BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal. pelaku tindak pidana mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal. pelaku tindak pidana mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk kepada dilarangnya perbuatan. Apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada perseoalan apakah dalam melakukan perbuatan itu pelaku tindak pidana mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka orang tersebut harus dipidana. Tetapi manakala tidak mempunyai kesalahan, walaupun telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, pelakunya tentu tidak dipidana. Hal tersebut sesuai dengan asas yang mengatakan, Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, merupakan dasar dari pada dipidananya pembuat. 1 Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dapat dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. 2 Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang- 1 Roeslan Saleh., Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Aksara Baru, 1983), hal Syafrinaldi., Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Perbandingan Menurut Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Positif), Jurnal Hukum Islam, Vol. VI No. 4. Desember 2006, hal. 4.

2 undang. Jika dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Jika dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Asas dalam hukum pidana disebutkan bahwa tindak pidana jika tidak ada kesalahan. Hal ini merupakan asas pertanggungjawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan, ini tergantung dari persoalan apakah dalam melakukan perbuatan tersebut pelaku mempunyai kesalahan atau tidak. 3 Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UUPPLH 2009), mengenai penerapan unsur kesalahan menurut hukum pidana (KUHP) berbeda dengan unsur kesalahan jika dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH 2009). Perbedaan itu, dilihat dari ketentuan Pasal 88 UUPPLH 2009 disebutkan bahwa, Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. Ketentuan dalam 3 Moeljatno., Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hal. 6.

3 Pasal 88 UUPPLH 2009 inilah yang menjadikan pertanggungjawaban pidana lingkungan berbeda dengan pertanggungjawaban menuru KUH Pidana. Selain itu, juga didasarkan bahwa lingkungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan generasi manusia. Jika lingkungan tercemar oleh perbuatan segelintir orang, telah nampak dan jelas menimbulkan pengaruh buruk terhadap kehidupan manusia di sekitarnya, maka tidak perlu harus ada unsur kesalahan terhadap pelaku untuk membuktikannya karena di dasarkan kepada Pasal 88 UUPPLH 2009 tersebut. Pertanggungjawaban semacam ini disebut strict liability tanpa kesalahan. 4 Penggunaan hukum lingkungan melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH 2009) merupakan primum remedium, dan hukum pidana sebagai ultimum remedium. Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu penggunaan hukum pidana dapat diutamakan. Ini berarti bahwa Korporasi atau Perusahaan atau Perusahaan Terbatas atau disebut juga Perseroan yang tidak melaksankan kewajibannya berupa tanggung jawab sosial dan lingkungan seharusnya merupakan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Menurut M. Arief Amrullah perbuatan tersebut merupakan perbuatan pidana. 5 Masalah lingkungan pada hakekatnya adalah masalah ekologi manusia. Masalah lingkungan timbul sebagai akibat adanya pencemaran terhadap 4 Sutan Remy Sjahdeini., Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Jakarta: Grafiti Pres, 2007), hal M. Arief Amrullah., Ketentuan dan Mekanisme Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR), Diselenggarakan oleh PUSHAM-UII Yogyakarta bekerja sama dengan Norwegian Centre for Human Rights, University of Oslo, Norway, Hotel Jogyakarta Plaza, Yogyakarta, tanggal 6 s/d 8 Mei 2008, hal

4 lingkungan. Faktor penyebab utamanya adalah adanya unsur kesalahan dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi. Kesalahan itu meliputi unsur kesengajaan dan kelalaian. 6 Dalam upaya perlindungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup, dengan menerapkan hukum lingkungan. Sehingga pada tanggal 3 Oktober 2009, Pemerintah mengundangkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH 2009) revisi terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 1997) dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok- Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan bagian dari hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H UUD Amanat UUD 1945 ini dilaksanakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Perusahaan atau korporasi di Indonesia saat ini belum sepenuhnya memandang masalah lingkungan hidup sebagai konsepsi pembangunan yang berwawasan lingkungan (ecodevelopment) sebagai suatu kewajiban sebagaimana yang diamanahkan oleh undang-undang. Sehingga menyebabkan kualitas lingkungan hidup yang semakin banyak menurun telah mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. 7 Sebagai contoh pemanasan global yang semakin meningkat, kasus lumpur PT. Lapindo Brantas yang mengakibatkan rusaknya lingkungan alam dan pencemaran terhadap penduduk, 6 Ibid., hal Sutan Remy Sjahdeini., Op. cit., hal. 130.

5 kemudian kasus pencemaran lingkungan di Teluk Buyat yang dilakukan oleh PT. Newmont Minahasa Raya dari sejak tahun 2006 hingga sekarang tidak hanya penduduk sekitar yang menjadi korban pencemaran lingkungan tetapi juga dunia usaha, dan lain-lain. 8 Perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan (stakeholders). Sehingga dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut terdapat hal-hal yang dikecualikan khususnya pertanggungjawaban berdasarkan unsur kesalahan dalam UUPPLH 2009 tidak sama dengan pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Berdasarkan paparan di atas, maka masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai pengaturan/peralihan unsur kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian yang berbentuk skripsi sehingga dapat menjawab permasalahan yang timbul dalam penelitian ini. Permasalahan tersebut adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup? diakses terakhir tanggal 23 Oktober

6 2. Bagaimanakah pengaturan unsur kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup? 3. Bagaimanakah pertanggungjawaban dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dilakukan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 2. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan unsur kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan 3. Untuk mengetahui dan memahami pertanggungjawaban dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sedangkan manfaat penelitian ini dibagi atas manfaat teoritis dan praktis yaitu:

7 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan paradigma berfikir dalam memahami unsur kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup berdasarkan undang-undang. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti lanjutan serta dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Penelitian ini juga dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana lingkungan hidup; dan 2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi aparat penegak hukum terkait misalnya Polisi, Jaksa, Hakim, Advokat, lembaga terkait seperti Bapedal, LSM, Masyarakat, dan lain-lain, khususnya Hakim yang mengadili kasus berkenaan dengan tindak pidana lingkungan hidup. D. Keaslian Penelitian Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pemeriksaan data tentang judul skripsi, Unsur Kesalahan Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan data yang diperoleh mengenai judul yang persis sama dengan judul di dalam penelitian ini, di Perpustakaan, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan peneliti lain dalam topik dan permasalahan yang sama. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian, dan jauh dari unsur plagiat serta sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif dan terbuka. Hal ini sesuai

8 dengan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian perbuatan pidana (actus reus) dan unsur pidana Perbuatan pidana menurut Moeljatno, adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 9 Simons, menyatakan perbuatan pidana adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertangungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum. 10 Perbuatan pidana dapat diwujudkan dengan kelakuan aktif (positif) sesuai dengan uraian delik yang mensyaratkannya, seperti mencuri sebagaimana dalam Pasal 362 KUHP, yang disebut delictum commissionis. Ada juga perbuatan pidana yang diwajibkan dengan kelakuan pasif (negatif) sesuai dengan uraian delik yang mensyaratkannya, misalnya pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan sebagaimana dalam Pasal 531 KUHP dinamakan delictum omissionis. Di samping itu ada delik yang dapat diwujudkan dengan berbuat negatif dinamakan delicta commissinis per omnissionem commisa, misalnya ketentuan 9 Moeljatno., Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hal Simons., dalam Leden Marpaung., Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Cetakan I, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1991), hal. 4.

9 dalam Pasal 341 KUHP dimana seorang Ibu yang bisa saja menghilangkan nyawa anaknya dengan cara tidak memberinya makanan. Berdasarkan beberapa rumusan tentang pengertian perbuatan pidana tersebut di atas, Moeljatno menyebutkan bahwa mengenai unsur atau elemen yang harus ada dalam suatu perbuatan pidana adalah sebagai berikut: 11 a. Kelakuan dan akibat (perbuatan); b. Hal atau keadaan yang menyertai perbuatan; c. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana; d. Unsur melawan hukum yang objektif; e. Unsur melawan hukum yang subjektif. Kelima unsur atau elemen tersebut di atas pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) unsur pokok, yaitu unsur pokok objektif dan unsur pokok subjektif. a. Unsur pokok objektif 1) Perbuatan manusia yang termasuk unsur pokok objektif adalah sebagai berikut: a. Act adalah perbuatan aktif yang disebut perbuatan positif dan; b. Omnission, adalah tidak aktif berbuat dan disebut juga perbuatan negatif. 2) Akibat perbuatan manusia. Hal ini erat hubungannya dengan kausalitas. Akibat yang dimaksud adalah membahayakan atau menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik/harta benda, atau kehormatan. 3) Keadaan-keadaan. Pada umumnya keadaan-keadaan dibedakan atas: 11 Moeljatno., Asas-Asas Hukum Pidana, Op. cit, hal. 63.

10 a. Keadaan pada saat perbuatan dilakukan dan; b. Keadaan setelah perbuatan dilakukan. 4) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum. Sifat dapat dihukum itu berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan terdakwa dari hukuman. Sikap melawan hukum bertentangan dengan hukum yakni berkenaan dengan larangan atau perintah. b. Unsur Pokok Subjektif. Asas pokok hukum pidana adalah tidak ada hukuman kalau tak ada kesalahan (geen straf zonder schuld). Kesalahan dimaksud di sini adalah sengaja (dolus/opzet) dan kealpaan (schuld). 12 1) Kesengajaan. Menurut para pakar, ada 3 (tiga) bentuk kesengajaan yaitu: a. Sengaja sebagai maksud; b. Sengaja sebagai kepastian; dan c. Sengaja sebagai kemungkinan (dolus eventualis). 2) Kealpaan, adalah bentuk kesalahan yang lebih ringan daripada kesengajaan, ada 2 (dua) bentuk kealpaan yaitu: a. Tidak berhati-hati dan; dan b. Tidak menduga-duga akibat perbuatan itu. c. Unsur melawan hukum. Salah satu unsur perbuatan pidana adalah unsur sifat melawan hukum. Unsur itu merupakan suatu penilaian objektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap si pembuat. Umumnya para ahli hukum membagi sifat melawan hukum itu kedalam dua macam yaitu: 1) Sikap melawan hukum formal. Menurut ajaran sifat melawan hukum formal, yang dikatakan melawan hukum apabila suatu perbuatan telah mencocoki semua unsur yang termuat dalam rumusan delik. Jika ada alasan-alasan pembenar, alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan Leden Marpaung., Unsur-Unsur Perbuatan Yang Dapat Dihukum (Delik), Op. cit, hal.

11 secara tegas dalam undang-undang. Jadi, menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan melawan undang-undang (hukum tertulis); dan 2) Sikap melawan hukum material. Menurut ajaran sifat melawan hukum material, disamping memenuhi syarat-syarat formal, yaitu mencocoki semua unsur yang tercantum dalam rumusan delik, perbuatan itu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela. Karena itu pula ajaran ini mengakui alasan-alasan pembenar diluar undang-undang. Dengan perkataan lain, alasan pembenar dapat berada pada hukum yang tidak tertulis. 2. Teori pertanggungjawaban pidana Pertanggungjawaban pidana (criminal liability) atau (straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Jadi walaupun perbuatannya memenuhi rumusan delik dalam undang-undang dan tidak dibenarkan, hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana. Untuk pemidanaan masih perlu adanya syarat, yaitu bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau bersalah (subjective guilt). Menurut Romli Atmasasmita, pertanggungjawaban atau liability diartikan sebagai suatu kewajiban untuk membayar pembalasan yang akan diterima pelaku

12 dan seseorang yang dirugikan. 13 Sedangkan menurut Roeslan Saleh, berpendapat bahwa tanggung jawab atas sesuatu perbuatan pidana yang bersangkutan secara sah dapat dikenai pidana karena perbuatan itu. 14 Konsep dalam rancangan KUHP baru tahun 1991/1992 memberikan defenisi pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam peraturan perundang-undangan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu Syarat-syarat perbuatan pidana Seseorang untuk dapat dijatuhi pidana dalam hukum pidana dikenal 2 (dua) ajaran atau aliran yaitu ajaran (aliran) monisme dan ajaran (aliran) dualisme. Ajaran (aliran) monisme, memandang bahwa seorang yang telah melakukan perbuatan pidana sudah pasti dipidana jika perbuatannya itu tidak memenuhi rumusan delik tanpa harus melihat apakah dia mempunyai kesalahan atau tidak. Ajaran (aliran) dualisme, memandang bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap seseorang, maka pertama terlebih dahulu harus dilihat apakah perbuatan yang telah dituduhkan itu telah memenuhi unsur-unsur rumusan delik. Apabila telah dipenuhi kemudian masuk pada tahap kedua yaitu melihat apakah ada kesalahan, kemudian ketiga melihat apakah pembuat itu mampu bertanggung jawab. A. 13 Romli Atmasasmita., Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, Cetakan I, (Jakarta: Yayasan LBH, 1989), hal Roeslan Saleh., Pikiran-Pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, Cetakan I, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal Naskah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru Buku I dan II, 1991/1992

13 Zainal Abidin merumuskan kedua ajaran (aliran) tersebut di dalam satu rumusan syarat-syarat pemidanaan yaitu: 16 a. Ajaran (aliran) monisme atau klasik: c=ab Keterangan: c berarti syarat-syarat pemidanaan ab berarti seluruh unsur-unsur dari feit b. Ajaran (aliran) dualisme atau modern: c=a + b Keterangan: c berarti syarat-syarat pemidanaan a + b berarti dua kelompok unsur feit dan dader Berdasarkan ajaran ini, dibutuhkan dalam syarat-syarat pemidanaan harus dipenuhi unsur-unsur dari tindak pidana. Selain itu, dalam poin b ditambahkan satu unsur lagi adalah adanya pelaku (dader). 4. Kemampuan bertanggung jawab Untuk adanya pertaggungjawaban pidana diperlukan syarat bahwa pembuat harus mampu bertanggung jawab. Tidaklah mungkin seseorang dapat dipertanggungjawabkan, apabila seseorang itu tidak mampu bertanggung jawab. Dalam Pasal 44 KUHP menyebutkan, Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwa yang terganggu karena penyakit. Sehubungan dengan itu, Moeljatno berpendapat bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada 2 (dua) hal yaitu: 17 a. Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum; dan b. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. 16 A. Zainal Abidin., Asas Hukum dan Beberapa Pengupasan Tentang Delik-Delik Khusus, (Jakarta: Prapartja dan Taufik 1962), hal Moeljatno., Asas-Asas Hukum Pidana, Op. cit., hal. 56.

14 5. Kesengajaan Kesengajaan (dolus) merupakan bagian dari kesalahan (schuld), kesengajaan pelaku mempunyai hubungan kejiwaan yang lebih erat terhadap suatu tindakan (terlarang/keharusan) dibandingkan dengan kealpaan (culpa). Karenanya ancaman pidana pada suatu delik jauh lebih berat, apabila dilakukan dengan sengaja, dibandingkan apabila dilakukan dengan kealpaan. Bahkan ada beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan kealpaan, tidak merupakan tindak pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, maka hal itu merupakan suatu kejahatan seperti penggelapan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 372 KUHP, merusak barang-barang sebagaimana Pasal 406 KUHP dan lain sebagainya. Jadi, para sarjana mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai kesengajaan (dolus) tidak terdapat keseragaman tafsir antara para sarjana tersebut. Perbedaan tafsir tersebut antara lain terdapat di dalam peristilahan yang digunakan dalam perumusan perundang-undangan terutama dalam bidang penentuan erat renggangnya atau jauh dekatnya kejiwaan seseorang pelaku kepada tindakan yang dilakukannya termasuk penyebab dan akibatnya. Menurut sifatnya, EY Kanter dan SR. Sianturi, menyebutkan bahwa ada 2 (dua) jenis kesengajaan (dolus): 18 1) Dolus malus, yakni dalam hal seseorang melakukan tindakan pidana tidak hanya seseorang itu menghendaki tindakannya itu, tetapi ia juga menginsyafi tindakannya itu dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana; dan 2) Kesengajaan yang tidak mempunyai sifat tertentu (kleurloos begrip), yaitu dalam hal seseorang melakukan tindak pidana tertentu cukuplah jika atau hanya menghendaki tindakannya itu. Artinya ada hubungan yang erat 18 EY. Kanter., dan SR. Sianturi., Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hal. 170.

15 antara kejiwaannya (batin) dengan tindakannya tidak disyaratkan apakah ia menginsyafi bahwa tindakannya itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Kesengajaan jenis kedua inilah yang dianut dalam hukum pidana Indonesia dan sampai saat ini masih tetap dipandang sebagai yang lebih baik. Berbeda halnya dengan tindak pidana yang dilakukan orang, perusahaan (perseroan), badan atau suatu korporasi terhadap lingkunan hidup yang merupakan tindak pidana tertentu, di dalam prakteknya dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan asas baru yang tidak ada dan merupakan kekecualian di dalam KUHP yaitu asas strict liability (pertanggungjawaban muthlak) sikap batin seseorang, badan hukum, perusahaan, atau korporasi telah melakukan tindak pidana menurut hukum diancam dan dipidana. Kesalahan saja tidak cukup untuk seseorang dapat dipertanggungjawabkan melainkan juga harus melihat nila-nilai moral atau kesusialaan serta keadaankeadaan batin yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga dapat diterapkan asas baru tentang strict liability dan juga melihat tindak pidana lingkungan ini mengalami kendala di dalam membuktiannya apakah seseorang, badan atau korporasi itu bersalah atau tidak serta siapa saja yang dapat mempertanggungjawabkannya. Dalam KUH Pidana, sengaja adalah kemauan untuk melakukan perbuatanperbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang. Ada 2 (dua) teori yang berhubungan dengan teori sengaja yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan (teori membayangkan).

16 Teori kehendak memandang bahwa sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. Sedangkan menurut paham teori pengetahuan (teori membayangkan) memandang bahwa sengaja adalah apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu tindakan yang dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu tidak dibuat. 19 F. Metode Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu Jenis dan Sifat Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Alasan penggunaan penelitian yuridis normatif karena penelitian ini hendak melihat 19 Ibid., hal Soerjono Soekanto., Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Indonesia Hillco, 1990), hal. 106.

17 norma-norma hukum yang berlaku dan mengatur tentang kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Sumber Data Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari: a. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, jurnal, surat kabar, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, serta dokumen pribadi. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan (library research) dan melakukan identifikasi data. Data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh teori-teori, asas-asas, norma-norma dan pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang sedang diteliti kemudian disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan Analisis Data 21 Ibid. 22 Bambang Sunggono., Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal

18 Data-data yang diperoleh, dianalisis secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, konsep-konsep, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan yurisprudensi serta pasal-pasal di dalam pasal-pasal terpenting yang relevan. Kemudian membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data diseleksi dan diolah kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini, dibagi dalam 5 (lima) bagian yaitu: Bab pertama, yaitu pendahuluan, dimana bahwa dalam bab ini yang dibahas adalah mengenai hal-hal berkaitan dengan latar belakang yang mengantarkan judul kepada perumusan masalah yang diteliti, tujuan dan manfaat penelitian secara teoritis dan praktis, tinjauan kepustakaan memuat defenisidefenisi terkait, metode penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif, dan sistematika penulisan. Bab Kedua, dibahas tentang pengaturan tindak pidana lingkungan hidup menurut UUPPLH 2009, dimana yang dipaparkan adalah undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai lex Specialis, perbandingan pengaturan antara UUPLH 1997 dengan UUPPLH 2009 tentang

19 Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan pengaturan mengenai bentuk-bentuk tindak pidana lingkungan hidup menurut undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Bab Ketiga, dibahas tentang unsur kesalahan dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut UUPPLH 2009, dipaparkan mengenai sanksi pidana dalam tindak pidana lingkungan hidup, kejahatan korporasi dalam tindak pidana lingkungan hidup, korporasi merupakan subyek hukum, jenis-jenis kejahatan korporasi, kesalahan sebagai salah satu unsur tindak pidana menurut hukum pidana, dan Unsur Kesalahan Dalam Tindak Pidana Lingkungan Hidup. Bab Keempat, dibahas tentang pertanggungjawaban dalam tindak pidana lingkungan hidup menurut UUPPLH 2009, dipaparkan dalam bab ini mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi, pertanggungjawaban pidana berdasarkan doktrin pertanggungjawaban mutlak dalam tindak pidana lingkungan hidup.

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Penipuan Penipuan berasal dari kata tipu, yang berarti perbuatan atau perkataan yang tidak jujur, bohong, atau palsu dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali,atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA A. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. perhatian di dalam kalangan masyarakat. Berita di surat kabar, majalah dan surat

I.PENDAHULUAN. perhatian di dalam kalangan masyarakat. Berita di surat kabar, majalah dan surat 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembunuhan merupakan kejahatan yang sangat berat dan cukup mendapat perhatian di dalam kalangan masyarakat. Berita di surat kabar, majalah dan surat kabar online sudah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam sekitarnya. Hal ini juga dijelaskan dalam penjelasan undang-undang lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. alam sekitarnya. Hal ini juga dijelaskan dalam penjelasan undang-undang lingkungan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah salah satu unsur terpenting dalam lingkungan hidup dimana tingkah laku manusia sangat menentukan dan mempengaruhi perkembangan dari alam sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang melakukan tindak pidana. Dengan lahirnya konsepsi baru dalam hukum pidana modern,

I. PENDAHULUAN. yang melakukan tindak pidana. Dengan lahirnya konsepsi baru dalam hukum pidana modern, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membahas mengenai masalah kesalahan dalam hukum pidana merupakan pembahasan yang sangat penting mengingat bahwa kesalahan merupakan dasar dari penjatuhan pidana bagi orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI OLEH: AGUSTINUS POHAN DISAMPAIKAN DALAM PUBLIC SEMINAR ON CORPORATE CRIMINAL LIABILITIES JAKARTA 21 FEBRUARI 2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PERTANGGUNGJAWABAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. hukum Indonesia, hal seperti ini telah diatur secara tegas di dalam Kitab Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu tindak pidana tidak hanya dapat terjadi dengan adanya suatu kesengajaan dari pelaku, tetapi juga terdapat suatu tindak pidana yang terjadi karena adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan

I. PENDAHULUAN. pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjaga kelestarian hutan merupakan hal yang sangat penting dengan dasar pemikiran bahwa perubahan pada lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan manusia, baik secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KESALAHAN, TINDAK PIDANA, DAN LINGKUNGAN HIDUP 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kesalahan 2.1.1. Pengertian Kesalahan Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana terhadap kesalahan yang dilakukannya. Dengan demikian, terjadinya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas. Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis

II.TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis 18 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti (yuridis normatif) adalah perbuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkesinambungan meliputi seluruh bidang kehidupan, maka masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana telah diketahui bahwa penegakkan hukum merupakan salah satu usaha untuk mewujudkan tata tertib hukum didalamnya terkandung keadilan, kebenaran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yaitu hukum public dan hukum privat. Hukum public adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yaitu hukum public dan hukum privat. Hukum public adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia saat ini ada 2 (dua) aturan yang mengatur kepentingan masyarakat yaitu hukum public dan hukum privat. Hukum public adalah hukum yang mengatur hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Reni Jayanti B ABSTRAK

Reni Jayanti B ABSTRAK Analisis Yuridis Tentang Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri (Studi Kasus Putusan: No.147/Pid.SUS/2011/PN.MAROS) Reni Jayanti B111 09282 ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada

BAB I. Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang. diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hakim sebagai salah satu penegak hukum bertugas memutus perkara yang diajukan ke Pengadilan. Dalam menjatuhkan pidana hakim berpedoman pada ketentuan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP

BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP BAB II TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP A. Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan strafbaarfeit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan orang (trafficking) merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang terutama perempuan dan anak, termasuk sebagai tindak

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP O L E H PUTERI HIKMAWATI PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

Public Review RUU KUHP

Public Review RUU KUHP Public Review RUU KUHP Oleh: agustinus pohan Tujuan: Implikasi pengaturan tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP Sejauh mana kebutuhan delik korupsi diatur dalam RUU KUHP. Latar belakang RUU KUHP KUHP dipandang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

I. PENDAHULUAN. harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mengedepankan hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 sebagai tujuan utama mengatur negara.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah sumber daya alam yang sangat penting fungsinya untuk pengaturan tata air, pencegahan banjir dan erosi, pemeliharaan kesuburan tanah dan pelestarian lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan oleh pihak yang. dapat menjadi masyarakat yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan oleh pihak yang. dapat menjadi masyarakat yang lebih baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana memiliki karakter khas sebagai hukum (yang berisikan) perintah. Perintah dan larangan tegas memberikan nuansa khas pada hukum pidana. Pokok soal

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP)

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK (SUATU KAJIAN TERDAPAT PASAL 310 KUHP) Oleh : Ketut Yoga Maradana Adinatha A.A. Ngurah Yusa Darmadi I Gusti Ngurah Parwata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan timbul dalam kehidupan masyarakat karena berbagai faktor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda, itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang muncul dipermukaan dalam kehidupan ialah tentang kejahatan pada umumnya terutama mengenai kejahatan dan kekerasan. Masalah kejahatan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PELAKU PEMBAKARAN LAHAN Hukum merupakan sebuah instrumen yang dibentuk oleh pemerintah yang berwenang, yang berisikan aturan, larangan, dan sanksi yang bertujuan untuk mengatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan,

I. PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam. dalam kegiatan seperti pemeliharaan pertahanan dan keamanan, keadilan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Setiap sistem perekonomian, baik kapitalis maupun sosialis, pemerintah memegang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak

Lebih terperinci