Vol. 1, No. 1, Oktober 2016 // Buletin Tiga Bulanan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Vol. 1, No. 1, Oktober 2016 // Buletin Tiga Bulanan"

Transkripsi

1 Vol. 1, No. 1, Oktober 2016 // Buletin Tiga Bulanan

2 Editorial Upaya memajukan pendidikan merupakan tanggung jawab se ap anak bangsa. Tak terkecuali lembaga PUNDI hadir dalam rangka mengambil peran terhadap masalah pendidikan. Hingga kini upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus dilakukan. Pen ngnya prinsip Adil, Berkualitas dan Terjangkau menjadi k poin meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Mengingat geografis wilayah Indonesia yang begitu luas dan terdiri dari pulau pulau memerlukan treatmen khusus memajukan pendidikan agar lebih adil, berkualitas dan terjangkau. Hasil pembacaan PUNDI terkini, terhadap isu terkait pendidikan merekomendasikan perlunya penguatan peran masyarakat luas memberikan kontribusi langsung. Misalnya, pada tahun ajaran baru kembali mencuat pungutan di luar sumbangan. PUNDI mendapatkan aduan pungutan pembelian Buku Teks Pelajaran (BTP) yang menyalahi Permendikubud Nomor 8 tahun Dalam Permendikbud tersebut dijelaskan bahwa sekolah bisa memperoleh BTP melalui sistem daring. Untuk memenuhi standar nasional telah diatur pula wajib mencantumkan logo mendikbud RI pada sampul depan, mencantumkan Harga Eceran ter nggi (HET), dan sejumlah aturan memnuhi Badan Standarisasi Nasional Pendidikan. Dengan demikian diharapkan dak ada lagi konten yang rasis, porno, dan menebarkan permusuhan. Masalah pendidikan di Indonesia dari hulu hingga hilir tak habis-habisnya untuk diungkap dan diselesaikan. Bule n PUNDI hadir ibarat pelepas dahaga di tengah minimnya perha an pelbagai pihak terutama masyarakat untuk menjadi dog watch atau agen kontrol penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah. Iman Sumarlan Direktur Pendidikan untuk Indonesia (PUNDI) Penanggungjawab: Iman Sumarlan, Pimpinan Redaksi: Hatib Rahmawan, Redaktur Pelaksana: Agus Budiarta, Sekretaris Redaksi: Ari Susanto, Reporter: Nuniek Rahmatika, Nuzul Purwandana, Reppa, Dian, Sofa, Disain dan Layout: Dwi Setyawan, Distributor: Neri Yulianto. Alamat: Jl. Kebun Raya, Rt.18 Rw.06, Gg. Melati, Rejosari GK.I Yogyakarta Website: pundi.or.id pundijogja@gmail.com HP/WA: Kirim naskah: admin@pundi.or.id

3 pemerintah sangat concern terhadap pengadaan BTP. Jangan sampai masyarakat merasa terbebani dengan mahalnya buku. Masyarakat dapat mengakses langsung harga buku yang telah ditetapkan pemerintah melalui Di dalam website tersebut harga sangat terjangkau. Siang itu Diah (bukan nama asli) salah seorang siswi SMP favorit di Surakarta pulang membawa slip tagihan buku. Jumlahnya sangat fantas s mencapai 920 ribu rupiah. Sang ibu hanya tertegun sejenak. Ke ka ditanya mengenai hal tersebut si ibu hanya mengatakan: Inilah resiko menyekolahkan anak di SMP Unggulan. Ujarnya dengan nada terpaksa dan berat. Apa yang dialami Ibu dari siswi di atas sebenarnya terjadi di sekolah-sekolah negeri maupun swasta lainnya. Mereka harus menghabiskan uang yang agak fantas s untuk memenuhi kebutuhan Buku Teks Pelajaran (selanjutnya disingkat BTP) anak-anaknya. Mereka dak mungkin menolak kebijakan tersebut karena khawa r mendapatkan bullying dari pihak sekolah. Sebagian yang lain juga dak mau menolak karena alasan gengsi kalau dianggap dak mampu. Apakah BTP memang harus dibayar mahal? Pertanyaan inilah yang patut direnungkan. Ke ka dikonfirmasi melalui telepon, Staf Ahli Kemendikbud, Fajar Rizaul Haq, menyatakan bahwa pemerintah sangat concern terhadap pengadaan BTP, Jangan sampai masyarakat merasa terbebani dengan mahalnya buku. Masyarakat dapat mengakses langsung harga buku yang telah ditetapkan pemerintah melalui h p://lkpp.go.id. Di dalam website tersebut harga sangat terjangkau. Ujarnya dengan tegas. Mungkin masyarakat banyak dak mengetahui kebijakan pemerintah tersebut. Sehingga ke ka sekolah mematok biaya buku cukup nggi, wali murid dak ada yang protes. Begitu juga di sekolah-sekolah swasta. Karena dianggap lebih otonom, wali murid menganggap hal tersebut adalah kewajaran. Kondisi seper itu seper nya membudaya dan menjadi kelaziman yang dak perlu dipertanyakan lagi. Bahkan ada sebuah anggapan jika buku itu murah pas kualitasnya dak baik. Jika mahal, buku itu pas bermutu. Adagium ini menjadi angin segar tumbuh suburnya pungutan liar. Kondisi inilah yang membuat orang tua terkadang dak berdaya jika disodorkan pada list buku yang harus dibeli anaknya di sekolah. Pemerintah sesungguhnya mencanangkan buku murah untuk rakyat. Pemerintah menghendaki pendidikan dapat diakses semua lapisan masyarakat, termasuk salah satunya BTP. Jangan sampai ada anak didik yang dak mampu membeli buku pelajaran lantaran biaya yang nggi. Hal ini diatur dalam Permendikbud No 8 Tahun Program buku murah yang dicanangkan pemerintah tersebut sebenarnya melalui proses seleksi naskah yang sangat ketat. Sehingga masalah kualitas dapat dipertanggungjawabkan. Jadi anggapan nega f sebagaimana disebutkan di atas sebenarnya harus ditepis. Pendidikan untuk Indonesia (PUNDI), melalui riset dan hasil inves gasi di lapangan mencoba mengulas masalah ini secara lebih dalam. Laporan khusus yang ada di tangan pembaca ini harapannya dapat memberikan perspek f baru terkait masalah perbukuan. (HR)

4 Di zaman Orde Baru, BTP dipegang sepenuhnya oleh pemerintah. Pihak swasta dak dilibatkan dalam pengadaan BTP. Oleh sebab itu muncul is lah Buku Resmi dan Buku Pendamping. Buku resmi adalah BTP yang dikeluarkan oleh pemerintah, sementara Buku Pendamping adalah BTP yang dikeluarkan oleh pihak Swasta. Pada periode ini isi BTP sarat akan kepen ngan kekuasaan, terutama yang ada hubungannya dengan sejarah. Pasca-reformasi, perubahan kebijakan pengadaan BTP barulah terjadi. Pemerintah kemudian menggaet pihak swasta untuk membantu memenuhi kebutuhan BTP, itupun setelah Balai Pustaka (BP), BUMN milik negara ini mengalami keruntuhan managerial yang hingga saat ini performanya dak dapat kembali lagi. Sejak saat itulah kemitraan antara pemerintah dengan pihak swasta dalam hal ini penerbit swasta terjalin hubungan yang sangat harmonis. Tahun 2008, di bawah Mendiknas Bambang Sudibyo, regulasi buku yang digunakan satuan pendidikan mulai ditata. Pada waktu itu keluarlah Permendiknas No 2 Tahun 2008 tentang buku. Dalam peraturan tersebut pemerintah membagi buku yang digunakan pada satuan pendidikan menjadi empat jenis, yaitu: 1) Buku Teks, 2) Buku Panduan Pendidik, 3) Buku Pengayaan, dan 4) Buku Referensi.

5 Berdasarkan Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008 tersebut semua naskah buku yang ada harus dinilaikan terlebih dahulu oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Naskah buku yang lulus seleksi dapat dibeli hak ciptanya oleh pemerintah yang kemudian pengadaannya dan penggandaannya dilakukan dan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah. Buku yang telah dibeli hak ciptanya oleh pemerintah boleh digandakan dan dialihmediakan serta dapat diperdagangkan oleh siapapun dengan ketentuan harga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Maksimal keuntungan yang dapat diambil adalah 15 % dari harga produksi yang dianggap layak. Dari sekian naskah yang diajukan penerbit, tentunya dak semua dibeli hak ciptanya oleh pemerintah. Sebagian besar naskah yang telah dinyatakan layak oleh BSNP diterbitkan dan digandakan oleh penerbit dengan modal sendiri. Melalui Permendiknas Nomor 2 Tahun 2008, khususnya Pasal 11, Pemerintah melarang pihak sekolah, guru, dan dinas, menjadi distributor ataupun pengecer, atau bekerjasama dengan pihak distributor atau pengecer menjual buku kepada siswa, kecuali buku-buku yang telah resmi dibeli hak ciptanya oleh pemerintah. Permendiknas tersebut terbilang sangat baik sebab membatasi harga buku yang resmi dibeli pemerintah. Permendiknas ini juga menjaga jangan sampai sekolah menjadi ajang bisnis dan meraup untung. Meskipun begitu Permendiknas ini masih memiliki kelemahan karena masih menggunakan standar ganda khsusunya pada Pasal 5 dan 7. Pada Pasal 5 bu r 1 dijelaskan bahwa buku teks yang digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih oleh rapat pendidik pada satuan pendidikan dari buku-buku teks pelajaran yang telah ditetapkan kelayak-pakaiannya oleh Menteri. Pasal 5 di atas memberikan celah pada satuan pendidikan untuk memilih buku selain yang telah dibeli hak ciptanya oleh pemerintah. Jadi agak aneh, satu sisi pemerintah telah membeli hak cipta buku baik buku teks, pegangan, pengayaan, maupun referensi, namun pemerintah dak mewajibkan buku tersebut untuk digunakan di satuan pendidikan. Sehingga satuan pendidikan dapat memilih buku yang diterbitkan sebuah penerbit atau lebih asalkan buku tersebut telah dinyatakan layak oleh BSNP. Pada Pasal 7 dinyatakan, bahwa pendidik dapat menganjurkan kepada peserta didik yang mampu untuk memiliki buku. Meskipun pada bu r selanjutnya anjuran itu sifatnya dak memaksa, dan peserta didik harus membelinya di pengecer, namun pasal ini didukung pasal sebelumnya membuka peluang terjadinya bisnis buku di sekolah. Penerbit yang naskah bukunya dinyatakan layak, tentunya menggunakan berbagai macam cara agar dapat memasok bukunya ke sekolah-sekolah. Mulai dari memberikan rabat (fee) kepada pihak sekolah yang menggunakan buku-buku terbitannya. Sekolah yang diwakili para pendidik dapat menganjurkan siswa untuk membeli buku tertentu di toko tertentu. Memberikan anjuran atau informasi buku terbitan tertentu yang harus dibeli semua siswa merupakan proses bisnis buku yang terselubung. Untuk mengelabui pengawas, terkadang sekolah membagikan buku tertentu yang pembayarannya dilakukan di akhir semester. Sekolah juga membuat kontrak dengan sekolah dengan kompensasi yang sangat menggiurkan. Seper pemberian bantuan mobil namun sekolah tersebut harus membeli buku dalam kurun waktu tertentu, ga, empat, hingga lima tahun. Dari proses-proses seper itulah harga buku teks pelajaran di sekolah-sekolah harganya menjadi sangat fantas s. Konflik antar penerbitpun dak dapat Sumber: Istimewa

6 dihindari karena berebut pasar. Akibatnya yang dirugikan adalah wali murid, yang se ap semester harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Kualitas buku jadi dak diper mbangkan, sebab yang diperhitungkan adalah sejauhmana rabat yang diberikan penerbit kepada sekolah, atau pihak-pihak tertentu. Di tengah pasar buku yang sangat terbuka seper itu, di bawah kepemimpinan Mendikbud Anis Baswedan, lahirlah Permendikbud No 8 Tahun Perubahan kebijakan mengenai pengadaan BTP dilaksanakan secara lebih masif dan berani. Jika pada era-era sebelumnya, tender pengadaan BTP dilelang secara terbuka, dimana semua penerbit dapat mengajukan penawaran naskah secara langsung dan bertatap muka dengan sesama pesaing bisnis, kini dirubah dengan model daring (dalam jaringan). Perusahaan Penerbitan yang ingin terlibat dalam proses pengadaan buku harus mengiku tender yang dibuka secara online. Mereka harus mengajukan naskah BTP yang telah disusun berdasarkan ketentuan yang diberikan pemerintah. Pemerintah kemudian menseleksi naskah-naskah yang masuk. Bagi penerbit yang naskahnya lulus seleksi dibeli pemerintah dan penerbit yang bersangkutan diberikan wewenang untuk ikut menggandakan dan mendistribusikan. Namun pemerintah mengatur regulasi atau pejualan di pasar. Diantaranya, harga jual ditetapkan pemerintah yang kemudian diberi nama HET (Harga Eceran Ter nggi). Selain itu penjualannya harus melalui lapak online yang dibuat pemerintah. Tidak bertemunya antara pelaku bisnis penerbitan dengan pemerintah secara langsung dalam tender merupakan terobosan yang sangat baik. Sehingga pemerintah lebih objek f menilai naskah yang masuk, dan dalam transaksi bisnisnya terhindar dari upaya sogok menyogok. Penjualan buku dengan model online yang diatur pemerintah juga menyebabkan pelaku bisnis penerbitan dak dapat memainkan harga, apalagi pemerintah telah menetapkan HET. Dengan peraturan tersebut, siklus peredaran BTP yang begitu panjang, yang menyebabkan biaya menjadi nggi dipangkas. Dengan demikian sekolah dapat membeli BTP yang sudah ditetapkan pemerintah langsung ke lapak online yang disebut dengan e- catalogue. Dengan begitu pungli atau mark up harga BTP dapat dihindari. Buku murah untuk rakyat kian nyata di depan mata. Jenis dan harga BTP resmi atau disebut dengan HET (Harga Eceran Ter nggi) yang sudah memenuhi standar kualitas dapat dilihat di: h p://e-katalog.lkpp.go.id yang resmi dikeluarkan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Pemerintah). Masyarakat dapat m e l a p o r k a n k e p a d a p e m e r i n t a h m e l a l u i buku@kemendikbud.go.id, jika ada penyimpangan di lapangan dalam pengadaannya. Sekolah negeri maupun swasta yang mendapatkan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) akan mendapatkan password dan username untuk mengakses lapak BTP online yang disebut dengan e-catalogue di h p://ekatalog.lkpp.go.id yang resmi dikeluarkan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Pemerintah). Dengan begitu, Pemerintah sangat mudah mendeteksi sekolah-sekolah yang dak menggunakan sistem ini. Sekolah dapat langsung memesan BTP yang diinginkan dengan harga yang telah tercantum dengan kualitas isi buku dijamin oleh BSNP. Buku yang telah dipesan akan sampai di sekolah dalam waktu yang rela f singkat, dua hari untuk wilayah Jawa. Berdasarkan Permendikbud No. 8 Tahun 2016, sekolah yang dak menggunakan BTP yang telah ditetapkan pemerintah akan dikenai sanksi berupa: 1. Rekomendasi penurunan peringkat akreditasi 2. Penangguhan bantuan pendidikan 3. Pemberhen an bantuan pendidikan 4. Rekomendasi atau pencabutan ijin operasional Satuan Pendidikan sesuai dengan kewenangan. Untuk mengetahui apakah buku tersebut resmi atau dak maka perlu diketahui dua hal; 1. Untuk BTP milik pemerintah di kover depat terdapat logo Kemendikbud (Tut Wuri Handayani) dan dicantumkan HET. 2. Untuk BTP milik penerbit swasta di kover belakang terdapat pernyataan kelayakan dari pemerintah. (HR) Buku teks pelajaran ini telah dinyatakan layak berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 148/P/2016 Tahun 2016 Tanggal 1 Juli 2016 tentang Penetapan Judul Buku Teks Pelajaran Kelompok Peminatan untuk SMA/MA.

7 Mafia Buku dan Ketidakadilan Bagi Si Miskin Bahwa maksud pedidikan adalah mempertajam kecerdasan dan memeperkokoh kemauan, meperhalus perasaan, seperti di maksudkan dengan anak bangsa apapun dan golongan apapun juga...(tan Malaka) P e n d i d i k a n i t u m e m b e b a s k a n, b u k a n membelenggu. In sari dari pemikiran filsuf pendidikan Paulo Freire ini menggambarkan esensi pendidikan itu sendiri. Pendidikan seharusnya menjadi tempat mendidik manusia Indonesia menjadi manusia pembebas. Bebas dari belenggu aturan, bebas dari kurikulum yang berat, bebas dari mata pelajaran yang membosankan, bebas dari biaya yang mahal, bebas dari biaya buku yang mahal, bebas dari mafia pendidikan (mafia buku, alat peraga, seragam dll). in nya adalah bagaimana pendidikan itu memanusiakan manusia. Berbagai persoalan yang disebutkan diatas menunjukan bahwa pendidikan kita masih berada di persimpangan jalan. Ibarat mengurai benang kusut, semakin diurai semakin tak jelas ujung dan pangkalnya. Sulit rasanya mencari akar permasalahan dalam dunia pendidikan kita. Hal tersebut dak terlepas dari maraknya mafia dalam dunia pendidikan. Dalam diskusi PUNDI dan Lembaga Ombudsmen (LO DIY), Sabtu (6/8) problem mafia yang menggurita dalam dunia pendidikan sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan ketua LO DIY Sutrisnowa, menyampaikan secara gamblang terkait persoalan ini. Prakteknya dalam berbagai cara dan modus, bahkan dak jarang melibatkan kepala dinas, kepala sekolah, guru, dan komite sekolah. Praktek dan modus mafia dalam bidang pendidikan sebagaimana temuan LO DIY dilakukan dalam berbagai cara. Dalam kasus pengadaan seragam sekolah misalnya, sekolah melakukan kerja sama pihak ke ga (toko kain atau pakaian), untuk menggelar dagangannya di sekolah atau hanya lewat informasi informal kepada orang tua agar membelikan seragam atau kain di toko tertentu. Atau modus lainnya adalah guru menjual seragam di sekolah layaknya pasar dan siswa diwajibkan mengumpulkan sejumlah uang guna membayar seragam tersebut. Menurut LO DIY, praktek yang sama diatas juga dilakukan untuk pengadaan barang lainnya di sekolah seper buku dan alat peraga. Praktek mafia pengadaan seragam dan buku di sekolah juga disoro oleh Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi). Yuliani ak fis Sarang Lidi Yogyakakrta juga mengungkapkan adanya praktek

8 mafia dalam pengadaan buku di sekolah-sekolah. Hal di sampaikan Yuliani saat hadir dalam diskusi PUNDI Sabtu (20/8). Menurut Yuliani kepala sekolah dan guru berperan besar dalam pengadaan buku dengan melobi para penerbit agar bisa memasarkan bukunya di sekolah. Modus yang dilakukan biasanya lewat komite sekolah. Komite sekolah didorong untuk memutuskan kebijakan agar orang tua murid bisa mengumpulkan uang guna membeli buku dari penerbit tertentu. Atau menyampaikan secara informal kepada orang tua agar bisa membeli buku penunjang dari penerbit tertentu agar digunakan siswa di sekolahnya. Caranya agak halus, tapi in nya sama, yaitu mencari keuntungan dari penjualan buku tersebut, uang hasil keuntungan penjualan buku tersebut akan dibagikan untuk kepala sekolah, guru dan komite. Demikian Yuliani ak vis Sarang Lidi menjelaskan. Maraknya aduan masyarakat atas praktek pungli di sekolah termasuk pungli untuk pembelian buku, menyebabkan pemerintah dalam hal ini Mendikbud mengeluarkan kebijakan yang mengatur secara khusus pungutan dan sumbangan biaya pendidikan. Hal tersebut tertuang dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar. Substansi dari Permendikbud tersebut adalah, sekolah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun terhadap siswa didik, termasuk pungutan dalam membeli buku. Meskipun sudah diatur sedemikian rupa, tapi toh nyatanya di lapangan, masih banyak sekolah yang melakukan pungutan guna membeli buku yang akan digunakan. Kalau pun dak buku, siswa dibebankan untuk membeli modul atau LKS yang juga sifatnya memaksa dan mengikat. (Gusbud)

9 Lemahnya Sosialisasi dari Pemerintah Dari 10 orang wali murid di sebuah sekolah negeri, ke ka ditanya mengenai Permendikbud No 8 Tahun 2016, semuanya dak mengetahui. Salah seorang Ibu, ke ka ditanya mengaku dak tau menahu mengenai kebijakan tersebut. Mendengar saja belum pernah apalagi isinya, ungkapnya demikian. Di kalangan guru pun Permendikbud ini dak populer. Salah seorang guru di Inderamayu ke ka dikonfirmasi PUNDI, dak tau-menahu mengenai kebijakan tentang buku tersebut. Bahkan ia mengaku di sekolahnya susah sekali mencari referensi yang resmi dari pemerintah. Beberapa guru di sekolah Swasta ke ka ditanya mengenai kebijakan inipun dak memahaminya. Ia mengatakan, mungkin informasi ini belum disosialisasikan oleh pimpinan, ujarnya singkat. Fakta-fakta ini merupakan buk bahwa sosialisasi Permendikbud No 8 Tahun 2016 di lapangan daklah masif. Ke ka dikonfirmasi ke Drs. Suraya, Kepala Bidang Perencanaan dan Standarisasi Dikpora Provinsi DIY, beliau mengatakan bahwa sosialisasi sudah diselenggarakan melalui smartphone, internet (blog, html dikpora) dan lain-lain. Selain itu juga kami mengumpulkan dari se ap kepala sekolah di Yogyakarta, demikian ungkapnya. Ar nya peraturan ini sudah disebarkan, namun masing-masing kepala sekolah dak mensosialisasikan kepada semua guru. Sehingga kebijakan ini diketahui di ngkat elit satuan pendidikan saja. Dari pengakuan di atas juga terlihat, bahwa sosialisasi ini dak menyentuh masyarakat sama sekali sehingga wajar, jika masyarakat acuh dan dak melaporkan masalah ini kepada pihak yang berwenang. Dalam hal ini pemerintah harus lebih intensif dan menemukan pola baru program sosialisasi agar Permendikbud ini menjadi kesadaran masyarakat. Jika masyarakat sadar akan muncul kontrol, dan jika fungsi kontrol berjalan, keinginan pemerintah untuk memberikan buku murah akan tercapai. Kesadaran Masyarakat Mengenai BTP Masih Sangat Minim Konsekwensi dari masalah di atas adalah sistem kontrol dari masyarakat dak terjadi. Komite Sekolah yang semes nya menjadi lembaga kontrol terhadap berbagai pungutan sekolah, karena dak memahami Permendikbud ini, di beberapa tempat justru menyetujui pembelian buku yang dak lulus seleksi BSNP. Hal seper ini terjadi di sekolah swasta secara masif. Padahal peraturan tersebut berlaku baik di negeri maupun di swasta. Peraturan ini berlaku selama sekolah menerima dana BOS. Sayangnya, anggaran BOS dak diprioritaskan untuk membeli buku, namun untuk memenuhi kebutuhan sekolah lainnya. Di beberapa sekolah swasta, pembelian buku dibebankan pada wali murid. Namun sayangnya, pihak sekolah memilih buku yang dak lulus seleksi BSNP. Padahal semes nya pihak sekolah sangat paham mengenai Permendikbud tersebut. Jadi di sinilah letak kejanggalannnya, karena ada unsur kesengajaan dari

10 pihak sekolah mendiamkan kebijakan ini. Meskipun biaya buku dibebankan kepada wali murid, mes nya pihak sekolah memilih buku yang resmi dikeluarkan oleh pemerintah sehingga biaya buku dapat ditekan dan wali murid dak terbebani. Lemahnya Kontrol dari Pemerintah Lembaga yang paling berwenang melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah ini adalah BSNP. Menurut Permendikbud No 96 Tahun 2013 tentang Badan Standar Nasional Pendidikan pada Pasal 8 d i n y a t a k a n b a h w a l e m b a g a i n i b e r t u g a s mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi Standar Nasional Pendidikan. Namun sayangnya sampai saat ini belum pernah ada kontrol yang dilakukan, terutama melakukan sidak langsung ke lapangan. Pemerintah sebenarnya sangat mudah sekali melakukan kontrol, karena semua implementasi kebijakan ini diatur melalui jaringan internet. BSNP dapat dengan mudah melacak satuan pendidikan mana saja yang dak mengakses buku teks pelajaran yang telah ditetapkan pemerintah. Namun data online dengan data lapangan harus disingkronkan. Sebab ada kasus sebuah sekolah memang melakukan pembelian buku yang resmi secara online. Namun buku-buku tersebut untuk memenuhi koleksi di perpustakaan saja. Sementara yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah buku-buku yang dibeli dari salah satu penerbit yang mana buku tersebut dak lulus seleksi BSNP. Sehingga ke ka dilacak melalui data online, sekolah ini tentu akan selamat. Namun, jika dilihat langsung, mereka melanggar kebijakan pemerintah ini. Dengan pola seper itu, lagi-lagi yang dikorbankan adalah wali murid. Sanksi yang dak Mengikat Dari beberapa kasus yang ditemui di lapangan, sebagaimana yang diungkap Sutrisnowa, Ketua LO DIY, kepala sekolah yang melanggar, seper melakukan pungli, hanya mengalami disposisi dari satu sekolah ke sekolah baru. Pola seper ini dak membuat oknum di sekolah jera. Ombudsment hanya dapat memberikan rekomendasi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di lapangan, selanjutnya sanksi sepenuhnya di tangan dinas, demikian paparnya. Kondisi seper ini akhirnya dak menjawab persoalan. Kejadian-kejadian yang diungkap di atas dak berlebihan jika diindikasikan ada mafia di dalamnya. Mafia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat didefinisikan sebagai perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan (kriminal). Fenomena buku di sini bisa dikatakan mafia karena mereka (oknum tertentu) bergerak terselubung dan terstruktur untuk memonopoli regulasi buku. Bahkan mungkin mereka meregulasi kebijakan pemerintah dalam hal kebijakan perbukuan atau bahkan mereka melawan kebijakan yang dak mendukung kelompoknya. Masifnya penjualan buku yang dak resmi di sekolah swasta dan sekolah negeri sebenarnya bukan hanya disebabkan karena ke daktahuan. Namun ada persoalan lain, yakni mafia buku yang dak diketahui oleh masyarakat. Dalam hal ini PUNDI mendapatkan fakta bahwa kebanyakan dari sekolah terjerat perjanjian (kontrak) dengan penerbit swasta selama beberapa tahun dengan kompensasi rabat (fee) ataupun berupa barang seper mobil. Jadi sekolah mendapatkan bantuan mobil operasional ataupun hal lainnya asalkan menggunakan buku penerbit swasta tersebut, meskipun buku yang digunakan ternyata dak lulus seleksi BSNP. Pola seper inilah yang menyebabkan peraturan pemerintah dilanggar. Langkah Strategis Pemerintah Berdasarkan uraian dan fakta di atas, agar cita-cita mewujudkan buku murah untuk rakyat dapat tercapai, maka pemerintah perlu melakukan hal-hal berikut: 1. Pemerintah harus memperkuat mekanisme kontrol. B S N P s e b a ga i l e m b a ga ya n g b e r wenang menjalankan tugas ini perlu melakukan kontrol dari dua sisi, melihat data faktual secara real me di sistem yang dibuat, juga harus melakukan kontrol langsung di lapangan agar data yang didapat akurat. 2. Sosialisasi dak hanya kepada pihak dinas di kabupaten dan provinsi dan satuan pendidikan, melainkan juga langsung kepada masyarakat. Pemerintah perlu membuat iklan layanan masyarakat di televisi agar masyarakat semakin sadar akan haknya. Jika informasi ini tersebar luas mekanisme kontrol akan berjalan dengan sendirinya. 3. Sanksi perlu ditegakan. Sebuah kebijakan tanpa sebuah sanksi tentu akan diremehkan. Oleh karena itu sanksi sebagaimana yang tercantum di Permendikbud perlu ditegakkan dan hal ini harus dikoordinasikan dengan dinas di daerah dan kabupaten agar berjalan masif dan selaras dengan kebijakan lokal. 4. Perlu ada reward bagi sekolah yang berprestasi mentaa peraturan. Dengan adanya reward sekolah-sekolah akan berpacu meningkatkan kualitas pelayanan. (TIM PUNDI)

11 Pendidikan merupakan isu prioritas untuk diselesaikan. Negara maju selalu serius menempatkan masalah pendidikan pada kelas pertama, sebab siapapun yang ingin menjadi negara kuat dan maju (strong and leading state) dalam pelbagai aspek harus dimulai dari pendidikan. Selaras dengan pernyataan mantan mendikbud yang menyatakan bahwa perubahan dimulai dari dunia pendidikan (Dr. Anies Baswedan, 2014). Sementara di Indonesia masih m e n j a d i p r i o r i t a s ke d u a s e t e l a h e ko n o m i pembangunan. Tahun ajaran baru kali ini menjadi momentum tepat untuk menggelorakan kembali gerakan pembangunan bangsa melalui jalur pendidikan sebagai investasi jangka panjang menghadapi era persaingan bebas. Ditandai dengan era MEA yang sudah berjalan satu tahun, banyak sekali tantangan yang harus di respon oleh dunia pendidikan. Penulis melihat terdapat ga persoalan utama dalam dunia pendidikan di Tanah Air. Pertama, pendidikan hendaklah mengedepankan prinsip adil (educa on for all atau pendidikan untuk semua). Kedua, pendidikan berorientasi kualitas. Ke ga, pendidikan terjangkau dalam pembiayaan untuk masyarakat. Ke ga aspek pendidikan tersebut menjadi trilogi pendidikan yang saling berkaitan. Antara pendidikan adil, berkualitas dan terjangkau merupakan satu kesatuan tak terpisahkan. Pendidikan Adil Nampaknya perlu juga diingatkan bunyi UUD 1945 Pasal 31 menyatakan bahwa : a) Ayat 1 : se ap warga negara berhak mendapat pendidikan b) Ayat 2 : se ap warga negara wajib mengiku pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya c) Ayat 3 : pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang. d) Ayat 4 : negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. e) Ayat 5 : pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung nggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Kons tusi kita dak kurang kurang mengamanatkan supaya siapapun dapat mengakses pendidikan tanpa kecuali. Masalahnya ada pada lemahnya implementasi dari pasal-pasal indah yang tercantum dalam kons tusi. Pada taraf pelaksanaan masih terdapat dua kendala untuk mewujudkan pendidikan adil dengan prinsip educa on for all. Pertama, minimnya kehendak baik (good will) dari para pemangku kepen ngan pendidikan, terutama pemerintah sebagai pelayan masyarakat. Kedua, masyarakat luas sebagai pihak yang dilayani. Tanpa bermaksud menjadikan keduanya berhadap-hadapan (vis a vis) secara destruk f tanpa disertai solusi. Sebaliknya kedua pihak ini perlu bersinergi secara konstruk f melakukan monitoring dan evaluasi atas jalannya segala rancangan program pendidikan. Di lapangan diakui masih terdapat kesenjangan dari segi infrastruktur pendidikan antara kota besar dengan kota kecil, kota kecil dengan desa, serta antara desa dengan daerah 3 T (ter nggal, terdepan, terluar). Sebagai contoh standar evaluasi pendidikan nasional menggunakan UN hemat penulis dak adil karena infrastruktur dan fasilitas pendidikan di tanah air belum standar. Contoh lain Juga layanan pendidikan berkualitas dak bisa diakses oleh kalangan masyarakat bawah karena layanan pendidikan berkualitas masih iden k dengan biaya nggi. Pendidikan Berkualitas Kualitas menurut kamus besar bahasa Indonesia ar nya ngkat baik buruknya sesuatu; kadar: derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dan sebagainya); mutu. sedangkan berkualitas ar nya mempunyai kualitas; bermutu (baik). Secara umum kualitas atau mutu adalah gambaran dan karakteris k menyeluruh d a r i b a r a n g a t a u j a s a y a n g m e n u n j u k k a n kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau tersirat (depdiknas, 2002:7). Dalam kaitannya dengan konsep pendidikan yang bermutu, Sallis (1993:280) memberikan gambaran

12 bahwa pendidikan adalah jasa yang berupa proses kebudayaan. Penger an ini mempunyai implikasi pada faktor masukan (input) dan keluaran (output). Masukan bisa berupa peserta didik, sarana prasarana fisik non fisik (pendidik) maupun fasilitas belajar lainnya termasuk lingkungan. Sedangkan keluarannya adalah lulusan atau alumni, yang kemudian menjadi alat ukur mutu. Produk pendidikan merupakan jasa pelayanan, maka mutu jasa pelayanan pendidikan sangat tergantung sikap pemberi layanan di lapangan serta harapan pemakai jasa pendidikan. Secara kualita f, mutu jasa pendidikan dapat dilihat dari indikator terpenuhinya harapan dan kepuasan orang tua wali, siswa dan pasar kerja. Sebagai contoh pendidikan berkualitas dukur dari terpenuhinya harapan orang tua wali karena anak mereka bisa cakap, mandiri dan terserap dunia kerja. Pendidikan Terjangkau Siapapun mendambakan pendidikan dengan biaya terjangkau. Masyarakat, pemerha dan prak si pendidikan seringkali merekomendasikan perlu upaya lebih keras untuk membangun dan mengembangkan sistem pendidikan yang mengacu pada karakteris k sosial ekonomi masyarakat. Tentu saja membangun sistem pendidikan yang mengacu pada karakteris k masyarakat diperlukan kesetaraan akses, penyebaran pelayanan serta keberpihakan kepada warga miskin. Selain itu perlu upaya terobosan untuk mendorong adanya transparansi dan par sipasi dalam perumusan kebijakan, rencana dan penganggarannya. Dengan terobosan itu maka sistem pendidikan akan mengarah pada pelayanan pendidikan yang semakin terjangkau (rela f murah), mudah, dan berkualitas. Lapisan pertama yang mempunyai posisi strategis tentu berada pada pihak pemerintah. Sejauh mana pemerintah baik pusat maupun daerah mempunyai poli cal will menopang pendidikan yang terjangkau. Tentu saja kehendak baik dak cukup, perlu diteruskan dengan implementasi yang mewujud pada poli k anggaran (poli cal budget) yang dirasakan langsung oleh peserta didik. Undang undang misalnya mengamanahkan alokasi anggaran 20% dari total APBN untuk penyelengaraan pendidikan. Harapannya bisa diiku oleh pemerintah daerah melalui poli k anggaran APBD. Lapisan kedua yang memainkan posisi strategis m e w u j u d k a n p e n d i d i k a n t e r j a n g k a u y a k n i penyelenggara pendidikan ngkat lembaga kedinasan dan sekolah. Keduanya diharapkan memperkuat komitmen khususnya mensukseskan wajib belajar 9 tahun. Pada taraf ini, sudah menjadi perha an bersama jika pendidikan wajar 9 tahun masih dianggap berbiaya nggi. Penulis menyoro hal yang masih perlu penataan misalnya pungutan yang dikemas dengan penjualan buku ajar yang melanggar PP no 2 tahun 2008 pasal 11. Beberapa kejadian yang ditemukan menyangkut pungutan diluar ketentuan antara lain pungutan bagi siswa yang hendak pindah dari sekolah ke sekolah lain atau bahkan saat pembagian hasil akhir pembelajaran (rapor) terpaksa di tahan pihak sekolah karena belum bisa membayar biaya. Pihak berikutnya yang berkepen ngan mewujudkan pendidikan terjangkau tentu saja masyarakat. Sebagai pihak yang menerima pelayanan publik, mendesak sekali diberikan pemahaman bahwa terdapat hak masyarakat yang perlu diambil dari pemerintah sebagai penyedia layanan publik. Saat ini kebanyakan masyarakat masih menganggap wajar apabila ingin menerima layanan pendidikan berkualitas iden k dengan mengeluarkan biaya nggi. Upaya penyadaran merubah mind set perlu terus dilakukan agar mekanisme check and balance juga tercipta. Pada level inilah selanjutnya diperlukan advokasi agar masyarakat (orang tua wali dan siswa) sadar bahwa pendidikan adalah hak warga serta kewajiban pemerintah untuk menyediakannya secara lebih adil, berkualitas dan terjangkau berbagai lapisan masyarakat. Penutup Terakhir, melalui mimbar media massa ini mengajak se ap elemen bangsa giat menggelorakan pen ngnya isu pendidikan. Kabar baik prestasi peserta didik dan potret cerah dunia pendidikan lebih sering di tayangkan dari pada kriminalitas, pembunuhan, narkoba dan isu korupsi. Sehingga menepis anggapan pendidikan hanya isu kelas dua.

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H

ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN Oleh. I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H ANALISIS UNDANG-UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Oleh I Kadek Arta Jaya, S.Ag.,M.Pd.H I. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dan yang paling pokok dalam menentukan kemajuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen Pasal 31 ayat satu, dua, tiga dan empat. Ayat 1 berbunyi Setiap warga

Lebih terperinci

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945.

A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. 1 A. PENGANTAR Sekolah merupakan salah satu instansi tempat perwujudan cita-cita bangsa dalam rangka mencerdaskan anak bangsa sesuai amanat UUD 1945. Oleh karena itu dengan cara apapun dan jalan bagaimanapun

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN MASYARAKAT KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 01 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMETAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bekalang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan individu. Melalui pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah di PalangkaRaya ini memiliki

Lebih terperinci

MASYARAKAT DIMINTA LAPORKAN PUNGLI PENDIDIKAN

MASYARAKAT DIMINTA LAPORKAN PUNGLI PENDIDIKAN MASYARAKAT DIMINTA LAPORKAN PUNGLI PENDIDIKAN pontianak.tribunnews.com Maraknya pungutan liar terkait biaya pendidikan memang mengkhawatirkan. Karena itu, Ombudsman dan Indonesia Corruption Watch (ICW)

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. menengah.

KATA PENGANTAR. menengah. KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di

BAB I PENDAHULUAN. investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan. pendidikan. Untuk mendasarinya, Undang-Undang Dasar 1945 di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia telah menjadikan investasi dalam bidang pendidikan sebagai prioritas utama dan mengalokasikan persentase yang lebih

Lebih terperinci

BAB 6 PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Penelitian mengenai profesionalitas aparatur pemerintah Dinas

BAB 6 PENUTUP. 6.1 Kesimpulan. Penelitian mengenai profesionalitas aparatur pemerintah Dinas BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan Penelitian mengenai profesionalitas aparatur pemerintah Dinas Pendidikan Kabupaten Tulungagung dalam implementasi kebijakan sertifikasi guru diperoleh melalui pengkajian beberapa

Lebih terperinci

KONFLIK DESENTRALISASI DI BIDANG PENDIDIKAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DANA BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI INDONESIA.

KONFLIK DESENTRALISASI DI BIDANG PENDIDIKAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DANA BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI INDONESIA. KONFLIK DESENTRALISASI DI BIDANG PENDIDIKAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN DANA BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH BIAYA OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) DI INDONESIA. Desi Handayani STMIK Pringsewu desihandayaniumar@gmail.com

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA. Nomor : Kep/06/KOM/AS/XI/2010 Nomor : Kep/267-AS/XI/2010. Tentang

KEPUTUSAN BERSAMA. Nomor : Kep/06/KOM/AS/XI/2010 Nomor : Kep/267-AS/XI/2010. Tentang PT ASABRI (PERSERO) JAKARTA KEPUTUSAN BERSAMA Nomor : Kep/06/KOM/AS/XI/2010 Nomor : Kep/267-AS/XI/2010 Tentang KEBIJAKAN PENGELOLAAN PENGADUAN PELANGGARAN (WHISTLEBLOWING) PT ASABRI (PERSERO) Dewan Komisaris

Lebih terperinci

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI BAHASA INDONESIA DALAM PENDIDIKAN. Yoga Yolanda Universitas Negeri Malang

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI BAHASA INDONESIA DALAM PENDIDIKAN. Yoga Yolanda Universitas Negeri Malang KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI BAHASA INDONESIA DALAM PENDIDIKAN Yoga Yolanda Universitas Negeri Malang yoga.yomail@gmail.com ABSTRAK Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa nasional

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. implementasi kebijakan RSBI di Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian

V. KESIMPULAN DAN SARAN. implementasi kebijakan RSBI di Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang ada sebelumnya adalah mengenai implementasi kebijakan RSBI di Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Nasional merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 2/1989.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan. Nasional merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 2/1989. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tujuan nasional yang hendak dicapai bangsa Indonesia tersurat dengan sangat jelas dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu 1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Program Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Program Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM) adalah program pemerintah karena telah menaikkan harga BBM pada Bulan Maret Tahun 2005. Dalam program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi, keduanya memiliki makna yang hampir mirip yakni pelimpahan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi, keduanya memiliki makna yang hampir mirip yakni pelimpahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah sudah berjalan sejak diterbitkannya UU No 22/1999 dan 25/1999, menandakan sistem pemerintahan sudah beralih dari sentralisasi menjadi desentralisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkembangan jaman telah berdampak pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dimana perkembangan ini telah membawa perubahan dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban

BAB I PENDAHULUAN. pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kewajiban Negara memberikan pelayanan pendidikan dasar tertuang pada pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Negara berkewajiban untuk melindungi segenap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja KEpala Desa dalam Mendukung Program Wajardikdas 9 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja KEpala Desa dalam Mendukung Program Wajardikdas 9 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan di Indonesia semakin hari kualitasnya semakin rendah. Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia karena lemahnya semangat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bagi suatu negara (Sagala, 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor yang paling mendasar dalam siklus kehidupan manusia mulai lahir hingga akhir hayat (long life education). Secara

Lebih terperinci

PT. MEGA GLORYOUNG INTERNATIONAL

PT. MEGA GLORYOUNG INTERNATIONAL KODE ETIK KEMEMBERAN PT. MEGA GLORYOUNG INTERNATIONAL BAB I KETENTUAN UMUM Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Perusahaan adalah PT. MEGA GLORYOUNG INTERNATIONAL didirikan berdasarkan Hukum Republik

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan bagi bangsa yang sedang membangun seperti bangsa Indonesia merupakan kebutuhan wajib yang harus dikembangkan, sejalan dengan tuntutan perkembangan pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kemajuan suatu negara tercermin pada kemajuan bidang pendidikan. Peningkatan pendidikan yang bermutu di Indonesia termaktub dalam amanah konstitusi

Lebih terperinci

RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN

RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN RENDAHNYA KUALITAS PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA LAMONGAN BIDANG KEGIATAN : PKM GT Diusulkan oleh : Okky Wicaksono 09 / 282652 / SA / 14854 English Department UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR 25-29 BAB V PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR 25-29 53 PEMBIAYAAN PENDIDIKAN TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH DASAR

Lebih terperinci

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN KOMPILASI POIN-POIN PENTING ATURAN TENTANG PEMBIAYAAN PENDIDIKAN Pengantar Pembiayaan adalah persoalan yang sangat dinamis. Di samping secara langsung bersentuhan dengan masyarakat, masalah ini juga terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah menjadikan anggaran pendidikan sebagai prioritas utama dalam bidang pendidikan. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2002:61) adalah pernyataan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengembangan di Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar Negara. sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengembangan di Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar Negara. sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci pengembangan bagi suatu bangsa untuk dapat unggul dalam persaingan global. Melakukan pembangunan di bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagai salah satu digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebagai salah satu bentuk pendanaan pendidikan dasar yang signifikan dari sumber dana Anggaran

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN YAPEN

BUPATI KEPULAUAN YAPEN RAFT 4 RANPERDA final BUPATI KEPULAUAN YAPEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN YAPEN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PENDIDIKAN GRATIS

PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PENDIDIKAN GRATIS 1 PEMERINTAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA 1 STANDAR PEMBIAYAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA SPMI - STMM SM 03 07 Revisi ke - Tanggal - Dikaji ulang oleh Pembantu Ketua I Dikendalikan oleh Pusat Penjaminan Mutu Disetujui

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DAN MEKANISME PENGGALIAN SUMBANGAN SUKARELA DARI MASYARAKAT KATEGORI MAMPU DALAM IKUT MEMBANTU PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat pencapaian pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu indikator untuk kemajuan pembangunan suatu bangsa. Bahkan pendidikan menjadi domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG BUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa buku berperan penting

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM PENDIDIKAN UNTUK RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI

MONITORING DAN EVALUASI MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN NSPK Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria PETUNJUK TEKNIS MONITORING DAN EVALUASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan

I. PENDAHULUAN. menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Sekolah yang merupakan suatu sarana pendidikan diharapkan dapat menghantarkan siswa atau peserta didik agar mampu menghadapi perubahan jaman.

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR MENGACU STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DI WILAYAH PESISIR

ANALISIS PELAKSANAAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR MENGACU STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DI WILAYAH PESISIR Enditiyas Pratiwi, Muhsinah Annisa. (2017). Analisis Pelaksanaan Pengelolaan Pendidikan Sekolah Dasar Mengacu Standar Nasional Pendidikan Di Wilayah Pesisir. Journal Of Education Research And Evaluation.

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state). Itulah konsep negara yang dianut oleh bangsa Indonesia sebagaimana pernyataan Jimly Ashiddiqie (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan dalam menghadapi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem pendidikan nasional Indonesia dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen

Lebih terperinci

STANDAR KEMAHASISWAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

STANDAR KEMAHASISWAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA 1 STANDAR KEMAHASISWAAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA SPMI - STMM SM 03 09 Revisi ke - Tanggal - Dikaji ulang oleh Pembantu Ketua I Dikendalikan oleh Pusat Penjaminan Mutu

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai strategi komunikasi bencana yang dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan pengelolaan komunikasi bencana

Lebih terperinci

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat

BAB V. keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat BAB V KESIMPULAN Proses monitoring dan evaluasi menjadi sangat krusial kaitannya dengan keberlangsungan program atau kebijakan. Tak terkecuali PKH, mengingat terdapat berbagai permasalahan baik dari awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat

BAB I PENDAHULUAN. mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan menjadi salah satu elemen utama dan strategis dalam mencetak generasi bangsa yang harus diprioritaskan. Namun masih terdapat problematika di dalamnya, seperti

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013

Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013 Sambutan Presiden RI pd Pembukaan Kongres XXI PGRI dan Guru Indonesia 2013, 3 Juli 2013, di Jakarta Rabu, 03 Juli 2013 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN KONGRES XXI PGRI DAN KONGRES GURU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 9 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK SEKOLAH

Lebih terperinci

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif

Bab 5. Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Bab 5 Dasar Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian ASI secara Eksklusif Ditinjau dari Aspek Hukum dan Kebijakan Kesehatan merupakan modal penting dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan yang harus dihadapi. Melalui pendidikanlah seseorang dapat memperoleh BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Di era globalisasi seperti sekarang ini mutlak dituntut seseorang untuk membekali diri dengan ilmu pengetahuan agar dapat bersaing dari semakin kerasnya kehidupan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan. yang dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah dalam bentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mulai tahun 2011 akan dilakukan perubahan dari dana APBN menjadi dana perimbangan yang dilakukan melalui mekanisme

Lebih terperinci

Pembiayaan Pendidikan Perspektif PP 48 Tahun 2008 dengan Perpres 87 Tahun Bahan Kajian

Pembiayaan Pendidikan Perspektif PP 48 Tahun 2008 dengan Perpres 87 Tahun Bahan Kajian Pembiayaan Pendidikan Perspektif PP 48 Tahun 2008 dengan Perpres 87 Tahun 2016 Bahan Kajian 2 SUMBER BIAYA SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH PEND DASAR PEND MENENGAH PEND DASAR DAN MENENGAH Pemerintah/

Lebih terperinci

PENGAWASAN ORANG ASING (POA) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SEJAUH MANA EFEKTIFITAS KEBIJAKAN PENGAWASAN ORANG ASING DI KALIMANTAN TIMUR?

PENGAWASAN ORANG ASING (POA) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SEJAUH MANA EFEKTIFITAS KEBIJAKAN PENGAWASAN ORANG ASING DI KALIMANTAN TIMUR? OMBUDSMAN BRIEF PENGAWASAN ORANG ASING (POA) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SEJAUH MANA EFEKTIFITAS KEBIJAKAN PENGAWASAN ORANG ASING DI KALIMANTAN TIMUR? Maraknya pemberitaan tentang kehadiran TKA dan/atau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT NOMOR 02 TAHUN 2011 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri, dan modern. Pendidikan sangat penting dan menduduki posisi sentral

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALI KOTA BANDUNG, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALI KOTA BANDUNG, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 SALINAN WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA BANDUNG NOMOR 456 TAHUN 2018 TATA CARA PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA TAMAN KANAK- KANAK/RAUDHATUL ATHFAL, SEKOLAH DASAR/MADRASAH

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI 2016 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri

Lebih terperinci

PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi: https://www.cermati.com

PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi: https://www.cermati.com PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH Ilustrasi: https://www.cermati.com I. Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai peran penting bagi Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan tugas

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI 2015-2019 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KATA PENGANTAR Rencana strategis (Renstra) 2015 2019 Biro Hukum dan Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang apalagi diera globalisasi

Lebih terperinci

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

2015 PERBEDAAN MINAT SISWA SMK NEGERI 13 DAN SMK FARMASI BUMI SILIWANGI KOTA BANDUNG DALAM AMATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan sesuatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Perkembangan IPTEK yang pesat memaksa kita untuk dapat

Lebih terperinci

PROGRAM BEASISWA BIDIK MISI

PROGRAM BEASISWA BIDIK MISI KATA PENGANTAR PROGRAM BEASISWA BIDIK MISI BEASISWA PENDIDIKAN BAGI CALON MAHASISWA BERPRESTASI DARI KELUARGA KURANG MAMPU DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DIREKTORAT

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS, Menimbang

Lebih terperinci

UN dan Mutu Pendidikan. Written by samsira Monday, 07 December :16 -

UN dan Mutu Pendidikan. Written by samsira Monday, 07 December :16 - PUTUSAN Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan para penggugat disambut meriah dengan berbagai demo penolakan ujian nasional (UN) oleh masyarakat. Penolakan UN mendapatkan legitimasi hukum dengan putusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, adalah badan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) a. Pengertian Badan Usaha Milik Negara Pengertian Badan Usaha Milik Negara dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN TENTANG EVALUASI PELAKSANAAN BOS TINGKAT SDN DI KABUPATEN BANJAR KERJASAMA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN, PENELITIAN, DAN PENGEMBANGAN KABUPATEN BANJAR DENGAN LEMBAGA PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku merupakan salah satu sumber bahan ajar. Ilmu pengetahuan, informasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Buku merupakan salah satu sumber bahan ajar. Ilmu pengetahuan, informasi, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buku memiliki peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Buku merupakan salah satu sumber bahan ajar. Ilmu pengetahuan, informasi, dan hiburan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, baik ekonomi, Iptek, sosial, maupun budaya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, baik ekonomi, Iptek, sosial, maupun budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu dari empat tujuan negara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa ini. Satu dari empat tujuan negara yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMANTAUAN PPDB 2013

LAPORAN PEMANTAUAN PPDB 2013 Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan NTT Perkumpulan PIAR - NTT YAPPIKA - Jakarta LAPORAN PEMANTAUAN PPDB 2013 Dibuat oleh : Ombudsman RI Perwakilan NTT PIAR NTT YAPPIKA Jakarta LAPORAN HASIL PEMANTAUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau mempunyai Visi Pembangunan Daerah Riau untuk jangka panjang hingga tahun 2020 yang merupakan kristalisasi komitmen seluruh lapisan masyarakat Riau, Visi

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DAN PEMERINTAH DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

OKYENDRA PUTRI BESTARI, 2015 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU DI SMK SWASTA SE-KECAMATAN CIMAHI UTARA

OKYENDRA PUTRI BESTARI, 2015 PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN KI HAJAR DEWANTARA TERHADAP DISIPLIN KERJA GURU DI SMK SWASTA SE-KECAMATAN CIMAHI UTARA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Persaingan di dunia dalam berbagai aspek semakin mendapatkan perhatian yang serius, berbagai negara menggunakan berbagai cara agar negara mereka tidak kalah bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun BPK merupakan suatu lembaga negara yang bebas dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah kebutuhan bagi setiap orang, karena pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kehidupan setiap manusia. Dengan pendidikan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011 SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 36 TAHUN 2011 TANGGAL 23 AGUSTUS 2011 PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) BIDANG PENDIDIKAN TAHUN ANGGARAN 2011 UNTUK PENINGKATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pada era sebelum tahun 1980, faktor pelayanan pada pelanggan masih kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pada era sebelum tahun 1980, faktor pelayanan pada pelanggan masih kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia pada era sebelum tahun 1980, faktor pelayanan pada pelanggan masih kurang mendapat perhatian dari perusahaan. Fakta ini merupakan pendapat dari Kasmir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Koran dalam bentuk media cetak merupakan salah satu bentuk media massa yang sudah ada sejak beratus tahun lalu, dan menjadi bagian dari masyarakat. Koran berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi merupakan ilmu yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan para penggunanya. Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil dan harus memiliki

Lebih terperinci

STANDAR PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA

STANDAR PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA 1 STANDAR PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MULTI MEDIA SPMI - STMM SM 03 11 Revisi ke - Tanggal - Dikaji ulang oleh Pembantu Ketua I Dikendalikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenal oleh manusia dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam keluarga, manusia belajar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN JASA DANA PENSIUN PERHUTANI 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Umum... 1 1.2 Pengertian Isilah... 1 II. MAKSUD DAN TUJUAN... 3 III. PRINSIP DASAR, KEBIJAKAN DAN ETIKA

Lebih terperinci

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK

BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL UNTUK MENGURANGI JUMLAH PERNIKAHAN ANAK Pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak yang berisi perjanjian-perjanjian yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa..., dalam rangka mencapai tujuan negara. dalam bentuk pemberian pendidikan bagi anak-anak Indonesia yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Negara Republik Indonesia seperti yang terdapat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada alinea ke-4 yaitu Memajukan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A

Disusun Oleh : LINA FIRIKAWATI A PENGARUH KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KEMANDIRIAN BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 SUKOHARJO TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci