Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian"

Transkripsi

1 Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir. 212 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

2 Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Sedimentasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu dengan Metode RUSLE2 DWI WIDYA AYUNINGTYAS Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung ABSTRAK DAS Citarum adalah DAS yang memiliki permasalahan antara lain banjir di musim hujan, kekeringan di musim kemarau, dan sedimentasi yang tinggi. Tingkat erosi DAS Citarum bagian hulu berada dalam kondisi sangat buruk dengan nilai rata-rata sebesar 491 ton/ha/tahun. Model Revised Universal Soil Loss Equation 2 (RUSLE2) merupakan metode yang digunakan dengan perangkat GIS untuk menghitung soil loss di Citarum Hulu. Model ini sudah mengalami perubahan dan perbaikan dalam proses perhitungan soil loss dari model-model terdahulunya. Faktor-faktor yang diperhitungkan dengan menggunakan model RUSLE2 ini diantaranya adalah erodibilitas, erosivitas, curah hujan, cover management, serta panjang dan kemiringan lereng. Nilai erosi berbeda-beda tiap tahunnya sesuai dengan keadaan curah hujan yang terjadi. Hasil dari perhitungan soil loss dengan RUSLE2 menunjukkan nilai berkisar 86,35,599-13,89,926 ton/tahun dari keseluruhan wilayah kajian. Setelah didapatkan nilai soil loss, kemudian mencari nilai SDR. Hasil menunjukkan bahwa nilai SDR observasi dan Vanoni menunjukkan nilai yang hampir sama yaitu masing-masing 21.1% dan 18.1%. Untuk sebaran erosi yang terjadi di DAS Citarum Hulu, yang terbesar terjadi di sub-das Saguling dengan nilai 211,576,244 ton selama 11 tahun. Namun, sub-das Saguling bukanlah daerah yang paling parah erosinya. Tingkat erosi yang paling parah terjadi di sub-das Cikeruh dengan nilai rata-rata 71, ton/km 2 /tahun. Kata Kunci: RUSLE2, erosi, sedimentasi, GIS, SDR, curah hujan. 1. Pendahuluan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Jawa Barat. Secara geografis DAS Citarum terletak pada koordinat BT dan LS. Luas DAS Citarum adalah ,53 Ha, dengan panjang 269 Km (sungai utama), ,24 Km (termasuk anak sungai), berasal dari mata air Gunung Wayang melalui 8 Kabupaten (Bandung, Kota Bandung, Kota Cimahi, Sumedang, Cianjur, Purwakarta, Bogor dan Karawang sebagai muara Sungai Citarum). DAS Citarum berfungsi diantaranya sebagai sumber air irigasi pertanian seluas 3. Ha dan juga sebagai sumber air minum untuk Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang, dan Jakarta. Luas lahan kritis adalah ,2 Ha dengan terdapat kejadian banjir di setiap tahunnya. Berdasarkan wilayah administrasinya, DAS Citarum Hulu dibagi menjadi tujuh sub-das yaitu Cikapundung, Cikeruh, Cirasea, Cisangkuy, Citarik, Ciwidey, dan Saguling. Sedangkan untuk keperluan pengelolaan, DAS Citarum Hulu dibagi ke dalam lima sub-das yaitu Cikapundung, Citarik, Cisarea, Cisangkuy dan Ciwidey (Jatiluhur, P. O., 199). Permasalahan yang terjadi di DAS Citarum antara lain banjir di musim hujan, kekeringan di musim kemarau, dan sedimentasi yang tinggi. Tingkat erosi DAS Citarum bagian Hulu berada dalam kondisi sangat buruk dengan nilai rata-rata sebesar 491 ton/ha/tahun. (BPDAS Citarum-Ciliwung, 28). Model Revised Universal Soil loss Equation (RUSLE2) merupakan metode yang digunakan untuk menghitung soil loss (Foster G. R., dkk, 1997). Model ini sudah mengalami perubahan dan perbaikan dalam proses perhitungan soil loss dari model-model terdahulunya. Faktor-faktor yang diperhitungkan dengan menggunakan model RUSLE2 ini diantaranya adalah erodibilitas, erosivitas, curah hujan, cover management, serta panjang dan kemiringan lereng. Gambar 1.1. Daerah Kajian DAS Citarum Hulu 1

3 Karakteristik musim pada DAS Citarum Hulu adalah bertipe monsun tropis dimana musim basah dimulai pada Desember dan musim kering pada Juni. Hal ini mengakibatkan setiap musimnya terjadi variasi jumlah erosi di Citarum Hulu. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui sebaran soil loss di daerah kajian serta untuk mengetahui pengaruh presipitasi terhadap sedimentasi yang terjadi. Dengan menggunakan metode Revised Universal Soil Loss Equation 2 (RUSLE2) jumlah erosi yang terjadi di daerah kajian dapat diestimasi dan untuk menghitung curah hujan wilayah digunakan metode isohyet sebagai masukan untuk metode perhitungan erosi. 2. Kajian Pustaka 2.1. Curah Hujan Curah hujan atau presipitasi adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Salju, es, hujan dan lain-lain juga dinyatakan dengan dalamnya (seperti hujan) sesudah di cairkan. Presipitasi adalah peristiwa klimatik yang bersifat alamiah yaitu perubahan bentuk uap air di atmosfer menjadi curah hujan sebagai akibat proses kondensasi. Presipitasi merupakan faktor utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu wilayah DAS. Di daerah tropis sendiri hujan terjadi lebih lebat daripada di daerah lintang tinggi karena pembentukannya dari awan konveksi. Pola curah hujan bulanan di daerah aliran sungai Citarum menunjukkan pola curah hujan monsoon yang berbentuk V dengan curah hujan maksimum berada pada bulan Desember-Februari (DJF) dan minimum pada bulan Juni-Agustus (JJA) Erosi dan Sedimentasi Menurut istilah ilmu geologi, erosi adalah suatu perubahan bentuk batuan, tanah atau lumpur yang disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat dan organisme hidup. Sedangkan sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditransport oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta (muara sungai) yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai. Erosi merupakan proses alam, yang juga banyak terjadi karena perbuatan manusia. Faktor curah hujan, tekstur tanah, kemiringannya dan tutupan tanah mempengaruhi tingkat erosi. Pada dasarnya air merupakan faktor utama penyebab erosi seperti aliran sungai yang deras. Makin cepat air yang mengalir makin cepat benda yang dapat terkikis. Air sungai dapat mengikis tepi sungai dengan tiga cara: pertama, gaya hidrolik yang dapat memindahkan lapisan sedimen; kedua, air dapat mengikis sedimen; dan yang ketiga, pertikel dalam air membentur batuan dasar dan mengikisnya. Air juga dapat mengikis pada tiga tempat yaitu sisi sungai, dasar sungai dan lereng atas sungai Soil Loss Modelling Erosi tanah dan sedimentasi oleh air melibatkan proses pelepasan, transportasi, dan deposisi sedimen akibat dampak dari hujan dan air mengalir (Foster dan Meyer, 1977; Wischmeier dan Smith, 1978; Julien, 1998). The Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah persamaan empiris yang dirancang untuk perhitungan soil loss rata-rata di bidang pertanian. Persamaan ini dikembangkan untuk erosi kapasitas terbatas dalam bidang dengan kelengkungan diabaikan dan tidak ada deposisi dan merupakan soil loss rata-rata dalam luas wilayah dan waktu yang ditentukan (Wischmeier dan Smith 1978; Renard, dkk, 1991) Revised-USLE (RUSLE) menggunakan prinsipprinsip empiris yang sama dengan USLE, namun mencakup banyak perbaikan. Perbaikan tersebut seperti penggabungan pengaruh kecembungan/ kecekungan profil menggunakan segmentasi lereng tidak teratur, dan persamaan empiris yang lebih baik untuk perhitungan faktor slope length and steepness (LS) (Foster dan Wischmeier, 1974; Renard, dkk, 1991) Sediment Delivery Ratio (SDR) Sediment Delivery Ratio (SDR) didefinisikan oleh Julien (1998) sebagai rasio hasil sedimen di penampang aliran berbanding erosi kotor dari DAS hulu dari titik pengukuran. USLE hanya menyatakan laju erosi tahunan (A) yaitu massa sedimen yang tererosi dari sumbernya. Sedimen yang tererosi akan terpindahkan oleh aliran air melalui lereng DAS dan menuju sistem saluran. Sebagian massa sedimen akan terdeposisi (terendapkan) baik pada lereng DAS maupun sistem saluran, sehingga sedimen yang terekspor keluar dari sebuah DAS (Y) biasanya akan jauh lebih kecil dari massa sedimen yang tererosi. Perbandingan antara massa sedimen yang terekspor keluar dari suatu DAS (Y) dengan total massa sedimen yang tererosi (A) disebut sebagai sediment delivery ratio (SDR) sehingga: SDR = (1) Estimasi SDR biasanya dihubungkan secara empirik dengan luas DAS sebagai: SDR = αa β (2) dengan A = luas DAS serta α dan β sebagai konstantakonstanta empirik yang dapat diperoleh dari persamaan regresi. 2

4 Vanoni (1975) menggunakan data dari 3 daerah aliran sungai di seluruh dunia untuk mengembangkan model fungsi pangkat. Model ini dianggap sebagai salah satu model umum untuk memperkirakan SDR. SDR =.42 A (3) dimana A = luas drainase dalam mil persegi. 3. Data dan Metodologi 3.1. Data Data-data yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah data digital elevation model (DEM), peta tutupan lahan (landcover), data curah hujan, dan peta jenis tanah. Kumpulan data curah hujan didapat dari PUSAIR. Data ekspor sedimen yang digunakan untuk membandingkan hasil perhitungan sedimentasi dari metode RUSLE2, diperoleh dari PT. Indonesia Power Metodologi Data curah hujan diolah dengan menggunakan metode isohyet sehingga diperoleh curah hujan wilayah dari empat stasiun. Persamaan metode isohyet adalah: Pr = dimana: Pr = Tinggi hujan rata-rata. P1, P2, P3, Pn = Tinggi hujan antara garis isohyet. A1, A2, A3, An = Luas wilayah antara garis isohyet. A total = Luas wilayah total pos hujan. (4) Gambar 3.1. Peta Sebaran Nilai K (Erodibilitas) DAS Citarum Hulu Cover Management Factor atau faktor pengelolaan tutupan lahan (C) dan Support Practice Factor atau faktor praktek pengendalian erosi (P) adalah dua faktor manajemen yang dapat digunakan untuk mengontrol soil loss pada suatu daerah. Faktor pengelolaan tutupan lahan (C) merupakan efek dari vegetasi dan manajemen pada tingkat erosi tanah. Faktor praktek pengendalian erosi (P) merupakan dampak dari praktek pengendalian yang dilakukan di tingkat erosi tanah (Renard, dkk, 1997). Nilai erosivitas (C) DAS Citarum Hulu diperoleh dari Trahan (23) dan Malaysia Department of Agriculture (21). Erosi kotor (gross erosion) dihitung dengan menggunakan metode RUSLE2 pada ArcGIS. Data parameter yang digunakan dalam pengolahan data pada RUSLE2 diantaranya adalah erodibilitas (K), cover management factor (C), support practice (P), erosivitas (R), panjang lereng dan kecuraman lereng (LS). A = LS C K R P (5) Erodibilitas tanah (K) merupakan kerentanan bahan tanah atau permukaan erosi, transportability sedimen terhadap limpasan dari curah hujan tertentu, yang diukur di bawah kondisi standar. Nilai erodibilitas (K) DAS Citarum Hulu diperoleh dari KKES (22) dan Kartasapoetra (1991) berdasarkan jenis tanah di daerah kajian. Gambar 3.2. Peta Sebaran Nilai C (Cover Management) DAS Citarum Hulu Pengaruh topografi terhadap erosi tanah ditentukan oleh faktor LS di RUSLE, yang menggabungkan efek dari faktor panjang lereng (L) 3

5 dan faktor kecuraman lereng (S). Secara umum, panjang lereng (L) meningkat, maka total erosi tanah dan erosi tanah per satuan luas meningkat karena akumulasi progresif limpasan ke arah lereng bawah. Kemudian untuk faktor kecuraman lereng (S) yang meningkat, maka kecepatan dan erosivitas limpasan meningkat. Untuk menghitung faktor LS pada titik r=(x,y) digunakan persamaan menurut Mitasova, dkk (1996), yaitu: km Curah Hujan Wilayah DJF MAM JJA SON LS(r) = (m+1) [ A(r) / a ] m [ sin b(r) / b ] n (6) 1 an dimana A [m] adalah bukit berkontribusi luas per satuan lebar kontur, b [deg] adalah kemiringan, m dan n adalah parameter, a = 22,1m = 72.6ft adalah panjang lereng dan b =,9 = 9% = 5.16 adalah kemiringan plot standar. Erosivitas (R) adalah indeks yang menyatakan kapasitas gaya eksternal yang dibangkitkan oleh hujan untuk melepaskan partikel sedimen dari permukaan tanah yang dinyatakan sebagai fungsi dari curah hujan P dalam persamaan Lenvain (DHV Consulting Engineers, 1989): R = 2.21P 1.36 (7) dengan P adalah curah hujan bulanan dalam milimeter (mm). Nilai SDR dapat diketahui dengan membandingkan data observasi ekspor sedimen terhadap data jumlah erosi hasil perhitungan RUSLE2. Untuk memverifikasi hasil yang diperoleh, maka nilai SDR juga dihitung dengan menggunakan persamaan Vanoni (3). Setelah diketahui jumlah erosi pada satu DAS, maka selanjutnya dihitung erosi persub-das dengan menggunakan perangkat ArcGIS untuk mengetahui daerah sub-das mana yang mengalami erosi yang paling parah. 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Curah Hujan Wilayah Gambar 4 menunjukkan grafik curah hujan wilayah tahunan dan musiman dalam waktu sebelas tahun, terhitung dari tahun 1995 hingga 25 di DAS Citarum Hulu. Musim dibagi menjadi dua dalam satu tahun yaitu musim hujan Desember-Februari (DJF) dan musim kemarau Juni-Agustus (JJA). Peralihan terjadi diantara kedua musim tersebut adalah Maret- Mei (MAM) dan September-November (SON) Gambar 4.1 Curah Hujan Wilayah an dan Musiman 4.2. Erosi an Gambar 5 merupakan grafik gabungan antara hasil perhitungan jumlah erosi dengan menggunakan RUSLE2 tahun 1995 hingga 25 di daerah kajian dan grafik ekspor sedimen di Waduk Saguling tahun 1995 hingga 22. Hasil perhitungan erosi dengan menggunakan RUSLE2 berbeda dengan data ekspor sedimen yang diukur di Waduk Saguling. Hal ini dikarenakan hasil perhitungan sedimen dengan RUSLE2 adalah hasil perhitungan erosi kotor (gross erosion) dari satu wilayah kajian, sedangkan sedimen yang diukur adalah data ekspor sedimen di Waduk Saguling. Erosi kotor sendiri maksudnya adalah jumlah total erosi yang terjadi di seluruh wilayah kajian dengan asumsi tanpa terjadi deposisi atau pengendapan. Sedangkan ekspor sedimen adalah hasil erosi yang telah terangkut oleh aliran menuju outlet. Perbedaan ini disebabkan adanya sedimen yang tertampung di lereng bukit dan jaringan sungai ketika partikel-partikel sedimen tertransport menuju waduk. Sehingga mengakibatkan sedimen yang sampai di waduk jumlahnya berkurang Erosi an Erosi RUSLE2 Gambar 4.2. Grafik Jumlah Erosi dan Pertahun 4

6 4.3. Sediment Delivery Ratio (SDR) Sediment delivery ratio (SDR) adalah perbandingan antara ekspor sedimen dengan erosi yang terhitung. SDR berdasarkan persamaan vanoni dan hasil hitungan ekspor sedimen dengan jumlah erosi kotor (SDR observasi) menunjukkan hasil yang hampir sama. Hasil SDR berdasarkan vanoni nilainya sedikit lebih rendah dibandingkan hasil SDR dari perhitungan ekspor sedimen dengan jumlah erosi kotor (SDR observasi). Hal ini dikarenakan SDR dapat dipengaruhi oleh sejumlah faktor termasuk sumber sedimen, tekstur, kedekatan dengan arus utama, kepadatan saluran, daerah cekungan, kemiringan, panjang, penggunaan lahan/tutupan lahan, dan curah hujan. SDR (VANONI, 1975) : SDR =.42 A SDR = % SDR Vanoni SDR Observasi Gambar 4.3. Grafik, SDR Vanoni, dan SDR Observasi Perhitungan SDR menurut persamaan Vanoni menunjukkan nilai 18.1% dan SDR berdasarkan perbandingan data observasi ekspor sedimen dengan jumlah total erosi yang terhitung menunjukkan nilai 21.1%. Hasil perhitungan kedua nilai SDR tersebut menunjukkan perbedaan yang kecil yaitu 3%. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan erosi dengan metode RUSLE2 memiliki eror yang kecil. Menurut persamaan Vanoni, sedimen yang sampai pada ujung daerah aliran atau dapat juga kita sebut saat sedimen terukur sebagai data ekspor sedimen, adalah sebesar 18.1% dari jumlah total erosi yang telah terjadi pada daerah kajian. Sedangkan berdasarkan perhitungan SDR yang membandingkan data observasi ekspor sedimen dengan jumlah total erosi yang terhitung hampir sama dengan menurut persamaan Vanoni yaitu 21.1% Erosi Musiman Dalam satu tahun, DAS Citarum Hulu mengalami dua musim. Musim tersebut yaitu musim hujan Desember-Februari (DJF) dan musim kemarau Juni-Agustus (JJA). Diantara musim tersebut, terdapat peralihan Maret-Mei (MAM) serta September- November (SON). Tingginya tingkat erosi pertahun dari tahun 1995 hingga 25 didominasi oleh musim basah yaitu DJF. Seperti pada tahun 1995, 1996, 1997, 22, 23, dan 25 yang tingkat erosi pertahunnya didominasi pada saat musim basah DJF Erosi Musiman Gambar 4.4. Grafik Erosi Musiman 24 DJF MAM JJA SON 26 Untuk tahun 1995, 1997, 23, dan 25, erosi maksimum ke-dua setelah musim DJF adalah musim peralihan MAM lalu SON. Musim kering JJA tahun 1997 memiliki tingkat erosi terendah dibandingkan dengan musim kering pada tahun lainnya. Sedangkan pada tahun 1996 dan 22, maksimum ke-dua setelah musim basah DJF adalah musim peralihan SON lalu MAM. Musim basah tahun 22 memiliki tingkat erosi yang tertinggi dibandingkan dengan musim basah di tahun lainnya. Tidak pada setiap musim basah terjadi erosi tertinggi di setiap tahunnya. Seperti pada tahun 1998 dan 21, tingkat erosi tertingginya terjadi pada musim peralihan SON yang kemudian menyusul maksimum ke-dua musim peralihan MAM, lalu musim basah DJF. Untuk tahun 1998, tingkat erosi pada musim kering JJA berada pada jumlah tertinggi 5

7 dibandingkan dengan musim kering ditahun-tahun yang lain. Pada tahun 1999, musim peralihan SON juga menjadi musim dengan tingkat erosi tertinggi disusul maksimum ke-dua oleh musim basah DJF lalu musim peralihan MAM. Untuk tahun 2 dan 24, tingkat erosi tertingginya terjadi pada musim peralihan MAM. Disusul maksimum ke-dua musim peralihan SON yang selisih sedikit dengan musim basah DJF pada tahun 2. Pada tahun 24 setelah MAM, disusul maksimum ke-dua musim basah DJF lalu musim peralihan SON. Dapat disimpulkan bahwa tingkat erosi tertinggi tidak selalu terjadi pada musim basah DJF. Hal ini tergantung dari curah hujan yang terjadi pada saat musim-musim tersebut. Karena tingkat erosi berbanding lurus dengan curah hujan, maka semakin besar curah hujan akan semakin besar pula erosi yang terjadi Perbandingan Nilai Curah Hujan, Ekspor Sedimen, dan Erosi km 3 Jumlah Hari Curah Hujan Wilayah (a) (b) DJF MAM JJA SON Hari Hujan Hari Hujan (c) Erosi an Erosi RUSLE2 (d) Gambar 4.5. Grafik Perbandingan (a) Curah Hujan Wilayah, (b) Jumlah Hari Hujan, (c) Nilai, dan (d) Erosi an Pada tahun 1996 terjadi perbedaan tren erosi terhitung (Gambar 4.5-(d)) dan ekspor sedimen (Gambar 4.5-(c)) yang terukur. Melihat curah hujan wilayah (Gambar 4.5-(a)) pada tahun 1996, jumlahnya menurun di bandingkan dengan tahun sebelumnya. Begitu pula grafik jumlah hari hujan (Gambar 4.5-(b)) yang nunjukkan bahwa pada tahun 1996 berada pada kondisi yang lebih kecil dibanding tahun sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa perbedaan tren antara jumlah erosi terhitung yang menurun, dengan ekspor sedimen yang naik diakibatkan karena intensitas curah hujan yang terjadi pada tahun ini lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Sehingga ekspor sedimen pada tahun ini menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun 1997, pengukuran ekspor sedimen (Gambar 4.5-(c)) menunjukkan nilai yang paling rendah dibandingkan tahun-tahun lainnya. Hal ini dikarenakan pada tahun 1997 terjadi fenomena El Niño. Fenomena El Niño itu sendiri adalah fenomena ketika suhu permukaan laut di pasifik tengah dan 6

8 timur lebih tinggi dibandingkan dengan diatas lautan Indonesia sehingga menyebabkan meningkatnya suhu dan kelembaban di atmosfer atasnya. Akibatnya, hal ini mempengaruhi curah hujan yang terjadi di Indonesia. Curah hujan yang terjadi ketika El Niño akan menurun akibat terhambatnya pertumbuhan awan karena tekanan udara yang meningkat. Pada tahun 1998, pengukuran ekspor sedimen (Gambar 4.5-(c)) menunjukkan nilai paling tinggi dibandingkan. Hal ini dikarenakan pada tahun 1998 terjadi fenomena La Niña. Fenomena La Niña ini menyebabkan tekanan udara yang menurun, suhu dan kelembaban meningkat, pada equator pasifik barat sehingga menyebabkan pembentukan awan yang lebih dan hujan yang lebat dan intensitas yang tinggi. Faktor lain pemicu tingginya erosi pada tahun 1998 khususnya untuk ekspor sedimen yang nilai erosinya jauh diatas tahun-tahun lain adalah karena curah hujan yang terjadi ketika musim kering tahun ini nilainya paling tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun lain sehingga menyebabkan partikel lebih banyak yang tererosi. Karena pada keadaan kering partikel sedimen akan lebih mudah terangkat sehingga menyebabkan jumlah erosi besar Erosi Persub-DAS Berdasarkan perhitungan erosi di setiap sub- DAS Citarum Hulu, diperoleh hasil yang paling besar tingkat erosinya adalah sub-das Saguling dengan nilai 211,576,244 ton selama 11 tahun. Namun ini tidak mencerminkan daerah yang mengalami erosi paling parah adalah daerah tersebut. Untuk melihat daerah yang tingkat erosinya paling parah dapat kita lakukan dengan cara membagi persatuan luas pada wilayah masing-masing. Diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa daerah Cikeruh adalah daerah dengan keadaan erosi terparah. Hal ini terlihat dengan tingkat erosi sub-das persatuan luas wilayah yang terbesar terjadi di sub- DAS Cikeruh dengan nilai rata-rata 71, ton/km 2 /tahun. Oleh karena itu, daerah ini perlu menjadi prioritas utama dalam tindakan konservasi untuk menanggulangi masalah sedimentasi ini. 5. Kesimpulan Dari kajian yang telah dilakukan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan bahwa: Tingkat erosi tertinggi tiap tahunnya tidak selalu terjadi pada musim basah DJF yang memiliki rata-rata curah hujan wilayah 1.37 km 3. Hasil perhitungan dengan RUSLE2 menyatakan erosi kotor (gross erosion) menunjukkan nilai berkisar 86,35,599-13,89,926 ton/tahun, yang berbeda dengan hasil ekspor sedimen Waduk Saguling yang berkisar 22,196,653-24,869,917 ton/tahun. Berdasarkan hasil perhitungan erosi RUSLE2 dan data ekspor sedimen, didapatkan perbedaan nilai SDR sebesar 3%. SDR observasi bernilai 21.1% yang hampir sama dengan nilai SDR vanoni yang bernilai 18.1%. Berdasarkan perhitungan erosi sub-das persatuan luas wilayah, didapatkan bahwa daerah Cikeruh adalah daerah dengan tingkat erosi terparah, dengan nilai rata-rata pertahun persatuan luas wilayah sebesar 71, ton. REFERENSI BPDAS Citarum-Ciliwung. (28). Engineers, D. C. (1989). Study on Catchment Preservation and Environmental Impact of the Water Supply Projects of Bandung and Sukabumi. Ministry of Public Works, Rep. of Indonesia. Foster, G. R., & Meyer, L. D. (1977). Soil erosion and sedimentation by water an overview. Michigan: Am. Soc. Of Agric. Eng., St. Joseph. Jatiluhur, P. O. (199). Water Balance Analysis in the Upper Citarum Watershed. Bandung. Julien, P. Y. (1998). Erosion and sedimentation. New York: Cambridge University Press. Kartasapoetra. (1991). Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Rineka Cipta. Kim, H. S. (26). Soil Erosion Modeling Using RUSLE and GIS On The Imha Watershed, South Korea. Fort Collins, Colorado: Colorado State University. Mitasova, H., Hofierka, J., Zlocha, M., & Iverson, R. (1996). Modeling topographic potential for erosion and deposition using GIS. Int.J. geographical information systems, 1(5), Poerbandono, Ahmad Basyar, Agung B. Harto dan Puteri Rallyanti. (26). Evaluasi Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan Spasial. Infrastruktur dan Lingkungan Binaan, Vol. II No. 2. Renard, K. G., Foster, G. R., Weesies, G. A., McCool, D. K. & Yoder, D. C. (1997). Predicting Soil Erosion by Water: A Guide to Conservation Planning with the RUSLE. US Dept. of Agriculture Handbook 73. Teh, S. H. (211). Soil Erosion Modeling Using RUSLE and GIS On Cameron Highlands, Malaysia for Hydropower Development. Akureyri, Iceland: The School For Renewable Energy Science. 7

9 Trahan, N. (23). Modeling Sediment And Contaminant Pathways To The Cedar River. Florida: Jones, Edmunds & Associates. Vanoni, V. (1975). Sedimentation Engineering. New York: American Society Of Civil Engineers. Wischmeier, W., & Smith, D. (1978). Predicting Rainfall Erosion Losses A Guide To Conservation Planning. U.S. Department Of Agriculture Handbook No

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah dataran yang dibatasi oleh punggung bukit yang berfungsi sebagai daerah resapan, penyimpanan air hujan dan juga sebagai pengaliran

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan jalan air alami yang mengalir menuju Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. DAFTAR PUSTAKA Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Basyar, A., 2006, Pemodelan Erosion Rate, Sediment Delivery Ratio dan Sediment

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG

BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG V-1 BAB V ANALISIS SEDIMEN DAN VOLUME KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG 5.1. Analisis Sedimen dengan Metode USLE Untuk memperkirakan laju sedimentasi pada DAS S. Grubugan digunakan metode Wischmeier dan Smith

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Embung merupakan bangunan air yang menampung, mengalirkan air menuju hilir embung. Embung menerima sedimen yang terjadi akibat erosi lahan dari wilayah tangkapan airnya

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan Gambar 2.1. Gambar Bagan Alir Perencanaan 2.2 Penentuan Lokasi Embung Langkah awal yang harus dilaksanakan dalam merencanakan embung adalah menentukan lokasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG

PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM MENGUKUR TINGKAT BAHAYA EROSI DI KAWASAN DATARAN TINGGI DIENG Sukristiyanti 1, Asep Mulyono 2, dan Andarta F. Khoir 1 ABSTRAK 1 Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm) BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Curah hujan wilayah Menurut Triatmodjo (2010) stasiun penakar hujan hanya memberikan kedalaman hujan di titik di mana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

Teknik Konservasi Waduk

Teknik Konservasi Waduk Teknik Konservasi Waduk Pendugaan Erosi Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) atau PUKT (Persamaan umum Kehilangan Tanah). USLE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. Sumber daya alam ini mempunyai peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia sehingga

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

JRSDD, Edisi September 2016, Vol. 4, No. 3, Hal: (ISSN: )

JRSDD, Edisi September 2016, Vol. 4, No. 3, Hal: (ISSN: ) JRSDD, Edisi September 2016, Vol. 4, No. 3, Hal:435 446 (ISSN:2303-0011) Analisis Sedimentasi Di Check Dam Study Kasus : Sungai Air Anak dan Sungai Talang Bandung Desa Talang Bandung, Kecamatan Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Umum Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air.sedimentasi merupakan akibat dari adanya

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014 ANALISIS ANCAMAN BENCANA EROSI PADA KAWASAN DAS BERINGIN KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Avianta Anggoro Santoso, Arief Laila Nugraha, Arwan Putra Wijaya *) Program Studi Teknik Geodesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB 2 FENOMENA LONGSOR DAN METODE PENENTUAN WILAYAH RAWAN LONGSOR

BAB 2 FENOMENA LONGSOR DAN METODE PENENTUAN WILAYAH RAWAN LONGSOR BAB 2 FENOMENA LONGSOR DAN METODE PENENTUAN WILAYAH RAWAN LONGSOR 2.1 Fenomena Longsor Longsor atau gerakan tanah merupakan salah satu bencana geologis yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Daerah aliran sungai (DAS) Cilamaya secara geografis terletak pada 107 0 31 107 0 41 BT dan 06 0 12-06 0 44 LS. Sub DAS Cilamaya mempunyai luas sebesar ± 33591.29

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka dan Way Semung, Wonosobo Kabupaten Tanggamus. DAS Sungai Way Semaka mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EROSI DAS PETAPAHAN PADA EMBUNG PETAPAHAN Lukman Nul Hakim 1), Mudjiatko 2), Trimaijon 2)

ANALISIS POTENSI EROSI DAS PETAPAHAN PADA EMBUNG PETAPAHAN Lukman Nul Hakim 1), Mudjiatko 2), Trimaijon 2) ANALISIS POTENSI EROSI DAS PETAPAHAN PADA EMBUNG PETAPAHAN Lukman Nul Hakim 1), Mudjiatko 2), Trimaijon 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

Jurnal Teknik Sipil ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp. 1-9

Jurnal Teknik Sipil ISSN Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 9 Pages pp. 1-9 ISSN 2302-0253 9 Pages pp. 1-9 ANALISIS SEDIMENT DELIVERY RATIO (SDR) DAN PENGGUNAAN RUMPUT VETIVER SEBAGAI UPAYA KONSERVASI DAS (Studi Kasus DAS Krueng Teungku Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar)

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta

TINJAUAN PUSTAKA. unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG Suroso, M. Ruslin Anwar dan Mohammad Candra Rahmanto Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

PENINGKATAN EROSI TANAH PADA LERENG TIMBUNAN OVERBURDEN AKIBAT KEGIATAN PENAMBANGAN DI DAERAH CLERENG, PENGASIH, KABUPATEN KULON PROGO

PENINGKATAN EROSI TANAH PADA LERENG TIMBUNAN OVERBURDEN AKIBAT KEGIATAN PENAMBANGAN DI DAERAH CLERENG, PENGASIH, KABUPATEN KULON PROGO PENINGKATAN EROSI TANAH PADA LERENG TIMBUNAN OVERBURDEN AKIBAT KEGIATAN PENAMBANGAN DI DAERAH CLERENG, PENGASIH, KABUPATEN KULON PROGO Ag. Isjudarto Jurusan Teknik Pertambangan STTNAS Isjudarto0911@gmail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan kemiringan lereng yang bervariasi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit atau yang dapat menampung

Lebih terperinci

%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG

%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG %$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG Dl DAERAH ALIRAN SUNGAI ClTAWUWI Oleh AHMAD AMIN AULAWI F 24. 0282 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Ahmad

Lebih terperinci

%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG

%$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG %$be PEWGARUH EROSl DAN SEDIMENTASI TERHADAP UMUR WADUK SAGULONG Dl DAERAH ALIRAN SUNGAI ClTAWUWI Oleh AHMAD AMIN AULAWI F 24. 0282 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Ahmad

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna

Lebih terperinci

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa

MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE USLEa JIMT Vol. 0 No. Juni 203 (Hal. ) Jurnal Ilmiah Matematika dan Terapan ISSN : 2450 766X MENENTUKAN PUNCAK EROSI POTENSIAL YANG TERJADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LOLI TASIBURI DENGAN MENGGUNAKAN METODE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

EVALUASI UMUR LAYANAN WADUK SANGGEH

EVALUASI UMUR LAYANAN WADUK SANGGEH EVALUASI UMUR LAYANAN WADUK SANGGEH Suseno Darsono*, Risdiana Cholifatul Afifah, dan Ratih Pujiastuti Pusat Studi Bencana LPPM Universitas Diponegoro *E-mail: sdarsono@hotmail.com Intisari Waduk Sanggeh

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi penelitian adalah semacam latar belakang argumentatif yang dijadikan alasan mengapa suatu metode penelitian dipakai dalam suatu kegiatan penelitian. Metodologi

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Model merupakan representasi dari realita. Tujuan pembuatan model adalah untuk membantu mengerti, menggambarkan, atau memprediksi bagaimana suatu fenomena bekerja di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Hujan / Presipitasi Hujan merupakan satu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun dan kabut. Hujan terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran Sungai yang mengalir meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Sumedang yang mempunyai

Lebih terperinci

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum

Bab III Studi Kasus. Daerah Aliran Sungai Citarum Bab III Studi Kasus III.1 Daerah Aliran Sungai Citarum Sungai Citarum dengan panjang sungai 78,21 km, merupakan sungai terpanjang di Propinsi Jawa Barat, dan merupakan salah satu yang terpanjang di Pulau

Lebih terperinci

EROSI DAN SEDIMENTASI

EROSI DAN SEDIMENTASI EROSI DAN SEDIMENTASI I. PENDAHULUAN Konservasi tanah dalam arti yang luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai

Lebih terperinci

ANALISIS SEDIMENTASI LAHAN DAS EMBUNG UWAI KABUPATEN KAMPAR MENGGUNAKAN METODE USLE BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOFRAFIS (SIG)

ANALISIS SEDIMENTASI LAHAN DAS EMBUNG UWAI KABUPATEN KAMPAR MENGGUNAKAN METODE USLE BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOFRAFIS (SIG) ANALISIS SEDIMENTASI LAHAN DAS EMBUNG UWAI KABUPATEN KAMPAR MENGGUNAKAN METODE USLE BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOFRAFIS (SIG) Muhammad Hadi Hasibuan 1), Bambang Sujatmoko 2), Mudjiatko 2) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

ANALISIS BESARNYA EROSI SUB DAS LEMATANG HULU

ANALISIS BESARNYA EROSI SUB DAS LEMATANG HULU ANALISIS BESARNYA EROSI SUB DAS LEMATANG HULU Dinar Dwi Anugerah Putranto 1, Sarino 1, dan Agus Lestari Yuono 1 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya E-mail: dwianugerah@yahoo.co.id

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement.

Yeza Febriani ABSTRACT. Keywords : Erosion prediction, USLE method, Prone Land Movement. PREDIKSI EROSI MENGGUNAKAN METODA USLE PADA DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH DI DAERAH JALUR LINTAS BENGKULU-KEPAHIANG Yeza Febriani Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

PENANGANAN MASALAH EROSI DAN SEDIMENTASI DI KAWASAN KELURAHAN PERKAMIL

PENANGANAN MASALAH EROSI DAN SEDIMENTASI DI KAWASAN KELURAHAN PERKAMIL PENANGANAN MASALAH EROSI DAN SEDIMENTASI DI KAWASAN KELURAHAN PERKAMIL Fifi Nur Fitriyah Fuad Halim, M. I. Jasin Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi email: By_rhiby@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul dengan ibukota Kabupaten Wonosari terletak di sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten Gunungkidul juga dikenal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU SELASA 11.20 13.00 SABTU 12.00 13.30 MATERI 2 PENGENALAN HIDROLOGI DATA METEOROLOGI PRESIPITASI (HUJAN) EVAPORASI DAN TRANSPIRASI INFILTRASI DAN PERKOLASI AIR TANAH (GROUND WATER) HIDROMETRI ALIRAN PERMUKAAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejalan dengan hujan yang tidak merata sepanjang tahun menyebabkan persediaan air yang berlebihan dimusim penghujan dan kekurangan dimusim kemarau. Hal ini menimbulkan

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia hidup tergantung dari tanah dan sampai keadaan tertentu tanah yang baik itu juga tergantung dari manusia. Pengelolaan tanah yang kurang baik bisa mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Sustainable management). Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah

BAB I PENDAHULUAN. (Sustainable management). Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerapan dan pengembangan model prediksi laju erosi pada dasarnya merupakan pengembangan metode usaha konservasi daerah aliran sungai dan pemanfaatan lahan secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat. Sungai Citarum berhulu dari mata air di Gunung Wayang,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di dunia saat ini sudah menekankan pada prinsip berkelanjutan (sustainable development). Hal ini ditunjukkan dengan adanya World Summit on Sustainable Development

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Presipitasi Persipitasi adalah proses pelepasan air dari atmosfer untuk mencapai permukaan bumi. Jumlah presipitasi yang jatuh pada suatu lokasi akan bervariasi secara spasial

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. BAB III METODA ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bekasi dengan luas 127.388 Ha terbagi menjadi 23 kecamatan dengan 187 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. Sungai

Lebih terperinci

Analisis Sedimentasi di Sungai Way Besai. Ofik Taufik Purwadi 1) Dyah Indriana K 2) Astika Murni Lubis 3)

Analisis Sedimentasi di Sungai Way Besai. Ofik Taufik Purwadi 1) Dyah Indriana K 2) Astika Murni Lubis 3) Analisis Sedimentasi di Sungai Way Besai Ofik Taufik Purwadi 1) Dyah Indriana K 2) Astika Murni Lubis 3) Abstract Way Besai River's catchment area is used as agricultural, tourism, and hydroelectrica power

Lebih terperinci

ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA

ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA ANALISIS EROSI DAN SEDIMENTASI LAHAN DI SUB DAS PANASEN KABUPATEN MINAHASA Marizca Monica Rantung A. Binilang, E. M. Wuisan, F. Halim Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi email:brikaks_1505@ymail.com

Lebih terperinci