BAB I PENDAHULUAN. 1 Panduan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka 2 Ibid

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. 1 Panduan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka 2 Ibid"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Yogyakarta yang memiliki banyak predikat yang membuat nama Yogyakarta terkenal, antara lain adalah sebagai kota pendidikan, banyak tempat tempat untuk belajar di kota ini, baik secara formal yaitu melalui jalur pendidikan sekolah maupun secara informal yang salah satunya melalui sarana rekreasi yang mengandung unsur pendidikan. Yogyakarta juga merupakan kota wisata, kota yang memiliki banyak tempat tempat wisata, salah satunya adalah Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka, letaknya tidak jauh dari pusat kota dan mudah dijangkau dengan berbagai sarana transportasi. Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka yang selanjutnya disebut KRKB Gembira Loka, sebagai salah satu tempat rekreasi yang menyenangkan, yang sesuai dengan namanya Gembira Loka mempunyai arti tempat untuk bersenang senang, dan juga tempat berapresiasi dengan alam yang dilengkapi fasilitas menarik. Disamping fasilitas hiburan KRKB Gembira Loka juga sangat bermanfaat untuk sarana pendidikan dan sebagai sarana penelitian. Rekreasi kebun binatang juga merupakan benteng terakhir untuk pelestarian flora dan fauna 1. KRKB Gembira Loka selain fungsinya sebagai paru paru kota, juga dapat membentuk lingkungan yang serasi sehingga satwa satwa yang dipelihara merasa aman dan nyaman dan dapat berkembang biak dengan baik 2. 1 Panduan Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka 2 Ibid 1

2 Fungsi Fungsi kebun raya dan kebun binatang antara lain : Meningkatkan kepedulian manusia terhadap keanekaragaman hayati melalui pendidikan. Membentuk habitat baru sebagai sarana perlindungan dan pelestarian alam. Sebagai tempat mengembangbiakan satwa. Penelitian mengenai kehidupan satwa dan tumbuhan. Tempat rekreasi baik karena tumbuhan maupun satwa bila diperagakan dalam tata letak dan habitat yang menarik memang merupakan daya tarik untuk dilihat. Tujuan dengan latar belakang finansial. Pada tahun tahun terakhir KRKB Gembira Loka mengalami penurunan pengunjung, hal ini disebabkan karena beberapa faktor misalnya kondisi fisik Gembira Loka itu sendiri yang tidak nyaman lagi bagi pengunjung, dan berkurangnya koleksi satwa karena mati, melihat kondisi yang demikian maka penulis menganggap perlu diadakan perbaikan perbaikan baik itu mengenai penataan lahan maupun mengenai cara memperlakukan satwa koleksinya, sehingga diharapkan perbaikan ini dapat membuat pengunjung menjadi ingin terus berkunjung dan satwanyapun tidak merasa dipenjara. Sebagai langkah perbaikan yaitu dengan pengembangan lahan untuk mengembalikan satwa pada habitatnya serta memberikan fasilitas sarana dan prasarana bagi pengunjung, sehingga pengunjung dan satwa merasa nyaman berada dikawasan tersebut, tetapi mengingat keterbatasan lahan yang tidak memungkinkan untuk pengembangan kawasan tersebut ditambah lagi kondisi air sungai Gajah Wong sekarang ini sudah tercemar oleh limbah baik itu dari industri susu (PT. Sari Husada) maupun limbah dari masyarakat sekitar. Melihat kondisi yang demikian maka perlu diadakannya relokasi pemindahan lokasi KRKB Gembira Loka yang sekarang berada di Jl. Kusumanegara ketempat lain yang lebih baik, yang dapat menampung berbagai macam kegiatan di kebun binatang, yaitu kegiatan rekreasi maupun kegiatan 2

3 dalam rangka mengembalikan satwa ke habitat aslinya. Selain memperluas kawasan konservasi dan menetapkan cagar alam dan suaka marga satwa yang baru, salah satu usaha konservasi juga dengan pola pengembangan dan meningkatkan pengelolan kebun kebun binatang di Indonesia, sehingga dengan demikian dapat mempunyai fungsi yang menunjang usaha konservasi bagi kelestarian jenis jenis satwa yang terancam punah. Dengan usaha memindahkan lokasi kawasan, diharapkan kawasan ini menjadi pusat rekreasi kebun binatang di Yogyakarta, sebagai tempat tujuan wisata, dan yang lebih penting kawasan ini mampu mengembalikan kondisi satwa yang terpenjara serta memberikan fasilitas pada setiap kegiatan rekreasi, dan menjadikan setiap orang yang berkunjung mampu merasakan kenyamanan pada kawasan yang baru tersebut, dan menumbuhkan penghargaan masyarakat terhadap kawasan tersebut. 2. RUMUSAN MASALAH Bagaimana menciptakan kebun binatang Gembira Loka di Yogyakarta yang layak sebagai tempat hidup satwa dan usaha untuk mengembangkan kawasan sebagai kawasan rekreasi yang baru dengan menambah fasilitas sarana dan prasarana kegiatan rekreasi bagi pengunjung serta menata peragaan satwa yang mengacu seperti pada habitat satwa itu sendiri. 3. TUJUAN Menciptakan kebun binatang Gembira Loka di Yogyakarta yang layak sebagai tempat hidup satwa dan usaha untuk mengembangkan kawasan sebagai kawasan rekreasi yang baru dengan menambah fasilitas sarana dan prasarana kegiatan rekreasi bagi pengunjung serta menata peragaan satwa yang mengacu seperti pada habitat satwa itu sendiri. 3

4 4. SASARAN - Studi tentang menata kebun binatang. - Studi tentang kebun raya dan kebun binatang Gembira Loka di Yogyakarta. - Studi tentang site plan/lansekap. - Studi tentang elemen elemen arsitektural yang menunjang kagiatan rekreasi. - Studi tentang habitat binatang yang menjadi koleksi KRKB Gembira Loka. 5. LINGKUP - Pemindahan kawasan kebun binatang Gembira Loka dibatasi pada penataan kebun binatang dengan kebun raya sebagai bagian dari kebun binatang Gembira Loka di Yogyakarta. - Penataan lansekap dibatasi pada area/daerah untuk rekreasi yang meliputi kegiatan di dalam ruangan maupun di luar ruangan yang sesuai dengan potensi potensi site. - Penataan peragaan satwa dengan mempertimbangkan tingkah laku satwa yang dibatasi pada satwa yang menjadi koleksi Gembira Loka dan beberapa penambahan koleksi yang masih dalam satu keluarga besar dengan koleksi yang sudah ada sebagai usaha mengembalikan satwa seperti pada habitatnya. - Elemen elemen arsitektural yang mendukung untuk area kebun raya yang dibatasi pada penambahan sarana rekreasi juga sebagai usaha untuk mempertahankan kondisi alam. 6. METODE 6.1. Metode mencari data - Wawancara Ditujukan pada pengelola kebun raya dan kebun binatang, pengunjung dan pedagang di Gembira Loka Yogyakarta. 4

5 - Kuisioner Diberikan pada pengunjung di kebun raya dan kebun binatang Gembira Loka. - Observasi Pengamatan langsung pada lokasi site itu sendiri. - Studi pustaka Mempelajari buku buku tentang kebun binatang, penataan lansekap, tingkah laku satwa dan jenis tumbuh tumbuhan. - Studi banding Melihat kebun binatang dilokasi Tinjomoyo-Semarang, melalui web site San Diego Zoo, dan studi pustaka Metode Menganalisa data - Dengan cara kuantitatif, yaitu temuan temuan yang dikomunikasikan dengan angka angka. - Dengan cara kualitatif, temuan temuan yang dikomunikasikan dengan menggunakan kata kata Metode Disain/Perancangan - Menggunakan prinsip prinsip penataan kebun binatang dari Persatuan Kebun Binatang se-indonesia (PKBSI). 7. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I PENDAHULUAN Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode, dan sistem penulisan. BAB II TINJAUAN KEBUN RAYA DAN KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA YOGYAKARTA Mengungkapkan permasalahan kawasan dan kondisi arsitektural pada kawasan kebun raya dan kebun binatang Gembira Loka Yogyakarta. 5

6 BAB III TINJAUAN TEORITIS RE-LOKASI KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA Mengungkapkan teori tentang tata hijau kota, teori tentang penataan KB, teori tentang sistem peragaan satwa, dan teori tentang penataan kawasan wisata dan fasilitas pendukungnya. BAB IV ANALISA MENUJU KONSEP KEBUN BINATANG GEMBIRA LOKA Mengungkapkan proses analisa untuk menemukan ide ide konsep perencanaan dan perancangan disain kawasan kebun binatang pada lokasi yang baru dengan pendekatan pada pengembangan kawasan KB sebagai usaha untuk meningkatkan potensi alam, memindahkan satwa ke lokasi yang mirip habitat aslinya, serta memberikan fasilitas pendukung untuk menambah kenyamanan pengunjung. BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KEBUN BINATANG Mengungkapkan konsep konsep dasar perencanaan penataan kebun binatang yang akan diterapkan dalam rancangan arsitektural pada penataan kawasan kebun binatang Gembira Loka Yogyakarta yang baru. 6

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR TAMAN REKREASI SERULINGMAS DI BANJARNEGARA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk

I. PENDAHULUAN. Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata secara luas adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata telah menjadi bagian

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN KEBUN BINATANG TINJOMOYO SEMARANG

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN KEBUN BINATANG TINJOMOYO SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN KEBUN BINATANG TINJOMOYO SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kepariwisataan di Kota Surabaya. KBS merupakan satu-satunya

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kepariwisataan di Kota Surabaya. KBS merupakan satu-satunya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Dengan jumlah penduduk yang sangat padat, dimana pengembangan Kota Surabaya diarahkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus mengunjungi kebun binatang dengan penuh suka cita. Untuk itu, pihak. pemeliharaan sarana fisik yang nyaman dan menarik.

BAB I PENDAHULUAN. terus mengunjungi kebun binatang dengan penuh suka cita. Untuk itu, pihak. pemeliharaan sarana fisik yang nyaman dan menarik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebun binatang adalah salah satu sarana rekreasi bagi masyarakat umum yang menjadi tempat yang menyenangkan, nyaman sekaligus aman agar masyarakat dapat terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau

BAB I PENDAHULUAN. Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebun binatang (sering disingkat bonbin, dari kebon binatang) atau taman margasatwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan, dan dipertunjukkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Pengertian Judul Butterfly : Bahasa Inggris: Kupu-kupu Kupu-kupu merupakan serangga yang tergolong ke dalam ordo Lepidoptera atau serangga bersayap sisik (lepis: sisik dan ptero:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI KINERJA PENGELOLAAN KAWASAAN MARGARAYA DAN MARGASATWA TINJOMYO - SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh : LUTFI HANIFAH L2D

STUDI EVALUASI KINERJA PENGELOLAAN KAWASAAN MARGARAYA DAN MARGASATWA TINJOMYO - SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh : LUTFI HANIFAH L2D STUDI EVALUASI KINERJA PENGELOLAAN KAWASAAN MARGARAYA DAN MARGASATWA TINJOMYO - SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : LUTFI HANIFAH L2D 098 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) atau yang sering disebut Taman Jurug adalah obyek wisata yang terletak di tepian sungai Bengawan Solo dengan luas lahan 13.9 Ha, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kawasan Penunjang Konservasi Indonesia merupakan negara yang menyimpan kekayaan keanekaragaman ekosistem yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan wisata bagi rombongan study tour anak-anak PAUD (Pendidikan Anak

BAB I PENDAHULUAN. tujuan wisata bagi rombongan study tour anak-anak PAUD (Pendidikan Anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebun Binatang merupakan tempat wisata favorit bagi semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Kebun Binatang biasanya menjadi tujuan wisata bagi rombongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Bandung sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat dikenal dengan berbagai tujuan wisata domestik di Indonesia. Tujuan wisata itu antara lain wisata belanja, wisata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi geografis kota Magelang berada pada jalur transportasi kota

BAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi geografis kota Magelang berada pada jalur transportasi kota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi geografis kota Magelang berada pada jalur transportasi kota Yogyakarta dan kota Semarang Di Kabupaten Magelang, terdapat objek wisata Kalibening yang ikut dalam

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PUBLIKASI ILMIAH. 'Jurug Educational, Conservation and Recreation Park'

PUBLIKASI ILMIAH. 'Jurug Educational, Conservation and Recreation Park' PUBLIKASI ILMIAH 'Jurug Educational, Conservation and Recreation Park' Redesain Taman Satwa Taru Jurug Sebagai Sarana Edukasi dan Rekreasi Serta Konservasi Satwa Disusun sebagai Pemenuhan dan Pelengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis memiliki keanekaragaman jenis satwa, sebagian diantaranya dikategorikan langka, tetapi masih mempunyai potensi untuk ditangkarkan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Pengadaan proyek ini berasal dari fasilitas kebun binatang yang hanya digunakan men display makluk hidup. Kurangnya pengetahuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, tuntutan akan kebutuhan informasi pun

BAB 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, tuntutan akan kebutuhan informasi pun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan zaman yang semakin maju, tuntutan akan kebutuhan informasi pun semakin tinggi. Dibutuhkan suatu sistem informasi terpadu yang sesuai dengan esensial

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna. memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN

Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna. memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN Perancangan Green Map Kebun Binatang Surabaya guna memudahkan Informasi Wisatawan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebun Binatang Surabaya merupakan salah satu destinasi wisata kota yang paling

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (www.okezone.com 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah)

BAB I PENDAHULUAN. (www.okezone.com 17/8/ % Spesies Primata Terancam Punah) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Keberadaan primata di seluruh dunia akhir-akhir ini sangat memprihatinkan akibat berkurangnya habitat mereka dan penangkapan liar untuk diperdagangkan. Degradasi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam peringkat hijau dan emas ini meliputi: 1) Konservasi insitu, meliputi metode dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Tempat wisata di Kota Madya Jogjakarta Seiring dengan kebutuhan dan perkembangan jaman, banyak kota diseluruh Indonesia mulai berbenah diri dari sistem otonomi

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2 1. Contoh pelestarian secara ex situ di Indonesia adalah... TN Lore Lindu SM Kutai Cagar Alam Nusa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di Lampung yaitu Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman (Tahura WAR). Tahura WAR ini sangat berpotensi

Lebih terperinci

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila;

hakikatnya adalah bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai pengamalan Pancasila; Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap manusia selalu membutuhkan adanya rekreasi dan Olah raga. Jakarta sebagai kota metropolitan kususnya di Jakarta utara, dimana perkembangan penduduknya sangat

Lebih terperinci

KAWASAN WISATA BUNGA KOTA BANDUNG

KAWASAN WISATA BUNGA KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. JUDUL Judul Studio Tugas Akhir yang di ambil adalah Kawasan Wisata Bunga Kota Bandung 1.2. LATAR BELAKANG Tanaman dapat memberikan keindahan, kenyamanan, dan berbagai fungsi lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah Taman Safari Indonesia II Prigen Jawa Timur merupakan salah satu lembaga konservasi flora dan fauna terbesar di Indonesia. Permasalahannya, Taman

Lebih terperinci

dipengaruhi oleh faktor-faktor peninggalan sejarah. Dari Peninggalan sejarah yang berbentuk fisik tampak adanya pengaruh kuat yang dominan pada

dipengaruhi oleh faktor-faktor peninggalan sejarah. Dari Peninggalan sejarah yang berbentuk fisik tampak adanya pengaruh kuat yang dominan pada Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang to 1.1.1 Umum Berbagai langkah kebijaksanaan pemerintah daerah Surakarta telah dilakukan dalam mengembangkan tempat kepariwisataan terhadap daerahdaerah yang

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

SKRIPSI HERIYANTO NIM : B

SKRIPSI HERIYANTO NIM : B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN BERKUNJUNG WISATAWAN PADA OBYEK WISATA KEDUNGOMBO KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI KSDA DAN PELESTARIAN ALAM A. Balai KSDA 1. Kedudukan Balai KSDA Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.8/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 Balai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TSI II Prigen ini merupakan Safari Park terbesar di Asia yang berlokasi di

BAB I PENDAHULUAN. TSI II Prigen ini merupakan Safari Park terbesar di Asia yang berlokasi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taman Safari Indonesia II Prigen Jawa Timur merupakan salah satu lembaga konservasi flora dan fauna terbesar di Indonesia. Hanya saja, permasalahan yang tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan baik itu kekayaan yang berupa kekayaan alam maupun kekayaan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN. Loka Yogyakarta, total willingness to pay 110 responden untuk

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN. Loka Yogyakarta, total willingness to pay 110 responden untuk BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan data primer yang di peroleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota pada dasarnya adalah tempat bermukim bagi suatu komunitas dalam jumlah yang besar. Namun selain tempat bermukim suatu komunitas, kota juga merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

WISATA TAMAN BURUNG KARANG KITRI BEKASI

WISATA TAMAN BURUNG KARANG KITRI BEKASI LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR WISATA TAMAN BURUNG KARANG KITRI BEKASI Pendekatan Desain Arsitektur Lansekap dengan Langgam Arsitektur Organik Diajukan untuk memenuhi sebagian

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

PENATAAN KAWASAN TAMAN WISATA JURUG SURAKARTA

PENATAAN KAWASAN TAMAN WISATA JURUG SURAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KAWASAN TAMAN WISATA JURUG SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : NE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis letak Indonesia berada di daerah tropis atau berada di sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 o LU - 11 o LS, dan 97 o BT - 141 o BT. Secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Informasi yang dibutuhkan manusia begitu banyak dan tidak dapat dipisahkan dari keseharian kehidupan. Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak semua masyarakat di Indonesia

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang dapat dilihat indera penglihatan. Sejak lebih dari tahun yang lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang dapat dilihat indera penglihatan. Sejak lebih dari tahun yang lalu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi visual, adalah suatu sistem penyampaian pesan melalui segala sesuatu yang dapat dilihat indera penglihatan. Sejak lebih dari 30.000 tahun yang lalu manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Yogyakarta adalah kota yang sedang mengalami perkembangan pada sektor perekonomiannya ini dibuktikan dengan banyaknya pusat perbelanjaan dibangun dimana-mana. Akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan 1.1.1 Pasar bunga di Surabaya Kebutuhan bunga dalam masyarakat kini semakin meningkat seiring berubahnya gaya hidup masyarakat. Dapat dikatakan bahwa bunga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pariwisata di indonesia saat ini telah tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu kehidupan manusia yang serba ingin tahu mengenai segala sesuatu hal, peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan kota adalah kawasan yang ditutupi pepohonan yang dibiarkan tumbuh secara alami menyerupai hutan, tidak tertata seperti taman, dan lokasinya berada di dalam atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kekayaan Indonesia akan flora dan faunanya membawa indonesia kepada sederet rekor dan catatan kekayaan di dunia. Tanahnya yang subur dan iklim yang menunjang, memiliki

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 % PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 % wilayahnya merupakan perairan laut dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan aslinya (Hairiah, 2003). Hutan menjadi sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kesatuan flora dan fauna yang hidup pada suatu kawasan atau wilayah dengan luasan tertentu yang dapat menghasilkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan setiap kota dalam hal jumlah penduduk, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan dan semakin terbukanya akses ke kota lain, menyebabkan semakin bertambahnya

Lebih terperinci

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam

Berikut beberapa penyebab kepunahan hewan dan tumbuhan: 1. Bencana Alam Banyak sekali ulah manusia yang dapat menyebabkan kepunahan terhadap Flora dan Fauna di Indonesia juga di seluruh dunia.tetapi,bukan hanya ulah manusia saja,berikut beberapa penyebab kepunahan flora dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA CIATER DI SUBANG

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA CIATER DI SUBANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA CIATER DI SUBANG PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR EKOTURISME Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user

Pengembangan Stasiun Kereta Api Pemalang di Kabupaten Pemalang BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini, akan dibahas mengenai, pengertian dan esensi judul, latar belakang munculnya gagasan atau ide dan judul, tujuan dan sasaran perencanaan dan perancangan, permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia adalah Negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat banyak. Salah satunya adalah keanekaragaman jenis satwanya. Dari sekian banyak keanekaragaman

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.5

SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.5 SD kelas 4 - BAHASA INDONESIA BAB 1. INDAHNYA KEBERSAMAANLatihan Soal 1.5 1. Hari Minggu, Doni bersama keluarganya pergi ke Kebun Binatang Gembora Loka. Kebun binatang ini menyuguhkan Koleksi yang menarik

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat. dimanfaatkan. Sesuai perkembangannya kepariwisataan bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat. dimanfaatkan. Sesuai perkembangannya kepariwisataan bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan. Sesuai perkembangannya kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan

Lebih terperinci