BAB XI. Konflik dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
|
|
- Glenna Atmadjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 . BAB XI. Konflik dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Pokok bahasan Perundangan yang berlaku di Indonesia sekarang ini adalah UUPK 41/99 sebagai pengganti UUPK 5/67. UUPK 41/99 ini dikatakan lebih populis dan mengakui eksistensi hukum adat. Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan (Pasal 2). Di dalam pasal 3 selanjutnya disebutkan bahwa penyelenggaraan Kehutanan bertujuan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan : a) Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran proporsional. b) Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial budaya dan ekonomi yang lestari dan seimbang. c) Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai. d) Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap perubahan eksternal. e) Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Peran masyarakat atau partisipasi terhadap pengelolaan hutan diberikan kelonggaran yang memadai yang ditekankan kepada pemberdayaan masyarakat seperti tertera di pasal 68 : 1) Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan oleh hutan. 2) Selain hak diatas (pasal 1) masyarakat dapat : Memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan lainnya. 1
2 Memberi masukan dan saran serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan. Melakukan pengawasan terhadap pelaksaaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung. 3) Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan sesuai dengan perundangan yang berlaku. 4) Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas tanah miliknya sebagai akibat dari adanya penetapan kawasan hutan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selanjutnya masyarakat memiliki hak tanggung jawab gugat seperti disebutkan dalam pasal 71 5) Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat. Keputusan Menteri Kehutanan No. 31/kpts 11/2001 tentang Hutan Kemasyarakatan (Hkm) lebih rinci menunjukkan bahwa, Hkm adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat setempat tanpa mengganggu fungsi pokoknya (pasal 1 ayat 1). Selanjutnya mengenai pemanfaatan hutan (pasal 1 ayat 2), disebutkan bahwa pemanfaatan hutan adalah bentuk kegiatan untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat dalam ; a) pemanfaatan kawasan, b) pemanfaatan jasa lingkungan, c) pemanfaatan hasil hutan kayu, d) pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, e) pemungutan hasil hutan kayu, f) pemungutan hasil hutan buka kayu. Sementara itu kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai wilayah pengelolaan Hkm adalah kawasan hutan lindung dan atau kawasan hutan produksi yang tidak dibebani ijin lain di bidang kehutanan. Dalam bab ini akan disajikan contoh kasus konflik dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Kalibiru Hargowilis, BDH Kulonprogo, DIY. 2
3 Latar Belakang Indonesia adalah Negara berkembang, yang salah satu ciri Negara berkembang ini adalah pertumbuhan penduduk yang relatif cepat yang mengakibatkan pengusahaan lahan petani semakin sempit dan cenderung semakin tidak cukup untuk hidup layak. Gejala menyempitnya lahan pertanian ini bagi petani lebih dirasakan di pulau Jawa. Menyempitnya lahan untuk pertanian ini berimbas kepada kerusakan sumber daya hutan terutama yang berada di desa yang secara langsung disebabkan oleh kekurangan lahan garapan bagi petani, pemenuhan sumber kayu bakar ataupun hijauan makanan ternak, maupun diakibatkan oleh pencurian kayu. Pada tahun 1963, seorang peneliti Anthropologi dari Amerika Serikat menulis tentang involusi pertanian, yang dimaksudkan sebagai batas akhir dari kemampuan lahan sawah untuk bisa menampung tambahan tenaga kerja baru. Kemudian yang menarik, menurut peneliti ini yaitu Clifford Geertz adalah kemampuan petani untuk terus menerus memenuhi kebutuhan hidupnya meskipun lahan yang dimilikinya semakin sempit (Achmad FS, 2011). Permasalahan yang timbul kemudian adalah seberapa banyak, luas garapan petani pengelola lahan ataupun hutan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup layak. Permasalahan inilah kemudian yang akan dibahas dengan pertanyaan lebih lanjut, berapakah tekanan penduduk terhadap lahan kelola, baik lahan milik (atau setelah memperoleh lahan hutan). Kemudian seberapa besar strata kemiskinan penduduk sekitar hutan, apakah merata kemiskinannya ataupun ada yang bisa hidup cukup. Selanjutnya seberapa besar pengelola hutan negara harus membantu petani, misalnya berapa hektar lahan garapan yang diperlukan/th, dan lain-lain. Obyek dari studi ini dipilih masyarakat desa sekitar hutan negara yaitu desa Hargowilis Kec. Kokap Kab. Kulonprogo karena desa ini awalnya dahulu (1996) termasuk desa miskin yang dibantu pemerintah dengan proyek Inpres Desa Tertinggal (IDT), juga termasuk desa daerah tangkapan waduk Sermo (catchment-area). Di pihak lain, hutan negara ini termasuk Hutan Lindung yang tidak boleh digarap/ dikerjakan dengan pengelolaan lahan seperti layaknya daerah pertanian, dan hanya boleh dimanfaatkan dari hasil nonkayu. 3
4 Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di areal Hkm di dn. Kalibiru, ds. Hargowilis, Kec. Kokap, Kab. Kulonprogo, Provinsi D.I. Yogyakarta. Dusun Kalibiru berjarak 40 km dari Yogyakarta ke arah barat dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Secara umum dusun Kalibiru berada di puncak perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara mdpl. Keadaan geografi curam sampai dengan sangat curam antara kemiringan 30% sampai 100% atau lebih. Areal Hkm yang dikelola masyarakat dn. Kalibiru termasuk kedalam petak 28 dan 29, termasuk RPH Sermo, BDH Kulonprogo, dengan status kawasan Fungsi Hutan Lindung. Luas areal Hkm 29 ha terbagi kedalam 7 blok yang masing-masing blok antara 3-5 ha. Kelompok Tani Hutan dn. Kalibiru dinamakan UM-KTH Mandiri, dengan harapan supaya masyarakat bisa mandiri tidak mengharapkan bantuan dari luar. Pada awalnya Desa Hargowilis adalah desa terbelakang, akses menuju keluar desa begitu sulitnya, harus berjalan kaki dari desa ke pasar Pengasih misalnya sejauh 3-5 km turun gunung. Seorang ibu namanya Bu Parlan (isteri ketua Hkm lama) mengatakan, kalau ingin membuat rumah tembok harus membeli semen ke pasar bawah (Sermo atau Pengasih) harus di gendong berjalan naik turun gunung sejauh 3km. Sementara Pak Parlan sendiri mengatakan, kalau mencari rumput sampai sejauh 5 km ke Gunung Kelir di perbatasan dengan daerah Purworejo. Oleh karena itu benar sekali bahwa tahun 1996, desa ini termasuk desa miskin, termasuk desa yang dibantu pemerintah dengan program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Desa Hargowilis, termasuk desa yang relatif maju, walaupun akses tetap sukar, dengan penduduk 7371 jiwa telah memiliki Pasar 2 unit, koperasi 1 unit, Bank (BRI) 1 unit, kios/ warung/ toko sebanyak 23 buah. Perlu diketahui bahwa ds Hargowilis adalah desa tangkapan area (catchment area) untuk waduk sermo, sehingga perlu pengelolaan/ konservasi lingkungan yang lebih prioritas dibandingkan sebagai fungsi lainnya (produksi). Tekanan Penduduk terhadap lahan di dalam penelitian ini memiliki ke-khasan secara khusus, yaitu bahwa nilai produksi lahan adalah standar sesuai dengan kemampuan lahan saat ini, artinya tidak dipengaruhi oleh bahwa nantinya hasil outputnya diserang penyakit atau hama tikus atau lainnya. Hampir sama dengan pengertian tegakan hutan di dalam pengertian Standing Stock. 4
5 Hasil Penelitian TP dibagi kedalam 5 kategori meliputi (tabel 1): Tabel 1. Tekanan Penduduk terhadap Lahan Masyarakat Hkm No. Uraiantentang TP Nilai TP Keterangan 1 Terhadaplahanmilik 5,6 2 Terhadaplahanmilik + Hkm 3,47 3 Terhadaplahanmilik + Hkm + 3,36 hasilternak 4 Teerhadaplahanmilik + Hkm + 0,71 Hasilternak + pekerjaansampingan (TP Total) 5 Terhadappendapatan total 1,67 tidaktermasukpegawai PNS/pensiunan Disebutkan bahwa jumlah petani responden adalah 30 keluarga petani yang dirandom dari 162 keluarga petani anggota. Setelah dihitung dari pendapatan total yaitu pendapatan dari lahan milik, lahan Hkm hasil ternak, upah memburuh, gaji pegawai atau hak pensiaun bagi responden yang juga pegawai atau pensiunan, maka diperoleh pendapatan rata-rata per tahun per keluarga tani adalah Rp ,- atau setara beras 1119,241 kg. Pendapatan sebesar setelah diperhitungkan dengan jumlah rata-rata tanggungan keluarga 3,25 orang/kk maka pendapatan per kepala adalah 1.119,241:3,25 = 344,38 kg beras/ kepala/ tahun atau dengan angka susut 10% diperoleh pendapatan sebesar 310,32 kg beras atau di dalam nilai rupiah Rp ,-/kapita/tahun. Sementara itu pendapatan per keluarga per tahun sebesar Rp x 90% = Rp Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani nyaris di bawah garis kecukupan yaitu 320 kg beras/ kepala/ tahun. Akan tetapi setelah diperiksa dan dihitung pendapatan setiap keluarga petani ternyata hanya 7 keluarga yang berada di atas garis kemiskinan, 5 keluarga berada pada strata miskin dan 18 keluarga miskin. Pembahasan Tekanan Penduduk terhadap lahan yang hanya dihitung dari lahan milik ternyata diketemukan angka 5,6 yang berarti kalau hanya dari lahan milik para petani jauh tidak 5
6 bisa hidup layak, karena kebutuhan untuk hidup layak 5,6 x sebanyak produksi lahan milik yang ada. Tanpa ada lahan dari pemerintah kehidupan petani sangat kekurangan. Setelah diperoleh garapan dari Hkm ternyata TP juga masih rendah, hanya menurun menjadi 3,47, tetap masih belum mencukupi untuk hidup layak. Perlu diketahui bahwa luas lahan milik rata-rata adalah 0,54 ha sedangkan rata-rata luas lahan andil persanggem 0,31 ha atau jumlah total 0,85 ha. Menurut teori Hardjosudiro (1976) kepemilikan petani ini sudah mendekati 1 bahu (0,64 ha sawah tadah hujan + 0,3 ha pekarangan), sehingga mestinya relatif cukup. Petani amat akrab dengan ternak, sehingga hasil ternak dapat menjadi andalan untuk menutup kebutuhan. Setelah dimasakkan hasil dari ternak ternyata tidak cukup membantu, hanya menurunkan angka TP menjadi 3,36 atau turun 0,11. Setelah diperiksa kepemilikan ternak responden hanya ada 3 orang yang memiliki ternak (hanya 1 ekor sapi dan 3 ekor kambing). Petani sebenarnya sudah sadar, bahwa tanpa hasil sampingan dari lahan mereka akan kekurangan untuk menutup kebutuhan. Mereka bekerja serabutan di bidang lain seperti buruh bangunan, pertukangan, buruh angkut kayu, dll. Ternyata dari 30 responden terdapat 20 orang petani yang bekerja serabutan, dan 5 orang lainnya adalah pegawai negeri sipil (PNS dan Pensiunan) sedangkan sisanya 5 orang benar-benar hanya mengandalkan sebagai petani. Berbeda dengan penelitian untuk menghitung TP dan Pendapatan Petani yang bersifat deskriptif kuantitatif, maka penelitian tentang keinginan masyarakat dilakukan dengan metoda deskriptif kualitatif. Dipilih beberapa tokoh masyarakat yang tahu perkembangan Hkm, tokoh adat, Kyai atau ustadz, maupun ibu rumah tangga terpilih. Beberapa informasi yang dapat disarikan dari wawancara dengan tokoh masyarakat setempat adalah: 1) Mereka ingin hidup sejahtera seimbang dengan alam pemberian yang Maha Kuasa, mereka tidak ingin alam rusak karena ulah manusia (Bio-Eko Centris). 2) Lingkungan alam mereka (areal Hkm dan lainnya) dengan topografi yang sangat curam sampai bergelombang (kemiringan 45% sampai 100%), sehingga rentan terhadap kerusakan, tetapi mereka harus hidup, maka kehidupan harus selaras dan seimbang dengan alam. 6
7 3) Mereka tetap mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini, walaupun mereka (masyarakat) tetap ingin mandiri mengelola dirinya sendiri. Sekarang ini keadaan dn Kalibiru dan Unit manajemen Hkm ini telah berusaha mengubah kawasan hutan ini menjadi hutan wisata yang cukup menjanjikan. Dusun Kalibiru yang terletak di atas perbukitan bisa melihat pemandangan yang indah, terlihat kota Yogyakarta, Magelang, Gunung Merapi dan sekitarnya yang amat menawan wisatawan. Sebagai contoh bahwa setiap hari wisatawan domestik rata-rata mencapai orang, dan bahkan 1 Suro kemarin tercatat lebih dari 300 sepeda motor naik ke kawasan wisata ini. Perlu diketahui bahwa setiap pengunjung membayar Rp 2000,-(dan parkir sepeda motor Rp 1000,-) sehingga bisa dihitung berapa besar pemasukan setiap hari. Telah tersedia rumah-rumah pondok (homestay) sebanyak 12 unit dan akan terus bertambah. Keinginan Masyarakat dan Harapan Masa Depan Berbeda dengan penelitian untuk menghitung TP dan Pendapatan Petani yang bersifat deskriptif kuantitatif, maka penelitian tentang keinginan masyarakat dilakukan dengan metoda deskriptif kualitatif. Dipilih beberapa tokoh masyarakat yang tahu perkembangan Hkm, tokoh adat, Kyai atau ustadz, maupun ibu rumah tangga terpilih. Menurut Pak Parlan (ketua Hkm lama), bahwa dulu sekitar tahun 1998 dan sebelumnya lahan hutan Hkm yang sekarang dikelola masyarakat adalah gundul atau tanah kosong, akibat kegagalan tanaman, ataupun pencurian kayu. Justru karena tanah kosong tersebut mereka bisa menanam ketela pohon untuk dibuat gaplek, dan relatif cukup untuk biaya hidup. Kata Pak Parlan, Rumiyin tanah Hkm niku kados oro-oro, nanging saget ditanduri telo kaspo, jagung, benguk, mriki penghasil gaplek (olahan ketela) sing saget kangge gesang, sinten mawon saget nggarap mboten ngangge izin, sak kiyatipun tenogo, lajeng sakniki ajeng nandur pun rekoso, sampunkebak wit-witan. Ibu Parlan menambahi, Jaman riyin tiyang dahar gaplek kalih sayur terong niku biasa, asring kalih geblek-tempe benguk, cah enom sakniki nek mboten sekul (dari beras), mboten purun. Sementara Pak Parjan (ketua Hkm baru) mengatakan, Riyin tanduran wit niku namung akasia, jati alit-alit, sono keling, terus kangge panggonan wedhus, sakniki wit-witan tambah kathah, ageng-ageng sisa-sisa jama riyin. 7
8 Salah seorang ketua adat, yaitu Pak Sudarajo, mengatakan bahwa masyarakat disini tetap mempertahankan tradisi lama, dengan melakukan upacara adat tertentu setiap tahun, dengantujuan agar masyarakat tetap sejahtera hidup selaras dengan alam yang telah diciptakan oleh yang Maha Kuasa untuk kita semua. Kata beliau, Mbenjang kemis pahing malem jumat pon (tanggal ) wonten upacara adat merti dusun naminipun suran ingkang dipun pusataken wonten elapar, ingkang bade diestreni saking kraton (Yogyakarta). Macam-macam sesajian dipun adani saben taun wonten werni 18 (delapan belas), diantaranya sego golong, tumpeng alus, tumpeng robyong, jenang suro, tumpeng gepak, ambengan, kupat, jenang 7 werni, lepet, jajan pasar, gedhang rojo, kembang setaman,lan sanes-sanesipun, ingkang sedoyo mengke kersanipun kesejahteraan selaras kalih alam, saking berkah sing kuwoso. Kalih niku lho mas rak wit-witan Akasia niku pun sami ambruk anideki cm ngantos 27 wit, kok mboten angsal disuwun, niku mangke rak nggih naming bosok dados sitik to mas, pemerintah niku nggih aneh, ngoten nggih ngoten ning nggih sing wicaksono. Keadaan inilah salah satu dilematis yang harus dipecahkan pemerintah. Hasil Pembelajaran Mampu memahami, menjelaskan dan memberikan contoh kasus konflik dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Indonesia. Aktifitas (1) Membaca bahan ajar sebelum kuliah, (2) Membaca bahan bacaan/pustaka yang relevan (3) Mencari kasus konflik dalam pengelolaan HKm Kuis dan latihan - Terangkan berbagai hal yang dapat menjadi pemicu munculnya konflik dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan! Berikan contoh kasusnya! 8
9 DAFTAR PUSTAKA Awang S.A Politik Kehutanan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Awang S.A Menuju Pengelolaan Kolaborasi Taman Nasional. FKT UGM. Yogyakarta Djuwadi Konflik Kepentingan antara Masyarakat dan Pemerintah di Kawasan Suaka Margasatwa Paliyan (SMP). FKT UGM. Yogyakarta Djuwadi Konflik dan Upaya Meredam oleh Masyarakat (Kasus Kelompok Tani Hutan Rakyat Jati Mulyo Lestari di Blitar). FKT UGM. Yogyakarta Panggabean S.R., 2007, Manajemen Konflik; Handout Mata Kuliah Governance dan Manajemen Konflik Politik, Program Pascasarjana, Jurusan Ilmu Politik, UGM Pruit D.G., dan Rubin J.Z., 2004, Teori Konflik Sosia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Ritzer G., dan Goodman D.J., 2004, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta. Siswoko B.D Perlawanan Masyarakat Desa Hutan terhadap Perum Perhutani. FKT UGM. Yogyakarta Siswoko B.D Analisis Konflik dalam Penambangan Ilegal di BKPH Ngliron, KPH Randublatung. FKT UGM. Yogyakarta Soetomo Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Sukisno, 1999, Kesejahteraan Masyarakat dalam Hubungannya dengan Pencurian Kayu Jati di BKPH Pojok KPH Purwodadi, Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. Usman S., 2007, Analisis Konflik Sosial, Jurusan Sosiologi, Fisipol, UGM, Yogyakarta. Yasmi Y., 2007, Institutionalization of Conflict Capability in the Management of Natural Resources. PhD Thesis Wageningen University, Wageningen, Netherland. Zartman W., 1997, Governance and Conflict Management, Brooking Institution Press, Washington D.C. 9
BAB XII. Konflik dalam Pengelolaan Hutan Rakyat
BAB XII. Konflik dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Pokok bahasan Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian dalam kasus konflik pengelolaan hutan rakyat di Blitar, Jawa Timur. Judul Penelitian Konflik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,834 Ha berada di wilayah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suaka Margasatwa Paliyan dengan luas total 434,834 Ha berada di wilayah Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul. Topografi kawasan berupa
Lebih terperinciBAB VII. Strategi Resolusi Konflik dan Metode Pemilihan Strategi
BAB VII. Strategi Resolusi Konflik dan Metode Pemilihan Strategi Pokok Bahasan a. Strategi Resolusi Konflik Dipandang dari sudut kajian tentang masalah sosial sebagai suatu fenomena yang komplek dan mengandung
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Implementasi Program PHBM di Perum Perhutani KPH Cepu Salah satu bentuk kebijakan baru yang dikeluarkan oleh Perhutani untuk menangani masalah pencurian kayu dan kebakaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya,
Lebih terperinciJumat, 27 Juli Balai KPH Yogyakarta dibentuk berdasarkan Perda Nomor: 6 Tahun 2008 dan Pergub Nomor: 36 Tahun 2008.
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KPH YOGYAKARTA Alamat : Jalan Argulobang No.13 Baciro, Telp (0274) 547740 YOGYAKARTA PENDAHULUAN 1. Wilayah KPH Yogyakarta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan bagi keluarga, sehingga
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain
III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas
Lebih terperinciPotensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON
Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Suaka margasatwa merupakan salah satu bentuk kawasan suaka alam. Kawasan suaka alam sesuai Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 adalah sebuah kawasan yang mempunyai fungsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. pertanian yang dimaksud adalah pertanian rakyat, perkebunan, kehutanan, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan.
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penduduk Indonesia yang tinggal di pedesaan, dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian yang
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciKONSTRIBUSI PENDAPATAN DARI PENYADAPAN GETAH PINUS TERHADAP PENDAPATAN TOTALNYA
KONSTRIBUSI PENDAPATAN DARI PENYADAPAN GETAH PINUS TERHADAP PENDAPATAN TOTALNYA ( Studi Kasus Di RPH Guyangan BKPH Ponorogo Barat KPH Lawu Ds Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ) Djoko Setyo Martono 1
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara
Lebih terperinci2015 ANALISIS KONFLIK ANTARA MASYARAKAT DENGAN PERHUTANI AKIBAT PENGAMBILAN LAHAN KEHUTANAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan yang luas. Hutan di Indonesia tersebar di berbagai pulau besar yakni Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Hutan
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER
PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO
BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo Kawasan outbound training di Kabupaten Kulon Progo merupakan kawasan pusat di alam terbuka yang bertujuan untuk mewadahi kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan
Lebih terperinciMENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI. Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta
MENYOAL PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT POTENSI DI ERA OTONOMI Oleh : Eddy Suryanto, HP. Fakultas Hukum UNISRI Surakarta ABSTRAK : Arah kebijakan pembangunan hutan rakyat diarahkan pada wilayah-wilayah prioritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara yang memiliki kekayaan spesies burung dan menduduki peringkat pertama di dunia berdasarkan jumlah spesies burung
Lebih terperinciPROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016
DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PROGRAM/KEGIATAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DIY KHUSUS URUSAN KEHUTANAN TAHUN 2016 Disampaikan dalam : Rapat Koordinasi Teknis Bidang Kehutanan
Lebih terperinciMata Pencaharian Penduduk Indonesia
Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta
Lebih terperinciBAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN WADUK SERMO
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2009.. TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN WADUK SERMO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH
Lebih terperinciAN TERNAK D m. Oleh : Diana Rurp *)
AN TERNAK D m PENINGUTAN PENDAPATAN PETANI TERNAK Oleh : Diana Rurp *) Salah satu penyebab gagalnya reboasasi pada hutan jati dikarenakan tingginya tingkat penggembalaan liar, khususnya pada daerah-daerah
Lebih terperincimempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang melaksanakan pembangunan disegala bidang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang diandalkan, karena sektor
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM. administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.
V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan Data Potensi Desa/ Kelurahan (2007), Desa Tlekung secara administratif terletak di Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur. Desa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luas Hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan LKPJ DIY
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas Hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan LKPJ DIY tahun 2013 yaitu seluas 18.715,0640 Ha atau sekitar 5,87% dari total luas seluruh DIY yaitu 318.518
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen makhluk hidup yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil baik yang bersifat
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administrasi menjadi wilayah bagian dari Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak
Lebih terperinciANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan
ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas
Lebih terperinciLampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat).
123 Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). A. PETA SOSIAL DESA 1. Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Glandang, Program Pemerintahan Desa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KONSERVASI TANAH DAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dan air dalam wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) 1945 menentukan bahwa bumi, air. dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pengaturan mengenai hutan didasarkan pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD) 1945 menentukan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
Lebih terperinciPELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR
i PELUANG PENINGKATAN PERANAN HUTAN PRODUKSI KPH RANDUBLATUNG TERHADAP PENINGKATAN KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR (Studi Kasus: Kecamatan Randublatung) TUGAS AKHIR Oleh: MEILYA AYU S L2D 001
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciKEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Desa Kepuharjo terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Desa Kepuharjo secara geografis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup dari suatu masyarakat yang beraneka ragam, mulai dari keorganisasian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dalam bermasyarakat dapat kita amati adanya pola-pola hidup dari suatu masyarakat yang beraneka ragam, mulai dari keorganisasian masyarakat, upacara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pariwisata di Indonesia sekarang ini semakin pesat.
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan pariwisata di Indonesia sekarang ini semakin pesat. Perkembangan sektor pariwisata menjanjikan dan memberikan manfaat kepada banyak pihak dari pemerintah,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap wilayah berbeda-beda, tiap daerah mempunyai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi sumber daya alam yang dimiliki setiap wilayah berbeda-beda, tiap daerah mempunyai ciri-ciri khas dan kemampuan dalam mengolah potensi sumber daya alam yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah
BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sektor pariwisatanya telah berkembang. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sangat berperan dalam
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan
Lebih terperinciBAB VII PENUTUP. memaksimalkan potensi wisata. Tahap-tahap partisipasi yang dilakukan
BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan Hasil penelitian ini berupa pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat dan strategi masyarakat untuk memaksimalkan potensi wisata yang ada didaerahnya. Pengelolaan yang
Lebih terperinciPENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY
PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY Oleh: Totok Dwinur Haryanto 1 Abstract : Cooperative forest management is a social forestry strategy to improve community prosperity.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA
PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping
Lebih terperinciBAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo
BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo Di bawah ini penulis akan sampaikan gambaran umum tentang keadaan Desa Bendoharjo Kecamatan Gabus Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia adalah suatu negara dengan potensi sumberdaya hutan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah suatu negara dengan potensi sumberdaya hutan yang sangat besar dan menyimpan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sumberdaya hutan yang besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian, karena sektor pertanian di Indonesia sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya
Lebih terperinciGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27
Lebih terperincitertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang
PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. berikut : Investasi industri pariwisata dengan didukung keputusan politik ekonomi
BAB VI KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian secara kritis yang sudah dianalisis di kawasan Borobudur, menggambarkan perkembangan representasi serta refleksi transformasi sebagai berikut : Investasi
Lebih terperinciBAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK
BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK A. Profil Desa Lundo 1. Letak geografis Desa Lundo merupakan salah satu desa yang terletak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal dan rasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 167, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor
Lebih terperinciJudul. Rehablitasi Lahan Dan Hutan Melalui Pengembangan Hkm Untuk Peningkatan Daya Dukung DAS Moyo Kabupaten Sumbawa Lembaga Olah Hidup (Loh)
Judul Pelaksana Fokus Area Rehablitasi Lahan Dan Hutan Melalui Pengembangan Hkm Untuk Peningkatan Daya Dukung DAS Moyo Kabupaten Sumbawa Lembaga Olah Hidup (Loh) Mitigasi Berbasis Lahan Kerangka Presentasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEM ERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan
29 BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Teluk Mesjid Desa Teluk Mesjid adalah suatu wilayah di kecamatan Sungai Apit kabupaten yang salah satu dari 14 Desa Kelurahan pada awalnya merupakan
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan
BAB IV PENUTUP Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan dan saran dipaparkan oleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis pada bab sebelumnya. 4.1 Kesimpulan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas
Lebih terperinciKELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti
KELOMPOK TANI HUTAN (KTH) RIMBA MAS Tetap Hijau Dimusim Kemarau Oleh : Endang Dwi Hastuti Kelompok Tani Hutan (KTH) Rimba Mas berada di Desa Gerbo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Untuk mencapai
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pulau Jawa dan terletak sekitar 30 kilometer di Utara wilayah Provinsi Daerah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi aktif yang terdapat di Pulau Jawa dan terletak sekitar 30 kilometer di Utara wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikarenakan semakin modernnya teknologi yang berkembang di sektor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan pembangunan di Indonesia membawa banyak kemajuan disegala sektor kehidupan, baik itu bidang sosial, ekonomi, pendidikan, pertanian, teknologi dan
Lebih terperinciLampiran 1 Kuisioner penelitian untuk personil RPH Oro Oro Ombo
LAMPIRAN Lampiran 1 Kuisioner penelitian untuk personil RPH Oro Oro Ombo KUISIONER PENELITIAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Peningkatan Peran Masyarakat dalam Upaya Pengendalian Kebakaran
Lebih terperinciANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN
45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN
1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK
Lebih terperinciPOLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati
POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciMODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA. Abstrak
MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA BERWAWASAN KONSERVASI DI KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO KABUPATEN SEMARANG Rahma Hayati Jurusan Geografi FIS -UNNES Abstrak Penelitian ini
Lebih terperinciLOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada
IV. LOKASI PENELITIAN A. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada dinaungan Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara Berdasarkan Perda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi merupakan suatu kawasan yang dikelola dan dilindungi dalam rangka pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Penetapan status sebuah kawasan menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di
I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Kabupaten Kulon Progo merupakan bagian dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di Barat dan Utara, Samudra
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciVI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat
73 VI. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT 6.1. Sejarah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Hutan sebagai asset dan modal pembangunan nasional memiliki potensi dan
Lebih terperinciV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG. memiliki luas lahan pertanian sebesar 3.958,10 hektar dan luas lahan non
IV. KEADAAN UMUM DESA KALIURANG A. Letak Geografis Wilayah Kecamatan Srumbung terletak di di seputaran kaki gunung Merapi tepatnya di bagian timur wilayah Kabupaten Magelang. Kecamatan Srumbung memiliki
Lebih terperinciIX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)
IX. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI AKIBAT PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 9.1. Kondisi Ekonomi Perluasan kawasan TNGHS telah mengakibatkan kondisi
Lebih terperinci