BAB I PENDAHULUAN. tawar menawar. Biasanya pengguna membuat daftar jumlah dan jenis barang yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. tawar menawar. Biasanya pengguna membuat daftar jumlah dan jenis barang yang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadaan barang dan jasa pada awalnya dimulai dengan transaksi jual beli barang di pasar. Cara atau metode pengadaan barang dan jasa dalam transaksinya dilakukan dengan tawar menawar secara langsung antara pembeli (pengguna) dan penjual (penyedia barang), termasuk ketika sudah tercapai kesepakatan harga, proses transaksinya juga dilakukan secara langsung. Proses tersebut tanpa didukung oleh dokumen pembelian, pembayaran dan penerimaan barang. Dalam perkembangannya menjadi jual beli berjangka waktu pembayaran, disertai dokumen pertanggungjawaban antara pembeli dan penjual. Banyaknya jumlah dan jenis barang yang akan dibeli membutuhkan waktu lama bila harus tawar menawar. Biasanya pengguna membuat daftar jumlah dan jenis barang yang akan dibeli secara tertulis. Kemudian diserahkan kepada penyedia barang agar menawarkan secara tertulis pula. Daftar barang yang disusun secara tertulis itu merupakan asal usul dokumen pembelian. Sedangkan penawaran harga yang dibuat secara tertulis merupakan asal usul dokumen penawaran. Perkembangan selanjutnya, pihak pengguna menyampaikan daftar barang yang akan dibeli tidak hanya kepada satu, namun kepada beberapa penyedia barang. Melalui penawaran kepada mereka, pengguna dapat memilih harga penawaran yang termurah. Cara tersebut merupakan cikal bakal pengadaan barang 1

2 2 dengan cara lelang. Pengadaan barang tidak terbatas pada barang yang berwujud, namun juga barang tidak berwujud. Barang tidak berwujud pada umumnya adalah jasa. Misalnya jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan pendidikan, jasa konsultansi, jasa supervisi, jasa manajemen dan sebagainya. 1 Istilah pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan pemerintah pada umumnya disebut Procurement. Procurement muncul karena adanya kebutuhan barang atau jasa yang diartikan meluas, mencakup penjelasan dari tahap persiapan, penentuan dan pelaksanaan atau administrasi tender untuk pengadaan barang, lingkup pekerjaan atau jasa lainnya. Pengadaan barang dan jasa tidak sebatas pada pemilihan rekanan proyek dengan bagian pembelian (purchasing) atau perjanjian resmi kedua belah pihak, namun mencakup seluruh proses sejak awal perencanaan, persiapan, perijinan, penentuan pemenang tender, tahap pelaksanaan dan proses administrasi dalam pengadaan barang dan jasa. 2 Pola hubungan para pihak dalam Procurement melibatkan pihak pengguna (pembeli) dan pihak penyedia (penjual). Pembeli atau pengguna barang dan jasa adalah pihak yang membutuhkan barang dan jasa. Pihak pengguna adalah pihak yang meminta atau memberi tugas kepada pihak penyedia untuk memasok, membuat barang atau melaksanakan pekerjaan tertentu. 3 Pihak pengguna dalam hal ini adalah pemerintah. Kedua pihak pun bisa memiliki keinginan atau kepentingan berbeda, bahkan dapat bertentangan. Pihak 1 Adrian Sutedi, Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa dan Pembaruannya, dalam Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm Ibid hlm Ibid hlm. 6-7.

3 3 pengguna menghendaki memperoleh barang dan jasa dengan harga semurahmurahnya, sedangkan pihak penyedia dalam menyediakan barang dan jasa ingin mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya. Kedua kepentingan ini akan sulit dipertemukan jika tidak ada saling pengertian dan kemauan untuk mencapai kesepakatan. Untuk itu perlu adanya etika dan norma yang harus disepakati dan dipatuhi bersama. 4 Kedua pihak harus berpatokan pada filosofi pengadaan barang dan jasa. Tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barang dan jasa yang baku. 5 Etika adalah asas-asas akhlak atau moral. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, asas-asas adalah dasar-dasar, fondasi atau kebenaran yang menjadi dasar berpikir akhlak adalah watak, tabiat budi pekerti, sedangkan moral adalah perbuatan baik-buruk. Etika dalam pengadaan barang dan jasa adalah perilaku yang baik dari semua pihak yang terlibat dalam proses pengadaan. Perilaku yang baik adalah perilaku untuk saling menghormati terhadap tugas dan fungsi masingmasing pihak, bertindak secara profesional dan tidak saling mempengaruhi untuk maksud tercela, untuk kepentingan pribadi dan kelompok dengan merugikan pihak lain. Etika pengadaan barang dan jasa diatur dalam Pasal 6 Perpres No. 54 Tahun Perbuatan yang sangat bertentangan dengan etika pengadaan adalah 4 Ibid hlm Ibid hlm 3-5.

4 4 salah satu atau kedua pihak pengguna dan penyedia barang dan jasa secara bersama-sama melakukan praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 6 Suatu norma baru ada jika ada lebih dari satu orang, karena norma pada dasarnya mengatur tata cara bertingkah laku seseorang terhadap orang lain atau lingkungannya. 7 Sebagaimana norma yang berlaku, norma pengadaan barang dan jasa terdiri dari norma tidak tertulis dan norma tertulis. Norma tidak tertulis adalah norma bersifat ideal, sedangkan norma tertulis adalah norma bersifat operasional. Norma ideal pengadaan barang dan jasa tersirat dalam pengertian hakekat, filosofi, etika, profesionalisme dalam proses pengadaan barang dan jasa. Norma pengadaan barang dan jasa bersifat operasional telah dirumuskan dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan yaitu berupa undang-undang, peraturan, pedoman, petunjuk dan bentuk produk statuter lainnya. 8 Proses pengadaan barang dan jasa tersebut harus berdasarkan pada prinsipprinsip pengadaan yang sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 5 Perpres No. 54 Tahun 2010 sebagai berikut: 9 a. Efisiensi, berarti pengadaan barang dan jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas maksimum. 6 Ibid hlm Ibid hlm Ibid. 9 Ibid hlm. 42.

5 5 b. Efektif, berarti pengadaan barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat sebesar-besarnya. c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang dan jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya. d. Terbuka, berarti pengadaan barang dan jasa dapat diikuti oleh semua penyedia barang dan jasa yang memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas. e. Bersaing, berarti pengadaan barang dan jasa harus dilakukan melalui persaingan sehat antara penyedia barang dan jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan barang dan jasa. f. Adil atau tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan sama bagi semua calon penyedia barang dan jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan. 10 Hal ini untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pengadaan barang dan jasa, karena hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada 10 Ibid hlm

6 6 masyarakat dari segi administrasi, teknis dan keuangan. Saat ini proses pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan melalui media teknologi informasi yang disebut Electronic Procurement (E-Procurement) yaitu proses pengadaan yang mengacu pada penggunaan internet sebagai sarana informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology /ICT 11 ) berbasis internet. 12 Awalnya, E-Procurement dilatarbelakangi oleh adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat. Selain itu, juga adanya kelemahan pengadaan dengan sistem konvensional yang langsung mempertemukan pihak terkait. Aplikasi E-Procurement tersebut diharapkan mampu bermanfaat bagi penggunanya seperti adanya standardisasi proses pengadaan, terwujudnya transparansi dan efisiensi pengadaan lebih baik, tersedianya informasi harga satuan khusus di kalangan internal dan mendukung pertanggungjawaban dalam proses pengadaannya dan dapat membantu menciptakan pemerintahan yang bersih (Good Governance). E-Procurement adalah proses pengadaan barang dan jasa secara on-line melalui internet, sehingga proses pengumuman, pendaftaran, proses penawaran, hasil evaluasi atas penawaran dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi secara lebih efisien, efektif, adil dan transparan. Transparansi dalam 11 ICT atau TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) adalah berbagai aspek yang melibatkan teknologi, rekayasa dan teknik pengolahan yang digunakan dalam pengendalian dan pemrosesan informasi serta penggunaannya, hubungan komputer dengan manusia dan hal yang berkaitan dengan sosial, ekonomi dan kebudayaan [British Advisory Council for Applied Research and Development: Report on Information Technology; H.M. Stationery Office. 1980]. 12 Croom, S.R., Brandon-Jones, A. (2007), Impact of E-Procurement: Experiences from Immplementation in the UK Public Sector, Journal of Purchasing & Supply, page 294.

7 7 proses pengadaan barang dan jasa akan terjadi, sehingga peluang terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) bisa diminimalkan. Proses E-Procurement disinyalir mampu menghemat anggaran negara mencapai % dari total beaya tender dan % untuk beaya operasional. 13 E-Procurement dapat mengurangi supply cost (rata-rata 1%), mengurangi cost per tender (20 % cost per tender), lead time savings (4,1 bulan - 6,8 bulan untuk tender terbuka dan 7,7 bulan - 11,8 bulan untuk tender terbatas). 14 Pelaksanaan E-Procurement di Indonesia pertama kali dikembangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), sebelum ada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Pelaksanaannya di 5 (lima) wilayah sebagai pilot project yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Gorontalo, Kalimantan Tengah dan Sumatera Barat. E-Procurement sebenarnya berawal dari pelaksanaan E-Announcement (lelang serentak) yaitu tahap awal dari sosialisasi bagi semua pelaksana E-Procurement, sebagai bagian dari sistem E-Procurement. Pilot Project E-Announcement itu dimulai dari informasi pengadaan dan pelatihan bagi semua pelaku usaha pada semua golongan. 15 E-Announcement untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Setelah E-Announcement, Departemen Pekerjaan Umum (DPU) menjadi instansi pertama yang menguji coba E-Procurement pada 2004 dalam format semi E-Procurement. Keterbatasan infrastruktur masih menjadi kendala 13 Idriss Sulaiman & Tandiono Chen dalam Catatan Khusus bagi Implementasi E-Procurement di Indonesia, www. Clgi.or.id. Tahun IV No. Juli-September Panayiotou, N.A., Gayaialis, S.P., Tatsiopoulos, I.P. (2004) An E-Procurement System for Governmental Purchasing, International Journal of Production Economics,Vol. 90, page Sistem dan Prosedur Pengadaan, 2009, LKPP Jakarta diakses 2 Juli 2015.

8 8 sehingga hanya diikuti oleh sedikit peminat. Namun pelaksanaan E-Procurement pada lingkungan DPU mampu menjadi motivator bagi instansi lainnya. Pemerintah Kota Surabaya kembali melaksanakan E-Procurement dengan penyempurnaan sistem, setelah menerapkan E-Announcement. Keberhasilannya dalam proses E-Procurement diikuti oleh beberapa instansi, misalnya Departemen Luar Negeri (Deplu), Garuda Indonesia dan Pemerintah Kota Bogor. Pada 2008, Pemerintah Kota Yogyakarta meresmikan Layanan Pengadaan Barang dan Jasa secara Elektronik (LPSE) sebagai wadah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa melalui E-Procurement di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. 16 Pada 2010, sudah ada 48 instansi pemerintah pusat dan daerah di Indonesia yang sudah menerapkan sistem E-Procurement. 17 Keberhasilan menerapkan sistem E-Procurement itu diikuti oleh instansi lain dengan merencanakan perubahan sistem pengadaan dari model konvensional ke sistem on-line. Ada sekitar 20 pemerintah kabupaten kota dan departemen, misalnya Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo) dan Departemen Perindustrian (Depperin). Beberapa pemerintah provinsi dan lembaga tinggi pendidikan, sudah melakukan inisiasi awal serta sosialisasi sistem tersebut. 16 Persepsi Pengguna Layanan Pengadaan Barang dan Jasa pada Pemerintah Kota Yogyakarta terhadap Implementasi Sistem E-Procurement, FE UNS 2009 dalam Jurnal Siasat Bisnis Vol. 13 No. 2, Agustus 2009, diakses 13 Juli Implementasi E-Procurement di Indonesia - LKPP Galakkan Lelang Via Elektronik (E-Procurement), 2009, Lembaga Kajian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Jakarta.

9 9 Misalnya Provinsi Jawa Tengah, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Institut Teknologi Surabaya dan Universitas Negeri Padang. 18 E-Procurement bermanfaat bagi instansi maupun pengembang sistem, para penyedia barang dan jasa dan masyarakat umum yang hendak mengetahui proses pengadaan barang dan jasa pada pemerintah bisa diakses secara terbuka. Bagi instansi penyelenggara pengadaan barang dan jasa mendapatkan harga penawaran lebih banyak dan proses administrasi lebih sederhana. Sedangkan bagi penyedia barang dan jasa dapat memperluas peluang usaha, menciptakan persaingan usaha yang sehat, membuka kesempatan pelaku usaha secara terbuka bagi siapapun dan mengurangi biaya administrasi. 19 Dalam proses E-Procurement di lembaga pemerintahan, semua pengadaan barang dan jasa harus mengacu pada aturan dasar hukum yang berlaku di wilayah setempat, termasuk di lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), khususnya di Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik Kepolisian Daerah - Daerah Istimewa Yogyakarta (LPSE Polda DIY). Proses E-Procurement itu biasanya dilakukan oleh penyedia barang dan jasa dengan mekanisme pengadaan melalui sistem pelelangan umum. Misalnya pengadaan Metal Detektor, pembangunan Makodit Polair dan pembangunan Satpas Polres dan sebagainya. 20 Salah satu dasar hukum yang melandasi proses E-Procurement tersebut adalah Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang keharusan melakukan pengumuman 18 Loc.cit. 19 Konsultan Pengadaan Barang dan Jasa, Handoko, 2009, diakses 13 Juli Pengumuman Pelelangan Umum, diakses 10 Agustus 2015.

10 10 pelelangan pengadaan barang dan jasa melalui website yang telah ditegaskan dalam Pasal 1 angka 37 Perpres No. 54 Tahun Pemberlakuan Perpres No. 54 Tahun 2010 itu memperkuat dasar hukum pengadaan barang dan jasa, status hukum barang dan jasa. Perpres tersebut mengamanatkan salah satu tugas pokok pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan barang dan jasa yaitu menandatangani Pakta Integritas sebelum pelaksanaannya. Namun banyak Pakta Integritas yang tidak ditandatangani. Pakta Integritas adalah surat pernyataan berisi ikrar untuk mencegah penyimpangan KKN dalam proses E-Procurement. 22 Dalam proses E-Procurement di LPSE Polda DIY, berpotensi menyimpang dari tujuan pelelangan yang biasanya dilakukan oleh oknum tertentu. Pada setiap aturan yang berlaku, pasti ada celah untuk bisa dilanggar yaitu praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Biasanya dalam proses E-Procurement tidak sehat ditandai dengan adanya gejala tindak kejahatan yang merugikan masyarakat. Misalnya korupsi, suap, pemberian upeti dan gratifikasi dalam pengadaannya. Banyak pengadaan barang dan jasa dilakukan secara tersembunyi atau berpurapura melakukan proses transparan dengan pengaturan orang dalam. Padahal itu jelas merupakan praktek KKN. Untuk mengatasi atau mencegahnya, diperlukan proses yang terbuka melalui E-Procurement secara on-line dan mendapatkan pengawasan masyarakat. Inilah mengapa E-Procurement menjadi isu yang sangat penting dalam pemberantasan KKN di Indonesia Adrian Sutedi, op.cit.hlm Ibid.hlm Adrian Sutedi, op.cit.hlm. 253.

11 11 Oleh karena itu, diperlukan dasar hukum E-Procurement yang berlaku khusus untuk mencegahnya yaitu Perkap No. 7 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Secara Elektronik di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perkap itu diberlakukan untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, terbuka, persaingan sehat, akuntabel dan adil atau tidak diskriminatif dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, khususnya di lingkungan Polri. 24 Dalam konteks penelitian ini, terfokus pada tinjauan yuridis perbandingan normatif terhadap bagaimana proses dalam prosedur E-Procurement di LPSE Polda DIY berdasarkan Perkap No. 7 Tahun 2011 dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 (beserta perubahannya). B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana proses dalam prosedur E-Procurement di LPSE Polda DIY menurut Perkap No. 7 Tahun 2011 dibandingkan dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 (beserta perubahannya)? 2. Bagaimana perbandingan Perkap No. 7 Tahun 2011 dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 (beserta perubahannya)? 24 Lihat ketentuan pertimbangan pada Perkap. No. 7 Tahun 2011.

12 12 C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui dan mengkaji proses dalam prosedur E-Procurement di LPSE Polda DIY menurut Perkap No. 7 Tahun 2011 dibandingkan dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 (beserta perubahannya). 2. Mengetahui dan menganalisis hubungan perbandingan Perkap No. 7 Tahun 2011 dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 (beserta perubahannya). D. Manfaat Penelitian Penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman tentang tinjauan terhadap proses dalam prosedur E-Procurement di LPSE Polda DIY menurut peraturan yang sedang berlaku. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini adalah penelitian secara deskriptif analisis dengan pendekatan yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum, sesuai dengan teori-teori hukum yang relevan. 25 Penelitian tinjauan terhadap proses dalam prosedur E-Procurement di LPSE Polda DIY ini menggunakan pendekatan hukum normatif menurut Perkap No. 7 Tahun 2011 dan perbandingannya dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 (beserta perubahannya). Sedangkan pendekatan secara analisis yaitu mengelompokkan, 25 Ibid, hlm 51.

13 13 menghubungkan bagaimana proses E-Procurement menurut peraturan yang sedang berlaku. 26 Penelitian hukum yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1. Penelitian Tesis oleh Syafiin. 27 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sistem E-Procurement menurut Perpres No. 54 Tahun 2010 pada Kantor Sekretariat Militer Presiden, hambatan apa saja yang terjadi dalam proses E-Procurement dan upaya-upaya apa yang dilakukan oleh kantor Sekretariat Militer dan calon mitra kerja dalam mengatasi hambatan tersebut. 2. Penelitian Tesis oleh Indrawan Ditapradana. 28 Tujuan penelitian ini untuk menganalisis terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa terhadap pelaksanaan Perpres No. 54 Tahun 2010, mengidentifikasikan faktorfaktor pendukung dan penghambat dalam pengadaan barang sesuai dengan pelaksanaan Perpres No. 54 Tahun 2010, merumuskan upaya strategis dalam pengadaan barang dan jasa sesuai pelaksanaan Perpres No. 54 Tahun Hasil penelitian menyatakan bahwa terjadi penyimpangan pada pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah pada Perpres No. 54 Tahun 2010, dengan dominan pola pengaturan tender dalam menentukan pemenang dan harus dilakukan penanggulangannya. 26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI, Jakarta, 1982, hlm Syafiin Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa melalui Sistem E-Procurement pada Kantor Sekretariat Militer Presiden, Magister Hukum Program Pascasarjana Fakutas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 28 Indrawan Ditapradana, Dr. Fahmy Radhi, MBA Kajian terhadap Pelaksanaan Perpres No. 54 Tahun 2010 Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, untuk Menemukenali Penyimpangan, Manipulasi dan Korupsi Yang Terjadi, Thesis. Magister Managemen UGM, Yogyakarta.

14 14 3. Penelitian Tesis oleh Tuti Adiningsih. 29 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi yang dicapai dengan melakukan implementasi sistem E-Procurement di Pemerintah Kota Yogyakarta pada dan melihat perbandingan antara sistem pengadaan barang dan jasa secara manual atau konvensional dan secara elektronik (E-Procurement). Hal itu menunjukkan bagaimana efisiensi yang terjadi selama penerapan sistem pengadaan barang dan jasa melalui internet. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa efisiensi yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa terdiri dari dua jenis efisiensi yaitu efisiensi operasional dan efisiensi anggaran. Efisiensi itu diperoleh melalui perbandingan antara pengadaan barang dan jasa secara konvensional dan pengadaan melalui E-Procurement. Ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian penulis yaitu obyek fokus kajian tentang E-Procurement, namun berbeda dalam pendekatan, metode penelitian dan tinjauan yuridisnya. Penelitian pertama tentang pelaksanaan sistem E-Procurement menurut Perpres No. 54 Tahun 2010 pada Kantor Sekretariat Militer Presiden, hambatan apa saja yang terjadi dan upaya solusinya oleh Sekretariat Militer dan calon mitra kerja. Penelitian kedua tentang kajian terhadap Pelaksanaan Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, untuk menemukan penyimpangan, manipulasi dan korupsi yang terjadi dengan mengidentifikasikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pengadaan barang sesuai dengan pelaksanaan Perpres No Tuti Adiningsih, 2013, Efisiensi Implementasi E-Procurement pada Proses Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun ), Thesis. Magister Ekonomi Pembangunan UGM, Yogyakarta.

15 15 Tahun Penelitian ketiga tentang mengetahui efisiensi yang dicapai dengan implementasi sistem E-Procurement di Pemerintah Kota Yogyakarta pada , dan perbandingan sistem pengadaan konvensional dengan E-Procurement. Ada perbedaan mendasar dari ketiga penelitian itu dengan penelitian penulis. Penelitian ini mengkaji tinjauan yuridis perbandingan terhadap proses dalam prosedur E-Procurement di LPSE Polda DIY melalui pendekatan hukum normatif berdasarkan Perkap No. 7 Tahun 2011 dibandingkan dengan Perpres No. 54 Tahun 2010 (beserta perubahannya) dalam upaya untuk pencegahan praktek KKN di LPSE Polda DIY.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang efektif sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang efektif sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah yang efektif sangat penting dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Sistem pengadaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan,

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri dan pertahanan, (2) untuk menyelenggarakan peradilan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada setiap perekonomian, dengan sistem perekonomian apapun, pemerintah senantiasa memegang peranan yang penting. Pemerintah memiliki peranan yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan dalam pembangunan infrastruktur untuk mendukung Indonesia khususnya kota Yogyakarta yang sedang dalam masa perkembangan menghantarkan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks tata pemerintahan, procurement dilakukan oleh

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Dalam konteks tata pemerintahan, procurement dilakukan oleh BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam konteks tata pemerintahan, procurement dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhannya dalam menjalankan rencana program kerja yang sudah ditetapkan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah mengalami pergeseran paradigma baru dalam pelaksanaannya, terutama setelah kegiatan pengadaan dilakukan melalui sistem elektronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kursus bahasa inggris yang dilaksanakan di sebuah instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kursus bahasa inggris yang dilaksanakan di sebuah instansi pemerintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadaan barang dan jasa identik dengan adanya berbagai fasilitas baru, berbagai bangunan, jalan, rumah sakit, gedung perkantoran, alat tulis, sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan/penyediaan sumber daya (barang atau jasa) pada suatu proyek tertentu. Pengadaan barang/jasa atau

Lebih terperinci

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan

barang dan jasa yang dibutuhkan, untuk mendapatkan mitra kerja yang sesuai dengan kriteria perusahaan diperlukan suatu proses untuk pemilihan BAB IV TINJAUAN HUKUM MENGENAI PENGADAAN BARANG DAN JASA MELALUI SISTEM ELEKTRONIK PADA KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

ANALISIS PENGADAAN BARANG DAN JASA KONSULTANSI ( Studi Kasus : Proyek Pemerintah ) Gatot Nursetyo. Abstrak

ANALISIS PENGADAAN BARANG DAN JASA KONSULTANSI ( Studi Kasus : Proyek Pemerintah ) Gatot Nursetyo. Abstrak ANALISIS PENGADAAN BARANG DAN JASA KONSULTANSI ( Studi Kasus : Proyek Pemerintah ) Gatot Nursetyo Abstrak Indikasi adanya sandiwara dalam lelang proyek pemerintah ahkir-ahkir ini banyak diberitakan. Salah

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG RANCANGAN PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 83 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PELAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PADA BIRO ADMINISTRASI PENGADAAN DAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pihak swasta.

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan barang dan jasa yang tidak disediakan oleh pihak swasta. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adam Smith (1776) dalam An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations mengemukakan bahwa ada tiga fungsi negara yaitu memelihara pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia 1 dibentuk berdasarkan Konstitusinya,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia 1 dibentuk berdasarkan Konstitusinya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia 1 dibentuk berdasarkan Konstitusinya, yaitu Undang-undang Dasar Tahun 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah Proklamasi

Lebih terperinci

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA LAMPIRAN Lampiran TRANSKRIP HASIL WAWANCARA Prinsip Kepastian Hukum (Rule of Law) 1. Bagaimanakah pelaksanaan prinsip kepastian hukum (rule of law) dalam pengadaan televisi oleh Bagian Perlengkapan Sekretariat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 1. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 1. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengadaan Barang/ Jasa (Perpres 70; 2012) Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan: 1. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pengadaan barang/ jasa BUMN bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan bisnis nasional. Dalam melakukan pengadaan barang dan

Lebih terperinci

ANALISA KENDALA PELAKSANAAN E-PROCUREMENT DI KOTA SURABAYA

ANALISA KENDALA PELAKSANAAN E-PROCUREMENT DI KOTA SURABAYA ANALISA KENDALA PELAKSANAAN E-PROCUREMENT DI KOTA SURABAYA Liziad Aditya Soetanto 1, dan Kenny Jonathan Setiobudi 2 ABSTRAK : E-Procurement atau Pengadaan secara elektronik adalah Pengadaan Barang/Jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi, teknologi informasi komunikasi (TIK) semakin lama semakin berkembang. Bukan hanya perusahaan swasta saja yang menggunakan teknologi informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, teknologi telah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, teknologi telah menjadi salah satu upaya pemerintah untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hampir semua aspek kehidupan manusia. Dengan majunya perkembangan teknologi, manusia dapat bekerja dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan. keuangan negara. Penggunaan keuangan negara yang akan dibelanjakan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan. keuangan negara. Penggunaan keuangan negara yang akan dibelanjakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalankan tugas dan fungsinya pemerintah menggunakan proses pengadaan barang dan jasa untuk mendapatkan berbagai jenis kebutuhan yang diperlukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengadaan barang seperti pengadaan fasilitas gedung pada suatu instansi

I. PENDAHULUAN. pengadaan barang seperti pengadaan fasilitas gedung pada suatu instansi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan barang/ jasa atau lebih dikenal dengan pelelangan merupakan salah satu proses pada proyek tertentu, seperti proyek pemerintah yang berskala besar. Pengadaan barang/

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 1. KPPU dalam melakukan penanganan perkara-perkara persekongkolan tender,

BAB III PENUTUP. 1. KPPU dalam melakukan penanganan perkara-perkara persekongkolan tender, 104 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka dikemukakan kesimpulan berikut: 1. KPPU dalam melakukan penanganan perkara-perkara persekongkolan tender, harus membuktikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Proses pengadaan

BAB V PENUTUP. Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Proses pengadaan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada hal-hal yang sudah penulis paparkan dari Bab I hingga Bab IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan penelitian, judul yang diambil beserta alasan pemilihan judul, pembatasan masalah, metode yang dipakai dalam pemecahan

Lebih terperinci

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik di Kabupaten Halmahera Utara

Jurnal UNIERA Volume 2 Nomor 2; ISSN Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik di Kabupaten Halmahera Utara Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik di Kabupaten Halmahera Utara Alfred Mainassy alfred_lounussa@yahoo.co.id Abstrak Penelitian Implementasi Kebijakan Pengadaan Barang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melaksanakan pembangunan guna mencapai tujuan nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kontrak diselenggarakan bukan hanya terkait barang saja melainkan juga jasa. Secara sederhana kontrak ialah suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat di sektor pelayanan Publik dan mampu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat di sektor pelayanan Publik dan mampu meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dari komputerisasi dan teknologi informasi yang ada pada pemerintah pada tahun 1960-an dan 1970-an memiliki perkembangan yang sangat pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layanan yang mereka berikan. Oleh karena itu dibutuhkan pemilihan review

BAB I PENDAHULUAN. layanan yang mereka berikan. Oleh karena itu dibutuhkan pemilihan review BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kepada pihak eksternal yang berhubungan dengan organisasi seperti pemasok dan pelanggan merupakan kunci kesuksesan dari sebuah bisnis organisasi. Menurut

Lebih terperinci

PENGELOLAAN TENDER PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG BERSIH DAN TRANSPARAN

PENGELOLAAN TENDER PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG BERSIH DAN TRANSPARAN PENGELOLAAN TENDER PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG BERSIH DAN TRANSPARAN JARINGAN SURVEI INISIATIF Alamat : Jln. T. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, Telepon

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN E PROCUREMENT PADA PROSES PENGADAAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA ABSTRAK

STUDI PENERAPAN E PROCUREMENT PADA PROSES PENGADAAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA ABSTRAK STUDI PENERAPAN E PROCUREMENT PADA PROSES PENGADAAN DI PEMERINTAH KOTA SURABAYA Wahyu Hary Wijaya 1, Retno Indryani 2, dan Yusronia Eka Putri 3 1 Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Proyek Konstruksi Institut

Lebih terperinci

BUPATI ENDE PERATURAN BUPATI ENDE NOMOR 29 TAHUN 2010

BUPATI ENDE PERATURAN BUPATI ENDE NOMOR 29 TAHUN 2010 BUPATI ENDE PERATURAN BUPATI ENDE NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH SECARA ELEKTRONIK ( E-PROCUREMENT ) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN ENDE BUPATI ENDE,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kantor, hingga pembelian barang dan jasa untuk kantor pemerintah. Bahkan sektor

BAB I PENDAHULUAN. kantor, hingga pembelian barang dan jasa untuk kantor pemerintah. Bahkan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kontrak untuk pekerjaan publik antara pemerintah dengan sektor swasta/privat merupakan bisnis dengan ukuran yang sangat besar. Mulai dari proyek-proyek infrastruktur

Lebih terperinci

PEDOMAN BENTURAN KEPENTINGAN

PEDOMAN BENTURAN KEPENTINGAN LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERHUBUNGAN KOTA BANDA ACEH PEDOMAN BENTURAN KEPENTINGAN DINAS PERHUBUNGAN KOTA BANDA ACEH PEDOMAN BENTURAN TAHUN 2017 RASI DAN UK BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Dinas

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 58 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 58 TAHUN 2017 913/Kep-Barjas/I/2017 TENTANG KODE ETIK PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dewasa ini sangat menunjang proses bisnis dan menciptakan berbagai peluang dan inovasi. Teknologi hadir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan, dan pendayagunaan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem belanja negara. Pada masa yang akan datang, proses itu akan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem belanja negara. Pada masa yang akan datang, proses itu akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan, khususnya pengadaan barang/jasa pemerintah adalah proses yang penting dalam sistem belanja negara. Pada masa yang akan datang, proses itu akan menjadi semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan di bahas mengenai latar belakang masalah, rumusan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan di bahas mengenai latar belakang masalah, rumusan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan di bahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, batasan penelitan dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.

TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. TATA CARA PENGADAAN BARANG/JASA DI DESA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN www.diklat.net I. PENDAHULUAN Bahwa sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa Desa

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber : UNDP tentang indeks pembangunan manusia indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Sumber : UNDP tentang indeks pembangunan manusia indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fakta yang sering terjadi dalam kegiatan pengadaan barang atau jasa pemerintah (publik procurement) adalah penyalahgunaan kepercayaan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelian/penjualan barang di pasar secara langsung (tunai), kemudian. akhirnya melalui pengadaan melalui proses pelelangan.

BAB I PENDAHULUAN. pembelian/penjualan barang di pasar secara langsung (tunai), kemudian. akhirnya melalui pengadaan melalui proses pelelangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengadaan barang dan jasa dimulai dari adanya transaksi pembelian/penjualan barang di pasar secara langsung (tunai), kemudian berkembang kearah pembelian berjangka

Lebih terperinci

terhadap pengelolaan pelayanan terpadu satu pintu. Oleh karena itu Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu menyadari pentingnya sikap yang

terhadap pengelolaan pelayanan terpadu satu pintu. Oleh karena itu Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu menyadari pentingnya sikap yang terhadap pengelolaan pelayanan terpadu satu pintu. Oleh karena itu Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu menyadari pentingnya sikap yang tegas terhadap penanganan benturan kepentingan yang terjadi,

Lebih terperinci

PERSEPSI PENYEDIA JASA KONSTRUKSI TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI AANWIJZING ELEKTRONIK. Yervi Hesna 1,*), Suwardi Siregar 2)

PERSEPSI PENYEDIA JASA KONSTRUKSI TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI AANWIJZING ELEKTRONIK. Yervi Hesna 1,*), Suwardi Siregar 2) PERSEPSI PENYEDIA JASA KONSTRUKSI TERHADAP EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI AANWIJZING ELEKTRONIK Yervi Hesna 1,*), Suwardi Siregar 2) 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas Padang *Email :

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 7 TAHUN : 2014 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG HUBUNGAN, PROSEDUR DAN MEKANISME KERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang E-procurement merupakan suatu proses pengadaan barang atau jasa yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik berbasis internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh barang dan jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh barang dan jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya. Prosesnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem e-procurement atau pengadaan barang/ jasa secara elektronik melalui internet di Indonesia pada perspektif pemerintah dipercaya sebagai alat/instrumen untuk

Lebih terperinci

B E N T U R A N K E P E N T I N G A N CONFLICT OF INTEREST. PT Jasa Marga (Persero) Tbk

B E N T U R A N K E P E N T I N G A N CONFLICT OF INTEREST. PT Jasa Marga (Persero) Tbk PEDOMAN BENTURAN KEPENTINGAN CONFLICT OF INTEREST 2011 0 B a b 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG yang selanjutnya disebut Perusahaan atau Perseroan terus melaksanakan penerapan prinsip-prinsip GCG secara

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 4 TAHUN 2010

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 4 TAHUN 2010 PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH SECARA ELEKTRONIK (E-PROCUREMENT) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KEMENTERIAN LUAR NEGERI

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KEMENTERIAN LUAR NEGERI PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KEMENTERIAN LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan untuk menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengadaan barang/jasa pemerintah diperlukan untuk menunjang penyelenggaraan aktivitas pemerintah dalam membangun sarana dan prasarana bagi masyarakat. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan negara mempunyai peran penting dalam mewujudkan citacita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Penjelasan Undang- Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang dikeluarkannya Keputusan Presiden tersebut antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang dikeluarkannya Keputusan Presiden tersebut antara lain: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan kebutuhan pembangunan dan pengelolaan negara telah menyebabkan terjadinya peningkatan kegiatan pengadaan barang dan jasa di lembaga-lembaga

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH SECARA ELEKTRONIK

Lebih terperinci

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PAKTA INTEGRITAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang dianggap lebih baik. Kondisi yang lebih baik itu harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang dianggap lebih baik. Kondisi yang lebih baik itu harus dilihat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu proses pembaharuan yang berkelanjutan dan terus menerus dari suatu keadaan tertentu kepada suatu keadaan yang dianggap lebih baik.

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENGADAAN BARANG/JASA ELEKTRONIK

LAPORAN PENGADAAN BARANG/JASA ELEKTRONIK LAPORAN PENGADAAN BARANG/JASA ELEKTRONIK BADAN LEGISLASI DPRD KOTA CIMAHI TAHUN ANGGARAN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi kami panjatkan karena atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-nya,

Lebih terperinci

POKOK KEBIJAKAN DAN IMPLIKASI HUKUM PENGADAAN jasa konsultansi PEMERINTAH

POKOK KEBIJAKAN DAN IMPLIKASI HUKUM PENGADAAN jasa konsultansi PEMERINTAH Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah POKOK KEBIJAKAN DAN IMPLIKASI HUKUM PENGADAAN jasa konsultansi PEMERINTAH Dr. S. Ruslan Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP-RI Disampaikan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR I -E TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR I -E TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR I -E TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SURAKARTA

Lebih terperinci

Kebijakan Seleksi Pemasok atau Vendor

Kebijakan Seleksi Pemasok atau Vendor Kebijakan Seleksi Pemasok atau Vendor PT Prodia Widyahusada Tbk Revisi: 00 November 2017 Kebijakan Seleksi & Peningkatan Kemampuan Pemasok/Vendor/Supplier PT Prodia Widyahusada Tbk ( Perseroan ) memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adil, sejahtera dan makmur. Keadilan dan kesejahteraan serta kemakmuran merupakan citacita

BAB I PENDAHULUAN. adil, sejahtera dan makmur. Keadilan dan kesejahteraan serta kemakmuran merupakan citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan modal utama dalam perkembangan dan pertumbuhan kehidupan masyarakat suatu bangsa.faktor kesehatan mempengaruhi pembentukan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Istilah e-procurement diperkenalkan pertama kali di Pemerintah Kabupaten

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Istilah e-procurement diperkenalkan pertama kali di Pemerintah Kabupaten BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Istilah e-procurement diperkenalkan pertama kali di Pemerintah Kabupaten Toraja Utara sekitar pada bulan Maret 2011 dalam suatu pertemuan yang dilaksanakan oleh Lembaga Kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan saat ini masih ditangani secara ad-hoc oleh panitia yang dibentuk dan

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan saat ini masih ditangani secara ad-hoc oleh panitia yang dibentuk dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan merupakan salah satu fungsi penting pada organisasi pemerintah, namun hingga saat ini kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Fungsi pengadaan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai tujuan bernegara yang dituangkan dalam alinea ke empat UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan

Lebih terperinci

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN DEMAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN

PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN PEDOMAN PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIII (PERSERO) DAFTAR ISI Daftar Isi... i I. PENDAHULUAN... 1 1. Latar Belakang... 1 2. Komitmen Manajemen... 2 3. Maksud dan Tujuan... 2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden dalam melaksanakan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden dalam melaksanakan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 192 tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan adalah

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

SURAT EDARAN NOMOR: 07/SE/M/2012

SURAT EDARAN NOMOR: 07/SE/M/2012 Kepada Yth.: MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA 1. Para Pejabat Eselon I A di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum 2. Para Kepala Dinas Pekerjaan Umum/Kimpraswil di seluruh Indonesia 3. Para Kepala

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIII (PERSERO) NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014

SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIII (PERSERO) NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014 SURAT KEPUTUSAN BERSAMA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI NOMOR : 13.00/KPTS/09/IV/2014 NOMOR : Dekom/SK-02/IV/2014 TENTANG PENGESAHAN DOKUMEN UNTUK IMPLEMENTASI TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA YOGYAKARTA

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA YOGYAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketidaksetaraan status sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) merupakan salah satu tantangan utama bagi kesehatan masyarakat, sehingga dibutuhkan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disadari atau tidak, teknologi informasi telah menjadi bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. Disadari atau tidak, teknologi informasi telah menjadi bagian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Disadari atau tidak, teknologi informasi telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Teknologi informasi ini memungkinkan perdagangan, perniagaan, transaksi

Lebih terperinci

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG UNIT LAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014).

BAB I PENDAHULUAN. keterpurukan karena buruknya pengelolaan keuangan (Ariyantini dkk,2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terdapat tuntutan sektor publik khususnya pemerintah yaitu terlaksananya akuntabilitas pengelolaan keuangan sebagai bentuk terwujudnya praktik

Lebih terperinci

EVALUASI PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DENGAN E-PROCUREMENT DI KOTA MALANG DITINJAU DARI SEGI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS

EVALUASI PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DENGAN E-PROCUREMENT DI KOTA MALANG DITINJAU DARI SEGI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS EVALUASI PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI DENGAN E-PROCUREMENT DI KOTA MALANG DITINJAU DARI SEGI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS Alifadri Indrayana Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/JASA PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN

Lebih terperinci

E-PROCUREMENT DAN PENERAPANNYA DI KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA Jumat, 30 Maret 2012

E-PROCUREMENT DAN PENERAPANNYA DI KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA Jumat, 30 Maret 2012 E-PROCUREMENT DAN PENERAPANNYA DI KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA Jumat, 30 Maret 2012 Pada era globalisasi ini, perkembangan teknologi internet sudah mencapai kemajuan yang sangat pesat. Aplikasi Internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD adalah salah satu kewajiban utama dari pemerintah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ditempatkan sebagai aturan main dalam penyelenggaraan kenegaran dan pemerintahan untuk menata masyarakat yang damai, adil dan bermakna. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PENGADAAN BARANG/JASA PADA BAGIAN LAYANAN PENGADAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PENYELENGGARA PELAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh:

ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: ANALISIS POTENSI PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Oleh: Robin Tibuludji * ABSTRAK Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bagian yang paling banyak

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warganya, dan pasar dengan warga. Dahulu negara memposisikan dirinya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. warganya, dan pasar dengan warga. Dahulu negara memposisikan dirinya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era informasi pelayanan publik menghadapi tantangan yang sangat besar. Hal ini berkaitan dengan relasi antara negara dengan pasar, negara dengan warganya,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 53 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 53 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 53 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/JASA PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesarbesarnya.

Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesarbesarnya. Saifoe El Unas 1 Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS PENGARUH METODE EVALUASI PENAWARAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH TERHADAP HASIL PEKERJAAN DENGAN PENDEKATAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS ( Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Temanggung ) RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB III BENTUK PENJABARAN GCG DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PLN. 3.1 Pengaturan dan Penjabaran GCG dalam Peraturan di Indonesia

BAB III BENTUK PENJABARAN GCG DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PLN. 3.1 Pengaturan dan Penjabaran GCG dalam Peraturan di Indonesia 53 BAB III BENTUK PENJABARAN GCG DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PADA PLN 3.1 Pengaturan dan Penjabaran GCG dalam Peraturan di Indonesia 3.1.1 Penjabaran GCG dalam Undang Undang No.19 Tahun 2003 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KOTA MEDAN

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KOTA MEDAN PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK (LPSE) KOTA MEDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MEDAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. global, menyebabkan persaingan di dunia industri semakin meningkat. Suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. global, menyebabkan persaingan di dunia industri semakin meningkat. Suatu sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan munculnya perusahaan-perusahaan baru dalam dunia bisnis global, menyebabkan persaingan di dunia industri semakin meningkat. Suatu sistem yang efektif

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lelang merupakan salah satu cara bagi pengguna barang dan jasa untuk mencari penyedia barang dan jasa. Proses lelang (procurement) biasanya dilakukan setelah tahap

Lebih terperinci

Lampiran: Pakta Integritas dan Kesanggupan

Lampiran: Pakta Integritas dan Kesanggupan Lampiran: Pakta Integritas dan Kesanggupan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara Yang menandatangani

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/JASA PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci