Laporan Akhir. Ning Rintiswati, SU Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Sekip Utara Yogyakarta 55281

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Laporan Akhir. Ning Rintiswati, SU Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Sekip Utara Yogyakarta 55281"

Transkripsi

1 Laporan Akhir Penggunaan Microscopic Observation Drug susceptibility assay (MODS) untuk diagnosis dan tes sensitivitas TB pada pasien TB dan TB-HIV di Yogyakarta: analisis fisibilitas dan cost-efektivitas (The use of Microscopic Observation Drug susceptibility assay (MODS) for Diagnosis and susceptibility testing of TB in TB and TB-HIV patients in Yogyakarta: feasibility & cost-effective analysis) Dr. Yanri WIjayanti Subronto, PhD, SpPD Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada / RSUP Dr. Sardjito Jl. Kesehatan no. 1 Yogyakarta Tel: Ning Rintiswati, SU Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Sekip Utara Yogyakarta

2 Pendahuluan Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan dunia karena menyebabkan 1,7 kematian per tahun dan 8 juta kasus baru. Indonesia menduduki rangking ketiga setelah China dan India dalam hal jumlah penderita TB di dunia. Adanya strain M. tuberculosis yang resisten terhadap beberapa dan banyak obat anti-tb (multidrug dan extensive drug resistant) menambah beratnya upaya penanggulangan TB. Selain itu, TB merupakan infeksi oportunistik yang banyak diderita pasien dengan HIV yang mana hal ini memperburuk luaran untuk pasien, baik klinis TB maupun HIV-nya. Salah satu penyebab kegagalan penanggulangan TB adalah tidak tersedianya metode diagnostik dan tes sensitivitas obat yang cepat, simple dan dapat diandalkan. Saat ini diagnosis menggunakan pemeriksaan sputum BTA yang tingkat keberhasilannya sekitar 60%, sementara kultur M. tuberculosis memerlukan waktu cukup lama untuk sampai dinyatakan positif sehingga terjadi keterlambatan pemberian terapi. Sehingga saat ini diperlukan alat diagnsotik cepat dan sederhana dengan haga terjangkau. Metode pemeriksaan Microscopic Observation Drug Susceptibility (MODS) akhir-akhir ini dilaporkan sebagai tes diagnostik yang cukup cepat dan sederhana. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MODS mempunyai sensitivitas 97,8 & dan sensitivitas 99,6% terhadap standard baku. Hasil kultur dengan MODS memerlukan waktu yang cukup pendek dan memakan biaya yang cukup murah. Akan tetapi sampai sekarang belum pernah ada penelitian di Indonesia yang melihat fisibilitas dan costefektivitas dari metode ini. 2

3 Perumusan Masalah TB merupakan masalah kesehatan di dunia dan di Indonesia, terlebih lagi hingga saat ini belum ada metode diagnostik yang cepat, sederhana, dengan harga yang terjangkau. Sementra TB juga merupakan sering juga merupakan infeksi oportunistik pada yang sering terjadi pada penderita HIV. Diagnosis TB baik pada pasien HIV maupun non-hiv masih lebih cukup sulit sehingga diperlukan metode yang cepat, lebih sensitifve tapi tetap sedehana dan cukup terjangkau. Metode pemeriksaan dengan MODS akhir-akhir ini diketahui mempunyai tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik dengan waktu yang pendek, metode yang sederhana dan harga cukup terjangkau. Sampai saat ini belum ada penelitian tentang fisibilitas dan cost-efektivitas metode MODS yang dilakukan di Indonesia. Penelitian ini berusaha untuk melihat fisibiitas dan cost-efektivitas dari MODS di laboratorium di Yogyakarta. Apabila metode ini terbukti bisa dikerjakan di laboratorium di sini, mungkin bisa diupayakan untuk menjadi kebijakan dari tingkat pusat. Tujuan Penelitian 1. Mempelajari fisibilitas penggunaan metode MODS di laboratorium di Yogyakarta 2. mempelajari cost-efektivitas metode MODS untuk diagnosis TB 3. mempelajari penerimaan/persepsi dari para tehnisi laboratorium 3

4 Tinjauan Pustaka Tuberkulosis(TB) masih menjadi masalah kesehatan yang utama baik di Indonesia maupun di dunia. Setiap tahun terjadi sekitar 8 juta infeksi / kasus baru dengan kematian sekitar 3 juta. TB, bersama Malaria dan HIV/AIDS merupakan tiga penyebab utama kesakitan dan kematian di dunia sehingga banyak sekali program yang ditujukan untuk ketiganya (program ATM = AIDS, Tuberculosis, Malaria). Meskipun TB sudah diketahui sejak tahun 1882 oleh Robert Koch tetapi sampai sekarang masih menjadi masalah kesehatan utama. Dan terlebih sejak adanya epidemi HIV, kasus TB menjadi bertambah lebih banyak ditemukan di beberapa negara. Salah satu kendala lain dalam penanggulangan TB adalah tidak adanya alat diagnostik yang cepat, sederhana dan dapat diandalkan. Saat ini diagnosis TB ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA (bakteri tahan asam) sputum dan dengan standar bakunya dengan kultur Lowenstein-Jensen (L-J). Pemeriksaan BTA mikroskopik sering memberikan hasil negative, sedangkan pemeriksaan kultur L-J memerlukan waktu 6-8 minggu hingga koloni terlihat dan menyatakan positif atau negative. Beberapa tahun terakhir ini banyak pusat penelitian melakukan berbagai penelitian untuk mencari alat / metode diagnostik TB yang cepat dan sederhana. Metode kultur cair MODS (Microscopic-observed drug susceptibility assay) akhir-akhir ini diketahui bisa untuk diagnosis TB secara lebih cepat dibanding metode kultur lain dengan harga yang lebih murah. Metode kultur cair yang disebut dengan MODS ini ditemukan oleh Luz Caviedes saat melakukan eksperimen di laboratorium di Lima, Peru. MODS ini dikembangkan berdasarkan atas tiga prinsip utama, yaitu: 1. M. Tuberculosis tumbuuh lebih cepat pada media cair daripada media padat; 2. pada media cair, M. 4

5 Tuberculosis tumbuh dengan karakteristik tangles and cording, yaitu membentuk cord factor, yang dapat terlihat di bawah mikroskop; 3. penambahan obat-obat anti-tb dalam media kultur sejak awal dapat digunakan sebagai tes sensitivitas sampel sputum sekaligus bersamaan (Caviedes & Moore, 2007). Setelah ditemukan, metode ini diteliti lebih lanjut sebagai penelitian operasional di Peru dengan melibatkan 3760 sampel sputum dari pasien TB, suspek TB dan TB-HIV dan membandingkan tiga metode kultur yaitu MODS, automated technique dan kultur L-J. Hasilnya didapatkan sensitivitas untuk ketiga metode tersebut, secara berurutan 97,8%, 89% dan 84%. Waktu yang diperlukan untuk sampai konfirmasi hasil adalah 7 hari (MODS), 13 hari (autmomated technique) dan 26 hari (kultur L-J). Waktu untuk hasil sensitivitas obat adalah 7 hari (MODS), 22 hari (automated technique) dan 68 hari (kultur L-J) (Moore et al., 2006). Bwanga et al. melakukan penelitian meta analisis tentang berbagai metode tes sensitivitas obat-tb pada kasus multidrug resistance TB. Didapatkan 18 penelitian yang dikaji dengan rincian studi menggunakan tehnik pemeriksaan RNA (4 penelitian), MODS (6 penelitian), genotype MTB-DR (3 penelitian) dan genotype MTBDR plus (5 penelitian). Dari hasil kajian tersebut didapatkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas ke-empat metode pemeriksaan tersebut adalah cukup tinggi, rata-rata di atas 90%, sehingga dapat digunakan untuk diagnosis cepat MDR-TB (Bwanga et al., 2009). Di Indonesia, diagnosis TB adalah dengan menggunakan pemeriksaan BTA mikroskopik secara SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) dan secara teori dilakukan konfirmasi dengan kultur BTA pada media padat Lowenstein-Jensen. Beberapa hambatan dari metode tersebut adalah tidak kembalinya pasien untuk diambil sputumnya untuk kedua kalinya dan lamanya waktu untuk mendapatkan hasil kultur sehingga tidak banyak dokter yang 5

6 langsung memintakan kultur BTA. Hal ini perlu mendapat perhatian dan dicarikan solosinya. Metode MODS seperti yang diulas di atas mungkin bisa digunakan untuk membantu masalah tersebut. Akan tetapi metode tersebut belum pernah diujikan di Indonesia, baik untuk uji fisibilitas di laboratorium maupun operasionalnya. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari fisibilitas dan operasional MODS untuk digunakan di Indonesia. 6

7 Materi dan Metode Desain penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian operasional untuk mempelajari fisibilitas, cost-efektivitas, kepraktisan dan penerimaan metode pemeriksaan MODS untuk digunakan di laboratorium di Indonesia. Sampel penelitian: sputum dari penderita TB dengan atau tanpa koinfeksi HIV Subyek penelitian: pasien TB dengan atau tanpa koinfeksi HIV Responden: tehnisi laboratorium mikrobiologi Jalannya penelitian: 1. Dilakukan persiapan dan studi standarisasi di Laboratorium Mikrobiologi FK- UGM 2. Dilakukan pelatihan untuk tehnisi laboratoriium dari Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan BLK Semarang 3. Pemeriksaan oleh para tehnisi dari ketiga laboratorium dengan sumber sampel sputum dari Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito, BP4 Propinsi DIY dan BP4 Semarang 4. Subyek penelitian diambil dari Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito, BP4 Yogyakarta dan Semarang. Sampel sputum diambil dari masing-masing subyek untuk kemudian dikiirim ke laboratorium mikrobiologi di Bagian Mikrobiologi FK-UGM, Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Semarang. 5. Di masing-masing laboratoriuml sampel penelitian akan dilakukan homogenisasi untuk kemudian dibagi menjadi 3, yaitu 1. untuk pemeriksaan BTA dengan 7

8 pengecatan ZN dengan protokol standar.; 2. untuk pemeriksaan kultur Lowenstein-Jensen; 3. untuk pemeriksaan kultur MODS. 6. Pada tahap akhir penelitian dilakukan Focus Group Discussion tentang persepsi dan penilaian terhadap metode pemeriksaan MODS. Protokol pemeriksaan: protokol penanganan sampel dan kultur dengan Lowensten Jensen aalah sesuai protokol standar dan perotokol metode MODS terlampir. Analisa Data: data yang didapat berupa 1. data klinis pasien TB dengan atau tanpa HIV; 2. hasil pemeriksaan mikroskopis BTA; 3. hasil pemeriksaan kultur MODS; 4. hasil pemeriksaan keultur Lowensterin-Jensen; 5. waktu tumbuh dari kultur L-J dan MODS; 6. biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan; 7. hasil Focus Group Discussion untuk persepsi terhadap MODS Beberapa Definisi Operasional. Studi Fisibilitas akan dinilai dari: 1. ada tidaknya alat dan bahan yang diperlukan 2. kepraktisan metode 3. penerimaan dan persepsi metode ini oleh tehnisi laboratorium Studi Cost-efektivitas akan dinilai dari: 1. harga bahan dan alat 2. peralatan yang digunakan 3. waktu untuk melaksanakan pemeriksaan 4. jam orang yang diperlukan Hasil Penelitian Tahap Pertama 8

9 STANDARDISASI PROTOKOL 1.Pemilihan Metode Dekontaminasi dan dekonsentrasi Proses dekontaminasi dekonsentrasi dilakukan denagn maksud untuk mengurangi pertumbuhan bakteri flora normal dan kontaminan pada specimen. Telah dilakukan beberapa pengujian cara homogenisasi dan dekontaminasi untuk MODS yakni menggunakan Petrof Methods, NAOH-Na citrat-nalc dan modifikasi cara Kubica. Masing-masing metode dilakukan untuk 10 sampel berbeda. Evaluasi dilakukan dengan menginokulasi sisa pellet pada medium agar darah dan Mac. Conkey. Cara dekontaminasi yang dipilih adalah yang paling rendah jumlah kuman yang tumbuh pada kedua medium tersebut. Diantara ketiga metode yang paling sesuai adalah NaOH/Na citrate-nalc. 2. Standardisasi Metode inokulasi Menurut Luz Caviedes dkk terdapat 3 prinsip utama metode MODS yakni : bahwa M.tuberculosis tumbuh lebih cepat pada medium cair daripada pada medium padat, pada medium cair akan membentuk tali (cord) yang dapat diamati lebih awal, dan pemeriksaan uji kepekaan kuman dapat dilakukan pada medium cair. Pada penelitian ini dilakukan beberapa protokol yang berbeda dalam hal: - kontainer : plate 24 lubang, plate 96 lubang dan botol tutup ulir ukuran 3 ml - perbandingan pellet (hasil dekontaminasi dan dekonsentrasi) dengan medium cair - inkubasi : menggunakan CO2 dan tanpa CO2 - konsentrasi PANTA - cara inokulasi pada plate 9

10 setelah uji coba pada l12 sampel dapat ditentukan bahwa cara yang paling ideal adalah dengan plate 24 lubang dengan perbandingan pellet yang telah dilarutkan menjadi 2 ml ditambah medium 5, 2 ml MB7H9+OADC(mengandung 200ul PANTA) yang dibagikan pada masing-masing 900ul. Inkubasi tidak perlu menggunakan CO2, konsentrasi PANTA ditingkatkan menjadi 4%, dan cara inokulasi pada plate. Protokol Kerja yang sudah disepakati terlampir. Tahap Kedua PELATIHAN Salah satu kegiatan yang direncanakan dalam proposal penelitian adalah Pelatihan petugas laboratorium dari Laboratorium Kesehatan Daerah (BLK) dan Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) di propinsi DIY dan sekitarnya. Tujuan pelatihan adalah untuk memberi pengetahuan dan ketrampilan yang baru kepada petugas laboratoriumtentang metode kultur M. tuberculosis dengan media cair. Setelah pelatihan, diharapkan petugas tersebut ikut dalam terlibat dalam penelitian dengan menggunakan sampelnya sendiri dan kemudian kami wawancara untuk mengetahui persepsi para petugas terhadap metode tersebut. Dalam wawancara juga ditanyakan kemungkinan metode tersebut bisa diterapkan dalam laboratorium mereka. Jumlah peserta adalah 12 orang yang bersal dari BP4 Semarang, BLK Semarang, BP4 Jogjakarta, BLK Jogjakarta, dan BBKPM Surakarta. Peserta tambahan adalah dari Univ Padjajaran / RS Hasan Sadikin, Bandung. Pelatihan diadakan selama 2 hari dimana pada hari pertama diberikan materi secara ringkas tentang Tuberculosis, metode diagnosis mikrobiologis untuk M. Tuberculosis, serta metode MODS. Setalah teori, peserta menjalani praktikum, dimana yang pertama adalah pembuatan media dan hmogenisasi. 10

11 Hari kedua, peserta menjalani praktikum dengan melihat hasil dari kultur yang sudah tersedia di bawah mikronskop inverted. Pengisi materi adalah Dr. Yanri, Bu NIng Rintiswati, Sdr. Linda dan Sdr. Sunyi (Materi pelatihan terlampir). Pada akhir pelatihan dilakukan diskusi khusus untuk penelitian yang akan dikerjakan oleh masing-masing laboratorium. Tahap Ketiga Implementasi Metode MODS di BLK Jateng dan BLK DIY dan Pengambilan Data Penelitian Setelah dilakukan pelatihan dilakukan uji coba metode MODS sesuai protokol yang telah dikembangkan di laboratorium Mikrobiologi FK UGM di BLK Jawa Tengah dan BLK DIY. Semua bahan dan peralatan yang diperlukan telah dikirim ke BLK dan BP4 Yogyakarta dan Semarang. 1. Hasil pemeriksaan BTA, kultur MODS dan kultur Lowenstein-Jensen di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM Laboratorium Mikrobiologi FK-UGM melakukan pemeriksaan mikroskopik, MODS dan L-J terhadap 138 sampel. Dari 138 sampel, 103 memenuhi syarat untuk analisis. Ke 103 sampel ini diperoleh dari 103 penderita suspek TB paru,. 3 ( %) dengan HIV pos. Sebanyak 7 pasien dengan HIV dengan suspek TB tidak bisa mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan. 11

12 Tabel 1. Hasil pemeriksaan mikroskopik, MODS dan L-J di laboratorium Mikrobiologi FK-UGM No Hasil Pemeriksaan Frekuensi % 1 Mikroskopik pos, MODS pos, LJ neg 16/ Mikroskopik pos, MODS pos, LJ pos 35/ Mikroskopik neg, MODS pos, LJ pos 6/ Mikroskopik pos, MODS neg, LJ pos 3/ Mikroskopik neg, MODS neg, LJ pos 6/103 5,82 6 Mikroskopik pos, MODS neg, LJ neg 5/ Mikroskopik neg, MODS neg, LJ neg 32/ Pemeriksaan MODS disini menggunakan metode yang telah dimodifikasi yaitu dengan cara melakukan pengecatan ZN dari botol kultur MODS dan mencari cord-factor. Total mikroskopik positif adalah 59 dari 103 sampel (57,28%). Total hasil L-J positif adalah 50 (48,54%) dan MODS positif 57 atau 55,33%. Dari hasil tersebut proporsi terbesar adalah dari pemeriksaan ketiganya positif (33,98%). Proporsi hasil mikroskopik negatif, L-J positif dengan MODS positif atau negatif adalah sama, yaitu 5,82%. Proporsi mikroskopik negative, MODS negative dan L-J negative adalah 30,19%. Pada kelompok mikroskopik negatif, pemeriksaan MODS, bersama L-J meningkatkan 5,82% positivity. Kontaminasi 12

13 Kontaminasi merupakan masalah yang sering terjadi pada pemeriksaan kultur. Media OADC yang digunakan dalam metode MODS merupakan metode yang kaya sehingga dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme yang diinokulasikan. Hal ini kadang menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme kontaminan. Sehingga prosentase kontaminasi pada MODS sedikit lebih tinggi daripada L-J (10.86% vs 7.25%). Sementara prosentase kontaminasi pada kedua metode hanya 7.25%. Sehingga total prosentase kontaminasi adalah 25.36%. Prosentase yang tinggi tersebut terjadi terutama pada awal penelitian yang kemudian dapat diatasi sejalan dengan waktu penelitian. Metode MODS sebenarnya mempunyai kelebihan berupa minimalisasi kontaminasi dengan cara kultur dalam sealed-plate dan hanya melihat pertumbuhan koloni di bawah inverted microscop tanpa membuka plate. Hanya saja perlu diingat bahwa tidak semua laboratorium mempunyai fasilitas inverted microscope dan harga plate (terutama yang sekali pakai) relatif mahal. Tabel 2. Prosentase kontaminasi pada pemeriksaan MODS dan L-J No Pemeriksaan Juml % 1 MODS 15/ LJ 10/ LJ, MODS 10/ Total kontaminasi 35/ Hasil pemeriksaan di BLK DIY dan Semarang Setelah mendapatkan training tentang MODS dan tentang penelitian ini maka kedua BLK mulai melakukan pemeriksaan MODS terhadap sampel peneletian yang datang dari BP4 Yogyakarta dan Semarang yang telah ditunjuk sebagai institusi yang bekerja sama. 13

14 BLK Yogyakarta berhasil mendapatkan 14 sampel yang dapat diperiksa. Ke 14 sampel ini diperoleh dari pasien suspek TB paru,. % tanpa ada pasien dengan HIV positif. untuk ketiga metode pemeriksaan, dengan hasil sebagai berikut: Tabel 3. Pemeriksaan mikroskopik, MODS dan L-J di BLK Yogyakarta no Hasil Pemeriksaan (n=14) Jumlah (%) 1 Mikroskopik pos, MODS pos, LJ pos 0 2 Mikroskopik pos, MODS neg, LJ pos 0 3 Mikroskopik neg, MODS pos, LJ pos 2 (14.28) 4 Mikroskopik neg, MODS neg. LJ pos 0 5 Mikroskopik neg, MODS neg, LJ neg 12(85.71) Total diperiksa 14 LJ AFB (n=14) MODS Positif Negatif Kontaminasi Tolong dijelaskan bahwa secara prinsip sampel kurang banyak, belum bisa mewakili yang AFB pos. Dari table tersebut terlihat bahwa pada sampel dengan mikroskopik negatif, pemeriksaan MODS dan L-J meningkatkan 14,28% positivitas. Sementara sebanyak 85,71% adalah negatif dengan ketiga metode pemeriksaan. Jumlah sample tersebut di atas terlalu sedikit sehingga belum bisa mewakili populasi AFB positif. 14

15 BLK Semarang mendapatkan 20 sampel penelitian tetapi hanya 17 yang dapat dianalisis mikrobiologis. Ke 17 sampel ini diperoleh dari penderita TB paru dan % adalah HIV positif. Tabel 4. Pemeriksaan mikroskopik, MODS dan L-J di BLK Semarang L-J AFB (n=17) MODS Positif Negatif Kontaminasi Kalau ada kontaminasi sebaiknya dimasukan juga aja. Tabel 4. Pemeriksaan mikroskopik, MODS dan L-J di BLK Semarang no Hasil Pemeriksaan (n=17) Jumlah (%) 1 Mikroskopik pos, MODS pos, LJ pos 15 (88.23) 2 Mikroskopik pos, MODS neg, LJ pos 0 3 Mikroskopik pos, MODS pos, LJ neg 2 (11.76) 4 Mikroskopik neg, MODS pos, LJ pos 0 5 Mikroskopik neg, MODS neg. LJ pos 0 6 Mikroskopik neg, MODS neg, LJ neg 0 Total diperiksa 17 Didapatkan bahwa 15 dari 17 sampel (88,23%) mendapatkan hasil mikroskopik positif, MODS positif dan L-J positif. Pada kelompok mikroskopik negatif, pemeriksaan MODS dan L-J tidak banyak menaikkan tingkat positivitas; hanya 2 (11,76%) dengan MODS positif L-J negatif. 3. Biaya dan waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan mikroskopik, MODS dan L-J 15

16 Biaya bahan untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan ada tertulis dalam table dibawah ini. Tabel 5. Harga dan lama pemeriksaan mikrokopik, MODS, dan L-J No Pemeriksaan Harga pemeriksaan Lama pemeriksaan (Rp per sampel) 1 Mikroskopik ,- 2-3 hari (SPS) 2 LJ ,- 4-6 minggu 3 MODS , hari SPS = sewaktu-pagi-sewaktu 16

17 Kalau bias table dibuat lebih informatif seperti ini : Table 6. Rincian Biaya bahan-bahan unutuk pemeriksaan 100 spesimen BTA, LJ dan MODS No Bahan ZN LJ MODS Satuan 1000 pemeriksaan 70 pemeriksaan 300 pemeriksaan 1. Bahan habis pakai Slide Tabung reaksi 2. Bahan cair & reagens H2SO4, Telur 6 butir Botl 7h9 ( Malacite green gram) Rp. gram Total 3.4 Total harga / jumlah pemeriksaan Lama pemeriksaan didefinisikan sebagai lamanya waktu yang diperlukan antara saat inokulasi hingga dinyatakan positif. Untuk pemeriksaan MODS, cord factor sudah bisa mulai terlihat pada hari ke-empat sejak inokulasi dan konfirmasi hasil adalah pada hari ke-sepuluh hingga ke-empatbelas. Sementara pada kultur L-J, waktu yang tercepat untuk bisa terlihat koloni adalah 4 minggu. Perlu dicatat bahwa ada kemungkinan sebagian hasil kultur L-J yang dinyatakan negatif pada minggu ke-4 tersebut akan menjadi positif pada minggu-minggu berikutnya (minggu ke-6-8 sesuai pedoman WHO). Perbedaan utama dari kultur MODS dan L-J adalah bentuk media, dimana MODS adalah dengan bentuk media cair dan bening, sementara L-J adalah berupa media solid. Pada kultur L-J, diperlukan waktu yang panjang untuk sampai hasil dibaca, yaitu sampai terbentuknya koloni di permukaan media. Sementara dengan media cair dan bening, pertumbuhan kuman dan penbentukan cord factor sudah bisa terlihat pada 1 minggu pertama. 17

18 Untuk biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan per sampel, kultur dengan L-J adalah lebih murah dibandingkan MODS. Beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut adalah bahan baku dan alat yang digunakan. Bahan baku untuk kultur L-J adalah sudah home made atau in-house made) yang artinya sudah tersedia dan cukup mudah penyiapannya. Tempat/wadah yang digunakan juga cuma berupa botol gelas yang bisa dipakai ulang. Sementara bahan baku kultur MODS berbeda dengan L-J. Untuk komponen OADC, bahan baku sudah berupa semacam paket yang harganya sekitar Rp ,- yang bisa digunakan untuk sekitar 100 sampel. Komponen yang cukup mahal lain adalah PANTA yaitu campuran bari beberapa antobiotika, yang harganya sekitar Rp ,- yang bida untuk 100 sampel. Sehingga dari dua komponen tersebut harga per sampel adalah Rp ,-. Tempat untuk kultur MODS adalah dengan 24-well sealed-plate yang harganya sekitar Rp ,- yang bisa digunakan untuk 2 sampel. Apabila ditambahkan semua maka harga per sampel adalah sekitar Rp ,-. Apabila ditambah hal-hal kecil lain, maka total biaya per sampel adalah Rp ,-. Perlu mendapat perhatian adalah harga kultur MODS yang relatif lebih tinggi ini adalah untuk mendapatkan hasil yang cukup jauh lebih cepat dibandingkan dengan kultur L-J (4-10 hari vs 4-6 minggu). 4. Fisibilitas penggunaan MODS di laboratorium Untuk menilai fisibilitas metode MODS untuk dilaboratorium dilakukan beberapa penilaian secara obyektif dan subyektif. Penilaian obyektif adalah terhadap ketersediaan dan atau kemudahan adanya alat dan bahan (sebagian sudah diulas di atas). Sementara 18

19 penilaian secara subyektif adalah dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) pada tehnisi laboratorium. Secara obyektif, MODS memerlukan peralatan yang belum menjadi standar dan tersedia di semua laboratorium di Indonesia, yaitu inverted microscope dan 24-well sealed-plate sehingga perlu dilakukan modifikasi protokol MODS untuk bisa digubakan. Selain itu, para tehnisi belum terbiasa melihat cord factor di bawah mikroskop, sehingga perlu pelatihan dan praktek terus menerus supaya terbiasa. Focus Group Discussion (FGD) dilakukan terhadap 5 tehnisi laboratorium BLK Jawa Tengah yang terlibat dalam penelitian ini. Diskusi dilakukan di ruang laboratorium dalam suasana yang cukup nyaman. Tujuan FGD adalah untuk: 1. mendapatkan gambaran persepsi para tehnisi terhadap metode kultur cair MODS (modifikasi). Persepsi yang ditanyakan adalah meliputi aspek kemudahan, kepraktisan, keamanan, dan kemungkinan menganjurkan untuk tehnisi lain di masa mendatang. 2. mendapatkan data tentang waktu yang dibutuhkan untuk mengerjakan pemeriksaan sampel, dari mulai persiapan bahan hingga penanganan limbah Hasil Focus Group Discussion adalah: a. Secara umum para tehnisi mengatakan bahwa metode kultur cair modifikasi ini cukup mudah untuk dipelajari dan dilakukan. Akan tetapi mereka juga mengatakan bahwa mereka perlu pelatihan yang lebih intensif selama beberapa hari sampai merasa cukup terampil. 19

20 b. Untuk persiapan bahan, metode MODS bisa cukup mudah karena bahan-bahan sudah berupa kit sehingga tidak perlu meracik dan menimbang berbagai bahan. Selain itu tehnisi sedikit mengalami kesulitan untuk membagi sampel dan memasukkannya dalam sumuran plate, dikatakan bahwa hal tersebut hanya karena belum terbiasa. c. Secara umum persepsi tentang kemudahan antara kultur Lowenstein-Jensen dan MODS adalah bahwa metode MODS lebih mudah dibanding L-J. d. Untuk metode L-J dikatakan lebih repot terutama kalau terjadi kontaminasi, dimana harus melakukan pemisahan kultur kemudian dilakukan dekontaminasi. Pada tahun 2009, kejadian kontaminasi dengan L-J adalah sekitar 5%. e. Untuk masalah keamanan kerja dirasa tidak ada perbedaan antara kultur L-J dan MODS. Pemeriksaan MODS sebenarnya lebih aman bila dilakukan dengan plate yang tertutup karena tidak perlu ada kontak aerosol dengan spesimen. Di BLK Jawa Tengah tidak terdapat masker (yang selalu mudah diakses) yang dispossible, dan tingkat laboratorium mikrobiologi adalah BSC level 3 f. Hasil FGD tentang waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan. Pertanyaan yang diajukan adalah untuk menghitung beban kerja dalam arti alokasi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan 10 sampel dengan pengecatan ZN, kultur MODS dan kultur L-J. Secara ringkas, waktu yang dibutuhkan untuk masingmasing pekerjaan adalah sebagai berikut (Tabel 7): Tabel 76. Waktu yang diperlukan untuk persiapan bahan hingga pembacaan hasil ZN MODS L-J 20

21 Persiapan bahan 1 jam 4 jam 4 jam Penanganan spesimen 0,25 jam 1 jam 2-3 jam Proses (pewarnaan / 1 jam 0,25 jam 0,25 jam inokulasi) Pembacaan hasil 0,25 0,5 jam 0,5 jam (3x dalam 2 minggu) 0,25 jam (8x dalam 2 bulan) Penanganan limbah 0,5 jam 2 jam 2 hari x 1 jam TOTAL WAKTUTotal waktu SAMPAI TERBACA HASILkerja Total waktu dengan wkaktu tunggu 3 jam 8 jam 15 menit 10 jam 15 menit 1 hari 14 hari 2 bulan Pada akhirnya, secara umum para tehnisi menyatakan bahwa mereka pada prinsipnya bersedia menggunakan metode MODS untuk pemeriksaan M. tuberculosis. Lebih jauh pada tehnisi bersedia menganjurkan metode ini untuk tehnisi laboratorium lain apabila akan menjadi prosedur standar nasional. Kesimpulan Telah dilakukan penelitian tentang kemungkinan penggunaan metode kultur cair (modifikasi) MODS pada sampel sputum penderita TB dengan atau tanpa koinfeksi HIV. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan beberapa hal berikut: 1. Metode pemeriksaan M. tuberculosis dengan kultur cair MODS memberikan hasil yang lebih cepat daripada kultur media padat Lowenstein-Jensen (4-10 hari vs 4-6 minggu) 2. Metode pemeriksaan M. tuberculosis dengan kultur cair MODS meningkatkan angka positivitas 5.82% dari pemeriksaan mikroskopik 21

22 3. Biaya untuk pemeriksaan MODS lebih tinggi daripada kultur L-J tetapi dengan waktu diagnosis yang lebih pendek 4. Metode kultur cair modifikasi MODS dirasa lebih praktis dibanding kultur L-J, dan memerlukan waktu yang lebih pendek untuk persiapan bahan hingga pembacaan hasil 5. Pemeriksaan dengan metode kultur cair modifikasi MODS ini memerlukan alat inverted microscop yang belum secara luas tersedia di laboratorium di Indonesia 6. Angka kontaminasi dengan metode kultur cair MODS cukup tinggi. Perlunya ketrampilan para tehnisi untuk mengatasi hal tersebut Implikasi penelitian ini terhadap program nasional untuk TB dan HIV adalah bahwa diagnosis TB dengan MODS merupakan metode yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis TB baik dengan atau tanpa HIV. Akan tetapi masih diperlukan beberapa persiapan untuk bisa diimplementasikan di Indonesia, antara lain fasilitas inverted microscope, pelatihan dan sosialisasi kepada tehnisi dan klinisi serta advokasi kepada pengambil kebijakan. 22

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat mengenai berbagai organ tubuh, tetapi paling sering mengenai

Lebih terperinci

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NILAI DIAGNOSTIK PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM BTA PADA PASIEN KLINIS TUBERKULOSIS PARU DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Inayati* Bagian Mikrobiologi Fakuktas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang secara klinik terjadi akibat dari keberadaan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch menemukan penyakit penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1 Desain Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif cross sectional untuk mengetahui pola sensitivitas Mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TB masih menjadi permasalahan kesehatan utama secara global,

Lebih terperinci

Indonesia dalam rangka percepatan Millenium Development Goals (MDGs) mentargetkan penemuan kasus baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR)

Indonesia dalam rangka percepatan Millenium Development Goals (MDGs) mentargetkan penemuan kasus baru TB BTA positif atau Case Detection Rate (CDR) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 1993 mendeklarasikan penyakit Tuberkulosis (TB) sebagai kedaruratan global akibat dari semakin meningkatnya penyakit dan kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Tuberkulosis, Mikroskopis Zn, Kultur LJ, Sensitivitas, Spesifisitas

ABSTRAK. Kata Kunci: Tuberkulosis, Mikroskopis Zn, Kultur LJ, Sensitivitas, Spesifisitas ABSTRAK SPESIFISITAS DAN SENSITIVITAS PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS TBC DIBANDINGKAN PEMERIKSAAN KULTUR TBC PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH PERIODE JANUARI DESEMBER 2015 Penyakit tuberculosis

Lebih terperinci

UJI KEPEKAAN MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP OBAT ANTI TUBERKULOSIS

UJI KEPEKAAN MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP OBAT ANTI TUBERKULOSIS UJI KEPEKAAN MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP OBAT ANTI TUBERKULOSIS Ning Rintiswati Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM Abstract Tuberculosis (TB) still a serious problem globally. WHO

Lebih terperinci

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI,

BAB I PANDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah. menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI, BAB I PANDAHULUAN I.1. Latar Belakang Mycobacterium Tuberculosis (MTB) telah menginfeksi sepertiga pendududk dunia (Depkes RI, 2002). Tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Mycobacteriun tuberculose, Homogenisasi. PENDAHULUAN. penyakit AIDS serta bertambahnya penderita Diabetes Mellitus yang merupakan

ABSTRAK. Kata Kunci: Mycobacteriun tuberculose, Homogenisasi. PENDAHULUAN. penyakit AIDS serta bertambahnya penderita Diabetes Mellitus yang merupakan PENINGKATAN EFEKTIFITAS PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS SPUTUM TERSANGKA PENDERITA TUBERKULOSIS ( TBC ) PARU DI BALAI PENGOBATAN PEI{YAKIT PARU ( BP4 ) SEMARANG S. Darmawatil, S.Sinto Dewi2 ABSTRAK Trrberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek pelayanan yaitu bidang promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, termasuk keluarga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan Nasional di bidang kesehatan diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

ABSTRAK. Veronica Patricia Tanod, 2007, Pembimbing I : Hana Ratnawati, dr., M.Kes. Pembimbing II: Francisca S.T., dr., SpPK., M.Si.

ABSTRAK. Veronica Patricia Tanod, 2007, Pembimbing I : Hana Ratnawati, dr., M.Kes. Pembimbing II: Francisca S.T., dr., SpPK., M.Si. ABSTRAK PERBANDINGAN UJI KEPEKAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS METODE RESAZURIN MICROTITER ASSAY DENGAN METODE PROPORSIONAL LOWENSTEIN JENSEN PADA STRAIN Mycobacterium tuberculosis YANG RESISTEN Veronica Patricia

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) atau dalam program kesehatan dikenal dengan TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkolosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO) dalam satu tahun kuman M.

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis

ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan Teknik PCR menggunakan Primer X dibandingkan dengan Pemeriksaan Mikroskopik (BTA) dan Kultur Sputum Penderita dengan Gejala Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di seluruh

Lebih terperinci

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah: SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB). Angka insidensi, mortalitas, dan morbiditas penyakit TB

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah mengatur pendelegasian fungsi atau kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Pendelegasian tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat

Lebih terperinci

2.1. Supervisi ke unit pelayanan penanggulangan TBC termasuk Laboratorium Membuat Lembar Kerja Proyek, termasuk biaya operasional X X X

2.1. Supervisi ke unit pelayanan penanggulangan TBC termasuk Laboratorium Membuat Lembar Kerja Proyek, termasuk biaya operasional X X X 26/03/08 No. 1 2 3 4 5 6 URAIAN TUGAS PROGRAM TBC UNTUK PETUGAS KABUPATEN/KOTA URAIAN TUGAS Ka Din Kes Ka Sie P2M Wasor TBC GFK Lab Kes Da Ka Sie PKM MEMBUAT RENCANA KEGIATAN: 1.1. Pengembangan unit pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal ini disebabkan karena kesulitan yang dihadapi untuk mendiagnosis TB paru

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitan 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi kesehatan dunia, WHO, baru-baru ini membunyikan tanda bahaya untuk mewaspadai serangan berbagai penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini, wabah penyakit

Lebih terperinci

ABSTRAK. Emil E, ; Pembimbing I: Penny Setyawati M., dr, SpPK, M.Kes. PembimbingII :Triswaty Winata, dr., M.Kes.

ABSTRAK. Emil E, ; Pembimbing I: Penny Setyawati M., dr, SpPK, M.Kes. PembimbingII :Triswaty Winata, dr., M.Kes. ABSTRAK VALIDITAS PEMERIKSAAN BASIL TAHAN ASAM SPUTUM PASIEN TERSANGKA TUBERKULOSIS PARU DENGAN PEWARNAAN ZIEHL NEELSEN TERHADAP KULTUR M.tuberculosis PADA MEDIA OGAWA Emil E, 1010115; Pembimbing I: Penny

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru (TB Paru) masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai penyebab utama kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh invasi organisme mikroskopik yang disebut patogen. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus, atau parasit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam pemberantasan

Lebih terperinci

25 Universitas Indonesia

25 Universitas Indonesia 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap kloramfenikol, trimethoprim/ sulfametoksazol,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitan ini merupakan penelitian eksperimental labolatorik untuk mengetahui mikroorganisme yang terdapat pada tangan tenaga medis dan paramedis di Instalasi

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 SERI B.25 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KOLABORASI TB-HIV (TUBERKULOSIS-HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) KABUPATEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip M.Arie W-FKM Undip PENDAHULUAN Tahun 1995 : Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse chemotherapy) Rekomendasi WHO : angka kesembuhan tinggi. Bank Dunia : Strategi DOTS merupakan strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu fenomena resistensi tuberkulosis ( TB). MDR-TB didefinisikan sebagai keadaan resistensi terhadap setidaknya

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM TB PARU UPTD PUSKESMAS BANDA RAYA KECAMATAN BANDA RAYA

KERANGKA ACUAN PROGRAM TB PARU UPTD PUSKESMAS BANDA RAYA KECAMATAN BANDA RAYA KERANGKA ACUAN PROGRAM TB PARU UPTD PUSKESMAS BANDA RAYA KECAMATAN BANDA RAYA I. PENDAHULUAN Tuberkulosis ( TB ) merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia terutama negara yang sedang berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab. yang penting di dunia sehingga pada tahun 1992 World Health 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri penyebab tuberkulosis. Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

BAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TBC yang telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia adalah pembunuh menular yang paling banyak membunuh orang muda dan orang dewasa di dunia. TBC membunuh 8000 orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia karena merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas dengan menginfeksi sekitar 8 miliar

Lebih terperinci

Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas

Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas 1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas yang tinggi di seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu Mikrobiologi Klinik, Ilmu Obstetri, dan Ilmu Penyakit Infeksi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang utama khususnya di negara-negara berkembang. 1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

Dikembangkan dari publikasi di JMPK yang ditulis oleh Alex Prasudi 1 dan Adi Utarini 2

Dikembangkan dari publikasi di JMPK yang ditulis oleh Alex Prasudi 1 dan Adi Utarini 2 INOVASI INFORMASI KESEHATAN DARI FASILITAS PEMERINTAH DAN SWASTA: MODEL DALAM PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS PARU DI KECAMATAN KALASAN, KABUPATEN SLEMAN, PROPINSI DIY Dikembangkan dari publikasi di

Lebih terperinci

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2008 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Health

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 110 Lampiran 2 111 112 Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PETUGAS TB (TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL DOTS LINGKAGE)

Lebih terperinci

Uji Kepekaan Obat Anti Tuberkulosis Lini Kedua Menggunakan BACTEC Mycobacterium Growth Indicator Tubes (MGIT) 960

Uji Kepekaan Obat Anti Tuberkulosis Lini Kedua Menggunakan BACTEC Mycobacterium Growth Indicator Tubes (MGIT) 960 Naskah Asli Uji Kepekaan Obat Anti Tuberkulosis Lini Kedua Menggunakan BACTEC Mycobacterium Growth Indicator Tubes (MGIT) 960 Yuni Rukminiati Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

repository.unimus.ac.id

repository.unimus.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Penyakit TBC merupakan penyakit menular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menyerang paru paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat menular melalui udara atau sering

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di

BAB I PENDAHULUAN. (ureteritis), jaringan ginjal (pyelonefritis). 1. memiliki nilai kejadian yang tinggi di masyarakat, menurut laporan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan invasi mikroorganisme pada salah satu atau beberapa bagian saluran kemih. Saluran kemih yang bisa terinfeksi antara lain urethra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Laporan World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, 1998). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keluarga adalah dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Situasi Tuberkulosis (TB) paru di dunia masih buruk dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia yang menambah

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian dalam penelitian ini adalah desain cross-sectional (potong lintang) dengan menggunakan data sekunder, yaitu data hasil uji kepekaan bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional

Lebih terperinci

Identifikasi Faktor Resiko 1

Identifikasi Faktor Resiko 1 IDENTIFIKASI FAKTOR RESIKO TERJADINYA TB MDR PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA KOTA MADIUN Lilla Maria.,S.Kep. Ners, M.Kep (Prodi Keperawatan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK Multi Drug

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian Lampiran 1. Pedoman Wawancara Penelitian 102 PEDOMAN WAWANCARA EVALUASI PELAKSANAAN STRATEGI DOTS (DIRECT OBSERVED SHORT-COURSE TREATMENT) DALAM MENURUNKAN ANGKA PENDERITA TB PARU DI RSUD DR. TENGKU MANSYUR

Lebih terperinci

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Dr. Rr. Henny Yuniarti 23 Maret 2011 Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Cara Penularan Sumber penularan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini meliputi bidang Mikrobiologi klinik dan infeksi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik.

BAB 4 METODE PENELITIAN. Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik. BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu Penyakit Dalam divisi Pulmonologi serta Ilmu Mikrobiologi Klinik. 4.2. Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aspek Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Penularan TB tergantung dari lamanya kuman TB berada dalam suatu ruangan, konsentrasi kuman TB di udara serta lamanya menghirup udara,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Rutan Kelas I Surakarta, Rutan Kelas IIB Wonogiri, Lapas Kelas IIA Sragen dan Lapas Kelas IIB Klaten.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K)

TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TUTIK KUSMIATI, dr. SpP(K) TB paru problem kesehatan global MODALITAS TES CEPAT MENDETEKSI DR-TB & DS-TB TB Resisten Obat meningkat TB HIV +++ METODE DETEKSI KASUS YANG LAMBAT PASIEN TB HIV + PASIEN DIAGNOSIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

BAB 4 METODE PENELITIAN. Divisi Infeksi dan Mikrobiologi Klinik. Penelitian ini dilakukan di PICU dan HCU RS Dr. Kariadi Semarang pada

BAB 4 METODE PENELITIAN. Divisi Infeksi dan Mikrobiologi Klinik. Penelitian ini dilakukan di PICU dan HCU RS Dr. Kariadi Semarang pada BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak, khususnya Divisi Infeksi dan Mikrobiologi Klinik. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (FK-UI, 2002).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Infeksi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menimbulkan masalah besar di dunia.tb menjadi penyebab utama kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global

BAB I PENDAHULUAN. utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan global yang utama. The World Health Organization (WHO) dalam Annual Report on Global TB Control 2003 menyatakan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN RAWAT INAP TUBERKULOSIS PARU DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2011

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN RAWAT INAP TUBERKULOSIS PARU DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2011 ABSTRAK GAMBARAN PASIEN RAWAT INAP TUBERKULOSIS PARU DI RSUP DR HASAN SADIKIN BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2010-31 DESEMBER 2011 Syafira Andiani, 2012; Pembimbing I : Sri Nadya Saanin, dr., M.Kes. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dalam penelitian ini adalah Ilmu Mikrobiologi, Ilmu Kesehatan Anak, dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. 4.2 Tempat dan waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab

Lebih terperinci