BAB I PENDAHULUAN. Pernyataan ini tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Pernyataan ini tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak bagi semua manusia dianggap sebagai dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia, sehingga hak asasi manusia perlu dilindungi oleh suatu peraturan hukum. Pernyataan ini tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) yang dijadikan dasar bagi pembentukan berbagai perjanjian dan kovenan internasional mengenai hak asasi manusia (HAM). Secara harfiah, HAM dapat dimaknai sebagai hak-hak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai manusia. Dengan kata lain, karena dia manusia maka dia memiliki hak-hak tersebut. Hak-hak ini bersumber dari pemikiran moral manusia, dan diperlukan untuk menjaga harkat dan martabat suatu individu sebagai seorang manusia. HAM dapat diartikan sebagai hak-hak yang melekat pada diri segenap manusia sehingga mereka diakui keberadaannya tanpa membedakan jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, pandangan politik, kewarganegaraan, kekayaan, dan kelahiran. Isu mengenai HAM merupakan suatu tuntutan kemanusiaan. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB (UDHR) mengakui manusia sebagai individu yang menyandang status sebagai subjek hukum internasional di samping negara. Oleh karena itu, masyarakat internasional sudah sepatutnya memberlakukan HAM secara adil dan dengan cara yang sama, berdasarkan persamaan derajat dan penekanan yang sama, meskipun terdapat perbedaan penafsiran mengenai HAM 1

2 2 antara Barat dan Timur. Hal ini karena pada hakikatnya semua kategori HAM bersifat universal. Hak asasi manusia merupakan salah satu masalah global dalam isu-isu nonkonvensional dalam hubungan internasional. Salah satu di antaranya adalah permasalahan pengungsi atau refugee. Pengungsi merupakan masalah bersama masyarakat internasional, terutama karena salah satu sifatnya yang melintasi batas teritorial suatu negara. Oleh karena itu, menempatkan isu pengungsi pada agenda internasional secara lebih tinggi akan menciptakan kesempatan baru untuk melakukan tindakan internasional. Di sinilah kepedulian masyarakat internasional akan tergugah karena nasib para pengungsi berkaitan dengan HAM. Nasib pengungsi tergantung pada kesediaan negara penerimanya (asylum country) dan penegakan HAM agar para pengungsi tetap dapat hidup layak secara kemanusiaan. Di sisi lain, dampak perpindahan pengungsi secara besar-besaran berkaitan dengan stabilitas nasional, baik itu di negara penerima maupun negara asal para pengungsi, serta mekanisme kerja sama regional. Dengan demikian, persoalan pengungsi pada mulanya merupakan masalah domestik suatu negara, namun kemudian meluas menjadi permasalahan negara-negara dalam suatu kawasan, dan akhirnya menjadi permasalahan bersama umat manusia (global). Istilah dan definisi pengungsi pertama kali muncul pada masa Perang Dunia yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses pembangunan sebuah bangsa. Di Indonesia sendiri, istilah pengungsi sering dipahami dalam arti leksikal dan digunakan untuk merujuk orang-orang yang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya dan berpindah ke wilayah lain yang mereka anggap lebih aman. Istilah

3 3 tersebut tidak memberikan perbedaan antara perpindahan orang-orang karena bencana alam (seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus dan lain-lain) dengan bencana yang dibuat oleh manusia (seperti perang, konflik bersenjata, dan pelanggaran hak asasi dan kebebasan manusia secara sistemik). Istilah tersebut juga tidak memberikan perbedaan antara perpindahan di dalam batas negara atau di luar batas negara. Oleh karena itu, persoalan pengungsi secara umum dipandang sebagai persoalan sosial saja, di mana kebutuhan para pengungsi hanya terdiri dari pelayanan kesehatan dan bantuan material. Sedangkan perlindungan kepada pengungsi hanya dipahami dan dilaksanakan mencakup perlindungan fisik saja, tidak termasuk perlindungan terhadap hak dan kebebasan dasar mereka. Di dalam Konvensi PBB Tahun 1951 mengenai Status Pengungsi, pengungsi adalah mereka yang:... Memiliki ketakutan yang beralasan akan persekusi atas alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik, berada di luar negara kebangsaannya dan tidak dapat atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan diri dari negara itu, atau siapa saja yang tidak memiliki kewarganegaraan dan berada di luar negara tempat dia dulu tinggal sebagai akibat dari peristiwa tersebut, dan tidak mampu atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke sana. Berdasarkan konvensi di atas, seseorang dikategorikan sebagai pengungsi jika memenuhi tiga ketentuan dasar, yaitu: 1. Mereka berada di luar negara asal mereka atau di luar negara tempat mereka dulu tinggal;

4 4 2. Mereka tidak mampu atau tidak mau memanfaatkan perlindungan diri dari negaranya itu karena adanya rasa takut yang beralasan akan persekusi atau penganiayaan; 3. Ketakutan akan persekusi tersebut didasarkan pada setidaknya satu dari lima alasan, yaitu ras, agama dan kepercayaan, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu, dan pandangan politik. Salah satu gelombang pengungsi yang pernah terjadi di Indonesia adalah kedatangan pengungsi Timur Timor pada tahun Pada waktu itu, terjadi kerusuhan di Timor Timur (sekarang Timor Leste) yang menyebabkan kerusakan rumah-rumah dan fasilitas umum serta jatuhnya korban jiwa. Para pengungsi ini terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya karena takut keselamatan jiwa mereka akan terancaman. Kemudian mereka tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, namun terkonsentrasi di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Hal ini karena Kanupaten Belu (Atambua) berbatasan langsung dengan Timor Leste. Timor Timur dulu merupakan wilayah koloni Portugal. Orang Portugal mulai berdagang dengan pulau Timor pada awal abad ke-16 dan menjajahnya pada pertengahan abad itu juga. Setelah terjadi beberapa bentrokan dengan Belanda, dibuatlah perjanjian pada 1859 di mana Portugal memberikan bagian barat pulau itu kepada Belanda. Jepang menguasai Timor Timur dari 1942 sampai 1945, namun setelah mereka kalah dalam Perang Dunia II Portugal kembali menguasainya. Pada tahun 1975, terjadi Revolusi Bunga di Portugal. Pada saat itu, Timor Timur juga sedang bergejolak akibat perang saudara. Gubernur Portugal yang

5 5 terakhir di Timor Timur, Lemos Pires, meminta Pemerintah Pusat di Portugal untuk mengirimkan bala bantuan ke Timor Timur. Namun karena tidak mendapat jawaban, Lemos Pires memutuskan untuk menarik tentara Portugis yang sedang bertahan di Timor Timur untuk mengevakuasi ke Pulau Atauro. Setelah itu, Frente Revolucionária de Timor Leste Independente (Fretilin) menurunkan bendera Portugal dan mendeklarasikan Timor Timur sebagai Republik Demokratik Timor Leste pada tanggal 28 November Namun, deklarasi itu tidak mewakili semua suara rakyat Timor Timur. Mereka menolak konsep kemerdekaan yang disuarakan oleh Fretilin dengan alasan bahwa Fretilin merupakan partai yang berhaluan komunis. Selain itu, aktor-aktor utama Fretilin adalah orang-orang Portugis. Dalam hal ini, Portugis tidak pernah mengurusi Timor Leste sebagai koloni mereka di Asia. Oleh karena itu, tidak lama setelah deklarasi kemerdekaan oleh Fretilin, kelompok pro-integrasi mendeklarasikan integrasi dengan Indonesia pada 30 November 1975 yang dikenal dengan Deklarasi Balibo. Kelompok pro-integrasi meminta dukungan pemerintah Indonesia untuk mengambil alih Timor Leste dari kekuasaan Fretilin. Indonesia masuk ke Timor Timur dengan alasan yang cukup kuat, dimana beberapa bulan sebelumnya Vietnam dan Kamboja baru saja jatuh ke tangan komunis dan dengan berdirinya Republik Demokratik Timor Leste yang beraliran komunis dikhawatirkan akan menjadi ancaman bagi kawasan. Terintegrasinya Timor Timur dengan Indonesia pada waktu itu mendapat dukungan dari negara-negara besar, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia. Akan tetapi, PBB tidak pernah mengakui integrasi tersebut sampai

6 6 dengan lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Bahkan PBB memberikan status non-self governing territory atas Timor Timur. Sebagai wilayah Indonesia, masalah Timor Timur dianggap sudah tuntas oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah menganggap bahwa rakyat Timor Timur telah melaksanakan dekolonisasi dan menentukan nasibnya sendiri (right for self-determination) sesuai dengan resolusi PBB 1514 (XV) tahun 1960 dan 1541 (XV) tahun Meskipun Pemerintah Indonesia menganggap integrasi Timor Timur bersifat final, namun di fora internasional masalah Timor Timur masih tercantum dalam agenda PBB. Indonesia dianggap telah melakukan fait accompli atas masalah Timor Timur ini. Setelah melalui perundingan yang panjang dalam berbagai fora Majelis Umum dan Dewan Keaman PBB, akhirnya diputuskan mengadakan referendum atau plebisit di Timor Timur sesuai dengan resolusi-resolusi PBB. Hal ini karena Portugal sebagai administering power menganggap hak menentukan nasib sendiri belum terlaksana karena proses integrasi Timor Timur ke Indonesia dilakukan tanpa pengawasan dari badan internasional. Referendum tersebut dilaksanakan pada 30 Agustus 1999 dengan dua opsi, yaitu tetap bergabung dengan Indonesia dengan hak otonomi khusus atau lepas dari Indonesia dan menjadi sebuah negara baru. Referendum ini diselenggarakan oleh lembaga-lembaga hasil bentukan dari Resolusi Dewan Keamanan, yaitu United Nations Mission for East Timor (UNAMET) dan United Nations Transition Administrative in East Timor (UNTAET). PBB mengumumkan hasil referendum tersebut pada 4 September

7 7 1999, yakni 78,5% menginginkan Timor Timur berdiri menjadi negara baru yang merdeka dan 21,5% ingin tetap menjadi bagian dari Indonesia. 1 Pasca-referendum, situasi di Timor Timur mengalami kerusuhan. Terjadi perpecahan di dalam masyarakat antara yang pro-integrasi dan yang prokemerdekaan. Penyerangan dan pembakaran yang menjurus kepada perkelahian antarkubu menyebabkan kondisi di Timor Timur tidak lagi aman. Kerusuhan dan kekerasan tersebut menghasilkan gelombang pengungsi yang mengalir dari Timor Timur ke Indonesia. Persoalan pengungsi berhubungan erat dengan isu hak asasi manusia. Hal ini karena pengungsi adalah kelompok manusia yang sangat rentan terhadap perlakuan yang tidak manusiawi, baik di negara asalnya maupun di negara di mana mereka mengungsi. Mereka adalah orang-orang yang sangat lemah dan tidak memiliki dokumen perjalanan. Kepergian mereka ke negara lain bukan atas keinginan diri pribadi mereka, melainkan karena terpaksa akibat tidak adanya jaminan keselamatan dari negara asalnya atau karena mereka tidak menginginkan jaminan tersebut. Oleh karena itu, pelanggaran atas hak asasi pengungsi sangat rentan terjadi. Dalam UDHR 1948 terdapat pasal yang mengatur mengenai hakhak pengungsi, yaitu: 1. Pasal 13 a. Ayat 1: Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara 1 Anwar. Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia. (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), hlm. 33.

8 8 b. Ayat 2: Setiap orang berhak meninggalkan suatu negera, termasuk negaranya sendiri, dan berhak kembali ke negaranya. 2. Pasal 14 a. Ayat 1: Setiap orang berhak mencari suaka di negara lain untuk melindungi diri dari persekusi Perlindungan terhadap pengungsi telah ada sejak abad XX. Bantuan dan perlindungan yang diberikan oleh masyarakat internasional pada masa itu masih bersifat kemanusiaan. Masalah pengungsi ini hanya menimbulkan keprihatinan dan belas kasihan tanpa adanya upaya untuk melindungi secara hukum baik status maupun hak-hak para pengungsi yang merupakan korban tindak kekerasan yang harus dilindungi hak-haknya sebagai manusia yang tertindas. Tindakan internasional baru diberikan atas nama pengungsi setelah Liga Bangsa-Bangsa menetapkan pembentukan badan-badan khusus penanganan masalah pengungsi, misalnya High Commissioner for Refugees di tahun 1921 untuk menangani para pengungsi Rusia dan pengungsi Armenia. Selain itu, juga dibentuk United Nations Relief and Rehabilitation Administration (UNRRA) di tahun 1943 untuk merepatriasi (memukimkan kembali) pengungsi akibat Perang Dunia II. Kemudian di tahun 1947 dibentuk pula International Refugee Organization (IRO) untuk menangani masalah pengungsi dan orang-orang yang terlantar pada tahun Tahun 1950 dibentuk pula Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bernama The UN Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA). Pada tahun 1951 dibentuklah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai badan tambahan (subsidiary organ) dari Majelis Umum PBB.

9 9 UNHCR merupakan lembaga internasional yang diberi mandat untuk memimpin dan mengoordinasikan tindakan internasional untuk melindungi hakhak pengungsi dan mencarikan jalan keluar bagi permasalahan mereka di seluruh dunia. 2 UNHCR berdiri berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No. 428 (V) tahun 1950 dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari Tujuan pendiriannya adalah untuk menyediakan perlindungan internasional dan mencarikan solusi jangka panjang bagi para pengungsi. Indonesia mulai menghadapi persoalan pengungsi yang serius pada tahun Beratus-ratus orang meninggalkan wilayah semenanjung Indocina (Kamboja, Laos, dan Vietnam) untuk mencari perlindungan di negara-negara lain sebagai akibat dari pergantian rezim di wilayah tersebut. Kebanyakan dari mereka, terutama dari Vietnam, menggunakan jalan laut sampai di Indonesia. Saat itu, di Indonesia tidak terdapat kantor UNHCR. Untuk menjamin penerimaan terhadap mereka dan tempat tinggal mereka di Indonesia, UNHCR bertindak melalui Misi Permanen Indonesia di Jenewa dan Kantor Cabangnya di Bangkok, serta mengirimkan stafnya untuk misi jangka pendek. Seorang staf ditugaskan untuk jangka waktu panjang dan kantor di Indonesia dikoordinasikan oleh Kantor Cabang UNHCR di Kuala Lumpur. Dengan dibukanya tempat pengungsi di Pulau Galang, sejak tahun 1981 kantor UNHCR di Jakarta menjadi Kantor Cabang sendiri. UNHCR menjalankan fungsi perlindungan internasional dengan jalan menjamin penghormatan terhadap hak-hak dasar pengungsi, termasuk tanggung 2 UNHCR, UNHCR Mandate, dalam Diakses tanggal 24 Oktober 2011.

10 10 jawab untuk mencari suaka dan menjamin bahwa tidak seorang pun dikembalikan secara paksa ke negara asalnnya di mana ia merasa ketakutan atas penyiksaan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut, UNHCR berusaha untuk memberikan solusi yang permanen terhadap para pengungsi dengan jalan membuat liaisons (penghubung) dengan pemerintah-pemerintah, badan khusus PBB, LSM, dan organisasi-organisasi antar-pemerintah. Untuk melindungi hak-hak para pengungsi ada beberapa instrumen hukum internasional yang dapat dijadikan dasar perlindungan terhadap para pengungsi, yaitu Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universal HAM 1948, International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (ICESCR), dan yang utama Konvensi tahun 1951 mengenai Status Pengungsi dan protokol tambahan tahun Kendala yang sering dihadapi oleh para pengungsi adalah banyaknya negara yang belum menjadi peserta dari instrumen HAM tersebut. Oleh karena itu, tidak jarang kehadiran pengungsi di negara persinggahan (transit) atau negara tujuan mengalami pelanggaran HAM, seperti dipulangkan secara paksa. Perlakuan seperti itu bertentangan dengan hukum internasional yang telah diakui oleh dunia internasional. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang belum menandatangani Konvensi Pengungsi tahun 1951 dan Protokol tambahannya tahun 1967, dan peraturan hukum nasional untuk pencari suaka dan pengungsi di Indonesia belum ada. Di Indonesia, pemerintah merujuk para pencari suaka 3 Romsan. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional: Hukum Internasional dan Prinsip- Prinsip Perlindungan Internasional (Jakarta: UNHCR, 2003), hlm. 117.

11 11 kepada UNHCR untuk melaksanakan prosedur penentuan status pengungsi. Mereka kemudian diidentifikasi sesuai dengan kebutuhan perlindungan internasional oleh UNHCR dan diberikan izin tinggal di Indonesia oleh Pemerintah Indonesia sampai dengan mereka mendapatkan solusi berkelanjutan. Bertolak dari paparan di atas, penulis menganggap cukup banyak hal yang layak untuk diketahui berkaitan dengan masalah peranan UNHCR di Indonesia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat penelitian dengan judul: Peranan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dalam Penanganan Pengungsi Timor Timur di Indonesia. B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Kedatangan pengungsi asal Timor Timur di Indonesia bermula pasca-referendum tahun 1999 yang diprakarsai oleh badan PBB United Nations Mission for East Timor (UNAMET). Hasil referendum yang menyatakan berpisahnya Timor Timur dari wilayah Indonesia, menyulut terjadinya konflik antara kelompok pro-integrasi dan pro-kemerdekaan. Gelombang pengungsi dari Timor Timur pun mengalir deras masuk ke wilayah Indonesia. Mereka terpaksa mengungsi karena adanya ketakutan akan ancaman yang membahayakan jiwa mereka. Oleh karena itu, penulis membatasi objek penelitian ini terhadap pengungsi Timor Timur yang datang ke Indonesia pasca-referendum 30 September Mengingat besarnya ruang lingkup UNHCR, maka dalam

12 12 penelitian ini penulis membatasi fokus pada aktivitas UNHCR di Indonesia dalam menangani pengungsi Timor Timur tersebut mulai dari tahun Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah yang ingin diteliti ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Upaya-upaya apa yang dilakukan UNHCR dalam menangani pengungsi Timor Timur di Indonesia? b. Faktor-faktor apa yang menjadi pendorong dan penghambat upaya UNHCR dalam menangani pengungsi Timor Timur di Indonesia? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan oleh UNHCR dalam menangani pengungsi Timor Timur di Indonesia. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pendorong dan penghambat UNHCR dalam menangani masalah pengungsi Timor Timur di Indonesia. 2. Kegunaan Penelitian Apabila tujuan tersebut dapat tercapai maka penelitian ini diharapkan:

13 13 a. Dapat memberikan informasi dan menjadi bahan kajian lebih lanjut bagi para mahasiswa dan penggiat hubungan internasional. b. Dapat menjadi bahan referensi, masukan, dan tambahan pengetahuan bagi peneliti lain yang hendak mengadakan penelitian dengan tema yang relevan. D. Kerangka Konseptual Perubahan konstelasi politik dunia dewasa ini membawa perubahan dalam hubungan antara elemen-elemen yang terdapat dalam tataran hubungan internasional. Hubungan internasional yang pada awalnya mengkaji peperangan dan perdamaian, serta kemudian meluas untuk mempelajari perkembangan, perubahan, dan kesinambungan yang berlangsung dalam hubungan antar-negara atau antar-bangsa dalam konteks sistem global, menjadi kajian hubungan internasional yang tidak hanya fokus pada hubungan politik yang berlangsung antar-negara, tetapi juga mencakup peran dan kegiatan yang dilakukan oleh aktoraktor non-negara, inilah yang kemudian disebut dengan hubungan internasional kontemporer. 4 Hal ini mengakibatkan ruang lingkup yang dikaji oleh ilmu hubungan internasional menjadi lebih luas dengan mencakup bahan pengkajian mengenai berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat, seperti politik, ekonomi, sosialbudaya, dan lain-lain. Selain itu, pola interaksi hubungan internasional tidak lagi hanya mengenai perilaku negara (state actors), tetapi juga pelaku-pelaku non- 4 Rudy. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global Isu, Konsep, Teori, dan Paradigma (Bandung: Refika Aditama, 2003), hlm.1.

14 14 negara (nonstate actors), seperti organisasi internasional dan MNC. Pola hubungan atau interaksi ini dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), ataupun pertentangan (conflict). Dari ketiga pola interaksi ini, tentu yang diharapkan adalah pola yang berbentuk kerja sama. Kerja sama antara aktor-aktor hubungan internasional dalam menangani isu-isu tertentu membutuhkan sebuah kerangka yang mengatur berbagai kepentingan anggota di dalamnya. Dari beberapa kerja sama ini, kemudian terbentuk beberapa organisasi internasional untuk memformalkan atau melembagakan kerja sama tersebut. Organisasi internasional pun dipandang sebagai wadah yang mampu memfasilitasi proses penyelesaian masalah-masalah global. Peran yang dimainkan organisasi internasional tidak hanya melibatkan campur tangan negara saja, tetapi juga banyak elemen lain yang turut serta dalam fungsi administrasi dunia. Menurut Cheever dan Haviland (1967: 6), organisasi internasional adalah suatu pengaturan bentuk kerja sama internasional yang melembaga di antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar untuk melaksanakan fungsi-fungsinya yang memberikan manfaat timbal balik dan dilaksanakan melalui berbagai pertemuan serta sejumlah kegiatan staf secara berkala. Secara umum, organisasi internasional dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu organisasi pemerintah (IGO) dan non-pemerintah (INGO). Intergovernmental organization (IGO) merupakan organisasi antara pemerintah ke pemerintah sehingga yang menjadi aktor adalah negara atau pemerintah. Perserikatan Bangsa-Bangsa, ASEAN, OKI, merupakan contoh dari IGO dewasa

15 15 ini. Sedangkan International non-governmental Organisation (INGO) merupakan organisasi dari masyarakat ke masyarakat. Dalam tugasnya, INGO mempermudah berbagai bentuk kerja sama antar-nonpemerintahan, dalam hal ini peran pemerintah bersifat sekunder saja, biasanya hanya sebagai fasilitator sedang yang menjadi pelaku atau aktor utamanya adalah individu dan kelompok sosial yang teratur. Contoh dari INGO sebagai aktor dalam hubungan internasional adalah Greenpeace dan Oxfam. Seiring dengan perjalanan waktu, isu yang mewarnai lingkungan internasional kian beragam, mulai dari masalah pertahanan dan keamanan, demokratisasi, penegakan hak asasi manusia, lingkungan hidup, globalisasi, sampai dengan krisis pangan silih berganti mewarnai ruang publik internasional. Demikian pula berbagai masalah yang memerlukan penanganan segera, baik nasional, regional, maupun global bermunculan seperti halnya masalah kemanusiaan yang menyangkut pengungsi yang daftarnya seakan tidak pernah berakhir seiring dengan maraknya pertikaian di berbagai belahan muka bumi. Negara dalam melaksanakan tugas klasiknya, yaitu memenuhi kebutuhan, kesejahteraan, dan menjamin keamanan warga negaranya tidak lepas dari kerja sama atau cooperation. Kaum liberal beranggapan bahwa dengan melakukan kerja sama, maka tujuan negara yaitu untuk mendapatkan keuntungan absolut dapat tercapai. Namun, tidak ada jaminan bagi setiap negara yang melakukan kerja sama dapat terhindar atau setidaknya mereduksi kecurangan dan masalah collective goods. Oleh karena itu, lahirlah apa yang disebut dengan rezim internasional.

16 16 Rezim internasional dipahami sebagai bentuk-bentuk institusionalisasi perilaku yang didasarkan pada norma ataupun aturan untuk mengelola konflik dan masalah-masalah saling ketergantungan di berbagai bidang dalam hubungan internasional. Rezim Internasional merupakan sekelompok negara yang memiliki keinginan untuk mencapai suatu kepentingan dengan cara bersatu atau bergabung atau beraliansi. Rezim merupakan sesuatu yang tidak kasat mata, tidak seperti organisasi yang memiliki fasilitas, bangunan, dan alat-alat. Namun rezim dapat dirasakan keberadaan dan semangatnya dari setiap anggotanya. Di dalam sebuah rezim juga terdapat mekanisme dan peraturan yang mengikat kuat sehingga walaupun kerja sama mereka tidak tertulis, terdapat kekuatan mengikat yang harus dipatuhi. Stephen D. Krasner mendefinisikan rezim internasional sebagai seperangkat norma, peraturan, dan prosedur pembuatan keputusan, baik yang eksplisit maupun implisit, di mana semua harapan para aktor berkumpul dalam hubungan internasional. 5 Krasner berpendapat bahwa dalam membentuk suatu rezim internasional, harus ada kesepakatan dari setiap anggota rezim dan kemudian membentuk suatu kelompok atau aliansi. Dalam perdebatan mengenai konsep rezim, pada dasarnya terdapat upayaupaya untuk mengambil jarak dengan pemikiran dominan saat itu, yaitu pemikiran realis. Kaum realis beranggapan bahwa kerja sama internasional hanya berlangsung jika terdapat kepentingan objektif dan oleh karena itu, kerja sama akan berakhir jika kepentingan objektif ini berubah. Pendukung teori rezim 5 Stephen D. Krasner dikutip dalam Townes, International Regimes and Information Infrastructure, dalam Diakses tanggal 15 September 2011.

17 17 berargumen bahwa kesepakatan dan perjanjian internasional dapat dipertahankan karena kesepakatan dan perjanjian internasional sangat memengaruhi struktur kepentingan setiap negara yang terlibat di dalamnya. Beberapa contoh rezim internasional yang telah ada misalnya, rezim moneter (IMF), rezim perdagangan (GATT), rezim minyak (OPEC), dan rezim pengungsi (UNHCR). Konvensi Tahun 1951 Mengenai Status Pengungsi dan Protokol 1967 dianggap sebagai rezim pengungsi internasional dan UNHCR sebagai guardian atau penjaganya. UNHCR didirikan melalui sidang Majelis Umum PBB pada tanggal 14 Desember 1950 dan kemudian resmi memulai tugasnya pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya. UNHCR didirikan dua tahun setelah diproklamasikannya UDHR di tengah meningkatnya tuntutan dan perhatian pada kemanusiaan sesudah terjadinya Perang Dunia II. Pada masa itu, tugas utama yang diemban oleh UNHCR adalah membantu mereka, lebih dari satu juta orang yang terlantar dan kehilangan tempat tinggal utamanya di Eropa setelah terjadinya Perang Dunia II, dan tugas ini dibatasi dalam jangka waktu tiga tahun. Setelah berdiri selama enam dekade, organisasi ini telah membantu menemukan solusi permanen bagi lebih dari 10 juta pengungsi di dunia. 6 Saat ini, dengan jumlah staf sekitar orang yang tersebar di 123 negara. UNHCR telah berusaha untuk melanjutkan misinya dalam menolong sekitar 10,4 juta orang yang masih jadi pengungsi atau hidup dalam pengungsian. Hukum pengungsi internasional adalah sekumpulan peraturan yang diwujudkan dalam beberapa instrumen-instrumen internasional dan regional yang 6 UNHCR, Refugee Figures, dalam Diakses tanggal 24 Oktober 2011.

18 18 mengatur tentang standar baku perlakuan terhadap para pengungsi. Hukum pengungsi masih berumur sangat muda yang ditandai dengan disahkannya Konvensi Tahun 1951 Mengenai Status Pengungsi. Instrumen-instrumen yang dimaksud dalam definisi di atas adalah: a. Konvensi tentang Status Pengungsi Tahun 1951 b. Protokol Tahun 1967 tentang Status Pengungsi c. Instrumen lain yang memiliki daya laku internasional, seperti: Konvensi tentang status orang tanpa kewarganegaraan (stateless people) tahun 1961, The 1967 UN Declaration on Territorial Asylum, dan Instrumen regional tentang pengungsi di Afrika, Eropa, dan Amerika Latin. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa dari instrumen-instrumen di atas paling tidak terdapat lima prinsip umum yang berkaitan dengan Hukum Pengungsi Internasional yang perlu diketahui, seperti prinsip pemberian suaka (asylum), non-ekstradisi, non-refoulment, hak dan kewajiban negara terhadap para pengungsi, kemudahan-kemudahan (facilities) yang diberikan oleh negaranegara yang bersangkutan terhadap pengungsi. Instrumen-instrumen internasional dan instrumen-instrumen regional di atas memberikan beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk dapat dikatakan seseorang itu memiliki haknya dengan status sebagai pengungsi. Kriteria-kriteria seperti adanya rasa takut akan persekusi yang berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan terhadap kelompok sosial, pendapat politik, dan orangorang itu berada di luar wilayah negaranya, merupakan kriteria yang dipergunakan UNHCR untuk mendapatkan statusnya sebagai pengungsi.

19 19 E. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan tipe deskriptif. Dengan menggunakan metode ini, penulis memberi gambaran mengenai peranan UNHCR dalam menangani pengungsi Timor Timur di Indonesia, seperti faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat upaya tersebut. 2. Jenis Data Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut diperoleh dari literatur seperti buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan artikel dalam website. Adapun data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini yang menyangkut peranan UNHCR dalam menangani pengungsi Timor Timur di Indonesia. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research,) yaitu dengan mengumpulkan data dari literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Literatur ini berupa buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan pencarian informasi melalui internet. Adapun tempat penelitian yang akan dikunjungi yaitu: a. Perpustakaan Pusat Universitas Hasanuddin; b. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin; c. Perpustakaan Fakultas Hukum Universtitas Hasanuddin;

20 20 d. Kantor Perwakilan UNHCR di Makassar; 4. Teknik Analisis Data Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dalam penelitian ini. Data kualitatif diperoleh dari berbagai literatur yang dikumpulkan dan kemudian permasalahan dijelaskan dan dianalisis berdasarkan fakta-fakta yang ada dan disusun dalam suatu tulisan. Teknik analisis yang digunakan adalah metode deduktif yang bertolak dari suatu proporsi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) yang merupakan kebenaran ideal yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan interaksi masyarakat internasional. Dalam perkembangan hukum

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan interaksi masyarakat internasional. Dalam perkembangan hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional dalam perkembangannya bergerak secara dinamis sesuai dengan interaksi masyarakat internasional. Dalam perkembangan hukum internasional telah melahirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi

BAB I PENDAHULUAN. salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) adalah salah satu specialized agency dari PBB yang merupakan organisasi internasional yang bersifat universal

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. memberi perlindungan dan mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi, UNHCR telah menempuh upaya-upaya khususnya: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Sebagai satu-satunya organisasi internasional yang diberi mandat untuk memberi perlindungan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Utama, Jakarta, 2000, p Hadi, dkk., pp

Pendahuluan. Utama, Jakarta, 2000, p Hadi, dkk., pp Pendahuluan Timor Timur berada di bawah penjajahan Portugal selama lebih dari empat abad sebelum akhirnya Revolusi Anyelir di tahun 1974 membuka jalan bagi kemerdekaan negaranegara koloninya. Setelah keluarnya

Lebih terperinci

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA

JURNAL. ( Studi Kasus Eks Pengungsi Timor Timur) Diajukan Oleh : MARIANUS WATUNGADHA JURNAL STATUS KEWARGANEGARAAN MASYARAKAT YANG BERDOMISILI DI KAWASAN PERBATASAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE KHUSUSNYA YANG BERDOMISILI DI WILAYAH KABUPATEN BELU ( Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for

BAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum Timor Timur berintegarasi dengan Indonesia, Timor Timur telah terpecah belah akibat politik devide at impera. Pada 1910 terjadi pemberontakan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi merupakan salah satu kekuatan sejarah yang telah membentuk dunia. Keterkaitannya selalu menjadi bagian dari perilaku umat manusia dan setua dengan sejarah fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI. Lembar Fakta No. 20. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia HAK ASASI MANUSIA DAN PENGUNGSI Lembar Fakta No. 20 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang

Lebih terperinci

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI

BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI BAB II UNITED NATION HIGH COMISSIONER FOR REFUGEES (UNHCR) DAN PENANGANAN MASALAH PENGUNGSI Organisasi internasional atau lembaga internasional memiliki peran sebagai pengatur pengungsi. Eksistensi lembaga

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah perjuangan rakyat Timor Leste adalah sejarah perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme. Selama 24 (dua puluh empat) tahun rakyat Timor Leste berjuang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd

HAK AZASI MANUSIA. Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd HAK AZASI MANUSIA Drs. H. M. Umar Djani Martasuta, M.Pd Hak Asasi Manusia (HAM) Universal Declaration of Human Right UU RI No. 39 Tahun 1999 Landasan Hukum HAM di Indonesia Universal Declaration of Human

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian.

BAB V PENUTUP. memiliki beberapa kesimpulan terkait dengan fokus penelitian. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Meskipun dalam penelitian ini masih terdapat beberapa kekurangan informasi terkait permasalahan pengungsi karena keterbatasan peneliti dalam menemukan data-data yang terkait

Lebih terperinci

Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI

Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI FISIP UNJANI ANALISIS POLITIK LUAR NEGERI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU: STUDI KASUS OPERASI SEROJA / INTEGRASI TIMOR-TIMUR KE WILAYAH NKRI TINGKAT ANALISIS SISTEM GLOBAL Oleh : Agus Subagyo, S.IP.,M.SI

Lebih terperinci

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak

Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan. Melindungi Hak-Hak Melindungi Hak-Hak Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan K o n v e n s i 1 9 5 4 t e n t a n g S t a t u s O r a n g - O r a n g T a n p a k e w a r g a n e g a r a a n SERUAN PRIBADI DARI KOMISIONER TINGGI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam kegiatan saling

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam kegiatan saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena manusia dianugrahkan akal, pikiran dan perasaan. Manusia juga merupakan makhluk sosial yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menyejajarkan atau menyetarakan tingkat hidup dan masyarakat tiap-tiap bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam satu ruang, yaitu globus atau dunia. Pendapat ini mencoba menyampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengungsi menjadi salah satu isu global yang banyak dibicarakan oleh masyarakat internasional.permasalahan pengungsimenjadi perhatian khusus dari dunia internasional

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ganda, sementara itu terdapat juga negara-negara yang menerapkan sistem

BAB I PENDAHULUAN. ganda, sementara itu terdapat juga negara-negara yang menerapkan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keanggotaan seseorang dari suatu komunitas bangsa biasanya berhubungan dengan hukum terkait kelahirannya, karena adanya hubungan darah ataupun karena imigrasi

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh BAB V KESIMPULAN Pasca Perang Dunia II terdapat perubahan penting dalam sistem sosial dan politik di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh dunia dan mengalami proses

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sejak awal integrasi ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun 1976, Timor Timur selalu berhadapan dengan konflik, baik vertikal maupun

Lebih terperinci

Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan Modul ke: 09 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Hak Asasi Manusia : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan

RechtsVinding Online Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Pengaturan Orang Asing Pencari Suaka dan Pengungsi di Indonesia serta Peraturan yang Diharapkan Oleh : K. Zulfan Andriansyah * Naskah diterima: 28 September 2015; disetujui: 07 Oktober 2015 Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan subyek hukum terpenting (par excellence) dibanding dengan subyek-subyek hukum internasional lainnya 1. Sebagai subyek hukum internasional, hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi adalah suatu rangkaian proses penyadaran dari semua bangsa yang sama-sama hidup dalam suatu ruang yaitu globus dan dunia. 1 Globalisasi yang terjadi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM.

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM. Hak Asasi Manusia Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Pengertian HAM. Generasi

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KASUS PENGUSIRAN PENCARI SUAKA DI AUSTRALIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KASUS PENGUSIRAN PENCARI SUAKA DI AUSTRALIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KASUS PENGUSIRAN PENCARI SUAKA DI AUSTRALIA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekua

PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekua Hak Azazi Manusia 2012 PENGERTIAN HAM Hak adalah kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu (Suria Kusuma, 1986). Istilah Hak asasi menunjukkan bahwa kekuasaan atau wewenang yang dimiliki

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF ACTS OF NUCLEAR TERRORISM (KONVENSI INTERNASIONAL PENANGGULANGAN TINDAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan yang diakibatkan oleh peperangan. dengan Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pengungsi bukanlah isu yang baru, baik bagi negara Indonesia maupun masyarakat internasional. Masalah pengungsi ini semakin mengemuka seiring terjadinya

Lebih terperinci

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA

PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA PERNYATAAN UMUM TENTANG HAK-HAK ASASI MANUSIA MUKADIMAH Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang telah membangun mitra kerjasama dengan Tiongkok dalam berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan

BAB I PENDAHULUAN. Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya Timor Timur ke dalam Negara Republik Indonesia disahkan melalui UU No. 7 Th. 1976 (LN. 1976-36) tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke dalam Negara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)

DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA. Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III) Mukadimah Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timor Leste atau Timor Timur (sebelum merdeka) yang bernama resmi Republik

BAB I PENDAHULUAN. Timor Leste atau Timor Timur (sebelum merdeka) yang bernama resmi Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timor Leste atau Timor Timur (sebelum merdeka) yang bernama resmi Republik Demokratik de Timor Leste (juga disebut Timor Lorosa e) adalah sebuah negara di Asia

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berakhirnya Perang Dingin menyebabkan munculnya perubahan mendasar pada bentuk konflik yang terjadi. Konflik antar negara (inter-state conflict) yang banyak terjadi

Lebih terperinci

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut.

terlalu keras kepada kelima negara tersebut. Karena akan berakibat pada hubungan kemitraan diantara ASEAN dan kelima negara tersebut. BAB V KESIMPULAN Sampai saat ini kelima negara pemilik nuklir belum juga bersedia menandatangani Protokol SEANWFZ. Dan dilihat dari usaha ASEAN dalam berbagai jalur diplomasi tersebut masih belum cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu masalah besar yang sedang dihadapi oleh masyarakat dunia pada saat ini dalam skala yang begitu besar. Isu yang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan internasional diidentifikasikan sebagai studi tentang interaksi antara beberapa faktor yang berpartisipasi dalam politik internasional, yang meliputi negara-negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia

Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Perkembangan Ekonomi Indonesia Oleh : Indah Astutik Abstrak Globalisasi ekonomi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistim ekonomi global yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. federal/serikat. Pemerintah pusat memegang kekuasaan penuh tetapi. etnis, golongan dan ras yang berbeda-beda maka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. federal/serikat. Pemerintah pusat memegang kekuasaan penuh tetapi. etnis, golongan dan ras yang berbeda-beda maka penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara kesatuan maka kedaulatan Negara adalah tunggal, tidak tersebar pada Negara-negara bagian seperti pada Negara federal/serikat.

Lebih terperinci

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak

MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri Latar Historis dan Filosofis (1) Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGESAHAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENENTANG TINDAK PIDANA TRANSNASIONAL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL ANALISIS YURIDIS HUKUMAN MATI TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA (TKI) DI MALAYSIA DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL Oleh: Made Arik Tamaja I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Hukum

Lebih terperinci

Dikdik Baehaqi Arif

Dikdik Baehaqi Arif Dikdik Baehaqi Arif dik2baehaqi@yahoo.com PENGERTIAN HAM HAM adalah hak- hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia Idak dapat hidup sebagai manusia (Jan Materson) PENGERTIAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK

PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK MAKALAH PENGANGKATAN ANAK SEBAGAI USAHA PERLINDUNGAN HAK ANAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, NOVEMBER 2006 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghargaan, penghormatan,

Lebih terperinci