BAB I PENDAHULUAN. laki-laki dalam bekerja. Dapat dilihat dari hampir semua segmen pekerjaan sudah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. laki-laki dalam bekerja. Dapat dilihat dari hampir semua segmen pekerjaan sudah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerja perempuan telah mendapatkan tempat yang sama dengan pekerja laki-laki dalam bekerja. Dapat dilihat dari hampir semua segmen pekerjaan sudah terbuka untuk perempuan, walaupun secara kuantitas pekerja perempuan masih sedikit. Akan tetapi dalam pemberian hak dan kewajiban, pekerja perempuan masih sering diberikan perhatian yang tidak begitu besar layaknya pekerja lakilaki. Masih adanya proses segmentensi pekerjaan dan jabatan bagi pekerja perempuan, khususnya pada pekerjaan yang telah terfeminisasi. 1 Di bidang Industri saat ini banyak tenaga kerja perempuan yang bekerja di Pabrik/perusahaan, ini merupakan keputusan seorang perempuan untuk mendapatkan tambahan nafkah bagi yang sudah berkeluarga sedangkan bagi pekerja perempuan lajang bekerja di perusahaan merupakan satu-satunya tempat untuk bekerja. Pekerja perempuan perusahaan/pabrik pada dasarnya berpendidikan rendah, sehingga apa yang menjadikan hak itupun tidak dipedulikan asal ia bekerja dan mendapatkan upah. 2 Sementara seorang bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari demi kelangsungan hidup keluarganya. Akan tetapi pada keadaan yang lain tidak jarang seorang perempuan dituntut untuk menjadi tulang punggung bagi 1 Editus Adisu dan Libertus Jehani, Hak-hak Pekerja Perempuan, (Jakarta : Penerbit Visi Media, Jakarta, 2007), hal 7 2 Ibid, hal 8

2 keluarganya, sehingga pada akhirnya sebagai pencari nafkah yang utama dalam keluarga. Sebelum banyak perusahaan yang didirikan seorang perempuan bekerja sebagai bercocok tanam, tapi dengan adanya perkembangan ekonomi yang semakin maju bahkan ditunjang adanya teknologi, maka seorang perempuan cenderung bekerja di perusahaan/pabrik. Dengan adanya pengaruh teknologi akan berpengaruh pada suatu system kehidupan yang semula bekerja tradisional menjadi bekerja dalam industri. 3 Pada kenyataan, di dunia ketenagakerjaan yang paling banyak terserap di bidang industri adalah pekerja perempuan. Di bidang industri, pekerja kaum perempuan memiliki kelatenan dan keuletan dalam bekerja dan hal itu tidak dapat dipungkiri, pekerja perempuan dengan watak yang lemah lembut diperlukan untuk menangani pekerjaan-pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan oleh pekerja lakilaki. 4 Dalam kesempatan kerja seorang perempuan dan laki-laki sama, tetapi sampai saat ini seorang perempuan masih ada pandangan yang memperburuk keadaan pekerja perempuan di lingkungan perusahaan/pabrik, maka perlu adanya perlindungan hak khususnya pekerja perempuan. 5 Pandangan-pandangan yang seperti itulah yang seharusnya dihapus, karena seorang perempuan pada saat ini mempunyai potensi yang sama dengan kaum lakilaki, sehingga peran sertanya dalam suatu lapangan kerja harus diperhitungkan. Dalam berbagai tulisan tentang perburuhan seringkali dijumpai adagium yang 3 Ibid, hal 8 4 Rachmad Safa at, Buruh Perempuan: Perlindungan Hukum dan Hak Asasi Manusia. (Malang: IKIP Malang. 1998), hal 16 5 Ibid, hal 16

3 berbunyi pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan. Pekerja dikatakan sebagai tulang punggung, karena memang dia mempunyai peranan yang penting. Tanpa adanya pekerja tidak akan mungkin perusahaan itu bisa jalan, dan berpartisipasi dalam pembangunan. Saat ini dapat dilihat kondisi buruh di Indonesia cukup memprihatinkan. Buruh yang selama ini mengerahkan tenaga dan waktunya untuk para pengusaha dan pemodal pada suatu perusahaan tidak mendapatkan timbal balik atau balasan yang setimpal. Justru oleh pengusaha dan pemodal dibalas dengan bentuk penindasan dan penghisapan. Dari upah terhadap buruh yang tidak layak atau tidak sesuai dengan standar hidup, pemotongan-pemotongan gaji, dan beberapa beban beban lain yang ditindihkan di pundak para buruh. 6 Buruh di Indonesia ternyata didominasi oleh kalangan perempuan. Jumlah angkatan kerja di Indonesia adalah sebesar orang dan 87% dari angkatan kerja tersebut merupakan perempuan. 7 Dari prosentase tersebut kebanyakan perempuan muda yang belum kawin cukup banyak terserap dibeberapa industri padat karya seperti dipabrik, dan beberapa menjadi pekerja di toko-toko. Sayangnya, tingginya partisipasi perempuan dalam kerja ternyata tidak disertai jaminan terpenuhinya hak-hak buruh perempuan. Dibandingkan dengan buruh laki-laki, buruh perempuan lebih rentan terhadap tindak kekerasan dari perusahaan, terutama mereka yang bekerja pada level bawah struktur organisasi perusahaan, yang biasanya memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Buruh perempuan sebagian besar status 6 Abdul Budiono Rachmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, (Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada, 1999), hal 48 7 Sakernas; Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 diakses 10 Mei 2013

4 kerjanya merupakan buruh tidak tetap, dan rentan diphk Selain itu, buruh perempuan memiliki kepentingan yang khusus yang terkait dengan fungsi reproduksi biologisnya (hamil, melahirkan, dan haid) yang harus dilindungi. Sesungguhnya Indonesia telah memiliki seperangkat aturan untuk mengatur bidang ketenagakerjaan. Selain UU No. 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan, terdapat berbagai dasar hukum yang dapat dijadikan acuan dalam melindungi buruh, khususnya buruh perempuan. Perlindungan hukum tersebut antara lain diatur dalam undang-undang nasional, yaitu: 1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 27, ayat 2 yang berbunyi: Tiap- tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2. Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13/2003: Perlindungan terhadap perempuan terdapat pada pasal 5 dan 6; terhadap diskriminasi upah terdapat pada pasal 88-89; terhadap fungsi reproduksi biologis perempuan terdapat pada pasal 81-82; terhadap kekerasan seksual terdapat pada pasal 86 ayat 1; terhadap diskriminasi dalam organisasi buruh terdapat dalam pasal Undang-Undang No.7/1984 mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, khususnya pada pasal 11 tentang menghapusan diskriminasi terhadap perempuan di lapangan pekerjaan. 4. Konvensi ILO No.100 tentang Kesetaraan Upah (Undang-Undang No.80/1957). Kesetaraan upah dalam UU ini adalah kesetaraan upah bagi lakilaki dan perempuan untuk pekerjaan yang setara nilainya mengacu pada tingkat upah yang ditetapkan tanpa diskriminasi jenis kelamin.

5 5. Konvensi ILO No. 111 tentang Anti-Diskriminasi Jabatan dan Pekerjaan (Undang -Undang No.21/1999). Walaupun di Indonesia telah ada beberapa dasar hukum untuk melindungi buruh perempuan, tetapi dari pihak pemerintah sendiri tidak konsisten dalam melaksanakan perlindungan bagi kaum buruh. Dan dari hal itu maka nasib buruh adalah ditangan buruh, dia akan diam saja dan tunduk tertindas atau bangkit melawan. Persolan tentunya menjadi problem besar bagi perempuan, mengingat jumlah perempuan Indonesia yang relatif lebih besar dibandingkan dengan lakilaki. Kondisi kemiskinan ini membuat perempuan berupaya mengatasi kemiskinannya dengan bekerja untuk menopang kebutuhan dirinya dan keluarganya. Persoalan ekonomi akan berdampak pada persoalan lainnya, seperti sosial, pendidikan, kesungguhan dalam beragama, dan kesehatan. 8 Perempuan terpaksa beralih mengonsumsi makanan yang murah meskipun seringkali kurang bergizi, agar kebutuhan keluarganya terpenuhi. Kondisi demikian berjalan terus dan mempengaruhi status gizi perempuan, yang akan berdampak pada kondisi kesehatannya. Minimnya akses terhadap kesehatan, membuat perempuan mengatasi sesuai dengan kadar kemampuannya. Kekurangsiapan diri yang meliputi fisik, mental, dan spiritual dalam berumah tangga menjadikan kondisi kesehatan yang makin menurun terutama kesehatan reproduksinya. 9 Sebagai akibat dari kualitas pendidikan perempuan yang lebih rendah daripada laki-laki membuat minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan yang 8 Darwan Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal 71 9 Ibid, hal 71

6 memadai bagi wanita. Mereka sering terpaksa cenderung memilih pekerjaan musiman, padat karya, dan pekerjaan yang lain, meski mengandung risiko. Gaji sebagai buruh juga pas-pasan. Hal inilah yang menyebabkan buruh kerap harus menjalankan siasat hidup dengan cara mengonsumsi makanan murah dan rendah kadar gizi. 10 Meskipun sebagian besar kaum buruh makan tiga kali sehari, menu hariannya lebih banyak lauk nabati. Padahal, pekerjaan buruh membutuhkan energi yang banyak dan berkualitas. Sementara kualitas lauk hewani lebih tinggi dibandingkan lauk nabati. Masalah kemiskinan pada dasarnya membawa persoalan yang lebih kompleks, dan mendalam. Sebab, hal itu akan berkaitan dengan kualitas hidup seseorang. Di antara penyebab kualitas kesehatan buruh perempuan adalah karena pengetahuan tentang gizi yang masih kurang. Pengetahuan seseorang ada kemungkinan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. 11 Setelah melihat uraian tersebut, maka penulis mengambil judul tentang : Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Buruh Perempuan Di PT. Indofood. B. Perumusan Masalah Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan. 10 Ibid, hal Ibid, hal 72

7 Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perlindungan buruh perempuan menurut konvensi ILO dan peraturan perundang-undangan nasional? 2. Bagaimana pelaksanaan hak-hak pekerja buruh perempuan di PT. Indofood berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama? 3. Bagaimana pengawasan pelaksanaan perlindungan hak-hak pekerja/buruh perempuan di PT Indofood? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Untuk mengetahui perlindungan buruh perempuan menurut konvensi ILO dan peraturan perundang-undangan nasional. b. Untuk mengetahui pelaksanaan hak-hak pekerja buruh perempuan di PT. Indofood berdasarkan perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama. c. Untuk mengetahui pengawasan pelaksanaan perlindungan hak-hak pekerja/buruh perempuan di PT Indofood. 2. Manfaat penelitian 1. Secara Teoritis a. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi maupun sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lanjutan. b. Memperkaya khasanah perpustakaan.

8 1. Secara Praktis a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja perempuan di PT. Indofood. b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat khusus kaum perempuan mengenai perlindungan terhadap pekerja buruh perempuan di PT. Indofood. D. Keaslian Penulisan Adapun judul tulisan ini adalah Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja Buruh Perempuan Di PT. Indofood. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa Fakultas Hukum USU. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan Jalur usaha yang turut menentukan keberhasilan permbangunan ekonomi pada umunya adalah pemanfaatan sumber daya manusia.jumlah penduduk Indonesia lebih kurang 200 juta dengan separoh diantaranya adalah kaum wanita, merupakan salah satu modal dasar pembangunan yang harus didaya gunakan semaksimal mungkin. Pertumbuhan ekonomi yang sagat cepat ditandai dengan tumbuhnya industri-industri baru yang menimbulkan peluang bagi angkatan kerja pria maupun wanita. Sebagian besar lapangan kerja di perusahaan pada tingkat organisasi yang rendah yang tidak membutuhkan ketrampilan yang khusus lebih banyak memberi peluang bagi tenaga kerja wanita. Tuntutan ekonomi yang mendesak, dan

9 berkurangnya peluang serta penghasilan di bidang pertanian yang tidak memberikan suatu hasil yang tepat dan rutin, dan adanya kesempatan untuk bekerja di bidang industri telah memberikan daya tarik yang kuat bagi tenaga kerja wanita. Tidak hanya pada tenaga kerja wanita yang sudah dewasa yang sudah dapat di golongkan pada angkatan kerja. Tetapi sering juga wanita yang belum dewasa yang selayaknya masih harus belajar di bangku sekolah. Bagi tenaga kerja wanita yang belum berkeluarga masalah yang timbul berbeda dengan yang sudah berkeluarga yang sifatnya lebih subyektif, meski secara umum dari kondisi objektip tidak ada perbedaan-perbedaan. 12 Perhatian yang benar pemerintah dan masyarakat terhadap tenaga kerja wanita terlihat pada beberapa peraturan-peraturan yang memberikan kelonggarankelonggaran maupun larangan-larangan yang menyangkut kedirian seseorang wanita secara umum seperti cuti hamil, kerja pada malam hari dan sebagainya. 13 Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 14 Hal ini sesuai denagn undang-undang Nomor 14 tahun 1969, pasal 1 tentang ketentuan-ketentuan pakok mengenai tenaga kerja. GBHN 1988 dalam bidang peranan wanita dalam pembangunan bangsa, wanita baik sebagai warga negara maupun sebagai sumber instansi bagi pembangunan mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan bangsa dalam segenap kegiatan pembangunan. 12 Ridwan Halim, Sri Subiandini Gultom, Sari Hukum Perburuhan Aktual, (Jakarta : Penerbit PT. Pradnya Paramita, 1997), hal Ibid, hal Darwan Prints, Op.Cit, hal 17

10 Demikian juga jika tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan atau pabrik maupun yang menjual jasa dari tenaganya, harus mendapat perlindungan yang baik atas keselamatan, kesehatan, serta kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Hal ini telah diterapkan dalam pasal 10 UU No. 1969, yang berlaku baik tenaga kerja pria maupun wanita yang menyebutnya bahwa pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup : 1. Norma Keselamatan Kerja 2. Norma Kesehatan Kerja dan hygiene perusahaan 3. Norma Kerja 4. Pemberian ganti kerugian, perawatan dan rehabilitas dalam hal kecelakaan kerja Pemerintah mempunyai kewajiban membina perlindungan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, dan tidak membedakan antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja wanita. Undang-undang No. 14 tahun 1969, pasal 2 menyebutkan bahwa : Didalam menjalankan undang-undang ini serta peraturan pelaksaannya tidak boleh diadakan diskrininasi. Namun dalam kenyataan menunjukkan bahwa ada peraturan-peraturan atau ketentuan yang hanya diperuntukkan sifat kodrat wanita, yang pada saat tertentu mengalami haid, hamil, melahirkan dan sebagainya. Mengigat hal demikian pemerintah membina perlindungan kerja yang khusus bagi tenaga kerja wanita. Secara umum hak dan kewajiban bagi tenaga kerja laki laki maupun wanita adalah sama, seperti halnya : pengaturan jam kerja / lembur, waktu kerja

11 dan istirahat, peraturan tentang istirahat / cuti tahunan serta jaminan sosial, pengupahan dan sebagainya. a. Pengaturan jam kerja / kerja lembur Didalam Undang Undang nomor 1 tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang Undang Nomor 12 tahun 1948 pasal 10 ayat 1 mengatakan : Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Ini berarti bahwa waktu kerja dibatasi hanya dalam jangka waktu 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Kenyataannya banyak perusahaan yang memperkerjakan pekerjaannya melebihi ketentuan tersebut diatas. Hal tersebut diperbolehkan asal ada izin dari Departemen Tenaga Kerja sebagaimana diatur dalam pasal 12 ayat 1 peraturan pemerintah No 4 tahun 1951 pasal II sub pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut : Dengan izin dari kepala jawatan perburuhan atau yang ditunjuk olehnya, bagi perusahaan yang penting untuk penbangunan negara, majikan dapat mengadukan aturan waktu kerja yang diatur dari pasal 10 ayat 1, kalimat pertama ayat dua dan tiga Undang Undang kerja tahun Didalam surat keputusan izin penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat dicantumkan syarat syarat yang harus dipenuhi oleh pihak pengusaha. Pengaturan tentang kerja lembur tersebut diatur dalam keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP. 608/MEN/1989 tentang : Pemberian izin penyimpangan waktu kerja dan waktu istirahat bagi perusahaan-perusahaan yang memperkerjakan pekerjaan 9 jam sehari dan 54 jam seminggu.

12 b. Waktu kerja dan waktu istirahat Pengaturan jam kerja diatur dalam Undang - Undang No. 1 tahun 1951, pasal 10 ayat dan ayat 3 : 1) Setelah buruh menjalankan pekerjaan selama 4 jam terus menerus diadakan waktu istirahat yang sedikit dikitnya ½ jam lamanya diadakan waktu istirahat tidak termasuk waktu jam bekerja. 2) Untuk tiap tiap minggu harus diadakan sedikitnya satu hari istirahat. Hal ini dimaksudkan agar para pekerja setelah menjalankan pekerjaan didalam batas waktu tertentu setelah mendapat istirahat agar dapat segera menghadapi pekerjaan selanjutnya, dan diharapkan produktivitas kerja akan naik dengan terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja. c. Pengaturan istirahat / cuti tahunan Bagi tenaga kerja yang sudah memiliki masa kerja 12 bulan berturut turut berhak untuk mendapat istirahat / cuti tahunan. Hal ini diatur dalam Undang Undang No. 1 tahun 1951 pasal 14 peraturan pemerintah No. 21/54 dan diperluas dengan surat keputusan menteri tenaga kerja dan Tranmigrasi No. 69/MEN/80 tentang perluasan lingkungan istirahat tahunan bagi buruh. Dalam pasal 14 disebutkan bahwa: 1) Setelah waktu istirahat seperti tersebut dalam pasal 10 dan 13 buruh menjalankan pekerjaan untuk satu atau beberapa majikan dari suatu organisasi harus diberi izin untuk beristirahat sedikit-dikitnya dua minggu tiap-tiap tahun. 2) Pemberian waktu istirahat tersebut disesuakan dengan jumlah hari masuk kerja selama 1 tahun.

13 d. Jaminan sosial dan Pangupahan Agar para pekerja dapat menjalankan pekerjaanya dengan semangat dan bergairah, masalah jaminan sosial dan pengupahan perlu diperlukan oleh perusahaan. Jaminan sosial yang dimaksud antara lain jaminan sakit,hari tua, jaminan kaesehatan, jaminan perumahan, jaminan kematian dan sebangainya. Mengenai jaminan sosial ini sudah diatur secara normatip didalam perundangan, sehingga bagi perusahaan yang belum atau tidak memenuhi standard yang sudah ditetapkan dapat dikenakan sangsi. Perihal perlindungan upah diatur dalam peraturan pemerintah No. 8 tahun 1981, antara lain mengatur tentang upah yang diterima oleh para pekerja apabila pekerja sakit, halangan atau kesusahan. Disamping itu diatur pula tentang larangan diskriminasi antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja wanita didalam hal menetapkan upah untuk pekerjaan yang sama nilainya. Berbagai bentuk pemilahan kerja yang banyak dilakukan di dalam analisis untuk memahami hakikat kerja perempuan. Pemilahan tersebut menyangkut kerja produksi (menghasilkan sesuatu) dan reproduksi (menggantikan yang habis atau hilang), kerja domestik dan kerja bukan domestik, serta kerja upah dan kerja tidak diupah. Perdebatan mengenai apakah kegiatan perempuan di wilayah domestik yang dikategorikan sebagai reproduksi (melahirkan, mengasuh anak) dapat digolongkan ke dalam kerja dan bukan kegiatan yang memarginalkan, atau yang distatuskan sebagai non-existent, dipicu oleh feminis marxis Margaret Benston pada tahun Argumennya adalah, kalau di dalam masyarakat ada kerja produksi demi kelangsungan hidup anggotanya, maka harus ada kerja reproduksi demi kelestarian sistem sosialnya. Benston melihat bahwa kerja perempuan dalam

14 rumah tangga sebagai kebertahanan pra-kapitalis; di dalam kapitalisme perempuanlah yang terus menerus memproduksi nilai yang dipakai oleh seluruh anggota keluarga. Hanya karena kerja itu tidak berupah, maka menjadi tidak bernilai, dan kemudian tidak didefinisikan sebagai kerja sama sekali. 15 Dalam kenyataannya untuk perempuan terdapat tumpang tindih di dalam dikotomi ini. Seorang perempuan yang memasak makanan atau menanam sayur-mayur bisa melakukannya untuk memenuhi kebutuhan keluarganya tetapi juga sekaligus menjualnya ke pasar. Di lain pihak, proses reproduksi juga berlangsung secara sosial di mana hubungan produksi dan struktur sosial terus diperbaharui bukan hanya dalam wilayah domestik, tetapi juga di wilayah publik, seperti misalnya dalam pelayanan pendidikan. Telaah oleh Clifford Geertz di sebuah desa di Jawa memperlihatkan bagaimana produksi untuk keperluan rumah tangga, seperti membuat kecap, beralih menjadi industri rumah tangga yang menghasilkan barang untuk dijual, ketika seorang perempuan berhasil mengembangkannya. Dalam hal ini perempuan sekaligus menjadi pekerja dan majikan untuk pekerjaannya. 16 Dalam tradisi kita, perempuan sebenarnya memegang peranan yang sangat besar dalam mencari nafkah. Di banyak wilayah perempuan merupakan pekerja-pekerja tani yang tangguh ketika laki-laki hanya berkumpul di warung tuak sambil bermain catur, atau bermalas-malasan di rumah sambil mabuk dan bicara politik. Di Jawa, perempuan sangat berperan dalam ekonomi keluarga, mulai dari kerja tani, pembantu rumah tangga di kota, penjual makanan dan jamu, sampai ke buruh pabrik dan melacur. 17 Banyak penelitian yang menggelagati masalah perempuan dalam kaitannya dengan ketidakadilan gender menemukan kemandirian perempuan sebagai salah satu jalan keluar dari posisi yang direndahkan. Kemandirian bisa dikembangkan bilamana seorang perempuan bisa melepaskan ketergantungan ekonomi dari lakilaki. 18 Dalam budaya kita, perempuan dengan sebuah penafsiran yang lebih luas ternyata menjadi sebuah komoditi keluarga yang bisa diberi nilai secara material. 15 Jurnal Perempuan, Kerja krisis dan PHK : Maknanya untuk Perempuan, Edisi 11, Mei- Juli 1999, Jakarta, hal 5 16 Ibid, hal 5 17 Ibid, hal Ibid, hal 45

15 Posisi perempuan yang dimasukkan ke dalam sebuah sistem hubungan kekerabatan lebih merupakan pelengkap yang dapat diperlakukan semena-mena. Perempuan bekerjapun adalah juga merupakan sebuah proses ketergantungan pada sistem kekerabatan yang menempatkan laki-laki sebagai yang paling utama. Maka menjadi seorang pelacur tidak bisa diartikan sebagai sebuah pekerjaan di dalam konteks kekerabatan ini. 19 Azas persamaan hak, kedudukan, peran, dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2, yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Bagi kemanusiaan dengan adanya pasal tersebut secara tegas dinyatakan bahwa pria dan wanita memiliki hak yang sama atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Arti luas hak tersebut termasuk kebebasan dalam memilih karir, promosi pelatihanuntuk mencapai suatu prestasi. 20 Hal ini selaras dengan pengertian kesetaraan gender yang dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang mencerminkan adanya kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan, baik dalam keluarga, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Hak berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan keamanan serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Dengan demikian keadilan gender adalah kondisi perlakuan yang adil bagi perempuan dan laki-laki. 21 Arah dan pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan secara implisit sebetulnya sudah ada di dalam memberikan perlindungan terhadap Tenaga Kerja Wanita. Akan tetapi dalam implementasinya masih banyak tenaga kerja 19 Ibid, hal Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia ; Panduan Bagi Pengusaha, Pekerja, dan Calon Pekerja, Cetakan I, (Jakarta : Penerbit Pustaka Yustisia, 2008), hal Ibid, hal 68

16 perempuan yang belum mengetahui dan memahami akan aturan-aturan yang berlaku. Oleh karena itu beberapa hal perlu diuraikan lebih lanjut. 22 a. Di dalam kesetaraan sebagai wanita, sekalipun fisik lebih lemah dari laki-laki, namun dalam mencapai karir dan jabatan tidak ada perbedaan lagi di dalam pelaksanaan tugas oleh karena pandangan yang menggambarkan seorang perempuan lebih rendah atau kurang pintar sudah tidak ada lagi. b. Terhadap perempuan karena kodratnya melahirkan seorang anak, padahal seseorang yang melahirkan kondisi fisiknya lemah, maka perlu istirahat oleh peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan membenarkan cuti istirahat 1½ (satu setengah) bulan sebelum melahirkan dan 1½ (satu setengah) bulan sebelum melahirkan. Hal itu juga berlaku apabila mengalami gugur kandungan yang diberikan 1½ (satu setengah) bulan cuti istirahat dengan tetap diberikan upah, dengan syarat ada keterangan dari dokter atau bidan kandungan. c. Terhadap karyawati yang mengalami haid dan merasa sakit dapat minta pada pengusaha untuk tidak melaksanakan pekerjaan selama 2 (dua) hari yang kemudian diatur dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama. d. Di dalam pemberian upah tidak boleh dibedakan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan konvensi ILO No. 100 tahun 1950 yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang No. 80 tahun 1957 tentang Pengupahan yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Hal ini terbukti dengan penetapan upah minimum yang tidak ada perbedaan besarnya upah antara laki-laki dan perempuan. e. Pekerja buruh perempuan yang umurnya kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan pada malam hari mulai pukul sampai dengan pukul termasuk perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi keselamatan kandungan maupun pekerja yang bersangkutan. f. Pekerja/buruh perempuan yang bekerja mulai pukul sampai dengan 07.00, perusahaan wajib untuk : 1. Memberikan makanan dan minuman yang bergizi. 2. Menjaga kesusilaan dan keamanan di tempat kerja. 23 Pekerja/buruh sebagai warga negara mempunyai persamaan kedudukan dalam hukum, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, 22 Ibid, hal Ibid, hal 70

17 mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi, serta mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh. 24 Hak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh merupakan hak asasi pekerja/buruh yang telah dijamin dalam Pasal 28 UUD Demikian pula telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia Konvensi ILO No. 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, dan Konvensi ILO No. 98 mengenai berlakunya Dasar- Dasar untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama. Kedua konvensi tersebut dapat dijadikan dasar bagi pekerja/buruh untuk berorganisasi dengan mendirikan serikat pekerja/serikat buruh. 25 Disamping itu, dimaklumi bahwa pekerja/buruh sifatnya lemah, baik dari segi ekonomi maupun dari segi kedudukan dan pengaruhnya terhadap pengusaha. Karena itu, akibatnya pekerja/buruh tersebut tidak mungkin bisa memperjuangkan hak-haknya ataupun tujuannya secara perorangan tanpa mengorganisasikan dirinya dalam suatu wadah untuk dapat mencapai tujuannya. Wadah yang dimaksudkan itu sekarang disebut serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana yang telah diatur dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. 26 Mempekerjakan perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang dibayangkan. Masih ada beberapa hal yang harus diperhatikan, mengingat hal-hal sebagai berikut: 27 a. Para wanita umumnya bertenaga lemah, halus, tetapi tekun. b. Norma-norma susila harus diutamakan agar tenaga kerja wanita tidak terpengaruh oleh perbuatan negatif dari tenaga kerja lawan jenisnya, terutama kalau dipekerjakan pada malam hari. c. Para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan halus yang sesuai dengan kehalusan sifat dan tenaganya. 24 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja ; Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta : Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 2007), hal Ibid, hal Ibid, hal Ibid, hal 87-88

18 d. Para tenaga kerja itu ada yang masih gadis, ada pula yang sudah bersuami atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai beban-beban rumah tangga yang harus dilaksanakannya pula. Seluas-luasnya emansipasi yang dituntut oleh kaum perempuan (agar dia mempunyai kedudukan yang sama dengan pria), namun secara kodrati dia tetap seorang perempuan yang mempunyai kelemahan-kelemahan yang harus dipikirkan. Memang ada kalanya badan wanita itu lemah, yaitu pada saat harus memenuhi kewajiban alam, misalnya pada saat hamil, melahirkan/gugur kandungan, dan bagi beberapa wanita juga pada waktu haid. 28 Semua itu harus menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan norma kerja bagi perempuan. Untuk itu maka, UU No. 13 Tahun 2003, mulai Pasal 76 menentukan norma kerja perempuan sebagai berikut : 29 a. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari delapan belas tahun dilarang dipekerjakan antara pukul sampai dengan Ini bahwa pengusaha yang harus bertanggungjawab atas ketentuan dilarang mempekerjakan perempuan yang berumur kurang dari delapan belas tahun, dilarang dipekerjakan antara pukul sampai dengan tersebut. b. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungan maupun dirinya apabila bekerja antara pukul sampai dengan c. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul sampai dengan wajib : 28 Ibid, hal Ibid, hal 89

19 1) Memberikan makanan dan minuman bergizi; dan 2) Menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. d. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antarjemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan bekerja antara pukul sampai dengan Kebijakan pengawasan ketenagakerjaan secara operasional ditetapkan sebagai berikut : Pengawasan Ketenagakerjaan diarahkan kepada usaha preventif dan edukatif, namun demikian tindakan represif baik yang yustisial, maupun non yustisial akan dilaksanakan secara tegas terhadap perusahaanperusahaan yang secara sengaja melanggar ataupun telah berkali-kali diperingatkan akan tetapi tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yagn telah ditetapkan. 2. Unit dan aparat pengawasan diharapkan lebih peka dan cepat bertindak terhadap masalah-masalah yang timbul dan mungkin timbul di lapangan, sehingga masalahnya tidak meluas atau dapat diselesaikan dengan tuntas (tidak berlarut-larut). 3. Aparat pengawasan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan diharuskan turun langsung ke lapangan untuk melihat permasalahannya secara langsung, sehingga dapat dijamin obyektifitasnya. 4. Pemanfaatan aparat pengawas secara optimal sehingga dapat menjangkau obyek pengawasan seluas mungkin khususnya pada sektorsektor yang dianggap rawan dan strategis. F. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni : 30 Sendjun H. Manulang, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Cetakan Kedua, (Jakarta : Penerbit PT. Rineka Cipta, 2001), hal 124

20 1. Tipe Penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif. 31 Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif tenaga kerja perempuan. 2. Data dan Sumber Data Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari 32 : a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. Dalam penelitian ini antara lain Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dari surat kabar dan majalah, dan internet. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara : Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahanbahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. 31 Soejano Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986) hal Ibid, hal 51-52

21 4. Analisis Data Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh. G. Sistematika penulisan Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa subsub bab. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II PERLINDUNGAN BURUH PEREMPUAN MENURUT KONVENSI ILO DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL Bab ini berisikan tentang konvensi ILO Mengenai Kerja Malam bagi Perempuan yang bekerja, Konvensi ILO mengenai perlindungan kehamilan, Konvensi ILO mengenai pengupahan yang sama bagi pekerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya di

22 Sektor Industri, Undang-Undang No.7/1984 mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13/2003 Perlindungan terhadap marjinalisasi diskriminasi perempuan BAB III PELAKSANAAN HAK-HAK PEKERJA BURUH PEREMPUAN DI PT. INDOFOOD BERDASARKAN PERJANJIAN KERJA, PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA Bab ini berisikan tentang Hak atas upah yang sama dengan pekerja lakilaki, Hak atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja diri dan keluarganya, Hakhak cuti khusus perempuan di PT. Indofood, Pekerja/Buruh perempuan yang berkerja pada malam hari di PT. Indofood. BAB IV PENGAWASAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA BURUH PEREMPUAN DI PT INDOFOOD Bab ini berisikan tentang mekanisme Pengawasan Pelaksanaan Hak- Hak Pekerja/Buruh Perempuan dan Penyelesaian Perselisihan Terkait Pelaksanaan Hak Hak Pekerja/Buruh Perempuan di PT. Indofood. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana dalam bab V ini berisikan kesimpulan dan saran-saran dari penulis.

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Jalur usaha yang turut menentukan keberhasilan permbangunan

Lebih terperinci

IMAM MUCHTAROM C

IMAM MUCHTAROM C TINJAUAN YURIDIS PERLINDUNGAN TENAGA KERJA WANITA DITINJAU DARI UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi Kasus: PT. Aksara Solo Pos Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat beroperasi dan berpartisipasi dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup

PENDAHULUAN. mungkin tercapai tanpa memberikan jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Perburuhan atau Ketenagakerjaan merupakan seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan industrial antara pengusaha, disatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty *

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty * LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty * Pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat krusial yang harus dimiliki dan di lakukan oleh setiap orang. Karena tanpa pekerjaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buruh adalah salah satu bagian sosial dari bangsa yang seharusnya dianggap penting dan strategis dalam pembangunan serta berjalannya perekonomian bangsa. Opini masyarakat

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI A. FAKTOR PENDUKUNG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaum perempuan hari ini tidak hanya beraktifitas di ranah domestik saja. Namun, di dalam masyarakat telah terjadi perubahan paradigma mengenai peran perempuan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Perempuan Malam Hari 1. Pengertian Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN VIII) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 Penyandang Cacat Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pengusaha yang kedudukannya lebih kuat sehingga para

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pengusaha yang kedudukannya lebih kuat sehingga para BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat dari dunia hubungan kerja, pekerja merupakan pihak yang lemah dibandingkan dengan pengusaha yang kedudukannya lebih kuat sehingga para pekerja perlu

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh : Zsa Zsa Kumalasari 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm., 1

BAB I PENDAHULUAN. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm., 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap anggota masyarakat harus berusaha keras untuk memenuhi kebutuhannya seharihari. Sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seorang anak tidaklah lepas dari permasalahan, baik itu masalah ekonomi, sosial, pendidikan yang semuanya tidak dapat diselesaikan oleh si anak itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial sehingga mempunyai kebutuhan sosial yang harus dipenuhi, oleh karena itu mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhannya.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL

PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL ABSTRACT oleh Rezki Permatawati Ni Putu Purwanti Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana Some companies that require women to voluntarily

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. 1 Dalam proses pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. 1 Dalam proses pembangunan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945, dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN. Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN. Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak 1 KONDISI SAAT INI U U 13-2003 Pengawasan NK A (Act) P (Plan) Terlindunginya hak-hak pekerja C (Check)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kurang mengawal. Terbukti masih adanya beberapa perusahaan yang memberi

BAB V PENUTUP. kurang mengawal. Terbukti masih adanya beberapa perusahaan yang memberi 94 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa belum efektifnya implementasi ratifikasi konvensi ILO No.111 di kota Makassar. Secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengupahan merupakan masalah yang sangat krusial dalam bidang ketenagakerjaan bahkan apabila tidak profesional dalam menangani tidak jarang akan menjadi potensi

Lebih terperinci

2. Para Bupati/Walikota di- Seluruh Indonesia

2. Para Bupati/Walikota di- Seluruh Indonesia MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 19 Oktober 2006 Kepada Yth: 1. Para Gubemur 2. Para Bupati/Walikota di- Seluruh Indonesia SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga

Lebih terperinci

Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja.

Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja. UU No. 13 / 2003 Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Kesempatan memperoleh pekerjaan. Perlakuan yang sama dari pengusaha. Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja. Kesempatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV, berisi tujuan negara bahwa salah satu tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa merupakan anugrahnya yang wajib

Lebih terperinci

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan modal utama pembangunan masyarakat nasional Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan terpenting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN. (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN. (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI JAKARTA 2016 1 EXECUTIVE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting

Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan gender di tempat kerja: Persoalan dan strategi penting Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar 1. Menguraikan tentang konsep dan

Lebih terperinci

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH WANITA DI CV. AGUNG JAYA DI PEKALONGAN

BAB I PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH WANITA DI CV. AGUNG JAYA DI PEKALONGAN 1 BAB I PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP BURUH WANITA DI CV. AGUNG JAYA DI PEKALONGAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah perlindungan hukum terhadap buruh wanita bukan berarti memandang buruh wanita

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM, RUMAH SAKIT SWASTA, DAN MALAM HARI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM, RUMAH SAKIT SWASTA, DAN MALAM HARI BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM, RUMAH SAKIT SWASTA, DAN MALAM HARI 2.1. Perlindungan Hukum Setiap orang berhak untuk mendapatkan perlindungan, karena tak seorangpun dapat menghindar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN. Istilah Pekerja/ Buruh muncul untuk menggantikan istilah Buruh pada zaman

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN. Istilah Pekerja/ Buruh muncul untuk menggantikan istilah Buruh pada zaman BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN A. Tinjauan Umum Mengenai Pekerja 1. Pengertian Pekerja, Pengusaha, dan Perusahaan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MENYUSUI ANAK SELAMA WAKTU KERJA DI TEMPAT KERJA BAGI PEKERJA PEREMPUAN. Marlia Eka Putri A.T.

TINJAUAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MENYUSUI ANAK SELAMA WAKTU KERJA DI TEMPAT KERJA BAGI PEKERJA PEREMPUAN. Marlia Eka Putri A.T. TINJAUAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MENYUSUI ANAK SELAMA WAKTU KERJA DI TEMPAT KERJA BAGI PEKERJA PEREMPUAN Marlia Eka Putri A.T. Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara FH Universitas Lampung

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 1 K177 - Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177) 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014 ANALISA TENTANG PERLINDUNGAN BURUH DITINJAU DARI HUKUM KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Iskandar Christian Salasa 2 A B S T R A K Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian hukum kepustakaan yakni dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007

TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 TINJAUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL BAGI KARYAWAN PADA PERUSAHAAN TEKSTIL PT. MUTU GADING KARANGANYAR TAHUN 2007 SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA Imas Rosidawati Wiradirja Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno Hatta No.530 Bandung, Indonesia. (022) 7507421, E-mail: i_rosida_df@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat

Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Menjadi manajer di rumah sendiri, jauh lebih terhormat Perempuan bekerja bukan lagi pemandangan langka. Ada yang bergaji tinggi sebagaimana karyawan kantoran yang berbekal titel, ada pula pegawai rendahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja yang bekerja. Namun dalam hal ini nampaknya pemerintah dan

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja yang bekerja. Namun dalam hal ini nampaknya pemerintah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang sedang giat-giatnya melakukan perkembangan disegala aspek temasuk di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal ini menjadikan Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang menjanjikan, menjadikan banyak pekerja terlibat, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang menjanjikan, menjadikan banyak pekerja terlibat, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan tempat hiburan malam dewasa ini semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Tidak dipungkiri bahwa tempat hiburan malam berperan penting sebagai penggerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah akan menimbulkan terselenggaranya hubungan industrial. Tujuan

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA

K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA K29 KERJA PAKSA ATAU WAJIB KERJA 1 K 29 - Kerja Paksa atau Wajib Kerja 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 20 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 2.1 Pekerja Anak 2.1.1 Pengertian anak Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu.

Lebih terperinci

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerja merupakan awal dari lahirnya hubungan industrial antara pemilik modal dengan buruh. Namun seringkali perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK 3.1. Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak Terkait dengan ketentuan hukum mengenai pekerja anak telah diatur di dalam peraturan perundang undangan,

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR

K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR K106 ISTIRAHAT MINGGUAN DALAM PERDAGANGAN DAN KANTOR- KANTOR 1 K-106 Istirahat Mingguan Dalam Perdagangan dan Kantor-Kantor 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa hubungan kerja antara Pekerja Rumah Tangga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pekerja dalam dunia kerja tidak dibedakan baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pekerja dalam dunia kerja tidak dibedakan baik laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja dalam dunia kerja tidak dibedakan baik laki-laki maupun perempuan. Peluang kerja tersebut disambut baik oleh masyarakat demi terwujudnya impian penghidupan

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dana pensiun merupakan sebuah alternatif pilihan dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dana pensiun merupakan sebuah alternatif pilihan dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dana pensiun merupakan sebuah alternatif pilihan dalam memberikan jaminan kesejahteraan kepada karyawan. Jaminan tersebut dimungkinkan dapat menyelesaikan masalah-masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini perhatian pemerintah dan publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan berkembangnya organisasi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan jumlah total populasi sekitar 250 juta penduduk, maka dikategorikan berpenduduk terpadat nomor empat di dunia (http://www.indonesia-investments.com/id/budaya/demografi/item67).

Lebih terperinci

Situasi Global dan Nasional

Situasi Global dan Nasional Pekerja Rumah Tangga (PRT) Situasi Global dan Nasional A r u m R a t n a w a t i K e p a l a P e n a s e h a t T e k n i s N a s i o n a l P R O M O T E I L O J A K A R T A 1 Pekerja Rumah Tangga: Angkatan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh

I. PENDAHULUAN. dihasilkan dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Devisa yang dihasilkan oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor yang dapat diandalkan dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan tingginya sumbangan devisa yang dihasilkan dan paling

Lebih terperinci

Jakarta, 6 September Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO

Jakarta, 6 September Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO Jakarta, 6 September 2016 Nina Tursinah, S.Sos.MM. Ketua Bidang UKM-IKM DPN APINDO Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan beragam ras, warna kulit, agama, bahasa, dll. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA PADA MALAM HARI DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Susan Meridian Tumundo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 25 juta di antaranya tergolong usia reproduksi (15-45 tahun). 1

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 25 juta di antaranya tergolong usia reproduksi (15-45 tahun). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh perempuan merupakan arus utama dalam bidang industry di Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah pekerja/buruh perempuan di Indonesia

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA

LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA KOMITE PEREMPUAN IndustriALL Indonesia Council 2014 1 LAPORAN HASIL SURVEY

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL PEMBANTU RUMAH TANGGA. abstract. Kata Kunci : Pembantu Rumah Tangga, Konvensi, Legislasi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL PEMBANTU RUMAH TANGGA. abstract. Kata Kunci : Pembantu Rumah Tangga, Konvensi, Legislasi PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL PEMBANTU RUMAH TANGGA Oleh Dr. Fanny Tanuwijaya, S.H.,M.Hum 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember abstract Pembantu Rumah Tangga (PRT) berhak mendapat

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

Lebih terperinci