BAB I PENDAHULUAN. alam sekitarnya. Hal ini juga dijelaskan dalam penjelasan undang-undang lingkungan
|
|
- Doddy Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu unsur terpenting dalam lingkungan hidup dimana tingkah laku manusia sangat menentukan dan mempengaruhi perkembangan dari alam sekitarnya. Hal ini juga dijelaskan dalam penjelasan undang-undang lingkungan hidup antara lain sebagai berikut : Lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan mantranya sesuai dengan wawasan nusantara. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUDNRI) merupakan landasan konstitusional yang menjamin hak asasi manusia dan setiap warga Negara Indonesia serta menjamin kepastian hukum. Salah satu hak yang dicantumkan dalam Konstitusi Negara adalah hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) UUDNRI 1945 menyebutkan bahwa : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. Amanah Pasal 28 ayat (1) UUDNRI 1945 tersebut jelas memandang bahwa kebutuhan mendapatkan lingkungan yang sehat adalah salah satu hak asasi. Negara berkewajiban memberi perlindungan dan jaminan lingkungan sehat, oleh sebab itu
2 2 negara harus memiliki otoritas kuat dalam mengelola dan melindungi lingkungan hidup. Dalam penjelasan mengenai hak-hak tersebut banyak menuai problematika, mengenai dimana letak dan urgensi hak tersebut, bahkan hak-hak tersebut banyak disalahgunakan seperti halnya tindakan merusak atau mencemari lingkungan hidup yang banyak menimbulkan pro dan kontra. Seiring dengan berjalannya waktu perhatian terhadap permasalahan lingkungan semakin meningkat yang menjadikan tindakan perusakan dan pencemaran terhadap lingkungan yang dilakukan oleh subjek hukum baik itu manusia dan badan hukum (korporasi) sebagai sesuatu yang harus dilawan secara kolektif. Langkah ini secara yuridis semakin memiliki sandaran dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Keberlakuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) jelas melengkapi pandangan bahwa lingkungan hidup adalah sesuatu yang patut dijaga dan dilestarikan oleh seluruh anggota masyarakat. Ada banyak kepentingan yang terkait dengan lingkungan hidup salah satunya adalah percepatan pembangunan dengan pengerahan dan pemanfaatan sumber alam menjadi tantangan berat bagi keutuhan lingkungan. Demi kemajuan dalam bidang ekonomi, dilakukan berbagai tindakan berupa pemanfaatan kekayaan alam seperti misalnya penebangan hutan maupun penambangan yang dilakukan secara besarbesaran. Tindakan-tindakan terhadap lingkungan hidup ini seringkali mengakibatkan terancamnya kelestarian lingkungan hidup.
3 3 NHT Siahaan berpendapat bahwa : Pertimbangan yang bersifat ekonomi tampak lebih menonjol mewarnai setiap pelaksanaan proyek pembangunan. Pemerintah dengan berbagai cara membujuk investor untuk menanamkan modalnya, sekalipun lokasi pendirian usaha yang diminta merupakan daerah subur atau daerah resapan yang semestinya tidak diperbolehkan karena bertentangan dengan ketentuan tata ruang daerah setempat. Disamping itu, banyak juga dijumpai pendirian usaha yang dapat berdampak terhadap lingkungan, namun tidak dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagaimana mestinya. 1 Pendapat dari NHT Siahaan menunjukkan bahwa tidak hanya manusia saja yang berperan besar dalam mengakibatkan rusak dan tercemarnya lingkungan hidup juga badan hukum baik berupa korporasi maupun perusahaan yang jauh dari konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup ikut berperan aktif dalam rusak dan tercemarnya lingkungan hidup. Contohnya adalah kasus yang hingga kini masih hangat menjadi perbincangan yaitu munculnya sumber lumpur di Sidoarjo yang diindikasikan disebabkan oleh kegiatan pengeboran yang tidak memenuhi standar yang dilakukan oleh PT. Lapindo Brantas. Akibat peristiwa tersebut ribuan orang kehilangan tempat tinggal akibat terendam lumpur, belum lagi industri-industri di sekitar semburan lumpur yang harus tutup akibat tidak bisa berproduksi yang mengakibatkan ribuan orang kehilangan pekerjaannya. 2 Guna mencegah pencemaran dan perusakan yang semakin hari semakin meningkat, selain membentuk program pembangunan lingkungan pemerintah juga membentuk undang-undang guna melindungi lingkungan hidup serta memberi sanksi 1 N.H.T. Siahaan, 2009, Hukum Lingkungan, Pancuran Alam, Jakarta,(selanjutnya disingkat NHT Siahaan I), h Ali Azhar Akbar, 2007, Konspirasi Dibalik Lumpur Lapindo, Galangpres, Jakarta, h.34.
4 4 baik berupa sanksi-sanksi administrative, sanksi perdata dan juga sanksi pidana kepada pelaku yang melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. 3 Secara lebih konkrit di baca dari kalimat dari Penjelasan Umum UUPPLH, penggunaan instrument penegakan hukum pidana lingkungan hidup baru dilakukan bila memenuhi salah satu persyaratan berikut ini : 1. Sanksi administrasi, sanksi perdata, penyelesaian sengketa secara alternative melalui negosiasi, mediasi, musyawarah di luar pengadilan setelah diupayakan tidak efektif atau diperkirakan tidak akan efektif. 2. Tingkat kesalahan pelaku efektif berat 3. Akibat perbuatan pelaku efektif besar 4. Perbuatan pelaku menimbulkan keresahan bagi masyarakat Syarat untuk dapat dipidananya pelaku tindak pidana harus memenuhi unsurunsur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Jika ditinjau dari sudut terjadinya suatu tindakan yang dilarang tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan adalah apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak adanya alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. Jika dilihat dari sudut pertanggungjawaban maka hanya seseorang yang mampu bertanggungjawablah yang dapat mempertanggungjawabkan 3 Andi Hamzah, 2005, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Andi Hamzah I) h.55.
5 5 perbuatannya. Hal ini menyangkut mengenai criminal responsibility atau criminal liability. 4 Asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen straf zonder schuld : Actus non facit reum nisi mens sist rea). 5 Asas ini tidak tercantum dalam hukum tertulis namun dalam hukum yang tidak tertulis di Indonesia berlaku. Oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu pidana, ini tergantung persoalan apakah dalam melakukan perbuatan tersebut pelaku mempunyai kesalahan atau tidak, tetapi manakala tidak mempunyai kesalahan, walaupun telah melakukan perbuatan yang terlarang atau tercela pelaku dalam hal ini subjek hukum tentu tidak dapat dipidana. 6 Mengenai penerapan unsur kesalahan menurut hukum pidana di Indonesia yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) berbeda dengan unsur kesalahan jika dikaitkan dengan UUPPLH. Perbedaan itu, dilihat dari ketentuan Pasal 88 UUPPLH disebutkan bahwa, Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggungjawab mutak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Ketentuan dalam Pasal 88 UUPPLH inilah yang menjadikan pertanggungjawaban pidana 4 Moeljatno, 2009, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h.25 5 Ibid 6 Ibid
6 6 lingkungan berbeda dengan pertanggungjawaban pidana menurut KUHP sehingga dapat menimbulkan persoalan dalam aspek norma hukum yaitu konflik norma. Jika dilihat dari teori kesalahan yang berhubungan erat dengan pertanggungjawaban pidana penentuan adanya kesalahan ini menjadi masalah bagi penyidik atau penuntut umum karena biasanya dampak dari pencemaran maupun perusakan lingkungan hidup tidak terjadi pada waktu itu juga, tetapi biasanya bertahun-tahun. Sulit untuk menentukan apakah telah terjadi pencemaran maupun perusakan lingkungan atau belum terjadi. Mengingat bahwa pencemaran atau perusakan dapat terjadi oleh proses alam dan tindakan subjek hukum (manusia atau badan hukum), sehingga harus dapat dibedakan manakah pencemaran atau perusakan lingkungan yang diakibatkan proses alam atau disebabkan oleh subjek hukum. Jika lingkungan tercemar ataupun rusak akibat ulah manusia maka tidak perlu diterapkannya unsur kesalahan terhadap pelaku untuk membuktikannya karena didasarkan pada Pasal 88 UUPPLH yang mengatur mengenai pertanggungjawaban mutlak. Pertanggungjawaban mutlak disebut juga dengan istilah strict liability without fault atau pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan. 7 Oleh sebab itu, perlunya dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders). Terdapat hal-hal yang dikecualikan khususnya mengenai h Sutan Remy Sjahdeini, 2007, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Grafiti Pres, Jakarta,
7 7 pertanggungjawaban pidana berdasarkan unsur kesalahan dalam UUPPLH yang berbeda dengan pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana yaitu KUHP. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis tertarik untuk mengajukan usulan penelitian dengan judul UNSUR KESALAHAN DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN SUATU KAJIAN TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaturan unsur kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup? 2. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Skripsi ini akan membahas lebih spesifik mengenai tindak pidana hukum lingkungan. Untuk mencegah terjadinya pembahasan yang berlebihan dan agar suatu masalah tidak keluar jauh menyimpang dari pokok permasalahan, maka penulis perlu memberikan batasan-batasan terhadap ruang lingkup masalahnya yang lebih menekankan pada pengaturan mengenai tindak pidana lingkungan hidup dari segi hukum pidana dan dasar unsur kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum
8 8 Tujuan umum dari skripsi ini adalah untuk mengetahui unsur kesalahan dan pertanggungjawabannya dalam tindak pidana lingkungan hidup Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana unsur kesalahan dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pertanggungjawaban pidana dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat secara teoritis dari hasil penelitian ini yaitu hasil penelitian ini akan dapat bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pengembangan disiplin ilmu hukum khususnya yang berkenaan dengan hukum pidana terutama mengenai tindak pidana lingkungan hidup kajian terhadap dasar pemberlakuan unsur kesalahan dan pertanggungjawabannya terhadap tindak pidana lingkungan hidup Manfaat Praktis 1. Bagi penulis Memperluas dan menambah pengetahuan tentang kajian tindak pidana lingkungan hidup dan dasar pemberlakuan unsur kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup. 2. Bagi aparat penegak hukum
9 9 Diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana dalam tindak pidana lingkungan hidup. 3. Bagi masyarakat Diharapkan agar masyarakat mendapatkan informasi mengenai pengaturan mengenai tindak pidana hukum lingkungan dalam hukum pidana Indonesia. 1.6 Landasan Teoritis Teori Pertanggungjawaban Pidana Konsep pertanggungjawaban pidana merupakan konsep yang sangat sentral dalam hukum pidana yang sering dikenal dengan ajaran kesalahan (mens rea). Suatu tindak pidana atau kejahatan akan membawa konsekuensi logis pada pertanggungjawaban pidana yaitu, berupa vonis atau penjatuhan sanksi pidana di muka pengadilan kepada pelaku tindak pidana atau kejahatan tersebut. Pelaku tindak pidana tidak semua dapat dijatuhi pidana, oleh karena asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld). 8 Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. Dasar untuk adanya perbuatan 8 Moeljatno, op, cit, h.165
10 10 pidana adalah asas legalitas sedangkan dasar dapat dipidananya suatu perbuatan adalah asas kesalahan. Berarti pembuat perbuatan pidana akan dipidana jika mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang mempunyai kesalahan menyangkut pada pertanggungjawaban pidana. 9 Ruang lingkup asas pertanggungjawaban pidana harus adanya kemampuan bertanggungjawab, kesalahan (schuld) dan melawan hukum (wederecchttelijk) sebagai syarat untuk pengenaan pidana ialah pembahayaan masyarakat oleh pembuat. Konsepsi pertanggungjawaban pidana dalam arti dipidananya pembuat, ada beberapa syarat harus dipenuhi, yaitu : a. Ada suatu tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat b. Adanya unsur kesalahan berupa kesengajaan dan kealpaan c. Ada pembuat yang mampu bertanggungjawab d. Tidak ada alasan pemaaf. 10 Pasal-pasal mengenai unsur-unsur delik dan unsur pertanggungjawaban pidana bercampuraduk dalam Buku II dan III KUHP, sehingga dalam membedakannya dibutuhkan seorang ahli yang dapat membedakan unsur keduanya Teori Penegakan Hukum Lingkungan Penegakan hukum dalam bahasa Inggris disebut law enforcement, bahasa Belanda rechtshandhaving. 11 Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan 9 Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Centra, Jakarta, h Hamzah Hatrik, 1996, Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.11-12
11 11 kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku yang administrative, perdata dan pidana. Penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan (atau ancaman) sarana administratif, keperdataan, dan kepidanaan. Diantara ketiga instrumen utama untuk menegakkan hukum lingkungan berupa instrumen administratif, instrumen perdata, dan instrumen hukum pidana, penegakan hukum administrasi dianggap sebagai upaya penegakan hukum terpenting. 12 Penegakan hukum administrasi dianggap sebagai upaya mencegah (preventif) terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. Disamping itu penegakan hukum administrasi juga bertujuan untuk menghukum pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan. Beberapa jenis sarana penegakan hukum administratif, yaitu tindakan paksa, uang paksa, penutupan tempat usaha, penghentian kegiatan mesin perusahaan, dan pencabutan izin. Penegakan hukum perdata merupakan upaya penegakan hukum kedua setelah hukum administrasi karena tujuan dari penegakannya hanya terfokus pada upaya permintaan ganti rugi oleh korban kepada pencemar atau perusak lingkungan. Penegakan hukum pidana merupakan ultimum remedium atau upaya terakhir karena tujuannya adalah untuk menghukum pelaku dengan hukum penjara atau 11 Andi Hamzah, op.cit, h Andi Hamzah, loc.cit.
12 12 denda. Jadi, penegakan hukum pidana tidak berfungsi untuk memperbaiki lingkungan yang tercemar. Akan tetapi, penegakan hukum pidana ini dapat menimbulkan faktor penjara (detterant factor) yang sangat efektif. Oleh karena itu dalam praktiknya penegakan hukum pidana selalu diterapkan secara efektif. Secara lebih konkrit dibaca dari kalimat penjelasan umum UUPLH, penggunaan instrument penegakan hukum pidana lingkungan hidup baru dilakukan bila memenuhi salah satu persyaratan berikut ini : 1. Sanksi administrasi, sanksi perdata, penyelesaian sengketa secara alternative melalui negosiasi, mediasi, musyawarah di luar pengadilan setelah diupayakan tidak efektif atau diperkirakan tidak akan efektif. 2. Tingkat kesalahan perilaku efektif berat. 3. Akibat perbuatan perilaku relative besar. 4. Perbuatan pelaku menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Falsafah pengayoman yang dianut oleh sistem pemidanaan di Indonesia berarti pemidanaan tidak boleh menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Tujuan yang hendak dicapai sehubungan dengan tindak pidana lingkungan adalah pertama, untuk mendidik masyarakat sehubungan dengan kesalahan moral yang berkaitan dengan perilaku yang dilarang. Kedua, mencegah atau menghalangi pelaku potensial agar tidak melakukan perilaku yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup Teori Kesengajaan
13 13 Kesengajaan merupakan salah satu bentuk dari kesalahan, tentang apa arti dari kesengajaan tidak ada keterangan sama sekali dalam KUHP namun pengertian kesengajaan terdapat dalam Memorie van Toekicthting (Mvt) dimana sengaja diartikan sebagai kehendak atau kesadaran melakukan suatu perbuatan. Kesengajaan berhubungan erat dengan kejiwaan pelaku terhadap suatu tindakan dibandingkan dengan kealpaan. Terdapat dua istilah yang berkaitan dengan sengaja, yaitu Niat (voorhamen) dan dengan rencana lebih dulu (met voorberachteade). Pasal 35 ayat (1) KUHP tentang percobaan menentukan : percobaan melakukan kejahatan dipidana jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata disebabkan kehendaknya sendiri. Hukum Pidana Indonesia menganut kesengajaan yang tidak mempunyai sifat tertentu (kleurloosbegrip) yaitu dalam hal seseorang melakukan tindak pidana tertentu cukuplah jika atau hanya menghendaki tindakannya itu, artinya ada hubungan yang erat antara kejiwaan (batin) dengan tindakan apakah seseorang menginsyafi bahwa tindakannya itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. 13 Kesengajaan jenis yang saat ini dianut dalam hukum pidana Indonesia dan sampai saat ini masih tetap dipandang sebagai yang lebih baik. Berbeda halnya dengan tindak pidana yang dilakukan orang, perusahaan, badan atau suatu korporasi terhadap lingkungan hidup yang merupakan tindak pidana tertentu, didalam 13 EY Kanter dan SR Sianturi, 2002, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia Dan Penerapannya, Sinar Grafika, Jakarta, h. 170.
14 14 prakteknya dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan asas baru yang tidak ada dan merupakan pengecualian di dalam KUHP yaitu asas stric liabilityus dimana badan hukum seperti korporasi yang melakukan tindak pidana dapat diancam dan dipidana. Kesalahan saja tidak cukup untuk seseorang dapat dipertanggungjawabkan melainkan juga harus melihat nilai-nilai moral atau kesusilaan serta keadaan-keadaan batin yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, sehingga diterapkan asas baru tentang strict liability dan juga melihat tindak pidana lingkungan ini mengalami kendala di dalam pembuktiannya apakah seseorang, korporasi bersalah atau tidak serta siapa saja yang dapat mempertanggungjawabkannya. Sengaja dalam KUHP adalah kemauan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang. Ada dua teori yang berhubungan dengan teori kesengajaan yaitu teori kehendak dan teori membayangkan Teori Kebijakan Hukum Pidana Kebijakan hukum pidana merupakan bagian daripada politik kriminal (criminal policy). Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan, dengan perkataan lain dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana), oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum
15 15 pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). 14 Politik hukum pidana atau kebijakan hukum pidana adalah bagaimana mengusahakan atau membuat atau merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik. Maka melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam artian memenuhi syarat keadilan dan daya guna. 15 Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social walfare), oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal ini adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan utama dari politik kriminal, di Indonesia diperlukan suatu pembaharuan terhadap KUHP. Diperlukannya pembaharuan dalam KUHP mengingat bahwa KUHP yang hingga saat ini berlaku di Indonesia merupakan warisan dari kolonial Belanda sehingga terdapat beberapa hal yang perlu diatur didalamnya salah satunya adalah mengenai pengaturan unsur kesalahan. KUHP unsur kesalahan tidak diatur dalam suatu pasal namun dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana Tahun 2013 (RUUKUHP 2013) unsur kesalahan diatur dalam 14 Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana Prenata Media Group, Jakarta (selanjutnya disebut Barda Nawawi Arief I), h Sudarto, 2007, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, h. 153.
16 16 pasal 37 ayat (1) dan (2) KUHP tidak mengatur serta menjelaskan / mendefinisikan mengenai Strict Liability dan Vicarious Liability. Strict Liability adalah dapat dipidananya seseorang tanpa harus dibuktikan unsur kesalahannya (actus non facit reum men sit rea/mens rea), Vicarious Liability yaitu suatu pertanggungjawaban pengganti, dimana seseorang ada hubungan khusus, yang akan mempertanggungjawabkan tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain. Dan dalam RUU KUHP 2013 kedua hal ini diatur di dalam Pasal 38 ayat (1) dan (2) RUU KUHP Terdapat dua masalah sentral dalam kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan : (1) Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan (2) Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar. Penganalisisan terhadap dua masalah sentral ini tidak dapat dilepaskan dari konsepsi integral antara kebijakan kriminal dengan kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan nasional. Ini berarti pemecahan masalah-masalah di atas harus pula diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan sosial-politik yang telah ditetapkan, dengan demikian kebijakan hukum pidana termasuk pula kebijakan dalam menangani dua masalah sentral di atas, harus pula dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach) Barda Nawawi Arief I, op.cit., h.27.
17 17 Menurut Sudarto dalam buku Barda Nawawi Arief dalam menghadapi masalah sentral yang pertama di atas, yang sering disebut masalah kriminalisasi, harus diperhatikan hal-hal yang pada intinya sebagai berikut : a. Penggunaan hukum pidana harus memerhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil spiritual berdasarkan Pancasila; sehubungan dengan ini maka (penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan penggunaan terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat. b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil dan atau spiritual) atas warga masyarakat. c. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan hasil (cost and benefit principle). d. Penggunaan hukum pidana harus pula memerhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overbelasting). 17 Sejalan dengan yang dikemukakan Sudarto di atas, menurut Bassiuoni dalam buku Barda Nawawi Arief keputusan untuk melakukan kriminalisasi dengan dekriminalisasi harus didasarkan pada faktor-faktor kebijakan tertentu yang mempertimbangkan bermacam-macam faktor termasuk : (a) keseimbangan sarana-sarana yang digunakan dalam hubungannya dengan hasil-hasil yang ingin dicapai; (b) analisis biaya terhadap hasil-hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan yang dicari; 17 Barda Nawawi Arief I, loc.cit.
18 18 (c) penilaian atau penaksiran tujuan-tujuan yang dicari itu dalam kaitannya dengan prioritas-prioritas lainnya dalam pengalokasian sumber-sumber tenaga manusia; dan (d) pengaruh sosial dari kriminalisasi dan deskriminalisasi yang berkenaan dengan atau dipandang dari pengaruh-pengaruhnya yang sekunder Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif digunakan dalam penulisan ini beranjak dari adanya persoalan dalam dalam aspek norma hukum, yaitu norma yang konflik (geschijld van normen) yang ada dalam peraturan perundang-undangan terkait permasalahan yang hendak diteliti yaitu berupa asas kesalahan dalam KUHP dengan Pasal 88 dalam UUPPLH. Dipilihnya jenis penelitian hukum normatif karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum. 19 Penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang terkait. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang bertitik tolak pada adanya konflik 18 Barda Nawawi Arief I, loc.cit. 19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), PT. Grafindo Persada, Jakarta, h.13
19 19 norma mengenai pengaturan unsur kesalahan dalam UUPPLH dengan asas dalam hukum pidana di Indonesia Jenis Pendekatan Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (the statue approach), pendekatan fakta (the fact approach), pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conseptual approach). Pendekatan perundang-undangan (the statue approach) digunakan karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian itu. 20 Pendekatan perundang-undangan digunakan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, norma-norma hukum yang berhubungan dengan tindak pidana hukum lingkungan. Pendekatan fakta (the fact approach) digunakan berdasarkan pada fakta atau kenyataan aktual yang terjadi dalam masyarakat terkait dengan tindak pidana hukum lingkungan. Pendekatan analisis konsep hukum (analitical & conseptual approach digunakan memahami konsep-konsep aturan tentang tindak pidana hukum lingkungan di Indonesia Sumber Bahan Hukum Pada penelitian hukum ini menggunakan beberapa sumber badan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. 1. Bahan Hukum Primer 20 Ibrahim Jonhny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia Publishing, Malang, h.302.
20 20 Badan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan, yang bersifat mengikat. Sumber bahan hukum yang digunakan adalah : 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 3. RUU KUHP Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 5. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 6. Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penelitian adalah Buku-buku hukum (text book) 2. Jurnal-jurnal hukum 3. Karya tulis hukum 4. Pandangan ahli hukum atau doktrin 5. Skripsi dan makalah 3. Bahan Hukum Tersier
21 21 Badan hukum tersier berupa kamus hukum Indonesia, kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris, kamu bahasa Belanda dan encyclopedia Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum diperlukan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (Library research). Telah kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu mencatat dan membahas masingmasing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder Teknik Analisis Bahan Hukum Setelah bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder dikumpulkan, selanjutnya diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif-analisis dan dengan menggunakan teknik argumentatif, yaitu dengan menguraikan dan menghubungkan dengan teori-teori dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan kemudian melakukan penafsiran, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dalam bentuk argumentasi hukum untuk mendapatkan hasil yang akurat.
BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal. pelaku tindak pidana mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang telah melakukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa
II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern
Lebih terperinciUNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI OLEH: AGUSTINUS POHAN DISAMPAIKAN DALAM PUBLIC SEMINAR ON CORPORATE CRIMINAL LIABILITIES JAKARTA 21 FEBRUARI 2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERTANGGUNGJAWABAN
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA A. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dalamnya dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Undang-undang Dasar Negara Tahun 1945 yang tercantum dalam batang tubuh Pasal 33 ayat (3) sebagai dasar konstitusional negara kita telah mengamanatkan, bahwa
Lebih terperinciKebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36
Kebijakan Kriminal, Penyalahgunaan BBM Bersubsidi 36 KEBIJAKAN KRIMINAL PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) BERSUBSIDI Oleh : Aprillani Arsyad, SH,MH 1 Abstrak Penyalahgunaan Bahan Bakar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang muncul dipermukaan dalam kehidupan ialah tentang kejahatan pada umumnya terutama mengenai kejahatan dan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan
Lebih terperinciASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI
ASAS TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN (ASAS KESALAHAN) DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI Oleh : A.A. Ngurah Wirajaya Nyoman A. Martana Program Kekhususan Hukum Pidana, Universitas
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo
17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Tindak Pidana Perzinahan atau Kumpul Kebo 1. Pengertian Tindak Pidana Kumpul Kebo Tindak Pidana kumpul kebo adalah perbuatan berhubungan antara laki-laki
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu hal yang tidak dapat dielakkan dalam proses modernisasi adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu hal yang tidak dapat dielakkan dalam proses modernisasi adalah perubahan fungsi yang dijalankan dalam masyarakat, yakni terjadinya spesialisasi melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,
1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika dapat mengakibatkan sindroma ketergantungan apabila penggunaannya tidak di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga kesehatan yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian. sehingga berakibat semakin melunturnya nilai-nilai kehidupan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan yang berlangsung ditengah-tengah masyarakat semakin hari kian berkembang, salah satu yang mulai tampak menonjol ialah banyaknya kejahatankejahatan yang terjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin
Lebih terperinciUNSUR KESALAHAN DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP SUATU KAJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
UNSUR KESALAHAN DALAM TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP SUATU KAJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh Ni Kadek Ayu Wistiani I Made Tjatrayasa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. dengan meyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu upaya untuk melakukan pembaharuan Hukum Pidana Nasional adalah dengan meyusun Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang sesuai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang melakukan tindak pidana. Dengan lahirnya konsepsi baru dalam hukum pidana modern,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membahas mengenai masalah kesalahan dalam hukum pidana merupakan pembahasan yang sangat penting mengingat bahwa kesalahan merupakan dasar dari penjatuhan pidana bagi orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KEHUTANAN. Oleh: Esti Aryani 1 Tri Wahyu Widiastuti 2. Abstrak
PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KEHUTANAN Oleh: Esti Aryani 1 Tri Wahyu Widiastuti 2 Abstrak UU No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan sebagaimana diubah dengan UU No 19 Tahun 2004 Tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Setiap sistem perekonomian, baik kapitalis maupun sosialis, pemerintah memegang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak
Lebih terperinciPERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) Oleh : Ketut Yoga Maradana Adinatha A.A. Ngurah Yusa Darmadi I Gusti Ngurah Parwata
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciUPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta
1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang
Lebih terperinciBAB III ANALISA HASIL PENELITIAN
BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu tindak pidana tidak hanya dapat terjadi dengan adanya suatu kesengajaan dari pelaku, tetapi juga terdapat suatu tindak pidana yang terjadi karena adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian
Lebih terperinciKETERANGAN PRESIDEN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA Jakarta, 6 Maret 2013 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Saudara Pimpinan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit. Tindak Pidana itu sendiri adalah perbuatan yang dilarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja
Lebih terperinciKEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN VCD (VIDEO COMPACT DISK) ILEGAL ABSTRAKSI
1 KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM PENANGGULANGAN VCD (VIDEO COMPACT DISK) ILEGAL ABSTRAKSI A. LATAR BELAKANG Faktor yang menyebabkan tindak pidana Hak Cipta pada dasarnya memang berkisar pada keinginan untuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA)
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN (STUDI KASUS PADA PENGADILAN NEGERI DI SURAKARTA) NASKAH HASIL PENELITIAN Disusun Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam
Lebih terperinciUNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
UNSUR MELAWAN HUKUM DALAM PASAL 362 KUHP TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN Oleh I Gusti Ayu Jatiana Manik Wedanti A.A. Ketut Sukranatha Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Lebih terperinciKEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA
KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Syarifa Yana Dosen Program Studi Ilmu Hukum Universitas Riau Kepulauan Di dalam KUHP dianut asas legalitas yang dirumuskan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana 1. Pengertian Hukum Pidana menurut para ahli Menurut W.P.J Pompe, hukum pidana adalah semua aturan hukum yang menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya
Lebih terperinciPENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN (Pengantar Diskusi) Oleh: Dr. M. Arief Amrullah, S.H., M.Hum. 1 A. NDAHULUAN Undang-undang tentang Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undangundang
Lebih terperinciTindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya dalam penulisan ini, secara singkat penulis menarik kesimpulan atas tinjauan strict liability
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini
Lebih terperinciBAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Environmental Law Enforcement in Accordance With the Act Number 32, 2009 regarding
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu hangat untuk diperbincangkan dari masa ke masa, hal ini disebabkan karakteristik dan formulasinya terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan
Lebih terperinciPENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 Oleh HM. Hartoyo A. PENDAHULUAN Berdasrkan Pasal 1 butir 14 jo. butir 16 UU Nomor 32
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tata tertib hukum didalamnya terkandung keadilan, kebenaran dan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum
Lebih terperinciPEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA
PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Pande I Putu Cahya Widyantara A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Assessing criminal law,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh
Lebih terperinci