BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih (principal) dengan orang lain (agent) dimana principal mendelegasikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih (principal) dengan orang lain (agent) dimana principal mendelegasikan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan Hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) dengan orang lain (agent) dimana principal mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan pada agent untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama mereka (Jensen dan Meckling, 1976). Principal memiliki keterbatasan dalam mengatur perusahaan sehingga mereka menyerahkan tanggung jawab pengelolaan kepada agent (Ahmad dan Septriani, 2008). Pihak manajemen yang berkewajiban mengelola perusahaan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan principal melalui peningkatan nilai perusahaan. Bila hal itu dapat terwujud, mereka akan memperoleh imbalan berupa bonus maupun kompensasi lainnya. Pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) cenderung menimbulkan konflik keagenan. Hal ini muncul karena agent tidak selalu bertindak demi kepentingan principal semata. Agent mempunyai kewenangan dalam mengelola perusahaan sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa mereka menentukan kebijakan yang juga memaksimalkan kesejahteraan pribadinya. Konflik keagenan makin meningkat karena principal tidak dapat memonitor secara optimal aktivitas yang dilakukan agent, sehingga tidak diketahui secara pasti apakah agent sudah bekerja sesuai dengan keinginan principal. 12

2 13 Eisenhardt (1989) menjelaskan bahwa terdapat 3 asumsi mengenai sifat manusia, yakni: 1) Manusia cenderung lebih mementingkan diri sendiri (self interest) 2) Manusia mempunyai keterbatasan informasi, kemampuan kognitif, maupun waktu dalam pengambilan keputusan (bounded rationality) 3) Manusia cenderung menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, principal dan agent sebagai manusia tentu saja akan bertindak oportunistik demi kepentingan pribadi mereka. Laeven dan Levine (2009) menyebutkan bahwa manajemen yang ingin memaksimalkan keuntungan pribadi dan melindungi posisinya di perusahaan akan memilih berinvestasi pada proyek dengan risiko rendah dan keuntungan yang pasti. Sebaliknya, shareholder yang berkeinginan meningkatkan kekayaannya cenderung memiliki insentif yang kuat untuk mengambil risiko yang tinggi karena jika proyek berisiko yang didanai itu sukses, mereka akan mendapatkan pembagian keuntungan yang besar Moral Hazard Dalam konteks keagenan, moral hazard timbul karena adanya asimetri informasi antara principal dan agent. Agent mengetahui lebih banyak informasi internal perusahaan dibandingkan dengan principal. Keadaan itu memungkinkan agent mengambil keputusan yang menyimpang demi memaksimalkan kepentingan mereka. Tentu saja, hal tersebut akan merugikan principal sebagai pemilik perusahaan. Mitnick (1996) mendefinisikan moral hazard berdasarkan empat pendekatan yang berbeda, yakni:

3 14 1) Monitoring disability (hidden action) Principal tidak dapat mengamati tindakan agent dalam mengelola perusahaan. Hal ini menyebabkan timbulnya ketidakpastian antara langkah yang diambil agent dengan hasil yang diinginkan principal serta ketidaksamaan informasi yang diterima oleh kedua pihak. Agent dapat mengambil langkah yang menguntungkan dirinya sendiri tanpa memerdulikan kepentingan principal. Ini akan sulit dideteksi karena principal tidak mampu memonitor semua tindakan agent. 2) Undesirable behavior production Pendekatan ini mengasumsikan bahwa faktor utama dari moral hazard adalah tingkah laku tertentu yang tidak diinginkan menurut sudut pandang principal. Agent tidak selalu mengambil keputusan yang menguntungkan principal ataupun mampu mengurangi kerugian perusahaan yang mungkin terjadi. 3) Undesirable outcome (impact) production Moral hazard adalah oportunisme setelah dibuatnya suatu kontrak yang muncul karena tindakan ini memiliki konsekuensi efisiensi dan tidak dapat dimonitor sehingga suatu pihak diuntungkan secara pribadi atas biaya pihak lain. Dapat disimpulkan bahwa tindakan menyimpang yang dilakukan oleh satu pihak, memberikan hasil yang tidak diharapkan oleh pihak lain. 4) Morals disability Moral hazard mengacu pada kecenderungan individu untuk berperilaku tidak bermoral demi kepentingan pribadi. Perilaku tersebut seperti ketidakjujuran, kecerobohan, kurangnya kegigihan, maupun ketidaktahuan.

4 15 Dalam industri perbankan, peran pengawasan tidak hanya dilaksanakan bank kepada debitur, tetapi pemerintah maupun deposan juga perlu memonitor aktivitas-aktivitas bank. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir penyelewengan dana yang mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Namun, perbedaan kuantitas serta kualitas informasi yang dimiliki menyebabkan satu pihak dapat mengorbankan pihak lain demi keuntungan pribadi sehingga menimbulkan masalah moral hazard. Bankir tentu saja memiliki informasi yang lebih baik mengenai keadaan perusahaan daripada pemilik. Kondisi ini akan mendorong mereka untuk memaksimumkan utilitasnya atas beban pihak lain. Mereka pun tidak menanggung secara penuh kerugian yang terjadi akibat keputusan yang mereka ambil (Taswan, 2009). Ada beberapa tipe moral hazard yang dilakukan oleh shareholder, manajemen bank, dan debitur sebagai berikut. 1) Tipe pertama, moral hazard yang muncul antara bank dengan debitur Bank tidak mengetahui dengan pasti apakah debitur memiliki kemampuan dan kemauan yang baik untuk mengembalikan hutangnya. Sehingga, moral hazard dapat dilakukan oleh debitur dikarenakan asimetri informasi yang tinggi. Mereka menyadari bahwa dana pinjaman memberikan manfaat besar bagi bisnisnya. Namun, jika usahanya gagal maka bank pun akan ikut menanggungnya. Sangat besar kemungkinannya terjadi transfer kekayaan dari bank ke debitur melalui tindakan penggunaan kredit yang menyimpang.

5 16 2) Tipe kedua, moral hazard yang terjadi antara shareholder dan manajemen bank dengan deposan Moral hazard ditunjukkan dengan penempatan dana pada proyek berisiko tinggi demi memperoleh keuntungan yang besar. Shareholder yang menginginkan kesejahteraannya bertambah cenderung mengambil risiko yang tinggi dengan mengabaikan kepentingan deposan. Mereka pun menekan pihak manajemen untuk bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan termasuk ikut serta dalam transfer kekayaan dari deposan ke shareholder. Bila investasi ini gagal maka klaim deposan akan sulit untuk dibayarkan. Kondisi ini cenderung terjadi jika terdapat penyebaran kepemilikan yang rendah. 3) Tipe ketiga, moral hazard yang muncul antara shareholder dan manajemen bank dengan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Provisi dari deposit insurance mendorong bank untuk mengambil risiko yang tinggi. Dana deposan yang dijamin oleh LPS membuat bank berani menginvestasikan dana tersebut pada aset yang berisiko karena jika investasi itu gagal, LPS yang menanggung kewajiban bank pada nasabah. 2.2 Risiko Risiko merupakan ancaman atau kemungkinan suatu tindakan dapat menimbulkan hasil berlawanan dari tujuan awal yang ingin dicapai. Risiko juga dapat diartikan sebagai sisi yang berlawanan dari peluang untuk meraih tujuan. Tiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk meraih tujuan itu memiliki peluang untuk mendapatkan hasil

6 17 yang diinginkan. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut memiliki risiko maka hasil akhirnya dapat berlawanan dari yang diperkirakan (Indroes, 2011:4). Bank dalam menjalankan aktivitas-aktivitasnya untuk memperoleh pendapatan selalu dihadapkan pada risiko. Produk, layanan, maupun aktivitasnya selalu berhubungan dengan uang. Sifat dasar uang yang anonim, siapa saja dapat dan ingin memilikinya, serta mudah berpindah tangan atau hilang membuat penyerapan hingga penyaluran dana yang dilakukan bank sangat rentan akan risiko kehilangan uang. Pada dasarnya risiko terbagi menjadi dua kelompok utama, yakni risiko finansial dan risiko nonfinansial. Risiko finansial berhubungan dengan kerugian langsung, seperti hilangnya uang yang dimiliki akibat risiko yang terjadi. Selanjutnya, risiko nonfinansial terkait pada kerugian yang tidak dapat dihitung secara eksplisit dan dampaknya tidak secara langsung dapat dirasakan, contohnya bila bank kehilangan nasabahnya, dampaknya tidak langsung membuat bank menjadi rugi. Tetapi, risiko nonfinansial ini dapat menimbulkan kerugian finansial nantinya (Indroes, 2011:22). Menurut Bank Indonesia, terdapat beberapa jenis risiko bank yang harus dikelola, yakni: 1) Risiko kredit Risiko ini merupakan risiko kerugian yang berhubungan dengan pihak peminjam (counterparty) yang tidak dapat atau tidak mau memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo ataupun sesudahnya. 2) Risiko pasar Risiko pasar adalah risiko kerugian yang timbul karena pergerakan harga pasar.

7 18 3) Risiko operasional Risiko operasional diartikan sebagai risiko kerugian yang dilihat dari ketidakcukupan atau tidak memadainya sumber daya manusia dan proses internal. 4) Risiko likuiditas Risiko ini disebabkan oleh ketidakmampuan bank dalam memenuhi kewajibannya yang telah jatuh tempo. 5) Risiko hukum Risiko hukum adalah risiko yang timbul karena adanya kelemahan aspek yuridis. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya undang-undang yang mendukung atau adanya tuntutan hukum. 6) Risiko kepatuhan Risiko kepatuhan merupakan risiko yang muncul sebagai akibat dari ketidakpatuhan dalam menaati peraturan ataupun ketentuan lain yang berlaku. 7) Risiko stratejik Risiko stratejik adalah risiko yang dikaitkan dengan pelaksanaan strategistrategi jangka panjang yang dibuat oleh manajemen bank. 8) Risiko reputasi Risiko ini disebabkan oleh opini negatif yang diberikan publik yang berefek buruk pada citra perusahaan. 2.3 Regulasi Bank merupakan lembaga yang paling banyak diawasi dan dikendalikan oleh pemerintah. Regulasi yang diterapkan pada bank diharapkan dapat

8 19 melindungi serta meningkatkan kepercayaan nasabah terhadap produk perbankan. Bila regulasi pada sektor usaha lain umumnya terkait dengan standarisasi produk dan persaingan usaha, regulasi pada perbankan meliputi keseluruhan bank secara komprehensif (Indroes, 2011:27). Ada beberapa pertimbangan mengenai pentingnya penerapan regulasi di bank sebagai berikut. 1) Komoditas uang dan sarat perikatan Aktivitas antara bank dan nasabah perlu diatur dalam regulasi. Uang yang ada dalam aktivitas itu dapat memunculkan persengketaan sehingga pengimplementasian regulasi penting untuk kesepakatan antara bank dan nasabah. Selain itu, regulasi dibutuhkan dalam perikatan agar terjaminnya legalitas perjanjian yang sudah dibuat. 2) Rasio utang berbanding modal Bank memiliki utang yang lebih banyak dari modal, cenderung rawan akan kondisi insolvensi (ketidakmampuan bank dalam memenuhi kewajibannya). Oleh sebab itu, regulasi diperlukan untuk mengatur penempatan dana pihakpihak yang berkepentingan. 3) Ketidakmampuan bank dalam menyelesaikan kewajiban Bila suatu bank mengalami insolvensi, diperlukan penanganan dari pemerintah. Dampak dari krisis yang dialami bank mampu mempengaruhi lembaga keuangan lain yang terkait. Oleh sebab itu, pemerintah harus melakukan langkah penyelamatan guna menghindari efek domino yang mungkin terjadi akibat krisis tersebut.

9 20 4) Stabilitas keuangan Regulasi perbankan penting untuk menjaga stabilitas keuangan dimana pemeliharaan situasi yang berhubungan dengan kapasitas lembaga keuangan dan pasar untuk memobilisasi dana serta menyediakan likuiditas dapat mengatasi kegagalan periodik yang mungkin terjadi. 5) Stabilitas moneter Stabilitas moneter mencerminkan tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Pengaturan stabilitas moneter diharapkan dapat memudahkan pengelolaan ekonomi secara mikro oleh pihak swasta dan secara makro oleh pihak pemerintah. 6) Persaingan antarbank Perkembangan yang pesat dalam produk dan layanan bank memicu semakin tingginya persaingan untuk mendapatkan serta mempertahankan nasabahnya. Produk dan layanan sebaiknya diatur untuk mencegah bank memanfaatkan peluang secara berlebihan tanpa peduli dengan risiko yang ada. Keseragaman regulasi secara internasional untuk dijadikan acuan bagi regulator pada masing-masing negara telah menjadi kebutuhan. Pemikiran tersebut kemudian menjadi dasar munculnya kesepakatan Basel (Basel Accord). Agar regulasi bekerja secara lokal, bank sentral akan merujuk kepada kebijakan makro pemerintah. Sementara itu, jika regulasi diharapkan dapat bekerja sesuai dengan standarisasi internasional, bank sentral dapat merujuk kesepakatan Basel. Di tahun 1988, kesepakatan Basel I mengeluarkan konsep permodalan dan perhitungan ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) khusus untuk risiko

10 21 kredit. Lalu, pada tahun 2006 ditetapkan dokumen International Covergence on Capital Measurement and Capital Standard (A Revised Framework) atau yang lebih dikenal dengan Basel II. Secara umum kerangka Basel II terdiri dari tiga pilar, yakni Pilar 1 (kecukupan modal minimum), Pilar 2 (proses review oleh pengawas), dan Pilar 3 (disiplin pasar). Lalu, di tahun 2010 dikeluarkannya kerangka Basel III dalam merespon krisis keuangan global. Basel III membahas mengenai peningkatan ketahanan bank di level mikro dan makro (Indroes, 2011:38) Capital Requirement Selain berfungsi sebagai sumber utama pembiayaan pada kegiatan operasionalnya, modal berperan sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Modal juga dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan bank dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Aspek yang paling mendasar dalam pelaksanaan prinsip kehati-hatian adalah bank wajib memenuhi kecukupan permodalan. Hal ini menjadi fokus utama dari otoritas pengawasan bank. Modal yang bank miliki seharusnya dapat menutupi seluruh risiko usaha bank (Indroes, 2011:68). Otoritas pengawas menetapkan jumlah minimum modal yang harus dimiliki bank dengan mengeluarkan persyaratan mengenai permodalan minimum. Pemenuhan ketentuan ini dapat menjadi salah satu komponen penilaian pengawasan bank yang tercermin dari pemenuhan rasio kecukupan modal. Capital requirement menentukan tingkat modal yang dikelola oleh bank dalam proporsi aset mereka. Peran penting sektor perbankan dalam sistem pembayaran dan

11 22 perekonomian, membuat regulator memberlakukan capital requirement yang mungkin berbeda dari sektor industri lainnya (Derina, 2011). Sehubungan dengan itu, Basel Committee on Banking Supervision dari Bank for International Settlement telah menetapkan metode perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum yang memperhitungkan eksposur risiko. Dalam kesepakatan Basel I, ditetapkan bahwa target rasio modal minimum adalah 8%. Persentase ini tidak berubah secara signifikan pada Basel II. Walaupun tetap sama 8 %, Basel II menekankan bahwa capital requirement ditentukan sesuai dengan profil risiko (penilaian tingkat kesehatan) masing-masing bank. Kemudian pada Basel III, bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, dengan rentang persentase 8% sampai dengan 14% dari ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko) (Otoritas Jasa Keuangan, 2014). Kegiatan usaha bank yang makin kompleks berpotensi menyebabkan makin tingginya risiko yang dihadapi. Peningkatan risiko ini perlu diikuti oleh peningkatan modal. Oleh karena itu, bank wajib menyediakan modal minimum yang dipersyaratkan untuk mendukung kegiatan usahanya. Persyaratan modal minimum yang ditetapkan Bank Indonesia mengalami perubahan dari tahun ke tahun sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.

12 23 Tabel 2.1. Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan Bank Indonesia perihal persyaratan modal minimum bank umum NO. TANGGAL KETENTUAN KETERANGAN 1 24 September 2008 PBI No.10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum November 2012 PBI No.14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Sesuai Profil Risiko Desember 2013 PBI No.15/12/PBI/2013 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Sumber: Booklet Perbankan Indonesia, 2014 Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko berikut: a. 8% dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko 1; b. 9% sampai dengan kurang dari 10% dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko 2; c. 10%sampai dengan kurang dari 11% dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko 3; d. 11% sampai dengan 14% dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko 4 atau 5. Mencabut Pasal 7 ayat (1) dalam PBI No.14/18/PBI/2012 dan peraturan yang baru ini mulai berlaku secara penuh per 1 Januari Ketentuan modal minimum yang ditetapkan pun masih sama dengan PBI No.14/18/PBI/ Struktur Kepemilikan Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa struktur kepemilikan menunjukkan besarnya persentase kepemilikan saham oleh insider (manajemen) dan outsider (investor yang tidak memiliki peran langsung dalam manajemen perusahaan). Selain itu, struktur kepemilikan dapat bertindak sebagai bentuk

13 24 komitmen untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu pada manajemen (Burkat dkk., 1997). Shareholder dengan kepemilikan saham besar mempunyai hak suara yang dapat mengontrol pihak manajemen. Sebaliknya, bila shareholder hanya memiliki sebagian kecil saham perusahaan, akan sulit bagi mereka untuk mengendalikan aktivitas manajerial. Caprio dkk. (2007) mengklasifikasikan kepemilikan di bank menjadi dua, yakni jika shareholder memiliki hak kontrol dan hak aliran kas secara langsung dan tak langsung sebesar 10% atau lebih maka disebut dengan large shareholder dan sebaliknya, jika shareholder memiliki hak kontrol dan hak aliran kas kurang dari 10%, maka bank diklasifikasikan sebagai widely held. Sementara itu, Siregar (2008) menjelaskan bahwa terdapat dua konsep kepemilikan dalam perusahaan, yakni kepemilikan imediat dan kepemilikan ultimat. Kepemilikan langsung (kepemilikan imediat) dilihat dari besarnya kepemilikan shareholder yang ditunjukkan dari persentase saham yang terdaftar atas namanya sendiri sedangkan kepemilikan tidak langsung melibatkan saham yang dimiliki oleh suatu institusi dimana kontrol entitas tersebut dipegang oleh ultimate shareholder. Kepemilikan ultimat merupakan gabungan dari kepemilikan langsung dan kepemilikan tidak langsung dalam suatu perusahaan. Banyak ditemukan bahwa ultimate shareholder di bank merupakan principal perusahaan itu sendiri (Laeven dan Levine, 2009). Adanya pemisahan hak kontrol dan hak aliran kas disebabkan oleh keberadaan large shareholder yang mengontrol perusahaan secara langsung maupun tidak langsung (melalui perusahaan lain). Hak kontrol merupakan hak

14 25 suara yang dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan sedangkan hak aliran kas adalah klaim keuangan pemegang saham terhadap perusahaan. Claessens dkk. (2000) dalam Siregar (2008) melakukan riset di Asia dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 93% perusahaan publik yang memiliki struktur kepemilikan terkonsentrasi dengan cut-off hak kontrol 10%. Pada pisah batas hak kontrol 20%, jumlah perusahaan publik dengan kepemilikan terkonsentrasi menurun menjadi 77%. 2.5 Charter Value Charter value adalah nilai sekarang dari laba masa depan bank. Nilai ini didasarkan pada kekuasaan bank dalam melakukan bisnis, struktur pasar, serta sumber daya manusia (Fisher dkk., 2001). Charter value yang positif menunjukkan bahwa bank memiliki kekuatan pasar yang mampu menghasilkan laba ekonomi. Tingkat kekuatan pasar yang bervariasi menandakan charter value yang berbeda pada tiap-tiap bank dimana penguasaan pangsa pasar serta efisiensi kinerja menjadi salah satu faktor penentu kekuatan pasar itu sendiri (Furlong dan Kwan, 2006). Bigg (2003) mengungkapkan bahwa efisiensi perusahaan merupakan salah satu sumber dari charter value. Menetapkan biaya yang terlampau tinggi akan menghambat bank untuk unggul dalam persaingan. Untuk dapat sukses pada pasar perbankan lokal, bank memerlukan kantor-kantor cabang baru yang tersebar ke pelosok-pelosok negeri. Selain itu, inovasi teknologi pada masa sekarang telah mengurangi kebutuhan akan infrastruktur dan mampu menaikkan keuntungan,

15 26 sebagai contoh diperkenalkannya mesin ATM dan internet banking dapat mengurangi biaya-biaya yang timbul dari kantor cabang bank. Sementara itu, Demsetz dkk. (1996) menjelaskan adanya dua sumber utama dari charter value, yakni: 1) Market-related Aturan yang ketat dalam sektor perbankan menyebabkan entry barrier bagi bank pendatang baru. Hal ini menguntungkan bank-bank yang telah lama beroperasi dimana mereka mempunyai akses yang lebih besar untuk mendapatkan profit. Oleh sebab itu, besarnya charter value tergantung pada jumlah bank yang diizinkan beroperasi dalam pasar sehingga entry cost dan tingkat modal yang dibutuhkan menjadi faktor penentu charter value. Di samping itu, pembatasan masuk bank asing yang diberlakukan suatu negara memberikan kesempatan yang lebih besar bagi bank lokal untuk memperluas bisnisnya. 2) Bank-related Pengelolaan secara efisien, reputasi bank, dan hubungan baik yang terjalin dengan nasabah merupakan faktor-faktor penentu charter value. Bank yang dikelola oleh manajer-manajer yang kompeten lebih unggul dibandingkan kompetitornya. Keunggulan ini muncul dari kemampuan untuk menyediakan jasa keuangan kepada nasabah dengan biaya yang relatif murah dibandingkan pesaingnya. Hal ini membuka peluang bank untuk tumbuh menjadi lebih besar dan profitable. Selain itu, reputasi baik yang dimiliki bank akan menghasilkan kerangka bisnis menguntungkan dengan investor dan juga

16 27 nasabah. Hubungan unik yang terjalin dengan nasabah akan memberikan keuntungan tersendiri, yakni bank memiliki akses informasi pribadi nasabah yang tidak tersedia di financial market. Ini membantu bank dalam mengurangi cost of loan origination sehingga kegiatan lending menjadi lebih menguntungkan. Demsetz dkk. (1996) menyatakan bahwa charter value mempengaruhi perilaku perusahaan. Bank yang berhasil meningkatkan charter value akan berusaha mempertahankannya dengan memilih strategi bisnis yang rendah risiko. Oleh karena itu, bank cenderung menyediakan modal lebih dari yang disyaratkan regulator untuk membatasi eksposur terhadap debitur berisiko tinggi. Charter value juga memainkan peranan penting dalam mengurangi masalah moral hazard. Proteksi pemerintah atas simpanan nasabah, seperti deposit insurance akan menciptakan moral hazard yang kemudian memicu bank mengambil risiko yang berlebihan. Di sinilah peran charter value dalam mengurangi tingkat risiko yang diambil. Bank yang mempunyai charter value tinggi akan mempertimbangkan risiko dari proyek-proyek yang mereka danai dan berusaha mengurangi kemungkinan hilangnya charter value akibat insolvency. 2.6 Penelitian Sebelumnya Koehn dan Santomero (1980) menganalisis pengaruh flat capital regulation pada portfolio risk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa regulasi modal gagal dalam mengurangi probability of default bank. Besarnya tingkat modal yang diperlukan menyebabkan menurunnya expected return sehingga bank

17 28 mengkompensasikan kerugian itu dengan berinvestasi pada aset berisiko tinggi dan akhirnya akan memperbesar probabilitas kebangkrutan. Dengan demikian, bank yang berisiko tinggi menunjukkan probability of default yang besar dan sebaliknya, bank dengan risiko yang rendah menunjukkan probability of default yang rendah pula. Penelitian yang dilakukan Gennotte dan Pyle (1991) menguji efek peraturan modal pada perilaku bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan modal dapat meningkatkan risiko portofolio dan probabilitas kebangkrutan. Dalam model yang dibuat Gennotte dan Pyle, peningkatan capital requirement mendorong bank untuk mengurangi ukuran portofolio dan menaikkan risiko. Probabilitas kebangkrutan juga ikut meningkat seiring dengan makin ketatnya capital requirement. Mereka juga menyatakan bahwa peraturan modal bukanlah alat yang tepat untuk memantau serta mengendalikan aset berisiko sehingga diperlukan pengawasan lebih lanjut dari pemerintah untuk mengatasinya. Cebenoyan dkk. (1999) menyelidiki hubungan antara kepemilikan manajer, charter value, dan pengambilan risiko di tahun Hipotesis yang disusun menjelaskan bahwa saat regulasi belum terlalu ketat dan tingkat charter value rendah, manager-owner cenderung terlibat dalam pengambilan risiko yang tidak menguntungkan. Namun, ketika regulasi makin ketat dan charter value meningkat, pengambilan risiko yang dilakukan manager-owner sangat menguntungkan. Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa kedua hipotesis itu

18 29 diterima dan disimpulkan adanya pengaruh regulasi dan charter value pada pengambilan risiko. Dalam dynamic model yang dibuat oleh Hellmann dkk. (2000), ditemukan bahwa kompetisi pasar dapat mengurangi perilaku kehati-hatian bank. Persaingan yang ketat mengurangi charter value sehingga leverage bank meningkatkan dan terjadi kenaikan pengambilan risiko. Mereka juga meneliti peran flat capital requirement sebagai alat untuk mengurangi moral hazard. Hasil penelitian menunjukkan adanya efek yang merugikan dari penerapan capital requirement. Peningkatan modal adalah aktivitas yang costly dan menurunkan keuntungan di setiap periode, sehingga perlahan-lahan charter value akan makin menurun. Mereka berpendapat bahwa penetapan capital requirement yang tinggi bukanlah peraturan yang efisien bagi bank dan cenderung mendorong bank untuk mengambil risiko. Milne dan Whalley (2001) meneliti dampak peraturan modal bank dalam sebuah model yang dibuat oleh Merton (1978). Mereka mengembangkan berbagai prediksi mengenai hubungan antara regulasi modal dan pengambilan risiko yang cukup berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa capital requirement tidak memiliki pengaruh pada pengambilan risiko. Di samping itu, charter value dapat menurunkan tingkat risiko yang diambil dimana bank memilih menginvestasikan asetnya pada proyek berisiko rendah demi mempertahankan charter value. Penelitian yang dilakukan oleh Konishi dan Yasuda (2004) menyelidiki faktor-faktor penentu pengambilan risiko pada bank umum di Jepang. Penelitian

19 30 diadakan pada tahun 1999 dengan sampel yang terdiri dari 48 bank regional yang terdaftar di Tokyo Stock Exchange (TSE) dan model regresi linear berganda digunakan dalam menganalisis data. Hasil yang ditemukan menjelaskan bahwa pelaksanaan capital adequacy requirement mengurangi pengambilan risiko. Selain itu, Amakudari (pensiunan Kementerian Keuangan dan Perbankan Jepang berpangkat tinggi yang bekerja sebagai dewan direksi bank umum) memiliki pengaruh yang signifikan pada risiko bank. Stable shareholder memiliki pengaruh negatif pada pengambilan risiko dan charter value mampu menurunkan risiko bank. Jokipii (2008) meneliti hubungan antara modal bank, pengambilan risiko, dan charter value. Riset ini dilakukan pada Bank Holding Companies (BHCs) di Amerika Serikat dari tahun 1986 sampai tahun Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan nonlinear antara modal bank dan charter value, khususnya pada tahun-tahun setelah terjadi reformasi regulasi. Selain itu, charter value mempengaruhi hubungan antara modal bank dan pengambilan risiko sehingga makin besar modal yang ditahan maka makin kecil pengambilan risiko. Penelitian Marco dan Fernandes (2008) menguji determinan pengambilan risiko sektor keuangan Spanyol dengan menitikberatkan pada variabel struktur kepemilikan dan ukuran perusahaan. Mereka menemukan perilaku pengambilan risiko yang berbeda antara bank tabungan dan bank komersial. Pengambilan risiko yang tinggi ditunjukkan oleh bank komersial dimana perusahaan ini berorientasi pada shareholder dan kepemilikannya jelas sedangkan bank tabungan dengan struktur kepemilikan yang menyebar lebih berhati-hati dalam mengambil risiko.

20 31 Sementara pada bank komersial, makin besar perusahaan justru menyebabkan shareholder enggan mengambil risiko tinggi. Hal yang berbeda ditunjukkan pada bank tabungan, besar kecilnya perusahaan tidak mempengaruhi perilaku pengambilan risiko. Laeven dan Levine (2009) melakukan penilaian empiris pertama mengenai pengambilan risiko bank, struktur kepemilikan, dan regulasi bank. Mereka berfokus pada konflik antara manajer dan owner dimana hasil riset menunjukkan bahwa pengambilan risiko bank bervariasi sesuai dengan power yang dimiliki shareholder. Selain itu, ditemukan bahwa hubungan antara risiko bank dengan capital requirement, deposit insurance, dan restriction activities sangat bergantung pada struktur kepemilikan bank. Regulasi yang sama memiliki pengaruh yang berbeda pada besarnya pengambilan risiko, tergantung dari struktur tata kelola masing-masing bank. Paligorova (2010) meneliti faktor-faktor penentu pengambilan risiko perusahaan dari listed firms di 38 negara selama periode Peneliti menemukan hubungan positif antara pengambilan risiko perusahaan dan large shareholder yang merupakan investor dengan kepemilikan ekuitas yang besar pada beberapa perusahaan. Sebaliknya, family shareholder cenderung menghindari pengambilan risiko yang tinggi untuk melindungi aset mereka. Agoraki dkk. (2011) melakukan penelitian untuk menyelidiki bagaimana pengaruh regulasi dan competition pada pengambilan risiko bank. Regulasi itu sendiri didasarkan pada capital requirement, pembatasan aktivitas bank, dan official supervisory power. Variabel competition diukur melalui market power.

21 32 Studi ini berfokus pada sektor perbankan di Eropa Tengah dan Eropa Timur selama periode Temuan penelitian menunjukkan bahwa bank dengan market power besar cenderung memiliki risiko kredit dan kemungkinan default yang rendah. Capital requirement berpengaruh negatif pada pengambilan risiko, tetapi bagi bank yang memiliki market power besar, pengaruh tersebut secara signifikan melemah. Pembatasan aktivitas bank dan market power yang besar mampu mengurangi risiko kredit dan risiko kegagalan bank. Sementara adanya official supervisory power mampu mengurangi insolvency risk. Awdeh dkk. (2011) menganalisis dampak capital requirement terhadap pengambilan risiko di bank-bank umum Lebanon. Mereka menggunakan kumpulan data panel yang terdiri dari 41 bank komersial dari tahun 1996 sampai tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan capital requirement diikuti dengan kenaikan risiko bank. Mereka juga menemukan bahwa bank komersial Lebanon mengandalkan retained earnings untuk memenuhi kebutuhan modal. Bank-bank besar cenderung untuk menahan modal yang lebih rendah dan memiliki kemampuan lebih baik dalam mengendalikan risiko. Penelitian yang dilakukan oleh Berger dkk. (2014) menyajikan studi mengenai bagaimana intervensi regulasi dan capital support mempengaruhi pengambilan risiko bank. Riset dilakukan pada sektor perbankan Jerman dari tahun 1999 sampai tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi regulasi dan capital support berhasil mengurangi pengambilan risiko bank. Pengaruh dari kedua variabel bebas tersebut terlaksana dengan cepat dan bertahan dalam jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan global pada tahun 2008 diawali dengan krisis subprime

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan global pada tahun 2008 diawali dengan krisis subprime BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis keuangan global pada tahun 2008 diawali dengan krisis subprime mortgage di Amerika Serikat. Penyaluran kredit perumahan (mortgage) dilakukan secara ekspansif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (pemilik modal) dan agen (pihak yang mengelola perusahaan) dalam bentuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. (pemilik modal) dan agen (pihak yang mengelola perusahaan) dalam bentuk 9 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan merupakan dasar teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan. Teori ini memberikan penjelasan hubungan kontrak antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap perusahaan memiliki struktur keuangan yang terdiri dari hutang, modal sendiri, dan laba ditahan. Akan tetapi, perusahaan perbankan memiliki struktur pendanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi

BAB I PENDAHULUAN. signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan, hal ini ditandai dengan diterbitkannya paket-paket deregulasi keuangan, moneter dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Kerangka Teoritis 1. Agency Theory Dalam penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori agensi. Jensen and Meckling (1976) menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang tugasnya menghimpun dana (funding) dari masyarakat serta menyalurkan dana (lending) kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis keuangan global yang melanda seluruh dunia pada tahun 2008 atau yang lebih dikenal dengan Subprime Mortgage Crisis berawal dari krisis keuangan yang

Lebih terperinci

Konsep Dasar Kegiatan Bank

Konsep Dasar Kegiatan Bank REGULASI PERBANKAN Konsep Dasar Kegiatan Bank Bank berfungsi sebagai financial intermediary antara source of fund dan use of fund Use of fund Revenue Loan BANK Cost Deposit Source of fund Bank merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Keagenan Teori keagenan secara mendetail pertama kali dinyatakan oleh Jensen dan Meckling (1976). Jensen dan Meckling (1976) menyebut manajer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kondisi industri bisnis di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kondisi industri bisnis di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kondisi industri bisnis di Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang sangat berkembang pesat. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia juga mengalami perubahan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemberian wewenang oleh pemegang saham kepada manajer untuk bekerja demi BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Teori

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan merupakan salah satu hal yang krusial dalam masyarakat modern. Sistem pembayaran dan intermediasi hanya dapat terlaksana bila ada sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perbankan menjadi salah satu sektor yang berperan penting dalam membangun perekonomian sebuah negara karena bank berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Bank merupakan bagian sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara, bahkan pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masalah keagenan menjadi isu sentral dalam berbagai literatur keuangan karena adanya keterbatasan dari pemilik yang tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebijakan Hutang Pada dasarnya kebijakan hutang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam rangka mendanai operasional perusahaan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Brigham, 1996). Akan tetapi, di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah keuangan perusahaan dapat terjadi dengan berbagai penyebab, misalnya saja perusahan mengalami rugi terus-menerus, penjualan yang tidak laku, bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memutuskan untuk berinvestasi, para investor terlebih dahulu memperhitungkan

BAB I PENDAHULUAN. memutuskan untuk berinvestasi, para investor terlebih dahulu memperhitungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal memberikan peluang kepada calon investor untuk menanamkan modalnya kepada perusahaan tertentu dalam waktu singkat dengan harapan mendapatkan return

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisa dipastikan bahwa semua orang sudah mengerti arti bank, baik yang pernah mendapatkan pendidikan mengenai perbankan maupun yang tidak, tahu arti umum dari bank.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5626 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 348) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan adalah sebuah set interaksi kompleks antara institusi keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem keuangan adalah sebuah set interaksi kompleks antara institusi keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan adalah sebuah set interaksi kompleks antara institusi keuangan dan pasar yang menyalurkan dana untuk investasi dan penyediaan fasilitas, termasuk sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan global dimulai dengan kasus subprime mortgage dan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis keuangan global dimulai dengan kasus subprime mortgage dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia mendapat pengaruh negatif dari krisis keuangan global pada awal tahun 2008 yaitu berupa krisis energi dan krisis komoditas. Krisis keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk).

BAB I PENDAHULUAN. dengan kesempatan (opportunity). Sedangkan ketidakpastian yang berdampak. merugikan dikenal dengan istilah resiko (risk). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Risiko menjadi bagian dari kehidupan manusia, karena manusia selalu dihadapkan dengan risiko baik risiko itu besar maupun kecil. Menurut Kountur, (2004)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perusahaan go public sering terjadi masalah keagenan yang ditunjukkan dari adanya perbedaan kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham. Manajer

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5861 KEUANGAN OJK. Bank. Manajemen Risiko. Penerapan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 53) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI

Shella Febri Priatama ABSTRAKSI ANALISIS PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL, KEBIJAKAN HUTANG, UKURAN PERUSAHAAN, PROFIBILITAS TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA Shella Febri Priatama

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pemisahan antara kepemilikan saham dan manajemen di perusahaanperusahaan besar sangat diperlukan. Sebagian besar perusahaan itu memiliki ratusan atau ribuan pemegang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Struktur Modal Teori struktur modal berkaitan dengan bagaimana modal dialokasikan dalam aktivitas investasi aktiva riil perusahaan, yaitu dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dalam sektor perbankan yang tinggi dapat meningkatkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dalam sektor perbankan yang tinggi dapat meningkatkan resiko BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di dunia perbankan yang sangat pesat serta tingkat kompleksitas yang tinggi dapat mempengaruhi performa suatu kinerja suatu bank. Kompleksitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal

BAB I PENDAHULUAN. menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Selain itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usahanya, bank menghadapi berbagai risiko antara lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keuangan merupakan salah satu masalah yang sangat vital bagi perusahaan dalam perkembangan bisnis disemua perusahaan. Salah satu tujuan utama didirikannya perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang manajer yang diberikan kepercayaan oleh para pemegang saham untuk mengelola dan menjalankan perusahaan merupakan inti dari keberhasilan suatu perusahaan. Manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan Indonesia. Konsep good corporate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama didirikannya perusahaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Kesejahteraan dapat ditingkatkan melalui kinerja perusahaan (firm performance)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/12/KEP/DIR tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transaksi antara pihak-pihak pencari dana (emiten) dengan pihak yang kelebihan

BAB I PENDAHULUAN. transaksi antara pihak-pihak pencari dana (emiten) dengan pihak yang kelebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar modal merupakan pasar tempat pertemuan dan melakukan transaksi antara pihak-pihak pencari dana (emiten) dengan pihak yang kelebihan dana (surplus fund). Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan investor terhadap perusahaan yang sudah go

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan investor terhadap perusahaan yang sudah go BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan investor terhadap perusahaan yang sudah go public merupakan faktor terpenting sebelum para investor menanamkan sejumlah modalnya. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bersama, kegiatan penyaluran dana dalam bentuk kredit masih merupakan aktivitas yang dominan bagi usaha perbankan di Indonesia, atau dengan kata

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH UMUM Kegiatan usaha Bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. variabel pengembalian yang akan menentukan nilai saham bagi pemilik dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Dividen Dividen merupakan aliran tunai bersih bebas yang didistribusikan perusahaan kepada pemilik saham. Dividen tunai yang diharapkan merupakan variabel

Lebih terperinci

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham.

yang diangkat oleh pemegang saham bertindak atas kepentingan pemegang saham. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama perusahaan adalah untuk menaikkan nilai perusahaan dengan cara memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Karena itu diharapkan manajer yang diangkat oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena. melaksanakan fungsi produksi, oleh karena itu agar

BAB I PENDAHULUAN. merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena. melaksanakan fungsi produksi, oleh karena itu agar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan tulang punggung dalam membangun sistem perekonomian dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai intermediary institution yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Bank Total Asset (triliun) Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Daftar nama bank yang termasuk dalam objek penelitian ini adalah 10 bank berdasarkan total aset terbesar di tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 1.1.

Lebih terperinci

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu 2.1.1. Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto (2014) Lusia Estine Martin, Saryadi, dan Andi Wijayanto melakukan penelitian ini dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan utama sebagian besar perusahaan, terutama perusahaan yang berorientasi bisnis, adalah mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang meningkat

Lebih terperinci

1. Pengertian Agency Theory

1. Pengertian Agency Theory 1. Pengertian Agency Theory Agency theory (teori keagenan) merupakan mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingannya sendiri. Pemegang saham sebagai diasumsikan hanya bertindak terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Nilai Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya

BAB I PENDAHULUAN. yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank sebagai lembaga financial intermediary mempunyai fungsi utama, yaitu menghimpun dana dari masyarakat luas (funding) dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipicu oleh fenomena gagal bayar subprime mortgage bertransformasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dipicu oleh fenomena gagal bayar subprime mortgage bertransformasi menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis finansial tercatat banyak terjadi hingga tahun 2013. Krisis tersebut menimpa perusahaan, baik di negara berkembang maupun negara maju. Kegagalan menjaga likuiditas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. tagihan, cicilan hutang berikut bunganya, pajak, dan juga belanja modal (capital BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Free Cash Flow (Aliran kas Bebas) Arti sederhana dari free cash flow atau arus kas bebas adalah sisa perhitungan arus kas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis, sebuah perusahaan menjalankan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis, sebuah perusahaan menjalankan kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia bisnis, sebuah perusahaan menjalankan kegiatan operasionalnya untuk memperoleh laba dan memaksimumkan nilai perusahaan. Laba yang didapatkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk kredit. Bank menjual jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk kredit. Bank menjual jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan badan usaha yang bertugas sebagai penghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (principal) meminta pihak lainnya (agent) untuk melaksanakan sejumlah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (principal) meminta pihak lainnya (agent) untuk melaksanakan sejumlah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan Hubungan keagenan adalah suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) meminta pihak lainnya (agent)

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Bank menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah lembaga yang berperan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Bank menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah lembaga yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Bank menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah lembaga yang berperan sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan yang timbul dari transaksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Hutang 1. Definisi Hutang dan Pengklasifikasian hutang Semua perusahaan baik kecil maupun perusahaan yang besar mempunyai hutang. Hutang adalah kewajiban suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor perbankan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional menjadi salah satu fokus utama pemerintah untuk menjadikan rakyat Indonesia yang lebih sejahtera. Pembangunan dalam sektor ekonomi menjadi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan pada masa tertentu. Laporan keuangan menggambarkan situasi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan pada masa tertentu. Laporan keuangan menggambarkan situasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan alat untuk melakukan evaluasi atas suatu kinerja perusahaan pada masa tertentu. Laporan keuangan menggambarkan situasi keuangan dan kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian dikarenakan bank berfungsi sebagai perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang

Lebih terperinci

BAB 1. dengan sifat bank sebagai lembaga yang highly geared. berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.

BAB 1. dengan sifat bank sebagai lembaga yang highly geared. berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga intermediasi keuangan, memiliki kemampuan untuk menyalurkan dana kepada para debiturnya dengan cara mendayagunakan dana dari para tabungan deposannya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan merupakan salah satu sektor ekonomi yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia di era globalisasi ini. Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling (1976) 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen. Jensen dan Meckling

Lebih terperinci

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu No.298, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Syariah. Unit Usaha. Bank Umum. Manajemen Risiko. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5988) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini lembaga perbankan memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian Indonesia, dibuktikan dengan adanya krisis Ekonomi Global yang baru-baru ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dalam perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dalam perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Jensen dan Meckling menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi kepemilikan dan fungsi pengelolaan akan rentan terhadap konflik. Konflik ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya dikelola langsung oleh pemiliknya,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Perusahaan yang pada awalnya dikelola langsung oleh pemiliknya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dunia bisnis, perusahaan dituntut untuk selalu berkembang dan menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di lingkungan eksternal perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdapat beberapa kasus praktik income smoothing (perataan laba) yang pernah terjadi,

BAB I PENDAHULUAN. terdapat beberapa kasus praktik income smoothing (perataan laba) yang pernah terjadi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik income smoothing (perataan laba) bukanlah hal baru yang terjadi di tengah perekonomian Indonesia. Berdasarkan data dari Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perusahaan memerlukan adanya pendanaan atau modal untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perusahaan memerlukan adanya pendanaan atau modal untuk mendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan memerlukan adanya pendanaan atau modal untuk mendukung aktivitasnya dalam menghasilkan barang atau jasa. Strategi pendanaan bagi suatu perusahaan sangatlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya dengan baik. Bank merupakan salah satu industri yang kegiatan usahanya mengandalkan kepercayaan

Lebih terperinci

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO Introduction Bank adalah sebuah institusi yang memiliki surat izin bank, menerima tabungan dan deposito, memberikan pinjaman, dan menerima serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Struktur Modal a. Agency Theory Pearce dan Robinson (2009), mendefinisikan bahwa teori keagenan merupakan sekelompok gagasan mengenai pengendalian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perbankan Syariah Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank yang mencakup kelembagaan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan kontrak dimana satu atau lebih

Lebih terperinci

: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode RGEC Pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. : I Made Paramartha NIM :

: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode RGEC Pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. : I Made Paramartha NIM : Judul Nama : Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode RGEC Pada PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk. : I Made Paramartha NIM : 1306205090 Abstrak Tingkat kepercayaan masyarakat merupakan hal yang mutlak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial

BAB I PENDAHULUAN. lain yang ditopang oleh bank tersebut. Fungsi bank sebagai perantara (financial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya, sektor riil memperoleh bantuan pembiayaan dari lembaga keuangan bank untuk menunjang proses bisnisnya. Dana tersebut akan membantu berlangsungnya proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk

BAB I PENDAHULUAN. melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik negara-negara di dunia termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis global yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat telah memberikan dampak pada memburuknya kondisi perekonomian global. Pemulihan terhadap kondisi ekonomi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat. Setiap bank memiliki visi dan misi untuk mencapai sebuah tujuan

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat. Setiap bank memiliki visi dan misi untuk mencapai sebuah tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia perbankan mengalami pertumbuhan atau perkembangan yang cukup pesat. Setiap bank memiliki visi dan misi untuk mencapai sebuah tujuan yang berkaitan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis jasa keuangan yang dikelola oleh Desa Pekraman atau Desa Adat. Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. bisnis jasa keuangan yang dikelola oleh Desa Pekraman atau Desa Adat. Badan usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang tersebar di wilayah Bali merupakan bisnis jasa keuangan yang dikelola oleh Desa Pekraman atau Desa Adat. Badan usaha LPD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi kondisi perusahaan. keuangan perusahaan selama ini, antara lain : Metode Rasio Keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi kondisi perusahaan. keuangan perusahaan selama ini, antara lain : Metode Rasio Keuangan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja keuangan perusahaan adalah sesuatu yang dicapai/prestasi yang diperlihatkan mengenai keadaan keuangan oleh organisasi berbadan hukum yang mengadakan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. ini dikarenakan dengan Gross Domestic Product (GDP) Indonesia yang terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini Indonesia merupakan negara berkembang yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Indonesia membuat para investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia memiliki peranan cukup penting. Hal ini dikarenakan sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi sangat bergantung pada keberadaan sektor perbankan yang berfungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mengalami kesulitan keuangan atau financial distress. Menurut Plat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang mengalami kesulitan keuangan atau financial distress. Menurut Plat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 memiliki dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat di Indonesia. Pada tahun itu, terjadi inflasi secara besar-besaran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan bisnis dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dimana persaingan bisnis ini semakin ketat sehingga perusahaan-perusahaan yang ada harus semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan kondisi perekonomian dunia usaha, baik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada perkembangan kondisi perekonomian dunia usaha, baik perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada perkembangan kondisi perekonomian dunia usaha, baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil saat ini mengalami persaingan yang semakin pesat dan tajam. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent 11 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) merupakan suatu kontrak yang terjadi antara principal dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Jensen dan Meckling (1976) dalam Muliati (2011) mengatakan bahwa hubungan antara pemilik dan pemegang saham (prinsipal) dengan manajer (agen/investor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibiayai, perbankan lebih memilih mengucurkan dana untuk kredit ritel dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat sebelum krisis tahun 1998 sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak dilirik oleh perbankan karena mereka menilai sektor ini tidak layak untuk dibiayai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sektor perbankan. Hal ini antara lain dipicu pengalaman negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. dalam sektor perbankan. Hal ini antara lain dipicu pengalaman negara-negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 telah berakibat sangat berat bagi perekonomian nasional. Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter yang mampu merubah perekonomian menjadi sangat terpuruk. Hal ini berakibat kepada perusahaanperusahaan yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian dalam menentukan kebijakan hutang telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya sebagai berikut: 1. Novi Anggraini (2015)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, menyebutkan pengertian Bank adalah badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masalah pendanaan menjadi tombak dalam dunia usaha dan perekonomian. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan untuk

Lebih terperinci