara yang sejujur-jujurnya, sederhana, dan sepenuh hati. Sebagai salah satu contoh berdasarkan observasi lapangan, dalam pengaturan sistim tim kerja dalam Pos Polisi dan BKPM yang diawaki oleh para polisi wanita, karena selama bertugas berada dalam satu pos yang seakan-akan menjadi tempat tinggal bagi mereka sehingga ketua regu merasa sangat dekat dengan para anggotanya. Dengan adanya kedekatan ini komunikasi dapat dilakukan dengan baik dan dari hati ke hati sehingga terbangun komitmen kerjasama yang kompak, kuat, saling bahu membahu (back up), saling membagi informasi atas kejadian yang ada, dan sangat fleksibel sehingga melakukan pekerjaan menjadi lebih mudah dan menyenangkan. Pernyataan Valid dalam Elemen Komitmen Mean M01: Setiap elemen upaya perubahan yang ada selalu dikomunikasikan pada saat yang tepat 4,82 M02:Komunikasi mengenai upaya perubahan selalu dijelaskan dengan cara yang sejujurjujurnya, 5,17 sederhana dan sepenuh hati sehingga dapat dipahami pentingnya esensi perubahan. M03: Visi, tujuan dan strategi perubahan Polmas selalu dibicarakan baik dalam pertemuan manajemen rutin maupun pertemuan lainnya yang dilakukan secara formal dan informal 5,06 Ket: 1=sangat tdk setuju; 2=tdk setuju; 3=cenderung tdk setuju; 4=cenderung setuju; 5=setuju; 6=sgt setuju Kondisi lain sebagai penyebab adanya tingkat kesiapan yang baik dari elemen komitmen ini adalah dalam berbagai pertemuan manajemen rutin maupun teknis lainnya baik dalam formal rapat kerja maupun informal kegiatan kunjungan atau seminar lainnya, para pimpinan selalu mengingatkan akan pentingnya visi, tujuan dan strategi perubahan Polmas. Sebagai contoh, setiap bulan pimpinan Polres melakukan rapat koordinasi dengan para pimpinan Polsek yang juga sering salah satunya membicarakan mengenai kemajuan pelaksanaan Polmas. Di samping itu para personil Polres Metro Bekasi aktif pula dalam mengisi berbagai acara seperti seminar dan pertemuan pembahasan Polmas yang diadakan oleh ISI

16 60 (Ikatan Sakura Indonesia), suatu ikatan alumni personil kepolisian yang pernah mengikuti pelatihan ke Jepang. Satu hal yang perlu diperhatikan, berdasarkan hasil FGD dan observasi lapangan ditemukan bahwa telah tercipta koordinasi yang cukup intensif antara Polres dan Polsek. Namun koordinasi antara Polsek dan Pol Pos / BKPM serta koordinasi antar Polsek dan antar Pol Pos / BKPM dirasakan masih kurang karena kemungkinan masih mengacu pada pola jalur komando dari atas ( top down) sementara komunikasi antar sesama unit belum sepenuhnya dibangun, sehingga hal ini perlu dipertimbangkan. Sebagai salah satu contoh, pada saat menghadapi kejadian kriminal yang bersifat tindak pidana, petugas Polmas seharusnya dapat dengan cepat menuju lapangan namun dengan keterbatasan kewenangannya tidak dapat serta merta melakukan tindakan yang termasuk dalam penanganan perkara seperti olah TKP (tempat kejadian perkara). Untuk penanganan kejadian tersebut, petugas Polmas harus meminta bantuan dari unit kerja Polsek, namun seringkali tidak dapat segera didatangkan. Keadaan ini membuat situasi yang sulit untuk membangun komitmen para petugas Polmas yang berhadapan dan berada langsung di sisi masyarakat yang merasa kecewa dengan pelayanan petugas Polmas yang tidak tanggap sebagaimana yang diharapkan. Dengan demikian masalah koordinasi dan komunikasi mengenai visi dan misi Polmas serta adanya keterbatasan tanggungjawab di tingkat lapangan masih harus dilakukan pembenahan Elemen Aksi Analisis tingkat resiko pada elemen aksi secara rinci mengacu pada nilai skor dari total responden dan masing-masing karakteristik pada Tabel 5.5 dan 5.6 serta Gambar 5.1 yang secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Dari total responden didapat skor 8,52 yang hanya sedikit lebih tinggi dari 8 sebagai nilai batas minimal adanya resiko untuk elemen ini. Namun demikian karena masih di atas batas maka secara umum dapat diasumsikan bahwa elemen ini beresiko rendah.

17 61 Dari masing-masing karakteristik responden, yaitu unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin didapat perhitungan total skor berkisar antara 5,8 10,8. Untuk itu secara keseluruhan karakteristik responden tidak dapat dikategorikan memiliki tingkat resiko rendah karena kelompok unit kerja Polsek dan BKPM serta posisi pembina sangat kritis dan memiliki resiko karena skornya berada di bawah batas nilai minimum 8. Walaupun secara perhitungan total responden berada pada tingkat resiko rendah, namun karena berada pada kisaran nilai batas minimal serta adanya beberapa kelompok responden yang memiliki indikasi adanya resiko, maka elemen aksi ini diangap memiliki kerentanan dan ketidaksiapan dalam mengawal proses transformasi. Pernyataan Valid dalam Elemen Aksi A01 Lingkungan kerja memiliki sistem penghargaan & dukungan bg setiap upaya perubahan sehingga terus memberikan inspirasi, optimisme dan membangun rasa percaya diri A04 Institusi kami melakukan penanganan yang sangat tepat dan cepat terhadap perilaku para staff senior yang memiliki pandangan yang berbeda dg visi perubahan karena dikhawatirkan dpt mempengaruhi para anggota lainnya untuk tidak mengikuti visi perubahan Mean 4,69 3,87 Ket: 1=sangat tdk setuju; 2=tdk setuju; 3=cenderung tdk setuju; 4=cenderung setuju; 5=setuju; 6=sgt setuju Mengacu pada kuesioner pernyataan valid elemen aksi serta adanya resiko pada kelompok responden unit kerja Polsek, BKPM dan posisi para pembina, dapat diasumsikan bahwa kelompok responden tersebut memberikan tanggapan yang kurang sesuai dengan apa yang diharapkan dari pernyataan tersebut. Dengan demikian walaupun secara umum elemen aksi ini beresiko rendah namun kerentanan terhadap resiko terjadi akibat adanya keyakinan para responden dalam kelompok unit kerja Polsek, BKPM dan posisi para pembina bahwa lingkungan kerja belum memiliki sistim penghargaan dan dukungan bagi setiap upaya perubahan sehingga tidak dapat memberikan inspirasi, optimisme dan rasa percaya diri untuk melakukan tindakan. Sebagai ilustrasi berdasarkan FGD dan observasi lapangan, para petugas lapangan di BKPM merasakan kurangnya dukungan logistik untuk memperlancar kegiatan operasional yang selalu dituntut untuk bereaksi cepat dan sigap selama 24 jam dalam memberikan pelayanan keamanan baik untuk kunjungan (sambang)

18 62 warga, patroli, atau bantuan mendesak yang timbul dari laporan masyarakat atas kejadian perkara. Pelayanan untuk lingkungan yang memiliki karakteristik pertokoan (komersil) dan perumahan mewah dengan jarak yang cukup jauh membutuhkan dukungan kendaraan bermotor dan alat telekomunikasi. Namun pada kenyataan di lapangan beberapa kendala yang masih dihadapi para petugas di lapangan antara lain kurangnya dukungan terhadap pemeliharaan dan penanganan kendaraan yang rusak, terbatasnya pengadaan bahan bakar dan penyediaan alat telekomunikasi genggam (mobile) yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar tindakan secara cepat. Selain itu belum adanya sistim dukungan koordinasi yang baik dalam tanggungjawab dan kewenangan pelaksanaan di lapangan antara fungsi BKPM sebagai pengayom yang lebih difokuskan pada pelayanan dasar kamtibmas (kemanan ketertiban masyarakat) melalui Polmas dan fungsi Polsek sebagai penegak hukum untuk menangani tindak pidana sebagai pendukung Polmas. Dari sudut pandang para pembina melalui FGD dijelaskan bahwa alokasi dana untuk perbaikan dan pemeliharaan peralatan / kendaraan operasional masih sulit dengan terbatasnya dana yang mengacu pada sistim perencanaan tahunan untuk anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Di samping itu kendala masih dirasakan dalam menyusun penyesuaian sistim tunjangan dan penghargaan bagi personil kepolisian sesuai dengan beban dan resiko tugas yang ada, karena sebagai institusi publik yang berada di bawah pemerintah pusat, penambahan tunjangan dengan menggunakan alokasi APBN harus didasarkan pada dokumen peraturan pemerintah yang harus berlaku untuk seluruh unit kepolisian secara nasional, sehingga dalam hal kewenangan alokasi anggaran belum dilakukan secara desentralisasi. Hal lain yang juga menjadi alasan adanya resiko dalam elemen aksi bagi responden Polsek, BKPM dan pembina adalah pihak manajemen belum dapat memberikan penanganan secara tepat terhadap para personil senior yang memiliki pandangan berbeda dengan visi perubahan Polmas sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi para personil lainnya. Sebagai ilustrasi, dalam institusi kepolisian, biasanya pihak pimpinan sangat berhati-hati dalam memberikan sanksi dan penanganan terhadap para anggotanya, sehingga apabila bukan karena masalah

19 63 tindak pidana dan kriminal yang serius, sulit untuk melakukan sanksi yang tegas. Upaya yang dapat dilakukan adalah pembinaan dan pengarahan secara intensif. Adanya resiko pada unit Polsek dan BKPM serta posisi pembina dianggap sangat mengkhawatirkan karena unit-unit kerja tersebut merupakan garda terdepan dalam melakukan aksi dan BKPM dibentuk sebagai suatu unit yang langsung menjadi binaan dalam proses pelaksanaan uji coba dalam penerapan Polmas. Sedang para pembina seharusnya menjadi pendorong dengan berbagai initiatif dan terobosan baru sehingga seluruh unit bisa melakukan tindakan sesuai Polmas. Apabila hal ini tidak segera ditangani maka dikhawatirkan akan memperburuk tingkat kesiapan elemen aksi dalam transformasi ini Elemen Keberhasilan Analisis tingkat resiko pada elemen keberhasilan mengacu pada nilai skor dari total responden dan masing-masing karakteristik pada Tabel 5.5 dan 5.6 serta Gambar 5.1 yang secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Dari total responden didapat skor berkisar pada nilai 15 jauh melebihi nilai 12 sebagai batas minimal adanya resiko untuk elemen ini. Dengan demikian secara umum dapat diasumsikan bahwa elemen ini beresiko rendah. Dari masing-masing karakteristik responden, secara keseluruhan baik dari unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin didapat perhitungan total skor berkisar antara 13 sampai lebih dari 17,6. Dengan demikian secara keseluruhan karakteristik responden elemen ini diasumsikan memiliki kategori resiko rendah. Tingkat resiko rendah dari total dan masing-masing karakteristik responden tersebut memberikan indikasi bahwa elemen ini memiliki tingkat kesiapan transformasi yang baik. Mengacu pada kuesioner pernyataan valid elemen keberhasilan serta tanggapan positif responden untuk seluruh pernyataan, maka tingkat kesiapan yang baik ini disebabkan oleh hasil nyata pelaksanaan Polmas yang dalam waktu singkat dapat diwujudkan dan dapat dilihat oleh seluruh pihak.

20 64 Pernyataan Valid dalam Elemen Keberhasilan Mean H01: Dalam waktu singkat hasil nyata sbg awal keberhasilan Polmas dpt dilihat seluruh pihak 5,17 H02: Pimpinan memanfaatkan keberhasilan awal utk menyebarluaskan kemajuan Polmas 5,08 H04: Keberhasilan awal dari Polmas dpt diyakini semua pihak baik dari dalam dan luar institusi 5,37 Ket: 1=sangat tdk setuju; 2=tdk setuju; 3=cenderung tdk setuju; 4=cenderung setuju; 5=setuju; 6=sgt setuju Sebagai contoh dari hasil FGD ditemukan bahwa para petugas merasakan adanya kepuasan pribadi karena masyarakat pada saat ini telah sangat mengenal dan dekat dengan petugas dan kunjungan ke warga menjadi mudah dilakukan. Para petugas merasa yakin bahwa adanya perubahan pandangan di lingkungan masyarakat sekitar terhadap aparat kepolisian disebabkan oleh pelaksanaan konsep baru Polmas yang memiliki pendekatan berbeda dengan model kepolisian lama karena lebih partisipatif dengan upaya preventif dalam melayani masyarakat. Sebagai contoh, pada masa lalu pelaksanaan kepolisian bersifat represif sehingga petugas kepolisian mendatangi rumah warga hanya untuk tujuan investigasi atas laporan perkara pidana. Situasi tersebut membuat warga merasa takut sehingga ada pengalaman petugas lapangan pada awal program polmas untuk kunjungan warga, seorang nenek langsung pingsan karena disangka ada masalah kriminal yang telah menimpa terhadap anak atau cucunya. Perilaku petugas Polmas yang lebih ramah dan memprioritaskan kerjasama yang erat dengan masyarakat berdampak pada timbulnya rasa percaya yang lebih kuat terhadap para petugas sehingga dapat dengan mudah melakukan proses pencegahan dan pemecahan masalah keamanan lingkungan secara bersama. Selain itu tingkat kesiapan yang baik disebabkan pula oleh adanya upaya untuk memanfaatkan keberhasilan awal sebagai cara yang efektif dalam menyebarluaskan kemajuan Polmas. Sebagai contoh, dengan adanya fasilitas BKPM, berbagai masalah keamanan dan ketertiban yang dihadapi warga dapat dengan mudah dipecahkan dan difasilitasi dengan cepat sehingga dapat dijadikan tempat yang netral untuk proses menyampaikan keluhan, konsultasi maupun negosiasi dalam menghadapi pertikaian antar warga dan masalah lainnya. Kondisi lain yang mendukung tingkat kesiapan tersebut adalah semua pihak, baik dari dalam maupun luar institusi, telah meyakini hasil nyata sebagai keberhasilan awal dari Polmas telah dicapai. Sebagai ilustrasi, pihak Polres Metro Bekasi berhasil meyakinkan masyarakat akan kemanfaatan dan efektivitas

21 65 pelaksanaan Polmas yang berdampak positif, sehingga pada saat ini beberapa komponen masyarakat telah mengajukan usulan kerjasama untuk meningkatkan status Pol Pos menjadi BKPM melalui kemitraan dengan masyarakat. Contoh lain, masyarakat merasakan adanya penurunan masalah kriminalitas dan adanya rasa aman di sekitar lokasi pertokoan (Mal Giant) setelah dibangun BKPM dengan keberadaan petugas selama 24 jam karena awalnya lokasi tersebut memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi dan dikenal dengan pusat kriminal Analisis Tingkat Resiko dan Kesiapan untuk Tahap III Pembahasan analisis tingkat resiko dan kesiapan untuk tahapan dalam membangun kelangsungan pelaksanaan perubahan mencakup dua elemen yang meliputi pencapaian dan institusionalisasi Elemen Pencapaian Analisis tingkat resiko pada elemen pencapaian secara rinci mengacu pada nilai skor dari total responden dan masing-masing karakteristik pada Tabel 5.5 dan 5.6 serta Gambar 5.2 yang secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Dari total responden didapat skor 19,95 yang lebih tinggi dari 16 sebagai nilai batas minimal adanya resiko untuk elemen ini. Dengan demikian karena secara umum dapat diasumsikan bahwa elemen ini beresiko rendah. Dari masing-masing karakteristik responden, yaitu unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin didapat perhitungan total skor berkisar antara 15,9 20,9. Untuk itu secara keseluruhan karakteristik responden tidak dapat dikategorikan memiliki tingkat resiko rendah secara utuh karena ada kelompok yang sangat kritis dan memiliki resiko yaitu unit kerja Polsek pada elemen pencapaian karena skornya hanya 15,9 sehingga dianggap belum mencapai batas nilai minimum 16. Walaupun secara perhitungan total responden dan karakteristik responden

22 66 secara umum berada pada tingkat resiko rendah, namun karena ada satu kelompok responden yaitu unit kerja Polsek yang memiliki resiko, maka elemen pencapaian ini dianggap memiliki kesiapan dengan adanya indikasi kerentanan dalam kesiapan proses transformasi. Mengacu pada pernyataan valid untuk elemen pencapaian, sebagian besar responden memberikan tanggapan positif, hanya unit kerja Polsek yang dianggap kurang memberikan dukungan secara positif karena memiliki tingkat resiko. Secara umum tingkat kesiapan yang baik untuk elemen pencapaian disebabkan oleh proses pemantauan dan pengukuran kemajuan pelaksanaan Polmas yang dilakukan secara cermat dan reguler oleh tim pelopor perubahan dalam hal ini tim Polres-JICA, dalam bentuk pertemuan steering committee, serta terkadang didukung pula oleh tim pemantauan dan evaluasi dari Jepang. Pernyataan Valid dalam Elemen Pencapaian C01 Pimpinan dan Tim Kerjasama Polri JICA melakukan pemantauan dan pengukuran kemajuan pelaksanaan Polmas secara cermat dan jelas C02 Pimpinan di seluruh unit organisasi selalu berupaya menyediakan sumber daya tambahan secara mandiri (misalnya personel, biaya, peralatan) untuk memastikan suksesnya pelaksanaan Polmas dalam kerjasama JICA C03 Pimpinan di seluruh unit organisasi terus mencari peluang melalui berbagai upaya pengerahan sumber daya internal maupun kolaborasi dengan pihak lain baik Pemda, masyarakat dan swasta untuk dapat tetap melaksanakan Polmas dalam setiap situasi baru yang dihadapinya C04 Pimpinan di seluruh unit organisasi tidak tergesa-gesa mengumumkan keberhasilan yang masih prematur sebagai keberhasilan sebelum meyakini bahwa Pelaksanaan Polmas dapat dilakukan secara mandiri setelah berakhirnya kerjasama. Mean 5,38 4,58 4,88 5,10 Ket: 1=sangat tdk setuju; 2=tdk setuju; 3=cenderung tdk setuju; 4=cenderung setuju; 5=setuju; 6=sgt setuju Alasan lain disebabkan oleh perilaku jajaran pimpinan yang selalu berupaya menyediakan sumber daya secara mandiri serta terus mencari peluang melalui berbagai upaya pengerahan sumber daya internal maupun kolaborasi dengan pihak lain baik Pemda, masyarakat dan swasta untuk dapat tetap melaksanakan dan mensukseskan Polmas. Sebagai hasil FGD, adanya dukungan yang cukup besar dari masyarakat khususnya dari FKPM (Forum Kerjasama Polisi Masyarakat) yang dibentuk secara sukarela dan beranggotakan kalangan masyarakat sebagai mitra BKPM, secara tidak langsung memberikan kemudahan dalam memobilisasi berbagai sumber daya. Sebagai contoh salah satu Pol Pos Pekayon Jaya yang telah menerapkan konsep BKPM secara mandiri mendapatkan

23 67 fasilitas pemancar radio komunikasi dari pihak FKPM sehingga memudahkan petugas dalam melakukan komunikasi yang bermanfaat dalam mengatasi berbagai masalah dan mendorong kegiatan bersama untuk menunjang keamanan lingkungan. Tanggapan positif dari warga masyarakat tersebut secara tidak langsung dapat memberikan motivasi bagi para petugas baik dalam kegiatan kunjungan warga, patroli maupun bantuan mendesak lainnya seperti penanganan masalah pertikaian, kehilangan dan lain-lain. Penyebab lain yang mendorong tingkat kesiapan yang baik dari elemen pencapaian karena para pimpinan sangat berhati-hati untuk mengumumkan keberhasilan sebelum diyakininya bahwa pelaksanaan dapat dilakukan secara mandiri. Berdasarkan observasi lapangan dan FGD, Polres Metro Bekasi baru bersedia menyatakan kesiapannya untuk menerima berbagai kunjungan institusi kepolisian di luar Polres Metro Bekasi untuk belajar tentang Polmas apabila telah diyakini betul bahwa praktek Polmas tersebut telah dilaksanakan secara berkesinambungan dan masyarakat di sekitarnya telah merasa yakin akan manfaat keberadaan para petugas Polmas. Khusus untuk responden unit kerja Polsek, adanya resiko dalam elemen pencapaian disebabkan oleh anggapan bahwa pemantauan program Polmas belum sepenuhnya dilakukan secara cermat, dan pihak manajemen belum sepenuhnya berupaya semaksimal mungkin untuk menyediakan sumber daya tambahan dan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak untuk mendukung suksesnya Polmas. Selain itu pihak Polsek menganggap bahwa manajemen terlalu terburuburu mengumumkan keberhasilan Polmas, di sisi lain masih banyak mekanisme yang harus di bangun untuk menunjang proses pelaksanaan di lapangan. Temuan observasi lapangan yang menyebabkan kondisi kerentanan dari unit kerja Polsek akibat terbatasnya kapasitas sumber daya baik personil dan logistik operasional kendaraan untuk mendukung unit kerja Polsek sementara ada satu Polsek yang membawahi 5-7 Pol Pos /BKPM dengan lokasi yang menyebar dan berjauhan. Dengan demikian apabila setiap Pol Pos / BKPM meminta bantuan secara bersama untuk menangani olah TKP atas tindak pidana maka akan sulit bagi Polsek untuk melakukan tindakan secara cepat. Di samping itu unit Polsek masih memprioritaskan untuk menangani kasus-kasus berat yang terjadi secara

24 68 mendadak seperti unjuk rasa. Sementara untuk meminta bantuan dari Polsek lain sangat sulit karena masih menggunakan mekanisme kewenangan secara top down, dan belum ada mekasnisme kerjasama antar Polsek dalam mendukung kinerja Pol Pos atau BKPM dalam operasionalisasi Polmas Elemen Institusionalisasi Analisis tingkat resiko pada elemen institusionalisasi secara rinci mengacu pada nilai skor dari total responden dan masing-masing karakteristik pada Tabel 5.5 dan 5.6 serta Gambar 5.2 yang secara rinci dipaparkan sebagai berikut: Dari total responden didapat skor berkisar pada nilai 14,4 jauh melebihi nilai 12 sebagai batas minimal adanya resiko untuk elemen ini. Dengan demikian secara umum dapat diasumsikan bahwa elemen ini beresiko rendah. Dari masing-masing karakteristik responden, secara keseluruhan baik dari unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin didapat perhitungan total skor berkisar antara 12,7 sampai lebih dari 16. Dengan demikian secara keseluruhan karakteristik responden diasumsikan elemen ini memiliki kategori dengan resiko rendah. Tingkat resiko rendah dari total dan masing-masing karakteristik responden tersebut memberikan indikasi bahwa elemen ini memiliki tingkat kesiapan baik. Mengacu pada kuesioner pernyataan valid elemen institusionalisasi serta tanggapan positif dari responden untuk pernyataan yang ada, maka tingkat kesiapan yang baik ini disebabkan oleh adanya beberapa alasan. Alasan pertama adalah para responden meyakini bahwa para pimpinan umumnya dapat dijadikan contoh dalam penanganan tindakan berbasis Polmas. Salah satu contoh yang telah dilakukan di lingkungan Polres Metro Bekasi, dalam menangani kejadian apapun baik konflik antar kelompok masyarakat, unjuk rasa dan masalah lainnya, para pimpinan dan pembina sangat menekankan dan memprioritaskan pemecahan masalah dengan memprioritaskan upaya konsultasi yang intensif dengan masyarakat dan melakukan monitoring secara reguler untuk mengantisipasi

25 69 kejadian yang lebih berat. Hal ini terjadi karena para pimpinan dan pembina telah memiliki kapasitas teknis dan manajerial sebagai hasil alih teknologi dan pelatihan melalui kerjasama JICA. Pernyataan Valid dalam Elemen Institusionalisasi I02 Pimpinan di seluruh unit organisasi umumnya dapat dijadikan model sebagai contoh perilaku penanganan kejadian sejalan dengan Polmas I03 Pimpinan dan manajemen organisasi memiliki kemauan dan tindakan tegas terhadap karyawan yg tidak mendukung Polmas padahal tlh dilakukan pembinaan I04 Organisasi kami telah membangun sistem manajemen penilaian kinerja sesuai dengan kompetensi Polmas sehingga karyawan yakin bahwa perilaku dan tindakan yang sesuai Polmas berpengaruh pada pengembangan karir dan remunerasi yang didapatkan Mean 4,91 4,16 5,37 Ket: 1=sangat tdk setuju; 2=tdk setuju; 3=cenderung tdk setuju; 4=cenderung setuju; 5=setuju; 6=sgt setuju Alasan lainnya adalah pihak manajemen memiliki kemauan dan tindakan tegas terhadap para personil yang masih melakukan tindakan yang dapat menimbulkan keresahan dalam pelaksanaan Polmas di lapangan walaupun telah dilakukan berbagai pembinaan. Tindakan tegas yang telah dilakukan antara lain dengan memindahkan personil tersebut ke unit lain yang sedikit sekali memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan Polmas. Faktor pendukung lainnya yaitu bagian administrasi dan personalia Polres Metro Bekasi telah membangun mekanisme penilaian kinerja yang sesuai dengan kompetensi konsep Polmas dan memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada seluruh personil untuk mengembangkan karirnya. Sebagai contoh beberapa petugas lapangan Polmas yang berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi diberi kesempatan oleh pihak manajemen sehingga bisa melakukan sambil bekerja. Buku tentang evaluasi kinerja berbasis Polmas untuk personil BKPM telah disusun sehingga dapat memberikan kejelasan dalam seleksi dan pengembangan karier. Proses seleksi personil dalam menentukan anggota regu, ketua regu dan ketua BKPM dilaksanakan sangat ketat karena harus memenuhi beberapa indikator baik secara teknis maupun non teknis termasuk perilaku dan keahlian komunikasi. 5.4 Analisis Perbedaan Tingkat Resiko dalam Karakteristik Responden Analisis perbedaan tingkat resiko dalam karakteristik responden mengacu

26 70 pada hasil uji perbedaan mean yang dapat mengidentifikasikan kelompok mana saja dalam suatu karakteristik responden yang memiliki perbedaan secara signifikan. Metode pengujian menggunakan ketentuan sebagaimana dijelaskan pada Bab IV. Rincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 12 untuk perbedaan total skor berdasarkan unit kerja, dan hal yang sama juga dilakukan berdasarkan posisi responden pada Lampiran 13, berdasarkan lama kerja pada Lampiran 14 dan Lampiran 15 untuk perhitungan berdasarkan jenis kelamin. Pembahasan dan analisis masing-masing elemen tersebut secara keseluruhan mengacu pada hasil perhitungan yang dirangkum dalam Tabel 5.7 memuat hasil uji perbedaan untuk responden berdasarkan unit kerja, posisi, lama kerja dan jenis kelamin. Analisis indikator dan penyebab adanya perbedaan tingkat resiko dilakukan melalui kajian butir-butir pernyataan valid untuk setiap elemen. Selain itu diperkaya pula dengan informasi hasil observasi lapangan dan focused group discussion (FGD). Selanjutnya alur pemaparan uraian analisis mengacu pada setiap elemen yang dikelompokkan sesuai dengan 3 tahapan proses transformasi Analisis Perbedaan Tingkat Resiko pada Tahap I Elemen Urgensi Berdasarkan hasil uji perbedaan, tidak ada perbedaan tingkat resiko yang signifikan antar kelompok dalam setiap karakteristik responden, baik berdasarkan unit kerja, posisi, lama kerja maupun jenis kelamin. Indikator tidak adanya perbedaan dalam elemen ini digambarkan dengan responden yang memiliki kesamaan keyakinan, upaya, semangat dan energi yang kuat untuk mensukseskan perubahan Polmas di Polres Metro Bekasi. Faktor penyebab terbangunnya semangat ini akibat adanya pemahaman yang sama dari seluruh responden bahwa perubahan pola kerja ke arah Polmas merupakan suatu isu mendesak (urgent) yang harus segera dilakukan untuk menghadapi tekanan dan tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pelayanan kepolisian. Sebagai praktek yang telah dlakukan, secara berkala pihak Polres dan JICA

27 71 melakukan survei kepada masyarakat melalui bantuan konsultan survei untuk melihat sejauhmana hasil Polmas dapat bermanfaat dan apakah masih ada keluhan dalam pelayanan yang diberikan. Hasil survei tersebut secara keseluruhan baik yang bersifat positif dan negatif disampaikan kepada seluruh personil dalam berbagai pertemuan. Contoh hasil temuan survei AC Nielsen tahun 2007, walaupun 96% masyarakat menyambut baik pelaksanaan Polmas melalui kunjungan warga, namun masih ada 34% masyarakat yang memiliki persepsi bahwa petugas Polmas terkesan tidak ramah dan masih ada 9% masyarakat yang merasa was-was dan takut pada saat kunjungan petugas. Melalui diskusi hasil survei tersebut secara langsung dapat membangun kesadaran setiap personil untuk menganggap penting isu-isu mendesak sehingga dapat termotivasi untuk terus melakukan perbaikan sebagaimana tuntutan masyarakat Elemen Koalisi Berdasarkan hasil uji perbedaan, tidak ada perbedaan tingkat resiko yang signifikan antar kelompok dalam setiap karakteristik responden, baik berdasarkan unit kerja, posisi, lama kerja maupun jenis kelamin. Indikator tidak ada perbedaan tersebut digambarkan dengan adanya keyakinan yang sama dari responden dalam menghargai dan mempercayai tim Polres JICA sehingga dapat mendukung, mempengaruhi dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada seluruh personil untuk melakukan perubahan ke arah pola kerja yang berbasis Polmas. Hal ini dapat terjadi karena didukung oleh hasil kerja tim Polres-JICA yang memiliki kapasitas teknis dan manajerial serta sosialisasi yang intensif dalam setiap upaya perubahan. Untuk itu, membangun koalisi dengan tim yang memiliki pengaruh karena keahliannya merupakan cara efektif untuk melakukan proses perubahan. Sebagai ilustrasi, tim JICA merupakan tenaga ahli yang ditugaskan secara resmi dari institusi kepolisian Jepang yang berpengalaman. Sementara tim pendamping Polres adalah personil pilihan yang memiliki integritas dan komitmen kuat untuk perubahan. Jadi koalisi yang dibangun antar institusi kepolisian Jepang dan Indonesia yang memiliki kesamaan pandang dan bidang layanan merupakan suatu upaya yang efektif dalam melakukan perubahan.

BAB III TINJAUAN INSTITUSI KEPOLISIAN INDONESIA

BAB III TINJAUAN INSTITUSI KEPOLISIAN INDONESIA BAB III TINJAUAN INSTITUSI KEPOLISIAN INDONESIA 3.1. Sekilas Organisasi Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) POLRI dituntut untuk melakukan reformasi setelah diberlakukannya Ketetapan MPR pada Tahun 1999

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA

PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA PENGARUSUTAMAAN HAM DALAM PELAYANAN PUBLIK DI POLRES METRO JAKARTA UTARA I. Pendahuluan Dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia disebutkan bahwa tugas Kepolisian adalah memelihara

Lebih terperinci

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012

LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 LAPORAN KOMISI INFORMASI PROVINSI JAWA BARAT Tahun 2012 Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat pada awal Tahun 2012 telah melaksanakan pertemuan internal membahas rencana strategis (Renstra) 2011-2015 dan

Lebih terperinci

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PADA PEMBUKAAN MUSRENBANG POLRI TAHUN 2015 TANGGAL 25 MEI 2015

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PADA PEMBUKAAN MUSRENBANG POLRI TAHUN 2015 TANGGAL 25 MEI 2015 KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN PADA PEMBUKAAN MUSRENBANG POLRI TAHUN 2015 TANGGAL 25 MEI 2015 ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SALAM SEJAHTERA BAGI KITA SEKALIAN YANG SAYA HORMATI : WAKAPOLRI;

Lebih terperinci

Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat TESIS

Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat TESIS Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat Studi Kasus: Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi TESIS R. DINUR KRISMASARI 0606161836 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara memiliki kewajiban untuk melindungi tiap-tiap warga negaranya. Salah satunya adalah dengan cara memberikan perlindungan atas rasa aman bagi tiap-tiap individu

Lebih terperinci

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

: PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM KEAMANAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RESOR PANGKALPINANG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Polri sebagai aparat negara yang bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Landasan Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Penjabaran Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah ( Renstra SKPD ) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Jembrana Tahun 2011-2016 untuk Tahun Anggaran 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, Polri sebagai salah satu organ pemerintahan dan alat negara penegak hukum mengalami beberapa

Lebih terperinci

7. PENUTUP Kesimpulan

7. PENUTUP Kesimpulan 7. PENUTUP 7.1. Kesimpulan Tulisan ini ingin menunjukan bahwa keberadaan kelompok preman yang dipimpin oleh MT memiliki daerah kekuasaan di PD. Pasar Jaya Pasar Minggu dan sekitarnya, bahkan hampir seluruh

Lebih terperinci

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN:

Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 ISSN: IMPLEMENTASI SISTEM KEAMANAN SWAKARSA (STUDI PATROLI KEAMANAN POLISI) DI KECAMANTAN KATINGAN HILIR, KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh Santi Bahar Ising dan Indra Chusin Program Studi Administrasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. di perusahaan dan juga kaitannya dengan aspek penelitian.

BAB V PENUTUP. di perusahaan dan juga kaitannya dengan aspek penelitian. BAB V PENUTUP Pada bab ini disajikan kesimpulan dari proses penelitian yang dilakukan, keterbatasan penelitian, dan saran yang dapat diberikan terkait dengan topik penelitian di perusahaan dan juga kaitannya

Lebih terperinci

Penetapan Konteks Komunikasi dan Konsultasi. Identifikasi Risiko. Analisis Risiko. Evaluasi Risiko. Penanganan Risiko

Penetapan Konteks Komunikasi dan Konsultasi. Identifikasi Risiko. Analisis Risiko. Evaluasi Risiko. Penanganan Risiko - 11 - LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL A. Proses Manajemen Proses

Lebih terperinci

LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI

LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI Jabatan/Eselon : Unit Kerja : NO. KOMPETENSI LEVEL KOMPETENSI STANKOM 1 ANALISIS STRATEGI (AS) Mengidentifikasi,menguraikan, 1. Mempelajari informasi yang didapatkan meghubungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melingkupinya yaitu masyarakat. Dari berbagai publikasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang melingkupinya yaitu masyarakat. Dari berbagai publikasi yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran Kepolisian tidak dapat dipisahkan dari supra sistem yang melingkupinya yaitu masyarakat. Dari berbagai publikasi yang membahas tantang kepolisian dapat disimpulkan

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA T ENT ANG TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DI W ILAYAH HUKUM POL R E S

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN Jalan Imam Bonjol 37 Pariaman 25519 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN Pariaman, 02 Januari 2012 2 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. No.1602, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT

Lebih terperinci

MAKALAH PERAN POLISI DALAM PEMBINAAN KEAMANAN SWAKARSA DI WIL DIY. Oleh: Dewi Emiliana Sakti, SH.

MAKALAH PERAN POLISI DALAM PEMBINAAN KEAMANAN SWAKARSA DI WIL DIY. Oleh: Dewi Emiliana Sakti, SH. SEMINAR DAN WORKSHOP KELOMPOK STRATEGIS Eksistensi Milisi dan Memudarnya Tanggung Jawab Aktor Keamanan Negara Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 3 4 September 2013 MAKALAH PERAN POLISI DALAM PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN BAB 9 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan beberapa butir kesimpulan berdasarkan temuan dan analisis data (yang tercermin dalam uraian tentang implikasi teoritis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pelaksanaan kegiatan di KJM telah menerapkan unsur-unsur SPI di dalamnya. Hal

BAB V PENUTUP. pelaksanaan kegiatan di KJM telah menerapkan unsur-unsur SPI di dalamnya. Hal BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Dengan melihat kembali hasil analisis investigasi pada unit KJM-UGM, dari hasil wawancara dengan pimpinan diperoleh informasi bahwa dalam pelaksanaan kegiatan di KJM telah

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1170, 2015 BNPP. Garda Batas RI. Pembinaan. Pedoman. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan

I. PENDAHULUAN. pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang mempunyai tugas pokok memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, melakukan penegakan hukum dan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Rencana Strategi Biro Rena Polda NTB Rencana Strategis Polri Tahun 2015-2019, sedang berjalan ada beberapa keberhasilan yang telah dicapai namun disisi lain tentunya masih

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

MOTIVASI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PERSONEL POLRI DI POLRES TANGGAMUS

MOTIVASI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PERSONEL POLRI DI POLRES TANGGAMUS MOTIVASI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA PERSONEL POLRI DI POLRES TANGGAMUS BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah merupakan salah satu bentuk organisasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian, khususnya dalam penelitian kualitatif. Dalam sebuah penelitian

BAB IV ANALISIS DATA. penelitian, khususnya dalam penelitian kualitatif. Dalam sebuah penelitian BAB IV ANALISIS DATA A. TEMUAN PENELITIAN Analisis data merupakan suatu hal yang terpenting dalam sebuah penelitian, khususnya dalam penelitian kualitatif. Dalam sebuah penelitian kualitatif, analisis

Lebih terperinci

KUESIONER. Pengaruh Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi Tentang Suatu Keinginan Untuk

KUESIONER. Pengaruh Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi Tentang Suatu Keinginan Untuk KUESIONER Pengaruh Tingkat Kesesuaian Antara Persepsi Tentang Suatu Keinginan Untuk Ikut Berpartisipasi Dengan Suatu Kesempatan Untuk Berpartisipasi Terhadap Kinerja Manajerial : Komitmen Organisasi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Polri merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Polri merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polri merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban dalam negeri, memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Implementasi Tugas Komisi Penanggulangan AIDS Kota Padang dalam Menanggulangi HIV/ AIDS Tahun

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR

BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR BAB III PERANAN PIHAK POLDA SUMATERA UTARA DALAM MENAGGULANGI PENCURIAN KENDARAAN NERMOTOR YANG DILAKUKAN SECARA TERORGANISIR A. Tinjauan Terhadap Unit Kendaraan Bermotor (Unit Ranmor) Polda Sumatra Utara

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PRT/M/2016 TENTANG PELAYANAN ADVOKASI HUKUM DI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam sebuah organisasi baik swasta maupun pemerintah dapat didukung dengan sistem kontrol yang baik, untuk menetukan apakah kinerja dari perusahaan tersebut berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penegak hukum, tetapi lebih memberikan rasa aman kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penegak hukum, tetapi lebih memberikan rasa aman kepada masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berlandaskan hukum, dimana segala aspek kehidupan masyarakatnya diatur dalam peraturan dan hukum yang berlaku. Dengan sistem

Lebih terperinci

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK

BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK BAB II EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA SKPK TAHUN LALU DAN CAPAIAN RENSTRA SKPK Rencana Kerja Bappeda Kabupaten Aceh Selatan adalah penjabaran perencanaan tahunan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN 2013-2015 Penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Langkah selanjutnya adalah terbitnya UU Kepolisian yang baru yaitu UU No 2 Tahun Karena reformasi sudah berjalan 8 (delapan) tahun, dan UU

Langkah selanjutnya adalah terbitnya UU Kepolisian yang baru yaitu UU No 2 Tahun Karena reformasi sudah berjalan 8 (delapan) tahun, dan UU TELAAH PENERAPAN SURAT PEMBERITAHUAN PERKEMBANGAN HASIL PENYIDIKAN (SP2HP) ONLINE DI POLRES SUKOHARJO DALAM RANGKA TRANSPARANSI PENYIDIKAN GUNA MENDUKUNG GRAND STRATEGI POLRI 2005-2025 1. PENDAHULUAN Pembahasan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR NO. POL. NOMOR : KEP-109/A/JA/09/2007 : B / 2718 /IX/2007

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN ISU KEBEBASAN BERAGAMA

KEBIJAKAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN ISU KEBEBASAN BERAGAMA SEMINAR Peran Polisi, Masyarakat dan Tokoh Agama dalam Penanggulangan Isu Keamanan: Studi Kasus Kekerasan Bernuansa Keagamaan Jogjakarta Plaza Hotel, 23 September 2013 MAKALAH KEBIJAKAN KEPOLISIAN DALAM

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil Internal Control Questionnaire (ICQ) mengenai Sistem

BAB 7 KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil Internal Control Questionnaire (ICQ) mengenai Sistem 130 BAB 7 KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil Internal Control Questionnaire (ICQ) mengenai Sistem Pengendalian Internal Pemerintah pada Badan Kantor Pertanahan Nasional

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURAKARTA,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan Sekolah Menengah Pertama di Kota Medan. Hal

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. sekolah dengan keefektifan Sekolah Menengah Pertama di Kota Medan. Hal 117 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, temuan dan pembahasan penelitian maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan positif dan signifikan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK I. UMUM Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Dalam rangka

Lebih terperinci

JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY

JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY JAPAN INTERNATIONAL COOPERATION AGENCY KEANEKARAGAMAN WILAYAH BEKASI MEWAKILI INDONESIA DENGAN CIRI SBB : KEHIDUPAN MASYARAKAT : * ADANYA PERUMAHAN, * PERTANIAN * NDUSTRI PERDAGANGAN DSB SERTA PERMASALAHANNYA

Lebih terperinci

Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat Sebagai Upaya Reduksi Gejala Gangguan Kamtibmas

Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat Sebagai Upaya Reduksi Gejala Gangguan Kamtibmas Pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat Sebagai Upaya Reduksi Gejala Gangguan Kamtibmas Nilma Himawati 1 1 Mahasiswa Hukum () * Email: olganilnalailynisa@gmail.com Keywords: forum kemitraan polisi;

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya pendidikan tergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu aspek yang berperan penting dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin berkembang. Berhasilnya

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero)

PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero) PIAGAM (CHARTER) AUDIT SATUAN PENGAWASAN INTERN PT VIRAMA KARYA (Persero) Jakarta, 17 Januari 2017 DAFTAR ISI Halaman A. PENDAHULUAN... 1 I. Latar Belakang... 1 II. Maksud dan Tujuan Charter Satuan Pengawasan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN 5.1 Karakteristik Kepemimpinan Pemimpin di Showa Indonesia Manufacturing yang ada menggunakan prinsip keterbukaan terhadap karyawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas pelayanan publik di Indonesia saat ini belum baik. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kekecewaan masyarakat terhadap pelayanan publik yang kian meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan Indonesia jangka panjang yaitu Indonesia yang maju dan mandiri, adil dan demokratis, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut setiap organisasi perusahaan untuk senantiasa meningkatkan kualitas demi meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan organisasi.

Lebih terperinci

Kebijakan Manajemen Risiko

Kebijakan Manajemen Risiko Kebijakan Manajemen Risiko PT Indo Tambangraya Megah, Tbk. (ITM), berkomitmen untuk membangun sistem dan proses manajemen risiko perusahaan secara menyeluruh untuk memastikan tujuan strategis dan tanggung

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN. Sebagai jawaban atasrumusan pertanyaan dalam penelitian ini, dapat

BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN. Sebagai jawaban atasrumusan pertanyaan dalam penelitian ini, dapat BAB V. KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Sebagai jawaban atasrumusan pertanyaan dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil analisis regresi untuk

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH

RENCANA STRATEGIS PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH 1 i KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Strategis (Renstra) Pengadilan Negeri Muara Teweh Tahun 2015-2019.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang saling mendukung dan tidak bisa dipisahkan. Secara konseptual, komunikasi dan pembangunan memandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekanbaru adalah kota terbesar yang berada pada posisi ketiga jumlah penduduknya setelah Medan dan Palembang di Pulau Sumatra. Mengingat arus migrasi yang masuk ke Kota

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 21 TAHUN 2O16 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

Lihat https://acrobat.adobe.com/sea/en/how-to/pdf-to-word-doc-converter.html untuk informasi lebih lanjut. LAMPIRAN 3

Lihat https://acrobat.adobe.com/sea/en/how-to/pdf-to-word-doc-converter.html untuk informasi lebih lanjut. LAMPIRAN 3 Untuk mengedit teks ini: Buka file ini pada Adobe Acrobat Klik 'Export PDF tool' pada bagian kanan Pilih Microsoft Word' untuk formatnya kemudian pilih Word Document Klik Export. Simpan file dengan memberikan

Lebih terperinci

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK salinan BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI LEBAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN LEBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK,

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR SUMBAWA Nomor : SOP - 6 / I / 2016 / Sat.Intelkam STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) PENANGANAN KONFLIK SOSIAL I. PENDAHULUAN Bangsa

Lebih terperinci

B A B V I PEMANTAUAN DAN EVALUASI

B A B V I PEMANTAUAN DAN EVALUASI B A B V I PEMANTAUAN DAN EVALUASI Paparan bab ini tidak menjelaskan tentang kegiatan pemantauan dan evaluasi sanitasi tetapi hanya memuat tentang strategi untuk melakukan pemantauan dan evaluasi dengan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencapaian target MDGs di bidang sanitasi memerlukan kebijakan dan strategi yang efektif. Oleh karena itu, diperlukan berbagai program dan kegiatan yang terukur dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. akhirnya tujuan dari efektivitas itu adalah pencapaian tujuan. Secara etimologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. akhirnya tujuan dari efektivitas itu adalah pencapaian tujuan. Secara etimologi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Organisasi 1. Pengertian Efektivitas Dalam konsep efektivitas yang merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional, maka makna yang diungkapkan sering berbeda,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum. Berdasarkan penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum. Berdasarkan penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Berdasarkan penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Madiun tahun anggaran 2013 diperoleh data anggaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1365, 2013 KOMISI YUDISIAL. Pembidangan Kerja. Susunan Organisasi. Pecabutan. PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut. sebelumnya maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. tersebut akan disajikan secara rinci sebagai berikut. sebelumnya maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: BAB VI PENUTUP Bagian ini merupakan bagian terkahir dari bagian isi tesis. Pada bagian ini memuat tiga sub bab, yaitu: kesimpulan, implikasi, dan saran, Ketiga sub bab tersebut akan disajikan secara rinci

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL

PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN PEMBIDANGAN KERJA KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

TAHAPAN PENGEMBANGAN KLA

TAHAPAN PENGEMBANGAN KLA 7 2012, No.170 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PANDUAN PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK TAHAPAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1

1.1. Latar Belakang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Mandailing Natal Tahun I - 1 1.1. Latar Belakang RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Bupati Mandailing Natal yang akan dilaksanakan dan diwujudkan dalam suatu periode masa jabatan. RPJMD Kabupaten Mandailing Natal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada akhir dekade ini, arus globalisasi yang ditunjang oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memberikan dampak pada perubahan lingkungan sosial,

Lebih terperinci

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG

LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG LEMBAGA SANDI NEGARA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA NOMOR 11 TAHUN 2010 UN TENTANG PENILAIAN PRIBADI SANDIMAN DI PERWAKILAN REPUBLIK INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN)

PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) PERBANDINGAN MATERI POKOK UU NO. 8 TAHUN 1974 JO UU NO. 43 TAHUN 1999 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN DAN RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA (RUU ASN) NO. 1. Judul Undang-undang tentang Pokok- Pokok kepegawaian

Lebih terperinci

HARKATPUAN PATROLI TERPADU JAJARAN BAHARKAM POLRI DAN KEWILAYAHAN JAKARTA, 3 S.D. 4 OKTOBER 2017

HARKATPUAN PATROLI TERPADU JAJARAN BAHARKAM POLRI DAN KEWILAYAHAN JAKARTA, 3 S.D. 4 OKTOBER 2017 HARKATPUAN PATROLI TERPADU JAJARAN BAHARKAM POLRI DAN KEWILAYAHAN JAKARTA, 3 S.D. 4 OKTOBER 2017 Pelaksanaan Harkatpuan Patroli Terpadu jajaran Baharkam Polri dan kewilayahan dengan metode penyampaian

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi merupakan salah satu sektor yang memiliki keterkaitan yang erat dengan kemiskinan, tingkat pendidikan, kepadatan penduduk, perilaku hidup bersih dan sehat,

Lebih terperinci

BIDANG HUBUNGAN MASYARAKAT POLDA D.I.YOGYAKARTA

BIDANG HUBUNGAN MASYARAKAT POLDA D.I.YOGYAKARTA BIDANG HUBUNGAN MASYARAKAT POLDA D.I.YOGYAKARTA A. VISI Bidang Humas Polda DIY mempunyai visi mampu menjadi penjuru untuk mendorong dan membangun kepercayaan masyarakat serta opini positif guna mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) -------------------------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN,

Lebih terperinci

Tugas Umum Pemerintahan

Tugas Umum Pemerintahan Tugas Umum Pemerintahan 5.1. Koordinasi Dengan Instansi Vertikal di Daerah 5.1.1. Forum koordinasi Dalam rangka tertib penyelenggaraan pemerintahan didaerah dan terwujudnya keserasian serta keberhasilan

Lebih terperinci

BAB IV Rencana Implementasi & Kebutuhan Sumber Daya

BAB IV Rencana Implementasi & Kebutuhan Sumber Daya BAB IV Rencana Implementasi & Kebutuhan Sumber Daya 4.1. Rencana Implementasi Setelah rancangan sistem manajemen kinerja dibuat berikut dengan program strategis agar tolok ukur yang telah ditetapkan dapat

Lebih terperinci

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH LAMPUNG DIREKTORAT PEMBINAAN MASYARAKAT

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH LAMPUNG DIREKTORAT PEMBINAAN MASYARAKAT KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH LAMPUNG DIREKTORAT PEMBINAAN MASYARAKAT LAPORAN HASIL KEGIATAN JASA PENGAMANAN PEMBINAAN DAN PENGECEKAN SISKAMLING DI DESA JAGANG KECAMATAN ABUNG SELATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

MEKANISME KELUHAN PEKERJA

MEKANISME KELUHAN PEKERJA PROSEDUR TPI-HR-Kebijakan-04 Halaman 1 dari 7 MEKANISME KELUHAN PEKERJA Halaman 2 dari 7 Pendahuluan Keluhan didefinisikan sebagai masalah yang nyata atau dirasakan yang dapat memberikan alasan untuk mengajukan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. yang berada di Universitas Bina Nusantara yang memiliki tanggung jawab untuk

BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN. yang berada di Universitas Bina Nusantara yang memiliki tanggung jawab untuk BAB 3 ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN 3.1 Riwayat Organisasi Quality Management Center (QMC) merupakan salah satu organisasi internal yang berada di Universitas Bina Nusantara yang memiliki tanggung jawab

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci