BAB II JALAN NASIONAL DAN PENYELENGGARAANNYA DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II JALAN NASIONAL DAN PENYELENGGARAANNYA DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II JALAN NASIONAL DAN PENYELENGGARAANNYA DI INDONESIA 2.1 JALAN Kerusakan jalan nasional akhir-akhir ini seringkali menjadi topik utama diberbagai media, baik itu media massa maupun media elektronik. Dampak dari semua pemberitaan ini adalah munculnya kesan yang negatif dari pebangunan jalan nasional, meskipun dari data statistik besaran kerusakan jalan nasional yang terjadi sampai dengan pertengahan tahun 2008 adalah menurun dibandingkan dengan kurun waktu yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Risiko atas terjadinya gangguan layanan jasa ditanggung oleh pemerintah sebagai penyelenggara jalan. Adapun peran dan tanggung jawab penyedia jasa konstruksi atas buruknya kinerja pelayanan jalan tidak pernah menjadi sesuatu yang substansial. Akibat dari kondisi yang terjadi ini maka jalan tidak dapat berperan sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya, pemerintah mempunyai hak dan kewajiban menyelenggarakan jalan PENGERTIAN JALAN Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berbeda pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,

2 jalan lori, dan jalan kabel. (Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan: Pasal 1). Jalan, sebagai salah satu prasarana transportasi, merupakan unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara, dan fungsi masyarakat serta dalam memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional PERAN DAN PENGELOMPOKAN JALAN Dalam pembangunan, jalan mempunyai peran yang sangat penting. Peran jalan adalah sebagai berikut: 1. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. 3. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. 2-2

3 Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas 1. Jalan umum Jalan umum adalah jalan yang diperuntukan bagi lalu lintas umum. Jalan umum dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas. 2. Jalan khusus. Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk keperluan sendiri. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannyaa dalam satu hubungan hierarkis. Berdasarkan sistem jaringan, jalan terbagi atas : 1. Sistem jaringan jalan primer Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. 2. Sistem jaringan jalan sekunder Sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam: 1. Jalan arteri Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. 2. Jalan kolektor Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. 2-3

4 3. Jalan lokal Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat, dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. 4. Jalan lingkungan Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam: - Jalan nasional Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan strategis nasional adalah jalan yang melayani kepentingan nasional atas dasar kriteria strategis yaitu mempunyai peranan untuk membina kesatuan dan keutuhan nasional, melayani daerah-daerah rawan, bagian dari jalan lintas regional atau lintas internasional, melayani kepentingan perbatasan antar negara, serta dalam rangka pertahanan dan keamanan. - Jalan provinsi Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan strategis provinsi adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan provinsi berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan keamanan provinsi, untuk jalan di Daerah Khusus Ibokota Jakarta terdiri atas jalan provinsi dan jalan nasional. - Jalan kabupaten Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, 2-4

5 antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan strategis kabupaten adalah jalan yang diprioritaskan untuk melayani kepentingan kabupaten berdasarkan pertimbangan untuk membangkitkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan dan keamanan kabupaten. - Jalan kota Jalan kota adalah jalan umum dalam system jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota. - Jalan desa Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. 2.2 SISTEM PENYELENGGARAAN JALAN NASIONAL Penguasaan atas jalan ada pada negara dan diatur dalam Undang-Undang. Penguasaan oleh negaraa memberi wewenang pada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan. Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan. Penjelasan dari tiap kegiatan sebagai berikut: - Pengaturan jalan Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan perundang-undangan jalan. Pengaturan jalan nasional meliputi: penetapan fungsi jalan untuk ruas jalan arteri dan jalan kolektor yang menghubungkan antaribukota provinsi dalam sistem jaringan jalan primer penetapan status jalan nasional penyusunan perencanaan umum jaringan jalan nasional. 2-5

6 - Pembinaan jalan Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan. Pembinaan jalan nasional meliputi: pengembangan sistem bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan di bidang jalan pemberian bimbingan, penyuluhan, dan pelatihan para aparatur di bidang jalan pengkajian serta penelitian dan pengembangan teknologi bidang jalan dan yang terkait pemberian fasilitas penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam penyelenggaraan jalan penyusunan dan penetapan norma, standar, kriteria, dan pedoman pembinaan jalan. - Pembangunan jalan Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan.. Pembangunan jalan nasional meliputi: perencanaan teknis, pemrograman dan penganggaran, pengadaan lahan, serta pelaksanaan konstruksi jalan nasional pengoperasiann dan pemeliharaan jalan nasional pengembangan dan penyelenggaraan sistem manajemenn jalan nasional. - Pengawasan jalan Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan. Pengawasan jalan nasional meliputi: evaluasi kinerja penyelenggaraan jalan nasional pengendalian fungsi dan manfaat hasil pembangunan jalan nasional 2-6

7 Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan secara umum dan penyelenggaraan jalan nasional. Wewenang Pemerintah Propinsi dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan propinsi. Wewenang Pemerintah Kabupaten dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kabupaten dan desa. Wewenang Pemerintah Kota dalam penyelenggaraan jalan meliputi penyelenggaraan jalan kota. Tabel 2.1. Hubungan antara Klasifikasi Jalan dan Wewenang Penyelenggaraan SISTEM JARINGAN JALAN SISTEM PRIMER SISTEM SEKUNDER KLASIFIKASI FUNGSI JALAN ARTERI K-1 JALAN K-2 KOLEKTOR K-3 K-4 JALAN LOKAL ARTERI KOLEKTOR LOKAL KLASIFIKASI ADMINISTRASI JALAN TOL JALAN NASIONAL JALAN PROVINSI JALAN KABUPATEN JALAN KOTA MADYA WEWENANG PENYELENGGARAAN MENTERI PU MENTERI PU PEMPROV. PEMKAB. PEMKOT. Catatan: K-1 = Menghubungkann antar Ibukota Propinsi K-2 = Ibukota Propinsii dengan Ibukota Kabupaten/Kotamadya K-3 = Menghubungkann antar Ibukota Kabupaten/Kotamadya K-4 = Ibukota Kabupaten/Kotamadya dengan Ibukota Kecamatan Tabel 2.2. Pembagian Wewenang Penyelenggaraan jalan No. Deskripsi kegiatan Yang berwenang 1 Penyusunan rencana umum jangka Pemerintah panjang jaringan jalan primer 2 Penyusunan rencana umum jangka panjang jaringan jalan sekunder Pemerintah daerah, atau dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di pusat atau di daerah 3 Penyusunan rencana umum jangka Pemerintah daerah, atau 2-7

8 panjang jaringan jalan khusus 4 Penyusunan rencana jangka menengah dan program perwujudan jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal pada jaringan jalan primer 5 Penyusunan rencana jangka menengah dan program perwujudan jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal pada jaringan jalan sekunder 6 Penyusunan rencana jangka menengah dan program perwujudan jalan khusus 7 Perencanaan teknik dan pembangunan serta pemeliharaan lajan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal pada jaringan jalan primer 8 Perencanaan teknik dan pembangunan serta pemeliharaan lajan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal pada jaringan jalan sekunder 9 Perencanaan teknik dan pembangunan serta pemeliharaan jalan khusus 10 Penerimaan, penyerahan dan pengambilalihanjalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal pada jaringan jalan primer 11 Penerimaan, penyerahan dan dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di pusat atau di daerah Pemerintah Pemerintah daerah, atau dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di pusat atau di daerah Pemerintah Daerah/ Badan hukum/ perorangan atau dilimpahkan kepada Pejabat atau Instansi di Pusat atau di daerah Pemerintah Daerah/ Badan Hukum/ pejabat atau instansi di Pusat atau di daerah Pemerintah Daerah/ pejabat atau Instansi di Pusat atau di daerah Pejabat atau instansi di Pusat atau di Daerah/ Badan hukum / perorangan Pemerintah Pemerintah daerah 2-8

9 pengambilalihanjalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal pada jaringan jalan sekunder Agar pelaksanaan pembangunan jalan nasional dapat dilakukan dengan baik maka dalam prosesnya, pembangunan jalan mengikuti tahapan-tahapan tertentu. Tahapan itu umumnya dimulai dari formulasi kebutuhan proyek sampai kepada tahapan monitoring dan pemeliharaan. Tahapan pelaksanaan pembangunann jalan yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut: tahap perencanaan (planning) Tahapan perencanaan merupakan tahap formulasi kebutuhan pembangunan jalan. Biasanya dilakukan studi pada skala jaringan jalan yang lebih luas. Tujuan dari tahapan ini adalah: - Perencanaan pengembangan jaringan untuk mengantisipas kebutuhan pada masa yang akan datang dengan peningkatan jalan eksisting maupun pembangunan jalan baru. - Identifikasi prioritas pengembangan jaringan - Penyusunan program pengembangan jalan tahap studi kelayakan (feasibility study) Hasil dari tahap perencanaan yang berupa kebutuhan pembangunan beberapa ruas jalan baru perlu diidentifikasikan prioritas implementasinya secara detail, mengingat dana yang tersedia seringkali sangat terbatas. Karena itu, usulan- usulan pembangunan tersebut distudi kelayakannya. Dalam studi ini, selain dilakukan perdiksi secara lebih detail, juga dilakukan: - Pemilihan koridor dan trase optimum (route location) - Desain awal - Prediksi biaya implementasi - Analisis kelayakan ekonomi, finansial, lingkungan dan lain-lain tahap perancangan detail (detail design) ruas jalan yang dianggap layak untuk diimplementasikan, kemudian dirancang secara detail, dengann kegiatan yang meliputi: 2-9

10 - Pengukuran dan pemetaan detail dari lokasi trase terpilih - Penyelidikan tanah serta identifikasi daerah-daerah labil serta kondisi lingkungan di sekitar lokasi trase, juga sumber material konstruksi - Perancangan geometrik jalan - Perancangan tebal perkerasan - Perancangan drainase - Perencanaan bangunan pelengkap lain, termasuk jembatan, perambuan dan marka, penerangan jalan dan lain-lain - Perencanaan galian dan timbunan - Identifikasi metode pelaksanaan serta kebutuhan waktu konstruksi yang optimum - Perhitungan volume pekerjaan dan besarnya biaya konstruksi - Persiapan dokumen lelang. tahap konstruksi (construction) tahap konstruksi merupakan tahap implementasi perencanaan di lapangan, yang jika diperlukan dapat dilakukan modifikasi hasil perancangan yang telah dilakukan. Kegiatan konstruksi didasarkan pada as-built drawing hasil perancangan. tahap pemeliharaan (maintenance) setelah tahap konstruksi selesai maka perlu dilakukan kegiatan pemeliharaan, yang meliputi pemeliharaan rutin dan berkala serta pemantauan. Untuk kerusakan besar yang terjadi, studi secara detail mungkin diperlukan, seperti pada lapisan perkerasan, tanah dasar, lereng maupun sistem drainase dan jembatan. Tahap selanjutnya adalah identifikasi metoda penanganan yang paling optimum. Penanganan itu bisa saja berupa perbaikan, pembangunan fasilitas pendukung, desain ulang atau bahkan pengalihan trase. Sebagai upaya pemeliharaan jalan nasional, diadakan sistem penanganan permasalahan yang terjadi pada saat operasional jalan. Sistem inii dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang terjadi di lapangan. Secara umum jenis penanganan jalan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 2-10

11 1. Preservasi Jalan Jenis pemeliharaan yang dilakukan: a. Pemeliharaan Rutin Pemeliharaan yang dilakukan pada jalan mantap dan dilakukan terus menerus sepanjang tahun, yang meliputi perawatan dan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan ringan dan lokal, tanpa dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan struktur jalan yang bersangkutan. b. Pemeliharaan berkala Pemeliharaan yang dilakukan pada jalan mantap dan dilakukan secara berkala, meliputi perawatan dan perbaikan terhadap kerusakan ringan (non-struktural) yang bersifat luas, tanpa dimaksudkan untuk meningkatkann kemampuan struktural jalan yang bersangkutan. c. Peningkatan jalan / rehabilitasi Peningkatan jalan dilakukan bila nilai struktural dari perkerasan jalan telah mencapai nilai kritis yang disyaratkan dalam rencana. Tujuan peningkatan jalan adalah memperbaiki integritas struktur perkerasan menjadi jalan mantap sesuai dengan fungsinya yang dilakukan dengan memberikan lapisan tambahan struktural. Untuk peningakatan jalan terbagi atas dua jenis, yaitu: konstruksi jalan baru rekonsturksi jalan lama Pemeliharaan jalan diarahkan dan diprioritaskan untuk: a. Mempertahankan kondisi jalan Pemeliharaan jalan (rutin dan periodik) diprioritaskan pada jalan nasional yang berkondisi baik dan sedang agar dapat memberikan pelayanan jasaa transportasi yang optimal. b. Menurunkan biaya transportasi Kondisi jalan yang tetap terjaga baik dapat memberikan manfaat bagi penurunan biaya transportasi (transportation cost). c. Meningkatkann Pertumbuhan Ekonomi 2-11

12 Pelayanan prasarana transportasi jalan yang baik (tingkat aksesbilitas yang baik) akan mempengaruhi pengembangan ekonomi daerah melalui aktivitas-aktivitas ekonomi dan dapat meningkatkan iklim investasi. 2. Peningkatan Kapasitas Jalan Jenis pekerjaan peningkatan kapasitas jalan: Perbaikan Geometrik, Pelebaran Jalan (Mayor), Pembangunan Jalan Baru/Jalan Lingkar, Pembangunan Fly Over. Peningkatan kapasitas jaringan jalan diarahkan dan diprioritaskan untuk: a. Peningkatan daya saing ekonomi Peningkatan kapasitas pada jalur-jalur distribusi utama jalan nasional seperti Pantura, Jalintim, maupun jalan-jalan by-passs dari spesifikasi jalan sedang menjadi jalan raya. b. Membuka isolasi daerah tertinggal Meningkatkann aksesbilitas remote areas, kabupaten/desa tertinggal seperti di barat Sumatra, Pansela Jawa, dan beberapa kawasan di Indonesia bagian tengah dan timur. c. Menjaga kesatuan dan persatuan (jaringan menerus antar PKN) Memastikan terhubungnya jalur-jalur lintas propinsi seperti trans Borneo, dan trans Sulawesi, serta tersedianya akses ke kawasan perbatasan. d. Menciptakan lapangan kerja Mengutamakan pola-pola padat tenaga kerja untuk pelaksanaan pembangunann jaringan jalan tertentu agar dapat lebih meningkatkan penyerapan tenaga kerja. 2.3 ORGANISASI PENYELENGGARA JALAN NASIONAL Jalan nasional memerlukan penyelenggaraan yang baik dan berkelanjutan. Penyelenggaraan jalan nasional merupakan tanggung jawab pemerintah Indonesia, dalam hal ini pemerintah pusat. Sebagai bentuk tugas dan tanggungjawabnya, pemerintah mempunyai suatu lembaga/departemen yang 2-12

13 menangani kegiatan pembangunan infrastruktur, yaitu Departemen Pekerjaan Umum. Departemen Pekerjaan Umum dikepalai oleh Menteri Pekerjaan Umum yang secara langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Dalam menjalankan fungsinya, Departemen Pekerjaan Umum mempunyai empat direktorat jenderal, yaitu Ditjen Penataan Ruang, Ditjen Sumber Daya Air, Ditjen Cipta Karya, dan Ditjen Bina Marga. Masing-masing direktorat jenderal mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing. Secara khusus, kajian ini akan membahas Ditjen Bina Marga karena merupakan organisasi yang mempunyai wewenang penuh dalam penyelenggaraan jalan nasional. 2-13

14 Gambar 2.1 Struktur Organisasi Departemen Pekerjaan Umum (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. PU) 2-14

15 Direktorat Jenderal Bina Marga dalam hal ini berperan sebagai wakil pemerinah dalam penanganan pekerjaan-pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan termasuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. Di dalam Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas untuk merumuskan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang Bina Marga. Fungsi dari Direktorat Jenderal Bina Marga sebagai berikut: Perumusan kebijakan teknik di bidang jalan sesuai peraturan perundang- pelaksanaan undangan; Penyusunan program dan anggaran serta evaluasi kinerja kebijakan di bidang jalan; Pelaksanaan kebijakan teknik di bidang jalan nasional meliputi jalan nasional, jalan bebas hambatan dan sebagian jalan kota; Pembinaan teknis penyelenggaraan jalan Propinsi/Kabupaten/Kota; Pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi jalan; Pelaksanaan urusan administrasi Direktorat Jenderal. Dalam struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina marga akan dibantu oleh lima direktorat yaitu: Direktorat Bina Program, Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota, Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah Barat, Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah Timur. Tiap Direktorat membawahi beberapa sub-direktorat. Masing-masing Direktorat, dengan dibantu oleh sub- direktorat, akan melaksanakan tugasnya masing-masing sesuai dengan perannya. Sebagai pelaku sistem penyelenggara jalan nasional, tiap direktorat dalam Dirjen Bina Marga memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Adapun tugas pokok dan fungsi dari masing-masing direktorat adalah sebagai berikut: Direktorat Bina Program: Merumuskan kebijakan dan penyusunan program, anggaran serta evaluasi kinerja pelaksanaann kebijakan di bidang jalan. 2-15

16 Secara khusus, Direktorat Bina Program ini memiliki tugas untuk melakukan pengaturan jalan pada sistem penyelenggaraan jalan nasional. Direktorat Bina Teknik: Melaksanakan pembinaan teknis penyelenggaraan jalan dan penyusunan standar dan pedoman termasuk analisa lingkungan di bidang jalan. Secara khusus, Direktorat Bina Teknik ini memiliki tugas untuk melakukan pembinaan jalan dan pembangunan jalan pada sistem penyelenggaraan jalan nasional. Pembangunan jalan dilakukan dengan Balai sebagai ujung tombak pelaksana di daerah. Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota: Melakukan kebijakan jalan bebas hambatan dan sebagian jalan kota metropolitan serta pengembangan sistem pembiayaan dan pola investasi bidang jalan. Direktorat Jalan dan jembatan Wilayah Barat: Melakukan pelaksanaan kebijakan termasuk pengawasann teknis, rewiew desain dan bimbingan teknis jalan dan jembatan di propinsi-propinsi Jalan dan jembatan Wilayah Barat ini memiliki tugas wilayah Sumatra dan Jawa. Secara khusus, Direktorat untuk melakukan pengawasan jalan pada sistem penyelenggaraan jalan nasional di bagian propinsi-propinsi wilayah Sumatra dan Jawa. Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah Timur: Melakukan pelaksanaan kebijakan termasuk pengawasann teknis, rewiew desain dan bimbingan teknis jalan dan jembatan di propinsi-propinsi Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Secara khusus, Direktorat Jalan dan jembatan Wilayah Timur ini memiliki wilayah Bali, Nusa Tenggara, tugas untuk melakukan pengawasan jalan pada sistem penyelenggaraan jalan nasional di bagian propinsi-propinsi wilayah Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Berikut ini struktur organisasi pada Direktorat Bina Marga 2-16

17 DIRJEN BINA MARGA SEKDITJEN DIREKTUR BINA PROGRAM DIREKTUR BINA TEKNIK DIREKTUR JALAN TOL & JALAN KOTA DIREKTUR JALAN & JEMBATAN WIL BARAT DIREKTUR JALAN & JEMBATAN WIL TIMUR KEPALA BALAI BESAR PELAKSANAAN SUBAG KEUANGAN BAGIAN TU SUBAG ADTEK SUBAG UMUM & KEPEGAWAIAN BIDANG PERENC. & PENGAWASAN TEKNIS BIDANG PELAKSANAAN BIDANG PENGUJIAN DAN PERALATAN BIDANG SISTEM MANAJEMEN MUTU SEKSI PERENCANAAN SEKSI PEMBANGUNA SEKSI PENGUJIAN SEKSI PENGENDALIA SEKSI PENGAWASAN SEKSI PEMELIHARAA SEKSI PERALATAN SEKSI PENGENDALIA SNVT P2JJ SNVT BANG SNVT HAR Gambar 2.2 Struktur Organisasi Dirjen Bina Marga (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. PU) DIREKTORAT BINA PROGRAM SUBBAG TU Perencanaan Umum Program dan Anggaran Pengembangan Sistem dan Data dan Informasi Fasilitas Jalan Daerah Kebijakan Teknis dan Penyiapan Program dan Pengembanga n Sistem Pengembanga n Sistem Fasilitas Penyelenggaraan Jalan Daerah Pengembanga n Jaringan Penganggaran Evaluasi Kinerja Pengolahan Data dan Fasilitas Penyelenggaraan Jalan Daerah Gambar 2.33 Struktur Organisasi Direktorat Bina Program (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. PU) 2-17

18 DIREKTORAT BINA TEKNIK SUBBAG TU Teknik Jalan Teknikk Jembatan Bahan dan Peralatan Jalan dan Jembatan Penyiapan Standar dan Pedoman Teknik Lingkungan Teknik Jalan Wilayah Barat Teknik Jembatan Wilayah Barat Bahan Penyiapan Standar dan Pedoman Teknik Jalan Teknik Lingkungan Wilayah Barat Teknik Jalan Wilayah Timur Teknik Jembatan Wilayah Timur Peralatan Penyiapan Standar dan Pedoman Teknik Jembatan Teknik Lingkungan Wilayah Timur BALAI PERALATAN JALAN Gambar 2..4 Struktur Organisasi Direktorat Bina Teknik (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. PU) DIREKTORAT JALAN TOL DAN JALAN KOTA SUBBAG TU Pengembangan Jalan Bebas Hambatan dan Jalan Kota Pengadaan Lahan Monitoring dan Evaluasi Jalan Tol & Jalan Kota Perencanaan Teknis Jalan dan Jembatan Kota Perencanaan Jalan dan Jembatan Kota Metropolitan Perencanaan dan Program Perencanaan Pengumpulan dan Pengolahan Data Perencanaan Teknis Jalan Kota Metropolitan I Perencanaan Teknis dan Pelaksanaan Pengendalian Evaluasi Kinerja Tengah Perencanaan Teknis Jembatan Kota Metropolitan II Gambar 2.5 Struktur Organisasi Direktorat Jalan Bebas Hambatan dan jalan Kota (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. PU) 2-18

19 DIREKTORAT JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH BARAT SUBBAG TU Wilayah Barat I Wilayah Barat II Wilayah Barat III Wilayah Barat IV Wilayah Barat V Nanggroe Aceh Darussalam Sumatra Barat dan Riau Jambi Banten dan Jawa Barat D.I. Yogyakarta Sumatra Utara, Riau dan Kep. Riau Lampung Sumatra Selatan dan Bangka Belitung Jawa Tengah Jawa Timur Gambar 2.6 Strukturr Organisasi Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah Barat (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. PU) DIREKTORAT JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH TIMUR SUBBAG TU Wilayah Timur I Wilayah Timur II Wilayah Timur III Wilayah Timur IV Wilayah Timur V Bali dan Nusa Tenggara Barat Kalimantan Barat Kalimantan Timur Sulawesi Barat dan Gorontalo Maluku dan Maluku Utara Nusa Tenggara Timur Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara Papua dan Irian Jaya Barat Gambar 2.7 Strukturr Organisasi Direktorat Jalan dan Jembatan Wilayah Timur (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. PU) 2-19

20 Dalam proyek jalan nasional, kegiatan perencanaan, penyusunan program, dan penganggaran dilakukan di tingkat pusat oleh Direktorat Bina Program dan Direktorat Bina Teknik. Sedangkan kegiatan pelaksanaan dilakukan di tingkat propinsi yang dikoordinasikan secara langsung oleh Direktorat Jalan dan jembatan Wilayah Barat dan Timur. Hal ini dilakukan sesuai dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang tertuang pada UU No. 22, 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 32, 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diterapkannya prinsip- Undang-undang prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Sejak berlakunyaa tersebut maka terjadi pelimpahan kewenangan dalam penyelenggaraan jalan nasional yaitu dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi (daerah). Dengan adanya kebijakan penyelenggaraan jalan nasional di tingkat propinsi diharapkan adanya peningkatan kualitas jalan nasional yang semakin baik serta penyelenggaraan dan pengendalian jalan nasional akan lebih efisien. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, perubahan sistem penyelenggaraan jalan nasional dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi ternyata tidaklah semudah yang diharapkan. Struktur organisasi dan pelaksana di daerah (propinsi) terlihat belum siap dalam menghadapi perubahan sistem penyelenggaraann ini. Hal tersebut terlihat dari semakin tidak optimalnya penyelenggaraan dan pengendalian jalan nasional. Ketidakoptimalan penyelenggaraan jalan nasional tersebut ditandai dengan semakin banyaknya jalan nasional yang memiliki kualitas pelayanan yang rendah. Hal ini tentunya sangat berdampak buruk pada pembangunan jaringan jalan nasional secara menyeluruh dan secara langsung berimbas buruk kepada masyarakat. Sebagai penanganan atas permasalahan yang terjadi, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum membentuk Balai Pelaksanaan Jalan Nasional di daerah. Pembentukan balai tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan kinerja pembangunan jalan nasional. Pembentukan Balai tersebut telah mendapatkan persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 2-20

21 B/1616/M.PAN/6/2006 serta dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/ /PRT/M/2006 dan No. 15/PRT/M/2006. Maksud pembentukan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional di daerah adalah agar pelaksanaan pembinaan teknis dan penerapan NSPM (Norma, Standar, Prosedur, Manual) menjadi lebih efektif dan untuk memperpendek kendali pelaksanaan dan pengawasan jalan nasional, percepatan penanganan bantuan penanggulangan darurat, dan peningkatann koordinasi penanganan seluruh jalan nasional. Dengan pembentukan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional di daerah diharapkan bahwa: program pembangunan jalan nasional dapat dilaksanakan dan dikendalikan dengan baik, sehingga pada akhirnya jalan nasional dapat berfungsi penuh dengan keandalan tinggi dan semua gangguan segera dapat diatasi. Selain itu, Balai dapat pula dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi (daya saing) penyelenggaraan jalan nasional melalui berbagai inovasi, di antaranya integrated procurement atau inovative project deliveryy (Design-extended warranty period; Design-Build; Design- Build-Operate-Maintenance Performance Based Contract, dll.). Balai Pelaksanaan Jalan Nasional merupakan kepanjangan tangan Pemerintah Pusat di daerah. Tugas ini pada saatnya nanti perlu dikembalikan kepada tugas dekonsentrasi Pemerintah Propinsi. Kewenangan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional terbatas pada pelaksanaan program pembangunan dan pemeliharaan serta kegiatan pendukungnya, dengan tugas sebagai berikut: a. Pelaksanaan perencanaan dan pengawasan teknis, b. Pelaksanaan konstruksi, c. Pengendalian operasi dan pemeliharaan, d. Pengendalian mutu, dan pelayanan penyediaan bahan dan peralatan, serta e. Penata-usahaan organisasi Balai. Kegiatan perencanaan, penyusunan program, dan penganggaran tetap dilakukan di tingkat pusat. 2-21

22 Berdasarkan Kepmen PU No. 14/PRT/M/2006 dan No. 15/PRT/M/2006, telah dibentuk 7 Balai Besar dan 3 Balai, yang dkelompokkan dalam 3 (tiga) tipe: a. Balai Besar Tipe A: - Balai Pelaksana Jalan Nasional 1 Medan (4 Propinsi); - Balai Pelaksana Jalan Nasional III Palembang (3 Propinsi); - Balai Pelaksana Jalan Nasional IV Jakarta (3 Propinsi); - Balai Pelaksana Jalan Nasional V Surabaya (3 Propinsi) b. Balai Besar Tipe B: - Balai Pelaksana Jalan Nasional II Padang (3 Propinsi); - Balai Pelaksana Jalan Nasional VI Makasar (6 Propinsi) ); - Balai Pelaksana Jalan Nasional VII Banjarmasin (4 Propinsi); c. Balai: - Balai Pelaksana Jalan Nasional VIII Denpasar (3 Propinsi); - Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Ambon (2 Propinsi); - Balai Pelaksana Jalan Nasional X Jayapura (2 Propinsi) ; Perbedaan struktur organisasi untuk ke tiga tipe Balai tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini. BALAI BESAR TIPE A 1 Bagian Tata Usaha BALAI BESAR TIPE B 1 Bagian Tata Usaha BALAI 1 Bagian Tata Usaha 2 Bidang Perencanaan & 2 Bidang Perencanaan & 2 Bidang Perencanaan & Pengawasan Teknis. Pengawasan Teknis. Pengawasan Teknis. 3 Bidang Pelaksanaan 3 Bidang Pelaksanaan 3 Bidang Pelaksanaan 4 Bidang Sistem Manajemen Mutu Bidang Pengujian dan 5 Bidang Pengujian dan Peralatan. Peralatan. 6 Kelompok Jabatan Fungsional. Catatan: - KaBalai : Eselon II.b. Tabel 2.3 Organisasi Balai 6 Kelompok Jabatan Fungsional. Catatan: - Fungsi manajemen mutu dilaksanakan oleh Bagian Tata Usaha. 5 Bidang Pengujian dan Peralatan. 6 Kelompok Jabatan Fungsional. Catatan: - Fungsi manajemen mutu dilaksanakan oleh Sub Bagian Tata Usaha. 2-22

23 - Kabag/Kabid : Eselon - KaBalai : Eselon II.b. - KaBalai : Eselon III.b. III.b. - Kabag/Kabid : Eselon - Kasubag/Kasie : III.b. Eselon IV.a. Dengan adanya sistem desentralisasi (balai) maka peran di tingkatt pusat akan lebih kecil karena proses pelaksanaan dilakukan oleh balai. Tetapi tingkat pusat tetap mempunyai peran untuk koordinasi antar balai dan kesinambungan antar wilayah. Oleh karena itu perlu adanya sistem koordinasi yang baik antara tingkat pusat dan daerah. Hubungan koordinasi yang berlangsung antara tingkat pusat dengan tingkat balai (propinsi/daerah) dapat terlihat secara langsung seperti berikut: 2-23

24 GUBERNUR MENTERI PU DIRJEN BINA MARGA Atasan Penanggung Jawab Program DIREKTUR Pembantu Atasan DINAS KABALAI Atasan Langsung Pelaksana Program KASUBDIT KASI SKPD Kuasa Pengguna Anggaran KASATKER Kuasa Pengguna Anggaran Tugas Struktural Tugas Fungsional Tugas Pembantuan Koordinasi Pelimpahan Tugas Pelimpahan Wewenang Gambar 2.8 Kerangka Hubungan Kerja Penyelenggaraann Jalan (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. PU) 2-24

25 Draft Laporan Tugas Akhir Gambar 2.9 Koordinasi Penyelenggaraan Balai (Sumber: Makalah Pelatihan Direktorat jenderal Bina Marga, Dept. Pekerjaan Umum) 2-25

26 Sistem koordinasi secaraa langsung terlihat antara tingkat daerah yang dikepalai oleh Kepala Balai dengan Kasubdit Wilayah, sebagai bagian dari Ditjen Bina Marga di tingkat pusat. Kasubditt Wilayah mempunyai peran untuk mengkoordinasikan Kepala Balai dari tiap wilayah serta sebagai pengontrol langsung semua balai di masing-masing wilayahnya. Dalam pelaksanaan proyek terdapat Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) yang berfungsi sebagai pelaksana kegiatan. Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT) ini berada di dalam wilayah komando Balai, dibawah Kasi Pelaksanaan. Namun laporan pelaksanaan kegiatan dari SNVT ini tidak ditujukan ke Balai, tetapi langsung ke Pusat (Subdirektorat Data dan Informasi) melalui Sistem Pemantauan Pelaksanaan Proyek (SiPP). Hal ini sebagai upaya bentuk kontrol tingkat pusat atas pelaksanaan di lapangan. Di lain pihak, kondisi ini dapat menyebabkan peran Balai menjadi seakan terbatas. Balai perlu lebih didayagunakan melalui pemantapan sistem pengendalian dan perangkat pendukungnya agar dapat melakukan fungsi pengawasan dan koordinasi sehingga pencapaian sasaran program dapat lebih terjamin. Tentu hal ini memerlukan pengaturan ulang agar dapat diketahui sampai sejauh mana peran Balai dan sistem kontrol tingkat pusat ke daerah sebagai langkah koordinasi. 2.4 PERMASALAHAN DALAM PENYELENGGARAAN JALAN NASIONAL Dalam pelaksanaan, sistem penyelenggaraan jalan nasional ini masih mempunyai banyak kelemahan sehingga banyak terjadi permasalahan. Permasalahan ini sangat terkait dengan pelaksana sistem penyelenggara jalan nasional, yaitu Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Permasalahan ini dapat diketahui dengan adanyaa indikasi-indikasi kerusakan jalan yang terjadi. Kondisi jalan Nasional, semakin banyak yang keadaannya menurun dari waktu ke waktu. Penurunan kondisi jalan ini banyak disebabkan oleh berbagai aspek, baik aspek teknis maupun non teknis. 2-26

27 Adapun penyebab kerusakan jalan ini antara lain: 1. Mutu pekerjaan rendah Mutu pekerjaan yang dimaksud adalah mutu pekerjaan penyelenggaraan jalan yang meliputi pekerjaan pembangunan jalan baru, perawatan serta pelaksanaan rehabilitasi. Rendahnya mutu pekerjaan ini dapat disebabkan oleh: Minimnya dana yang disediakan oleh pemerintah Dalam hal ini, keterbatasan dana memaksa perencana proyek untuk menurunkan mutu desainnya. Mutu pekerjaan yang sengaja diturunkan oleh kontraktor jalan Kontraktor kerapkali menurunkan mutu pekerjaan untuk mendapatkan keuntungan lebih. Penurunan mutu ini bisa dilakukan dengan mengganti spesifikasi material yang digunakan, mengganti metode pekerjaan atau merubah volume pekerjaan. Kontraktor bisa leluasa melakukan tindakan ini karena sempitnya waktu pemeliharaan. Sebagai gambaran, dalam 1 tahun anggaran dibutuhkan 3 bulan perencanaan sampai dengan tender dan 6 sampai 8 bulan pelaksanaan sehingga waktu pemeliharaan hanya berkisar antara 1 sampai 3 bulan. Celah inilah yang dimanfaatkan kontraktor. Mutu pekerjaan yang dilakukannya hanyaa terjamin selama masa pemeliharaan yang sempit tersebut. Sebenarnya hal ini tidak perlu terjadi jika pengawasan dilakukan secara ketat oleh pemilik proyek (Departemen Kimpraswil). 2. Kondisi alam disekitar jalan Nasional Kondisi alam disekitar jalan juga mempengaruhi dalam terjadinya penurunan kondisi. Misalnya saja, kondisi alam sekitar jalan yang didominasi oleh lingkungan rawa yang berkarakteristik basah dan mempunyai daya dukung tanah yang sangat rendah, tentu saja akan mendukung terjadinya kerusakan jalan tersebut. 3. Struktur Perkerasan 2-27

28 Struktur perkerasan yang digunakan juga merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan Nasional. Struktur perkerasan yang kurang baik, akan memicu terjadinya kerusakan jalan nasional. 4. Overloading Kerusakan jalan juga disebabkan oleh kelebihan berat muatan (overloading) dari truk-truk angkutan barang. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu cara menangani permasalahan ini adalah dengan adanya jembatan timbang. Namun demikian, jembatan timbang ini tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak jembatan timbang yang ditutup karena berbagai macam alasan, diantaranya yang paling menonjol adalah disalahgunakan oleh para petugas untuk melakukan pungutan liar. Belum lagi permasalahan lain,, yaitu jembatan yang telah rusak karena umurnya yang telah tua ataupun karena kapasitasnya yang lebih rendah dibandingkan kebutuhan. Penindakan terhadap pelanggaran di lapangan dilakukan setengah- masalah lain, setengah. Alasannya penindakan akan memicu timbulnya misalnya harga barang menjadi naik karena jumlah barang yang ditransportasikan menjadi lebih sedikit. Banyaknya permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan jalan nasional yang menyebabkan banyak terjadinya kerusakan jalan, sehingga mewajibkan pemerintah memiliki sistem penanganan untuk mengatasi semua permasalahan tersebut. Salah satu contoh langkah pertama yang diambil pemerintah adalah mengambil alih hak penyelenggaraan jalan yang tadinya dipegang oleh pemerintah daerah masingtim khusus yang masing propinsi. Setelah itu pemerintah segera membentuk bertugas untuk membuat konsep penanganan jalan nasional dan kemudian proses procurement untuk konsultan perencana untuk penyiapan desain, konsultan supervisi untuk mengawasi jalannya pekerjaan konstruksi dan kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. 2-28

29 Selain itu, untuk meningkatkan kinerja pelayanan jalan nasional, pada tahun 2006 Direktorat Jenderal Bina Marga membentuk Balai Pelaksanaan Jalan Nasional di daerah. Maksud pembentukan Balai yang kewenangannya dibatasi hanya pada pelaksanaan adalah agar pembinaan teknis dan Norma, Standard, Pedoman, Manual (NSPM) menjadi lebih efektif, rentang kendali menjadi lebih pendek, penanggulangan bencanaa menjadi lebih cepat, dan koordinasi penanganan seluruh jalan nasional dapat ditingkatkan dan jalan nasional diharapkan berfungsi penuh dengan keandalan yang tinggi, sehingga setiap gangguan harus segera diatasi. Tetapi pembentukan Balai tidak menyelesaikan semua masalah yang ada. Di satu sisi, Balai dapat menajdi solusi atas pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pembangunan infrastruktur jalan, namun di sisi lain hal ini semakin menimbulkan dan memperumit masalah yang ada terutama masalah koordinasi di dalam tubuh Departemen Pekerjaan Umum. Dalam pelaksanaannya sering terjadi dualisme keputusan ditingkat Balai karena Balai secara langsung dipimpin oleh Kepala Balai yang bertanggungjawab kepada Kasubdit Wilayah, tetapi di lain pihak proses perencanaan program dibawah wewenang Bina Teknik. Hal ini juga terjadi pada sistem pengawasan Balai yang secara langsung diawasi oleh Direktorat Wilayah, tetapi dalam tingkat pengawasan harusnya dilakukan oleh Direktorat yang bersangkutan. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya koordinasi antar Direktorat dalam Direktorat Jenderal Bina Marga. Tiap-tiap Direktorat dalam Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas dan fungsi masing-masing, tetapi dalam menjalankan tugas dan fungsinya sangat kurang koordinasi antar Direktorat. Sebagai contoh, Direktorat Bina Program dalam menjalankan tugas untuk membentuk program dan pengadaan anggaran seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan yang secara langsung dibawah pengawasan Direktorat Wilayah. Dalam pengadaan anggarann juga seringkali memakan waktu yang lama sehingga akan mengakibatkan antara lain: 2-29

30 Tidak terpenuhinya kebutuhan yang mendesak Mundurnya waktu pelaksanaan program-program yang telah direncanakan Jarak waktu antaraa desain dan pelaksanaan konstruksi sangat lama sehingga sangat dimungkinkan adanya desain ulang dan mengakibatkan adanya pembengkakan biaya dan molornya waktu pengerjaan konstruksi. Proses desain dan pelaksanaan konstruksi juga seringkali tidak berjalan dengan baik. Koordinasi antaraa desain yang dibuat oleh Direktorat Bina Teknik dan pelaksanaannya oleh Direktorat Wilayah sangat lemah sehingga proses pelaksanaan di lapangan sering kali tidak sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh negatif pada hasil yang dicapai, kualitas yang rendah dari jalan nasional, Adanya kondisi jalan rusak yang tidak dengan segera ditangani oleh pemerintah, sangat terlihat bahwa tidak adanya prioritas dalam pembangunan infrastruktur jalan nasional. Pemerintah juga tidak memperlihatkan adanya pembangunan nasional jangka panjang bidang jalan yang selalu berkesinambungan. Yang terlihat hanya pembangunan jangka menengah selama 5 tahunan. Selain itu, pembangunan jalan nasional hanya dilakukan di daerah-daerah tertentu. Tentunya hal ini sangat memberi kesan adanya politisasi dalam hal pembangunan jalan nasional. 2-30

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2016 TENTANG KRITERIA TIPOLOGI UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja.

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. No.2, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta. Organisasai. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1390, 2015 KEMENAG. Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAW ASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

KEPALA BADAN PENGAW ASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PERWAKILAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN KEPALA BADAN PENGAW ASAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KOORDINASI PERGURUAN TINGGI SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN I. Pendahuluan Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Keberadaan infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK IND PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43/M-DAG/PER/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG KEMETROLOGIAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

2016, No Rakyat tentang Kriteria Tipologi Unit Pelaksana Teknis di Bidang Pelaksanaan Jalan Nasional di Direktorat Jenderal Bina Marga; Menging

2016, No Rakyat tentang Kriteria Tipologi Unit Pelaksana Teknis di Bidang Pelaksanaan Jalan Nasional di Direktorat Jenderal Bina Marga; Menging No.543, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. UPT. Pelaksanaan Jalan Nasional. Tipologi. Kriteria. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2016

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa jalan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai

Lebih terperinci

*15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN

*15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN Copyright (C) 2000 BPHN UU 38/2004, JALAN *15819 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 38 TAHUN 2004 (38/2004) TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan infrastruktur transportasi darat yang berperan sangat penting dalam perkembangan suatu wilayah. Jalan berfungsi untuk mendukung kegiatan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 26 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMPROVSU AKUI 584,301 KM JALAN PROVINSI RUSAK

PEMPROVSU AKUI 584,301 KM JALAN PROVINSI RUSAK PEMPROVSU AKUI 584,301 KM JALAN PROVINSI RUSAK Sumber gambar: medanbisnisdaily.com/news Medan Bisnis - Medan. Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) T Erry Nuradi mengakui, kondisi jalan provinsi sepanjang 584,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 18 /PER/M.KOMINFO/11/2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan unsur penting dalam pengembangan

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2016 TAHUN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BALAI PEMERINTAHAN DESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006 MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 35/PRT/M/2006 TENTANG PENINGKATAN PEMANFAATAN ASPAL BUTON UNTUK PEMELIHARAAN DAN PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jalan sebagai salah satu prasarana transportasi merupakan

Lebih terperinci

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN PUSAT PERANCANGAN UNDANG-UNDANG BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja. No.701, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BKPM. Jabatan. Kelas Jabatan. Tunjangan. Kinerja. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 03 /PER/M.KOMINFO/03/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS BIDANG MONITOR SPEKTRUM FREKUENSI RADIO MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA,

Lebih terperinci

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN DAN KELAS JABATAN SERTA TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 087/O/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 087/O/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN SALINAN KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 087/O/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 86 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN, SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa jalan

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 01/PRT/M/2008 18 Januari 2008 Tentang: ORGANISASI DAN TATA KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR DAFTAR ISI PENGANTAR I. Direktorat

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAM R.I REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAM R.I REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAM R.I REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M 01.PR.07.10 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN

Lebih terperinci

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu

2017, No serta Kinerja Pegawai di Lingkungan Badan Koordinasi Penanaman Modal; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1197, 2017 BKPM... Kinerja. Perubahan Kedua. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI INDONESIA TAHUN 2005-2010 A. Latar Belakang Pembangunan jalan merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai pendukung utama dinamika dan aktivitas ekonomi baik di pusat maupun

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PERHUTANAN SOSIAL DAN KEMITRAAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.13/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM DAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.115, 2010 Kementerian Perumahan Rakyat. Pelimpahan wewenang. Dekonsentrasi. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/PERMEN/M/2010 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2016, No Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.210, 2016 KEMEN-LHK. Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.14/MENLHK/SETJEN/OTL.0/1/2016

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT DAERAH

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 12 TAHUN 2000 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 12 TAHUN 2000 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 12 TAHUN 2000 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 91 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENYEDIA DAN PENGELOLA PEMBIAYAAN TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01.PR TAHUN 2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01.PR TAHUN 2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01.PR.07.04 TAHUN 2004 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH DETENSI IMIGRASI MENTERI KEHAKIMAN DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. 13, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.5/Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 2349/MENKES/PER/XI/2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI BIDANG TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 51/Menhut-II/2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

2017, No tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigras

2017, No tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigras No.808, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-DPDTT. UPT. ORTA. Perubahan. PERATURAN MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi dan kekayaan alam yang sangat besar. Setiap daerah mempunyai sumber daya dan hasil bumi beraneka ragam yang dapat menjadi ciri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 29/PRT/M/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 29/PRT/M/2007 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 29/PRT/M/2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 286/PRT/M/2005 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.97,2012 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT. Pelimpahan. Sebagian Urusan. Dekonsentrasi PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

- 6 - TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL - 6 - LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai tindak lanjut

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT PRESERVASI JALAN. Jakarta, 22 Juni 2015

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT PRESERVASI JALAN. Jakarta, 22 Juni 2015 STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI DIREKTORAT PRESERVASI JALAN Jakarta, 22 Juni 2015 WILAYAH KERJA DIREKTORAT PRESERVASI JALAN DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL BAGIAN KEPEGAWAIAN,

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL JALAN PATTIMURA NO. 20 KEBAYORAN BARU JAKARTA TELP. (021) , FAX (021)

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL JALAN PATTIMURA NO. 20 KEBAYORAN BARU JAKARTA TELP. (021) , FAX (021) DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL JALAN PATTIMURA NO. 20 KEBAYORAN BARU JAKARTA 11210 TELP. (021) 724-7524, FAX (021) 726-0856 Nomor : KU.01.01-SJ/695 Jakarta, 30 Desember 2005 Lampiran :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Hal ini diamanatkan di dalam Undang Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/HUK/2003

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/HUK/2003 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/HUK/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KESEJAHTERAAN SOSIAL MENTERI SOSIAL

Lebih terperinci

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang 1316 Km, ruas jalan Pantai Utara Jawa (Pantura) merupakan urat nadi perekonomian nasional yang menghubungkan lima provinsi yaitu Banten, DKI Jakarta, Jawa

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I No.1273, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KOMINFO. ORTA. UPT Monitor Frekuensi Radio. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN AN ANTARA,, DAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un

2017, No Kebudayaan tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Mengingat : 1. Un No.225, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. BP-PAUD dan Dikmas. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI GRESIK NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN TATA RUANG KABUPATEN GRESIK DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.15/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.25/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN IX. 1. KEPALA DINAS Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karangasem mempunyai tugas :

LAMPIRAN IX. 1. KEPALA DINAS Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karangasem mempunyai tugas : 172 LAMPIRAN IX PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM Dinas Pekerjaan Umum 1. KEPALA DINAS Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karangasem

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR : PER- 955/K/SU/2011 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR KEP-06.00.00-286/K

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : Mengingat : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA

BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA No.1058, 2014 BKN. Kantor Regional. XIII. XIV. Pembentukan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA NOMOR 20 TAHUN 20142014 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR REGIONAL XIII DAN KANTOR REGIONAL XIV

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT.

PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PUSAT PENGEMBANGAN PENDIDIKAN NONFORMAL DAN INFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 112 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 112 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 112 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2016, No Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

2016, No Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber No.209, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Balai Pengendalian Peruabahn Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan. Orta. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.21.3592 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 05018/SK/KBPOM TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 295/PRT/M/2005 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 295/PRT/M/2005 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM, MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 295/PRT/M/2005 TENTANG BADAN PENGATUR JALAN TOL MENTERI PEKERJAAN UMUM, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 29 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 29 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 29 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERKOTAAN DAN PERMUKIMAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHI RAHMANI RAHIM DENGAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK NOMOR DIPA--0/2013 DS 0310-1636-8566-5090 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN BADAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur adalah sangat penting mengingat fungsi keberadaan sarana

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur adalah sangat penting mengingat fungsi keberadaan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fungsi jalan sebagai bagian utama dari pembangunan infrastruktur adalah sangat penting mengingat fungsi keberadaan sarana jalan sangat mempengaruhi kehidupan baik dari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN NOMOR: KEP-06.00.00-286/K/2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu

2017, No telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahu No.740, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDIKBUD. Penyelenggaraan Dekonsentrasi. TA 2017. PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.03-0/AG/2014 DS 9057-0470-5019-2220 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota.

PEMERINTAH. sumber daya air pada wilayah sungai kabupaten/kota. - 20 - C. PEMBAGIAN URUSAN AN PEKERJAAN UMUM 1. Sumber Daya Air 1. Pengaturan 1. Penetapan kebijakan nasional sumber daya air. 2. Penetapan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,

Lebih terperinci