EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK OLEH LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS II-A TANJUNG GUSTA, MEDAN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK OLEH LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS II-A TANJUNG GUSTA, MEDAN SKRIPSI"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA ANAK OLEH LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS II-A TANJUNG GUSTA, MEDAN SKRIPSI DIAJUKAN O L E H : NANI WITA SEMBIRING DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 Tanjung Gusta, Medan, 2009.

2 ABSTRAK NAMA : Nani Wita Sembiring NIM : JUDUL : Efektivitas Pembinaan Narapidana Anak Oleh Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta, Medan Anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spiritualnya secara maksimal. Dalam menjalani proses kehidupannya bukan tidak mungkin seorang anak terlibat dalam konflik hukum yang menyebabkan dirinya harus menjalani pidana. Sungguh merupakan suatu hal yang sangat berat jika melihat anak yang seharusnya dapat bermain secara bebas harus dirampas kemerdekaannya untuk menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Pemasyarakatan dianggap dapat memberikan pembinaan karena tujuan utama dari pemasyarakatan adalah untuk menjadikan pelaku tidak mengulangi perbuatan jahatnya, sistem pemasyarakatan dengan demikian harus diciptakan pembinaan yang tepat sesuai bagi narapidana itu. Skripsi ini bertujuan untuk dapat mengetahui efektivitas pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta, Medan. Penelitian ini berbentuk deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan (menggambarkan) tentang fakta dan kondisi atau gejala yang menjadi objek penelitian. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 34 orang yaitu narapidana yang telah menjadi narapidana di LAPAS, dimana narapidana tersebut yang peneliti anggap dapat mengerti dan memahami manfaat dari pembinaan yang diberikan adalah narapidana kategori usia remaja yaitu tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data dengan kuesioner, wawancara dan observasi. Teknik analisa data yang dilakukan adalah dengan mentabulasi data-data yang diperoleh dan disusun dalam bentuk tabel tunggal. Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pembinaan narapidana anak oleh Lembaga Pemasyarakatan anak Tanjung Gusta sudah dapat dikatakan efektif, dilihat dari pemahaman narapidana terhadap pembinaan yang ada di Lapas yaitu sebagian besar narapidana memahami tentang jenis-jenis pembinaan di Lapas, sikap narapidana yang sebagian besar merasa tertarik dan sungguh-sungguh mengikuti kegiatan pembinaan, dan reaksi narapidana yang diwujudkan melalui partisipasi serta keterlibatan narapidana terhadap pembinaan yang diberikan. Selain itu sebagian besar narapidana merasakan manfaat yang nyata terhadap pengetahuan, keterampilan dan keimanan narapidana setelah mengikuti pembinaan di Lapas Anak. Namun masih ada hambatan dalam pelaksanaannya yaitu jumlah penghuni Lapas yang tidak sesuai dengan daya tampung (over kapasitas), kurangnya sarana dan prasarana serta minimya anggaran. Bagi pihak Lapas agar lebih meningkatkan mutu pembinaan, pembinaan agar disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di luar lembaga, perlunya ditambah personil di Lapas dan perlunya peran serta aktif Pemerintah khususnya Departemen Hukum dan HAM agar mengatasi masalah kekurangan dana anggaran dan peningkatan fasilitas. Kata-kata kunci (keywords) : Efektivitas, Pembinaan narapidana Tanjung Gusta, Medan, 2009.

3 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur, hormat dan kemuliaan kupanjatkan bagimu Tuhan yang kukenal dalam Nama Tuhan Yesus Kristus. Hanya Engkaulah yang telah memberikan hikmat dan pengetahuan serta kasih yang kekal dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : Efektivitas Pembinaan Narapidana Anak OLeh Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga mengurangi nilai dari kesempurnaannya. Hal ini terutama dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan di masa yang akan datang. Penulis juga menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih, diantaranya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing. Terima kasih atas bimbingan, arahan, pemikiran, saran, kritik, dan pandangannya yang berguna bagi penulis sehingga skripsi ini terselesaikan. Tanjung Gusta, Medan, 2009.

4 4. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Siswanto, Bc.IP, SH selaku Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan. 6. Bapak Bangsi Tarigan, SH selaku Ka.Sie.Bimbingan Narapidana dan Bapak Helman Leonard Batubara, A.Ks selaku Ka.Sub.Sie Bimker, seluruh staf pegawai dan seluruh responden yang telah memberikan waktu, informasi serta kerjasama yang baik kepada penulis. 7. Kepada kedua orang tua yang sangat penulis cintai, Mama Asnah Tarigan, BA dan Bapak Drs. Nanggip Sembiring. Terima kasih untuk segala kasih sayang, dukungan, doa dan perhatian yang Mama dan Bapak berikan selama ini. Tuhan selalu berkati keluarga kita. 8. Kakakku Tercinta Nina Ita Sembiring, SE dan Adikku Suranta Sembiring, terima kasih untuk segala dukungan yang selama ini kalian berikan. 9. Abangku yang Tercinta, yang telah tinggal bersama Bapa di sorga dalam kekekalan abadi Alm. Maklum Hariatin Sembiring. Kematian bukanlah sebuah titik tapi kematian adalah sebuah koma. 10. Seseorang yang telah memiliki hatiku, seseorang yang selalu sabar menghadapiku Briptu. Polman Rumahorbo makasih untuk segala cinta dan kasih yang telah diberikan kepadaku selama ini. Syukur Kupanjatkan kepada Tuhan karena Dia telah memberiku seseorang sepertimu. Tanjung Gusta, Medan, 2009.

5 11. SahabatKu Putri Anne Sembiring, Pote makasi ya untuk persahabatan kita selama hampir 4 tahun ini. Makasi selalu setia menemani aku selama penelitian, tetap semangat dengan skripsinya. 12. SahabatKu RINJOL alias JOLEM alias Rina Sartika Ginting, sahabat kecilku yang selalu tegar dan tabah dalam menjalani hidup ini. Seorang sahabat yang selalu ceria dalam setiap kondisi. Makasi untuk semua nasehat-nasehatnya. 13. Sahabat-sahabatKu Hotnida Purba, Kristina Sembiring, Nissa Harahap, Jhon Ray Silaban, Ian Timbul Simamora, Fanny Ruzmadani Lubis. Makasi untuk semua canda dan tawa yang selama ini kita lewati bersama. 14. Teman-teman seperjuanganku di kesos 05 : Jolly, July Darto, Jonnis, Fitri, Selfi, dan semuanya. Makasi untuk kenangan-kenangan yang udah kita lewati selama hampir 4 tahun ini. Semoga kita sukses. Akhir kata atas segala bimbingan dan bantuan lainnya yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini, Penulis mengucapkan terima kasih banyak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Medan, Maret 2009 Penulis Nani Wita Sembiring Tanjung Gusta, Medan, 2009.

6 DAFTAR ISI Halaman Abstrak.... Kata Pengantar.... Daftar Isi... Daftar Tabel..... Daftar Bagan..... Daftar Lampiran.... i ii v ix xiv xv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas Pengertian Efektivitas Pendekatan Terhadap Efektivitas Tanjung Gusta, Medan, 2009.

7 2.1.3 Masalah Dalam Pengukuran Efektivitas Lembaga Pemasyarakatan Pengertian Lembaga Pemasayarakatan Lembaga Pemasyarakatan Anak Petugas Pemasyarakatan Pembinaan Pengertian Pembinaan Tujuan, Fungsi dan Manfaat Pembinaan Anak Pengertian Anak Hak dan Kewajiban Anak Sistem Pemasyarakatan Konsep Sistem Pemasyarakatan Pembinaan Dalam Sistem Pemasyarakatan Kerangka Pemikiran Definisi Konsep dan Definisi Operasional Definisi Konsep Definisi Operasional.. 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel Tanjung Gusta, Medan, 2009.

8 3.3.1 Populasi Sampel Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisa Data BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Latar Belakang Berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIA Tanjung Gusta Medan Deskripsi Pekerjaan Pada Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIA Tanjung Gusta Medan Jenis-Jenis Anak yang Dibina di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIA Tanjung Gusta Medan Pembinaan Narapidana Wujud Pembinaan Fasilitas dan Bangunan BAB V ANALISA DATA 5.1 Hasil Penelitian Pembahasan Tanjung Gusta, Medan, 2009.

9 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Tanjung Gusta, Medan, 2009.

10 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Daftar Menu Makanan Narapidana 52 Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Narapidana 53 Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur 61 Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 62 Tabel 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama 62 Tabel 5.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa 63 Tabel 5.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Asal Daerah 64 Tabel 5.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 65 Tabel 5.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Tindak Pidana 66 Tabel 5.8 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman 67 Tabel 5.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman Yang Telah Dijalani 68 Tabel 5.10 Distribusi Jawaban Responden Tentang Jenis-Jenis Pembinaan 69 Tabel 5.11 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegiatan Pembinaan Keagamaan Tabel 5.12 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegiatan Pembinaan Umum Tabel 5.13 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegiatan Pembinaan Kepramukaan 74 Tabel 5.14 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegiatan Pembinaan Keterampilan 75 Tanjung Gusta, Medan, 2009.

11 Tabel 5.15 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegiatan Pembinaan Upaya Pemasyarakatan 76 Tabel 5.16 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kegiatan Rekreasi 77 Tabel 5.17 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ketertarikan Mengikuti Pembinaan 78 Tabel 5.18 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kesungguhan Mengikuti Pembinaan 78 Tabel 5.19 Distribusi Jawaban Responden Tentang Cara Pembinaan Yang Diberikan 79 Tabel 5.20 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kesesuaian pembinaan dengan minat, bakat dan kemauan 80 Tabel 5.21 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kesesuaian pembinaan dengan Jadwal Yang Telah Ditetapkan 81 Tabel 5.22 Distribusi Jawaban Responden Tentang Perlakuan Petugas Selama Mengikuti Pembinaan 82 Tabel 5.23 Distribusi Jawaban Responden Tentang Keterampilan Petugas 83 Tabel 5.24 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kualitas Pembinaan Yang Diberikan 84 Tabel 5.25 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kepatuhan Terhadap Tata Tertib Yang Berlaku 85 Tabel 5.26 Distribusi Jawaban Responden Yang Melanggar Peraturan Di Lapas 86 Tabel 5.27 Distribusi Jawaban Responden Tentang Tindakan Petugas Apabila Responden Melanggar Peraturan 86 Tanjung Gusta, Medan, 2009.

12 Tabel 5.28 Distribusi Jawaban Responden Tentang Ketepatan Melaksanakan Kewajiban 87 Tabel 5.29 Distribusi Jawaban Responden Tentang Keterpaksaan Dalam Mengikuti Pembinaan 88 Tabel 5.30 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kecenderungan Responden Merasa Bosan Dengan Kegiatan Pembinaan 89 Tabel 5.31 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kecenderungan Responden Mendapat Kesulitan Dalam Mengikuti Pembinaan 90 Tabel 5.32 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kondisi Sarana Beribadah 91 Tabel 5.33 Distribusi Jawaban Responden Tentang Keberadaan TV Di Lapas 92 Tabel 5.34 Distribusi Jawaban Responden Tentang Fasilitas Yang Tersedia Di Lapas 93 Tabel 5.35 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kondisi Fasilitas Yang Tersedia Di Lapas 94 Tabel 5.36 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kepuasan Terhadap Fasilitas Di Lapas 95 Tabel 5.37 Distribusi Jawaban Responden Tentang Frekuensi Mendapat Fasilitas Dari Luar Lapas 96 Tabel 5.38 Distribusi Jawaban Responden Tentang Perbaikan Fasilitas Di Lapas 97 Tabel 5.39 Distribusi Jawaban Responden Tentang Sikap Pembina Apabila Responden Sakit 98 Tabel 5.40 Distribusi Jawaban Responden Tentang Menu Makanan Di Lapas 99 Tanjung Gusta, Medan, 2009.

13 Tabel 5.41 Distribusi Jawaban Responden Tentang Situasi Kamar Tidur Di Lapas Tabel 5.42 Distribusi Jawaban Responden Tentang Frekuensi Masuk Ke Lapas Tabel 5.43 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pemahaman Terhadap Tujuan Pembinaan Yang Diberikan 102 Tabel 5.44 Distribusi Jawaban Responden Merasakan Manfaat Pembinaan 103 Tabel 5.45 Distribusi Jawaban Responden Memiliki Keahlian Komputer Sebelum Masuk Ke Lapas 104 Tabel 5.46 Distribusi Jawaban Responden Memiliki Keahlian Komputer Setelah Mengikuti Pembinaan Di Lapas 105 Tabel 5.47 Distribusi Jawaban Responden Tentang Manfaat Pembinaan Keagamaan Terhadap Keimanan Responden 106 Tabel 5.48 Distribusi Jawaban Responden Tentang Manfaat Pembinaan Pendidikan Umum Terhadap Pengetahuan Responden 107 Tabel 5.49 Distribusi Jawaban Responden Tentang Manfaat Pembinaan Kepramukaan Terhadap Watak Dan Jiwa Responden 108 Tabel 5.50 Distribusi Jawaban Responden Tentang Manfaat Pembinaan Keterampilan Terhadap Keterampilan Responden 109 Tabel 5.51 Distribusi Jawaban Responden Tentang Manfaat Pembinaan Upaya Pemasyarakatan 110 Tabel 5.52 Distribusi Jawaban Responden Tentang Kesungguhan Mengikuti Kegiatan Pembinaan 111 Tabel 5.53 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pembinaan Sebagai Pedoman Tanjung Gusta, Medan, 2009.

14 Setelah Keluar Dari Lapas 112 Tabel 5.54 Distribusi Jawaban Responden Tentang Rencana Jangka Panjang Setelah Ke Luar Dari Lapas. 113 Tanjung Gusta, Medan, 2009.

15 DAFTAR BAGAN Halaman Bagan 2.6 Kerangka Pemikiran 35 Bagan 4.1 Struktur Organisasi Lapas Anak Klas IIA Tanjung Gusta Medan 44 Tanjung Gusta, Medan, 2009.

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Kuesioner Dokumentasi Surat Keputusan Komisi Pembimbing Surat Permohonan Izin Penelitian Surat Keterangan Izin Penelitian Dari Departemen Hukum dan HAM Surat Keterangan Penelitian Dari Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIA Tanjung Gusta Medan Tanjung Gusta, Medan, 2009.

17 Tanjung Gusta, Medan, 2009.

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua orang tentu saja sependapat bahwa hidup matinya suatu bangsa di masa mendatang sangat tergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak amat memegang peranan yang penting karena pada dasarnya anak merupakan generasi pewaris kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu, keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan oleh bangsa tersebut kepada anak-anak masa kini. Menciptakan sumber daya yang handal dan tangguh yang dapat bersaing diperlukan strategi dan budaya yang matang, dimulai dari masa kanak-kanak sampai masa muda. Masa tersebut merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang semestinya memerlukan perhatian khusus. Namun saat ini, perkembangan kehidupan anak tersebut amat mengkhawatirkan. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya kasus-kasus penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum, tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Anak yang berkonflik dengan hukum, menurut Badan Pusat Statistik, setiap tahunnya terdapat lebih dari 4000 perkara pelanggaran hukum yang dilakukan anak-anak di bawah usia 16 tahun. Tahun 1994 terdapat perkara dan pada tahun 1995 terdapat perkara. Dari seluruh anak yang ditangkap sekitar separuhnya diajukan ke pengadilan dan 83 % dari mereka kemudian

19 ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan HAM, tercatat jumlah narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebanyak anak. Statistik kriminal Badan Pusat Statistik mencatat jumlah narapidana anak dari tahun 1995 sampai dengan 1997 secara berturut-turut adalah pada tahun 1995 terdapat narapidana anak, pada tahun 1996 terdapat narapidana anak dan pada tahun 1997 terdapat anak. ( Perlindungan anak-final./31 Oktober 2008). Sepanjang tahun 2000, tercatat dalam statistik kriminal kepolisian terdapat lebih dari anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada awal tahun 2002, ditemukan tahanan anak di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Pada rentang waktu yang sama tercatat anak yang tersebar di seluruh rumah tahanan dan Lembaga Pemasyarakatan ( sistem peradilan anak.pdf./31oktober2008). Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negative dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak. Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam

20 pengembangan sikap, perilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali, atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungannya yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya. Dalam menghadapi dan menanggulangi berbagai perbuatan dan tingkah laku anak nakal, perlu dipertimbangkan kedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas. Walaupun anak telah dapat menentukan sendiri langkah perbuatannya berdasarkan pikiran, perasaan dan kehendaknya, tetapi keadaan sekitarnya dapat mempengaruhi perilakunya. Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah anak nakal, orang tua dan masyarakat sekelilingnya seharusnya lebih bertanggung jawab terhadap pembinaan, pendidikan dan pengembangan perilaku anak tersebut. Anak yang berkonflik dengan hukum membutuhkan perlindungan khusus dibandingkan anak kelompok lainnya. Anak tersebut harus terpaksa menghadapi situasi dan keadaan yang amat rentan terhadap kekerasan baik fisik maupun emosional yang menghancurkan martabat dan masa depan mereka. Negara harus menjamin terselenggaranya perlindungan anak-anak ketika berkonflik dengan hukum seperti bunyi konvensi yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui Keppres No. 36 Tahun Konvensi hak anak tersebut menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak-hak anak yaitu Pertama, hak untuk hidup, setiap anak di dunia berhak untuk mendapat akses atas pelayanan kesehatan dan menikmati standar hidup yang layak, termasuk makanan yang cukup, air bersih, dan tempat tinggal. Anak juga berhak memperoleh nama dan kewarganegaraan. Kedua, hak untuk tumbuh dan berkembang, setiap anak berhak memperoleh

21 kesempatan mengembangkan potensinya semaksimal mungkin,berhak memperoleh pendidikan baik formal maupun formal secara memadai. Konkretnya anak diberi kesempatan untuk bermain, berekreasi, dan beristirahat. Ketiga, hak memperoleh perlindungan,artinya setiap anak berhak melindungi dari eksploitasi ekonomi dan sosial, kekerasan fisik atau mental, penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang, dan segala bentuk diskriminasi, ini juga berlaku bagi anak yang tidak lagi mempunyai orang tua dan anak-anak yang berada di tempat pengungsian. Mereka berhak mendapatkan perlindungan. Keempat, hak untuk berpartisipasi, artinya setiap anak diberi kesempatan menyuarakan pandangan, ide-idenya, terutama berbagai persoalan yang berkaitan dengan anak. (Susilowati, 2003: 66-85). Melihat keadaan demikian menyebabkan pemerintah perlu segera memikirkan langkah-langkah yang harus diambil demi menyelematkan generasi muda yang telah mengalami krisis moral sehingga berani berbuat nekat melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum dimana perbuatan tersebut cenderung mengarah pada perbuatan kriminal dan berorientasi pada masa depan anak tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka pemerintah perlu melakukan pembinaan, memberikan bimbingan, pendidikan serta perhatian khusus untuk mereka. Adapun pembinaan yang dilakukan terhadap anak diserahkan kepada pemerintah. Sehubungan dengan tindak pidana yang dilakukannya pembinaan tersebut lebih diarahkan pada usaha untuk membimbing, mendidik, memperbaiki atau memulihkan keadaan dan tingkah laku anak tersebut, sehingga anak dapat kembali menjalani kehidupan sewajarnya ditengah-tengah

22 masyarakat jika telah menyelesaikan masa hukumannya. Oleh pemerintah pembinaan tersebut diserahkan pada suatu lembaga atau badan yang dinamakan Lembaga Pemasyarakatan berada dibawah Departemen Kehakiman dengan dasar hukum UU No.12/1995 tentang Pemasyarakatan yang mengkhususkan pada Lembaga Pemasyarakatan anak dalam hal pembinaan anak ( 2008). Anak yang bersalah pembinaannya ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak. Lembaga Pemasyarakatan Anak merupakan sarana perlindungan anak dan pembinaan bagi anak Negara, anak Sipil, dan anak Pidana yang berdasarkan keputusan pengadilan ditempatkan di Lapas Anak untuk dibina. Lembaga Pemasyarakatan Anak adalah tempat pendidikan dan pembinaan bagi narapidana anak. Sasaran akhir dari kehadiran lembaga pemasyarakatan adalah pembinaan. Di dalam lembaga pemasyarakatan narapidana anak dilindungi dan dibina agar dapat menyongsong masa depan yang lebih baik, melalui pembinaan narapidana anak akan memperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab dan berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya. Salah satu Lapas Anak di Indonesia yang terdapat di Sumatera Utara adalah Lapas Anak Tanjung Gusta. Lapas Anak Tanjung Gusta merupakan instansi Pemerintah dan sebagai pelaksana teknisi yang menampung, merawat dan membina anak Negara yang berkonflik dengan hukum. Sampai awal bulan februari 2009 Lapas Anak Tanjung Gusta tercatat berpenghuni 859 anak dimana

23 459 anak diantaranya merupakan tahanan dan 400 lainnya merupakan narapidana. Data berikut ini menunjukkan jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dalam 6 tahun terakhir yaitu tahun 2000 sebanyak 342 orang, tahun 2001 sebanyak 367 orang, tahun 2002 sebanyak 279 orang, tahun 2003 sebanyak 465 orang, tahun 2004 sebanyak 384 orang, tahun 2005 sebanyak 397 orang dan tahun 2006 sebanyak 550 orang (Sumber Data Primer : LP Anak Tanjung Gusta Medan). Pembentukan karakter dan perilaku anak di Lapas Anak Tanjung Gusta dititikberatkan pada program pembinaan yang terdapat di Lapas yang terbagi atas 2 ruang lingkup pembinaan yaitu Program Pembinaan Kepribadian yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara, kemampuan intelektual, kesadaran hukum, mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pembinaan kepribadian di LPA terbagi atas 3 bagian yakni Pertama, Pendidikan Keagamaan (diisi oleh rohaniawan baik Islam, Kristen, Hindu dan Budha) yang membuka banyak kesempatan kepada anak pidana dalam menata dan mempelajari hal-hal rohani yang sangat bermanfaat bagi dirinya menjadi bekal masa depan. Kedua, Pendidikan umum, yang bertujuan untuk mendidik narapidana agar mempunyai pandangan dan pemikiran yang lebih baik lagi daripada sebelumnya. Ketiga, Pembinaan kepramukaan yang bertujuan membentuk watak dan jiwa yang sportif serta bertanggung jawab dalam diri anak pidana sehingga nantinya setelah mereka keluar dari Lapas dapat diterima kembali di masyarakat. Ruang lingkup pembinaan selanjutnya yaitu Program Pembinaan Kemandirian, kegiatannya terdiri atas diklat kerja/keterampilan dan upaya pemasyarakatan. Keseluruhan

24 kegiatan yang terdapat di Lapas Tanjung Gusta bertujuan untuk mempersiapkan para narapidana agar berani dan siap menyongsong masa depannya. Pelaksanan program pembinaan harus didukung oleh berbagai sarana dan prasarana yang memadai dengan memperhatikan faktor efektivitas pembinaan yang dijalankan dan ketercapaian bagi narapidana anak. Hal ini perlu memperhatikan bagaimana pelaksanaan program dalam pembinaan kepada narapidana anak untuk mempersiapkan para narapidana agar berani dan siap menyongsong masa depannya. Keberhasilan sistem pemasyarakatan dalam membina narapidana memang bukan mempunyai tolak ukur yang jelas, ahli kriminolog, sosiolog, dan pemasyarakatan mengatakan jika residivis menurun maka pemasyarakatan berhasil dalam melaksanakan pembinaan, hal ini belum dapat dijadikan tolak ukur karena banyak sekali variabel-variabel yang menyebabkan turunnya residivis, misalnya angka yang luput dari data statistik, residivis melakukan kejahatan di tempat lain dan lain-lain (Harsono, 1995:4). Maka kita dapat melihat bahwa keberhasilan pembinaan bukanlah hanya didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, tetapi juga dengan partisipasi dari berbagai pihak, subtansi hukum, sosial, dan substansi lainnya. Oleh karena itu pembinaan harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip dasar pemasyarakatan. Pembinaan yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan haruslah mampu menumbuhkan suasana yang penuh saling pengertian dan kerukunan, baik diantara sesama narapidana, maupun antar Pembina dengan yang dibina. Maka bertitik tolak dari uraian diatas, maka hal ini membuat penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam skripsi

25 berjudul Efektivitas Pembinaan Narapidana Anak Oleh Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta, Medan. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah Bagaimana Efektivitas Pembinaan Narapidana Anak Oleh Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta, Medan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari peneliti mengadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pembinaan narapidana anak oleh Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta, Medan. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan atau panduan dalam rangka pengembangan konsep-konsep dan teori-teori dalam rangka melakukan intervensi pelayanan sosial terhadap anak yang berkonflik dengan hukum bagi narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta, Medan.

26 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional. BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data. BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian. BAB V: ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisinya. BAB VI: PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.

27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EFEKTIVITAS Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Efektivitas disebut juga efektif, apabila tercapainya tujuan atau sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soewarno yang mengatakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Chaster I. Bernard, efektivitas adalah tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama (Bernard, 1992:27). Secara Komprehensif, efektivitas dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan suatu lembaga atau organisasi untuk dapat melaksanakan semua tugas-tugas pokoknya atau untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Campbel, 1987:47). Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan penemuan atau produktivitas, dimana bagi sejumlah sarjana sosial efektivitas sering kali ditinjau dari sudut kualitas pekerjaan atau program kerja. Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan pengertian efektivitas yaitu keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang telah ditentukan sebelumnya. Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian banyak pertentangan

28 pendapat sehubung dengan cara meningkatkannya, cara mengatur dan bahkan cara menentukan indikator efektivitas. Sehingga, dengan demikian akan lebih sulit lagi bagaimana cara mengevaluasi tentang efektivitas. Pengertian yang memadai mengenai tujuan efektivitas ataupun sasaran organisasi, merupakan langkah pertama dalam pembahasan efektivitas, dimana sering kali berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Dalam usaha mengukur efektivitas yang pertama sekali adalah memberikan konsep tentang efektivitas itu sendiri. Dari beberapa uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk mencapai serta meraih keberhasilan maksimal Pendekatan Terhadap Efektivitas Pendekatan efektivitas dilakukan dengan acuan berbagai bagian yang berbeda dari lembaga dimana lembaga mendapatkan input atau masukan berupa berbagai macam sumber dari lingkungannya. Kegiatan dari proses internal yang terjadi dalam lembaga mengubah input menjadi output yang kemudian dilemparkan kembali pada lingkungannya. a. Pendekatan Sasaran (goal approach). Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.

29 Sasaran yang penting diperhatikan dalam pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran ini adalah sasaran yang realistis untuk memberikan hasil maksimal berdasarkan sasaran resmi official goal dengan memperhatikan permasalahan yang ditimbulkannya, dengan memusatkan perhatian terhadap aspek output yaitu dengan mengukur keberhasilan program dalam mencapai tingkat output yang direncanakan. Dengan demikian, pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana organisasi atau lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. b. Pendekatan Sumber ( Sistem Resource Approach). Pendekatan sumber mengukur efektivitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya. Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat menjadi efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, Karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan output yang dihasilkan juga dilemparkannya kepada lingkungannya. Sementara itu sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan seringkali bersifat langka dan bernilai tinggi. Dalam mendapatkan berbagai jenis sumber untuk memelihara sistem dari suatu lembaga merupakan kriteria yang digunakan untuk mengukur efektivitas. Secara sederhana efektivitas seringkali diukur dengan jumlah atau kuantitas

30 berbagai jenis sumber yang berhasil diperoleh dari lingkungan. Pengukuran efektivitas dengan pendekatan sumber ini mampu untuk memberikan alat ukur yang sama dalam mengukur efektivitas berbagai lembaga yang jenis dan programnya berbeda dan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sasaran (Cunningham, 1978:635). c. Pendekatan Proses (internal Process Approach). Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektiv, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber-sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga Masalah Dalam Pengukuran Efektivitas Efektivitas selalu diukur berdasarkan prestasi, produktivitas dan laba. Pengukuran efektivitas dengan menggunakan ssaaran yang sebenarnya dan memberikan hasil daripada pengukuran efektivitas berdasarkan sasaran resmi dengan memperhatikan masalah yang ditimbulkannya oleh beberapa hal berikut: a. Adanya macam-macam output Adanya bermacam-macam output yang dihasilkan menyebabkan pengukuran efektivitas dengan pendekatan sasaran menjadi sulit untuk dilakukan.

31 Pengukuran juga semakin sulit jika ada sasaran yang saling bertentangan dengan sasaran lainnya. Efektivitas tidak akan dapat diukur hanya dengan menggunakan suatu indikator atau efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas yang tinggi pada suatu sasaran yang seringkali disertai dengan efektivitas yang rendah pada sasaran lainnya. Selain itu, masalah juga muncul karena adanya bagian-bagian dalam suatu lembaga yang mempunyai sasaran yang berbeda-beda secara keseluruhan, sehingga pengukuran efektivitas seringkali terpaksa dilakukan dengan memperhatikan bermacam-macam secara simultan. Dengan demikian, yang diperoleh dari pengukuran efektivitas adalah profil atau bentuk dari efek yang menunjukkan ukuran efektivitas pada setiap sasaran yang dimilikinya. Selanjutnya hal lain yang sering dipermasalahkan adalah frekwensi penggunaan kriteria dalam pengukuran efektivitas seperti yang dikemukakan oleh R.M Steers yaitu bahwa kriteria dan penggunaan hal-hal tersebut dalam pengukuran efektivitas adalah: a. Adaptabilitas dan fleksibilitas b. Produktivitas c. Keberhasilan memperoleh sumber d. Keterbukaan dalam komunikasi e. Keberhasilan pencapaian program f. Pengembangan program g. Subjektivitas dalam adanya pencapaian (Steers, 1982:546).

32 Pengukuran efektivitas dengan menggunakan pendekatan sasaran seringkali mengalami hambatan, karena sulitnya mengidentifikasi sasaran yang sebenarnya dan juga karena kesulitan dalam pengukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran. Hal ini terjadi karena sasaran yang sebenarnya dalam pelaksanaan. Untuk itu ada baiknya bila meninjau pendapat G.W England, bahwa perlu masuk ke dalam suatu lembaga untuk mempelajari sasaran yang sebenarnya karena informasi yang diperoleh hanya dari dalam suatu lembaga untuk melihat program yang berorientasi ke luar atau masyarakat, Karena sasaran yang dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, unsur subjektif itu tidak berpengaruh tetapi untuk sasaran yang harus dideskripsikan secara kuantitatif, informasi yang diperoleh akan sangat tergantung pada subjektivitas dalam suatu lembaga mengenai sasarannya. Hal ini didukung oleh pendapat Richard M. Steers yaitu bahwa lingkungan dan keseluruhan elemen-elemen kontektual berpengaruh terhadap informasi lembaga dan menentukan tercapai tidaknya sasaran yang hendak dicapai. Karena itu perbedaan karakteristik faktorfaktor kontektual ini perlu diperhatikan apabila hendak bermaksud mengukur efektivitas program yang terdapat pada lingkungan yang berbeda (Steers, 1982:558).

33 2.2 LEMBAGA PEMASYARAKATAN Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Menurut Pasal 1 butir (3) UU No. 12 Tahun 1995, yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana atau anak didik pemasyarakatan. LAPAS sebagai ujung tombak pelaksanaan asas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut di atas melalui pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi. Sejalan dengan peran LAPAS tersebut, maka tepatlah apabila petugas pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan dan pengamanan Narapidana dalam UU ini ditetapkan sebagai pejabat fungsional penegak hukum. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dalam tata peradilan pidana. Lembaga pemasyarakatan yang berkembang sekarang ini menganut sistem pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap narapidana berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas narapidana agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

34 2.2.2 Lembaga Pemasyarakatan Anak Menurut Pasal 60 ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997 Lapas Anak adalah tempat pembinaan dan pendidikan bagi anak pidana, anak Negara dan anak sipil. Penempatan ini dilakukan terpisah dari narapidana dewasa. Bagi anak yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak (LPA) berhak untuk memperoleh pendidikan dan latihan, baik formal maupun informal sesuai bakat, dan kemampuannya serta memperoleh hak-hak lainnya. Selanjutnya LPA, adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana Anak dan Anak Didik Pemasyarakatan. Selain Lembaga Pemasyarakatan Anak dikenal juga Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yaitu pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan. Pada prinsipnya, tidak ada penjara bagi anak bahkan Konvensi Hak Anak tidak membenarkan adanya penjara anak. Apabila harus direhabilitasi, perlakuan yang diterima seorang anak harus berbeda dengan tindakan yang dikenakan terhadap orang dewasa yang melanggar hukum di dalam lembaga pemasyarakatan. Ketika dijatuhi vonis dan ditetapkan telah melanggar hukum, maka pemulihan atas kenakalan seorang anak harus dilakukan dalam lingkungan yang layak. Sehingga anak menjalaninya bukan lagi seperti orang yang dihukum (dipenjarakan). Lembaga Pemasyarakatan Anak harus dibuat menjadi tempat yang memiliki nilai, sehingga ketika kembali ke masyarakat akan bisa mematuhi nilainilai dan norma hukum serta tidak melakukan pelanggaran kembali. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa pembinaan dan bimbingan pemasyarakatan haruslah ditingkatkan melalui pembinaan mental, meliputi

35 pemulihan harga diri sebagai pribadi maupun sebagai warga Negara yang masih memiliki potensi produktif bagi pembangunan bangsa. Oleh karena itu, maka mereka dididik untuk menguasai keterampilan tertentu guna dapat hidup mandiri dan berguna bagi pembangunan bangsa dengan berbekal mental dan keterampilan yang dimiliki, mereka diharapkan dapat berhasil mengintegrasikan dirinya di dalam masyarakat. Disadari bahwa untuk melaksanakan bimbingan melalui berbagai bentuk dan usaha, tentunya menuntut kemmapuan dan tanggung jawab yang lebih besar daripada pelaksanaannya termasuk dukungan berupa sarana dan fasilitas yang memadai Petugas Pemasyarakatan Kewajiban untuk mengeluarkan narapidana dari lembaga untuk kembali ke masyarakat tidak kalah pentingnya daripada tugas untuk memasukkan narapidana ke dalam lembaga. Berhasilnya tugas untuk mengeluarkan dan mengembalikan narapidana manjadi anggota masyarakat yang baik dan taat terhadap hukum, digantungkan kepada petugas-petugas Negara yang diserahi tugas menjalankan sistem pemasyarakatan. Adapun petugas pemasyarakatan yang memiliki mental yang baik dan selalu ditunjukkan dalam 5 aspek, yaitu : 1. Berpikir realistas. 2. Mempunyai kesadaran diri. 3. Mampu membina hubungan sosial dengan orang lain. 4. Mempunyai visi dan misi yang jelas. 5. Mampu mengendalikan emosi

36 Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan : 1. Menjunjung tinggi hak-hak narapidana. 2. Berlaku adil terhadap narapidana, 3. Menjaga rahasia pribadi narapidana. 4. Memperhatikan keluhan narapidana. 5. Menjaga rasa keadilan masyarakat. 6. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan prilaku. 7. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan keamanan. 8. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 9. Menjaga keseimbangan anatar kepentingan pembinaan dan keamanan. 10. Bersikap welas asih dan tidak sekali-kali menyakiti narapidana. Petugas Lembaga Pemasyarakatan harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang seluk-beluk sistem pemasyarakatan dan terus-menerus meningkatkan kemampuan, dalam menghadapi perangai narapidana. Petugaspetugas yang dimaksudkan dalam uraian dimuka melakukan peranan sesuai dengan kewenangannya yang ditunjuk oleh peraturan, dan berusaha menciptakan bentuk kerjasama yang baik untuk membantu menyelenggarakan proses pemasyarakatan sedemikian rupa dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan.

37 2.3 PEMBINAAN Pengertian Pembinaan Pembinaan pada dasarnya merupakan suatu aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah dan teratur secara bertanggung jawab dalam rangka menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan kemammpuan serta sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan. Pembinaan terkait dengan pengembangan manusia sebagai bagian dari pendidikan, baik ditinjau dari segi teoritis maupun praktis. Dari segi teoritis, yaitu pengembangan pengetahuan dan ketrampilan. Sedangkan dari segi praktisnya lebih ditekankan pada pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Dengan demikian pembinaan merupakan suatu cara untuk dapat meningkatkan, mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta sikap seseorang atau kelompok sehubungan dengan kegiatan, pekerjaan maupun proses produksi. Pembinaan juga merupakan proses kegiatan belajar yang dilaksanakan secara teratur dan terarah untuk mencapai tujuan tertentu sebagaimana yang dikemukakan A. Mangunhardjana dalam buku Pembinaan Arti dan Metodenya: Pembinaan adalah proses belajar melepas hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta mendapatkan pengetahuan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang dijalaninya secara lebih (Mangunhardjana, 1996:12).

38 Pendapat lain mengenai pembinaan dikemukakan oleh Y. Suparlan dalam Kamus Istilah Pekerjaan Sosial yaitu : Pembinaan adalah segala usaha dan kegiatan mengenai perencanaan, program pembiayaan, penyusunan, koordinasi pelaksanaan dan pengawasan sesuatu pekerjaan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dengan hasil semaksimal mungkin (Suparlan, 1990:109). Berdasarkan beberapa pengertian tentang pembinaan yang telah dikemukakan, disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu proses belajar dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang bertujuan untuk lebih meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok dalam menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan secara teratur dan terencana sehingga penyelesaian tugas atau pekerjaan tersebut dapat dilakukan secara efisien dan efektif Tujuan, Fungsi dan Manfaat Pembinaan Proses yang terjadi dalam pembinaan berupa penyerapan unsur-unsur baru yang diperoleh melalui penambahan pengetahuan, keterampilan dan menerapkannya dalam melaksanakan suatu kegiatan. Pembinaan yang dilaksanakan ditujukan pada peningkatan kualitas seseorang dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Tujuan pembinaan pada dasarnya untuk menghasilkan masyarakat yang kreatif dalam arti bertambah dalam pengetahuan, keterampilan, sikap dan

39 motivasinya dan mengaplikasikannya kedalam kegiatan-kegiatan yang bermanfaat (Suparlan, 1990:116) Tujuan pembinaan adalah untuk menciptakan pribadi atau kelompok maupun masyarakat yang terampil dan bersikap mental positif. Hal tersebut memungkinkan terlaksananya rencana kegiatan yang telah diprogramkan, sehingga terwujud masyarakat yang aktif dan dinamis. Adapun fungsi pembinaan seperti dikemukakan oleh A.Mangunhardjana yaitu: a) Penyampaian informasi dan pengetahuan. b) Perubahan dan pengembangan sikap. c) Latihan dan pengembangan sikap. Bagi yang mengikuti proses pembinaan, diharapkan mampu memperoleh manfaat dari pembinaan yang diadakan seperti yang diungkapakan A.Mangunhardjana sebagai berikut : a) Melihat diri dan melaksanakan hidup dan kerjanya. b) Menganalisa situasi hidup dan kerjanya dari segala aspek segi positif dan negatifnya. c) Mengemukakan masalah hidup dan masalah dalam kerjanya. d) Menemukan hal atau bidang hidup dan kerja yang sebaiknya diubah dan diperbaiki. e) Merencanakan sasaran program hidup dan kerjanya.(manguhardjana,1996:14)

40 2.4 Anak Pengertian anak Telah banyak para ahli yang membahas dan memberikan pengertian mengenai masa anak-anak, antara lain ditinjau dari segi umur ataupun ciri-ciri lainnya. Menurut UU Kerja No.1 Tahun 1951 telah ditetapkan bahwa anak-anak yaitu yang berusia 14 tahun kebawah. Sedangkan menurut UU RI No.4 Tahun 1979 tentang ketentuan pokok kesejahteraan anak. Anak adalah seorang yang mencapai usia 21 tahun kebawah dan belum kawin. Kategori usia seorang anak di Indonesia sangatlah bervariasi. Hukum kita masih memberikan defenisi yang berbeda tentang anak, tetapi dalam konvensi PBB tentang anak itu diberikan batasan usia 18 tahun kebawah dengan sama sekali tidak membedakan apakah sudah kawin atau belum kawin. Jadi ini agak berbeda dengan UU No.23 Tahun 1999 tentang HAM yang masih membuat variabel sudah kawin menjadi faktor seorang menjadi sudah dewasa. Sehingga dalam perspektif terhadap UU No.23 Tahun 2002, kita tidak meletakkan batasan itu sebagai seorang dikualifikasi sebagai batas dewasa atau tidak. Dalam konvensi hak anak (KHA) mendefenisikan anak secara umum sebagai manusia yang belum mencapai usia 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan usia yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan nasional. Anak merupakan sumber daya manusia dimasa depan, oleh sebab itu anak harus mendapatkan perlindungan agar nantinya dapat menjadi orang dewasa yang

41 sehat, cerdas, dan terampil. Didalam UU RI No.4 Tahun 1974 tentang kesejahteraan anak, yang berbunyi sebagai berikut : 1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga yang baik dan berguna. 3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. 4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. Anak-anak dan kaum muda dipandang sebagai satu aset nasional yang sangat berharga. Oleh karena itu investasi untuk menghasilkan peningkatan modal manusia harus sejak dini dipersiapkan guna sebagai generasi penerus bangsa dan negara Hak Dan Kewajiban Anak Dalam UU RI. No.23 tahun 2002 Tentang Perlindugan Anak. Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Dalam hak asasi tersebut disebutkan tentang berbagai hal antara lain : Hak Anak yaitu :

42 1. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. 3. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orangtua. 4. Setiap anak berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan, diasuh, oleh orangtuanya sendiri. 5. Dalam hal karena suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh dan berkembangnya anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan atau jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spriritual, dan sosial. 7. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. 8. Khususnya bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.

43 9. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan. 10. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pembangunan diri. 11. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitas, bantuan sosial, dan pemelihara taraf kesejahteraan sosial. 12. Setiap anak selama dalam pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan seperti : a. Diskriminasi b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual c. Penelantaran d. Kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan e. Ketidakadilan, dan f. Perlakuan salah yang tidak sesuai diperlakukan kepada anak 13. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir. 14. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari : a. Penyalahgunaan dalam bidang politik b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak

BAB I PENDAHULUAN. di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orang tentu saja sependapat bahwa hidup matinya suatu bangsa di masa mendatang sangat bergantung pada kondisi anak-anak sekarang. Anak amat memegang peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan anak menjadi bagian penting untuk memajukan bangsa dan Negara dimasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang kejahatan semakin berkembang sesuai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu meningkatnya pengangguran dan sulitnya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil BAB II URAIAN TEORITIS Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu

BAB I PENDAHULUAN. timbul berbagai macam bentuk-bentuk kejahatan baru. Kejahatan selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman terutama dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga timbul berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan sebuah anugerah yang tidak ternilai bagi setiap orang tua. Kelahiran seorang anak menjadi hal yang paling ditunggu dalam sebuah keluarga. Setiap

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAYANAN PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) PARAWASA BERASTAGI

EFEKTIVITAS PELAYANAN PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) PARAWASA BERASTAGI EFEKTIVITAS PELAYANAN PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) PARAWASA BERASTAGI SKRIPSI Diajukan guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik OLEH: RANDI MARANATHA

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah tingkah laku atau perbuatan manusia yang melanggar hukum. Kejahatan yang terjadi di masyarakat saat ini tidak seluruhnya dilakukan oleh orang

Lebih terperinci

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK Menimbang Mengingat : : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, a. bahwa anak harus mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum pada alinea IV

kehidupan bangsa sesuai dengan tujuan nasional seperti tercantum pada alinea IV 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sektor penunjang yang sangat penting dalam pembangunan nasional, kualitas hidup suatu bangsa akan menjadi baik apabila kebutuhan akan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. boleh merampas hak hidup dan merdeka tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan Mahluk sosial, sejak dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup dan merdeka saat serta mendapat perlindungan

Lebih terperinci

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta )

Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) Kajian yuridis terhadap tindak pidana pembunuhan disertai pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ( studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta ) OLEH : Aswin Yuki Helmiarto E 0003104 BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat Indonesia yang berdasarkan pada Undang-undang Dasar 1945. Fungsi hukum

Lebih terperinci

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN Masyarakat terdiri dari kumpulan individu maupun kelompok yang mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam melakukan proses

Lebih terperinci

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum, pernyataan ini terdapat jelas di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hasil amandemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum sebagai pedoman tingkah laku masyarakat. Aturan atau kaidah hukum tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadapan modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN DAN ANAK TERLANTAR OLEH YAYASAN SIMPANG TIGA DI MEDAN SKRIPSI Diajukan Guna Melengkapi dan Memenuhi Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah

Lebih terperinci

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejahatan dewasa ini menunjukan tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Hal ini dapat diketahui melalui pemberitaan media cetak maupun elektronik serta sumber-sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TANYA JAWAB UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1. Pertanyaan : Negara Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan kepada anak yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang, rumusan permasalahan, hipotesis, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, cakupan dan batasan yang dipakai dalam penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : DEVI RIA WINANDA SINAGA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

SKRIPSI OLEH : DEVI RIA WINANDA SINAGA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA PEMENUHAN HAK ATAS KESEHATAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula pelanggaran terhadap hukum. Perkembangan pelanggaran

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAYANAN SOSIAL WANITA TUNA SUSILA (WTS) UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PARAWASA PEJOREKEN DINAS SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA DI BERASTAGI

EFEKTIVITAS PELAYANAN SOSIAL WANITA TUNA SUSILA (WTS) UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PARAWASA PEJOREKEN DINAS SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA DI BERASTAGI EFEKTIVITAS PELAYANAN SOSIAL WANITA TUNA SUSILA (WTS) UNIT PELAKSANA TEKNIS (UPT) PARAWASA PEJOREKEN DINAS SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA DI BERASTAGI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas sumber daya manusia sudah merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang apalagi diera globalisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah

I. PENDAHULUAN. dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda, sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai sumber daya manusia dan bagian dari generasi muda,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah

BAB IV. Pembinaan Narapidana, untuk merubah Sikap dan Mental. Narapidana agar tidak melakukan Tindak Pidana kembali setelah BAB IV EFEKTIVITAS PEMBINAAN NARAPIDANA YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I SUKAMISKIN DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA NOMOR : 03 TAHUN 2009 TENTANG ETIKA DAN TATA TERTIB PERGAULAN MAHASISWA DI KAMPUS REKTOR UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa untuk lancarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apabila kita mencermati konsep pemasyarakatan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dimana penanganan terhadap narapidana

Lebih terperinci

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Latar Belakang UUD 1945 menjamin warga negaranya untuk memiliki keturunan. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1), yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga.

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita-cita bangsa Indonesia namun hal itu belum terwujud dengan baik, karena masih banyak rakyat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah ditentukan dalam setiap organisasi dan efektivitas mempunyai arti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah ditentukan dalam setiap organisasi dan efektivitas mempunyai arti yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi dan efektivitas mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Ambon melalui peraturan tentang BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dalam Bab terakhir ini penulis akan dipaparkan kesimpulan dan rekomendasi yang mengacu pada deskripsi dari hasil penelitian sebagaimana yang telah diuraikan

Lebih terperinci

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 8. KEKERASAN DALAM RUMAHTANGGA DAN TRAFFICKING DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati PERLINDUNGAN ANAK Anak UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: Seseorang yang belum berusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial secara umum di Indonesia mencakup berbagai jenis masalah yang berkaitan dengan anak. Saat ini Departemen Sosial menangani 26 jenis PMKS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan harta yang berharga baik bagi orang tua maupun negara dimasa mendatang. Anak adalah salah satu sumber daya manusia yang merupakan generasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, enimbang: a. bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita

Lebih terperinci

PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI KESEJAHTERAAN SOSIAL PADA WARGA BINAAN DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA)

PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI KESEJAHTERAAN SOSIAL PADA WARGA BINAAN DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) PENERAPAN FUNGSI-FUNGSI KESEJAHTERAAN SOSIAL PADA WARGA BINAAN DI YAYASAN PENDIDIKAN TUNANETRA SUMATERA (YAPENTRA) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pasal 3 UU Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sebelum dikenal istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit pelaksana tekhnis dari jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

S K R I P S I. Oleh : NAMA : ROLLA SURBAKTI NIM : DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGARA

S K R I P S I. Oleh : NAMA : ROLLA SURBAKTI NIM : DEPARTEMEN : ILMU ADMINISTRASI NEGARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI MEDAN S K R I P S I PENGARUH PENERAPAN PRINSIP PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP KINERJA SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) (Studi pada kantor PTPN II

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi

I. PENDAHULUAN. melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan

Lebih terperinci

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang. BAB II PEMBAHASAN A. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat

Lebih terperinci

1 dari 8 26/09/ :15

1 dari 8 26/09/ :15 1 dari 8 26/09/2011 10:15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI MANUSIA by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI : - BENAR - MILIK /KEPUNYAAN - KEWENANGAN - KEKUASAAN UNTUK BERBUAT SESUATU : -

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK IMPLEMENTASI HAK ANAK DALAM PENDIDIKAN BERDASARKAN UU RI NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus pada Keluarga Nelayan di Desa Pecangaan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati Tahun 2013) NASKAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci