Kepekaan Aedes aegypti terhadap Mikrofilaria Dirofilaria immitis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kepekaan Aedes aegypti terhadap Mikrofilaria Dirofilaria immitis"

Transkripsi

1 Majalah Kedokteran FK UKI 2008 Vol XXVI No.2 April - Juni Tinjauan Pustaka Kepekaan Aedes aegypti terhadap Mikrofilaria Dirofilaria immitis Zulhasril,* Esther** * Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia **Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran UKRIDA Abstrak Dirofilaria immitis adalah cacing pada jantung anjing yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk dan menyebabkan dirofilariasis immitis. Penyakit itu merupakan masalah kesehatan di Amerika Utara, dan diketahui berbagai spesies nyamuk dapat menjadi vektor karena parasit tersebut dapat berkembang dalam tubuh nyamuk. Pada Aedes aegypti, mikrofilaria D. immitis harus melalui beberapa hambatan untuk dapat berkembang menjadi larva infektif yang siap ditularkan. Hambatan tersebut berupa pharyngeal armature yaitu organ yang pada usus depan nyamuk, membran peritropik dan koagulasi darah pada usus tengah serta respons imun nyamuk pada tubulus malpighi. Perkembangan larva D. immitis juga berpengaruh terhadap kelangsungan hidup Ae. aegypti yaitu apabila terlalu banyak mikrofilaria yang terisap oleh nyamuk ini dapat mengakibatkan menurunnya aktivitas terbang nyamuk tersebut bahkan dapat menyebabkan kematian. Kata kunci: Dirofilaria immitis, Aedes aegypti, pharyngeal armature. Aedes aegypti sensitivity against microfilaria Dirofilaria immitis Abstract Dirofilaria is a dog s heart worm which infect human by mosquito s bite and it cause dilofilariasis immitis. The disease leads to health problem in the north America. Several mosquito s species can be a vector because the parasite can develop in the mosquito s body. In the Aedes aegypt, microfilaria D. immitis has to pass several barrier to be the infective larva. The barrier is pharyngeal armature, an organ in the mosquito s foregut. Then, perithropic membrane and blood coagulation in the midgut, as well as the mosquito s immune response in the malphigian tubules.the development of D immitis larva influence also to the Ae. aegypti s life. The high number of microfilaria in the mosquito will lover flying activity and may cause death. Key words: Dirofilaria immitis, Aedes aegypti, pharyngeal armature. 81

2 Pendahuluan Parasit adalah organisme yang memerlukan hospes untuk berkembang biak menjadi bentuk infektif sehingga siap ditularkan pada hospes baru dan menimbulkan penyakit. Dirofilaria immitis adalah cacing pada jantung anjing yang dapat ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Dalam tubuh nyamuk terjadi proses biologi yang memungkinkan cacing tersebut berkembang menjadi bentuk infektif yang siap menginfeksi. 1,2 Dalam makalah ini akan dibahas tentang proses biologi sejak larva D. immitis memasuki tubuh nyamuk dan perkembangannya menjadi bentuk infektif. Aedes aegypti Bionomik dan penyebaran Tempat perindukkan nyamuk ini berupa wadah yang menampung air bersih (artificial container), yang airnya digunakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ditemukan baik di dalam rumah maupun yang ada di luar rumah. Ae. aegypti aktif menggigit hospes sepanjang siang hari dengan dua puncak waktu gigitan yaitu jam dan jam Nyamuk itu bersifat endofagik dan eksofagik, melakukan pengisapan darah baik di dalam maupun di luar rumah. Sifat lainnya adalah lebih eksofilik daripada endofilik yaitu setelah mengisap darah lebih suka istirahat di luar rumah daripada di dalam rumah. 3 Penyebaran Ae. aegypti yang kosmopolit dan menjangkau daerah yang sangat luas erat kaitannya dengan perkembangan sistim transportasi. Di Indonesia penyebaran nyamuk tersebut dari kota-kota pelabuhan ke kota-kota di pedalaman termasuk desa-desa disebabkan oleh transportasi yang mengangkut tempat-tempat penampungan air hujan seperti drum, kaleng, ban bekas dan benda-benda lainnya yang mengandung larva Ae. aegypti. 4 Anatomi dalam Dalam sistim peredaran darah, Ae. aegypti ini mempunyai darah yang disebut haemocoel yang terdapat dalam suatu ruangan antara alimentary tract dan dinding tubuh bagian dalam. Sistim trakeal terbuka dengan spirakel berpasangan pada masing-masing dua segmen toraks dan segmen pertama dari delapan segmen abdomen. Kelenjar ludah berpasangan terletak secara ventral pada bagian anterior toraks. Duktus berawal dari kelenjar dan bergabung dalam duktus saliva yang biasanya bergabung dengan salivary pump sampai ke faring. Buccal cavity terletak pada dasar proboscis dan mempunyai esofagus pendek. Farings, esofagus dan usus depan merupakan suatu invaginasi dinding tubuh dan dilapisi kitin. Usus tengah adalah perluasan toraks sampai abdomen. Ujung usus mempunyai kitin yang meluas menembus sedikit segmen abdomen dan terdiri atas ileum yang ramping, kolon, dan rektum yang membesar sampai kebagian anus. Lima tubulus malpighi dalam traktus digestivus pada bagian posterior usus tengah (Gambar 1). 5 Sistim reproduksi betina terdiri atas sepasang ovari yang terdapat pada segmen ke empat abdomen melalui sistem oviduct dan berakhir di vagina yang terdapat pada segmen kesembilan abdomen. Pada sistim reproduksi ini terdapat satu sampai empat spermateka. Sistem genital jantan terdiri atas sepasang testis dalam vas deferen 82

3 dengan vesikel seminalis yang bergabung dengan duktus ejakulatori dan juga terdapat kelenjar asesori. 6 Dirofilaria immitis Morfologi Cacing jantan panjangnya mm, berdiameter 0,7-0,9 mm, dengan ujung posterior langsing. Spikulum kiri panjangnya mikron dan spikulum kanan mikron tetapi tidak mempunyai gubernakulum. Cacing betina berukuran panjang mm dengan diameter 1,0-1,3 mm. Cacing betina bersifat viviparous yaitu menghasilkan mikrofilaria yang tidak mempunyai selubung dan berada di dalam darah hospes. 7 Larva mempunyai panjang bervariasi antara mm (rata-rata1222 um), lebar 25.94um, ekor 36.3 um. Larva berukuran pendek mempunyai 3 knob seperti papil. Dua knob terletak sublateral dan subterminal dan knob ketiga dapat terlihat apabila larva berada pada posisi dorsal-ventral. 6 Daur hidup Pada nyamuk yang terinfeksi, mikrofilaria dari usus masuk ke saluran malpighi dalam waktu jam. Mikrofilaria yang bentuknya seperti sosis masuk ke dalam saluran malpighi dan berubah menjadi larva stadium tiga yang infektif dalam waktu hari. Larva kemudian keluar dari saluran malpighi masuk kedalam hemocoel dan akhirnya masuk ke labium nyamuk dan bila nyamuk menggigit hospes, larva masuk kedalam hospes baru. Di dalam hospes baru larva menuju membran submuskuler, jaringan subkutan, subserosa, jaringan adipose dan kadangkadang ke otot untuk berkembang menjadi larva stadium IV dengan panjang mm. Larva itu kemudian menuju kejantung melalui pembuluh vena dalam waktu kurang lebih hari. Masa prepaten (munculnya mikrofilaria di dalam darah) adalah 25 minggu atau lebih, sedangkan masa paten lebih dari dua tahun. 8 D. immitis kadang-kadang ditemukan di dalam kista diberbagai bagian tubuh hospes (terutama di paru), dan di dalam induk semang ini tidak berkembang secara normal untuk menjadi cacing dewasa. 9 Habitat D. immitis adalah cacing jantung pada anjing, dapat ditemukan pada ventrikel kanan dan arteria pulmonum dan kadang-kadang dijumpai pada kamar mata depan dan rongga peritoneum anjing, kucing, rubah, karnivora, primata (termasuk manusia) dan singa laut. 7,9 Perkembangan larva D. immitis dalam nyamuk D. immitis memerlukan vektor untuk berkembang menjadi larva infektif. Mikrofilaria dalam tubuh nyamuk tidak semuanya dapat berkembang menjadi bentuk infektif yang siap untuk ditularkan pada hospes definitif. Dalam perjalanan mikrofilaria mencapai toraks, banyak menemui hambatan. Hambatan tersebut berhubungan dengan berbagai organ dalam sistim pencernaan nyamuk. Perjalanan mikrofilaria dalam tubuh nyamuk yang penting adalah pada usus depan, usus tengah dan tubulus malphigi. Hambatan-hambatan tersebut meliputi hambatan mekanik, hambatan biologi dan respons imun nyamuk. 10,11 Hambatan mekanik Cibarial armature adalah benjolanbenjolan keras seperti duri dan gigi yang berfungsi sebagai penghancur makanan dan semua materi yang masuk kedalam 83

4 tubuh nyamuk. Pharyngeal armature adalah organ berupa duri-duri seperti pengait yang terdapat pada bagian usus depan nyamuk. Organ itu menghalangi semua yang masuk kedalam lambung. 12 Hambatan biologi Berupa membran peritropik yang merupakan bentuk awal usus tengah, membran itu terbuat dari kitin dan dapat mengeras. Apabila membran tersebut mengeras maka mikrofilaria tidak dapat menembusnya, sehingga mikrofilaria tidak dapat bermigrasi ke usus tengah. 10 Hambatan biologi lainnya yaitu koagulasi darah yang diisap nyamuk. Setelah darah terhisap oleh nyamuk maka dalam 24 jam darah tersebut akan membeku di usus tengah. Apabila pembekuan darah cepat terjadi maka mikrofilaria terperangkap di dalam usus tengah sehingga tidak dapat bermigrasi ke tubulus malpighi dan tidak dapat berkembang menjadi larva. 6 Respon imun nyamuk terhadap perkembangan mikrofilaria juga merupakan faktor penghambat biologi. Respons imun merupakan suatu melanisasi yang diduga sebagai fenomena hemosit bebas atau humoral. Intensitas respons imun nyamuk bervariasi diantara berbagai spesies. Selain itu respons imun akan menurun sesuai dengan pertambahan umur nyamuk. Respons imun itu paling banyak terjadi dalam tubulus malpighi. 10 Perkembangan mikrofilaria D. immitis dalam nyamuk Mikrofilaria di usus depan Mikrofilaria yang terisap nyamuk akan melewati organ-organ kecil seperti cibarial pump, palatal papil, dorsal papil, ventral papil, posterior hard plate, ciberial armature dan pharyngeal armature. Pada nyamuk nyamuk tertentu, di sistim pencernaan bagian depan terdapat benjolan-benjolan keras seperti duri dan gigi yang berfungsi sebagai penghancur makanan disebut cibarial armature dan pada bagian usus depan nyamuk terdapat duri-duri seperti pengait yang disebut pharyngeal armature. Kedua organ tersebut berfungsi menghalangi makanan menuju lambung dan hasil kerja duri-duri pada organ tersebut adalah menghancurkan makanan termasuk mikrofilaria yang ikut terisap bersama darah. Sehingga mencegah berkembangnya mikrofilaria tersebut. Pada Ae. aegypti tidak terdapat cibarial armature tetapi mempunyai pharyngeal armature yang hampir dijumpai pada semua jenis nyamuk. Karena tidak ada cibarial armature penghancuran makanan oleh pharyngeal armature menjadi tidak sempurna, hal itu menyebabkan mikrofilaria dapat lolos masuk ke usus tengah. 12 Mikrofilaria di usus tengah Mikrofilaria yang berhasil melewati pharyngeal armature di usus depan akan memasuki usus tengah. Pada usus tengah, didahului dengan bentuk membran peritropik, yang tersusun dari kitin yang terdiri atas N-acetyl-Dglucosamin yang mempunyai rantai ß 1,4. Di dalam usus tengah terdapat molekul seperti lektin yang dapat berikatan dengan N-acetyl-D-glucosamin pada membran peritropik apabila ditambah karbohidrat. Bila kedua molekul tersebut berikatan berikatan maka ikatan itu mempunyai afinitas yang tinggi. Lektin dapat memblokade membran peritropik sehingga membran tersebut akan menjadi keras. Akibat mengerasnya membran peritropik maka migrasi mikrofilaria ke usus tengah dihambat

5 Pernah dilaporkan bahwa mikrofilaria Brugia pahangi yang berkembang di otot terbang toraks biasanya meninggalkan usus sebelum membran peritropik mengeras. Ditemukan 34% mikrofilaria B. pahangi meninggalkan usus dalam waktu dua jam setelah infeksi, kemudian semakin meningkat sampai 40% pada akhir enam jam. Diduga pada Ae. aegypti membran peritropik mengandung N-acetyl-Dglucosamin yang rendah, sehingga tidak dapat mengeras dengan cepat. Hal tersebut menyebabkan mikrofilaria dapat lolos melewatinya. 10 Setelah mikrofilaria mampu menembus membran peritropik maka mikrofilaria dapat masuk ke usus tengah. Di dalam usus tengah terdapat hambatan lain yaitu terjadinya koagulasi darah yang cepat. Darah yang diisap nyamuk setelah 24 jam akan menjadi pekat dan makin lama makin memadat. Perjalanan mikrofilaria terputus dalam darah yang terkoagulasi karena mikrofilaria terperangkap dalam usus tengah. Laporan lain menyatakan bahwa darah yang diisap Ae.aegypti akan menjadi pekat dan terkoagulasi dalam 30 menit. 5 Pembekuan darah yang cepat disebabkan karena kurangnya antikoagulan. Suatu percobaan dengan penambahan antikoagulan 24 jam setelah pengisapan darah dalam suspensi mikrofilaria secara in vitro, akan memudahkan mikrofilaria D. immitis bermigrasi ke tubulus malpighi Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Antikoagulan yang digunakan dalam percobaan tersebut adalah heparin dan sodium sitrat atau campuran keduanya. 10 Percobaan dengan Anopheles quadrimaculatus yang mengisap darah anjing terinfeksi D. immitis juga pernah dilaporkan, hasilnya menunjukkan bahwa 95% mikrofilaria D. immitis dapat menembus dinding usus tengah. Pada Ae. aegypti ternyata hanya 30% mikrofilaria yang dapat menembus dinding usus tengah, karena darah yang ada dalam usus tengah Ae. aegypti cepat membeku. 9 Keberhasilan migrasi mikrofilaria ditentukan oleh ada tidaknya antikoagulan, sekali mikrofilaria terperangkap dalam usus tengah mereka akan mati. Buxton menyatakan pembekuan darah yang cepat pada Aedes sp. merupakan faktor penghalang mekanik yang mencegah mikrofilaria meninggalkan usus tengah. Apabila mikrofilaria dapat bermigrasi cepat sebelum darah membeku maka larva akan berhasil masuk ke tubulus Malpighi. Ae.aegypti mempunyai antikoagulan rendah hingga mikrofilaria dapat cepat migrasi dari usus tengah sebelum darah membeku. 6 Mikrofilaria di tubulus malpighi Di dalam tubulus malpighi terjadi perkembangan mikrofilaria yaitu dari larva stadium I (L1) yang berbentuk sosis sampai menjadi larva stadium II (L2). Selanjutnya larva akan berkembang menjadi L3 yang merupakan bentuk infektif dan keluar dari tubulus malpighi menuju daerah toraks dan terus kedaerah cephalic nyamuk. 6 Faktor penghalang di dalam tubulus adalah respons imun nyamuk terhadap benda asing dalam hal ini mikrofilaria. Respons ini diawali dengan dua perubahan dalam metabolisme nyamuk yaitu pertama inisiasi reaksi kaskade enzim profenolioksidase (PPO) yang menghasilkan pigmen melanin kedalam permukaan parasit, dan yang kedua adalah penambahan jumlah sirkulasi sel atau hematosit dalam hemolimfe. Sebagai tambahan efek infeksi parasit 85

6 adalah ada sejumlah molekul lain yang disekresi. 13 Selama infeksi, enzim profenoloksidase di inisiasi dan akan meningkatkan produksi melanin melalui oksidasi fenol menjadi kuinon toksik. Enzim itu merupakan bagian awal dari reaksi kaskade yang mulai mengaktivasi profenoloksidase (PPO) menjadi fenoloksidase (PO). Hasil akhir reaksi kaskade tersebut adalah melanin yaitu pigmen yang menyelimuti mikrofilaria. 13 Hematosit terlibat dalam respon imun nyamuk dewasa terhadap mikrofilaria D. immitis. 11 Dalam Ae. aegypti hemosit yang kontak dengan mikrofilaria akan lisis pada atau dekat permukaan mikrofilaria. Selanjutnya hemosit akan mengaktivasi sintesis melanin mulai dari daerah lisis dan secara kaskade kepermukaan mikrofilaria, sehingga melanin tersebut menyelimuti mikrofilaria. Diduga sintesis melanin terjadi dalam hemosit tertentu dan dikeluarkan melalui proses eksositosis atau ketika hemosit lisis. 11,14 Nyamuk mempunyai hemosit dalam jumlah terbatas, dan nyamuk yang masih muda lebih banyak mempunyai hemosit, jadi apabila mikrofilaria terisap oleh nyamuk muda maka mikrofilaria tersebut akan langsung berhadapan dengan respon imunnya. Pada nyamuk dewasa terdapat penurunan jumlah total hemosit yang signifikan. Hal itu pernah dibuktikan pada An. stephensi. Jika hemosit diperlukan untuk inisiasi melanisasi maka pada nyamuk yang lebih dewasa (hemosit menurun) respons imunnya pun akan menurun, sehingga kapasitas vektorialnya meningkat. Ae. aegypti yang diinfeksi oleh D. immitis intensitas parasitnya meningkat pada nyamuk yang lebih tua. 11 Apabila mikrofilaria dapat melalui hambatan respons imun, maka mikrofilaria akan berkembang menjadi larva stadium III dan kemudian keluar dari tubulus malpighi melewati haemocoel menuju daerah cephalic terus ke labium dan akhirnya siap untuk ditularkan. 6 Pengaruh Perkembangan Larva terhadap Nyamuk Perkembangan larva dalam tubulus malpighi mempunyai efek terhadap aktivitas terbang nyamuk. Perkembangan larva dalam tubulus malpighi akan mempengaruhi vektor dan menyebabkan kematian. Ae. aegypti yang terinfeksi berat oleh D. immitis akan mengalami angka kematian yang tinggi. Larva Brugia yang berkembang dalam otot terbang menyebabkan penurunan kemampuan terbang dari nyamuk vektornya. Kemampuan terbang secara spontan Ae. aegypti yang terinfeksi D. immitis lebih rendah dibandingkan yang tidak terinfeksi. Penurunan aktivitas terbang pada semua nyamuk yang terinfeksi terjadi pada saat perkembangan parasit menjadi L2 dalam tubulus malpighi dan juga terjadi pada saat L3 meninggalkan tubulus malpighi. Menurunnya aktivitas terbang spontan sering dihubungkan dengan kerusakan tubulus malpighi. 15 Pada Ae. aegypti yang terinfeksi L2 dan L3 B. pahangi dengan intensitas yang rendah dapat segera kembali beraktivitas seperti nyamuk yang tidak terinfeksi parasit. 16 Tetapi bila Ae. aegypti terinfeksi 3 10 larva D. immitis, aktivitas terbang nyamuk tersebut tidak akan pulih meskipun L3 telah keluar dari tubulus malpighi. Hal itu disebabkan otot terbang nyamuk robek oleh larva D. immitis sehingga menyebabkan penurunan aktivitas terbang pada nyamuk yang terinfeksi. Perubahan struktur dalam tubulus 86

7 malpighi menyebabkan menurunnya densitas mikrovili dan menurunnya jumlah mitokondria yang berhubungan dengan mikrovili. Diduga bahwa fungsi ekskresi dan osmoregulator dirusak oleh perkembangan larva. Kerusakan itu mungkin berhubungan dengan menurunnya kemampuan terbang nyamuk yang terinfeksi. Penurunan aktivitas terbang Ae. aegypti yang diinfeksi D. immitis disebabkan robeknya tubulus malpighi oleh larva cacing, dan intensitas parasit. Peningkatan kematian atau penurunan kemampuan terbang dapat mengurangi kemampuan nyamuk sebagai vektor penyakit dan mengurangi kemampuannya untuk penyebaran parasit. 15 Dari hasil penelitian yang pernah dilaporkan, nyamuk yang di infeksi mikrofilaria hidup, kematiannya mencapai 25% setelah tiga hari terinfeksi. Kematiannya diduga karena kerusakan mekanis pada tubulus malpighi oleh mikrofilaria D. immitis yang bergerak sangat aktif. Dari hasil penelitian itu dinyatakan bahwa mikrofilaria D. immitis sangat cepat bermigrasi ke tubulus malpighi, invasi yang tiba-tiba tersebut akan berakibat fatal pada tubulus malpighi. 17 Penutup Ae. aegypti peka terhadap parasit D. immitis sehingga dapat berperan menjadi vektor. Hal itu disebabkan nyamuk itu tidak mempunyai cibarial armature sehingga kerja pharyngeal armature kurang sempurna dalam mencerna mikrofilaria yang masuk dan menyebabkan mikrofilaria lolos masuk kedalam lambung. Kurangnya N-acetyl- D-glucosamin pada membran peritropik menyebabkan membran tidak cepat mengeras. Jumlah antikoagulan yang sedikit menyebabkan darah yang diisap oleh nyamuk tidak cepat membeku sehingga mikrofilaria mudah lolos. Selain itu, pada nyamuk dewasa terjadi penurunan respons imun terhadap parasit akibta jumlah hemosit berkurang. Bila jumlah mikrofilaria yang masuk kedalam tubuh nyamuk terlalu banyak akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup nyamuk karena menurunkan aktivitas terbang bahkan menyebabkan kematian. Daftar Pustaka 1. Pinger RR. Presumed Dirofilaria immitis infections in mosquito (Diptera: Culicidae) in Indiana, USA. J Med Entomol 1982;19(5): Magnarelli LA. Presumed Dirofilaria immitis infections in natural mosquito population of Connecticut. J Med Entomol 1978;15(1): Zulhasril, 2001.Aspek parasitologik Demam Berdarah Dengue. Perpustakaan FKUI. 4. Djakaria S, Sungkar S. Vektor penyakit virus, riketsia, spirokhaeta dan bakteri (Dalam: Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; Taboada O. Medical Entomology. Michigan: Michigan State University: Buxton BA, Mullen GR, Comparative susceptibility of four strains of Aedes aegypti (Diptera:Culicidae) to infections with Dirofilaria immitis. J Med Entomol 1981; 118 (5): Nadgir S, Tallur SS, Mangoli V, Halesh LH, Krishna BV. Subconjunctival dirofilariasis in India. Southeast Asia J Trop Med Pub Hlth. 2001; 32 (2): Beaver PG, Orihel TC. Human infection with filariae of animals in United States. Am J Trop Med Hyg 1960; 14(6): Levine ND. Parasitology veteriner Yogyakarta: Ed Gajah Mada University Press; Towson H & Chaitong U. Mosquito host influences on development of filariae. Ann Trop Med Parasitol 1991; 85 (1): Christensen BM, LaFond MM, Christensen LA, Defense reactions of mosquitoes to filarial worms effect of host age on the immune response to Dirofilaria immitis 87

8 microfilariae. J Parasitol 1968; 72 (2): Mc Greevy PB, Bryan JH, Oo thuman P, Kolstrup N. The lethal effect of the cibarial and pharyngeal armature of mosquitoes on microfilariae. Trans Roy Soc Trop Med Hyg 1978; (4): Akao N, Ondo K. Immunoblot analysis of Dirofilaria immitis recognized by infected humans. Ann Trop Med Parasitol 1991; 85(4): Christensen BM, Forton KF. Hemocyte mediated melanization of microfilariae in Aedes aegypti. J Parasitol 1986; 72(2): Berry WJ, Rowley WA, & hristensen BM, Influence of developing Dirofilaria immitis on the spontaneous flight activity of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). J Med Entomol 1978; 24 (6): Yen PKF, Zaman V, Mak JW. Identification of some common infective filarial larvae in Malaysia. J Helminthol 56: Hamilton DR, Bradley RE. Observations on the early death experienced by Dirofilaria immitis infected mosquitoes (Diptera: Culicidae). J Med Entomol 1979; 15 (3):

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan yang lainnya sehingga mendorong manusia untuk memberi perhatian lebih.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan yang lainnya sehingga mendorong manusia untuk memberi perhatian lebih. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum dan klasifikasi Anjing Anjing adalah hewan yang sangat dekat dengan manusia. Anjing merupakan hewan kesayangan dengan jumlah ras terbanyak dan memiliki perbedaan

Lebih terperinci

POTENSI NYAMUK Aeries albopictus (DLE'TERA : CULICIDAE) SEBAGAI. VEKTOR DirojiZaria inzmitis (NEMATODA : FILARIIDAE) PADA ANJING HAMNY B

POTENSI NYAMUK Aeries albopictus (DLE'TERA : CULICIDAE) SEBAGAI. VEKTOR DirojiZaria inzmitis (NEMATODA : FILARIIDAE) PADA ANJING HAMNY B POTENSI NYAMUK Aeries albopictus (DLE'TERA : CULICIDAE) SEBAGAI VEKTOR DirojiZaria inzmitis (NEMATODA : FILARIIDAE) PADA ANJING HAMNY B01497046 PAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2001 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA Untuk melengkapi pembahasan mengenai metode semi-parametrik, pada bab ini akan membahas contoh

Lebih terperinci

Proses Penularan Penyakit

Proses Penularan Penyakit Bab II Filariasis Filariasis atau Penyakit Kaki Gajah (Elephantiasis) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Filariasis disebabkan

Lebih terperinci

UJI KERENTANAN Anopheles nigerrimus (GILES) TERHADAP INFEKSI PERCOBAAN MIKROFILARIA Wuchereria bancrofti (COBBOLD)

UJI KERENTANAN Anopheles nigerrimus (GILES) TERHADAP INFEKSI PERCOBAAN MIKROFILARIA Wuchereria bancrofti (COBBOLD) UJI KERENTANAN Anopheles nigerrimus (GILES) TERHADAP INFEKSI PERCOBAAN MIKROFILARIA Wuchereria bancrofti (COBBOLD) Lilis Puspa Friliansari 1, Ridad Agoes 2, Sadeli Masria 3 1 Prodi Analis Kesehatan, STIKes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Filariasis 1. Pengertian Filariasis Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda yang tersebar di Indonesia. Walaupun penyakit ini jarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada anggota badan terutama pada tungkai atau tangan. apabila terkena pemaparan larva infektif secara intensif dalam jangka BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Filariasis 1. Filariasis Filariasis adalah suatu infeksi cacing filaria yang menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk dan dapat menimbulkan pembesaran

Lebih terperinci

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 3.1 Penyebaran Virus DBD DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyebaran virus demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk Aedes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id

KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit didik.dosen.unimus.ac.id Parasitologi Kesehatan Masyarakat KBM 8 : Arthropoda Sebagai Vektor dan Penyebab Penyakit Mapping KBM 8 2 Tujuan Pembelajaran Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu menggunakan pemahaman tentang parasit

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK Balai Litbang P2B2 Banjarnegara Morfologi Telur Anopheles Culex Aedes Berbentuk perahu dengan pelampung di kedua sisinya Lonjong seperti peluru senapan Lonjong seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

SIKLUS PARASIT PADA VEKTOR

SIKLUS PARASIT PADA VEKTOR SIKLUS PARASIT PADA VEKTOR Adrial Department of Parasitolgy Medical Faculty Andalas of University Jl.Perintis Kemerdekaan Padang 25127 West Sumatera-Indonesia e-mail : adrial_63@yahoo.com PARASIT Parasit

Lebih terperinci

N E M A T H E L M I N T H E S

N E M A T H E L M I N T H E S N E M A T H E L M I N T H E S Nema = benang, helminthes = cacing Memiliki rongga tubuh yang terbentuk ketika ektodermis membentuk mesodermis, tetapi belum memiliki mesenterium untuk menggantungkan visceral

Lebih terperinci

Nyamuk sebagai vektor

Nyamuk sebagai vektor Peran Serangga dalam Kedoktera 1.Tularkan penyakit (Vektor dan Hospes perantara). 2. Entomofobia 3. Toksin, menimbulkan kelaian 4. Alergi 5. Penyakit Nyamuk sebagai vektor Vektor Biologi (vektor malaria,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini

BAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data dari World Health

Lebih terperinci

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan

... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan ... sesungguhnya segala sesuatu yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat rnenciptakan seek~r lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk rnenciptakannya. Dan jika lalat itu rnerarnpas sesuatu dari

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 6. SISTEM TRANSPORTASI PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Penyakit keturunan di mana penderitanya mengalami gangguan dalam pembekuan darah disebut... Leukopeni Leukositosis Anemia Hemofilia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi DBD adalah demam virus akut yang disebabkan oleh nyamuk Aedes, tidak menular langsung dari orang ke orang dan gejala berkisar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Itik Itik ( Anas sp.) merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara dan merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. , 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE 2.1 Sejarah Demam Berdarah Dengue Penyakit demam berdarah dengue pertama kali di temukan di Filiphina pada tahun 1953 dan menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia

Lebih terperinci

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung 16 HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung memiliki kelainan hematologi pada tingkat ringan berupa anemia, neutrofilia, eosinofilia,

Lebih terperinci

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor

SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor SebaranJentik Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor Upik K. Hadi, E. Agustina & Singgih H. Sigit ABSTRAK Satu di antara pengetahuan yang harus dikuasai dalam upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam (The Analysis of Mosquitoes as The Vector of Filariasis at Pidie District Nanggroe Aceh Darussalam) Fauziah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan

I. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies.

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida. By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman

Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida. By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman Ciri-ciri Annelida : ⱷ Tubuhnya tersusun atas cincin-cincin (gelang-gelang)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Philum : Arthropoda Sub Philum : Mandibulata

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

PARASTOLOGI. Tugas 1. Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1. Editor : Vivi Pratika NIM : G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 PARASTOLOGI Tugas 1 Disusun untuk memenuhi tugas praktik komputer 1 Editor : Vivi Pratika NIM : G0C015098 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat

Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat Kepadatan dan Penyebaran Aedes aegypti Setelah Penyuluhan DBD di Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat Masitha Mentari Ramadhani, 1 Hendri Astuty 2 1 Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLATIHAN SOAL BAB 11 1. Bagian sel yang berfungsi untuk mengatur seluruh kegiatan sel adalah http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio-7-11a.png

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup bertahan hidup secara berkegantungan, termasuk nyamuk yang hidupnya mencari makan berupa darah manusia, dan membawa bibit penyakit melalui nyamuk (vektor).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 1. Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Klasifikasi Pandan Wangi (P. amaryllifolius) menurut Van Steenis (1997)

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.2 Virus DBD

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.2 Virus DBD 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebut juga Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) karena disertai gejala demam dan perdarahan, sedangkan penyebabnya

Lebih terperinci

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat:

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus digestorius

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam

II. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam II. TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Anatomi dan Morfologi Nyamuk Nyamuk merupakan serangga yang memiliki tubuh berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris Lumbricoides Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering dijumpai. Diperkirakan prevalensi di dunia berjumlah sekitar 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih

Lebih terperinci

2. Strongyloides stercoralis

2. Strongyloides stercoralis NEMATODA USUS CIRI-CIRI UMUM Simetris bilateral, tripoblastik, tidak memiliki appendages Memiliki coelom yang disebut pseudocoelomata Alat pencernaan lengkap Alat ekskresi dengan sel renette atau sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat

Lebih terperinci

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir

BAB XX FILARIASIS. Hospes Reservoir BAB XX FILARIASIS Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi nematoda jaringan yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dalam kelenjar getah bening. Penyakit ini bersifat menahun dan bila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara

I. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk 1. Nyamuk sebagai vektor Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit, menurut klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae dan Anophelinae.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA Editor: Nama : Istiqomah NIM : G1C015022 FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2015 /2016 1 IDENTIFIKASI FILARIASIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti yang 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Nyamuk sebagai vektor penyakit 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD atau DHF (Dengue Hemorrhagic Fever) adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes agypti

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena nyamuk ini merupakan salah satu vektor penyebar penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

TREMATODA PENDAHULUAN

TREMATODA PENDAHULUAN TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS KONTAINER DAN MORFOLOGI NYAMUK Aedes sp DI LINGKUNGAN SD AISYIAH KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

IDENTIFIKASI JENIS KONTAINER DAN MORFOLOGI NYAMUK Aedes sp DI LINGKUNGAN SD AISYIAH KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO IDENTIFIKASI JENIS KONTAINER DAN MORFOLOGI NYAMUK Aedes sp DI LINGKUNGAN SD AISYIAH KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO Suharno Zen 1, Agus Sutanto 2 1,2 Universitas Muhammadiyah Metro Alamat : Jl. Ki Hajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.), larvisida, Aedes aegypti

ABSTRAK. Kata kunci : Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.), larvisida, Aedes aegypti ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) SEBAGAI LARVISIDA NYAMUK AEDES AEGYPTI Karlina Jayalaksana, 2008, Pembimbing I : Meilinah Hidayat,dr.,M.Kes Pembimbing II : Susy Tjahjani,dr.,M.Kes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk)

ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk) ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk) By Luisa Diana Handoyo, M.Si. Christmas tree fanworm LANGKAH KERJA Ambil cacing yg paling besar Letakkan cacing di bak parafin Kedua ujung di tahan dengan jarum

Lebih terperinci

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk nutrisi untuk mendapatkan akses ke sistem

Lebih terperinci

ABSTRAK. Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes

ABSTRAK. Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes ABSTRAK EFEK AIR PERASAN HERBA ROSEMARY (Rosmarinus officinalis) SEBAGAI PENGHALAU NYAMUK Aedes aegypti BETINA DEWASA Silvy Anggraini., 2007, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II :

Lebih terperinci

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa, PLEASE READ!!!! Sumber: http://bhell.multiply.com/reviews/item/13 Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes Albopictus yang mengandung virus dengue dapat menyebabkan demam berdarah dengue (DBD) yang ditandai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian

Lebih terperinci

CACING TANAH (Lumbricus terrestris)

CACING TANAH (Lumbricus terrestris) CACING TANAH (Lumbricus terrestris) Kode MPB2b Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus dengue merupakan Anthropode-Borne Virus (Arbovirus) keluarga Flaviviridae 1, virus ini dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yang dapat berakibat

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4 1. Perubahan energi yang trjadi didalam kloropas adalah.... SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.4 Energi cahaya menjadi energi potensial Energi kimia menjadi energi gerak

Lebih terperinci

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Setiap manusia memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sari makanan dapat diangkut oleh darah dalam bentuk molekul-molekul yang kecil dan sederhana. Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anjing Anjing termasuk keluarga Canidae, bersaudara dengan serigala, rubah, dan anjing rakun. Diantara semua anggota Canidae, anjing mempunyai hubungan yang paling dekat dengan

Lebih terperinci

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN 2442-9805 Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN 2086-4701 KEMELIMPAHAN DAN AKTIVITAS MENGGIGIT NYAMUK Aedes sp PADA DAERAH ENDEMIS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan mengandung sumber daya alam yang dibutuhkan oleh semua organisme termasuk manusia. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya mulai dilahirkan sampai

Lebih terperinci

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik A. Karakteristik PLATYHELMINTHES 1.Tubuh terdiri atas 3 lapisan sel: ektodermis, mesodermis, dan endodermis (triploblastik) 2. Hidup bebas atau parasit 3. Alat ekskresi berupa sel api 4. Alat pencernaan

Lebih terperinci

Annelida. lembab terletak di sebelah atas epithel columnar yang banyak mengandung sel-sel kelenjar

Annelida. lembab terletak di sebelah atas epithel columnar yang banyak mengandung sel-sel kelenjar Annelida Karakteristik 1.Bilateral simetris, memiliki tiga lapisan sel (triploblastik), tubuhnya bulat dan memanjang biasanya dengan segmen yang jelas baik eksternal maupun internal. 2.Appendages kecil

Lebih terperinci

Kompetensi. created by darmadi ahmad MAMALIA. Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia CIRI-CIRI UMUM PENYEBARAN

Kompetensi. created by darmadi ahmad MAMALIA. Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia CIRI-CIRI UMUM PENYEBARAN CIRI-CIRI UMUM Kompetensi Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia PENYEBARAN KLASIFIKASI MORFOLOGI DAN ANATOMI EXIT CIRI-CIRI UMUM - Memiliki kelenjar MAMAE - Tubuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminths Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyi saluran cerna yang berfungsi penuh. Biasanya berbentuk silindris serta panjangnya

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina Aedes aegypti. DBD ditunjukkan empat manifestasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI

BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI BAB II TINJAUAN MENGENAI AEDES AEGYPTI Bab 2 menguraikan beberapa konsep dasar berupa teori maupun metode yang menjadi acuan dalam penelitian, seperti: nyamuk aedes aegypty, siklus hidup nyamuk, morfologi

Lebih terperinci

Nyamuk Yang Berperan Sebagai Vektor Penyakit dan Cara Pengendaliannya Oleh Sitti Rahmah Umniyati

Nyamuk Yang Berperan Sebagai Vektor Penyakit dan Cara Pengendaliannya Oleh Sitti Rahmah Umniyati Nyamuk Yang Berperan Sebagai Vektor Penyakit dan Cara Pengendaliannya Oleh Sitti Rahmah Umniyati Pendahuluan Nyamuk termasuk kelas Insekta, ordo (bangsa) Diptera, sub-ordo (subbangsa) Nematocera, superfamili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Epidemiologi DBD Infeksi virus Dengue di Indonesia sejak abad ke- 18. Infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai demam lima hari (vijfdaagse koorts), atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan

Lebih terperinci