II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 VITAMIN A Vitamin A merujuk pada semua senyawa isoprenoid dari produkproduk hewani yang mempunyai aktivitas all trans-retinol ( Rohman dan Ibnu, 2007). Menurut Almatsier (2009), vitamin A merupakan terminologi nama generik yang menyatakan semua senyawa retinoid dan karotenoid (prekursor/ pro vitamin A) yang mempunyai aktivitas biologis seperti retinol. Bentuk kimiawi senyawa retinoid berupa retinol (vitamin A bentuk alkohol), retinal (aldehida), ester retinil dan asam retinoat. Menurut CE (2007) struktur kimia, rumus empiris dan bobot molekul dari: retinol, retinil asetat, retinil propionat dan retinil palmitat dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 1. Menurut Eitenmiller dkk, (2008) sifat-sifat kimia-fisika dari retinol dan retinil palmitat dapat dilihat pada Tabel 2. H3 C CH 3 CH 3 CH 3 O R CH 3 Gambar 1. Struktur molekul vitamin A alkohol (retinol) dan ester vitamin A (ester retinil) Tabel 1. Rumus empiris dan bobot molekul dari vitamin A alkohol (retinol) dan ester vitamin A (ester retinil) Nama zat R Rumus empiris Bobot Molekul Retinol Retinil asetat Retinil propionat Retinil palmitat Sumber: CE (2007) H CO-CH 3 CO-C 2 H 5 CO-C 15 H 31 C 20 H 30 O C 22 H 32 O 2 C 23 H 34 O 2 C 30 H 40 O 2 286,5 328,5 342,5 524,9

2 6 Tabel 2. Sifat-sifat Kimia Fisika Retinol dan Retinil Palmitat Sifat Kimia Fisika Retinol Retinil Palmitat Bentuk Kristal kuning Kristal, amorf atau cairan kental berwarna kuning Rumus Kimia Bobot Molekul C 20 H 30 O 286,46 C 36 H 60 O 2 524,88 Kelarutan Larut dalam: metanol, etanol, propanol, kloroform, eter, hidrokarbon, minyak Larut dalam: metanol, etanol, propanol, kloroform, eter, hidrokarbon, minyak. Absorbsi UV: maks. (etanol) 325 nm E (1%, 1cm) 1845 Flourosensi: eksitasi 325 nm emisi 470 nm Sumber: Eitenmiller dkk (2008) 325 nm nm 470 nm Vitamin A pada umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali, namun mempunyai sifat yang mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi bersama udara, sinar, dan lemak yang sudah tengik (Winarno, 2008). Menurut Favaro dkk, (1991) di dalam Hariyadi (2011) vitamin A yang difortifikasikan ke dalam minyak goreng stabil selama 6-9 bulan jika disimpan dalam wadah tertutup dan terlindung dari cahaya, vitamin A relatif stabil setelah proses penggorengan. Menurut CE (2007), aktifitas vitamin A dinyatakan dalam Retinol Ekivalen (R.E.), 1 mg R.E. sebanding dengan aktifitas 1 mg All-trans retinol. Aktifitas ester retinol lain dihitung secara stoikiometris, sehingga didapat 1 mg R.E. vitamin A sebanding dengan: 1,147 mg all-trans-retinyl acetate, 1, mg all-trans-retinyl propionate dan 1,832 mg all-trans palmitate. Unit Internasional atau International Units (IU) juga digunakan untuk menyatakan aktifitas i vitamin A. 1 IU Vitamin A ekivalen dengan aktivitas 0,300 g Alltrans retinol. Aktifitas retinol ester lain dihitung secara stoikiometris, sehingga didapat 1 IU vitamin A sebanding dengan aktifitas: 0,334 g alltrans-retinyl acetate, 0,359 g all-trans-retinyl propionate, dan 0,550 g alltrans palmitate.1 mg R.E. sebanding dengan 3333 IU.

3 7 Aktifitas vitamin A ditentukan dengan tujuan untuk menghitung jumlah yang dibutuhkan pada pembuatan konsentrat. Menurut BP Commision (2009), aktivitas vitamin A palmitat ditetapkan dengan cara menimbang mg vitamin A dengan akurasi 0,1 %, dilarutkan dengan menggunakan 5 ml pentana dan diencerkan dengan 2-propanol hingga diperolah konsentrasi IU/mL. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang yang menghasilkan serapan maksimum pada 326 nm. Aktivitas vitamin A dihitung dalam satuan internasional unit (IU) per gram dengan persamaan: A 326 = Absorbansi pada panjang gelombang 326 nm V = total volume pengenceran untuk mendapatkan kadar IU/mL 1900 = faktor untuk mengkonversi absorbansi spesifik ester retinol menjadi IU per gram m = bobot substansi yang di uji (dalam gram). Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (esensial) bagi manusia, karena zat gizi ini tidak dapat disintesa oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar. Vitamin A penting untuk kesehatan mata dan mencegah kebutaan dan yang lebih penting lagi vitamin A meningkatkan daya tahan tubuh. Anakanak yang cukup mendapatkan vitamin A, bila terkena diare, campak atau penyakit infeksi lainnya maka penyakit-penyakit tersebut tidak mudah menjadi parah, sehingga tidak membahayakan jiwa anak. Dengan adanya buktibukti yang menunjukkan peranan vitamin A dalam menurunkan angka kematian, maka selain untuk mencegah kebutaan, pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan hidup, kesehatan dan pertumbuhan anak (Depkes, 2009 a ). Fungsi vitamin A didalam tubuh adalah untuk diferensiasi sel penglihatan, spermatogenesis, perkembangan embrio, imunitas, mempengaruhi indra perasa, pendengaran, nafsu makan, serta pertumbuhan (Bagriansky dan Ranum, 1998). Fungsi lain dari vitamin A adalah membantu memelihara penglihatan di dalam gelap dan mencegah rabun senja serta xeropthalmia, untuk pertumbuhan, dibutuhkan dalam pertumbuhan tulang dan

4 8 perkembangan gigi, sebagai koenzim dalam sintesis glikoprotein, memiliki fungsi seperti hormon steroid, diperlukan untuk pembentukan tiroksin dan pencegahan goiter, sintesis protein dan sintesis kortikosteron dari kolesterol, serta sintesis normal dari glikogen (Berdarnier dkk, 2002). Angka kecukupan gizi untuk vitamin A biasanya dinyatakan dalam satuan retinol ekivalen (RE). Satu RE setara dengan 1 mikrogram retinol atau 6 mikrogram beta karoten atau 12 mikrogram beta karoten campuran. Status vitamin A dikatakan baik jika konsentrasi vitamin A dalam hati sebesar 20 mikrogram/gram. Penggunaan setiap harinya adalah sekitar 0,5% dari persediaan tersebut. Konsumsi vitamin A yang baik adalah jika setengahnya bisa disimpan didalam tubuh (Muhilal, Jalal dan Hardiansyah, 1998). Angka kecukupan k gizi vitamin A rata-rata yang dianjurkan perhari dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi Vitamin A Kelompok Usia (tahun) Angka Kecukupan (RE) Bayi 0-0, , Anak-anak Pria Wanita Wanita Hamil 800 Wanita Menyusui 0-6 bulan > 6 bulan Sumber: FAO/WHO (2001) dalam Muhilal dan Sulaeman (2004) 2.2 MINYAK GORENG SAWIT Menurut Badan POM (2006), minyak goreng (frying oil atau frying fat) adalah: ala minyak dan lemak yang digunakan untuk menggoreng yang diperoleh dari proses rafinasi/pemurnian (refining/purifying) minyak nabati dalam bentuk tunggal atau campuran. Karakteristik dasar minyak goreng meliputi:

5 9 kadar air tidak lebih dari 0,15 %, kadar asam lemak bebas tidak lebih dari 0,3 %, kadar asam lemak linoleat tidak lebih dari 2 % dan bilangan peroksida tidak lebih dari 10 mek O 2 /kg. Minyak kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Oil/RBDPO) adalah: minyak yang diperoleh dari hasil proses rafinasi/pemurniaan minyak kelapa sawit mentah. Karakteristik dasar minyak kelapa sawit meliputi: bilangan penyabunan 190 mg KOH/g, bilangan iod 50 Wijs hingga 55 Wijs, titik leleh 33 o C hingga 39 o C dan bilangan peroksida tidak lebih dari 10 mek O 2 /kg (Badan POM, 2006). Minyak olein kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Oilein) adalah fraksi cair minyak kelapa sawit berwarna kekuningan yang diperoleh dari hasil proses rafinasi/pemurniaan minyak olein kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) atau fraksinasi minyak kelapa sawit yang sudah dirafinasi (RBD palm oil). Karakteristik dasar minyak olein kelapa sawit meliputi titik leleh/lebur tidak lebih dari 30 o C, bilangan iod tidak kurang dari 56 Wijs, bilangan penyabunan 194 mg KOH/g hingga 202 mg KOH/g dan bilangan peroksida tidak lebih dari 10 mek O 2 /kg (Badan POM, 2006). Minyak stearin kelapa sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) adalah fraksi padat minyak kelapa sawit yang berwarna kekuningan yang diperoleh dari hasil proses rafinasi/pemurnian stearin kelapa sawit mentah (Crude Palm Stearin) atau fraksinasi minyak kelapa sawit yang sudah dirafinasi (RBD palm oil). Karakteristik dasar minyak olein kelapa sawit meliputi: titik leleh/lebur tidak kurang dari 44 o C dan bilangan iod tidak lebih dari 48 Wijs (Badan POM, 2006).\ Minyak sawit (palm oil) berbeda dengan minyak inti sawit (palm kernel oil). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesokarp, sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit diperoleh melalui proses ekstraksi secara rendering atau pengepresan dan proses pemurnian yang terdiri atas pengendapan dan pemisahan gum, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Secara umum minyak kelapa sawit mempunyai karakteristik warna kuning pucat sampai jingga tua,

6 10 memiliki aroma yang sedap dan stabil atau tahan terhadap ketengikan (Winarno, 2008). Melalui proses rafinasi, pemucatan dan penghilangan bau atau disingkat RBD (Refined, Bleached, Deodorized), minyak kelapa sawit dapat diubah menjadi produk yang bernilai tinggi. Proses rafinasi dan fraksinasi menghasilkan minyak yang tidak berwarna, jernih dan bersih dari kotoran yang dikenal dengan RBD oil. Kehilangan beta karoten yang terkandung dalam minyak kelapa sawit banyak terjadi selama proses-proses tersebut berlangsung (Muchtadi, 1996). Menurut Olson (1990), minyak kelapa sawit yang tidak mengalami proses penjernihan dan bleaching memiliki warna merah karena banyak mengandung karoten ( dan karoten) dalam jumlah yang banyak. Kandungan karotenoid sebanyak 0,5 mg/ml minyak kelapa sawit. Kebutuhan vitamin A pada anak usia pra-sekolah dapat dicukupi dari konsumsi 7 ml minyak kelapa sawit merah per hari. Menurut Martianto, Marliyati dan Komari (2007), walaupun memiliki kandungan karotenoid yang tinggi, minyak kelapa sawit merah tidak dapat diterima dalam banyak penggunaan karena warna merah yang kuat dan rasanya yang sangat khas. Menurut Kemperin (2010), minyak goreng sawit adalah: bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari minyak sawit, dengan atau tanpa pengubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian dengan penambahan vitamin A. Komposisi minyak goreng sawit terdiri atas bahan baku minyak sawit dan bahan tambahan pangan (BTP) yang penggunaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku untuk diizinkan penggunaannya pada minyak goreng sawit. Adapun persyaratan mutu minyak goreng sawit sesuai dengan RSNI 3 Minyak goreng sawit 2010 dapat dilihat pada Tabel 4

7 11 Tabel 4 RSNI 3 Persyaratan Mutu Minyak Goreng Sawit No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan 1.1 Bau - Normal 1.2 Rasa - Normal 1.3 Warna (merah/kuning) (Lovibond 5,25 maks. 5,0/50 cell) 2 Kadar air dan bahan menguap % (b/b) maks. 0,1 3 Asam lemak bebas (dihitung % maks. 0,3 sebagai asam palmitat) 4 Bilangan peroksida mek O 2 /kg maks. 10* 5 Vitamin A IU/g min. 45* 6 Minyak pelikan - negatif 7 Cemaran logam 7.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 7.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,1 7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0/250,0** 7.4 Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,05 8 Cemaran arsen (As) mg/kg maks. 0,1 Catatan: * pengambilan contoh di pabrik ** dalam kemasan kaleng 2.3 FORTIFIKASI PANGAN Menurut Soekirman (2003), kekurangan zat gizi mikro dapat diatasi dengan berbagai pendekatan seperti diversifikasi pangan, suplementasi dan fortifikasi pangan. Fortifikasi adalah penambahan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu ke dalam bahan pangan dengan tujuan utama adalah meningkatkan mutu gizi makanan. Fortifikasi dapat bersifat sukarela maupun wajib. Fortifikasi yang dilakukan secara sukarela adalah fortifikasi yang dilakukan oleh produsen untuk meningkatkan nilai tambah produknya, sedangkan fortifikasi wajib merupakan fortifikasi yang diharuskan dan terdapat dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah dengan tujuan melindungi rakyat dari kurang gizi. Target utama dari fortifikasi wajib ini adalah masyarakat miskin yang umumnya menderita kekurangan gizi mikro seperti kekurangan yodium, zat besi, dan vitamin A. Bahan pangan yang dapat dilakukan fortifikasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu: 1. Bahan pangan harus dikonsumsi oleh semua atau sebagian besar populasi sasaran. 2. Bahan pangan harus dikonsumsi secara rutin dalam jumlah yang tetap.

8 12 3. Rasa, penampakan dan bau bahan pangan yang difortifikasi tidak boleh berubah. 4. Zat yang digunakan untuk fortifikasi harus stabil pada kondisi yang ekstrim seperti pemasakan, pemrosesan, pengangkutan dan penyimpanan 5. Harga bahan pangan hasil fortifikasi tidak naik secara berarti. Menurut Soekirman (2003) syarat-syarat bahan pangan yang akan dilakukan fortifikasi adalah produsen yang memproduksi dan mengolah bahan pangan tersebut terbatas jumlahnya, tersedianya teknologi fortifikasi untuk bahan pangan yang dipilih dan bahan pangan tersebut tetap aman untuk dikonsumsi dan dan tidak membahayakan kesehatan. Menurut Martianto (2011), minyak goreng merupakan bahan pangan yang diproduksi secara terpusat dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, sehingga dapat dipakai sebagai alternatif bahan pangan untuk difortifikasi. Fortifikasi vitamin A ke dalam minyak goreng sawit perlu dilakukan dengan alasan: asa (1) Produk makanan Indonesia sebagian besar menggunakan minyak goreng; (2) Untuk mengurangi penyakit akibat KVA, maka perlu adanya kebijakan yang tepat untuk menanggulangi masalah KVA; (3) Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng, dan (4) Pemerintah akan menetapkan standar yang mewajibkan kepada seluruh produsen minyak goreng sawit untuk melakukan fortifikasi vitamin A ke dalam produknya. Menurut Hariyadi (2011), fortifikasi vitamin A pada minyak goreng dapat dilakukan dengan alasan: (1) Vitamin A dan pro-vitamin A sangat mudah larut dalam minyak goreng; (2) Vitamin A umumnya lebih stabil dalam minyak goreng dari pada dalam bahan pangan lainnya; (3) Minyak goreng (lipida) membantu proses absorbsi dan pemanfaatan vitamin A; (4) Minyak goreng digunakan oleh masyarakat luas; (5) Teknologinya tersedia dan sederhana, dan (6) Biaya fortifikasi terjangkau.

9 METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A Secara umum pengujian vitamin A dalam bahan pangan terdiri atas 3 tahap yaitu: tahap saponifikasi, tahap ektraksi, tahap pemekatan atau penguapan pelarut organik dan tahap pengukuran menggunakan instrumen. Saponifikasi dilakukan dengan menggunakan kalium hidroksida dengan pelarut campuran etanol dan air, penambahan zat anti oksidan (asam askorbat, pirogalol, butil hidroksi toluena) dan pemanasan pada suhu o C (Eitenmiller, 2008). Tahap ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut organik seperti petroleum eter (Eitenmiller, 2008); eter, campuran etanol dengan tetra hidrofuran (USP Convention 2008). Selanjutnya dilakukan pemekatan atau penguapan terhadap pelarut organik yang digunakan, lalu dilarutkan kembali dengan pelarut lainnya seperti metanol atau etanol dan selanjutnya siap untuk ditetapkan kadarnya menggunakan instrumen seperti: spektrofotometri atau kromatografi cair kinerja tinggi. Metode penetapan kadar vitamin A menggunakan instrumen akan dijelaskan sebagai berikut: Metode Spektrofotometri Pengukuran secara langsung. Spektrum absorbsi ultraviolet vitamin A dan vitamin A asetat mempunyai absorbsi maksimal pada panjang gelombang antara 325 sampai 328 nm dalam berbagai pelarut. Larutan vitamin A dalam isopropanol absorbansinya diukur pada panjang gelombang maksimal ( maks ) dan pada dua titik, yaitu satu disebelah kanan maks dan satunya pada sebelah kiri maks. Absorbansi pada maks dikoreksi terhadap senyawa pengganggu dengan menggunakan formula koreksi karena senyawa-senyawa ini akan ikut menyerap pada daerah UV. Beberapa pengganggu terutama pada minyak ikan adalah vitamin A 2, kitol, anhidro vitamin A dan asam polien. Pada vitamin A sintetik senyawa pengganggunya adalah senyawa-senyawa antara (Rohman dan Sumantri, 2007).

10 Pengubahan retinol atau akseroftol menjadi anhidroakseroftol Akseroftol mudah diubah menjadi anhidroakseroftol dengan bantuan sejumlah kecil asam mineral atau asam organik kuat. Metode Budowski dan Bondi, akseroftol diubah menjadi anhidroakseroftol dalam pelarut benzen dengan katalisator asam toluen-p-sulfonat pada temperatur kamar. Kenaikan absorbansi pada 399 nm merupakan hasil dehidrasi yang berbanding langsung dengan jumlah akseroftol yang terkandung. Reaksi ini dapat dihentikan dengan penambahan alkali. Pengukuran absorbansi pada 358 nm, 377 nm dan 399 nm dalam benzen merupakan cara yang baik untuk mengetahui kemurnian akseroftol yakni dengan melihat bahwa A 399 nm /A 377 nm sebesar 0,868 dan A 358 nm /A 377 nm sebesar 0,692 (Rohman dan Sumantri, 2007) Metode Maleat anhidrat untuk isomer vitamin A Maleat anhidrat bereaksi dengan all-trans dan 9-cis isomer vitamin A menghasilkan senyawa yang tidak memberikan warna biru ketika diuji dengan menggunakan antimon (III) klorida. Potensi kehilangan terhadap all-trans dan 9-cis isomer dapat terjadi, sehingga perlu dilakukan dua kali pengukuran nilai antimon (III) klorida, pertama untuk isomer campuran dan setelah penghilangan kedua isomer tersebut. Dari perbedaan nilai pengukuran ini, maka komposisi isomer dalam campuran dan potensi biologisnya dapat ditentukan Penentuan secara simultan retinol (vitamin A 1 ) dan dehidroretinol (vitamin A 2 ) Prinsip dari metode ini adalah perbedaan panjang gelombang maksimum dan nilai ekstinsi dari masing-masing vitamin A 1 dan A 2. Vitamin A 1 mempunyai panjang gelombang maksimum pada 326 nm sedangkan vitamin A 2 mempunyai panjang gelombang maksimum pada 351 nm.

11 Metode kolorimetri Metode Carr-Price Metode Carr-Pierce mencakup perlakuan vitamin A dengan antimon (III) klorida; warna biru yang timbul memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 620 nm dan mematuhi hukum Lambert-Beer. Antimon (III) klorida yang digunakan sebagai reagen penghasil warna bersifat korosif, dan membutuhkan penanganan secara khusus dan kadang-kadang menyebabkan kerusakan terhadap peralatan spektrofotometer. Dilihat dari formasi antimon (III) klorida, zat ini sulit untuk untuk dibersihkan dari kuvet dan juga peralatan preparasi. Warna biru yang timbul sangat tidak stabil dan pengukuran absorbansi harus dilakukan antara 5-10 detik dari penambahan reagen (Rohman dan Sumantri, 2007) Pengukuran secara spektrofotometri dengan menggunakan Asam trifluoro asetat Asam trifluoro asetat bereaksi dengan vitamin A dan turunannya sehingga mengasilkan warna biru yang memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 616 nm. Reaksi warna yang terjadi mematuhi hukum Lambert-Beer pada kisaran konsentrasi vitamin A sebesar 10-6 dan 10-5 M (Libman, 1966) Pengukuran secara spektrofotometri dengan menggunakan gliserol diklorohidrin aktif Gliserol diklorohidrin aktif bereaksi dengan vitamin A dalam kloroform untuk menghasilkan warna ungu yang stabil dan mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 555 nm. Reaksi warna yang terjadi mematuhi hukum Lambert-Beer pada kisaran yang lebar. Intensitas warna yang timbul 1/3 jika dibandingkan dengan intensitas warna biru dari metode Carr-Pierce yang menggunakan antimon (III) klorida. Reaksi bergantung pada suhu pengujian dan disarankan pembuatan kurva kalibrasi dan analisis sampel dilakukan pada suhu yang sama (Libman, 1966).

12 Pengukuran dengan menggunakan Asam fosfotungstat Vitamin A dalam kloroform bereaksi dengan asam fosfotungstat dalam etil asetat dengan adanya asetat anhidrat maka menghasilkan warna biru dan memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 620 nm. Reaksinya mematuhi hukum Lambert-Beer. Pada pemanasan dengan suhu 50 C menggunakan penangas air, warna biru yang ada akan berubah menjadi biru keunguan, ungu, dan akhirnya menjadi merah dan mempunyai serapan maksimum pada 530 nm. Warna merah yang timbul juga mematuhi hukum Lambert-Beer dan cocok untuk pengujian vitamin A, akan tetapi metode ini kurang sensitif untuk bahan dengan kadar vitamin A rendah (Libman, 1966) Pengukuran secara kolorimetri dengan aluminium klorida Metode ini mencakup reaksi larutan jenuh aluminium klorida dalam kloroform anhidrat dengan vitamin A. Warna yang timbul mempunyai serapan maksimum pada panjang gelombang 618 nm dan mematuhi hukum Lambert-Beer (Libman, 1966) Pengukuran menggunakan asam fosfomolibdat Metode ini melibatkan reaksi vitamin A dengan asam fosfomolibdat; warna biru yang timbul memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 700 serta mematuhi hukum Lambert-Beer (Libman, 1966) Metode Spektrofluorometri Berdasarkan sifat vitamin A yang dapat memberikan flourosensi, maka vitamin A dalam bahan pangan yang telah diekstrasi dapat diukur menggunakan spektrofluorometer pada panjang gelombang eksitasi 330 nm dan emisi 480 nm. Pengukuran dengan metode spektrofluorometri lebih spesifik dibandingkan cara spektrofotometri, karena banyak senyawa yang memberikan serapan pada daerah UV, namun tidak memberikan sifat flourosensi (Angustin dkk 1985).

13 Metode Kromatografi Pengukuran dengan kromatografi lapis tipis Vitamin A dapat dipisahkan dengan komponen lainnya secara kromatografi lapis tipis menggunakan fase diam silika gel F 254 dan fase gerak campuran siklo heksana dan eter dengan perbandingan 4:1, noda yang telah terpisah dideteksi menggunakan asam fosfomolibdat dan bercak biru hijau yang terjadi menunjukkan adanya vitamin A. Perkiraan harga Rf vitamin A dalam bentuk alkohol, asetat dan palmitat berturut-turut adalah 0,1; 0,45 dan 0,7 (Depkes 1995). Untuk mendeteksi noda vitamin A dapat juga digunakan larutan antimon (III) klorida yang akan memberikan warna biru (Depkes 1979) atau menggunakan UV pada pada panjang gelombang 254 nm (CE 2007). Sebagai fase gerak selain menggunakan campuran siklo heksana dan eter, juga dapat digunakan campuran siklo heksana dan etil asetat dengan perbandingan 9:1 (Libman 1966) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Vitamin A dapat ditetapkan kadarnya menggunakan KCKT menggunakan kolom fase normal atau kolom fase terbalik. Dengan menggunakan kolom fase normal, vitamin A ditetapkan kadarnya menggunakan fase diam kolom silika, fase gerak n-heksana dan dideteksi menggunakan UV 325-nm (USP Convention 2008). Sebagai fase gerak dapat juga digunakan campuran heptana dan diisopropil eter, 95:5; heksana dan dietil eter 98:2; 1-5 % 2-propanol dalam heptana; heksana dan metil etil keton, 90:10 (Nollet 2000). Dengan kolom fase terbalk, vitamin A ditetapkan kadarnya menggunakan fase diam kolom C18, fase gerak campuran metanol dan air dengan perbandingan 860:140 dan dideteksi menggunakan UV 328-nm atau 313-nm (AOAC International, 2005). Sebagai fase gerak dapat juga digunakan campuran asetonitril dengan air 90:10 (Eitenmiller, 2008); campuran asetonitril dengan air, 90:10 atau campuran metanol dengan air, 80:20 (Augustin dkk 1985). Persiapan sampelnya terdiri atas

14 18 proses saponifikasi, ekstraksi, pemekatan dan melarutkan kembali menggunakan pelarut yang sesuai. 2.5 INTRUMENTASI KCKT Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif tif maupun kuantitatif (Rohman 2007). Kromatografi adalah suatu prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi difrensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu e dan di dalam zat tersebut menunjukkan perbedaan morbilitas disebab- kan adanya perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion (Depkes 2009 b ) Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas komponen pokok yaitu wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Johnson, 1991). Diagram blok untuk sistem kromatografi cair kinerja tinggi ditunjukkan pada Gambar 2.

15 19 Gambar 2. Diagram Blok Sistem KCKT Wadah Fase Gerak pada KCKT Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilang gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis Fase Gerak Pada KCKT Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase

16 20 gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol Pompa pada KCKT Pompa yang digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 1-3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reproduksibel, konstan dan bebas dari gangguan Injektor/Penyuntikan Sampel Pada KCKT Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sampel loop) internal atau eksternal. Pada saat pengisian sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan

17 21 menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1% Kolom Pada KCKT Kolom KCKT pada umumnya terbuat dari pipa baja tahan karat. Panjang kolom antara cm dengan diameter dalam 4,5-5,0 mm. Kolom diisi dengan yang sesuai untuk pemisahan sampel tertentu. Kolom untuk pemisahan analitik umumnya mempunyai diameter dalam 2-4 mm. Kolom dapat dipanaskan sampai 60 o C agar dihasilkan pemisahan yang lebih efisien. Jika tidak dinyatakan lain, kolom dipertahankan pada suhu kamar. Fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzene. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH), Oktadesil silan (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Fase diam eksklusi dan penukar ion dapat menggunakan silika atau polimer Detektor KCKT Detektor pada KCKT ada 2 yaitu (1) Detektor universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik dan tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa, dan (2) Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detector UV-VIS, detektor fluoresensi dan elektro kimia Komputer, Integrator atau Rekorder. Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder, dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram.

18 VALIDASI METODE ANALISIS Suatu metode analisis terdiri atas serangkaian langkah yang harus diikuti untuk tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan teknik tertentu. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan pemilihan metode analisis adalah: tujuan analisis, biaya yang dibutuhkan, serta waktu yang diperlukan; level analit yang diharapkan dan batas deteksi yang diperlukan; macam sampel yang akan dianalisis serta pra-perlakuan sampel yang dibutuhkan; jumlah sampel yang dianalisis; ketepatan dan ketelitian yang diinginkan untuk analisis kuantitatif; ketersediaan bahan rujukan, senyawa baku, bahan-bahan kimia, dan pelarut yang dibutuhkan; peralatan yang tersedia; kemungkinan adanya gangguan pada saat deteksi atau pada saat pengukuran sampel. Menurut Rohman dan Ibnu (2007), kriteria yang harus dipenuhi suatu metode analisis yang baik adalah: 1. Peka (sensitive) artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa dalam konsentrasi yang kecil. 2. Selektif, artinya untuk penetapan kadar senyawa tertentu, metode tersebut tidak banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain. 3. Tepat (precise) artinya metode tersebut menghasilkan suatu hasil analisis yang sama atau hampir sama dalam satu seri pengukuran (penetapan). 4. Teliti (accurate) artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya (true value). 5. Kasar (rugged) artinya ada perubahan komposisi pelarut atau variasi lingkungan tidak menyebabkan perubahan hasil analisis. 6. Praktis artinya metode tersebut mudah dikerjakan serta tidak banyak memerlukan waktu dan biaya. Pengembangan metode analisis biasanya didasarkan pada metode yang sudah ada menggunakan instrumen yang sama atau hampir sama. Pengembangan metode analisis biasanya membutuhkan syarat-syarat metode tertentu dan memutuskan jenis alat yang akan digunakan. Pada tahap pengembangan metode, keputusan yang terkait dengan pemilihan kolom,

19 23 fase gerak, detektor dan metode kuantisasi harus diperhatikan. Ada beberapa alasan tertentu untuk pengembangan metode analisis yang baru, yaitu: 1. Belum ada metode yang sesuai untuk analit tertentu dalam suatu matriks sampel tertentu. 2. Metode yang sudah ada terlalu rumit, terlalu banyak tahap perlakuan yang dapat menimbulkan kesalahan atau metode yang sudah ada tidak reliabel (presisi dan akurasinya rendah). 3. Metode yang sudah ada terlalu mahal, membutuhkan waktu dan energi yang besar atau tidak dapat diotomatisasikan. 4. Metode yang sudah ada tidak memberikan sensitivitas atau spesifisitas yang mencukupi pada sampel yang dituju. 5. Adanya kebutuhan untuk pengembangan metode alternatif, baik untuk alasan legal atau alasan saintifik. Suatu metode perlu divalidasi terlebih dahulu sebelum metode tersebut digunakan untuk penggunaan lebih lanjut, sehingga metode tersebut dapat menjamin bahwa analisis yang dilakukan dapat dipercaya dan sesuai dengan tujuan penggunaanya serta dapat diandalkan untuk mengambil keputusan. Metode analisis yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kondisi laboratorium, peralatan dan pereaksi yang tersedia. Walaupun metode analisis vitamin A dalam minyak goreng sawit masih sulit didapat, namun metode analisis vitamin A dalam produk pangan dengan menggunakan peralatan moderen, diantaranya dengan menggunakan KCKT sudah banyak yang dikembangkan oleh peneliti terdahulu. Namun kelemahanya dari metode yang ada adalah kerumitan dalam penyiapan sampel (saponifikasi, ekstraksi dan pemekatan atau penguapan pelarut organik yang digunakan). Metode analisis yang dikembangkan oleh peneliti ini dipilih karena memiliki banyak kelebihan, yaitu metodenya tanpa proses saponifikasi, ekstraksi dan penguapan pelarut organik yang digunakan sehingga waktu analisinya relatif lebih cepat. Menurut Gunzler (1996), validasi metode adalah menetapkan dengan percobaan laboratorium yang sistimatik, pemenuhan karakteristik unjuk kerja metode terhadap spesifikasi yang dikaitkan dengan penggunaan hasil

20 24 pengujian yang dimaksudkan. Karakreristik unjuk kerja (parameter) yang ditetapkan mencakup: presisi, akurasi, selektivitas dan spesifisitas, batas deteksi, batas kuantisasi, rentang, linieritas, sensitivitas dan kekasaran (ruggedness). Menurut Harmita (2004), beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis yaitu kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), selektivitas (spesifisitas), linearitas dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi, ketangguhan metode (ruggedness) dan kekuatan metode (robustness). Validasi metode adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang objektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu tujuan khusus dipenuhi. Proses validasi suatu metode biasanya sangat dekat dengan proses pengembangan suatu metode. Sebuah metode harus divalidasi bila kinerja parameter metode uji tersebut belum valid atau belum dibuktikan valid untuk penggunaan analisis khusus (BSN 2005). Tujuan memvalidasi metode adalah untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan suatu metode tidak dapat dihindari pada kondisi normal, dimana seluruh elemen terkait telah dilaksanakan dengan baik dan benar. Dengan memvalidasi metode, tingkat kepercayaan yang dihasilkan oleh suatu metode pengujian dapat diperkirakan dengan pasti ( Hadi, 2007) Menurut USP Convention (2009), presisi adalah derajat kesesuaian diantara hasil uji individu (berdiri sendiri) jika metode uji dilakukan berulang-ulang terhadap multi sampling dari suatu sampel yang homogen. Presisi biasanya dinyatakan sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi) dari serangkaian pengukuran. Presisi hendaknya dilakukan pada tiga tingkat berbeda yaitu: ripitabilitas, presisi intermediat dan reprodusibilitas. Ripitabilitas adalah penggunaan metode pengujian di dalam satu laboratorium dalam satu periode waktu yang singkat menggunakan personel penguji yang sama, dengan peralatan yang sama di bawah kondisi sekonstan mungkin. Presisi intermediat dilakukan dengan berbagai variasi di dalam laboratorium, seperti pada hari yang berbeda atau personil penguji yang berbeda atau alat yang berbeda dalam laboratorium yang sama. Reprodusibilitas atau disebut juga ruggedness adalah penggunaan metode

21 25 pengujian dalam berbagai laboratorium yang berbeda seperti dalam uji kolaborasi. Akurasi adalah ukuran ketepatan dari suatu metode pengujian, atau kedekatan antara nilai hasil uji yang diukur dengan nilai benar, atau nilai nilai konvensional atau nilai acuan yang dapat diterima (USP Convention 2009). Akurasi dari suatu metode dapat dilakukan dengan cara: menggunakan bahan acuan bersertifikat, membandingkan hasil yang benar-benar telah dikarakterisasi dan akurasinya telah ditetapkan atau dengan cara menghitung persen perolehan kembali terhadap sampel yang sudah dispike (Wood R 1998). Kriteria kecermatan dalam persen perolehan kembali sangat tergantung kepada konsentrasi analit dalam matriks sampel dan pada keseksamaan metode (RSD) (Oktavia, 2006). Persen rekoveri rata-rata untuk tiap level konsentrasi dinilai terhadap rentang % rekoveri pada Tabel 5. Selektivitas menunjukkan kemampuan suatu metode membedakan antara analit yang dituju dan komponen lain / bentuk-bentuk analit lain yang mungkin ada dalam matrik untuk mengukur secara akurat dan spesifik analit dalam matriks sampel dengan adanya zat pengganggu. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan (Oktavia, 2006). Tabel 5. Keberterimaan akurasi berdasarkan % rekoveri No % Analit Rasio Analit Satuan Rentang keberterimaan (% Rekoveri) % % % , ppm , ppm , ppm , ppm , ppb , ppb , ppb

22 26 Linieritas adalah kemampuan untuk menghasilkan hasil uji yang sebanding/berbanding lurus terhadap konsentrasi analit dalam sampel pada kisaran konsentrasi tertentu. Menentukan kemampuan suatu metode untuk mendapatkan respon yang proporsional terhadap konsentrasi analit (Oktavia, 2006). Rentang yaitu kemampuan untuk memperoleh hasil uji yang kadar analitnya masih linier dengan presisi dan akurasi yang masih dapat diterima. Ditetapkan bersamaan dengan penetapan linieritas dengan melakukan pengujian terhadap sampel yang kadarnya dibawah dan diatas normal. Rentang metoda menjelaskan rentang konsentrasi dimana metode uji diaplikasikan yang dinyatakan dalam presisi, akurasi (trueness) dan linieritas (Oktavia, 2006). Batas Deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi d yang masih memberikan respon signifikan dibandingan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko. Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi (Oktavia, 2006).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini telah dilakukan pengembangan dan validasi metode analisis untuk penetapan kadar vitamin A dalam minyak goreng sawit secara KCKT menggunakan kolom C 18 dengan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO

PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO PENGEMBANGAN DAN VALIDASI METODE ANALISIS PENETAPAN KADAR VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG SAWIT SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI SLAMET SUKARNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Pangan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C

LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C LAPORAN PRAKTIKUM HPLC : ANALISA TABLET VITAMIN C Nama : Juwita (127008003) Rika Nailuvar Sinaga (127008004) Hari / Tanggal Praktikum : Kamis / 19 Desember 2012 Waktu Praktikum : 12.00 15.00 WIB Tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibuprofen 2.1.1 Sifat Fisikokimia Menurut Ditjen POM (1995), sifat fisikokimia dari Ibuprofen adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 1. Struktur Ibuprofen Nama Kimia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Preparasi sampel Daging bebek yang direbus dengan parasetamol dihaluskan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 10 g kemudian dipreparasi dengan menambahkan asam trikloroasetat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Fase gerak : dapar fosfat ph 3,5 : asetonitril (80:20) : panjang gelombang 195 nm BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Optimasi Sistem KCKT Sistem KCKT yang digunakan untuk analisis senyawa siklamat adalah sebagai berikut: Fase diam : C 18 Fase gerak : dapar fosfat ph

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cefadroxil 2.1.1 Sifat fisikokimia Menurut USP (2007), sifat fisikokimia cefadroxil adalah sebagai berikut: Rumus struktur : Gambar 1 Struktur cefadroxil Nama Kimia : 5-thia-1-azabicyclo[4.2.0]oct-2-ene-1-carbocylic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam. : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pirasetam 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Ditjen. BKAK (2014), sifat fisikokimia pirasetam adalah : Gambar 2.1 Struktur Pirasetam Nama Kimia : 2-Oxopirolidin 1-Asetamida Rumus Molekul

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sistem kromatografi yang digunakan merupakan kromatografi fasa balik, yaitu polaritas fasa gerak lebih polar daripada fasa diam, dengan kolom C-18 (n-oktadesil silan)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Pencarian kondisi analisis optimum levofloksasin a. Pemilihan komposisi fase gerak untuk analisis levofloksasin secara KCKT Pada penelitian ini digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini, pengambilan lima sampel yang dilakukan dengan cara memilih madu impor berasal Jerman, Austria, China, Australia, dan Swiss yang dijual

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidrokuinon merupakan zat aktif yang paling banyak digunakan dalam sediaan pemutih wajah. Hal ini dikarenakan efektivitas kerja dari hidrokuinon yaitu dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Nama Generik 2.1.1. Pengertian Obat Generik Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asam retinoat adalah bentuk asam dan bentuk aktif dari vitamin A (retinol) atau disebut juga tretinoin. Bahan ini sering dipakai pada preparat kulit terutama

Lebih terperinci

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah High Performance Liquid Chromatography (HPLC) Indah Solihah HPLC Merupakan teknik pemisahan senyawa dengan cara melewatkan senyawa melalui fase diam (stationary phase) Senyawa dalam kolom tersebut akan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI

VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI VALIDASI PENETAPAN KADAR ASAM ASETIL SALISILAT (ASETOSAL) DALAM SEDIAAN TABLET BERBAGAI MEREK MENGGUNAKAN METODE KOLORIMETRI SKRIPSI Oleh: DENNY TIRTA LENGGANA K100060020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Meka et al (2014) dalam penelitiannya melakukan validasi metode KCKT untuk estimasi metformin HCl dan propranolol HCl dalam plasma dengan detektor PDA (Photo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pemilihan Kondisi Optimum Kromatografi Gas untuk Analisis DHA Kondisi analisis optimum kromatografi gas terpilih adalah dengan pemrograman suhu dengan suhu awal

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

KROMATOGRAFI. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. KROMATOGRAFI Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran 1. Mahasiswa memahami pengertian dari kromatografi dan prinsip kerjanya 2. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis kromatografi dan pemanfaatannya

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Reaktor-separator terintegraasi yang dikembangkan dan dikombinasikan dengan teknik analisis injeksi alir dan spektrofotometri serapan atom uap dingin (FIA-CV-AAS) telah dikaji untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis BAB II TINJAUAN PUSTAKA Analisis secara kromatografi yang berhasil baik berkaitan dengan mengkompromikan daya pisah kromatografi, beban cuplikan, dan waktu analisis atau kecepatan seperti digambarkan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pembuatan larutan induk standar fenobarbital dan diazepam Ditimbang 10,90 mg fenobarbital dan 10,90 mg diazepam, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Kelapa Sawit Minyak sawit terutama dikenal sebagai bahan mentah minyak dan lemak pangan yang digunakan untuk menghasilkan minyak goreng, shortening, margarin,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan metode purposive sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Preparasi Sampel Sampel telur ayam yang digunakan berasal dari swalayan di daerah Surakarta diambil sebanyak 6 jenis sampel. Metode pengambilan sampel yaitu dengan metode

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal

I. PENDAHULUAN. menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu daerah paling potensial untuk menghasilkan produk-produk dari buah sawit. Tahun 2008 total luas areal perkebunan kelapa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengumpulan Sampel Pengumpulan sampel ini dilakukan berdasarkan ketidaklengkapannya informasi atau keterangan yang seharusnya dicantumkan pada etiket wadah dan atau pembungkus.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman

SEJARAH. Pertama kali digunakan untuk memisahkan zat warna (chroma) tanaman KROMATOGRAFI PENDAHULUAN Analisis komponen penyusun bahan pangan penting, tidak hanya mencakup makronutrien Analisis konvensional: lama, tenaga beasar, sering tidak akurat, tidak dapat mendeteksi pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengembangan Metode Pengembangan metode dapat dilakukan dalam semua tahapan ataupun hanya salah satu tahapan saja. Pengembangan metode dilakukan karena metode

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembentukan Senyawa Indotimol Biru Reaksi pembentukan senyawa indotimol biru ini, pertama kali dijelaskan oleh Berthelot pada 1859, sudah sangat lazim digunakan untuk penentuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Universitas Muhammadiyah Purwokerto selama 4 bulan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alprazolam 2.1.1 Sifat fisikokimia Rumus struktur : Gambar 1 Struktur Alprazolam Nama Kimia Rumus Molekul :8-Kloro-1-metil-6-fenil-4H-s-triazolo[4,3-α] [1,4] benzodiazepina

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Varietas Kelapa Sawit 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietasvarietas itu

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pada penelitian ini diawali dengan penentuan kadar vitamin C untuk mengetahui kemurnian vitamin C yang digunakan sebagai larutan baku. Iodium 0,1N digunakan sebagai peniter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Simvastatin 2.1.1 Uraian Bahan Menurut Moffat, et al., (2004), sifat fisiko kimia simvastatin adalah sebagai berikut: Rumus struktur: Gambar 1. Struktur Simvastatin Rumus Molekul

Lebih terperinci

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak

Penentuan Bilangan Asam dan Bilangan Penyabunan Sampel Minyak atau Lemak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah campuran ester dari asam lemak dan gliserol. Lemak dan minyak dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, baik dari tumbuh-tumbuhan

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang

Bab I Pengantar. A. Latar Belakang A. Latar Belakang Bab I Pengantar Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa sawit (Elaeis guineensis) terbesar di dunia. Produksinya pada tahun 2010 mencapai 21.534 juta ton dan dengan nilai pemasukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siklamat 1. Karakteristik Fisika Kimia Rumus struktur : Rumus molekul : C 6 H 12 NNaO 3 S Nama kimia : Sodium N-Cyclohexylsulfamate Berat molekul : 201,2 g/mol Pemerian Kelarutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ketersediaan sumber energi khususnya energi fosil semakin mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia (Arisurya, 2009). Indonesia yang dahulu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Tahap Sintesis Biodiesel Pada tahap sintesis biodiesel, telah dibuat biodiesel dari minyak sawit, melalui reaksi transesterifikasi. Jenis alkohol yang digunakan adalah metanol,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Salah satu produk kosmetik yang banyak menggunakan bahan pengawet sebagai bahan tambahan adalah hand body lotion. Metode analisis yang sensitif dan akurat diperlukan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA A. ALAT Alat kromatografi kinerja tinggi (Shimadzu, LC-10AD VP) yang dilengkapi dengan detektor UV-Vis (SPD-10A VP, Shimadzu), kolom Kromasil LC-18 dengan dimensi kolom

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Validasi merupakan proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa metode tersebut memenuhi syarat sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Jenis Penelitian 1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen (experiment research) (Notoatmodjo, 2002).

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada penelitian ini, proses pembuatan monogliserida melibatkan reaksi gliserolisis trigliserida. Sumber dari trigliserida yang digunakan adalah minyak goreng sawit.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN. Perhitungan Kadar Kadar residu antibiotik golongan tetrasiklin dihitung dengan rumus: 8 Kolom : Bondapak C18 Varian 150 4,6 mm Sistem : Fase Terbalik Fase Gerak : Asam oksalat 0.0025 M - asetonitril (4:1, v/v) Laju Alir : 1 ml/menit Detektor : Berkas fotodioda 355 nm dan 368 nm Atenuasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan panjang gelombang maksimum ini digunakan untuk mengetahui pada serapan berapa zat yang dibaca oleh spektrofotometer UV secara

Lebih terperinci

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962).

Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Lampiran 1. Metode analisis kolesterol, asam lemak dan Vitamin A A. Metode Analisis Kolesterol (Kleiner dan Dotti 1962). Diambil sampel dua telur pada setiap ulangan. Delapan belas sampel dianalisis kolesterolnya

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1. PEMBAHASAN Pengaruh Pencucian, Delignifikasi, dan Aktivasi Ampas tebu mengandung tiga senyawa kimia utama, yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Menurut Samsuri et al. (2007), ampas tebu mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. 3.1 Bahan Buah jeruk nipis, belimbing, jeruk lemon, vitamin C baku (PPOMN),

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Pengukuran serapan harus dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimumnya agar kepekaan maksimum dapat diperoleh karena larutan dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN..

DAFTAR ISI.. ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR UCAPAN TERIMA KASIH. DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.. i ii iii iv vi vii viii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Rumusan Masalah.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di

III. METODOLOGI PERCOBAAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di 30 III. METODOLOGI PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9 kkal sedangkan karbohidrat dan protein

Lebih terperinci

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI

VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI VALIDASI METODE ANALISIS PENENTUAN KADAR HIDROKINON DALAM SAMPEL KRIM PEMUTIH WAJAH MELALUI KLT-DENSITOMETRI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau siskuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia

ALAT ANALISA. Pendahuluan. Alat Analisa di Bidang Kimia Pendahuluan ALAT ANALISA Instrumentasi adalah alat-alat dan piranti (device) yang dipakai untuk pengukuran dan pengendalian dalam suatu sistem yang lebih besar dan lebih kompleks Secara umum instrumentasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012

TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 TUGAS II REGULER C AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA TAHUN AKADEMIK 2011/2012 Mata Kuliah Topik Smt / Kelas Beban Kredit Dosen Pengampu Batas Pengumpulan : Kimia Analitik II : Spektrofotometri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Minyak Kelapa Sawit Kasar Karakteristik awal minyak kelapa sawit kasar yang diukur adalah warna, kadar air dan kotoran, asam lemak bebas, bilangan yodium, kandungan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM RI, 1995). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin tetapi dapat juga terbuat dari

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Uji Kualitas Minyak Goreng Berdasarkan Perubahan Sudut Polarisasi Cahaya Menggunakan Alat Semiautomatic Polarymeter Nuraniza 1], Boni Pahlanop Lapanporo 1], Yudha Arman 1] 1]Program Studi Fisika, FMIPA,

Lebih terperinci

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) 1.PENDAHULUAN 2.KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI 3.SPEKTROSKOPI UV-VIS 4.SPEKTROSKOPI IR 5.SPEKTROSKOPI 1 H-NMR 6.SPEKTROSKOPI 13 C-NMR 7.SPEKTROSKOPI MS 8.ELUSIDASI STRUKTUR Teknik

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Penetapan kadar metoflutrin dengan menggunakan kromatografi gas, terlebih dahulu ditentukan kondisi optimum sistem kromatografi gas untuk analisis metoflutrin. Kondisi

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci