BAB III UNSUR-UNSUR METODIS UMUM PENELITIAN FILSAFAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III UNSUR-UNSUR METODIS UMUM PENELITIAN FILSAFAT"

Transkripsi

1 BAB III UNSUR-UNSUR METODIS UMUM PENELITIAN FILSAFAT PENDAHULUAN Bab III ini menguraikan pemikiran Bakker dan Charris (1990) tentang unsureunsur metodis umum penelitian filsafat. Dalam penelitian filsafat objek itu hanya dapat diselidiki dengan metode hermeneutika, yaitu metode interpretasi. Hermeneutika itu bersifat umum, juga dipergunakan untuk semua ilmu sosial/human. Ada 10 unsurunsur metodis umum bagi penelitian filsafat yaitu; 1) interpretasi, 2) induksi dan deduksi, 3) Koherensi intern, 4) Holistika, 5) Kesinambungan historis, 6) Idealisasi, 7) Komparasi, 8) Heuristika, 9) Bahasa inklusif atau analogal, 10) Deskripsi. Bab III ini memperdalam dan memperluas wawasan mahasiswa dalam melakukan penelitian filsafat, sehingga dengan bekal ini para mahasiswa mampu melakukan berbagai model penelitian filsafat seperti; penelitian historis tentang tokoh, naskah, atau buku; penelitian mengenai suatu konsep sepanjang sejarah; penelitian komparatif penelitian pandangan filosofis di lapangan; penelitian sistematis-refleksif; penelitian mengenai masalah aktual, penelitian mengenai teori ilmiah dan mengetahui kesulitankesulitan yang dihadapi oleh masing-masing model. SEPULUH UNSUR METODIS PENELITIAN FILSAFAT 3.1. Interpretasi Menurut Aristoteles ( SM) the appearance of impersonal authority- a echanical brain always giving the same questions. But the real man was not like that (The Ethics of Aristotle, translated by J.A.K Thomson, London 1961). Dalam penelitian filsafat manusialah sebagai subjek yang ingin mengetahui segala sesuatu yang ada di dalam dan di luar dirinya. Perbedaannya dengan penelitian ilmu adalah dan objek formal yang khas bagi filsafat, dengan sifat-sifatnya sebagaimana disebut dalarn bab II, membawa konsekuensi bagi metode penelitian di bidang filsafat. Objek itu hanya dapat diselidiki dengan metode Hermeneutika, yaitu metode interpretasi. Tentu muncul dalam pikiran kita apakah metode interpretasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan, karena setiap orang sepanjang sejarah memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu fakta sejarah, maupun suatu teks. Dengan demikian besar kemunkinan akan terjadi kesalahan tafsir maupun subjektivitas dalam penelitian filsafat. Persoalannya adalah bagaimana objektivitas dan intersubjektivitas dalam hermeneutika tersebut dapat ditelusuri dan dipertanggungjawabkan. Untuk itu marilah

2 kita ikuti dulu apakah yang dimaksud dengan metode hermeneutika tersebut? Sejauh manakah metode eneutika tersebut dapat dipergunakan dalam penelitian fisafat? Secara etilogis, kata hermeneutik berasal dan bahasa Yunani hermeneuein yang menafsirkan. Maka kata benda hermeneia secara harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi. Istilah Yunani ini mengingatkan kita pada tokoh mitologi yang bernama Hermes, yaitu seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan Yupiter kepada manusia. Hermes digambarkan sebagai seseorang yang mempunyai kaki bersayap, dan lebih banyak dikenal dengan sebutan Mercurius dalam bahasa latin. Tugas Hermes adalah menerjemahkan pesan-pesan dari dewa di gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia. Oleh karena itu, fungsi Hermes adalah penting sebab bila terjadi kesalah-pahaman tentang pesan dewa-dewa, akibatnya akan fatal bagi seluruh umat manusia. Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah pesan ke dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendengrnya. Sejak saat itu Hermes menjadi simbol seorang duta yang dibebani dengan sebuah misi tertentu. Berhasil-tidaknya misi itu sepenuhnya tergantung pada cara bagaimana pesan itu dianggap benar. Persoalannya adalah bagaimana pesan itu dianggap benar? Apakah semua orang bisa menerima kebenaran itu atau langsung saja mempercayainya? Hermeneutik pada akhimya diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Batasan umum ini selalu dianggap benar, baik hermeneutik dalam pandangan kiasik maupun dalam pandangan modern (Richard E. Palmer, 1963: dikutip dan E. Maryono 1993: 23-24). Menurut Bakker dan Charris (1990) dalam pelaksanaan segala macam penelitian seorang peneliti akan berhadapan dengan kenyataan. Dalam kenyataan itu dapat dibedakan beberapa aspek. Bisa berbentuk fakta, yaitu suatu perbuatan atau kejadian (dari kata latin facere, artinya membuat atau berbuat). Bisa berbentuk data, yaitu pemberian, dalam wujud hal atau peristiwa yang disajikan dasar keterangan selanjutnya (dari kata latin dare, artinya memberi). Mungkin juga kenyataan berbetuk gejala, yaitu yang nampak sebagai tanda adanya peristiwa atau kejadian. Ketiga aspek tersebut akan mendapat titik berat yang berbeda menurut masing-masing disiplin ilmu. Dalam penelitian filsafat kita dihadapkan kepada pikiran manusia dan tindakannya yang sulit diramalkan. Pikiran dan tindakannya diekspresikan melalui simbol-simbol, kata, bahasanya, kebudayaannya, kepercayaan dan agamanya.

3 Menurut Ogden dan Richard: The symbol (i.e. words or expresion) the thought or interpretation, and the referent (or that refered to), (we get from words to things inderectly by way of thought). Thought Symbol (words) Referent Dalam penelitian filsafat, si peneliti pertama dan terutama berhadapan dengan manusia hidup, dengan tingkah lakunya, agamanya, kebudayaannya, bahasanya, struktur sosialnya, kebaikan dan dosanya. Saya lihat, saya dengar, atau saya merabaraba suatu fakta, namun fakta itu diketahui tidak hanya fisik: kulit, besar, sehat. Fakta itu saya tangkap sebagai suatu ekspresi manusia, entah dalam pribadi manusia sendiri (bahasa, tarian, deklamasi, kesopanan) atau dalam salah satu produk (puisi, sistem hukum, karya seni, alat, struktur sosial). Bagi peneliti filsafat sebuah fakta atau peristiwa tidak hanya dilihat sebagai suatu benda mati saja tetapi merupakan suatu nilai yang tersembnyi yang perlu diungkapkan. Peneliti filsafat tidak hanya membaca yang tertulis dalam kejadian sejarah, atau dokumen, arsip-arsip tetapi bertanya lebih lanjut dan menafsirkan peristiwa-peristiwa tersebut sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya. Bakker dan Charris (1990) mengatakan di dalam ekspresi itu dibaca dan ditangkap arti, nilai, maksud human. Oleh seorang filsuf tidak hanya dipahami segi biologis atau ekonomis semata-mata melainkan nilai estetis (estetika), sosial (filsafat social), religius (filsafat agama), etis (filsafat moral). Menurut Bertens (1981:225) ahli filsafat berusaha mencai hakikatnya. Sejak Dilthey macam pengertian itu disebut verstehen, artinya memahami. Persoalan-persoalan hakikat (fundamental) apakah yang diteliti oleh filsafat? The Liang Gie (1979) berpendapat bahwa filsafat adalah suatu rangkaian aktivitas dari budi manusia. Yang dimaksud dengan budi manusia ialah diri atau pelaku yang mencerap, mengingat, membayangkan, merasakan, mencipta, menalar, berkemauan, dan aktivitas sejenis, serta fungsional bertalian dengan suatu organisme jasmaniah perseorangan. Budi manusia itu ditantang oleh sekumpulan pertanyaan yang dapat disebut persoalan filsafati sebagai bahan masuk sehingga melakukan rangkaian aktivitas untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tanpa input persoalan filsafati budi

4 manusia takkan melakukan kegiatan yang merupakan filsafat. Suatu persoalan filsafati pada pokoknya adalah pertanyaan mengenai sesuatu pada taraf keumuman yang tertinggi (tidak mengenai misalnya meja atau kursi melainkan tentang materi seumumnya), menyangkut persoalan arti, nilai, dasar atau asas (misalnya arti perkataan dari arti, nilai dari pengalaman kenikmatan, dasar dari kebenaran sesuatu atau asas dari tindakan baik), serta bercorak mencengangkan (sulitnya bahan pembuktian atau tata cara penyelesaian yang pasti) dan implikatif (yakni jawabannya mengandung simpulan berganda atau akibat lebih jauh yang perlu perenungan selanjutnya). Berdasarkan sesuatu pertanyaan yang ciri-cirinya demikian itu, budi manusia melakukan analisa, pemahaman, deskripsi, penilaian, penafsiran, dan perekaan yang mengarah pada kejelasan, kecerahan, keterangan, pembenaran, pengertian, dan penyatupaduan. Ke-enam aktiva budi itu sebagai suatu kebulatan dapatlah dianggap sebagai proses konversi yang berusaha mengubah persoalan-persoalan filsafati menjadi hasil keluar yang dapat berupa kearifan hidup, pandangan dunia, sistem pemikiran, keyakinan dasar atau kebenaran filsafati. Output dari budi ini terutama kearifan (wisdom), umurnnya juga disebut filsafat yang kiranya lebih jelas dicakup dengan istilah pengetahuan filsafati. Dalam kepustakaan Barat memang filsafat masih dikenal sebagai cinta akan kearifan. Untuk menyelesaikan pensoalan-pensoalan filsafati, seseorang filsuf memakai sesuatu prosedur tertentu yang kini dikenal sebagai metode filsafat. Metode filsafat itu cukup banyak ragamnya sesuai dengan pendapat berbagai filsuf yang mengemukakannya. Sokrates menggunakan tata cara yang kini disebut the Socratic method of analysis dengan bertanya dan membagi-bagi sehingga intisari persoalan tercapai. Plato, Aristoteles, filsuf-filsuf Abad Tengah memakai metode sintetik dengan menunjukkan hubungan sebab akibat antara pikiran dengan peradaban. Rene Decartes memperkenalkan metode kritik yang meliputi suatu analisa mengenai persyaratan dan batas-batas dari pengetahuan. George Wilhelm Friedrich Hegel menerapkan metode dialektik dalam seluruh filsafatnya yang berlangsung dengan tesa, antitesa, dan sintesa. Masih ada pelbagai metode lainnya dari filsuf-filsuf yang terkenal seperti misalnya Hensri Bergson (intuitive method), Edmund Husserl (the method of phenomenological description), William James (the pragmatic method), Bertrand Russell (the method of logical atomism), dan Gilbert Ryle (the method of philosophial analysis).

5 Kini, dan kapanpun perenungan kembali tujuan hidup adalah persoalan filsafat sepanjang masa setelah orang terkesima oleh peristiwa yang menimpa dirinya meskipun dunia teknologi modern telah dicapainya. Manusia perlu merenungkan kembali tentang masa depannya yang ingin dicapainya. Oleh karena itu penelitian filsafat sangat penting artinya dewasa ini, setelah ilmu pengetahuan terbentur oleh keterbatasannya. Persolannya seringkali dipertanyakan darimana dan bagaimana filsafat diteliti? Apakah dimulai dari fakta kongkrit (induksi) atau dari pikiran-pikiran (deduksi) Induksi dan Deduksi Induksi dimaksudkan untuk mengenali secara kongkrit objek yang diselidiki dengan cara memilah-milahkan (analisis) menjadi fakta-fakta, yang lalu ditangkap dengan intuisi. Meski demikian, intuisiatas fakta ini bukan lantas tergantung subjektivitas peneliti, melainkan tetap objektif terhadap hal/masalah yang diteliti. Juga bukan bersifat pragmatis dan abstrak, dalam arti bertumpu pada kecenderungan mendapatkan manfaat praktis individu dan tidak berhubungan dengan kenyataan kongkrit. Dengan induksi universalitas kemanusiaan akan tertangkap singularitasnya, yakni berupa fakta-fakta kasuistik. Konsekuensinya nilai universal yang sifafnya hakiki berlaku untuk semuanya. Proses demikian dinamakan generalisasi atau transendental. Dari generalisasi hasil induksi tersebut kemudian dideduksikan pada sifat-sifat khusus, meski tetap merupakan pengertian umum. Dan yang umum ini akan kembali digunakan untuk melihat yang individual, selanjutnya secara reflektif generalisasi dilihat kesesuaiannya dengan kenyataan real. Antara induksi dan deduksi sesungguhnya bukan soal yang satu mendahului yang lain. Artinya, induksi ditempuh sebagai satu tahap khusus untuk merangkai sebab deduksi atau sebaliknya, deduksi ditetapkan untuk melihat fakta singular. Tetapi keduanya saling memperkaya dalam lingkaran hermeneutik, berkesinambungan dan induksi ke deduksi, kembali ke induksi lagi dan seterusnya Koherensi Intern Hakikat objek yang transsendental tadi memiliki banyak unsur. Misalnya hakikat manusia dengan berbagai unsur di dalamnya. Karena itu, menangkap secara utuh jelas tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan harus dipahami sebagai keseluruhan dalam struktur internal atau relasi internal. Menangkap keutuhan unsurunsur struktural ini akan memperjelas hakikat objek. Demikian pula, unsur-unsur ini

6 lebih dikenali dalam relasinya dengan yang lain. Hakikat manusia misalnya, menjadi jelas ketika dihubungkan dengan soal nafsu, kebebasan, orang sekitar dan sebagainya Holistika Langkah lanjut dari koherensi intern adalah tinjauan terhadap objek yang diteliti haruslah dalam hubungannya dengan seluruh kenyataan, dalam korelasi dan komunikasi dengan Iingkungannya. Pembingkaian demikian penting untuk mendapatkan gambaran utuh tentang objek yakni harus dalam kesinambungan dengan satu totalitas. Dalam ilmu-ilmu yang bersentuhan dengan manusia seperti ilmu kesehatan, pendekatan holistik dewasa ini terhadap masalah pencegahan maupun pengobatan terhadap penderita berbagai macam penyakit mulai menjadi perhatian di kalangan medis maupun pemegang kebijakan Kesinambungan Historis Objek yang diteliti harus ditempatkan dalam konteks jaman atau sejarah yang melatarbelakangi. Terlebih bila objek penelitian berupa manusia atau tokoh dengan sistem pemikirannya. Dengan mengaitkan historis objek, pemahaman lebih utuh akan terungkap. Kesinambungan sejarah juga berarti bahwa hakikat objek yang diteliti ternyata berlaku untuk jaman dulu dan tidak jarang berlaku pula untuk masa kini, bahkan masa mendatang, setidaknya, universalitas hakikat objek yang kita dapatkan untuk mengatisipasi masa mendatang Idealisasi Penelitian filsafat dimaksudkan terutama untuk memahami kenyataan secara lebih dalam. Oleh karena itu, penelitian diusahakan untuk merekonstruksi gambaran yang murni yang dapat menjelaskan ciri khas yang berlaku pada hakikat objek yang diteliti. isainva. Frans Magnis mengungkap hakikat manusia Jawa dalam penelitian tentang etika Jawa. Atau Max Weber yang menempuh langkah idealisasi untuk menggambarkan kebangkitan kapitalisme Eropa sebagai eksplitasi etos kerja Kristiani Komparasi Komparasi atau perbandingan, ditempuh untuk mencari persamaan dan perbedaan yang maksudnya untuk mendapat gambaran mengenai hakikat objek menjadi lebih jelas. Komparasi dapat dilakukan antara tokoh atau antar naskah.

7 Komparasi dapat ditempuh antara objek yang dekat atau yang jauh, yang lemah dengan yang kuat Heuristika Meskipun jawaban penelitian filsafat tidak bersifat final. Bahkan awal sebuah persoalan lagi, namun setidaknya hams dapat menyuguhkan suatu pemecahan masalah, sekalipun untuk sementara Heuristika-lah metode untuk menemukan jalan baru pemecahan masalah dimaksud. Meskipun sebagai logika kreativitas ia tak dapat dihafal, namun tidak lalu berarti bersifat irasional dan emosional. Untuk heruistika harus berdasar kaidah yang jelas, yakni menempuh perumusan secara sistematis, menyelidiki asumsi dasar, mencari alternatif, selalu konsisten, dan peka terhadap berbagai masalah. Heuristika merupakan hasil penemuan spontan dan pengalaman manusia, aku menemukan sesuatu yang selama ini tidak menjadi perhatian orang Bahasa Inklusif atau Analogal Sebagaimana disebutkan di muka bahwa penelitian filsafat meliputi seluruh aktivitas budi manusia lengkap dengan berbagai unsurnya, arti dan maksud ekspresi kemanusiaan, maka bahasa, kata dan konsep yang digunakan haruslah bersifat inklusif, yaitu meliputi kata dan konsep lain Deskripsi Umumnya sebuah kegiatan penelitian yang harus dijabarkan untuk diketahui, hasil penelitian filsafat juga harus dieksplisitkan, dipaparkan atau dideskripsikan. Dengan demikan, atas hasil penelitian dapat dilakukan suatu evaluasi kritis untuk ditindaklanjuti. Dan pada tahap berikutnya hasil deskripsi ini memerlukan pemikiran refleksi dan budi manusia. Latihan 1. Terangkan perbedaan antara filsafat dengan penelitian filsafat. 2. Jelaskan cara pengumpulan data dalam penelitian filsafat. 3. Apa perbedaan antara deskripsi dengan interpretasi. 4. Sebutkan unsur-unsur penting dalam penelitian filsafat. 5. Apa yang dimaksud dengan berpikir secara refleksif.

8 PENUTUP Rangkuman Filsafat adalah kegiatan refleksif. Filsafat memang juga kegiatan akal budi, tetapi lebih merupakan perenungan dan suatu tahap lebih lanjut dari kegiatan rasional umum. Yang direfleksikan pada prinsipnya adalah apa saja, tanpa terbatas pada bidang atau tema tertentu. Tujuannya adalah untuk mempermudah kebenaran yang mendasar, menemukan makna, inti dan segala inti. Oleh karena itu filsafat merupakan eksplisitasi tentang hakiki realitas yang ada dalam kehidupan manusia; dapat meliputi hakikat manusia itu sendiri hakikat semesta, bahkan hakikat Tuhan, baik menurut segi struktural maupun segi normatifnya. Filsafat menguraikan dan merumuskan hakikat realitas secara sistimatis-modis. Karena itu juga filsafat merupakan ilmu pengetahuan, filsafat mempelajari semua objek. Filsafat mempelajari semua bidang dan semua dimensi yang diteliti oleh ilmu-ilmu lain, dan membuat bidang-bidang itu semua menjadi objek langsung penelitiannya. Semua bidang itu dipelajari oleh filsafat menurut sebab-sebab yang mendasar, dan dalam hal inilah terletak objek formal filsafat. Manusia sebagai objek formal memiliki beberapa sifat dasariah. Sifat-sifat dasariah itu menyebabkan kekhususan metodologi penelitian dalam filsafat. Hal ini membawa konsekuensi-konsekuensi bagi filsafat dalam metodologi penelitiannya. Objek itu diselidiki dengan metode hermenutika, metode interpretasi yang memuat banyak unsur dan langkah, merupakan unsur-unsur metodis umum penelitian filsafat, yaitu 1) interpretasi, 2) induksi dan deduksi, 3) koherensi intern, 4) holistika, 5) kesinambungan historis, 6) idealisme, 7) komparasi, heuristika, 9) bahasa inklusif atau analogal, dan 10) deskripsi. Tes formatif 1. Sebutkan unsur-unsur metodis umum bagi penelitian filsafat. 2. Terangkan asal mula kata hermenutika. 3. Terangkan mengapa interpretasi digunakan dalam penelitian filsafat. Kunci jawaban test formatif bab III 1. Interpretasi, induksi dan deduksi, koherensi intern, holistika, kesinambungan historis, idealisasi, komparasi, heuristika, bahasa inklusif, atau analogal, deskripsi. 2. Kata hermenutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuen yang berarti menafsirkan. Maka kata benda hermeneia secara harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi.

9 3. Manusia sebagai objek formal filsafat sangat kompleks. Dan justru seluruh pemikiran filsafat sendiri merupakan bukti dan saksi akan kompleksitas hidup manusia. Maka sesungguhnya interpretasi merupakan upaya penting untuk menyingkap kebenaran. Pada dasarnya interpretasi berarti, bahwa tercapai pemahaman benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari. Daftar Pustaka Bakker, A dan Charris, A Zubair Metodologi Penelitian Filsalat. Kanisius. Yogyakarta. Thomson, J. A. K The Ethics of Aristotle. Penguin Books. London. The Liang Gie Penelitian dalam Bidang Filsafat dalam Dari Administrasi ke Filsafat; Suatu Kumpulan Karangan Lagi. Karya Kencana. Yogyakarta.

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT 4.1 PENDAHULUAN Bab IV ini menjelaskan tentang model-model penelitian filsafat. Mengapa penelitian filsafat memerlukan model? Bab IV ini memerlukan wawasan mahasiswa tentang

Lebih terperinci

BAB VI RANCANGAN PENELITIAN KONSEP SEPANJANG SEJARAH

BAB VI RANCANGAN PENELITIAN KONSEP SEPANJANG SEJARAH BAB VI RANCANGAN PENELITIAN KONSEP SEPANJANG SEJARAH 6.1. PENDAHULUAN Bab VI ini menguraikan rancangan penelitian mengenai suatu konsep sepanjang sejarah, dan pikiran-pikiran para filsuf tersebut banyak

Lebih terperinci

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara Sekilas tentang filsafat Hendri Koeswara Pengertian ilmu filsafat 1. Etimologi Falsafah (arab),philosophy (inggris), berasal dari bahasa yunani philo-sophia, philein:cinta(love) dan sophia: kebijaksanaan(wisdom)

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam artikel Japan s Suicide Generation 1, dikatakan bahwa bunuh diri bukanlah suatu hal yang baru dalam masyarakat Jepang. Tingkat bunuh diri di Jepang setiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan. sistematis untuk mewujudkan kebenaran.

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan. sistematis untuk mewujudkan kebenaran. BAB III METODE PENELITIAN Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang akan dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor Pokok Persoalan Apakah filsafat manusia itu? Apa perbedaan filsafat manusia dengan ilmu lain (dalam hal ini psikologi klinis)? Apa

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: Etika dan Filsafat Komunikasi Pokok Bahasan Fakultas Ilmu Komunikasi Pengantar Kepada Bidang Filsafat Dewi Sad Tanti, M.I.Kom. Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pengantar Rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT Pengertian Filasat Filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia : philo/philos/philen yang artinya cinta/pencinta/mencintai. Jadi filsafat adalah cinta akan kebijakan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PENGERTIAN FILSAFAT FILSAFAT (Philosophia) Philo, Philos, Philein, adalah cinta/ pecinta/mencintai Sophia adalah kebijakan, kearifan, hikmah, hakikat kebenaran Cinta pada

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika

Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika Sebuah Pengantar Populer Karangan Jujun S. Sumantri Tentang Matematika Dan Statistika A. MATEMATIKA Matematika Sebagai Bahasa Untuk mengatasi kekurangan yang terdapat pada bahasa maka kita berpaling kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Logika Logika berasal dari kata Logos yaitu akal, jika didefinisikan Logika adalah sesuatu yang masuk akal dan fakta, atau Logika sebagai istilah berarti suatu metode atau

Lebih terperinci

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen Estetika Desain Oleh: Wisnu Adisukma Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen inilah yang seringkali muncul ketika seseorang melihat sebuah karya seni. Mungkin karena tidak memahami

Lebih terperinci

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN)

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Modul ke: Pendahuluan Firman Alamsyah Ario Buntaran Fakultas Psikologi Program Studi S1 - Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Kontrak perkuliahan Tatap muka 14 x pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) METODE PENELITIAN FILSAFAT

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) METODE PENELITIAN FILSAFAT RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) METODE PENELITIAN FILSAFAT Oleh: NUSYIRWAN FAKULTAS FILSAFAT UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2003 HALAMAN PERSEMBAHAN Mengenang Sembilan Tahun

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

Tugas Filsafat. Mohamad Kashuri M

Tugas Filsafat. Mohamad Kashuri M Tugas Filsafat Mohamad Kashuri 090810530M PROGRAM STUDI ILMU FARMASI FAKULTAS FARMASI PASCA SARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA 2008 1. Pendahuluan Sejalan dengan kemajuan pola berpikir manusia saat ini, ilmu

Lebih terperinci

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati Bentuk Dasar Pengetahuan Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati manusia 2. Bentuk pengetahuan untuk

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2017 DESKRIPSI KARYA

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju,

Lebih terperinci

I. DASAR-DASAR PENGETAHUAN

I. DASAR-DASAR PENGETAHUAN I. DASAR-DASAR PENGETAHUAN JENIS MANUSIA BERDASARPENGETAHUAN ADA ORANG TAHU DI TAHUNYA ADA ORANG TAHU DI TIDAKTAHUNYA ADA ORANG TIDAK TAHU DI TAHUNYA ADA ORANG TIDAK TAHU DI TIDAKTAHUNYA PENGETAHUAN DIMULAI

Lebih terperinci

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Konsep (pengertian) ilmu pengetahuan Memahami dan menjelaskan konsep (pengertian) ilmu pengetahuan secara umum Hubungan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam latar belakang ini, ada beberapa hal yang akan disampaikan penulis. hal tersebut terkait masalah yang diangkat. masalah atau isu yang diangkat tentunya

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB V PENUTUP. A. Simpulan BAB V PENUTUP A. Simpulan Dari keseluruhan kajian mengenai pemikiran Kiai Ṣāliḥ tentang etika belajar pada bab-bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan penting, terutama mengenai konstruksi pemikiran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. uraian yang sudah dibahas secara keseluruhan. Penulis akan menyimpulkan bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. uraian yang sudah dibahas secara keseluruhan. Penulis akan menyimpulkan bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis akan menyimpulkan penulisan skripsi ini atas semua uraian yang sudah dibahas secara keseluruhan. Penulis akan menyimpulkan bab ke-3, bab ke-4 dan bab ke-5.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Di dalam bab ini disajikan tujuh hal yang berkaitan dengan metode penelitian, yakni (1) penentuan data dan sumber data; (2) desain penelitian; (3) metode penelitian; (4) definisi

Lebih terperinci

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI Modul ke: Pokok Bahasan : PENGANTAR BIDANG FILSAFAT Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi (Marcomm) www.mercubuana.ac.id MENGAPA HARUS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti

III. METODE PENELITIAN. berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode hermeneutik. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti

Lebih terperinci

Etika dan Filsafat. Komunikasi

Etika dan Filsafat. Komunikasi Modul ke: 02 Martina Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Etika dan Filsafat Komunikasi Komunikasi dan Filsafat Shalaty Putri, M.Si. Program Studi Advertising dan Marketing Communication Pengantar pada Filsafat

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan maksud tertentu oleh seseorang kepada orang lain. Dengan kata lain, untuk berkomunikasi. Menurut Keraf

Lebih terperinci

ILMU DAN ILMU PENGETAHUAN

ILMU DAN ILMU PENGETAHUAN ILMU DAN ILMU PENGETAHUAN ILLIA SELDON MAGFIROH KULIAH VIII METODE ILMIAH PROGRAM STUDI AGRIBISNIS, UNIVERSITAS JEMBER 2017 KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN : Mahasiswa dapat menjelaskan : 1. Ciri-ciri ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya, serta memungkinkan anak untuk menerjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., M.MA., MA. M.MA., MA. M.MA., MA. 09/01/2016 1 Manusia mencari kebenaran dengan menggunakan akal sehat (common sense) dan dengan ilmu pengetahuan. Ada empat hal pokok yang membedakan antara ilmu dan akal sehat. 1)

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN OLEH LASIYO UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015

FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN OLEH LASIYO UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN OLEH LASIYO UNIVERSITAS GADJAH MADA 2015 PENDAHULUAN MANUSIA PUNYA TUJUAN DAN CITA- CITA HIDUP MANUSIA MELAKUKAN AKTIVITAS: 1. MENCIPTAKAN 2. MENELITI 3. MEREFLEKSI 4. MEMPERCAYAI

Lebih terperinci

Pengertian Etika. Nur Hidayat TIP FTP UB 2/18/2012

Pengertian Etika. Nur Hidayat  TIP FTP UB 2/18/2012 Nur Hidayat http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id TIP FTP UB Pengertian Etika Berasal dari Yunani -> ethos artinya karakter, watak kesusilaan atau adat. Fungsi etika: Sebagai subjek : Untuk menilai apakah

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT 1 PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT Filsafat (Philosophia) : - Philo/Philos/Philein yang berarti cinta/pecinta/mencintai. - Sophia yang berarti kebijakan/kearifan/hikmah/hakekat

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang

METODE PENELITIAN. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang 23 III. METODE PENELITIAN A. Metode yang Digunakan Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode hermeneutik. Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang masing-masing berarti

Lebih terperinci

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm.

Diterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm. Filsafat Antropologi 1 Filsafat antropologi merupakan salah satu cabang dari filsafat teoritika. Selain itu filsafat antropologi juga dapat disebut sebagai ilmu. Palmquis memahami bahwa filsafat mengalami

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI FILSAFAT PENGANTAR Kata-kata filsafat, filosofi, filosofis, filsuf, falsafi bertebaran di sekeliling kita. Apakah pemakaiannya dalam kalimat-kalimat sudah tepat atau sesuai dengan arti yang dimilikinya,

Lebih terperinci

MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU

MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU Modul ke: MAKNA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT DAN DASAR ILMU Fakultas TEKNIK Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi Arsitektur www.mercubuana.ac.id Pokok Bahasan Pendahuluan Pengertian Sistem Filsafat

Lebih terperinci

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA Bab 3 Filsafat Ilmu Agung Suharyanto,M.Si Psikologi - UMA 2017 Definisi Filsafat Ilmu Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapatpendapat ilmiah dewasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian merupakan tempat di mana penelitian akan dilakukan yaitu di Kelompok Bermain Bunga Nusantara

Lebih terperinci

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah Tugas Ringkasan Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah Imelda Polii Pracecilia Damongilala Anastania Maria Stephanie Bokong Pontoh UNIVERSITAS SAM RATULANGI TEKNIK ARSITEKTUR MANADO 2006 PANCASILA SEBAGAI

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter. Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi 219 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kajian tentang Dimensi Epistemologi dalam Sosiologi Peter Ludwid Berger dan Relevansinya terhadap Pengembangan Studi Islam di Indonesia dapat disimpulkan sebagai

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU Filsafat: upaya sungguh-sungguh dlm menyingkapkan segala sesuatu, sehingga pelakunya menemukan inti dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak terlepas dari kehidupan masyarakat karena dalam karya sastra terdapat kenyataan yang dialami oleh masyarakat itu

Lebih terperinci

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Memahami Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu yang empiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan lembaga untuk peserta didik. Kurikulum pendidikan sudah beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa

BAB I PENDAHULUAN. masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas delapan hal. Pertama, dibahas latar belakang masalah penelitian yang berisikan pentingnya keterampilan menulis bagi siswa sekolah dasar. Kemudian, dibahas identifikasi

Lebih terperinci

ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James)

ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) ASAS DEMOKRASI LIBERAL DAN KEMAJUAN AMERIKA: SEBUAH TINJAUAN FILSAFAT PRAGMATISME AMERIKA (Charles Peirce, John Dewey dan William James) Oleh: Muhammad Hasmi Yanuardi Dosen Jurusan Sejarah FIS UNJ Abstrak.

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. situasi kondisi yang tengah berlangsung sekarang ini, tujuannya mencoba

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. situasi kondisi yang tengah berlangsung sekarang ini, tujuannya mencoba 58 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian naturalistik kualitatif. Metode penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PREVIEW PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan Subjudul Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Sesuatu yang didapat

Lebih terperinci

Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin

Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin Masuknya Hermeneutika dalam Lingkup Ilmu Tafsir (Review atas Artikel Sofyan A.P. Kau) Oleh: Wahidatul Wafa dan Asep Supianudin Abstrak Pada awalnya, Tafsir dan Hermeneutik berawal dari tempat dan tradisi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Munculnya feminisme memang tak lepas dari akar persoalan yang ada di kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih dianggap sebagai makhluk inferior.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi 58 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian. Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada sesuai

Lebih terperinci

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi Pertemuan 1 Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi 1.1. Norma Norma (dalam sosiologi) adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma menurut Wimmer dan Dominick, yaitu seperangkat teori, prosedur, dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia. 1 Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nasibatun Umul Khairat, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nasibatun Umul Khairat, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia dipandang penting dengan beberapa pertimbangan diantaranya adalah dapat memberikan bekal ilmu kepada peserta didik untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si.

FILSAFAT ILMU. Drs. Dede Kosasih, M.Si. FILSAFAT ILMU Drs. Dede Kosasih, M.Si. DEFINISI Pengetahuan : Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta. Ilmu Pengetahuan : Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan

Lebih terperinci

MAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU

MAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU MAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU Oleh : Septy Indriyani (15105244006) Teknologi Pendidikan A A. PENDAHULUAN Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa

Lebih terperinci

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090) Akal dan Pengalaman Filsafat Ilmu (EL7090) EROPA History TEOLOGI ±10 Abad COSMOS RENAISSANCE Renaissance Age ITALY Renaissance = Kelahiran Kembali - TEOLOGIS - Rasionalitas dan Kebebasan Berfikir Martabat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. atau tujuan pemecahan masalah (P. Joko Subagyo, S.H 2006 : 1).

METODE PENELITIAN. atau tujuan pemecahan masalah (P. Joko Subagyo, S.H 2006 : 1). 17 III. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan langkah penting karena metode dapat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah penelitian. Metode berasal dari bahasa Yunani methodos berarti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2010 hlm.6) : Penelitian kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang bermartabat, manusia memiliki di dalam dirinya akal budi, rasa, hati dan kehendak. Manusia

Lebih terperinci

FUNGSI SENI. Ayat Suryatna. dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus Abstrak

FUNGSI SENI. Ayat Suryatna. dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus Abstrak FUNGSI SENI Ayat Suryatna dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus 2001 Abstrak Dalam kenyataannya, seni meliputi dua hal, yaitu proses penciptaan seni dan karya seni. Seni juga

Lebih terperinci

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis MATERI KULIAH ETIKA BISNIS Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis Latar Belakang Di zaman yang serba modern ini, nilai, etika, norma,dan moral seringkali diabaikan oleh rakyat Indonesia,

Lebih terperinci

PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi.

PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM. Program Studi Sistem Informasi. PANCASILA Modul ke: PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT ABSTRACT Menjelaskan Pengertian,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I. A. Pengertian

Pendahuluan BAB I. A. Pengertian BAB I Pendahuluan A. Pengertian Sebelum memasuki topik bahasan pokok, ada baiknya dipahami terlebih dulu tentang pengertian etika. Apakah etika itu? Etika dalam pengertian keilmuan adalah ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum MAKNA FILOSOFI Kata filosofi berasal dari perkataan yunani philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) dan berarti cinta kebijaksanaan. Filosofi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kepenerima pesan (2006:6). Dalam Accociation for education and communication

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. kepenerima pesan (2006:6). Dalam Accociation for education and communication BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Media Secara harfiah media berarti perantara atau pengantar. Oleh Sadiman dikemukakan bahwa media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

OBJEK MATERIAL DAN FORMAL FILSAFAT ILMU

OBJEK MATERIAL DAN FORMAL FILSAFAT ILMU BAB I PENDAHULUAN Filsafat Ilmu mulai merebak di awal abad ke 20, namun di abad ke 19 merupakan dasar filsafat ilmu dengan metode yang dimilikinya, metode induksi. Filsafat ilmu mengedepankan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 09Fakultas Dr. PSIKOLOGI PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KONSEP PENGETAHUAN Dalam Encyclopedia of

Lebih terperinci

Deskripsi Mata Kuliah

Deskripsi Mata Kuliah Minggu ke Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah ini menyajikan bahasan tentang: manusia dan hakekatnya, arti filsafat dan Kristen, manusia dan filsafat, manusia dan, aliran-aliran filsafat, filsafat Kristen,

Lebih terperinci

idealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan rasionalisme.

idealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan rasionalisme. Rasionalisme rasionalisme. Relativisme Falsifikanisme idealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan pragmatisme realism Idealisme adalah: o Orang yang menerima standar estetik, moral,

Lebih terperinci

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH Ilmu adalah sebagai aktivitas penelitian. Sudah kita ketahui bersama bahwa ilmu mempunyai andil yang cukup besar dalam perkembangan kehidupan manusia

Lebih terperinci

Teori-Teori Penunjang dalam Penelitian Kualitatif

Teori-Teori Penunjang dalam Penelitian Kualitatif Teori-Teori Penunjang dalam Penelitian Kualitatif Fenomenologi Hermeneutik Interaksi Simbolik Etnometodologi Teori Budaya Tri Nugroho Adi,M.Si./MPK Kual. 1 FENOMENOLOGI Perspektif ini mengarahkan bahwa

Lebih terperinci

Bahasan Kajian Filsafat

Bahasan Kajian Filsafat PENGERTIAN FILSAFAT Secara etimologi istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani philein yang artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom. Secara harfiah istilah filsafat

Lebih terperinci

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd FILSAFAT????? am_nien@yahoo.co.id PENGERTIAN FILSAFAT SECARA ETIMOLOGI Istilah filsafat yang merupakan terjemahan dari philolophy (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani philo (love of ) dan sophia

Lebih terperinci

Mata kuliah : Filsafat Kebudayaan Pertemuan ke : 10 (K10) : Kebudayaan sebagai strategi: : Mahasiswea memahami konsep pentahapan kebudayaan dan

Mata kuliah : Filsafat Kebudayaan Pertemuan ke : 10 (K10) : Kebudayaan sebagai strategi: : Mahasiswea memahami konsep pentahapan kebudayaan dan Mata kuliah : Filsafat Kebudayaan Pertemuan ke : 10 (K10) Materi : Kebudayaan sebagai strategi: Tujuan : Mahasiswea memahami konsep pentahapan kebudayaan dan pengertian strategikebudayaan. --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN CABANG FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 02Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 02Fakultas Dr. PSIKOLOGI CABANG FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id CABANG- CABANG FILSAFAT Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci