PERANCANGAN DAN PENGUJIAN TANGKI PENAMPUNG BIOGAS PORTABLE BERBAHAN DASAR KARET SKRIPSI RIZKY FAJAR ADI PUTRA RAMBEY F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN DAN PENGUJIAN TANGKI PENAMPUNG BIOGAS PORTABLE BERBAHAN DASAR KARET SKRIPSI RIZKY FAJAR ADI PUTRA RAMBEY F"

Transkripsi

1 PERANCANGAN DAN PENGUJIAN TANGKI PENAMPUNG BIOGAS PORTABLE BERBAHAN DASAR KARET SKRIPSI RIZKY FAJAR ADI PUTRA RAMBEY F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIANN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 THE DESIGN AND TEST OF PORTABLE RUBBER TANK FO BIOGAS Rizky Fajar Adi Putra Rambey Departement of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone , ABSTRACT Biogas is a prospective renewable energy source. However its utilization is limited by the unavailability in applicable storage system. The objectives of the research are to design a portable tank and the charging pump, and to evaluate its performance. This research was conducted in several stages, starting from designing, testing, and techno-economic studies. The testing stage consists of pumping test, storage test and combustion test. Techno-economic study was carried out by comparing the energy cost per unit of biogas energy to the energy cost per unit of LPG gas energy. Portable tank that is designed has maximum volume 2.03 m 3 with a maximum pressure 10 Psi. From the pumping test, it is known that to reach a pressure of 10 Psi in the tank, pumping around times is needed. The storage test showed that the pressure will decrease by 1 Psi when the tank is stored within 7 days. For the first phase of firing test (without storage test) from two experiments, to boil 1 liter of water took 12 minutes in average. For the second phase (with storage test), from 2 experiments, the results were not so different. This shows that there is no influence of storage on the quality of biogas. The third experiment showed that, with maximum storage volume of 2.03 m 3, biogas contained could only boil 3.58 l of water. The techno-economic study showed that at 60% stove efficiency, cost to produce one unit of energy output of biogas is Rp /kcal. This cost is cheaper than the cost per unit of output energy unit of LPG which reached Rp /kcal. However, if the stove efficiency decrease to below 50%, cost-per-unit output of biogas energy is not competitive enough to the LPG.

3 RIZKY FAJAR ADI PUTRA RAMBEY. F Perancangan dan Pengujian Tangki Penampung Biogas Portable Berbahan Dasar Karet. Di bawah bimbingan Armansyah H. Tambunan RINGKASAN Dewasa ini, ketersediaan cadangan energi kian hari makin menipis. Sumber energi terbarukan menjadi salah satu alternatif yang harus segera dikembangkan. Salah satu sumber energi terbarukan yang dapat dikembangkan adalah teknologi biogas. Teknologi biogas selama ini baru diaplikasikan di daerah pedesaan, akan tetapi terbuka kemungkinan teknologi ini dapat diaplikasikan di daerah perkotaan jika teknologi penyimpanan biogas sudah optimal. Oleh karena itu penelitan lanjutan tentang media penyimpanan biogas sangatlah penting. Penelitian ini bertujuan untuk merancang tangki penampung biogas berbahan dasar karet sebagai tangki penyimpanan biogas portable, mengkaji pengaruh penyimpanan biogas, mengkaji kemampuan maksimalnya, dan membuat kajian tekno-ekonomi guna mempelajari kelayakan penggunaan tangki portable. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Energi Terbarukan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB dan di daerah Kebon Pedes pada bulan Juni sampai Desember Penampung biogas dirancang menggunakan bahan dasar ban karet berdiameter luar 900 mm dan diameter dalamnya sebesar 508 mm. Ban karet dilapisi oleh kain terpal guna menjaga ukuran volume penyimpanan. Penelitian ini dilakukan dengan tiga perlakuan. Perlakuan pertama adalah uji pembakaran tanpa penyimpanan terlebih dahulu, kemudian biogas digunakan untuk mendidihkan air sebanyak 1 liter. Perlakuan kedua dengan volume air yang sama, namun dilakukan perlakuan penyimpanan tangki portable terlebih dahulu selama 6 hari sebelum dilakukan uji pembakaran. Perlakuan ketiga tanpa perlakuan penyimpanan dan dilakukan uji pembakaran dengan memanaskan air sebanyak 5 liter. Pada pengujian perlakuan pertama air mendidih pada suhu 99 o C dan membutuhkan waktu sekitar menit dengan menghabiskan sekitar 0.16 m 3 biogas. Pada pengujian perlakuan kedua, terjadi penurunan tekanan tangki sebesar 1 Psi selama masa penyimpanan. Pada saat dilakukan uji pembakaran, air yang dimasak mendidih pada suhu sekitar o C dan membutuhkan waktu sekitar 12 menit dengan menghabiskan 0.18 m 3 biogas. Jika dibandingkan antara perlakuan I dan II ternyata, perlakuan penyimpanan tidak berpengaruh terhadap kualitas biogas. Pada pengujian perlakuan ketiga, volume total biogas sebanyak 2.03 m 3 dipergunakan seluruhnya untuk memanaskan air sebanyak 5 liter. Dengan volume biogas sebanyak 2.03 m 3 ternyata mampu memanaskan 5 liter air dari suhu sekitar 27 o C sampai dengan 78.5 o C. Proses ini membutuhkan waktu 60 menit. Pada perlakuan pertama didapat effisiensi total rata-rata sebesar 9%, perlakuan kedua sebesar 9.2%. Kemudian, dari pengujian perlakuan ketiga didapat bahwa dengan kapasitas tangki sebesar 2.03 m 3 dapat mendidihkan air maksimal 3.58 liter air. Hasil dari kajian tekno-ekonomi menunjukan bahwa pada efisiensi tungku sebesar 60%, biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi satu unit output energi biogas adalah sebesar Rp /kkal. Biaya ini lebih murah dibandingkan dengan biaya per satuan output unit energi LPG yang mencapai Rp /kkal pada tingkat effisiensi yang sama. Jika nilai efisiensinya dibawah 50%, maka berdasarkan perbandingan biaya per-unit output energi, biogas tidak lagi kompetitif terhadap LPG.

4 PERANCANGAN DAN PENGUJIAN TANGKI PENAMPUNG BIOGAS PORTABLE BERBAHAN DASAR KARET SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : RIZKY FAJAR ADI PUTRA RAMBEY F DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 Judul Skripsi : Perancangan dan Pengujian Tangki Penampung Biogas Portable Berbahan Dasar Karet Nama : Rizky Fajar Adi Putra Rambey NIM : F Menyetujui, Dosen Pembimbing Akademik, (Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan) NIP Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Desrial, M.Eng) NIP Tanggal lulus:

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Perancangan dan Pengujian Tangki Penampung Biogas Portable Berbahan Dasar Karet adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2011 Yang membuat pernyataan Rizky Fajar Adi Putra Rambey F

7 Hak cipta milik Rizky Fajar Adi Putra Rambey, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.

8 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1989 di Medan. Penulis adalah anak ke-dua dari 3 bersaudara dari pasangan Abdul Wahid Rambey, SH dan Dra. Dame Sari Pane. Pendidikan dasar penulis diselesaikan pada tahun 2000 di salah satu SD negeri di kecamatan Panai Hulu, kabupaten Labuhan Batu, Sumatra Utara. Pendidikan menengah ditempuh di daerah yang sama dan pada tahun 2006 menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negri 4 Medan-Sumatra Utara. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama melalui jalur SPMB. Pada tahun 2007 melalui sistem pemilihan mayor, akhirnya penulis diterima di departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selain mengikuti pendidikan, penulis juga aktif di beberapa organisasi intra dan extra kampus. Di dalam kampus sendiri penulis sempat aktif sebagai staf bidang PSDM Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian IPB ( ). Menjadi sekretaris umum di Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan ( ). Organisasi extra kampus yang digeluti adalah Himpunan Mahasiswa Islam, bertugas sebagai sekretaris umum komisariat FATETA IPB periode Penulis pernah menulis laporan praktek lapangan yang berjudul Mempelajari Aspek Teknik Pertanian dalam Proses Pembuatan Bioethanol di BPPT-B2TP Bandar Jaya,Lampung. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menulis skripsi berjudul Perancangan dan Pengujian Tangki Penampung Biogas Portable Berbahan Dasar Karet.

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya. salawat dan salam, penulis haturkan kehadirat Nabi Muhammad SAW serta para sahabatnya. Semoga kita senantiasa menjadi umatnya yang taat. Atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian berjudul Perancangan dan Pengujian Tangki Penampung Biogas Portable Berbahan Dasar Karet. Dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terimakasih sebesar-besarnya kepada segenap pihak yang membantu, khususnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah H.Tambunan. Sebagai dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Keluarga tercinta, papa dan mama, dan kakak-adik yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang dan doanya. 3. Vira.I.Damanik yang selalu memaksa dan mendorong agar selalu cepat bekerja dan menyelesaikan setiap pekerjaan terutama skripsi ini. 4. Teman-teman TEP 43 satu bimbingan, Frans Dolly Sinatra Siagian dan Anicha Rosalina Girsang yang terus memotivasi saya dapat menyelesaikan penelitian ini. 5. Dhani sukmana (boi), Rachmat Aditya, Angga Perima, Abednego K.S, Ahmad Hasibuan, Fany Alfaruqi, David Raditya, dan teman-teman TEP 43 yang tidak saya bisa sebutkan satupersatu. 6. Teman Pakuan Regency blok DVI-7, Zahedi, Anggi Rhaditya Lubis, Ahmad Bayu Putra Tarigan yang telah mendukung selesainya skripsi ini. Sangat disadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak manapun yang memerlukannya. Bogor, Maret 2011 Penulis i

10 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 3 A. LIMBAH PETERNAKAN... 3 B. KANDUNGAN LIMBAH CAIR PETERNAKAN SAPI... 4 C. BIOGAS... 5 D. SISTEM PENYIMPANAN BIOGAS... 9 E. RANCANG-BANGUN POMPA PENGISI BIOGAS BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU B. DIAGRAM ALIR PENELITIAN C. BAHAN DAN ALAT D. PROSEDUR KERJA BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. RANCANGAN POMPA TERMODIFIKASI B. TANGKI PORTABLE C. UJI PEMBAKARAN D. KAJIAN TEKNO-EKONOMI PEMANFAATAN TANGKI PORTABLE BAB V. PENUTUP A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii

11 DAFTAR TABEL No. 1. Rataan komposisi limbah cair sapi di bogor Komponen gas penyusun biogas Hasil biogas dari beberapa bahan baku Produksi biogas dari beberapa kotoran Opsi penyimpanan biogas Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan Perbandingan sifat bahan tangki portable Data suhu air pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I dan II Perhitungan nilai kalor biogas Perhitungan biaya per satuan output energi biogas ditambah unit tangki portable Perhitungan biaya per-unit output energi gas elpiji (menggunakan tabung gas 3 kg) Hubungan tingkat efisiensi output energi dengan biaya per-unit output biogas Hubungan umur ekonomis digester dan gas holder dengan biaya per satuan unit output energi Hal iii

12 DAFTAR GAMBAR No. 1. Tahapan pembentukan biogas Diagram tekanan uap metan dan CO Diagram alir penelitian Skema pengukuran volume tangki (a) Pompa bertenaga manusia (b) Pompa bertenaga listrik (a) Gambar diagram benda bebas pompa sebelum modifikasi (b) Pompa sebelum modifikasi (a) Gambar diagram benda bebas pompa modifikasi (b) Pompa modifikasi Gambar tangki portable Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I dan II Grafik perubahan tekanan gas dalam ban pada uji penyimpanan ulangan I Grafik perubahan tekanan gas dalam ban pada uji penyimpanan ulangan II Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I dan II Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I dan II Hal iv

13 DAFTAR LAMPIRAN No. Hal 1. Gambar ortogonal pompa manual modifikasi Gambar tampak samping dan tampak atas pompa manual modifikasi Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu Tabel dan grafik penurunan volume tangki portable Tabel perubahan tekanan tangki dan grafik suhu ruang pada uji penyimpanan tangki Perhitungan efisiensi pemasakan pada uji pembakaran perlakuan I dan perlakuan II Gambar nyala api hasil uji pembakaran Gambar kegiatan selama percobaan v

14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penggunaan energi untuk berbagai keperluan manusia sangat besar. Di lain pihak ketersediaan cadangan energi tersebut kian hari makin menipis. Perlu adanya ketersediaan sumber energi terbarukan adalah jawaban paling tepat dalam menyelesaikan masalah ini. Salah satu sumber energi terbarukan yang dapat dijadikan opsi pilihan adalah pemanfaatan teknologi biogas. Walaupun dalam perkembangannya teknologi ini sering dianalogikan sebagai teknologi yang hanya dapat diterapkan di daerah pedesaan, namun tidak menutup kemungkinan, teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk daerah perkotaan. Selain dapat langsung dijadikan pembakaran dalam tungku (stove) dapat juga digunakan sebagai penggerak generator untuk membangkitkan listrik. Biogas yang telah diugrade menjadi biometane dengan cara memisahkan H 2 S, uap air, dan CO 2 dari metan, dapat juga digunakan untuk bahan bakar transportasi (Tambunan et al., 2009). Banyak alasan utama untuk menyimpan biogas, antara lain penyimpanan dapat dilakukan pada tempat yang sama namun dalam waktu yang berbeda, penyimpanan biogas juga dapat didistribusikan ke tempat berbeda dari tempat produksi. Pada umumnya di berbagai tempat di Indonesia, biogas disimpan dalam media bertekanan rendah. Hal ini bertujuan untuk menekan biaya pembangunan. Namun sistem penyimpanan biogas dengan tekanan rendah memiliki kelemahan. Dalam sistem ini biogas yang dihasilkan di biodigester akan dialirkan kedalam media penampung. Namun media penampung memiliki kelemahan, dimana akan terjadi ketidakstabilan tekanan dan aliran gas, bahkan dapat terjadinya arus balik biogas kembali ke biodigester. Instalasi menggunakan media penampung dari bahan plastik banyak terdapat di berbagai daerah di Indonesia. Dalam penggunaannya, media penampung berbahan plastik memiliki kendala, seperti perlu adanya penekanan tambahan pada saat volume biogas dalam media penampung telah berkurang. Melalui cara ini biogas dapat tetap mengalir dengan baik ke tungku pembakaran. Kelemahan sistem penyimpanan biogas seperti ini membuat media penyimpanan berbahan plastik tidak praktis untuk digunakan. Pengembangan tangki portable dapat menjadi salah satu alternatif media penyimpan biogas. Tangki portable harus memiliki keunggulan dalam sifat bahan yang tahan terhadap pengaruh biogas serta bentuk yang ringkas sehingga mudah untuk dipindah tempatkan. Penggunaan tangki portable bukan tanpa kendala, transfer biogas dari biodigester ke tangki portable dengan menggunakan tekanan alami biodigester tidak dapat diandalkan. Transfer akan berhenti ketika tekanan biodigester sama dengan tekanan tangki. Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan sebuah sistem pemompaan. Pompa akan berfungsi untuk meningkatkan tekanan transfer biogas dari biodigester ke tangki portable, dengan prinsip memompakan gas bertekanan maka biogas dapat diinjeksikan ke dalam tangki. Diharapkan dengan pembuatan tangki portable dan sistem pemompaan ini, minat penggunaan biogas sebagai salah satu potensi pemanfaatan energi terbarukan dapat semakin tinggi dan semakin luas dikenal di masyarakat. 1

15 B. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini yaitu: 1. Modifikasi pompa manual untuk sistem pemompaan biogas dari digester ke tangki portable. 2. Rancang-bangun tangki penampung biogas berbahan dasar karet sebagai tangki penyimpanan biogas portable. 3. Mengkaji kemampuan maksimal tangki dalam menerima biogas yang diinjeksikan dan uji pengaruh penyimpanan terhadap tingkat tekanan tangki. 4. Mengkaji kemampuan maksimal tangki ketika diaplikasikan dalam proses memasak. 5. Mengkaji tekno-ekonomi pemanfaatan tangki. 2

16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Peternakan Sapi merupakan jenis ruminansia yang mampu menyederhanakan serat kasar dari bahan organik melalui aktivitas bakteri pengurai serat kasar yang ada pada sistem pencernaannya (Misra dan Hesse,1983). Hasil samping dari sistem pencernaannya adalah salah satu limbah peternakan. Limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair dan gas. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati dan isi perut dari pemotongan ternak. Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (air seni atau urine dan air pencucian alat-alat). Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas (Soehadji, 1992). Menurut Jenie dan Rahayu (1993) limbah dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Meskipun limbah ternak tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit, namun kandungan bahan organik yang tinggi merupakan sumber makanan yang baik untuk pertumbuhan organisme. Limbah ternak merupakan pencemaran bagi air serta mempunyai kandungan BOD yang tinggi dan sedikit kandungan oksigen terlarut dalam air (Overcash et al., 1983). Kotoran sapi perah mengadung rata-rata 30% bahan organik yang dapat didekomposisi dengan mudah oleh mikroorganisme seperti bakteri, fungi dan aktinomycetes yang terdapat pada kotoran sapi perah itu (Harada et al., 1993). Menurut Misra dan Hesse (1983) faktor utama yang mempengaruhi komposisi kotoran asli hewan adalah jenis kelamin, umur, makanan dan lokasi geografis. A.1. Limbah cair peternakan sapi perah Limbah cair dapat didefinisikan sebagai suatu limbah hasil kegiatan yang secara fisik berbentuk cair, kandungannya didominasi oleh air beserta bahan-bahan kontaminan lainnya atau didominasi oleh bahan cair lain (bukan air) seperti; minyak, residu senyawa kimia dan sebagainya. Limbah cair merupakan suatu substrat yang kompleks yang terdiri dari berbagai jenis bahan organik, baik yang terurai secara biologi maupun tidak (Sugiharto, 1978). Menurut Taiganides (1977) dikatakan limbah cair jika limbah tersebut mengandung bahan padatan kurang dari 10% dan kadar air hampir 90%. Banyaknya feses dan urine sapi perah yang dihasilkan sebesar 10% dari bobot badannya, sedangkan rasio feses dan urine yang dihasilkan ternak sapi perah adalah 2:1 (69% feses dan 31% urine) (Taiganides, 1978). Hal ini ditambahkan Azevedo dan Stout (1974) bahwa kotoran ternak yang dihasilkan setiap hari dari seekor ternak sapi perah dengan bobot kg adalah 44 kg (feses 14 kg dan urine 30 liter). Dengan demikian produksi limbah cair dari usaha peternakan sapi perah setiap hari dengan rata-rata air yang digunakan untuk pencucian sekitar 132 liter/ekor/hari. Menurut Tafal (1981) berat badan sapi perah 500 kg menghasilkan feses dan air kencing sebanyak 13,5 ton setahun yaitu 70% feses dan 30 % air seni. Menurut Sugiharto (1987) sifat limbah cair dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar yaitu sifat fisik yang terdiri dari warna, suhu, kekeruhan dan zat padat, sifat kimia yaitu ph, BOD, COD, 3

17 senyawa nitrogen dan fosfat, serta sifat biologi yaitu adanya mikroorganisme. Komposisi limbah cair sapi perah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan komposisi limbah cair sapi di bogor Uraian Nilai Oksigen Terlarut (mg/l) 0,21 BOD (mg/l) 1490,88 COD (mg/l) 6097,35 ph 7,86 TSS (mg/l) 1211,1 TDS (mg/l) 2282 Sumber : Salundik, 1998 B. Kandungan Limbah Cair Peternakan Sapi Kandungan Limbah cair peternakan sapi dilihat dari dua aspek, yaitu kandungan kimia dan kandungan fisik B.1. Kandungan kimia limbah cair peternakan sapi Biologycal Oxygen Demand (BOD) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam proses dekomposisi bahan organik (termasuk proses respirasi dalam keadaan aerob. Jadi, nilai BOD menggambarkan suatu proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme yang terjadi di perairan. Proses dekomposisi bahan organik di perairan tidak terjadi sekaligus, tetapi terjadi secara bertahap, tergantung pada kadar bahan organik yang diuraikan (dekomposisi), diperkirakan hanya % bahan organik yang dapat diuraikan dalam setiap tahap (Hariyadi et al., 1992). Dissolved Oxygen (DO) adalah jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air, oksigen terlarut dalam air dapat berasal dari proses fotosintesis oleh fitoplankton atau tanaman air lainnya dan difusi dari udara atau atmosfer ( Hariyadi et al., 1992). Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam air dapat terjadi secara langsung pada kondisi air diam (stagnan), difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun (Effendi, 2003). Menurut Hariyadi et al., (1992) Chemical Oxygen Demand (COD) menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi semua bahan organik yang ada di perairan menjadi O 2 dan H 2 O. Nilai COD akan meningkat sejalan dengan meningkatnya bahan organik di perairan. Konsentrasi ion hidrogen (ph) adalah ukuran kualitas dari air maupun dari limbah. Adapun kadar yang baik adalah kadar yang masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan konsentrasi ion hidrogen yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga menggangu proses penjernihan. Nilai ph yang baik bagi air minum dan air limbah adalah 4

18 netral (7). Semakin kecil nilai ph-nya, maka akan menyebabkan air tersebut berupa asam (Sugiharto, 1987). B.2. Kandungan fisik limbah cair peternakan sapi perah Zat padat yang terdapat dalam air berdasarkan besar partikelnya terbagi atas zat padat tersuspensi dan zat padat terlarut. Zat padat tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air dan tidak dapat mengendap secara langsung, yang terdiri dari partikel-partikel dengan ukuran maupun beratnya lebih kecil dibandingkan dengan sedimen lainnya, misalnya tanah liat dan sel-sel mikroorganisme. Zat padat terlarut adalah padatan-padatan yang terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut dalam air (Fardiaz, 1992). Menurut Alaert dan Santika (1987) perbedaan pokok antara zat padat terlarut dan tersuspensi ditentukan melalui ukuran atau diameter partikel-partikel tersebut. C. Biogas Menurut Sahidu (1983) biogas merupakan suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses pengomposan bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen. Biogas merupakan produk dari pendegradasian substrat organik secara aerobik, karena proses ini menggunakan kinerja campuran mikroorganisme dan tergantung terhadap faktor ph, suhu, hydraulic retention time, rasio C:N dan sebagainya sehingga proses ini berjalan relatif lambat (Yadvika et al., 2004). Menurut Wahyuni (2009) biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik. Pembentukan biogas merupakan proses biologis. Menurut Sahidu (1983) bahan dasar yang berupa bahan organik akan berfungsi sebagai sumber karbon yang merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam alat penghasil biogas (instalasi biogas) akan dirombak oleh bakteri dan kemudian akan menghasilkaan campuran gas metan (CH 4 ), gas karbondioksida (CO 2 ) dan sedikit gas-gas lain, campuran gas-gas tersebut disebut biogas. Fermentasi atau perombakan tersebut adalah proses mikrobiologis yang merupakan himpunan proses metabolisme sel, sedangkan biogas adalah hasil dari proses fermentasi anaerobik. Fermentasi aerobik menghasilkan gas-gas ammonia (NH 3 ) dan karbondioksida (CO 2 ). Biogas yang terbentuk dari instalasi Biodigester dapat dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH 4 ) dalam persentase yang cukup tinggi dan mengandung gas-gas lainnya dalam jumlah yang sedikit. Menurut Tambunan et al., (2009) komponen biogas selengkapnya terdapat pada Tabel 2. 5

19 Tabel 2. Komponen gas penyusun biogas Parameter Sample ke-1 Sample ke-2 Unit Metoda Uji Nitrogen oxide, NO x 0,09 0,01 mg/m 3 Spectometry (griess Saltzman) Ammonia, NH 3 ** 0,27 0,01 mg/m 3 Spectometry (Indophenol) Hidrogen Sulfida, H 2 S ** ,10 mg/m 3 Spectometry (Methylene Blue) Sulphur Dioxide, SO 2 0,06 6,24 mg/m 3 Spectometry (Pararosanilin) Chloride, Cl 2 0,07 0,10 mg/m 3 Spectometry (Methylene Jingga) Carbon dioxide (CO 2 ) , ,50 mg/m 3 TOC Analyzer Carbon Monoxide (CO) 3, ppm Kit Tube Detector Hydrocarbon, CH , ,70 ppm GC Sumber : Tambunan et al., 2009 C.1. Proses fermentasi Proses fermentasi mengacu pada berbagai reaksi dan interaksi yang terjadi di antara bakteri metanogen dan non-metanogen serta bahan yang diumpamakan ke dalam digester sebagai input. Ini adalah phisio-kimia yang kompleks dan proses biologis yang melibatkan berbagai faktor dan tahapan bentuk. Penghancuran input yang merupakan bahan organik dicapai dalam tiga tahapan, yaitu (a) hidrolisa, (b) acidification, dan (c) methaniztion (Wahyuni, 2009). Sumber: Wahyuni, 2009 Gambar 1. Tahapan pembentukan biogas 6

20 Dari persamaan kimia (Gambar 1) memperlihatkan bahwa banyak produk sampingan yang dihasilkan selama proses fermentasi dalam kondisi yang anaerobik sebelum akhirnya metana diproduksi. menurut Wahyuni (2009) banyak faktor yang memfasilitasi dan menghambat telah memainkan peranan dalam proses, antara lain; (a) nilai ph, (b) suhu, (c) laju pengumpanan, (d) waktu retensi, (e) toxicity dan (f) sludge. Nilai ph Produksi biogas secara optimum dapat dicapai bila nilai ph dari campuran di dalam digester berada pada kisaran 6 dan 7. Derajat keasaman (ph) dalam digester juga merupakan fungsi dari waktu di dalam digester tersebut. Pada tahap awal proses fermentasi, asam organik dalam jumlah besar diproduksi oleh bakteri pembentuk asam, ph dalam digester dapat mencapai di bawah 5. Keadaan ini cenderung menghentikan proses pencernaan atau proses fermentasi. Bakteri-bakteri metaorganik sangat peka terhadap ph dan tidak dapat bertahan hidup di bawah ph 6,6. Kemudian proses pencernaan berlangsung, konsentrasi NH 4 bertambah pencernaan nitrogen dapat meningkatkan nilai ph di atas 8. Ketika produksi metana dalam kondisi stabil, kisaran nilai ph adalah 7,2 8,2. Suhu Pada prinsipnya dalam pembentukan biogas diperoleh melalui proses anaerobik. Didalam proses pembentukan biogas ini terdapat 4 mikroba yang berperan penting, yaitu: bakteri hisrolik, bakteri fermentatif, mikroorganisma asidogenik dan bakteri methanogenik yang menghasilkan biogas dari asam asetik, hidrogen dan karbondioksida. Menurut House (1981), bakteri-bakteri ini sangat sensitif terhadap perubahan suhu, sehingga suhu biodigester harus diatur diatas 20 o C untuk mendapatkan biogas yang baik. Umumnya pada suhu yang lebih tinggi maka proses pencernaan akan lebih singkat dan kebutuhan tangki digester akan lebih kecil. Berdasarkan suhu, bakteri anaerobik dapat dikelompokkan menjadi bakteri psychrophylic (25 o C), mesophylic (32-38 o C), dan thermophylic ( o C). Laju pengumpanan Laju pengumpanan adalah jumlah bahan yang dimasukkan ke dalam digester per unit kapasitas per hari. Pada umumnya, 6 kg kotoran sapi per m 3 volume digester adalah direkomendasikan pada suatu jaringan pengolah kotoran sapi. Apabila terjadi pemasukkan bahan yang berlebihan, akan terjadi akumulasi asam dan produksi metana akan terganggu. Sebaliknya, bila pengumpanan kurang dari kapasitas digester, produksi gas juga menjadi rendah. Waktu tinggal dalam digester Waktu tinggal dalam digester adalah rata-rata periode waktu saat input masih berada dalam digester dan proses fermentasi oleh bakteri metanogen. Dalam jaringan dari digester dengan kotoran sapi, waktu tinggal dihitung dengan pembagian volume total dari digester oleh volume input yang ditambah setiap hari. Waktu tinggal juga tergantung pada suhu. Di atas suhu 35 o C atau suhu lebih tinggi, waktu tinggal semakin singkat. Toxicity Ion mineral, logam berat, dan detergen adalah beberapa material racun yang mempengaruhi pertumbuhan normal bakteri patogen di dalam digester. Ion mineral dalam jumlah kecil (sodium, potasium, kalsium, amonium dan belerang) juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Namun, bila 7

21 ion-ion ini dalam konsentrasi yang tinggi akan berakibat meracuni. Sebagai contoh, NH 4 pada konsentrasi 50 hingga 200 mg/l, dapat merangsang pertumbuhan mikroba. Namun, bila konsentrasinya di atas 1500 mg/l, akan mengakibatkan keracunan. Sludge Sludge adalah limbah keluaran berupa lumpur dari lubang pengeluaran digester setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri metana dalam kondisi anaerobik. Setelah ekstraksi biogas (energi), sludge dari digester sebagai produk samping dari sistem pencernaan secara aerobik. Kondisi ini, dapat dikatakan manur dalam keadaaan stabil dan bebas patogen serta dapat dipergunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman. C.2. Kandungan biogas dari berbagai bahan baku Pada Tabel 3 dapat dilihat kadar biogas yang dapat dihasilkan dari berbagai macam bahan baku Tabel 3. Hasil biogas dari beberapa bahan baku Bahan baku Kotoran ternak Hasil Biogas (m 3 /ton padatan) Kandungan metana (%) Feses sapi Feses babi 561 Feses kuda Limbah pertanian Rumput segar Batang stalk 369 Jerami gandum Dedaunan hijau Batang padi 615 Limbah sewage Limbah cair (pabrik bir) Senyawa-senyawa Karbohidrat Lemak Protein Sumber : Yani, 1991 Tabel 4. Produksi biogas dari beberapa kotoran Jenis kotoran (feses) Biogas per kg feses (liter) Peternakan (sapi dan banteng) Babi Peternakan (ayam) Manusia /orang pengguna toilet Limbah perkebunan yang diberikan perlakuan pendahuluan Eceng gondok Sumber : Yani,

22 D. Sistem Penyimpanan Biogas Pada umumnya, biogas yang diproduksi langsung digunakan ditempatnya, sehingga konsep dasar dari pembuatan tangki portable ini adalah penggunaan biogas yang dapat digunakan dalam tempat dan waktu yang berbeda. Untuk hal tersebut maka perlu meninjau beberapa aspek penting terkait dengan efisiensi dan tingkat keamanan penggunan tabung. Menurut Tambunan et al. (2009) dalam hal penyimpanan sementara biogas ada beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan yaitu ; (1) volume simpan yang diperlukan biasanya tidak besar, (2) kemungkinan korosi dari gas H 2 S atau uap air yang masih terkandung dalam biogas, (3) biaya penyimpanan karena nilai ekonomi biogas relatif rendah. Tabel 5. menunjukan berbagai opsi penyimpanan biogas sesuai dengan tekanan penyimpanan dan pemanfaatannya. Tabel 5. Opsi penyimpanan biogas Tujuan penyimpanan Penyimpanan singkat atau intermediate untuk penggunaan di tempat produksi Penyimpanan lama untuk penggunaan di luar tempat produksi. Sumber: Ross, 1996 Tekanan (Psi) Sistem Penyimpanan Bahan Ukuran (ft 3 ) <0,1 Tutup terapung Karet atau Bervariasi, sesuai plastik kebutuhan harian <2 Kantung gas Karet atau plastik 2-6 Penampung gas kedap Baja 3500 air Kantung gas Karet atau berpemberat plastik Atap terapung Karet atau Bervariasi, sesuai plastik kebutuhan harian Tabung propan atau Baja 2000 butan >2900 Tabung gas komersial Alloy baja 350 Selain hal tersebut dalam penyimpanan sementara biogas ada beberapa faktor lain, yaitu sistem penekanan gas ke dalam tabung. Ada tiga jenis sistem penekanan yang digunakan yaitu: sistem penyimpanan biogas bertekanan rendah, sistem penyimpanan biogas bertekanan menengah dan sistem penyimpanan biogas bertekanan tinggi. Pada sistem penyimpanan biogas bertekanan menengah, biogas dapat disimpan pada kisaran tekanan 2 hingga 200 psi. Penyimpanan dengan tekanan menegah juga jarang diterapkan, karena korosi terhadap komponen penyimpan, sehingga untuk meningkatkan keamanan penggunaan diperlukan pemisahan biogas dari gas H 2 S (Tambunan et al., 2009). Sementara jika tujuan penyimpanan ingin diarahkan pada penyimpanan bertekanan tinggi, dan ingin dirubah kedalam fase cair/ liquid maka diperlukan perlakuan pemisahan komponen gas, berupa pemurnian biogas menjadi biometan yang memiliki konsentrasi metan lebih dari 95%. Pada analisa yang dilakukan Tambunan et al. (2009) dengan menggunakan program aplikasi Refpro (Gambar 2), menunjukkan bahwa titik kritis dari metan dan karbon dioksida masing-masing adalah C pada 9

23 45.96 MPa, dan 31 o C pada MPa. Refpro sendiri merupakan program aplikasi yang digunakan untuk mengghitung properti termodinamika berbagai zat. Sumber: Tambunan et al., 2009 Gambar 2. Diagram tekanan uap metan dan CO 2 Dari gambar dan penjelasan diatas menunjukkan bahwa pada suhu lingkungan (30 0 C) metan tidak dapat dicairkan hanya dengan memberikan tekanan akan tetapi dengan penurunan suhu sekitar C pada tekanan 1 atmosfir (0.1 MPa), atau dengan membuat kombinasi penurunan suhu dan peningkatan tekanan. Hal ini juga berarti, jika ingin menerapkan perlakuan penyimpanan biogas bertekanan tinggi diperlukan proses yang rumit dan tentunya biaya yang tinggi. Menurut Tambunan et al. (2009) penggunaan penyimpanan biogas bertekanan rendah adalah cara yang paling efisien diantara ketiga metode yang ada, karena selain dapat dilakukan pada tekanan operasi lebih rendah, penampung juga dapat dibuat dari bahan elastis yang lebih murah biayanya daripada menggunakan baja. Selain itu biogas yang dihasilkan dari biodigester tidak perlu lagi dipisahkan kandungannya H 2 S (karena faktor keamanan yang terganggu akibat sifat korosif yang ditimbulkan H 2 S) seperti halnya yang terjadi jika digunakan penyimpanan bertekanan menengah. Atau 10

24 bahkan penyimpanan biogas bertekanan tinggi, dimana biaya menjadi masalah utama, selain itu penyimpanan ini lebih cocok diterapakan untuk pengempaan biometahane. Ditambah lagi biomethane sejajar perlakuan penyimpanannya seperti gas komersial lainnya, dimana untuk penyimpanan tekanan tinggi diperlukan penggunaan silinder baja untuk meningkatkan keamanan. Sehingga memang memerlukan biaya yang jauh lebih tinggi dari pada 3 jenis pengempaan yang ada. E. Rancang-Bangun Pompa Pengisi Biogas Biogas yang telah dihasilkan di dalam biodigester biasanya akan langsung dialirkan dari digester ke tungku untuk digunakan sebagai media pembakaran untuk memasak. Pada penelitian ini akan dibuat suatu rancangan pompa sederhana dengan menggunakan foot pump yang banyak beredar dipasaran yang akan dimodifikasi terlebih dahulu. Prinsip dasarnya adalah dengan mengempakan gas bertekanan yang tekanannya lebih besar daripada tekanan balik tangki portable. Menurut Tambunan (2009) foot pump yang ada dipasaran mempunyai kemampuan tekan mencapai 5 atmosfir (0,5 Mpa), sehingga dengan pengempaan tekanan yang hanya maksimal 0,5 Mpa tidak menyebabkan terjadinya perubahan status gas. 11

25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Energi Terbarukan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di daerah Kebon Pedes Bogor. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Maret 2010 sampai Januari B. Diagram alir penelitian Mulai Rancang bangun tangki portable Rancang bangun pompa manual termodifikasi Uji fungsional Uji kinerja Kajian tekno-ekonomi pemanfaatan tangki Analisis data Pelaporan hasil Selesai Gambar 3. Diagram alir penelitian 12

26 C. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang akan digunakan antara lain: C.1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biogas yang diambil dari peternakan sapi perah di kebon Pedes-Bogor, Jawa Barat. C.2. Alat Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Alat uji - Tangki portable hasil rancangan - Foot pump sistem tabung ganda - Kompor gas Alat ukur - Pressure Gauge yang biasa dipakai untuk pengecekan tekanan pada ban mobil atau ban sepeda motor. - 1 unit recorder CHINO model al 3765-N00-2 unit termokopel tipe cc - Alat ukur waktu, alat ukur panjang dan alat tulis D. Prosedur Kerja D.1. Rancang bangun tangki portable Pada bagian ini, dilakukan perancangan dan pembuatan tangki - Perancangan dilakukan dengan terlebih dahulu penelitian sederhana terhadap bahan yang digunakan untuk tangki. - Uji kemampuan maksimal tangki dalam menerima tekanan yang diberikan. - Mengukur kapasitas maksimal tangki melalui pengisian gas. - Uji penyimpanan tangki, untuk melihat hubungan antara lama waktu penyimpanan dengan kemampuan tangki untuk menjaga tekanan awal yang diberikan. D.2. Rancang bangun pompa manual termodifikasi Pada bagian ini akan dilakukan penelitian terhadap: - Perancangan/modifikasi pompa pengisian dari biodigester ke tangki portable. - Penyesuaian tangki portable dengan biodigester di lokasi implementasi. Pengujian dilakukan di biodigester yang telah terinstalasi di Kebun Pedes, Bogor. Rancangan pompa akan didasarkan dari segi kenyamanan pengguna dan effisiensi pemompaan yang tercipta. Pada prinsipnya, rancangan pompa akan mengikuti mekanisme pompa udara sistem hidrolik dengan modifikasi yang diperlukan. 13

27 D.3. Uji fungsional Uji fungsional dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah hasil rancang bangun dapat berfungi sesuai tujuan rancang bangunnya. Uji fungsional dilakukan terhadap hasil rancang bangun pompa manual termodifikasi dan tangki portable. Uji fungsional pada pompa manual termodifikasi meliputi pemeriksaan saluran input udara pada pompa dan pemeriksaan gerak kerja pedal pompa, serta saluran output udara pompa. Pada tangki portable sendiri dilakukan pemeriksaan katup/pentil tangki. Pemeriksaan terhadap badan tangki terhadap lubang yang dapat menimbulkan kebocoran, serta pemeriksaan terhadap kekuatan selimut pelindung tangki dalam menahan tekanan biogas yang diiinjeksikan. D.4. Uji kinerja Uji kinerja dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kinerja pompa dan tangki portable hasil rancangan. Untuk mengukur kinerja pompa termodifikasi dilakukan uji pemompaan, sedangkan untuk tangki portable dilakukan uji tekanan maksimal tangki, uji penyimpanan dan uji pembakaran. Uji tekanan maksimal tangki Pada uji tekanan maksimal tangki, dilakukan pemompaan biogas dari digester ke tangki portable. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar tekanan maksimal yang mampu diterima oleh tangki portable. Prosedur yang dilakukan pada uji tekanan maksimal tangki berupa menginjeksikan biogas secara terus-menerus sampai tangki portable mengalami kerusakan berupa robeknya kain terpal karena tidak mampu lagi menahan laju perkembangan volume ban. Setelah itu dicatat tekanan biogas dalam tangki ketika tangki mengalami kerusakan. Dari data tersebut dapat ditentukan batas maksimal tekanan biogas yang dapat diinjeksikan kedalam tangki. Uji pemompaan Pada uji pemompaan, dilakukan pemompaan biogas dari digester ke tangki portable. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berapakah frekuensi injakan pompa untuk mencapai tekanan 10 Psi dalam tangki portable. Prosedur yang dilakukan pada uji pemompaan adalah: - Hubungkan selang input pada pompa ke digester dan selang output ke tangki portable. - Lakukan pemompaan biogas. - Catat waktu pemompaan dan frekuensi pemompaan tiap kenaikan 1 Psi. - Pemompaan dilakukan sampai tekanan dalam tangki portable mencapai 10 Psi. - Buat tabel hubungan antara frekuensi kumulatif pemompaan dengan tekanan dalam tangki portable. Uji penyimpanan Pada uji penyimpanan, akan dilakukan penyimpanan terhadap tangki portable yang berisi penuh biogas. Pengujian ini dilakukan untuk melihat adakah pengaruh penyimpanan terhadap keadaan biogas dan tangki portable. Prosedur yang dilakukan pada uji penyimpanan adalah: - Pengisian tangki portable. Tangki diisi sampai tekanan 10 Psi. - Catat suhu lingkungan dan tekanan awal tangki portable - Lakukan prosedur pengambilan data setiap pukul 09.00, 12.00, dan WIB. 14

28 Uji pembakaran Pada bagian ini akan dilakukan uji pembakaran, uji sederhana melalui pemasakan air menggunakan kompor gas sederhana yang telah mengalami sedikit modifikasi. Metode percobaan : - Persiapan kompor gas, mengintegrasikan tangki portable dengan kompor. Melalui selang gas yang terhubung. - Pengukuran massa awal air dengan menggunakan timbangan digital. - Setelah diukur massa air, air dimasukkan kedalam panci. Termokopel dimasukkan melalui lubang ditengah tutup panci dan diposisikan tepat ditengah ketinggian air. Kemudian panci diisolasi menggunakan solasiban. Termokopel kedua ditempatkan menggantung diudara untuk mengukur suhu lingkungan. - Diukur suhu awal air dan suhu lingkungan dengan menggunakan recorder. - Diukur volume awal tangki menggunakan meteran. - Katup pada tangki dibuka penuh, sementara katup kompor dibuka setengah, kemudian api dinyalakan dengan cara disulut menggunakan korek api. - Diukur suhu air, suhu lingkungan dan penurunan tekanan setiap 2 menit menggunakan pressure gauge dan pengukuran volume tangki setiap 4 menit menggunakan meteran. - Pengukuran dihentikan setelah air mencapai titik didih. Ada 3 jenis perlakuan pada uji pembakaran ini: - Perlakuan I: Uji pembakaran dengan memanaskan air sebanyak satu liter hingga mencapai titik didih. - Perlakuan II: Uji pembakaran dengan memanaskan air sebanyak satu liter, dimana terlebih dahulu dilakukan perlakuan penyimpanan tangki selama satu minggu. Perlakuan ini untuk melihat hubungan antara lama penyimpanan dengan dengan kualitas pembakaran pada saat perebusan air dilakukan. - Perlakuan III: Uji pembakaran dengan memanaskan air sebanyak 5 liter hingga derajat tertinggi yang dapat dicapai selama proses hingga gas dalam tabung tidak dapat lagi keluar. Hal ini untuk mengukur kemampuan maksimal pembakaran. Gambar 4. Skema pengukuran volume tangki 15

29 D.4. Kajian tekno-ekonomi pemanfaatan tangki Kajian tekno-ekonomi bertujuan untuk menganalisis tingkat kelayakan penggunaan tangki portable sebagai media penampung biogas. Kajian dilakukan dengan cara menghitung biaya investasi pembangkit biogas tipe india 9 m 3, menghitung biaya operasional dan perawatan dan biaya peralatan tambahan yang meliputi biaya investasi pompa termodifikasi dan tangki portable, serta menghitung biaya per-unit output biogas dan membandingkannya dengan biaya per-unit output yang dikeluarkan jika menggunakan tabung gas elpiji 3 kg. Biaya investasi Biaya investasi pembangkit biogas meliputi: - Biaya bahan konstruksi seperti semen, pasir, bata, pipa, lembaran besi, dan lain-lain. - Ongkos pembuatan. - Biaya tak terduga, sebesar 10%. - Biaya pembuatan pompa manual. - Biaya pembuatan tangki portable. Biaya operasional dan perawatan - Biaya pengecatan gas holder. Pengecatan gas holder dilakukan 2 tahun sekali, biaya ini hanya ada pada model India A. - Biaya menguras dan mengisi kembali digester. Pengurasan digester dilakukan 2 tahun sekali. - Biaya pengantian komponen pembangkit biogas. Gas holder logam diganti tiap 10 tahun, perlengkapan tambahan diganti tiap 5 tahun. - Biaya perbaikan digester. Biaya ini berupa cadangan untuk perbaikan bila ada kerusakankerusakan kecil atau kebocoran. Besarnya biaya ini adalah 2 % dari biaya investasi untuk pembangkit biogas mobel India B, model BIP-Banpres dan model Janata, dan 1 % dari biaya investasi untuk model India A. Biaya peralatan tambahan Peralatan yang dimaksud adalah peralatan yang digunakan untuk mempertahankan tekanan biogas pada penampung gas dengan cara memompakan biogas yang dihasilkan dalam digester. Peralatan ini berupa pompa, regulator, katup, dan tangki portable penampung gas. Hasil Biogas Dalam studi ini nilai ekonomi biogas dihitung dengan cara membuat perbandingan antara biogas yang disetarakan dengan LPG. 16

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Modifikasi Pompa Pada instalasi biogas, gas yang dihasilkan pada biodigester akan ditampung di tangki penampung gas. Tekanan gas yang dihasilkan pada digester sangat rendah untuk dapat masuk ke tangki penampung gas. Meskipun gas dapat masuk ke tangki penampungan, maksimal hanya sebatas tekanan biodigester sama dengan tekanan tangki. Oleh karena itu dibutuhkan alat berupa pompa untuk mengalirkan gas dari digester ke tangki penampung. Ada banyak ragam pompa yang ada dipasaran. Mulai dari pompa bertenaga motor listrik, motor bakar, sampai bertenaga manusia. Pompa bertenaga motor listrik dan motor bakar memiliki kelebihan yaitu dapat memompakan fluida sampai tekanan yang sangat tinggi, namun pompa ini memiliki kekurangan yaitu pompa jenis ini relatif lebih mahal dan membutuhkan sumber listrik atau bahan bakar. Performansi berbeda justru ditunjukan oleh pompa bertenaga manusia. Pompa ini relatif lebih murah dan hanya membutuhkan energi manusia sebagai input. Akan tetapi tekanan yang dapat dihasilkan dari pompa ini tidak terlalu tinggi. (a) Gambar 5. (a) Pompa bertenaga manusia (b) Pompa bertenaga listrik (b) Pompa yang akan dipakai dalam penelitian kali ini adalah pompa dengan tenaga manusia. Selain karena harganya yang relatif murah, pompa ini juga dinilai lebih dapat dipakai oleh masyarakat pengguna instalasi biogas. Terdapat dua jenis pompa bertenaga manusia yang ada dipasaran, yaitu dengan tenaga tangan maupun dengan tenaga kaki (injakan). Pompa dengan tenaga injakan digunakan karena tenaga kaki dinilai lebih besar daripada tenaga tangan. 17

31 A.1. Analisis modifikasi pompa Tenaga kaki juga masih memiliki keterbatasan, diantaranya pasti mengalami kelelahan. Keterbatasan inilah yang menjadi alasan untuk memodifikasi pompa. Modifikasi dilakukan untuk mengurangi beban injakan yang harus diberikan oleh pemompa. Modifikasi dilakukan dengan beberapa asumsi yaitu dengan mengasumsikan bahwa gaya kaki yang diaplikasikan kepada pompa adalah tegak lurus terhadap bidang x. Berikut adalah perbandingan distribusi gaya pada pompa sebelum dan sesudah modifikasi. (a) (b) Gambar 6. (a) Diagram benda bebas pompa sebelum modifikasi (b) Pompa sebelum modifikasi Analisis matematis: Mo = 0 ( F beban x l beban ) ( F kaki x l kaki ) = 0 F beban x 7,5/100 F kaki x (cos 60 o x 21/100) = 0 F beban x 7,5/100 = F kaki x (cos 60 o x 21/100) 0,075 F beban = F kaki x F kaki = 0,714 F beban 18

32 (a) (b) Gambar 7. (a) Diagram benda bebas pompa modifikasi (b) Pompa modifikasi Analisis matematis: Mo = 0 ( F beban x l beban ) ( F kaki x l kaki ) = 0 F beban x (cos 30 o x 7,5/100) F kaki x (cos 30 o x 21/100) = 0 F beban x (cos 30 o x 7,5/100) = F kaki x (cos 30 o x 21/100) 0,065 F beban = F kaki x 0,182 F kaki = 0,357 F beban Berdasarkan analisis diagram benda bebas dan analisis matematis sebelum dan sesudah modifikasi, dapat disimpulkan dengan modifikasi pompa maka gaya yang dibutuhkan pada pompa termodifikasi hanya setengah kali dari pompa normal. Selain hal itu tujuan utama modifikasi pompa pada bagian pengait lebih diarahkan untuk mengurangi beban yang diterima pompa ketika proses pemompaan dilakukan. Pengurangan beban kerja pada pompa membuat umur pakai pompa akan lebih panjang. Selain itu modifikasi pompa pada bagian saluran input berfungsi sebagai saluran masuk biogas dari digester. A.2. Uji fungsional Uji fungsional dilakukan terhadap pompa termodifikasi dan tangki portable. Pada pompa termodifikasi pengujian yang dilakukan adalah pemerikasaan saluran input udara pada pompa, gerak kerja pedal pompa, serta saluran output pada pompa. Pada saluran input dan output tidak menunjukkan terjadinya kebocoran ketika transfer biogas dilakukan. Begitu juga demikian ketika pemompaan dilakukan tidak terjadi tekanan balik dari tabung pompa bagian belakang ke luar saluran input. Dapat disimpulkan bahwa pompa berfungsi dengan baik dan sesuai dengan tujuan perancangan. 19

33 A.3. Uji kinerja pompa termodifikasi Pompa yang telah selesai akan diuji kinerjanya di lokasi implementasi di kebon pedes. Uji kinerja yang dilakukan dengan cara mengempa biogas dari digester kedalam tangki portable. Parameter data yang diambil berupa pencatatan frekuensi pemompaan dan hubungannya dengan waktu pemompaan yang telah ditetapkan. Pengukuran kenaikan tekanan pemompaan ditetapkan pada 5 menit pertama kemudian setelah 4 menit dan setelah itu diukur setiap 2 menit sekali. Pemompaan biogas ke dalam tangki portable selesai setelah tekanan tangki mencapai tekanan 10 Psi. Berikut data-data hasil pengukuran dari 4 kali uji kinerja pompa: Tabel 6. Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan 1 Waktu (menit) Tekanan gas (Psi) Frekuensi pemompaan Kumulatif pemompaan Tabel 7. Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan 2 Waktu (menit) Tekanan gas (Psi) Frekuensi pemompaan Kumulatif pemompaan

34 Tabel 8. Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan 3 Waktu (menit) Tekanan gas (Psi) Frekuensi pemompaan Kumulatif pemompaan Tabel 9. Hubungan frekuensi pemompaan terhadap tekanan gas dalam tangki portable pada ulangan 4 Waktu (menit) Tekanan gas (Psi) Frekuensi pemompaan Kumulatif pemompaan Dari data yang disajikan pada Tabel 6-9. dapat dilihat bahwa untuk menciptakan tekanan dalam ban sebesar 10 Psi diperlukan kali pemompaan. 21

35 B. Rancangan Tangki Portable B.1. Pendekatan desain tangki portable Tujuan utama dari pembuatan tangki portable adalah sebagai media penampung biogas yang relatif kecil, mudah dipindah tempatkan. Tujuannya agar penggunaan biogas sebagai sumber energi alternatif tidak terbatas hanya pada pengguna yang memiliki peternakan, namun juga masyarakat sekitar peternakan. Selain harus didisain dengan ukuran yang relatif kecil namun juga harus dapat menampung biogas dalam jumlah yang memadai untuk kebutuhan pemasakan. Pemilihan bahan juga disesuaikan dengan ketersediaannya bahan dipasaran, maka dipilih bahan yang banyak tersedia dipasar namun mampu memenuhi kriteria sebagai media penyimpan. Dari beberapa bahan yang ada, dibuat suatu perbandingan dengan beberapa parameter pembanding. Perbandingan antar bahan media penyimpan ini dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan sifat bahan tangki portable Faktor pembanding Volume Penyimpanan Tingkat kebocoran (Faktor Keamanan) Umur pakai Kemampuan kempa Gas Efektifitas pemakaian Material besi Material karet Material Plastik Tergantung volume tabung, hanya sebatas besar volume tabung. Tidak mudah bocor oleh gangguan benda tajam dari luar, namun mudah bocor apabila terkena korosi dari dalam Pendek, karena komponen penyusun biogas yang hampir semuanya cenderung mengakibatkan korosi pada tabung. Tergantung pengempaan awal yang diberikan ketika menginjeksikan biogas kedalam tabung. Tidak efektif, karena volume simpan kecil namun tidak memakan banyak tempat dan ringkas dibawa. Besar dan dapat terus bertambah, karena sifat karet yang elastis. Mudah bocor oleh gangguan benda tajam dari luar, tapi anti karat. Tinggi, karena material karet anti korosi, namun dalam jangka waktu yang panjang material akan mengalami penurunan nilai modulus elastisitas karena getas yang disebabkan H 2 O yang timbul akibat reaksi antara H 2 dengan CO 2. sehingga dapat menimbulkan kebocoran. Tinggi, karena sifat karet yang fleksibel sehingga memberikan efek penekanan alami ketika gas ditembakkan keluar dari tabung (namun tergantung pada material karetnya dan fleksibilitasnya). Efektif karena volume simpan besar, namun tidak bisa efektif dalam penempatan, karena selain memakan banyak tempat juga karena sifat permeabilitas karet yang sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, dan ini berefek pada volume simpan. Tergantung volume tabung plastik dan volume maksimal hanya sebesar volume tabung plastiknya Mudah bocor oleh gangguan benda tajam dari luar, tapi anti karat. Tinggi, Karena material plastik anti korosi dan tahan terhadap serangan komponen zat kimia penyusun biogas. Namun sangat sensitif terhadap UV karena dapat memecah senyawa kimia pada plastik, sehigga menyebabkan kerusakan. Rendah, karena material plastik tidak mempunyai kemampuan penekanan alami, dan sangat tergantung pada kompresi awal ketika gas diinjeksikan kedalamnya. efektif dalam hal volume penyimpanan namun tidak efektif dalam pemakaian tempat. 22

36 Dari tabel diatas dapat dilihat, bahwa dalam hal ketahanan, bahan yang terbuat dari karet dan dari plastik hampir mempunyai kekuatan yang sama ketika bersentuhan dengan komponen gas yang ada pada biogas. Pada bahan plastik sendiri memiliki kentungan berupa kerapatan bahan yang tinggi, sehingga biogas yang tertampung tidak dapat lolos keluar. Sementara pada bahan karet mempunyai keuntungan karena memiliki sifat bahan yang elastis, dimana akan tetap dapat menampung biogas dengan cara mengelastiskan dirinya. Akan tetapi, ketika bahan karet yang terus mengembang dan membuat permukaan bahanya semakin meluas, membuat lapisan bahan semakin tipis dan tingkat permeabilitas bahan semakin tinggi. Tingkat permeabilitias yang semakin tinggi membuat biogas semakin mudah melewati bahan karet ini. Sifat plastis bahan plastik akan membuatnya mengembang jika terkena tekanan tinggi, namun tidak akan kembali kebentuk semula. Berbeda dengan karet yang dapat kembali kebentuk semula. Sifat karet yang elastis ini juga berguna sebagai kekuatan dorong alami, sehingga biogas dapat keluar dari media tersebut. Kemampuan gaya tekan alami untuk mendorong biogas keluar inilah yang membuat media dari bahan karet unggul. Dalam penelitian ini, digunakan media dari bahan karet yang dapat dengan mudah ditemukan di pasaran. Dalam hal ini ban dalam sebuah kendaraan layak untuk dipergunakan. Ban dalam yang dipergunakan dipilih ban dalam truk. Pemilihan ban dalam truk (berdiameter luar 900 mm dan diameter dalamnya 508 mm) memiliki keunggulan dalam hal volume simpan yang lebih besar, yang artinya lebih banyak biogas yang dapat ditampung. Namun dalam penggunaannya, ban tersebut tidak dapat langsung diaplikasikan untuk diinjeksikan biogas. Sifatnya yang elastis, membuatnya akan semakin membesar dan dapat pecah apabila diinjeksikan biogas terus-menerus. Untuk mengatasi hal ini, maka ban perlu dimodifikasi agar ketika diinjeksikan biogas, volume ban tidak terlalu membesar melampaui volume normalnya namun tetap dapat menampung biogas sampai tekanan yang diinginkan. Modifikasi yang dilakukan adalah dengan merancang selimut untuk ban, yang dapat bergerak mengikuti bentuk ban yang lentur, sehingga ketika dalam keadaan kosong ban dapat dilipat. Bahan yang digunakan sebagai selimut terbuat dari kain terpal. Kain terpal yang digunakan adalah kain yang biasa terdapat pada tenda pesta ataupun kain penutup bak pada truk. Kain ini dipilih karena ketebatalannya yang diatas ketebalan kain lain, namun tetap lentur seperti jenis kain lainnya. Gambar 8. Gambar tangki portable 23

37 Proses pertama dalam perancangan adalah pembuatan pola jahitan pada kain, dengan mengukur volume ban, mulai dari pengukuran diameter potongan ban, hingga pengukuran keliling lingkar luar dan dalam ban. Pola jahitan disesuaikan dan mengikuti bentuk ban itu sendiri. Dalam proses menjahit, dipergunakan benang nilon yang biasa dipakai pada proses reparasi sepatu (sol sepatu). Metode menjahit menggunakan teknik manual dengan jarum yang biasa digunakan untuk mereparasi sepatu. Walaupun tingkat kerapihan kecil, namun dari segi kekuatan tarik, metode ini dapat diandalkan sebab jarum mesin jahit tidak mampu menembus lapisan kain. B.2. Uji kinerja Uji tekanan maksimal tangki Setelah proses pembuatan selimut ban selesai dilakukan pengujian kekuatan maksimal dari tangki portable dalam menerima tekanan biogas yang diinjeksikan. Pada percobaan pertama, biogas coba diinjeksikan dengan target tekanan maksimal yang dapat diterima tangki sebesar 30 Psi tanpa mengalami kerusakan. Namun kenyataanya pada percobaan pertama tabung sudah mengalami kerusakan berupa sobeknya kain terpal pembungkus ban pada tekanan 13 Psi. Ternyata kain terpal yang memiliki ketebalan paling tinggi ini tidak mampu juga menahan tekanan yang diberikan oleh biogas yang diijeksikan. Sehingga dengan pertimbangan jika diberikan tekanan lebih dari 13 Psi selimut tabung bisa kembali robek, maka untuk percobaan selanjutnya ditetapkan tekanan maksimal yang dapat diberikan hanya pada angka 10 Psi. Walaupun pada percobaan pertama dapat dicapai tekanan maksimal sebesar 13 Psi, namun untuk menjaga umur tabung agar dapat dipakai lebih lama maka ditetapkan 10 Psi sebagai tekanan maksimal yang dapat diberikan. Uji pembakaran Uji perlakuan pertama dilakukan pemasakan air sebanyak satu liter hingga air mendidih. Tujuan perlakuan pertama ini untuk melihat seberapa efisien pemasakan satu liter air dengan menggunakan biogas. Kemudian pada perlakuan kedua dilakukan uji penyimpanan terlebih dahulu sebelum dilakukan uji pembakaran, dimana tujuan penyimpanan adalah untuk melihat hubungan antara lama waktu penyimpanan dengan kualitas biogas setelah penyimpanan dilakukan. Melalui perlakuan kedua ini, akan coba dibandingkan hasil data pemasakan dengan perlakuan pertama. Mulai dari segi waktu dan efisiensi pemasakan yang dicapai. Pada perlakuan ketiga dilakukan pemasakan air sebanyak 5 liter. Tujuannya adalah untuk melihat kenaikan suhu maksimal yang dapat dicapai ketika pemasakan hingga biogas yang ada didalam tangki habis. Pada percobaan pembakaran dengan 3 perlakuan ini, diambil beberapa parameter data. Pertama diukur penurunan tekanan tangki dari mulai waktu pembakaran hingga air mendidih. Parameter data kedua yang diukur adalah volume awal tangki portable hingga akhir proses pemasakan. Parameter data ketiga adalah kenaikan suhu air hingga air mendidih dan suhu lingkungan selama proses pemasakan berlangsung. Data penurunan tekanan tangki dari 6 ulangan dapat dilihat melalui grafik di bawah ini. Data diambil mulai dari proses penyalaan api hingga katup kompor ditutup pada saat air telah mendidih. 24

38 Tekanan (Psi) Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I Waktu (menit) Gambar 9. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I 12 Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II 10 Tekanan (Psi) Waktu (menit) Gambar 10. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II 25

39 10 Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I 8 Tekanan (Psi) Waktu (menit) Gambar 11. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I 10 Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II 8 Tekanan (Psi) Waktu (menit) Gambar 12. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II 26

40 Tekanan (Psi) Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I Waktu (menit) Gambar 13. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II Tekanan (Psi) Waktu (menit) Gambar 14. Perubahan tekanan (Psi) pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa pada semua ulangan, terjadinya kesamaan penurunan tekanan tangki. Kesamaan ini bisa terjadi karena pada semua ulangan dilakukan dengan standar operasional yang sama, dimana bukaan katup pada pressure gauge tangki dan katup kompor, diatur pada tingkat yang sama. 27

41 Percobaan perlakuan I 120 Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I dan II Suhu ( 0 C ) Percobaan Ulangan I Percobaan Ulangan II Waktu (menit) Gambar 15. Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I dan II Tabel 11. Data suhu air pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I dan II Waktu Ulangan I Ulangan II 0 28, ,9 47,1 4 60,3 60,4 6 71,6 73,2 8 85,4 81, ,8 92, ,1 96, ,0 Pada ulangan pertama dan kedua dilakukan dengan perlakuan yang sama. Dimana dilakukan proses pemasakan air langsung setelah tangki portable diisi biogas. Dua ulangan ini menghasilkan hasil yang cukup berbeda, dimana pada ulangan pertama, dari awal proses pemasakan hingga air mendidih dibutuhkan waktu 12 menit, sementara pada ulangan kedua waktu yang dibutuhkan proses hingga air mendidih yaitu 14 menit. Pada ulangan pertama melalui hasil perhitungan efisiensi pemasakan didapatkan efisiensi sebesar 9,7 % dan pada ulangan kedua didapatkan efisiensi sebesar 8.3 %. Suhu awal air juga berbeda, pada ulangan 1 suhu awal air 28,1 o C dan pada ulangan 2 suhu awal air 26 o C. suhu awal air yang lebih rendah menunjukkan peningkatan suhu pemasakan yang lebih lambat. 28

42 Dalam melakukan kedua percobaan, percobaan dilakukan dengan standar prosedur yang sama dan juga tempat yang sama, dan bisa diasumsikan dengan tempat yang berarti juga memiliki tekanan udara yang sama, jadi terjadinya perbedaan waktu kenaikan suhu air hingga mendidih lebih diakibatkan karena untuk suhu air yang lebih rendah maka dibutuhkan perpindahan kalor yang lebih besar untuk meningkatkan suhu air tersebut. Percobaan perlakuan II Tekanan (Psi) 10,2 10 9,8 9,6 9,4 9,2 9 8,8 8,6 8,4 Grafik perubahan tekanan gas dalam ban (Psi) pada uji penyimpanan ulangan I Waktu Gambar 16. Grafik perubahan tekanan gas dalam ban pada uji penyimpanan ulangan I Tekanan (Psi) 10,2 10 9,8 9,6 9,4 9,2 9 8,8 8,6 8,4 Grafik perubahan tekanan gas dalam ban (Psi) pada uji penyimpanan ulangan II Waktu Gambar 17. Grafik perubahan tekanan gas dalam ban pada uji penyimpanan ulangan II 29

43 Dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17 terjadi penurunan tekanan gas dalam ban. Penurunan paling drastis terjadi mulai dari hari ketiga sampai dengan hari kelima. Tingkat penurunan tekanan tangki tetap sama walaupun mengalami perubahan suhu lingkungan berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa suhu ruang tidak berpengaruh pada penurunan tekanan tangki. Penurunan tekanan bisa terjadi karena masih bisa lolosnya gas melalui celah antara pentil tabung yang terhubung dengan katup pressure gauge. Suhu ( 0 C) Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I dan II Waktu (menit) Percobaan Ulangan I Percobaan Ulangan II Gambar18. Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I dan II Pada percobaan perlakuan II ulangan I dan II dilakukan perebusan air dengan terlebih dahulu dilakukan perlakuan penyimpanan tangki portable selama seminggu dalam ruangan dan posisi yang sama. Kemudian diukur suhu ruangan dan perubahan tekanan gas pada tangki portable pada jam 06.00, dan WIB. Perlakuan penyimpanan dilakukan untuk melihat hubungan antara lama penyimpanan dengan perubahan tekanan gas. Melihat kualitas pembakaran gas melalui proses pemasakan dan kemudian membandingkannya dengan percobaan pemasakan air tanpa perlakuan penyimpanan. Melalui 2 kali ulangan didapatkan data yang memperlihatkan 2 hasil yang berbeda. Dimana dalam 2 ulangan menunjukkan pencapaian titik didih yang berbeda. Walaupun dalam dua ulangan menunjukkan 2 pencapaian titik didih yang berbeda, namun dicapai dalam waktu yang sama. Adapun pada ulangan I titik didih yang dicapai oleh air lebih rendah dari pada titik didih yang dicapai oleh ulangan II lebih diakibatkan karena suhu lingkungan yang berbeda. Pada ulangan I suhu lingkungan lebih rendah 3 o C, suhu lingkungan yang lebih rendah juga berakibat pada penurunan tekanan udara pada lingkungan. Tekanan udara lingkungan yang lebih rendah mengakibatkan titik didih pemasakan juga lebih cepat dicapai. 30

44 Percobaan perlakuan III Suhu ( 0 C ) Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I dan II Waktu (menit) Percobaan Ulangan III I Percobaan Ulangan IV II Gambar 19. Perbandingan perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I dan II Percobaan perlakuan III menggunakan massa air yang lebih besar yakni sebanyak 5 liter. Penggunaan massa air yang lebih besar bertujuan untuk melihat kemampuan maksimal dari besarnya kandungan biogas dalam tangki yang mampu diinjeksikan keluar dan dapat dibakar, serta mampu digunakan untuk memasak. Tujuan lain adalah untuk menghitung total nilai kalor dari biogas yang ada pada tangki portable. Dalam percobaannya ternyata nyala api yang ada tidak mampu memanaskan air hingga mendidih. Tidak seperti pada perlakuan I dan II dimana air 1 liter mampu dipanaskan dalam waktu 12 dan 14 menit. Tentu saja dikarenakan massa air yang jauh lebih besar, sesuai dengan teori Q~ T (kalor sebanding dengan perubahan suhu). Dimana jika ingin meningkatkan suhu pada massa air yang lebih besar diperlukan juga sejumlah kalor yang lebih besar. Pada ulangan I suhu awal air 26,4 o C dan memilik suhu tertinggi 78,4 o C sehingga kenaikan suhu yang dicapai adalah 52 o C. Sedangkan pada ulangan II suhu awal air 28,2 o C dan memiliki suhu tertinggi 78,9 o C sehingga kenaikan suhu yang dicapai adalah 50,7 o C. Dari kedua ulangan ini, memiliki perbedaan kenaikan suhu sebesar 1,3 o C. Dalam grafik perbandingan kedua ulangan ini dapat dilihat bahwa perbedaan kenaikan suhu air tidak memiliki selisih yang jauh. Perlakuan yang sama dengan menggunakan standar prosedur yang sama. Adapun terjadinya perbedaan kenaikan suhu juga dapat disebabkan oleh suhu awal air yang berbeda, sehingga energi yang di butuhkan untuk menaikkan suhu juga berbeda. Suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap kenaikkan suhu, dimana pada ulangan I suhu lingkungan sekitar 27,3 o C dan pada ulangan II suhu lingkungan sekitar 29,1 o C. 31

45 Perhitungan nilai kalor terpakai dari biogas yang dihasilkan juga dapat diketahui. Perhitungan nilai kalor gas terpakai dapat dicari dengan rumus: Dimana: m : massa air yang dipanaskan (kg) c : nilai panas jenis air (4,2 kj/ o C/kg) T : perubahan suhu air ( o C) Vb : volume biogas (m 3 ) = Penghitungan nilai kalor biogas dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perhitungan nilai kalor biogas Ulangan ke- Massa air T awal ( o C) T akhir ( o C) T ( o C) V biogas (m 3 ) Q(kJ/m 3 ) I 5 26,4 78,4 52 2,03 537,93 II 5 28,2 78,9 50,7 2,03 524,48 Jika perhitungan diatas dibalik, maka dari nilai kalor real diatas dapat dihitung berapa banyak air yang dapat dipanaskan sampai mendidih dengan biogas yang ada dalam tangki portable. Berikut perhitungan massa air yang dapat didihkan: Ulangan I: Ulangan II = = 537,93 2,03 =3,58 4,2 (99 26,4) = = 524,48 2,03 =3,58 4,2 (99 28,2) Dari perhitungan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa satu buah tangki portable yang terisi penuh dapat digunakan untuk mendidihkan 3,58 kg atau 3,58 liter air. Menurut Abdullah et al., 1984 rata-rata jumlah anggota keluarga di pedesaan bogor adalah 5,56 orang. Bila satu keluarga terdiri dari 6 orang anggota, maka untuk keperluan memasak saja diperlukan biogas sebanyak 1,785 m 3. Dengan kata lain tangki portable dengan volume 2.03 m 3 seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, akan tetapi pada kenyataannya berbeda. C. Kajian Tekno-Ekonomi Pemanfaatan Tangki Portable Kajian tekno-ekonomi bertujuan untuk menganalisis tingkat kelayakan penggunaan tangki portable sebagai media penampung biogas. Kajian dilakukan dengan cara menghitung biaya investasi pembangkit biogas tipe india 9 m 3 ditambah investasi tangki portable dan pompa manual termodifikasi, serta menghitung biaya per-unit output biogas dalam kurun waktu tertentu. Adapun dalam kajian tekno-ekonomi ini, dilakukan beberapa pengasumsian variable biaya. Pada kajian teknoekonomi ini diasumsikan bahwa unit digester yang dibangun berada langsung di peternakan dan dioprasikan langsung oleh pemilik, sehingga upah tenaga kerja dan feses sebagai bahan baku bukan merupakan variabel biaya yang masuk dalam perhitungan usaha ini. Hal ini juga berlaku pada unit kompor yang juga tidak termasuk dalam variabel biaya, karena sudah langsung dimiliki peternak. Disamping itu, dalam proses produksi biogas tidak dilakukan pengapuran (untuk meningkatkan nilai 32

46 ph dalam digester) maka dari itu, pengapuran juga tidak dimasukkan sebagai variabel biaya perhitungan. Asumsi lain yang digunakan adalah pada tingkat output energi (efisiensi), didalam perhitungan ini diasumsikan bahwa tingkat efisiensi (output energi) yang dihasilkan dianggap konstan atau tidak mengalami penurunan dari tahun ke tahun (sampai umur ekonomisnya habis). Tabel 13. Perhitungan biaya per satuan output energi biogas ditambah unit tangki portable 1 Biaya pembuatan digester (Rp) Umur ekonomis 10 tahun Annuity factor (20%) 0,2385 ACC digester (Rp) ,03 2 Biaya pembuatan gas holder Ferosemen (Rp) Umur ekonomi 10 tahun Annuity factor (20%) 0,2385 ACC gas holder Ferosemen (Rp) Biaya Pembuatan Pompa Manual (Rp) Umur ekonomis 3 tahun Annuity factor (20%) 0,4747 ACC pompa (Rp) Biaya pembuatan tangki portable (Rp) Umur ekonomis 2 tahun Annuity factor (20%) 0,6545 ACC tangki portable (Rp) Perlengkapan tambahan (Rp) Umur ekonomis 5 tahun Annuity factor (20%) 0,3344 ACC perlengkapan (Rp) Biaya perbaikan tahunan (Rp) Biaya pengurasan tahunan (2 tahun sekali) (Rp) Biaya pengecatan gas holder(2 tahun sekali) (Rp) Produksi gas ahunan 1552,5 m 3 10 Output energi (efisiensi 60%) kkal 11 Biaya per-unit output (Rp/kkal) 0,7533 Tujuan perhitungan analisis investasi pembangkit biogas tipe India 9 m 3 ini adalah untuk mencari nilai/ biaya per-unit output biogas yang diproduksi. Selain itu juga mencari nilai/biaya per-unit output setelah ditambahkan unit tangki portable dan pompa manual. Melalui hasil perhitungan dan mengacu pada survei harga bahan terbaru, didapatkan biaya per-unit output biogas sebesar Rp /kkal. Dan jika ditambahkan investasi berupa tangki portable dan pompa manual, maka akan ada kenaikan biaya per-unit output biogas menjadi Rp 0,7533/kkal. Adapun untuk melihat posisi effisiensi alat dari segi ekonomi, maka kinerja pembangkit biogas dibandingkan dengan biaya per-unit output gas elpiji, dengan mengasumsikan bahwa penggunaan gas elpiji berada pada tingkat effisiensi yang sama, yaitu sebesar 60%. 33

47 Tabel 14. Perhitungan biaya per-unit output energi gas elpiji (menggunakan tabung gas 3 kg) 1 Harga kompor gas (Rp) Umur ekonomis 5 tahun Annuity factor (20%) 0,3344 ACC kompor gas (Rp) Harga tabung gas 3 kg Umur ekonomis 3 tahun Annuity factor (20%) 0,4747 ACC tabung gas (Rp) Konsumsi gas Harga gas (Rp/kg) kg/ hari 0,43 kg/ tahun 156,95 Biaya (Rp/tahun) ,35 4 Output energi (effisiensi 60%) 156,95 kg x ,61 kkal/kg x ,63 kkal 5 Biaya per-unit output (Rp/kkal) 0,9034 Berdasarkan perhitungan biaya per-unit output energi gas elpiji (menggunakan tabung gas 3 kg) didapatkan bahwa, biaya per-unit output gas elpiji sebesar Rp 0,9034 /kkal. Lebih besar Rp 0,1501 /kkal daripada biaya per-unit output biogas ditingkat output energi yang sama, yaitu 60 %. Melalui tabel dibawah dapat dilihat beberapa tingkat biaya per-unit output biogas dengan beberapa tingkat efisiensi output energi. Tabel 15. Hubungan tingkat efisiensi output energi dengan biaya per-unit output biogas No Tingkat efisiensi output energi (%) Biaya per-unit output (Rp/kkal) , , , , , ,5200 Melalui tabel diatas dapat dilihat bahwa, semakin menurunnya tingkat efisiensi output energi, akan membuat biaya per-unit output biogas semakin tinggi. Penurunan efisiensi dapat terjadi Karena penurunan nilai ekonomis perangkat pembangkit biogas dari tahun ketahun. Jadi, umur ekonomis yang semakin menurun maka akan membuat biaya per-unit output biogas naik dan berada diatas nilai biaya per-unit output gas elpiji. Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa jika pada tingkat effisiensi dibawah 50% biaya per-unit output energi biogas tidak kompetitif lagi terhadap gas elpiji. 34

48 Tabel 16. Hubungan umur ekonomis digester dan gas holder dengan biaya per satuan unit output energi No. Umur ekonomis digester dan gas holder (tahun) Biaya per satuan unit output energi (Rp/kkal) Selain itu dilakukan pula uji sensitifitas terhadap biaya per satuan unit output energi. Uji sensitifitas dilakukan dengan memperhitungkan perubahan umur ekonomis digester dan gas holder. Semakin pendek umur ekonomis digester dan gas holder akan menyebabkan meningkatnya biaya per satuan unit output energi. Hubungan umur ekonomis digester dan gas holder terhadap kenaikan biaya per satuan unit output energi dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 16. Dari tabel diatas menunjukkan bahwa jika umur ekonomis dari unit digester dan gas holder turun hingga dibawah 5 tahun, maka penggunaan biogas tidak lagi kompetitif terhadap gas LPG. Untuk itu dalam pelaksanaannya, perlu dilakukan perawatan berkala pada digester dan gas holder sehingga umur ekonomisnya tidak turun dan tidak berakibat pada naiknya biaya per satuan output energi biogas. Perawatan berkala ini juga berlaku pada alat yang lain, karena pada dasarnya penurunan umur ekonomis pada setiap alat akan membuat terjadinya kenaikan biaya persatuan unit output energinya. 35

49 V. PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: 1. Pompa manual termodifikasi mampu menghasilkan tekanan 10 Psi pada tangki portable dengan kali pemompaan. 2. Tangki portable hasil modifikasi dari ban karet berdiameter 900 mm dan diameter dalamnya sebesar 508 mm, memiliki volume penampungan maksimal sebesar 2.03 m 3 pada tekanan maksimal yang bisa diterima sebesar 10 Psi. 3. Pada 2 kali uji penyimpanan tangki di ruang tertutup selama satu minggu menunjukkan penurunan tekanan tangki yang sama yaitu sebesar 1 Psi. Dimana penurunan terjadi pada waktu yang hampir bersamaan. Hal ini menunjukkan penurunan tekanan tangki terjadi bukan dikarenakan pengaruh suhu lingkungan sekitar tangki namun dikarenakan masih bisa lolosnya biogas melalui pentil tabung yang terhubung dengan katup pressure gauge. 4. Tangki portable yang terisi penuh dengan volume penampungan sebesar 2.03 m 3 dapat digunakan untuk mendidihkan 3,58 liter air. 5. Menurut teori penghitungan nilai biaya per unit output energi biogas adalah sebesar Rp /kkal. Penambahan unit tangki portable dan pompa manual termodifikasi maka akan menambah biaya menjadi Rp /kkal. 6. Pada tingkat efiisiensi yang sama sebesar 60%, maka secara teori penghitungan nilai biaya per unit output energi biogas sebesar Rp /kkal, sedangkan biaya per satuan output energi gas elpiji sebesar Rp /kkal. Berarti pada tingkat efisiensi yang sama maka biaya persatuan output energi biogas lebih murah Rp /kkal. 7. Hasil perhitungan analisis sensitifitas pada variabel efisiensi output biogas menunjukan bahwa pada tingkat effisiensi dibawah 50% biaya per-unit output energi biogas tidak kompetitif terhadap gas LPG. Selain itu, penurunan umur ekonomis pada unit digester dan gas holder mengakibatkan kenaikan biaya per satuan unit output energi biogas. Jika umur ekonomis digester dan gas holder kurang dari 6 tahun, maka biaya per satuan unit output biogas tidak kompetitif terhadap gas LPG. B. Saran 1. Kemampuan penyimpanan tangki portable masih kecil dan tidak mampu menerima tekanan lebih dari 10 Psi. Maka diperlukan penelitian lanjutan agar dapat merancang tangki yang memiliki kemampuan simpan yang besar dan juga mampu menerima tekanan yang lebih tinggi, namun tetap memakai bahan yang tahan terhadap sifat negatif dari komponen penyusun biogas. 2. Melakukan studi tekno-ekonomi dengan melibatkan komponen biaya tenaga kerja dan bahanbahan tambahan produksi biogas. 36

50 DAFTAR PUSTAKA Alaert, G. dan S. S. Santika Metode Penelitian Air. Usaha Nasional: Surabaya. Azevedo, J. and P. R. Stout Farm Animal Manures : An Overview of Their Role in the Agriculture Environment.Univ.Of California. Effendi, H Telaahan Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Fardiaz, S Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius: Yogyakarta. Harada,Y. K. Haga, Tosada and M. Kashino Quality of compost produced from animal waste. Japan Agricultural. Research Quarterly, 26: Hariyadi, S, Suryadiputra dan B. Widigdo Limnologi (Metode Analisa Kualitas Air). Edisi I. Laboratorium Limnologi, Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor: Bogor. House, D Gas bio Handbook. Peace Press: California. Jenie, B. S. L. dan W. P. Rahayu Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius: Jakarta. Misra, R.V. and P. R. Hesse Comparative Analysis of Organik Manure. In: Improving Soil Fertility Through Organic Recycling No. 24. FAO of The United Nations: Italy. Overcash, M. R., F. J. Humenik and J. R. Minner Livestock Waste Management. Volume 1. CRC Press, Inc. Boca Roca :Florida. Sahidu, S Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Dewaruci Press: Jakarta. Salundik Pengolahan Limbah Cair Usaha Peternakan Sapi Perah dengan Eceng Gondok (Eichhornian Crassipes (Mart) Solms). Tesis. Program Studi Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor. Soehadji, 1992.Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Industri Peternakan dan Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jendral Peternakan. Departemen Peternakan, Pertanian. Sugiharto Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press): Jakarta. Tafal Z, B Ranci Sapi (usaha peternakan yang lebih bermanfaat). Penerbit Bhratara Karya Aksara: Jakarta. Taiganides, R. E Animal Waste.Applied Science Publisher Ltd: London. Taiganides, E. P Animal Waste Management and Waste Water Treatment.Elsiver Science Publisher B. V: Amsterdam. Tambunan, A.H., Salundik, M. Solahudin, J.P. Situmorang, Aplikasi Flexibel Tank Dari Karet Sebagai Penampung Biogas Portabel. IPB: Bogor. Wahyuni, Sri Biogas. Penebar Swadaya: Depok. Yadvika, Santosh, T. R. Sreekrishnan, Sangeeta Kohli, dan Vineet Rana Enhancement of production from solid subtrates using different techniques a review. J. Biore. Technol Vol 95:1-10 Yani. M. dan Abdul Aziz Darwis Teknologi Biogas. Pusat Antar Universitas Bioteknologi: Bogor 37

51 LAMPIRAN 38

52 Lampiran 1. Gambar ortogonal pompa manual modifikasi 39 1

53 Lampiran 2. Gambar tampak samping, tampak atas pompa manual modifikasi 40 2

54 Lampiran 3. Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu Tabel pengukuran suhu uji pembakaran perlakuan I ulangan I Waktu (menit) T air ( 0 C) T lingkungan ( 0 C) 0 28,1 30,6 2 49,9 30,7 4 60,3 30,4 6 71,6 30,3 8 85, ,2 30, ,1 30,4 Grafik perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I o C o C Gambar grafik pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I 41

55 Lampiran 3. Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu (lanjutan) Tabel pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II Waktu (menit) T air ( 0 C) T lingkungan ( 0 C) Grafik perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II o C o C Gambar grafik pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II 42

56 Lampiran 3. Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu (lanjutan) Tabel pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I Waktu (menit) T air ( 0 C) T lingkungan ( 0 C) 0 27,8 27,8 2 41,3 27,4 4 60,7 27,5 6 78,7 27,6 8 88,4 27, ,3 27, ,9 27,8 Grafik perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I o C o C Gambar grafik pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I 43

57 Lampiran 3. Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu (lanjutan) Tabel pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II Waktu (menit) T air ( 0 C) T lingkungan ( 0 C) 0 29,2 30,8 2 48,2 30,4 4 58,7 30,6 6 66,9 30,3 8 79,5 30, ,6 30, ,4 Grafik perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II o C o C Gambar grafik pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II 44

58 Lampiran 3. Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu (lanjutan) Tabel pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I Waktu (menit) T air ( o C) T lingkungan ( 0 C) 0 26,4 27,3 2 29,3 27,6 4 33,5 27,9 6 35,6 28,0 8 37,8 28, ,2 27, ,1 27, ,3 27, ,1 27, ,6 28, ,4 28, ,7 28, ,5 27, ,3 27, ,4 28, ,7 28, ,9 28, ,2 27, ,4 27, ,1 27, ,6 27, ,2 27, ,4 27, ,3 28, ,8 28, ,0 28, ,4 27, ,2 28, ,9 28, ,5 27, ,9 45

59 Lampiran 3. Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu (lanjutan) Grafik perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I Gambar grafik pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I 46

60 Lampiran 3. Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu (lanjutan) Tabel pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II Waktu (menit) T air ( 0 C) T lingkungan ( 0 C) 0 28,2 29,1 2 31,4 29,2 4 34,6 29,4 6 36,2 29,3 8 38,4 29, ,3 29, ,7 29, ,6 29, ,1 29, ,3 29, ,1 29, ,4 29, ,3 29, ,4 29, ,6 29, ,9 29, ,1 29, ,3 29, ,6 29, ,3 29, ,9 29, ,4 29, ,8 29, ,1 29, ,3 29, ,5 29, ,9 29, ,7 29, ,3 29, ,8 29, ,6 29,1 47

61 Lampiran 3. Data pengukuran suhu dan grafik kenaikan suhu (lanjutan) Grafik perubahan suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II o C o C Gambar grafik pengukuran suhu pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II 48

62 Lampiran 4. Tabel dan grafik penurunan volume tangki portable Tabel penurunan volume tangki pada uji pembakaran perlakuan I ulangan I Waktu (menit) Volume (m 3 ) 0 2,03 4 2,01 8 1, ,89 Volume ( m 3 ) 2,05 2,00 1,95 1,90 1,85 1,80 Tabel penurunan volume tangki pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II Perubahan Volume (m 3 ) Pada Uji Pembakaran perlakuan I ulangan I waktu (menit) Gambar grafik penurunan volume tangki Waktu (menit) Volume (m 3 ) 0 2,03 4 2,01 8 1, , ,85 Volume (m 3 ) 2,10 2,00 1,90 1,80 1,70 Perubahan Volume (m 3 ) Pada Uji Pembakaran perlakuan I ulangan II Waktu (menit) Tabel penurunan volume tangki pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I Gambar grafik penurunan volume tangki Waktu (menit) Volume (m 3 ) 0 2,02 4 1,97 8 1, ,84 Volume (m 3 ) 2,10 2,00 1,90 1,80 1,70 Perubahan Volume (m 3 ) Pada Uji Pembakaran perlakuan II ulangan I Waktu (menit) Gambar grafik penurunan volume tangki 49

63 Lampiran 4. Tabel dan grafik penurunan volume tangki portable (lanjutan) Tabel penurunan volume tangki pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II Waktu (menit) Volume (m 3 ) 0 2,01 4 1,95 8 1, ,83 Volume (m 3 ) Perubahan Volume (m 3 ) Pada Uji Pembakaran perlakuan II ulangan II 2,10 2,00 1,90 1,80 1, Waktu (menit) Gambar grafik penurunan volume tangki Tabel penurunan volume tangki pada uji pembakaran perlakuan III ulangan I Waktu (menit) Volume (m 3 ) 0 2,04 4 2,01 8 1, , , , , , , , , , , , , ,33 volume ( m 3 ) Perubahan Volume (m 3 ) Pada Uji Pembakaran Perlakuan III ulangan I 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0, waktu (menit) Gambar grafik penurunan volume tangki 50

64 Lampiran 4. Tabel dan grafik penurunan volume tangki portable (lanjutan) Tabel penurunan volume tangki pada uji pembakaran perlakuan III ulangan II waktu (menit) Volume (m 3 ) 0 2,03 4 2,01 8 1, , , , , , , , , , , , , ,31 volume ( m 3 ) 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Perubahan Volume (m 3 ) Pada Uji Pembakaran Pelakuan III ulangan II waktu (menit) Gambar grafik penurunan volume tangki 51

65 Lampiran 5. Tabel perubahan tekanan tangki dan grafik suhu ruang pada uji penyimpanan tangki Tabel perubahan tekanan tangki pada uji penyimpanan ulangan I tanggal pengukuran waktu pengukuran tekanan gas dalam ban (Psi) suhu lingkungan ( O C) 25/09/ , /09/ , , ,8 27/09/ , ,8 27,1 28/09/ ,6 26,5 12 9,4 28,1 18 9,2 28,3 29/09/ , , ,8 30/09/ , , ,9 10/01/ ,2 SUHU ( 0 C ) perubahan suhu lingkungan ( o C) pada uji penyimpanan ulangan I /09/ /09/ /09/ /09/ /09/ /09/201001/10/2010 Waktu Gambar grafik suhu ruang pada uji penyimpanan tangki 52

66 Lampiran 5. Tabel perubahan tekanan tangki dan grafik suhu ruang pada uji penyimpanan tangki (lanjutan) Tabel perubahan tekanan tangki pada uji penyimpanan ulangan II tanggal pengukuran waktu pengukuran tekanan gas dalam ban (Psi) suhu lingkungan ( O C) 03/11/ , /11/ ,2 27, ,3 05/11/ ,3 28, ,6 06/11/ ,8 9, ,7 18 9,4 27,8 07/11/ ,2 9 26,1 29, ,2 08/11/ ,3 29, /11/ , perubahan suhu lingkungan ( o C) pada uji penyimpanan ulangan II Gambar grafik suhu ruang pada uji penyimpanan tangki 53

67 Lampiran 6. Perhitungan efisiensi pemasakan pada uji pembakaran perlakuan I dan perlakuan II Perhitungan efisiensi pemasakan pada perlakuan I ulangan I massa awal air :1 liter= 1 kg massa akhir air: kg massa uap air: 1kg kg = kg Cp air = 4.2 kj/kg Hfg air pada C = kj/kg Q use = m Cp T + m uap air Hfg = 1 kg x 4.2 kj/kg ( ) kg x kj/kg = kj nilai kalor biogas : 5000 kkal/kg= kj/kg massa biogas yang terpakai = (2.03 m m 3 ) x kg/m 3 = 0.17 kg Q in = nilai kalor biogas x masssa biogas terpakai = kj/kg x 0.17 kg = kj maka nilai effisiensi adalah 100 % =.. 100% = 9.7 % 54

68 Lampiran 6. Perhitungan efisiensi pemasakan pada uji pembakaran perlakuan I dan perlakuan II (lanjutan) Perhitungan efisiensi pemasakan pada uji pembakaran perlakuan I ulangan II massa awal air :1 liter= 1 kg massa akhir air: kg massa uap air: 1kg kg = kg Cp air = 4.2 kj/kg Hfg air pada C : Q use = m Cp T + m uap air Hfg = 1 kg x 4.2 kj/kg x ( ) kg x kj/kg = kj nilai kalor biogas : 5000 kkal/kg= kj/kg massa biogas yang terpakai = (2.03 m m 3 ) x kg/m 3 = 0.22 kg Q in = nilai kalor biogas x masssa biogas terpakai = kj/kg x 0.22 kg = 4609 kj maka nilai effisiensi adalah 100%=. 100% = 8.3 % 55

69 Lampiran 6. Perhitungan efisiensi pemasakan pada uji pembakaran perlakuan I dan perlakuan II (lanjutan) Perhitungan efisiensi pemasakan pada uji pembakaran perlakuan II ulangan I massa awal air :1 liter= 1 kg massa akhir air: kg massa uap air: 1kg kg = kg Cp air = 4.2 kj/kg Hfg air pada C : kj/kg Q use = m Cp T + m uap air Hfg = 1 kg x 4.2 kj/kg ( ) kg x kj/kg = kj nilai kalor biogas : 5000 kkal/kg= kj/kg massa biogas yang terpakai = (2.02m m 3 ) x kg/m 3 = 0.23 kg Q in = nilai kalor biogas x masssa biogas terpakai = kj/kg x 0.18 kg = 3771 kj maka nilai effisiensi adalah :. 100% = 100 % = 9.2 % 56

70 Lampiran 6. Perhitungan efisiensi pemasakan pada uji pembakaran perlakuan I dan perlakuan II (lanjutan) Perhitungan efisiensi pemasakan pada uji pembakaran perlakuan II ulangan II massa awal air :1 liter= 1 kg massa akhir air: kg massa uap air: 1kg kg = kg Cp air = 4.2 kj/kg Hfg air pada C : kj/kg Q use = m Cp T + m uap air Hfg = 1 kg x 4.2 kj/kg ( ) kg x kj/kg = kj nilai kalor biogas : 5000 kkal/kg= kj/kg massa biogas yang terpakai = (2.01m m 3 ) x kg/m 3 = 0.18 kg Q in = nilai kalor biogas x masssa biogas terpakai = kj/kg x 0.18 kg = 3771 kj maka nilai effisiensi adalah :. 100% = 100 % = 9.2 % 57

71 Lampiran 7. Gambar nyala api hasil uji pembakaran 58

72 Lampiran 8. Gambar kegiatan selama percobaan 59

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Peternakan. A.1. Limbah cair peternakan sapi perah

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Peternakan. A.1. Limbah cair peternakan sapi perah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Peternakan Sapi merupakan jenis ruminansia yang mampu menyederhanakan serat kasar dari bahan organik melalui aktivitas bakteri pengurai serat kasar yang ada pada sistem pencernaannya

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Energi Terbarukan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Modifikasi Pompa Pada instalasi biogas, gas yang dihasilkan pada biodigester akan ditampung di tangki penampung gas. Tekanan gas yang dihasilkan pada digester sangat rendah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F

STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN. Oleh : NUR ARIFIYA AR F STUDI AWAL TERHADAP IMPLEMENTASI TEKNOLOGI BIOGAS DI PETERNAKAN KEBAGUSAN, JAKARTA SELATAN Oleh : NUR ARIFIYA AR F14050764 2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Peternakan Usaha peternakan sangat penting peranannya bagi kehidupan manusia karena sebagai penghasil bahan makanan. Produk makanan dari hasil peternakan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman. 1 I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Salah satu limbah peternakan ayam broiler yaitu litter bekas pakai pada masa pemeliharaan yang berupa bahan alas kandang yang sudah tercampur feses dan urine (litter broiler).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2010. Tempat Penelitian di Rumah Sakit PMI Kota Bogor, Jawa Barat. 3.2. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan

Lebih terperinci

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak 1. Limbah Cair Tahu. Tabel Kandungan Limbah Cair Tahu Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Proses Tahu 80 kg manusia Ampas tahu 70 kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah Diagram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi secara global sekarang disebabkan oleh ketimpangan antara konsumsi dan sumber energi yang tersedia. Sumber energi fosil yang semakin langka

Lebih terperinci

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK

MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK MEMBUAT BIOGAS DARI KOTORAN TERNAK Permintaan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia dari tahun ketahun semakinÿ meningkat, menyebabkan harga minyak melambung. Pemerintah berencana menaikkan lagi harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI

PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR TEPUNG IKAN SKRIPSI Oleh : DENNY PRASETYO 0631010068 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA 2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia pada dasarnya merupakan negara yang kaya akan sumber sumber energi terbarukan yang potensial, namun pengembangannya belum cukup optimal. Sebenarnya kebijakan

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi.

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI

LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI LAPORAN PENELITIAN BIOGAS DARI CAMPURAN AMPAS TAHU DAN KOTORAN SAPI : EFEK KOMPOSISI Oleh: LAILAN NI MAH, ST., M.Eng. Dibiayai Sendiri Dengan Keputusan Dekan Nomor: 276d/H8.1.31/PL/2013 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (BUAH - BUAHAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Cici Yuliani 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BB PNDHULUN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT

PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT PANDUAN TEKNOLOGI APLIKATIF SEDERHANA BIOGAS : KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASINYA DI MASYARAKAT Biogas merupakan salah satu jenis biofuel, bahan bakar yang bersumber dari makhluk hidup dan bersifat terbarukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik -1- Universitas Diponegoro BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG MASALAH Terkait dengan kebijakan pemerintah tentang kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) per 1 Juli 2010 dan Bahan Bakar Minyak (BBM) per Januari 2011, maka tidak ada

Lebih terperinci

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si

Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si BIODIGESTER PORTABLE SKALA KELUARGA UNTUK MENGHASILKAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI Ketua Tim : Ir. Salundik, M.Si DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian terbesar dari kebutuhan energi di dunia selama ini telah ditutupi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi sumber energi fosil seperti minyak dan batu bara dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan ini didorong oleh perkembangan pengetahuan manusia, karena dari waktu ke waktu manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah sampah menjadi permasalahan yang sangat serius terutama bagi kota-kota besar seperti Kota Bandung salah satunya. Salah satu jenis sampah yaitu sampah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari TINJAUAN LITERATUR Biogas Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang sebahagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **)

Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **) SISTEM PRODUKSI BIOGAS YANG TERINTEGRASI (Sebuah Aplikasi Teknologi Tepat Guna melalui Pemanfaatan limbah ) Agustin Sukarsono *) Eddy Ernanto **) PENDAHULUAN Krisis bahan bakar di indonesia dewasa ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam negeri sehingga untuk menutupinya pemerintah mengimpor BBM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Masyarakat di Indonesia Konsumsi bahan bakar fosil di Indonesia sangat problematik, hal ini di karenakan konsumsi bahan bakar minyak ( BBM ) melebihi produksi dalam

Lebih terperinci

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam Yommi Dewilda, Yenni, Dila Kartika Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Kampus Unand Limau Manis Padang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR

PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR MODUL: PENGOLAHAN LIMBAH ORGANIK/CAIR MENJADI BIOGAS, PUPUK PADAT DAN CAIR I. DESKRIPSI SINGKAT S aat ini isu lingkungan sudah menjadi isu nasional bahkan internasional, dan hal-hal terkait lingkungan

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas

Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Analisis Kelayakan Ekonomi Alat Pengolah Sampah Organik Rumah Tangga Menjadi Biogas Tofik Hidayat*, Mustaqim*, Laely Dewi P** *PS Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal ** Dinas Lingkungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara).

Lebih terperinci

PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUJIAN ALAT PEMURNIAN BIOGAS DARI PENGOTOR H2O DENGAN METODE PENGEMBUNAN (KONDENSASI)

PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUJIAN ALAT PEMURNIAN BIOGAS DARI PENGOTOR H2O DENGAN METODE PENGEMBUNAN (KONDENSASI) PERANCANGAN, PEMBUATAN, DAN PENGUJIAN ALAT PEMURNIAN BIOGAS DARI PENGOTOR H2O DENGAN METODE PENGEMBUNAN (KONDENSASI) Rizky Rachman 1,a, Novi Caroko 1,b, Wahyudi 1,c Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak.

BAB I PENDAHULUAN. energi yang salah satunya bersumber dari biomassa. Salah satu contoh dari. energi terbarukan adalah biogas dari kotoran ternak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi dewasa ini semakin meningkat. Segala aspek kehidupan dengan berkembangnya teknologi membutuhkan energi yang terus-menerus. Energi yang saat ini sering

Lebih terperinci

Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas

Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas Analisa Hasil Penyimpanan Energi Biogas Ke Dalam Tabung Bekas Wawan Trisnadi Putra 1, *, Fadelan 2, Munaji 3 1 Konversi Energi Teknik Mesin, Jl. Budi Utomo 10 Ponorogo 2 Rekayasa Material Teknik Mesin,

Lebih terperinci

EFISIENSI PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS TERHADAP PENAMBAHAN EFFECTIVITAS MICROORGANISME

EFISIENSI PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS TERHADAP PENAMBAHAN EFFECTIVITAS MICROORGANISME LAPORAN TUGAS AKHIR EFISIENSI PROSES PEMBENTUKAN BIOGAS TERHADAP PENAMBAHAN EFFECTIVITAS MICROORGANISME 4 DENGAN BAHAN BAKU KOTORAN SAPI DAN SEKAM PADI MENGGUNAKAN ALAT BIODIGESTER (Efficiency of Process

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013

PROSIDING SNTK TOPI 2013 ISSN Pekanbaru, 27 November 2013 Pemanfaatan Sampah Organik Pasar dan Kotoran Sapi Menjadi Biogas Sebagai Alternatif Energi Biomassa (Studi Kasus : Pasar Pagi Arengka, Kec.Tampan, Kota Pekanbaru, Riau) 1 Shinta Elystia, 1 Elvi Yenie,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia yang semakin beragam di berbagai sektor sekarang ini sehingga menimbulkan dampak positif dan dampak negatif, salah satu dampak negatif dari aktivitas

Lebih terperinci

kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi

kemungkinan untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang berbahaya bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu akan sangat bijaksana apabila bahan buangan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TINGGAL DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU PADA PROSES FERMENTASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS TESIS

PENGARUH WAKTU TINGGAL DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU PADA PROSES FERMENTASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS TESIS PENGARUH WAKTU TINGGAL DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU PADA PROSES FERMENTASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU TERHADAP PRODUKSI BIOGAS TESIS OLEH NURMAY SISKA ROSILAWATI SIALLAGAN 067022009/TK FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biogas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Pembentukan biogas berlangsung melalui suatu proses fermentasi anaerob atau tidak berhubungan dengan udara bebas. Proses fermentasinya merupakan suatu oksidasi - reduksi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RENEWABLE ENERGY

PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RENEWABLE ENERGY PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS RENEWABLE ENERGY Sri Wahyono Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta 10340 e-mail: swahyono@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah Oleh : Nur Laili 3307100085 Dosen Pembimbing : Susi A. Wilujeng, ST., MT 1 Latar Belakang 2 Salah satu faktor penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob. Biogas dapat dihasilkan pada hari ke 4 5 sesudah biodigester

Lebih terperinci

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran

Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran Produksi gasbio menggunakan Limbah Sayuran Bintang Rizqi Prasetyo 1), C. Rangkuti 2) 1). Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti E-mail: iam_tyo11@yahoo.com 2) Jurusan Teknik

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK (SAYUR SAYURAN) PASAR TUGU MENJADI BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN STARTER KOTORAN SAPI DAN PENGARUH PENAMBAHAN UREA SECARA ANAEROBIK PADA REAKTOR BATCH Maya Natalia 1), Panca Nugrahini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI

ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI ANALISIS PERAN LIMBAH SAYURAN DAN LIMBAH CAIR TAHU PADA PRODUKSI BIOGAS BERBASIS KOTORAN SAPI Inechia Ghevanda (1110100044) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat Triwikantoro, M.Si Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang diperlukan adalah limbah padat pertanian berupa jerami padi dari wilayah Bogor. Jerami dikecilkan ukuranya (dicacah) hingga + 2 cm. Bahan lain

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA UNTUK PENGHASIL BIOGAS SKALA LABORATORIUM. Mhd F Cholis Kurniawan

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA UNTUK PENGHASIL BIOGAS SKALA LABORATORIUM. Mhd F Cholis Kurniawan PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA UNTUK PENGHASIL BIOGAS SKALA LABORATORIUM Mhd F Cholis Kurniawan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN TESIS DAN MENGENAI SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain mengandung gizi yang baik,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci