BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya diklasifikasikan
|
|
- Sudomo Cahyadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Srikaya (A. squamosa L.) Taksonomi Menurut Sunarjono (2005) taksonomi tanaman srikaya diklasifikasikan Kingdom Divisi Sub Divisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Ranales : Annonaceae : Annona Spesies : Annona squamosa L. Nama binominal : A. squamosa L. Gambar 2.1 Tumbuhan Srikaya (Sunarjono, 2005) 6
2 Morfologi Daun srikaya mempunyai bentuk lonjong, ujung dan pangkal runcing, dasar lengkung, tepi rata, panjang 5-17 cm, lebar 2-7,5 cm, permukaan daun berwarna hijau, bagian bawah hijau kebiruan. Bunga srikaya bergerombol memiliki panjang sekitar 2.5 cm, sebanyak 2-4 kuntum bunga kuning kehijauan (berhadapan) pada tangkai kecil panjang berambut dengan panjang ± 2 cm, tumbuh pada ujung tangkai atau ketiak daun. Daun bunga srikaya pada bagian luar berwarna hijau, ungu bagian bawah. Terdapat serbuk sari, bererombol, putih, panjang kurang dari 1.6 cm, putik berwarna hijau muda. Tiap putik membentuk semacam kutil, panjang cm, lebar 0,6-1,3 cm yang tumbuh menjadi kelompok-kelompok buah. Berbunga dengan bantuan kumbang nitidula. Buah srikaya merupakan buah semu yang berbentuk bola atau kerucut atau menyerupai jantung, permukaan berbenjol-benjol, warna hijau berbintik (serbuk bunga) putih, penampang 5-10 cm, menggantung pada tangkai yang cukup tebal. Biji membujur di setiap karpel, halus, coklat tua hingga hitam, panjang 1,3-1,6 cm. Biji masak berwarna hitam mengkilap Kandungan Kimia Berdasarkan penelitian tentang uji fitokimia bahwa daun srikaya mengandung senyawa metabolit sekunder, yaitu flavonoid, fenolik, saponin, triterpenoid, steroid, alkaloid, dan kumarin (Mulyani, 2013). Hastuti (2008) meneliti bahwa saponin dapat menghambat bahkan membunuh larva nyamuk sehingga saponin dapat diketahui memiliki daya
3 8 insektisida. Saponin merupakan senyawa aktif yang dapat menimbulkan busa. Saponin dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah, mempunyai rasa pahit dan menurunkan tegangan permukaan sehingga merusak membran sel, mengganggu proses metabolisme serangga, hal ini juga dalam Liqorina (2014) memperkuat studi bahwa mekanisme saponin masuk ke dalam tubuh larva dengan cara inhibisi terhadap enzim protease yang mengakibatkan penurunan asupan nutrisi oleh larva dan membentuk kompleks dengan protein dan menyebabkan pertumbuhan larva terhambat karena menembus membran mukosa saluran pencernaan. Komponen lipofilik saponin dapat dengan mudah bereaksi ke dalam fraksi lipid membran mukosa. Flavonoid merupakan inhibitor pernapasan dengan mekanisme melemahkan saraf dan mengakibatkan larva tidak bisa bernapas. Akibat masuknya senyawa flavonoid melalui siphon, sehingga terjadi kerusakan pada siphon (Wahyuhidayah, 2010). Menurut Agustiningsih (2010) senyawa alkaloid adalah salah satu jenis senyawa bersifat racun yang dapat menghambat sistem respirasi, juga mempengaruhi sistem saraf larva sehingga digunakan sebagai penolak serangga. Alkaloid dapat diekstraksi dengan menggunakan etanol. 2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Indonesia menempati urutan pertama di Asia.
4 9 Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak orang dan 641 meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2013, yakni orang dan meninggal dunia sebanyak 871 penderita (Depkes, 2015). Penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia dengan jumlah penderita dan penyebaran semakin luas dan bertambah seiring dengan peningkatan pertumbuhan dan kepadatan penduduk (KemenKes, 2010). Vektor DBD adalah nyamuk A. aegypti betina. Nyamuk A. aegypti termasuk serangga dengan siklus hidup lengkap, yaitu dimulai dari telur menjadi larva, larva menjadi pupa kemudian nyamuk dewasa. Nyamuk A. aegypti mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi dalam mempertahankan hidupnya dan bertelur dalam habitat kecil yang kurang nutrisi dan suhu yang kurang optimum (Yulidar, 2014). Pemberantasan larva merupakan salah satu pengendalian vektor A. aegypti yang diterapkan hampir diseluruh dunia. Penggunaan insektisida sebagai larvasida merupakan cara yang paling umum digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan pertumbuhan vektor DBD (Daniel, 2008) Vektor DBD A. aegypti adalah jenis nyamuk yang menghantarkan virus dengue sebagai penyebab dari demam berdarah. Penyebaran A. aegypti bertambah luas mencakup hampir seluruh daerah tropis. Sebagai pembawa virus dengue yang utama (primary vector).
5 Taksonomi Susunan Taksonomi A. aegypti menurut Rosdiana (2010) Filum Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Arthropoda : Insekta : Diptera : Culcidae : Culcinae : Aedes : A. aegypti Daur Hidup A. aegypti Gambar 2.1 Daur Hidup A. aegypti (CDC, 2012) Nyamuk A. aegypti memiliki siklus hidup yang komplek mulai stadium telur yang menetas 1-3 hari setelah perendaman air kemudian berubah
6 11 menjadi stadium larva, dalam tahapan larva ada beberapa perkembangan instar. Perkembangan larva dari instar I-IV memerlukan waktu sekitar 5 hari. Kemuadian larva berubah menjadi pupa selama ± 2 hari sebelum akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Depkes RI, 2007). 1. Telur Telur Aedes pertama kali dikeluarkan warnanya putih kemudian berubah menjadi hitam dalam jangka waktu 30 menit. Telur dapat disimpan dan bertahan sampai berbulan-bulan dalam suhu 20 o C-40 o C. Telur aedes apabila ditaruh kedalam air dapat menetas dalam waktu 1-3 hari dengan suhu 30 o C dan dalam waktu 7 hari pada suhu 16 o C, dengan keaadaan yang baik, telur A. aegypti akan menetas sebanyak 80% pada hari pertama dan 95% pada hari kedua. Morfologi dari telur A. aegypti yaitu berukuran 1 mm, berwarna hitam, tampak bulat panjang dan berbentuk oval menyerupai torpedo. Pengamatan pada mikroskop, dinding luar (exochorion) telur tampak adanya garis-garis membentuk gambaran seperti sarang lebah (CDC, 2012). Faktor yang mempengaruhi penetasan telur aedes suhu, ph air, perindukkan, cahaya, serta kelembaban disamping fertilitas telur itu sendiri (Yulidar 2014). Tempat nyamuk dapat bertelur dan berkembang biak pada tempat yang memiliki kondisi air bersih, seperti di bak mandi, tempayan, drum air yang terbuka, tandon air yang tidak tertutup, sumur gali dan genangan air hujan. Meskipun dalam volume yang sedikit, tempat tersebut dapat
7 12 dijadikan perkembangbiakan telur menjadi larva. Telur yang sudah dikelurkan oleh nyamuk aedes akan diletakkan dan menempel pada dinding penampungan air, sedikit di atas permukaan air. Walaupun kondisi tempat yang kering atau tanpa, telur ades dapat bertahan sampai enam bulan. Umunya telur akan menetas menjadi larva dalam jangka waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam dalam air (Levi, 2004). 2. Larva A. aegypti Larva A. aegypti memiliki empat perkembangan (instar). Perkembangan larva dipengaruhi oleh temperatur, ketersedian makanan dan kepadatan dalam tempat penampungan larva. Bila kondisi optimal, mulai dari penetasan telur hingga berubah menjadi bentuk dewasa dibutuhkan waktu sekitar 7 hari (Gandahusada, 2006). Larva mempunyai siphon atau alat pernafasan yang berada di bagian belakang tubuhnya, berfungsi untuk mengambil oksigen dengan cara menggantungkan tubuhnya di permukaan air (Prayuda, 2014). Larva A. aegypti mempunyai morfologi yang berbeda pada tiap instar. a. Larva instar I memiliki ukuran paling kecil 1-2 mm, umur kurang lebih 1 hari, siphon belum berwarna hitam dan badan masih bening terlihat tembus cahaya. b. Larva instar II memiliki ukuran lebih besar dari instar I, panjang 2,5-3,9 mm, umur kurang lebih 1-2 hari, siphon masih belum terlihat jelas.
8 13 c. Larva instar III memiliki ukuran 4-5 mm, umur 2 hari, siphon mulai terlihat jelas berwarna hitam gelap dengan warna badan, terdapat gigir sisir pada segmen ke-8. d. Larva instar IV memiliki ukuran 7-8 mm, umur kurang lebih 2-3 hari, siphon sudah terlihat jelas berwarna hitam gelap dengan warna badan, terdapat gigir sisir pada segmen ke-8. Larva stadium akhir ini melakukan pengelupasan kulit dan berubah menjadi pupa. Dalam air, pergerakan larva aedes sangat aktif dengan gerakan naik ke permukaan air dan turun ke dasar wadah berulang-ulang. Larva A. aegypti memiliki kemampuan hidup pada air ph 5,8-8,8 dan bertahan pada kondisi air dengan kadar garam 10-59,5 mg/l (Levi, 2004). 3. Pupa (kepompong) Morfologi pupa yaitu memiliki tabung pernafasan yang berbentuk segitiga. Setelah mencapai umur 1-2 hari, pupa dapat berubah menjadi nyamuk dewasa (jantan atau betina). Pupa memiliki kantong udara yang letaknya diantara bakal sayap nyamuk dewasa dan terpasang sayap pengayuh yang saling menutupi sehingga pupa dapat menyelam cepat dan melakukan serangkaian jungkiran sebagai reaksi terhadap rangsangan. Pupa merupakan stadium akhir calon nyamuk yang berada di dalam air. Secara makroskopis bentuk tubuh pupa bengkok dan kepalanya besar. Fase pupa membutuhkan waktu 2-5 hari, selama fase ini pupa tidak memerlukan makan (Levi, 2004).
9 14 Menurut Depkes (2004) pupa memerlukan udara, pada fase ini belum ada perbedaan antara jantan dan betina. Pada umumnya nyamuk jantan menetas terlebih dahulu dari pada nyamuk betina. Setelah melewati fase ini, pupa akan keluar dari kepompong kemudian menjadi nyamuk yang dapat keluar dari air. 4. Nyamuk Dewasa Nyamuk dewasa mampu bertahan hidup 2 minggu sampai 3 bulan dengan rata-rata 1 bulan, bergantung dari suhu dan kelembaban. Perilaku nyamuk dewasa, teutama nyamuk aedes betina menghisap darah untuk melakukan proses pematangan telur. Karena nyamuk betina merupakan vektor pembawa penyakit dan mengganggu manusia. Nyamuk aedes dapat menggigit manusia sering sekali pada pukul dan pukul , sementara dimalam hari nyamuk aedes sembunyi pada sela-sela pakaian yang menggantung dan ruangan yang gelap dan lembab (Agoes, 2009) Pengendalian Vektor Salah satu cara dalam menekan resiko penularan adalah mengurangi habitat perkembangbiakan vektor, kepadatan vektor dan umur vektor, kontak antara vektor dengan manusia serta memutus rantai penularan penyakit. Cara pengendalian vektor salah satu cara untuk dapat secara cepat memutus rantai penularan (Dirjen P2PL, 2011) yaitu kimia dan biologi. Secara kimia seperti pemberian abate pada air-air jernih yang tergenang, pemberantasan larva dengan menabur abate 1 gr/10 liter air ke dalam bak
10 15 air. Tetapi, air yang ditaburi abate berbau kurang sedap, hal ini merupakan salah satu kelemahan formulasi abate. Penggunaan abate secara terus menerus dapat menyebabkan resistensi larva tingkat sedang (Susanna et al, 2003). Apabila penggunaan insektisida kimiawi dalam jangka panjang tidak bisa diabaikan, karena menimbulkan dampak kontaminasi residu pestisida dalam air, terutama air minum yang menjadi perhatian penting (Ndione, 2007). Pemberantasan nyamuk A. aegypti dengan cara fogging menggunakan bahan kimia insektisida merupakan upaya terakhir. Menurut Aryana (2013) pencegahan dengan fogging dapat membunuh nyamuk dewasa bukan membunuh telur ataupun larva. Fogging dengan insektisida malation 4% bercampur dengan solar hanya dapat membunuh nyamuk dewasa pada radius meter dan efektif 1-2 hari saja, sedangkan siklus perkembangbiakan telur berubah menjadi dewasa membutuhkan waktu 12 hari. Oleh karena itu hanya dengan melakukan fogging satu kali saja tidak cukup tetapi harus dengan berulang-ulang. Tetapi fogging yang dilakukan berulang kali mempunyai efek berhubungan terhadap pencemaran udara maupun makanan. Pelaksanaan fogging kadang sering mengabaikan pemberitahuan sehingga masyarakat tidak mengetahui atau belum siap, akibatnya tidak seluruh tempat bisa disemprot, disamping tentu saja nilai dosis tidak tepat atau cuaca yang tidak baik, maka kemungkinan besar nyamuk yang disemprot tidak akan mati seluruhnya yang akan dapat menimbulkan kekebalan atau
11 16 resistensi perubahan perilaku serta perubahan faal nyamuk A. aegypti (Nuijda, 2005). Pemberantasan larva dari nyamuk A. aegypti yang paling mudah dan termurah adalah dengan cara menguras, menutup, dan mengubur (3M). Secara biologi biasanya memakai agent biologi seperti parasit dan bakteri yang merupakan musuh alami pada stadium pra-dewasa. Golongan insektisida biologi yang sering dipakai adalah menggunakan bakteri Bacillus Thuringiensis israelensis (BTI) Mekanisme Larvasida Masuk Dalam Tubuh Larva Menurut Kardinan (2001) insektisida dapat masuk melalui tubuh serangga melalui dinding tubuh, saluran pernafasan dan alat pencernaan. a. Dinding tubuh merupakan bagian utama dalam penyerapan insektisida jumlah besar. Pada bagian dinding tubuh mempunyai lapisan membran dasar yang dapat ditembus oleh pelarut tetapi tidak oleh zat terlarut, sehingga dapat memilih jenis senyawa yang dapat melewatinya. b. Saluran Pernafasan insektisida disebut trakea. Oksigen dapat masuk melalui trakea secara difusi dengan bantuan dari pergerakan abdomen. Oksigen yang masuk kedalam pernafasan akan langsung berhubungan dengan jaringan. Insektisida masuk dalam sistem pernafasan berbentuk gas atau butir-butir halus yang dibawa ke jaringan. c. Alat Pencernaan nyamuk memiliki struktur seperti dinding tubuhnya. Dengan demikian penyerapan insektisida pada alat pencernaan sama dengan penyerapan pada dinding tubuh.
12 17 Berdasarkan mekanisme insektisida masuk ke dalam tubuh larva yaitu racun kontak, racun perut dan racun pernafasan. a. Racun kontak merupakan insektisida yang masuk melalui rangka tubuh bagaian luar kemudian melalui perantara siphon pada saat istirahat di permukaan yang mengandung residu insektisida. b. Racun perut atau mulut (stomach poison) merupakan insektisida yang masuk melalui mulut sehingga mengganggu sistem pencernaan c. Racun pernafasan (fumigant) yang merupakan racun yang masuk melalui permukaan badan. Menurut Saraswati (2004) ciri larva yang mengalami keracunan adalah terlihat dari kondisi fisik dan tingkah laku. Pada konsentrasi dosis 50%, keracunan saraf dapat menimbulkan empat gejala, yaitu tidak mengalami reaksi bila disentuh, kejang, lumpuh dan mati. Tanda bahwa larva A. aegypti mengalami kematian adalah (1) pergerakan larva tidak aktif (2) tubuh larva menjadi kaku (3) apabila di sentuh dengan spatula/lidi tidak merespon (4) tubuh larva mengapung. 2.3 Ekstrak Ekstrak merupakan sediaan kering, kental atau cair dengan cara mengekstraksi simplisia nabati atau hewani berdasarkan cara yang sesuai tanpa dipengaruh cahaya matahari.
13 Ekstraksi Ekstraksi atau penyarian adalah cara penarikan atau proses pemisahan kandungan kimia dari simplisia melalui metode dan pelarut yang sesuai agar kandungan kimia yang ada pada simplisia dapat terpisah. Fungsi dari ekstraksi adalah untuk memisahkan dua zat yang memiliki perbedaan kelarutan. Pemilihan metode ekstraksi dapat dilakukan apabila senyawa yang akan dipisahkan terdiri dari komponen dengan memiliki titik didih berdekatan dan sensitif terhadap panas Pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi Menurut farmakope (2008), etanol merupakan pelarut pilihan untuk memperoleh ekstrak seperti ekstrak cair, kental dan kering yang masih digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi. Pelarut harus memiliki daya ekstraktif yang tinggi, bersifat selektif dan dapat digunakan untuk mengekstrak tanaman yang belum diketahui bahan aktifnya. Pemilihan pelarut pada proses ekstraksi yang digunakan akan mempengaruhi selektivitas pelarut terhadap senyawa aktif dari tanaman obat. Beberapa contoh pelarut yang cocok untuk golongan senyawa aktif tertentu: 1. Alkaloid sebagian besar dapat diekstraksi menggunakan pelarut etanol karena senyawa alkaloid bersifat polar. 2. Saponin umumnya dalam bentuk glikosida sehingga bersifat polar. Saponin merupakan senyawa aktif yang dapat menimbulkan busa apabila dikocok dalam air
14 19 3. Tanin merupakan senyawa fenolik yang cenderung larut dalam air sehingga cenderung bersifat polar. 4. Flavonoid secara selektivitas dapat diekstraksi pada ph netral menggunakan etil asetat. (Depkes, 2000) Maserasi Maserasi merupakan proses dimana serbuk simplisia yang sudah halus direndam pada cairan penyari sampai meresap dan menarik susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan terlarut, penguapan pada maserasi bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa dari larutan penyari (Ansel, 2000). Dasar penggunaan metode maserasi dengan cara merendam sampel yang sekali-kali dilakukan pengocokan. Pengocokan dapat menggunakan alat rotary shaker dengan kecepatan sekitar 150 rpm atau bisa dilakukan pengadukan berkali-kali pada suhu ruangan (Depkes RI, 2000). Perendaman dilakukan 24 jam dan selanjutnya pelarut diganti dengan pelarut baru. Beberapa penelitian melakukan perendaman hingga 48 jam. Selama proses perendaman, cairan pelarut akan menembus dinding sel sampel dengan cara masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif yang berada di dalam sel dengan luar sel, sehingga larutan yang sangat pekat dapat didesak keluar. Peristiwa tersebut akan terus berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dengan larutan di dalam sel (Depkes, 2000).
15 20 Beberapa faktor yang mempengaruhi ekstraksi maserasi yaitu perbandingan simplisia dengan pelarut, proses pelarutan zat dari sel yang terdistegrasi, imbibisi dari simplisia, proses pelarutan dari sel utuh, kecepatan tercapainya kesetimbangan, temperatur, ph (untuk sistem pelarut air), interaksi antara konstituen pelarut dan struktur bahan, lipofilisitas (dalam hal menggunakan pelarut campur) Kelebihan menggunakan ekstraksi dengan metode maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang sederhana. Zat aktif yang di ekstrak cenderung tidak rusak karena pada suhu kamar. Namun metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu cara pengerjaannya yang lama (Istiqomah, 2013). Menurut Suarsa (2011) tinggi rendahnya randemen dapat dipengaruhi oleh metode ektraksi yang dipakai, dimana metode maserasi dibandingkan metode perkolasi adalah kandungan dari zat aktif pada senyawa yang tidak stabil akan mudah mengalami penguapan seperti zat kimia ester dan eter. Kedua zat kimia tersebut tidak akan rusak ataupun menguap karena berlangsung pada kondisi dingin Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Ekstrak Menurut Suriyana (2011) mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal/simplisia, karenaya sebelum diproses menjadi ekstrak, simplisia/bahan awal yang akan diekstraksi harus pula distandarisasi. Dua faktor yang mempengaruhi mutu simplisia adalah faktor biologi dan kimia.
16 21 Faktor Biologi meliputi beberapa hal, yaitu: 1. Identitas jenis (spesies), berdasarkan dari sudut keragaman hayati yang dapat diidentifikasi melalui informasi genetika sebagai faktor internal untuk validasi jenis. 2. Lokasi tumbuhan asal merupakan faktor eksternal, yaitu lingkungan dimana tumbuhan bereaksi berupa energi berupa cuaca, temperatur, cahaya dan materi berupa air, senyawa organik dan anorganik 3. Periode pemanenan yang dilakukan tidak pada waktunya bisa mempengaruhi kandungan senyawa. 4. Penyimpanan bahan tumbuhan menggunakan tempat atau wadah dapat dipakai untuk menyimpan sehingga mempengaruhi mutu senyawa tanaman. 5. Umur tanaman dan bagian yang digunakan sangat menentukan keberadaan senyawa kimia seperti klorofil yang terdapat di daun. Faktor Kimia meliputi beberapa hal, yaitu: 1. Faktor internal seperti jenis, komposisi, kualitatif dan kuantitatif serta kadar total rerata senyawa aktif dalam bahan. 2. Faktor eksternal seperti metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat dan kandungan pestisida.
BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan menempati urutan pertama di Asia. Pada tahun 2014, sampai pertengahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara negara
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan. tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali ditemukan tahun 1953 di Fillipina. Selama tiga dekade berikutnya, kasus demam berdarah dengue/sindrom renjatan dengue ditemukan
Lebih terperinciEFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies. DBD adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di. Berdasarkan data Dinas Kesehatan kota Bandar Lampung Januari hingga 14
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Menurut Depkes RI Jumlah kasus DBD pada tahun 2010 sebanyak 156.086 kasus dengan jumlah kematian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis, dimana negara dengan iklim tropis ini hanya memiliki dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pergantian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue, gejalanya adalah demam tinggi, disertai sakit kepala, mual, muntah,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty. Menurut Wijana, (1982) Ae. aegypty adalah satu-satunya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. memburuk setelah dua hari pertama (Hendrawanto dkk., 2009). Penyebab demam
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk Aedes Agypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terutama di daerah tropis dan subtropis. Walaupun beberapa spesies dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan yang banyak ditemukan didaerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukan Asia menempati urutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aedes sp Kedudukan nyamuk Aedes sp dalam klasifikasi hewan menurut Soegijanto (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Phylum Super Class Class Sub Class Ordo Sub Ordo Family Sub
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Larva Aedes aegypti 1. Klasifikasi Aedes aegypti Klasifikasi nyamuk Ae. aegypti adalah sebagai berikut (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:217): Divisi : Arthropoda Classis : Insecta
Lebih terperinciFAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI EKTRAKSI Ekstraksi tanaman obat merupakan suatu proses pemisahan bahan obat dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serangga yaitu Aedes spesies. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah. penyakit demam berdarah akut, terutama menyerang anak-anak dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi yang umumnya ditemukan di daerah tropis dan ditularkan lewat hospes perantara jenis serangga yaitu Aedes spesies.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aedes aegypti L. merupakan jenis nyamuk pembawa virus dengue, penyebab penyakit demam berdarah juga pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya (Borror dkk,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Ciri yang khas dari species ini adalah bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang ditularkan ke manusia dengan gigitan nyamuk Aedes Aegypty.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang ditandai dengan panas tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas disertai bintik-bintik merah pada kulit. Demam Berdarah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat. kejadian luar biasa atau wabah (Satari dkk, 2005).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering terjadi di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan nyamuk penular dan virus penyebab penyakit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di negara kita, khususnya di kota-kota
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang. disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk betina Aedes aegypti. DBD ditunjukkan empat manifestasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki musim penghujan, ancaman penyakit yang diakibatkan gigitan nyamuk Aedes sp yaitu demam berdarah kembali menjadi pokok perhatian kita. Penyakit demam berdarah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Deman Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).Penyakit
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sirih (Piper bettle L.) 1. Klasifikasi Sirih (Piper bettle L.) Menurut Tjitrosoepomo (1993), klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio
Lebih terperinciEFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN MOJO (Aegle marmelos L.) TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat
Lebih terperinciIDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)
IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. bagi manusia, seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah, dan chikungunya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang banyak menimbulkan masalah bagi manusia. Selain gigitan dan dengungannya yang mengganggu, nyamuk merupakan vektor atau penular beberapa jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan
Lebih terperinciA. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular disebabkab oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)
TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) Deskripsi Morfologi
1 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum squamatum Vahl) 2.1.1 Deskripsi Morfologi Tanaman Bunga Pagoda Clerodendrum squamatum Vahl temasuk dalam ordo Lamiales dan famili
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dunia, terdapat 1,23 miliar penduduk di 58 negara yang berisiko tertular filariasis dan membutuhkan terapi preventif. Lebih dari 120 juta penduduk terinfeksi filariasis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan adalah demam berdarah dengue (DBD). World
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Culex sp Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese enchepalitis, St Louis encephalitis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue merupakan masalah kesehatan, bersifat endemis dan timbul disepanjang tahun. Bahaya penyakit ini walau banyak terjadi pada anak-anak, terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia hingga tahun 2007 diprediksi melebihi jumlah yang diperkirakan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), yakni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. provinsi dan 2 kota, menjadi 32 kasus (97%) dan 382 kasus (77%) kabupaten/kota pada
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang ditularkan melalui cucukan nyamuk Aedes sp. yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis diantaranya kepulauan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami 2 musim, salah satunya adalah musim penghujan. Pada setiap musim penghujan datang akan mengakibatkan banyak genangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes sp 1. Klasifikasi Nyamuk Aedes sp Nyamuk Aedes sp secara umum mempunyai klasifikasi (Womack, 1993), sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Genus Upagenus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. yang menjadi vektor dari penyakit Demam Berdarah ini dikenal dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk dikenal sebagai hewan yang menjadi vektor berbagai jenis penyakit. Salah satu penyakit yang penyebarannya melalui nyamuk adalah penyakit Demam Berdarah atau Demam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering muncul pada musim hujan ini antara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSAKA. Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat
BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Mahoni (Swietenia mahagoni jacg) Mahoni merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan jati dan tempat-tempat lain yang dekat dengan pantai, atau di tanam di tepi jalan sebagai pohon
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen)
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedudukan Taksonomi dan Morfologi Cabai Rawit (Capsicum frutescen) Kedudukan taksonomi cabai rawit dalam tatanama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Rukmana,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah. satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah salah satu penyakit yang menjadi masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Jumlah penderita DBD cenderung meningkat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vektor Aedes aegypti merupakan vektor utama Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sedangkan Aedes albopictus adalah vektor sekunder. Aedes sp. berwarna hitam dan belang-belang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini. DBD merupakan salah satu masalah kesehatan utama di
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit menular yang masih menyerang penduduk dunia sampai saat ini. DBD merupakan salah satu
Lebih terperinciPENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA
PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK TEMU LAWAK (Curcuma xanthorrhiza) TERHADAP JUMLAH NYAMUK Aedes aegypti YANG HINGGAP PADA TANGAN MANUSIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu masalah kesehatan yang sangat penting karena kasus-kasus yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit tropis yang mengancam manusia di berbagai negara tropis dan menjadi salah satu masalah kesehatan yang
Lebih terperinciEFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius Roxb.) DALAM MEMBUNUH LARVA Aedes aegypti Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di negara-negara tropis
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di negara-negara tropis dan subtropis. Berdasarkan perhitungan WHO (2006), ada 100 negara di dunia yang menjadi daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah
Lebih terperinciBAB I. Pendahuluan UKDW. data dari World Health Organization (WHO) bahwa dalam 50 tahun terakhir ini
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Hal ini diperkuat dengan data dari World Health
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut
TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2011a). Tahun 2010 Indonesia tercatat sebagai negara dengan angka kejadian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia (Kementerian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah tropis merupakan tempat mudah dalam pencemaran berbagai penyakit, karena iklim tropis ini sangat membantu dalam perkembangan berbagai macam sumber penyakit.
Lebih terperinciBAB I. Infeksi virus dengue merupakan vector borne disease. Nyamuk Aedes
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) telah menjadi masalah kesehatan utama di negara - negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Angka kejadian DBD cenderung meningkat, dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis terbesar di dunia. Iklim tropis menyebabkan adanya berbagai penyakit tropis yang disebabkan oleh nyamuk seperti malaria
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena. rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gigitan nyamuk sering membuat kita risau karena rasanya yang gatal. Akan tetapi nyamuk tidak hanya dapat menyebabkan rasa gatal saja, nyamuk juga mampu menularkan
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengaruh lingkungan dalam menimbulkan penyakit pada manusia telah lama disadari. Bahkan telah lama pula disinyalir, bahwa peran lingkungan dalam meningkatkan derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan dari seorang kepada orang lain melalui gigitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan vektor penting dan utama untuk penyakit parah dan sangat menular ke manusia (Lokesh et al., 2010). Vektor utama penyakit malaria di daerah Jawa adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditandai dengan demam bifasik, myalgia, arthralgia, bintik merah, leukopenia,
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk merupakan masalah kesehatan serius dan masih menjadi persoalan akhir-akhir ini. Demam Berdarah, Filariasis, Malaria, Yellow
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di negaranegara. subtropis. Penyakit ini endemik dibeberapa negara
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di negaranegara subtropis. Penyakit ini endemik dibeberapa negara antara lain Afrika, Amerika, Mediterranea Timur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beriklim tropis dengan jumlah penduduk yang tidak sedikit. Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan Case
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat internasional serta merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan. World
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan
4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan tanda-tanda tertentu dan disebarkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hari berikutnya hujan lagi. Kondisi tersebut sangat potensial untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki musim hujan, demam berdarah dengue (DBD) kembali menjadi momok menakutkan bagi masyarakat. Lebih-lebih bila kondisi cuaca yang berubah-ubah, sehari hujan,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biologi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) : Monocotyledonae. : Pandanus
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) 2.1.1 Klasifikasi Klasifikasi Pandan Wangi: Regnum Divisio Classis Ordo Familia Genus Species : Plantae : Spermatophyta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi
Lebih terperinciBAB l PENDAHULUAN. manusia. Nyamuk yang memiliki kemampuan menularkan penyakit ini
BAB l PENDAHULUAN A. Pendahuluan Nyamuk sering dikaitkan dengan masalah kesehatan karena gigitan nyamuk tidak hanya menimbulkan gatal saja tetapi beberapa spesies nyamuk juga dapat menularkan berbagai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga. merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berada di daerah tropis, sehingga merupakan daerah endemik bagi penyakit-penyakit yang penyebarannya diperantarai oleh nyamuk, salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) de Wit. 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)
II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu komoditas buah yang prospektif. Tanaman jambu biji telah menyebar luas, terutama di daerah tropik. Saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di negara yang sedang berkembang, khususnya Indonesia. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes Sp 1.Pengertian Aedes Sp Nyamuk Spesies Aedes merupakan vector penyebar virus dengue penyebab penyakit. Demam Berdarah Dangue (DBD) yaitu Aedes aegypti dan Aedes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya semakin
Lebih terperinci