UPAYA PEMERINTAH THAILAND DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI THAILAND SELATAN TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA PEMERINTAH THAILAND DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI THAILAND SELATAN TAHUN"

Transkripsi

1 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, 2016, 4 (2) ISSN , ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 UPAYA PEMERINTAH THAILAND DALAM PENYELESAIAN KONFLIK DI THAILAND SELATAN TAHUN Lia Aprila Fitra 1 Nim Abstract The research aims to find out how The Thailand Government Efforts on Resolution Conflict In South Thailand At This type of research is descriptive qualitative using literature study. The data used are secondary data obtained through literature studies conducted on many books and obtained using literature studies conducted on many books and is obtained based on records related to the research, in addition to researchers using the data obtained from the internet. Concept or theories used this research were the Theory of Conflict Causes and Conflict Theory. The results showed that at least three actors involved in the conflict with the Thailand Government in South Thailand. The first is the National Liberation Front of Patani (NLFP) chaired by Tengku Mahyidin. The second is the Liberation Front of Patani Republic (LFRP) chaired by Ustad Karim Haji Hassan. The third is the Patani United Liberation Organization, headed by Kubira Kotanila and Aaron Muleng. Then there were three attempts by the Thailand Government to resolve the conflict in South Thailand. First, it is with the conciliation efforts to resolve the conflict by economic approach that has been taken by the government of Thailand for the provision of subsidies and granting of special autonomy. Second, by making mediation efforts by one of the countries involved, namely Indonesia. Indonesia is believed to mediate the conflict in South Thailand because of the experience of Indonesia who have experienced conflict, other than that Indonesia is a country that is neutral. Third, by coercion attempts have also been made by the Thailand Government to provide military emergency status regions like South Thailand. Keywords : The Thailand Government Efforts, Resolution Conflict in South Thailand. 1 Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. apriliyalia155@gmail.com

2 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: Pendahuluan Seperti kebanyakan negara pada umumnya Thailand juga mengalami konflik internal dalam negaranya. Hal ini ditandai dengan adanya gerakan separatis di Thailand Selatan (Pattani Raya). Konflik ini bermula pada tahun 1902 setelah terjadi aneksasi yang menyebabkan jatuhnya Pattani Raya ke tangan kerajaan Thailand (Siam) dan terjadinya perjanjian Anglo-Siam pada (Neil J. Melvin, Conflict in Southern Thailand; Islamism, Violence and the State in The Patani Insurgency, Sweden: SIPRI (Stockholm International Peace Research Institute) Policy Paper No.20, September 2007, hlm. 4). Inti dari perjanjian ini menyebutkan bahwa wilayah Pattani Raya (Thailand Selatan) bukan sebagai sebuah kerajaan Melayu lagi, tetapi menjadi wilayah kerajaan Thailand (Siam). (Paulus Rudolf Yuniarto, Minoritas Muslim Thailand; Asimilasi, Perlawanan Budaya dan Akar Gerakan Separatisme. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume VII No. 1 Tahun 2005, hlm. 91). Terjadinya aneksasi serta adanya pemberlakuan asimilasi dapat mengancam keberlangsungan budaya di Thailand Selatan. Hal ini jelas membuat penduduk di Thailand Selatan menentang. Akibatnya, muncul gerakan separatis yang ingin memperoleh otonomi khusus atau memerdekakan diri akibat adanya perasaan termarjinalkan dialami oleh masyarakat atau etnis yang tinggal di bagian selatan Thailand. Kesenjangan ekonomi dan pembangunan serta pendapatan perkapita penduduk yang lebar antara wilayah Metropolis, Timur Laut dan Utara dengan bagian selatan juga menjadi salah satu penyebab. Hal inilah yang membuat kekecewaan dan menimbulkan kecemburuan sosial. Sehingga pada akhirnya, masyarakat Thailand Selatan ingin mengatur diri sendiri dengan cara otonomi atau memerdekakan diri. Gerakan separatis di Thailand Selatan merupakan bentuk perlawanan budaya akibat adanya sikap diskriminasi perlakuan yang diterima. David Wyatt dalam bukunya yang berjudul Hikayat Pattani, Bibliotheca Indonesica 5, menyatakan bahwa munculnya gerakan separatis komunitas Muslim Pattani disebabkan oleh 3 faktor; pertama, sejarah penaklukan oleh Siam, di mana Pattani dahulu adalah sebuah kerajaan yang termahsyur dan pelabuhannya berkembang sebagai pusat perdagangan (trading port) terbesar di Asia Tenggara. Akibat adanya penaklukan atau aneksasi oleh Siam yang kemudian diikuti dengan adanya kebijakan dan tata pemerintahan yang baru, tentu menghadirkan nuansa yang berbeda, sehingga lahirlah gerakan separatis. Penduduk Pattani Raya yang dahulu menjadi kerajaan besar dan memiliki pelabuhan yang termahsyur serta menjadi pusat perdagangan yang ramai, menginginkan kondisi seperti sedia kala. Oleh sebab itu, benturan kepentingan yang bertolak belakang inilah yang pada akhirnya melahirkan gerakan separatis. 548

3 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) Kedua, kepentingan ekonomi. Wilayah Selatan terkenal cukup kaya karena sebagai sumber penghasil minyak dan berbagai penghasil ekonomi lainnya. Namun, mereka tidak dapat menikmati hasilnya, akses ekonomi hanya dinikmati oleh komunitas lain. Sehingga penduduk Pattani merasa tersingkir dan menjadi warga negara nomor dua di Thailand. Ketiga, migrasi internal. Adanya program migrasi penduduk dari wilayah Utara telah menciptakan kesenjangan ekonomi antara komunitas Muslim dengan komunitas non Muslim. Para penduduk dipindahkan dari wilayah utara ke selatan. Mereka dipindahkan ke selatan untuk meratakan jumlah penduduk di wilayah selatan, sekaligus untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidak hanya itu, penduduk yang dipindahkan ke selatan ditempatkan atau diperuntukan mengisi jabatan-jabatan di wilayah selatan. Hal tersebut menjadikan warga Thailand Selatan tersingkir dan tidak mendapatkan perlakuan yang sama. Buntutnya, pengangguran di kawasan setempat pun mulai membludak sehingga rasa tidak suka masyarakat lokal kepada pemerintah pusat terus meningkat hingga akhirnya berujung pada lahirnya kelompok-kelompok bersenjata. Pada era modern, konflik di Thailand selatan sebenarnya dapat diredam hingga awal tahun 2000, hal ini ditandai dengan tidak adanya insiden-insiden besar yang menarik perhatian internasional. Namun konflik kembali memanas sejak tahun 2004 inilah intensitas konflik di Patani mengalami peningkatan. Konflik dalam fase berikutnya melibatkan pemberontak berideologi Islam yang baru terbentuk, misalnya Gerakan Mujahidin Islam Patani (GMIP) & Barisan Islam Pembebasan Patani (BIPP). Selain kelompok-kelompok baru tersebut, para pemain lama seperti Patani United Liberation Organization (PULO) dan Barisan Revolusi Nasional (BRN) juga ibarat menemukan kembali tajinya pada periode ini. Sebagai gambaran singkat, jumlah anggota pemberontak pada fase ini meningkat tajam jika dibandingkan dengan konflik pada fase-fase sebelumnya yang hanya melibatkan ratusan orang. ( Kerangka Dasar Teori dan Konsep Teori Penyebab konflik Ada beberapa teori penyebab konflik salah satunya adalah teori kebutuhan manusia yang dikenalkan oleh Abraham Maslow. Teori kebutuhan manusia merupakan konsep aktualisasi diri yang merupakan keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau keinginan untuk menjadi apapun yang mampu dicapai oleh setiap individu. Abraham Maslow menerangkan lima tingkatan kebutuhan dasar manusia adalah sebagai berikut: (Alwisol, Psikologi Kepribadian, Malang, UMM Press, 2004, hlm. 254) 549

4 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: a. Basic needs atau kebutuhan fisiologi, merupakan kebutuhan yang paling penting seperti kebutuhan akan makanan. Dominasi kebutuhan fisiologi ini relatif lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan lain dan dengan demikian muncul kebutuhan-kebutuhan lain. b. Safety needs atau kebutuhan akan keselamatan, merupakan kebutuhan yang meliputi keamanan, kemantapan, ketergantungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas kekuatan pada diri, pelindung dan sebagainya. c. Love needs atau kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta, merupakan kebutuhan yang muncul setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan telah terpenuhi. Artinya orang dalam kehidupannya akan membutuhkan rasa untuk disayang dan menyayangi antar sesama dan untuk berkumpul dengan orang lain. d. Esteem needs atau kebutuhan akan harga diri. Semua orang dalam masyarakat mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat yang biasanya bermutu tinggi akan rasa hormat diri atau harga diri dan penghargaan dari orang lain. Kebutuhan ini di bagi dalam dua peringkat: 1) Keinginan akan kekuatan, akan prestasi, berkecukupan, unggul, dan kemampuan, percaya pada diri sendiri, kemerdekaan dan kebebasan. 2) Hasrat akan nama baik atau gengsi dan harga diri, prestise (penghormatan dan penghargaan dari orang lain), status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian dan martabat. e. Self Actualitation needs atau kebutuhan akan perwujudan diri, yakni kecenderungan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan kemampuannya. Teori Konflik Konflik merupakan hal yang sulit dihindari dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Konflik dapat muncul karena adanya keanekaragaman yang begitu banyaknya sehingga perbedaan itu menjadi sangat sensitif dan rentan untuk terjadi perselisihan. Konflik sosial terutama yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) bukan hal yang baru dalam sejarah sebuah negara. (Dedi Kurniawan dan Abdul Syani, Faktor Penyebab, Dampak dan Strategi Penyelesaian Konflik Antar Warga Di Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan, Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1: 1-12, 2013, hlm. 1-2) Bentuk-bentuk konflik, secara garis besar berbagai konflik dalam masyarakat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk konflik berikut ini : 1. Berdasarkan sifatnya Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi konflik destruktif dan konflik konstruktif. Konflik Destruktif Merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang, rasa benci dan dendam dari seseorang ataupun kelompok terhadap pihak lain. Pada konflik ini terjadi bentrokan-bentrokan fisik yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda seperti konflik Poso, Ambon, Kupang, Sambas, dan lain sebagainya. Sedangkan konflik 550

5 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) Konstruktif merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena adanya perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam menghadapi suatu permasalahan. Konflik ini akan menghasilkan suatu konsensus dari berbagai pendapat tersebut dan menghasilkan suatu perbaikan. Misalnya perbedaan pendapat dalam sebuah organisasi. 2. Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik a) Konflik Vertikal, merupakan konflik antar komponen masyarakat di dalam satu struktur yang memiliki hierarki. Contohnya, konflik yang terjadi antara atasan dengan bawahan dalam sebuah kantor. b) Konflik Horizontal, merupakan konflik yang terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang relatif sama. Contohnya konflik yang terjadi antar organisasi massa. c) Konflik Diagonal, merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrim. Contohnya konflik yang terjadi di Aceh. Secara sosiologi, proses sosial dapat berbentuk proses sosial yang bersifat menggabungkan (associative processes) dan proses sosial yang menceraikan (dissociative processes). Proses sosial yang bersifat asosiatif diarahkan pada terwujudnya nilai-nilai seperti keadilan sosial, cinta kasih, kerukunan, solidaritas. Sebaliknya proses sosial yang bersifat dissosiatif mengarah pada terciptanya nilainilai negatif atau asosial, seperti kebencian, permusuhan, egoisme, kesombongan, pertentangan, perpecahan dan sebagainya. Jadi proses sosial asosiatif dapat dikatakan proses positif. Proses sosial yang disosiatif disebut proses negatif. Sehubungan dengan hal ini, maka proses sosial yang asosiatif dapat digunakan sebagai usaha menyelesaikan konflik. (Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995, hlm, 77) Adapun bentuk penyelesaian konflik yang lazim dipakai, yakni konsiliasi, mediasi, arbitrasi, koersi (paksaan) dan détente. Urutan ini berdasarkan kebiasaan orang mencari penyelesaian suatu masalah, yakni cara yang tidak formal lebih dahulu, kemudian cara yang formal, jika cara pertama membawa hasil. Bentuk dari penyelesaian konflik dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Konsiliasi (conciliation) Pengendalian semacam ini terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan. 2. Mediasi (mediation) Bentuk pengendalian ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama sepakat untuk memberikan nasihat-nasihatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka. 551

6 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: Abritase Arbitrasi berasal dari kata latin arbitrium, artinya melalui pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan. Arbitrasi berbeda dengan konsiliasi dan mediasi. Seorang arbiter memberi keputusan yang mengikat kedua belah pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus ditaati. Apabila salah satu pihak tidak menerima keputusan itu, ia dapat naik banding kepada pengadilan yang lebih tinggi sampai instansi pengadilan nasional yang tertinggi. 4. Koersi (paksaan) Koersi ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau pun psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, di pakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah. Misalnya, dalam perang dunia 22 II Amerika memaksa Jepang untuk menghentikan perang dan menerima syarat-syarat damai. 5. Detente Detente berasal dari kata Perancis yang berarti mengendorkan. Pengertian yang diambil dari dunia diplomasi ini berarti mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka pembicaraan tentang langkah-langkah mencapai perdamaian. Jadi hal ini belum ada penyelesaian definitif, belum ada pihak yang dinyatakan kalah atau menang. Dalam praktek, detente sering dipakai sebagai peluang untuk memperkuat diri masing-masing; perang fisik diganti dengan perang saraf. Lama masa "istirahat" itu. tidak tertentu jika masing-masing pihak merasa diri lebih kuat, biasanya mereka tidak melangkah ke meja perundingan, melainkan ke medan perang lagi. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan studi kepustakaan, bertujuan untuk menggambarkan kejadian pada saat sekarang secara apa adanya dan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data ini diperoleh dengan menggunakan studi literatur yang dilakukan terhadap banyak buku dan diperoleh berdasarkan catatan-catatan yang berhubungan dengan penelitian, selain itu peneliti mempergunakan data yang diperoleh dari internet. Adapun tempat yang akan penyusun gunakan untuk memperoleh data sekunder tersebut adalah perpustakaan daerah Samarinda Kaltim dan Perpustakaan Universitas Mulawarman Samarinda Kaltim. Teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif bersifat induktif, 552

7 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) yaitu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Hasil Penelitian Sejarah Konflik Konflik di Thailand Selatan sebenarnya telah lama terjadi tepatnya sejak tahun Konflik ini dimulai setelah terjadi penaklukan yang Pattani Raya oleh kerajaan Thailand (Siam). Penaklukan Siam atas Patani ini pada akhirnya mengakibatkan konflik antara penduduk Pattani Raya yang merupakan penduduk Melayu dengan pemerintah Thailand. Konflik ini berpangkal dari hilangnya otoritas penduduk di wilayah Thailand Selatan dalam mengurusi wilayahnya karena harus mengikuti kebijakan kerajaan Thailand. Misalnya pemerintah Thailand memberlakukan berbagai program untuk menggantikan identitas agama dan budaya dalam hal ini Melayu-Muslim digantikan dengan Budhaisme. Peraturan-peraturan berbasiskan Islam juga dihapuskan dan masyarakat Thailand selatan diharuskan memakai aksara serta bahasa Thai-menggantikan bahasa Melayu yang selama ini mereka gunakan. Akibat dari pengahapusan terhadap sejumlah budaya dan peraturan ini membuat penduduk di Thailand Selatan menentang yang pada akhirnya muncul gerakan separatis yang ingin memperoleh otonomi khusus atau memerdekakan diri akibat adanya marjinalisasi yang dialami oleh masyarakat atau etnis yang tinggal di bagian Selatan Thailand. Kesenjangan ekonomi dan pembangunan serta pendapatan perkapita penduduk antara wilayah Thailand Selatan dengan wilayah lain di Thailand juga turut memicu konflik di Thailand Selatan. Konflik semacam ini timbul akibat dari adanya kekecewaan dan kecemburuan sosial, sehingga masyarakat Thailand Selatan ingin mengatur diri sendiri dengan cara otonomi atau memerdekakan diri. Konflik di Thailand Selatan sebenarnya berhasil di selesaikan hingga awal tahun Keberhasilan pemerintah Thailand dalam meredam konflik di Thailand Selatan karenanya adaya kerjasama politik dengan pemerintah Malaysia dan pemberian otonomi khusus. Kerja sama dengan pemerintah Malaysia menyebabkan tokoh-tokoh penting dari kelompok pemberontak Thailand selatan yang bersembunyi di Malaysia berhasil ditangkap dan pemberlakukan otonomi khusus dapat meningakatkan kesejahteraan. Masa damai di Thailand Selatan ternyata tidak berlangsung lama, konflik kembali terjadi pada tahun Konflik ini dipicu karena pembubaran Badan Otonomi khusus oleh pemerintah Thailand. Padahal badan otonomi khusus ini memiliki sejumlah program percepatan pembangunan sebesar 300 juta dolar AS ditambah 400 juta dolar AS untuk subsidi dengan memberikan kredit mikro bagi masyarakat muslim untuk mengembangkan sarana pendidikan dan komunikasi. Kebijakan tersebut kemudian berdampak pada semakin besarnya peluang dan kesempatan kerja penduduk di wilayah provinsi Selatan dan memberi kesempatan bagi penduduk untuk ambil bagian dalam pengelolaan SDA. 553

8 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: Pembubaran badan otonomi khusus ini kemudian meyebabkan banyaknya peristiwa-peristiwa pemberontakan. Salah satu peristiwa yang menjadi pemicu meluasnya konflik di Thailand Selatan adalah proses penangkapan para milisi yang bersembunyi di Masjid Krue Se. Masjid ini merupakan masjid yang di sakralkan oleh masyarakat sekitar. Para aparat keamanan kemudian menembaki masjid dan menewaskan milisi-milisi yang bersembunyi di dalamnya. Peristiwa tersebut langsung memancing kemarahan dari para penduduk Muslim setempat sehingga sejak saat itu, konflik di Thailand selatan pun semakin diwarnai oleh sentimen agama. Dari gambaran singkat di atas maka dapat dikatakan bahwa Konflik bukanlah suatu yang muncul secara tiba-tiba, tetapi sudah melalui suatu proses panjang. Begitu juga halnya konflik antara Patani dengan pemerintah Thailand. Agar memudahkan dalam pemahaman kronologis konflik di Thailand Selatan maka dapat dilihat pada tabel dibawah ini mengenai beberapa peristiwa yang terjadi dalam konflik di Thailand Selatan. Sejarah konflik di Thailand Selatan dari tahun Tahun Peristiwa 1902 Terjadi aneksasi yang menyebabkan jatuhnya Pattani Raya ke tangan kerajaan Thailand (Siam) 1921 Pemerintah Thailand memberlakukan Compulsary Education Act dimana pemerintah mewajibkan para orang tua mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah sekuler Terjadi Pemberontakan yang melibatkan beberapa pemimpin agama dan kaum bangsawan Melayu termasuk mantan raja Pattani, Raja Abdul Kadir. Tujuan dari pemberontakan itu adalah kemerdekaan. Alasan pemberontakan karena adanya penghapusan syariah Islam 1930 Peraturan-peraturan lokal berbasiskan Islam juga dihapuskan & masyarakat Thailand selatan diharuskan memakai aksara serta bahasa Thai - menggantikan bahasa Melayu yang selama ini mereka pakai Muncul sebuah kelompok organisasi Gabungan Melayu Pattani Raya (GEMPAR) yang menginginkan Melayu di Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun untuk menuntut kemerdekaan dari Siam (Thailand) 1970 Lebih dari 20 organisasi separatis muncul di perbatasan Thailand dengan Malaysia yang menuntut merdeka Militer Thailand melakukan pemaksaan kepda enam orang pemuda Melayu Islam menyembah berhala Buddha dan kemudian dibunuh 1990 Terjadi demonstrasi besar-besaran telah diadakan oleh orang Melayu untuk menuntut kerajaan Thailand supaya membenarkan mereka memperbaiki Masjid Kerisik. Masjid ini merupakan yang tertua di Asia Tenggara dan sebagai tanda kedatangan agama Islam di Patani Tidak ada kejadian (konflik) di Thailand Selatan 2001 Konflik menewaskan 19 orang anggota Polisi Thailand dan juga tewasnya 50 orang anggota di tiga provinsi utama di Thailand Selatan yakni Pattani, Yaladan Narathiwat 2002 Sejumlah kantor polisi diserang oleh segerombolan gerliyawan yang berhasil merebut sejumlah besar amunisi senjata dan bahan peledak, insiden ini terjadi 75 kali dalam tahun 2002 dan menewaskan 50 orang anggota polisi 2003 Insiden penyerangan masih terus bertambah dan tercatat sebanyak 119 insiden bersenjata terjadi di tahun

9 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) 2004 sekitar 100 orang bersenjata menyerang pangkalan militer di Thailand selatan & merampas stok persenjataan yang tersimpan di dalamnya sebuah bom rakitan seberat 50 kg meledak di perbatasan Thailand- Malaysia. Sebulan kemudian, beberapa buah bom meledak di bandara, supermarket, & hotel Provinsi Songkhla Para pemberontak meledakkan 22 bank di kota Yala Sekelompok militan menyerang seorang Muslim yang berusia 45 tahun dan dua orang anaknya, masing-masing berusia 11 dan tujuh tahun, yang sedang mengendarai sepeda motor Gerombolan pemberontak muslim Thailand Selatan menghentikan sebuah van padat penumpang di Yala. Mereka menembak kesembilan penumpangnya, termasuk tiga wanita dan seorang bocah sekolah, dan melukai dua lainnya Penyerangan brutal dengan senapan serbu otomatis yang menewaskan 11 orang dan melukai 19 jamaah Shalat Isya di Masjid Al-Pukon, Distrik Joh AiRong, Narathiwat Lima warga desa muslim termasuk di antaranya bocah laki-laki berusia enam tahun tewas dalam penembakan yang diduga dilakukan oleh militan separatis di propinsi penuh kekerasan Thailand selatan, demikian dikatakan polisi, Ahad. Seorang laki-laki berusia 45 tahun dan istrinya ditembak hingga tewas Sabtu ketika dalam perjalanan menuju perkebunan karet di propinsi Pattani Gerilyawan Islam diduga menembak mati seorang guru sekolah yang menentang perjuangan kemerdekaan Sebuah bom truk meledak di Thailand selatan & mengakibatkan sekurangkurangnya 1 orang tewas. Serangkaian bom meledak pada hari yang sama di Pattani, Yala dan Hat Yai menewaskan sedikitnya 16 orang, termasuk seorang warga negara Malaysia, dan mencederai lebih dari 500 korban 2013 Beberapa pria dengan wajah tertutup kain menyerang sebuah sekolah di Thailand Selatan. Mereka membunuh tiga guru Budha di depan para kolega dan muridnya Serangkaian serangan bom yang diduga dilakukan pemberontak telah menewaskan satu orang dan mencederai lebih 20 lainnya 2015 Kelompok bersenjata menembak mati dua tentara dalam serangan di Thailand selatan. Aktor-aktor yang Terlibat dalam Konflik Konflik panjang yang terjadi di Thailand Selatan melibatkan banyak kelompok. Haryono kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik di Thailand Selatan dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok utama yang didasarkan pada idiologi, struktur kepemimpinan dan keanggotaan, yaitu: 1. National Liberation Front of Patani (NLFP) National Liberation Front of Patani (NLFP) yang dalam bahasa Melayu dikenal dengan sebutan Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP) terbentuk pada tahun 1960 dan merupakan organisasi yang palinglama terlibat konflik dengan pemerintah Thailand. Organisasi ini didirikan oleh Tengku Mahyaddin. Tengku Mahyaddin adalah putra Raja Pattani yang terakhir yaitu Abdul Kadir setelah perang Dunia II. Ketika Mahyaddin meninggal dunia pada tahun 1953 kemudian digantikan oleh Adul. Pemimpin asli BNPP itu sebagian besar anggota Melayu Patani tradisional elit dan fungsionaris agama seperti ulama dan imam masjid dan madrasah. Sejak 1977, 555

10 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: organisasi ini diambil alih oleh sebuah kelompok baru yang secara terangterangan bertujuan memulihkan Pattani kedalam kejayaannya yang lama, di bawah pimpinan seorang raja atau sultan. Tujuan akhirnya, tampaknya adalah otonomi dalam Federasi Malaysia. Di daerah Pattani Raya, BNPP dengan sangat menentang upaya pemerintah mendirikan pemukiman-pemukiman Buddhis. Sejak masa Sarit Thanarat ( ), pemerintah pusat berusaha untuk memperbesar jumlah penduduk Buddhis di daerah itu. Menurut data sejak tahun 1960 sekitar orang Thai dari Thai Timur-laut telah dipindahkan ke daerah Pattani,Yala dan Narathiwat. Sedikitnya orang ThaiBuddhis lagi akan dipindahkan ke daerah Muslim. Menurut dokumen-dokumen pemerintah Thailand organisasi BNPP membiayai kegiatan-kegiatan subversif denganuang hasil pemerasan atau pungutan uang perlindungan yang tiga puluhp ersen dari padanya harus disetor kepada dana pusat. 2. Liberation Front of Republic Patani (LFRP) Organisasi separatis yang kedua adalah Barisan Revolusion Nasional (BRN) atau Liberation Front of Republic Pattani (LRFP). Barisan Revolusi Nasional Melayu Pattani (BRN) adalah sebuah organisasi yang berbasis dimalaysia utara dan beroperasi di Thailand selatan. Dibentuk oleh Ustaz Karim Haji Hassan pada Maret BRN merupakan cabang lain dari Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP). Seperti terlihat dari namanya, organisasi ini bertujuan republik dan cenderung ke arahsuatu bentuk sosialisme Islam. Jauh lebih terfokus pada organisasi politik khususnya di sekolah-sekolah agamadari pada kegiatan gerilya. Menurut sumber-sumber pemerintah Thailand, basis organisasi ini berada di kota dan memiliki pasukan gerilya yang baik perlengkapannya. Kebanyakan pemimpinnya berpendidikan luar negeri, khususnya Malaysia dan Indonesia. BRN yang dipimpin oleh seorang mantan guru pondok dan seorang guru agama Haji Karim Hassan, bertujuan mencetuskan suatu revolusi sosial dan membebaskan daerah Pattani dengan kekerasan. Kecemasan pemerintah Thailand terhadap pergerakan BRN adalah karena BRN mempunyai hubungan yang dekat dengan Partai Komunis Malaya (CPM) dan giat menyebar luaskan ideologi komunis-sosialis di kalangan penduduk Melayu. Ideologi kelompok ini sering disebut sebagai sosialisme Islam. BRN bekerja sama dengan pihak komunis terasing beberapa pendukung yang lebih konservatif di Malaysia dan Timur Tengah yang giat menyebarkan ideologi komunis dikalangan penduduk Melayu. Organisasi ini berhaluan sosialisyang ingin mendirikan hubungan dekat dengan partaikomunis di Malaysia dan Thailand. 3. Patani United Liberation Organization Pattani United Liberation Organization (PULO) atau Pertubohan Persatuan Pembibasan Pattani (PPPP) dibentuk pada tahun 1968 sertai diketuai oleh 556

11 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) Kubira Kotanila dan Harun Muleng. Organisasi ini memiliki sistem pengorganisasian yang lebih efektif. Basis pendukungnya lebih luas, tersebar di kota-kota maupun di desa-desa. Landasan ideologinya dikenal dengan istilah Ubang Tapekema yang merupakansingkatan dari Ugana (baca: Agama), Bangsa, Tanah Air, dan Perikemanusiaan. Dengan landasan ideologi yang demikian ini PULO mampu merangkul semua golongan dan lapisan dalam masyarakat Melayu-Muslim di Thailand Selatan. Selain itu organisasi PULO juga mampu membangun jaringan internasional yang luas. Organisasi ini berada dibawah kepemimpinan kaum intelektual muda yang lebih terorganisir dan militan dan mendapat dukungan finansial dari Syria dan Libya. Dalam kasus gerakan Melayu-Muslim di Thailand Selatan, faktor ras, bahasa, agama, adat istiadat dan kesadaran akan suatu identitas kolektif yang khas telah dimobilisasikan untuk memperkuat solidaritas kolektif dalam melawan setiap upaya pengintegrasian dan pengasimilasian yang dilakukan pemerintah Thailand.Gerakan Melayu Muslim di Thailand Selatan ini dapat dikategorikan sebagai gerakan kesejarahan, dimana sejumlah aktor memperjuangkan hak kesejarahan mereka sebagai bangsa. PULO adalah organisasi induk yang mengkoordinasikan banyak kelompok gerilya yang memerangi pemerintah Thai. PULO dianggap lebih praktis dan dengan sengaja meluaskan pengaruhnya kepada semua unsur dalam masyarakat Melayu-Muslim. Struktur organisasinya menunjukkan adanya tingkat-tingkat pimpinan. Menariknya adalah tingkat paling atas yang menentukan kebijakan berada di Mekkah, Saudi Arabia. Menurut Komite Khusus Parlemen yang menyelidiki masalah separatism, PULO memiliki organisasi yang baik dan didukung oleh lebih dari Muslim. Faktor-Faktor Pemicu Konflik di Thailand Selatan Secara umum Brown mengidentifikasikan empat faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam konflik internal, yaitu: struktur, politik, sosial ekonomi dan kultur. Keempat faktor tersebut dapat menjadi penyebab utama (underlying causes) dan juga penyebab pemicu (proximate causes). 1. Faktor Penyebab Utama a. Struktur Faktor struktur dalam faktor utama yang menyebabkan konflik ini disebabkan oleh demografi etnik. Demografi merupakan ilmu yang mempelajari struktur dan proses sumber daya manusia di suatu wilayah secara statistik dan matematis tentang besar komposisi dan distribusi penduduk dan perubahannya sepanjang masa. Di Thailand, etnis Melayu Muslim memang merupakan kelompok minoritas. Jumlah mereka adalah jiwa atau 2,84% dari seluruh penduduk Thailand yang sekitar 45 juta jiwa. Ada sekitar enam juta Muslim di Thailand, namun angka resmi jauh lebih kecil. Angka resmi hanya memberikan presentasi seluruh Muslim dengan penduduk sekitar empat persen, padahal angkanya lebih 12%. Hal ini merupakan bagian dari usaha pemerintah Thai untuk mengurangi pentingnya 557

12 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: penduduk Muslim. Muslim hidup di seluruh Thailand, tetapi ada tiga daerah pemusatan Muslim selatan, dari perbatasan Malaysia sampai Genting Tanah Kra (Isthmus of Kra) utara, di daerah Chiang Rai dan wilayah ibukota. Dari uraian di atas secara demografi memang jumlah penduduk muslim di Thailand selatan jumlahnya relatif kecil. Kecilnya jumlah penduduk muslim ini membuat pemerintah Thailand menganggap mereka tidak terlalu penting, sehingga mereka menyembunyikan fakta jika penduduk muslim jumlahnya mencapai 12% dari seluruh penduduk di Thailand. b. Politik Secara politik faktor utamanya adalah adanya diskriminasi politik bagi penduduk muslim di Thailand Selatan. Hal ini dapat dilihat dari tata pemerintahan dimana ada pembatasan suku melayu di wilayah Patani untuk duduk di parlemen atau untuk bekerja di pemerintahan. c. Sosial Ekonomi Faktor pemicu utama dari segi ekonomi juga merupakan faktor yang memicu konflik. Setelah adanya aneksasi maka wilayah Thailand Selatan yang dahulunya memiliki otoritas sendiri harus bergabung mengikuti kebijakan kerajaan Thailand. Akibat dari aneksasi terhadap Pattani raya oleh kerajaan Thailand maka secara resmi pula provinsi Melayu yang dahulunya adalah wilayah Pattani Raya menjadi bagian wilayah kerajaan Thailand (subordinat Thailand). Oleh sebab itu, kerajaan Thailand pun memberlakukan kebijakan baru terhadap wilayah-wilayah tersebut. Misalnya dengan memberlakukan berbagai program untuk menggantikan identitas agama dan budaya Melayu-Muslim dengan Budhaisme. Selain itu peraturan-peraturan lokal berbasiskan Islam juga dihapuskan dan masyarakat Thailand selatan diharuskan memakai aksara serta bahasa Thai - menggantikan bahasa Melayu yang selama ini mereka gunakan. Hal tersebut pada gilirannya menimbulkan masalah baru bagi penduduk Thailand selatan yang tidak fasih berbahasa Thailand karena peluang mereka mendapatkan pekerjaan jadi menipis. Menipisnya peluang untuk mendapatkan pekerjaan inilah yang pada akhirnya memicu kemarahan penduduk Pattani terhadap pemerintah. d. Kultur Faktor pemicu utama yang selanjutnya adalah problem historis. Secara historis penduduk Thailand selatan dahulunya adanya kerajaan muslim, sehingga adat dan tradisi yang mereka anut adalah budaya Islam. Pasca di satukan nya wilayah Pattani dengan kerajaan Thailand maka kebudayaankebudayaan Islam yang selama ini mereka anut sulit untuk dilakukan. Kesulitan ini ditandai dengan penghapusan peraturan-peraturan lokal berbasiskan Islam dan masyarakat Thailand selatan diharuskan memakai aksara serta bahasa Thai-menggantikan bahasa Melayu yang selama ini mereka gunakan. Konflik ini juga disebabkan kebijakan pemerintah 558

13 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) Thailand untuk mengubah kurikulum pesantren-pesantren di Thailand selatan menjadi kurikulum pendidikan berbau sekuler. 2. Faktor Penyebab Pemicu a. Struktur Faktor penyebab pemicu dalam struktur ini disebabkan oleh bentuk perubahan demografi. Adanya kebijakan dari pemerintah Thailand Nikhom Sang Tong Eng yaitu memindah orang Thai-Buddha dari sebelah timur, barat dan utara membentuk penempatan baru di selatan Thailand dan diberi tanah percuma untuk di garap. Keadaan ini memberi tekanan kepada Orang Melayu Islam Patani karena sumber daya alam yang ada di wilayah mereka di garap oleh orang lain. Adanya kebijakan ini maka secara struktur demografi telah mengalami perubahan dari yang dulunya mayoritas menjadi minoritas. b. Politik Transisi politik ini dimulai dari pada tahun 1902, sejak Kerajaan Siam melaksanakan Undang-Undang Thesaphiban. Dengan Undang-Undang itu, maka sistem pemerintahan kesultanan Melayu resmi dihapuskan. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Bangkok pada tahun 1909, Patani telah diakui oleh Inggris sebagai bagian dari jajahan Siam walaupun tanpa mempertimbangkan keinginan penduduk asli Melayu Patani. Sejak saat itu masyarakat Patani resmi hidup di bawah kekuasaan kerajaan Siam. Meskipun melawan dan melakukan sejumlah pemberontakan, bahkan dengan meminta bantuan raja-raja Melayu, Singapura dan Inggris, namun Muslim Patani tetap saja tidak berhasil membebaskan diri dan wilayah mereka dari kekuasaan kerajaan Siam. Secara politik wilayah Pattani berada dalam kekuasaan kerajaan Siam. Penaklukan ini berdampak pada peraturan-peraturan yang berlaku di Thailand Selatan. Seperti penghapusan bahasa Melayu dan pelarangan penduduk Muslim untuk duduk di parlemen serta penghapusan sistem pendidikan pesantren yang pada akhirnya memicu konflik yang berkepanjangan. c. Sosial Ekonomi Faktor pemicu dari sosial ekonomi adalah timbulnya kesenjangan ekonomi. Berdasarkan hasil kajian Dr. Srisompob tahun 2009 berkenaan ekonomi penduduk di tiga wilayah, seramai 699 orang daripada 1,143 responden menyatakan mereka tidak cukup pendapatan. Mereka kehilangan peluang pekerjaan sehingga memicu konflik yang kian meruncing. Selain itu, berlaku ketidakseimbangan ekonomi kerana jurang antara kaum yang menguasai ekonomi juga sangat ketara, kebanyakan perusahaan dalam bidang pertanian, perindustrian dan perikanan dikuasai oleh kaum Cina dan Thai-Buddha. Kebanyakan yang menguasai sektor ekonomi seperti perindustrian, perkebunan dan perikanan adalah dikalangan orang Thai- 559

14 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: Buddha dan Cina. Sehingga penduduk lokal (Melayu) tidak mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha lain dan hanya mampu menjalankan usaha-usaha kecil. d. Kultur Faktor pemicu konflik selanjutnya adalah adanya diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah Thailand terhadap penduduk Melayu. Adanya aneksasi maka wilayah Thailand Selatan yang dahulunya memiliki otoritas sendiri harus bergabung mengikuti kebijakan kerajaan Thailand. Akibat dari aneksasi terhadap Pattani raya oleh kerajaan Thailand maka secara resmi pula provinsi Melayu yang dahulunya adalah wilayah Pattani Raya menjadi bagian wilayah kerajaan Thailand (subordinat Thailand). Oleh sebab itu, kerajaan Thailand pun memberlakukan kebijakan baru terhadap wilayah-wilayah tersebut. Misalnya dengan memberlakukan berbagai program untuk menggantikan identitas agama dan budaya Melayu-Muslim dengan Budhaisme. Selain itu peraturan-peraturan lokal berbasiskan Islam juga dihapuskan dan masyarakat Thailand selatan diharuskan memakai aksara serta bahasa Thai menggantikan bahasa Melayu yang selama ini mereka gunakan. Upaya Penyelesaian Konflik di Thailand Selatan Secara umum bentuk penyelesaian konflik yang dipakai, yakni konsiliasi, mediasi, arbitrasi, koersi (paksaan) dan détente. Dari berbagai dokumen, yang penyusun peroleh setidaknya ada 3 hal yang dilakukan oleh pemerintah Thailand dalam mengatasi konflik di Thailand Selatan yaitu sebagai berikut: 1. Konsiliasi (conciliation) Penyelesaian konflik dengan konsiliasi ini terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang dipertentangkan. Upaya penyelesaian konflik di Thailand Selatan dengan cara semacam ini dibuktikan dengan pendekatan ekonomi telah dilakukan berupa pemberian subsidi dan pemberian otonomi khusus dan pemberian subsidi. Pemberian otonomi khusus dan subsidi ini berdampak pada kembalinya masa damai di Thailand Selatan. Pemberian otonomi khusus dan pengucuran subsidi lebih dari pemerintah pusat ke Thailand selatan diharapkan kepentingan-kepentingan dari masyarakat Thailand selatan bisa terakomodasi, maka mereka tidak akan melakukan pemberontakan lagi. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Thailand ini diharapkan dapat mengatasi gerakan separatis di wilayah Selatan. Adanya otonomi khusus di Thailand Selatan berdampak pada meluasnya kesempatan kerja dalam sektorsektor publik, sehingga kebijakan ini penduduk di wilayah Selatan dapat ambil bagian dalam mengelola sumber daya yang ada. Otonomi khusus yang diberikan pemerintah Thailand kepada provinsi-provinsi di Thailand Selatan maka dibentuklah badan otonomi khusus. Kebijakan yang dikeluarkan 560

15 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) pemerintah Thailand pada tahun 2005 diharapkan dapat mengatasi gerakan separatis di wilayah Selatan. Bahwa warga Thailand Selatan diberikan kesempatan kerja dalam sektor-sektor publik juga akan diberikan pelatihan dan magang. Maka dengan adanya kebijakan ini, penduduk di wilayah Selatan dapat ambil bagian dalam mengelola sumber daya yang ada. Upaya konsiliasi ini dilakukan dengan cara pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yakni dengan memberikan peluang kesempatan kerja bagi penduduk yang berada di wilayah Selatan Thailand. 2. Mediasi (mediation) Bentuk pengendalian ini dilakukan bila kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama sepakat untuk memberikan nasihat-nasihatnya tentang bagaimana mereka sebaiknya menyelesaikan pertentangan mereka. Konflik di Thailand Selatan yang tidak kunjung selesai maka pemerintah Thailand melibatkan negara lain dalam menyelesaikan konflik di Thailand Selatan untuk menjadi mediator. Salah satu negara yang dipercaya dalam menyelesaikan konflik adalah Indonesia. Salah satu alasan Thailand memilih Indonesia adalah netralitas. Posisi sebuah negara merupakan faktor penting dalam setiap upaya penyelesaian konflik. Salah satu hal penting yang mendukung keberhasilan peran mediasi Indonesia adalah Indonesia tidak terlibat dalam konflik tersebut. Berbeda dengan Malaysia, Indonesia dianggap tidak memiliki sejumlah agenda politik yang langsung berkaitan dengan konflik di Thailand Selatan. Malaysia sudah lama ingin jadi juru damai dalam konflik tersebut, namun belum berhasil meyakinkan pemerintah Thailand. Dampaknya, berbagai perundingan antara pemerintah Thailand dan Malaysia belum mencapai titik temu. Niat Malaysia tersebut berkali-kali disampaikan pemerintahnya. Yang terakhir, PM Ahmad Badawi menyatakan keinginannya bertemu dengan PM Thailand Samak Sundaravej pada Februari Bahkan, sejak 2005 secara terbuka Malaysia menyatakan keinginannya untuk berperan. Namun, sampai saat ini, hal tersebut belum terwujud karena Thailand khawatir gagasan itu akan sangat berbahaya jika terjadi sesuatu di luar kendali. Pemerintah Malaysia secara langsung berkepentingan atas konflik di Thailand Selatan karena keinginan rakyat di daerah tersebut bergabung dengan Kedah dan Kelantan sebagai negara bagian Malaysia yang paling dekat dengan Thailand Selatan. Proses mediasi yang dilakukan oleh Indonesia menghasilkan tiga kesepakatan yaitu: a. Kedua belah pihak yang berkonflik sepakat akan menyelesaikan konflik dalam koridor konstitusi Thailand. b. Kedua belah pihak sepakat untuk menjaga keutuhan integritas wilayah Thailand c. Kedua belah pihak yang berkonflik siap melanjutkan perundingan tahap kedua yang akan berlangsung pada pertengahan November di Istana Bogor. 561

16 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: Hasil yang telah disepakati dalam perundingan tersebut gagal karena bocornya hasil perundingan tersebut di media. 3. Koersi (paksaan) Koersi ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik atau pun psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, di pakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah. Misalnya, dalam perang dunia 22 II Amerika memaksa Jepang untuk menghentikan perang dan menerima syarat-syarat damai. Salah satu bukti bahwa upaya penyelesaian konflik di Thailand Selatan dilakukan dengan pendekatan koersi adalah pemerintah Thailand telah mengeluarkan status darurat militer di tiga provinsi di wilayah selatan yakni Pattani, Yala dan Narathiwat pada bulan Agustus tahun Kebijakan tersebut dapat memberlakukan banyak hal, misalnya penyadapan, penggeledahan dan penangkapan terhadap orang yang dicurigai dan mengacaukan situasi. Tidak hanya itu, pemerintahan Thailand mengeluarkan kebijakan seperti mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi para Muslim yang dituduh mendalangi serangan di Thailand Selatan. Selanjutnya, pemerintahan juga menginstruksikan untuk menyita semua bahan peledak dan melakukan penyebaran tentara dan polisi bersenjata berat di wilayah selatan. Kendati demikian, kebijakan yang diambil oleh pemerintah Thailand bukanlah sebuah solusi yang baik. Kebijakan tersebut justru semakin meningkatkan ketegangan dan membuat suasana semakin rumit serta menimbulkan ketakutan di wilayah Selatan Thailand. Pendekatan militer yang digunakan pemerintah Thailand dalam meredam konflik ternyata tidak berhasil. Kebijakan militer justru memicu konflik kembali memanas pada tahun 2004 ditandai dengan munculnya berbagai peristiwa yang di awali pada 4 Januari 2004 dimana terjadi penyerangan ke atas Kem Tentera di Kg. Pileng, Daerah Pecah Airong dalam wilayah Narathiwat oleh sekumpulan militan yang tidak dikenali. Dalam serangan tersebut, empat anggota tentera telah terbunuh dan 366 laras senjata jenis M16, 24 laras Gun, 7 laras RPG (M79) dan 2 laras M60 telah di rompak. Dalam bulan yang sama 18 sekolah di Narathiwat turut dibakar. Sebelum memasuki Kem tersebut, kelompok ini menabur paku-paku di setiap jalan keluar masuk serta menebang pokok-pokok supaya dapat mencegah pasukan keamanan. Kemudian bulan April 2004 juga menjadi saksi di mana salah satu momen paling kontroversial dalam konflik di Thailand selatan terjadi. Pada akhirnya, hingga saat ini konflik masih terus terjadi dan belum ada satu formula pun yang dapat meredam dan mengakhiri konflik tersebut. 562

17 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sedikitinya ada tiga aktor yang terlibat konflik dengan pemerintah Thailand di Thailand Selatan. Pertama adalah National Liberation Front of Patani (NLFP) yang diketuai oleh Tengku Mahyidin. Tujuan dari organisasi ini adalah untuk membentuk Otonomi Patani dalam Federasi Malaysia. Kedua adalah Liberation Front of Republic Patani (LFRP) yang diketuai oleh Ustad karim Haji Hassan. Tujuan dari organisasi ini adalah Mendirikan suatu Republik Patani berdasarkan idiologi Sosialisme-Islam. Ketiga adalah Patani United Liberation Organization yang diketuai oleh Kubira Kotanila dan Harun Muleng. Tujuan dari organisasi ini adalah menuntut pemerintah agar Thailand Selatan diberikan otonomi dengan idiologi Agama, bangsa, tanah air dan prikemanusiaan. Munculnya organisasi-organisasi tersebut tidak terlepas dari beberapa hal yaitu karena ada beberapa kebijakan dari pemerintah Thailand yang tidak mendukung kepentingan penduduk di Thailand Selatan seperti penghapusan peraturan berbasis Islam, adanya kesenjangan ekonomi dan penambahan penduduk bergama Budha di daerah Thailand Selatan. Adanya kebijakan-kebijakan tersebut pada akhirnya mempersempit ruang gerak penduduk yang mayoritas Melayu (Islam) menjadi sempit baik dalam ekonomi maupun politik. Konflik yang terjadi di Thailand Selatan sebenenarnya telah diupayakan untuk diselesaikan oleh pemerintah Thailand. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada 3 upaya yang dilakukan oleh pemerintah Thailand dalam mengatasi konflik di Thailand Selatan. Upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut: 1. Konsiliasi (conciliation) Upaya penyelesaian konflik dengan cara konsiliasi dibuktikan dengan pendekatan ekonomi telah dilakukan berupa pemberian subsidi dan pemberian otonomi khusus dan pemberian subsidi. Hal ini dibuktikan bahwa kembalinya masa damai di Thailand Selatan salah satu disebabkan salah satunya dengan pemberian otonomi khusus dan pengucuran subsidi dari pemerintah pusat. Pemberian otonomi khusus dan pengucuran subsidi lebih dari pemerintah pusat ke Thailand selatan diharapkan kepentingan-kepentingan dari masyarakat Thailand selatan bisa terakomodasi, maka mereka tidak akan melakukan pemberontakan lagi. 2. Mediasi (mediation) Bentuk dari upaya ini dilakukan karena upaya sebelumnya yaitu konsiliasi gagal. Salah satu negara yang terlibat dalam upaya mediasi ini adalah Indonesia. Dipercaya nya Indonesia untuk menjadi mediator konflik di Thailand Selatan karena pengalaman Indonesia yang telah mengalami konflik, selain itu Indonesia merupakan negara yang netral. 563

18 ejournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 4, Nomor 2, 2016: Koersi (paksaan) Upaya paksaan juga telah dilakukan oleh pemerintah Thailand dengan memberikan status darurat militer bagai wilayah Thailand Selatan. Status darurat militer ini diberikan setelah terjadinya demonstrasi besar-besaran pasca di cabut nya status otonomi daerah Thailand Selatan. Demonstrasi besarbesaran ini kemudian ditanggapi keras oleh pemerintah Thailand, sehingga banyak korban yang berjatuhan. Banyaknya korban inilah yang di kemudian hari konflik Thailand Selatan menjadi konflik agama. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Thailand dalam mengatasi konflik di Thailand Selatan menurut penyusun kurang berhasil. Dari ketiga upaya yang telah dilakukan hanya pemberian subsidi dan pembentukan otonomi daerah dapat dikatakan berhasil. Hal ini dikarenakan dengan pemberian otonomi dan pemberian subsidi dapat meningkatkan lapangan kerja serta pemulihan perekonomian. Sementara itu upaya mediasi dan koersi gagal dalam mengatasi konflik di Thailand Selatan, karena mediasi yang melibatkan Indonesia tidak dapat dilanjutkan karena pihak mediator membocorkan hasil perundingan ke media. Sedangkan koersi justru menyebabkan konflik semakin rumit. Daftar Pustaka Buku Ahmad Ubbe Laporan Pengkajian Hukum Tentang Mekanisme Penanganan Konflik Sosial, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI Alwisol Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press Anshori Azhar, Malaysia-Thailand Saling Kecam, Kompas, 7 September 2005 Che Mohd Aziz Bin Yaacob Konflik Pemisah Di Selatan Thailand: Isu, Aktor Dan Penyelesaian, Tidak dipublikasikan, Universiti Sains Malaysia Dedi Kurniawan dan Abdul Syani, Faktor Penyebab, Dampak dan Strategi Penyelesaian Konflik Antar Warga Di Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan, Jurnal Sosiologi, Vol. 15, No. 1: 1-12, 2013, p. 1-2 Elly M. Setiadi dan Usman Kolip Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Jamil, M.K Mengelola Konflik Membangun Damai: Teori, Strategi dan Implementasi Resolusi Konflik. Semarang: Walisongo Mediation Center 564

19 Upaya Thailand Menyelesaikan Konflik di Thailand Selatan (Lia Aprila F) Jhon Funston Malaysia and Thailand s Southern Conflict: Reconciling Security and Ethnicity, Contemporary Southeast Asia: A Journal of International and Strategic Affairs, Vol. 32, No Michael E. Brown Ethnic and internal conflicts: causes and implication, dalam Chester A. Crocker (ed.), Turbulent Peace: The Challenge of Managing International Conflict. Washington: United States Institute of Peace Redaksi, Tajuk Rencana; PM Thaksin Bereaksi Cepat Atas Pergolakan di Thailand Selatan, Kompas, Kamis, 08 Januari 2004 Robert H. Lauer Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Robert Lawang Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas Terbuka Saiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: Pustaka LP3S Internet Ian Storey, Peran Malaysia Dalam Pemberontakan Thailand Selatan, 255Btt_news%255D%3D Diakses pada 22 Februari Konflik di Thailand Selatan Kembali Pecah, 7 Tewas, terdapat di Diakses pada tanggal 22 Februari Pemimpin Malaysia-Thailand Lakukan Kunjungan Perdamaian, terdapat di a0844f11d336dae 1ff284bd6. Diakses pada 22 Februari 2016 Perdana Menteri Thailand Ingin Mempererat Kerjasama Regional, terdapat di Diakses pada 22 Februari 2016 Sejarah Konflik Berdarah di Thailand Selatan, terdapat di Diakses pada 7 Agustus

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah. Meskipun demikian, negara ini tidak luput dari permasalahan konflik dalam

Lebih terperinci

BAB III TIMBULNYA GERAKAN PEMBEBASAN ISLAM. Pattani Raya. Sementara mereka semua mengejar tujuan akhir yang sama, yakni

BAB III TIMBULNYA GERAKAN PEMBEBASAN ISLAM. Pattani Raya. Sementara mereka semua mengejar tujuan akhir yang sama, yakni 48 BAB III TIMBULNYA GERAKAN PEMBEBASAN ISLAM Dewasa ini terdapat tiga gerakan separatis utama yang beroperasi di daerah Pattani Raya. Sementara mereka semua mengejar tujuan akhir yang sama, yakni pemerintahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. baru dalam dunia internasional. Dewasa ini fenomena-fenomena. maupun yang terjadi dalam negara. Konflik dalam negara dapat dikategorikan

PENDAHULUAN. baru dalam dunia internasional. Dewasa ini fenomena-fenomena. maupun yang terjadi dalam negara. Konflik dalam negara dapat dikategorikan 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara negara merupakan hubungan yang paling tua dalam studi hubungan internasional, dimana hubungan internasional terus berkembang seiring berjalannya perubahan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berjudul Peristiwa Mangkok Merah (Konflik Dayak Dengan Etnis Tionghoa Di Kalimantan Barat Pada Tahun 1967), berisi mengenai simpulan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. mengacu pada bab I serta hasil analisis pada bab IV. Sesuai dengan rumusan

BAB V KESIMPULAN. mengacu pada bab I serta hasil analisis pada bab IV. Sesuai dengan rumusan BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab I serta hasil analisis pada bab IV. Sesuai dengan rumusan masalah pada bab I, terdapat empat hal

Lebih terperinci

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan

yang berperan sebagai milisi dan non-milisi. Hal inilah yang menyebabkan skala kekerasan terus meningkat karena serangan-serangaan yang dilakukan Bab V Kesimpulan Hal yang bermula sebagai sebuah perjuangan untuk memperoleh persamaan hak dalam politik dan ekonomi telah berkembang menjadi sebuah konflik kekerasan yang berbasis agama di antara grup-grup

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri BAB V KESIMPULAN Berdasarkan kajian yang penulis lakukan mengenai Politik Luar Negeri Indonesia Terhadap Pembentukan Negara Federasi Malaysia dan Dampaknya bagi Hubungan Indonesia-Amerika Serikat Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan peace building atau pembangunan damai pasca konflik menjadi salah satu isu utama dalam hubungan internasional. Persoalan ini menjadi sangat signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Bangsa Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut Tawar, Gayo Linge yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI

Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, Jubir HTI Rusuh Ambon 11 September lalu merupakan salah satu bukti gagalnya sistem sekuler kapitalisme melindungi umat Islam dan melakukan integrasi sosial. Lantas bila khilafah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama.(koran Tempo,

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH DAN DINAMIKA KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN

BAB II SEJARAH DAN DINAMIKA KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN BAB II SEJARAH DAN DINAMIKA KONFLIK SEPARATIS DI THAILAND SELATAN Konflik wilayah selatan Thailand yang dihuni oleh mayoritas etnis melayu disebabkan karena ketidakpuasan dari penduduk lokal dan banyaknya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil kajian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya. Wilayaha Eritrea yang terletak

Lebih terperinci

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing.

Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Westget Mall diperkirakan merupakan supermarket milik Israel yang sering dikunjungi orang-orang asing. Balas campur tangan militer Kenya di Somalia, kelompok al Shabab menyerang sebuah mal di Nairobi,

Lebih terperinci

BAB I. di sekitarnya. Asia Tenggara berbatasan dengan Replubik Rakyat Cina di. sebelah utara, Samudra Pasifik di timur, Samudra Hindia di Selatan, dan

BAB I. di sekitarnya. Asia Tenggara berbatasan dengan Replubik Rakyat Cina di. sebelah utara, Samudra Pasifik di timur, Samudra Hindia di Selatan, dan 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Asia Tenggara adalah sebuah kawasan di benua Asia bagian Tenggara. Kawasan ini mencakup Indochina dan Semenanjung Malaya serta kepulauan di sekitarnya. Asia Tenggara berbatasan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan pertanyaan penelitian pada Bab I penelitian ini dan dihubungkan dengan kerangka pemikiran yang ada, maka kesimpulan yang diambil dari penelitian ini

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai

BAB V PENUTUP. Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai BAB V PENUTUP Tesis ini berupaya untuk memberikan sebuah penjelasan mengenai hubungan antara kebangkitan gerakan politik Islam dalam pergolakan yang terjadi di Suriah dengan persepsi Amerika Serikat, yang

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari analisis yang telah dilakukan terkait resolusi konflik yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna mengatasi konflik di Sampit,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di

I. PENDAHULUAN. Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentrok antara kedua desa, yaitu Desa Balinuraga dengan Desa Agom, di sebabkan karena pelecehan seksual dimana adanya fitnah kepada warga masyarakat suku Bali

Lebih terperinci

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik

KONFLIK SOSIAL Pengertian Konflik KONFLIK SOSIAL 1. Pengertian Konflik Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau

Lebih terperinci

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA

KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME. Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA KEGAGALAN INTERNATIONAL CRIMINAL COURT (ICC) DALAM PENYELESAIAN KONFLIK SUDAN RESUME Disusun oleh : PETRUS CORNELIS DEPA 151060046 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan

BAB 5 PENUTUP. 5.1.Kesimpulan 99 BAB 5 PENUTUP 5.1.Kesimpulan Berbagai macam pernyataan dari komunitas internasional mengenai situasi di Kosovo memberikan dasar faktual bahwa bangsa Kosovo-Albania merupakan sebuah kelompok yang memiliki

Lebih terperinci

SENGKETA INTERNASIONAL

SENGKETA INTERNASIONAL SENGKETA INTERNASIONAL HUKUM INTERNASIONAL H. Budi Mulyana, S.IP., M.Si Indonesia-Malaysia SENGKETA INTERNASIONAL Pada hakikatnya sengketa internasional adalah sengketa atau perselisihan yang terjadi antar

Lebih terperinci

BENTUK-BENTUK HUBUNGAN SOSIAL

BENTUK-BENTUK HUBUNGAN SOSIAL BENTUK-BENTUK HUBUNGAN SOSIAL Jenis-jenis Hubungan Sosial Hubungan antar individu Contoh: 2 orang siswa saling bertegur sapa Hubungan individu dengan kelompok Contoh: Seorang pendeta memberikan kotbah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN PENANGANAN KONFLIK 1 Oleh Herry Darwanto 2 I. PERMASALAHAN Sebagai negara yang masyarakatnya heterogen, potensi konflik di Indonesia cenderung akan tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya. Annisa Nurhalisa

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya. Annisa Nurhalisa Bentuk-bentuk Interaksi Sosial beserta Status dan Peran individunya Annisa Nurhalisa Interaksi Sosial Asosiatif -> adalah bentuk interaksi sosial yang menghasilkan kerja sama. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dengan berakhirnya Perang Dunia kedua, maka Indonesia yang sebelumnya dijajah oleh Jepang selama 3,5 tahun berhasil mendapatkan kemerdekaannya setelah di bacakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya

BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF. melekat dalam setiap kehidupan sosial. Hal-hal yang mendorong timbulnya 36 BAB II KONFLIK DALAM PERSPEKTIF DAHRENDORF A. Teori Konflik Kehidupan sosial dan konflik merupakan gejala yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan lainnya, konflik merupakan gejala yang selalu melekat

Lebih terperinci

2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN

2015 PERISTIWA MANGKOK MERAH (KONFLIK DAYAK DENGAN ETNIS TIONGHOA DI KALIMANTAN BARAT PADA TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945, Soekarno tampil dihadapan peserta sidang dengan pidato

Lebih terperinci

3. Dalam memahami konflik di Timur Tengah terdapat faktor ideologi, energi, otoritarianisme, geopolitik, dan lainnya.

3. Dalam memahami konflik di Timur Tengah terdapat faktor ideologi, energi, otoritarianisme, geopolitik, dan lainnya. Keynote Speech Wakil Menteri Luar Negeri RI: HE. Dr. A.M. Fachir Pada SEMINAR INTERNASIONAL THE ROLE OF SOUTHEAST ASIA COUNTRIES IN FONCLICT RESOLUTION IN THE MIDDLE EAST A. Pendahuluan 1. Konflik dapat

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan

BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF. keterlibatan konflik yang di dalamnya terdapat waktu, tenaga, dana, dan 31 BAB II KONFLIK DALAM KACAMATA RALF DAHRENDORF A. TEORI KONFLIK Ralf Dahrendorf melihat proses konflik dari segi intensitas dan sarana yang digunakan dalam konflik. Intensitas merupakan sebagai tingkat

Lebih terperinci

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA

SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi: Kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No. 1., 2016. Hal. 57-65 JIPP Non-Empiris SISTEM PENANGANAN DINI KONFLIK SOSIAL DENGAN NUANSA AGAMA a Subhan El Hafiz Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada masa kesultanan Asahan agar dapat didokumentasikan. peristiwa-peristiwa yang terjadi untuk jadi pembelajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau, disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan yang terdapat dimasa kini. Perspektif sejarah selalu menjelaskan ruang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada tanggal 17 Februari 2008 yang lalu, parlemen Kosovo telah memproklamasikan Kosovo sebagai Negara merdeka, lepas dari Serbia. Sebelumnya Kosovo adalah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia

BAB V KESIMPULAN. Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia BAB V KESIMPULAN Runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an merubah konstelasi politik dunia. Rusia berubah dari super power state menjadi middle-power state (negara dengan kekuatan menengah). Kebijakan luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia

BAB I PENDAHULUAN. India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah India dan Pakistan merupakan dua negara yang terletak di antara Asia Tengah dan Asia Tenggara yang terlingkup dalam satu kawasan, yaitu Asia Selatan. Negara-negara

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adam Jamaluddin, 2014 Gejolak patani dalam pemerintahan Thailand Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Adam Jamaluddin, 2014 Gejolak patani dalam pemerintahan Thailand Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Islam di Thailand paling tidak memiliki sejarah sejak abad ke 15 M. Selama itu juga Islam tumbuh di wilayah ini dipengaruhi oleh lingkungan baik secara

Lebih terperinci

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun

Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun Peranan hamas dalam konflik palestina israel tahun 1967 1972 Oleh: Ida Fitrianingrum K4400026 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian seperti yang diuraikan pada

Lebih terperinci

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dalam interaksi berbangsa dan bernegara terbagi atas lapisanlapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk dengan sendirinya sebagai

Lebih terperinci

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah.

Kaum Muslim Myanmar merupakan 4 persen total populasi 60 juta, menurut sensus pemerintah. Biksu Buddha Saydaw Wirathu, yang dikenal sebagai bin Laden dari Myanmar, telah menyerukan untuk memboikot secara nasional bisnis kaum Muslim di Myanmar Belum kering air mata warga Rohingya yang dianiaya

Lebih terperinci

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL Pengertian Konflik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik diartikan sebagai percekcokan,

Lebih terperinci

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA

TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA TERBENTUKNYA GAM DAN RMS SEBAGAI BUKTI LEMAHNYA PENERAPAN PANCASILA Oleh: NAMA : AGUNG CHRISNA NUGROHO NIM : 11.02.7990 KELOMPOK :A PROGRAM STUDI : DIPLOMA 3 JURUSAN DOSEN : MANAJEMEN INFORMATIKA : Drs.

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik

BAB VI PENUTUP. perusakan dan pembakaran. Wilayah persebaran aksi perkelahian terkait konflik BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan Konflik TNI-Polri selama periode pasca Reformasi, 80% merupakan aksi perkelahian dalam bentuk penganiayaan, penembakan, pengeroyokan dan bentrokan; dan 20% sisanya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode 1945-1949 merupakan tahun-tahun ujian bagi kehidupan masyarakat Indonesia, karena selalu diwarnai dengan gejolak dan konflik sebagai usaha untuk merebut dan

Lebih terperinci

4.2.Upaya Penyelesaian Konflik antara Pemerintah dengan Bangsamoro Faktor Pendorong Moro Islamic Liberation Front (MILF) untuk

4.2.Upaya Penyelesaian Konflik antara Pemerintah dengan Bangsamoro Faktor Pendorong Moro Islamic Liberation Front (MILF) untuk DAFTAR ISI Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Pernyataan... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR SINGKATAN... viii ABSTRAK... x ABSTRACT... xi Bab I Pendahuluan... 1 1.1.Latar Belakang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA TENTANG KERANGKA KERJA SAMA KEAMANAN (AGREEMENT BETWEEN THE REPUBLIC OF INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajemukan bangsa Indonesia dapat dilihat dari gambaran demografi bahwa terdapat 726 suku bangsa dengan 116 bahasa daerah dan terdapat 6 (enam) jenis agama. (Koran Tempo,

Lebih terperinci

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA

ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT. Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA ANALISA PENYEBAB TERJADINYA KONFLIK HORIZONTAL DI KALIMANTAN BARAT Alwan Hadiyanto Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945, tujuan bangsa Indonesia adalah menciptakan

Lebih terperinci

Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta?

Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta? Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta? 19 November 2017 Hak atas fotoed WRAY/GETTY IMAGES)Image captionsejumlah demonstrasi dilakukan menentang salah satu pasangan calon

Lebih terperinci

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65

Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris. dalam Genosida 65 Keterlibatan Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris dalam Genosida 65 Majalah Bhinneka April 2, 2016 http://bhinnekanusantara.org/keterlibatan-pemerintah-amerika-serikat-dan-inggris-dalam-genosida-65/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik 1. Pengertian Konflik merupakan sesuatu yang tidak bisa terhindarkan dalam kehidupan manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat

Lebih terperinci

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA

BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA BAB III PROBLEMATIKA KEMANUSIAAN DI PALESTINA Pada bab ini penulis akan bercerita tentang bagaimana sejarah konflik antara Palestina dan Israel dan dampak yang terjadi pada warga Palestina akibat dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

I. PENDAHULUAN. pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang perjalanan sejarah RI pernah meletus suatu perlawanan rakyat terhadap pemerintah RI yang terjadi di daerah Sulawesi tepatnya Sulawesi Selatan. Para pelaku

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap

BAB V KESIMPULAN. BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap BAB V KESIMPULAN BAB V merupakan bab yang berisi kesimpulan-kesimpulan dari setiap pembahasan yang ada di dalam karya tulis (skripsi) ini. Kesimpulan tersebut merupakan ringkasan dari isi perbab yang kemudian

Lebih terperinci

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME

BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME BAB 4 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN SEPARATISME A. KONDISI UMUM Kasus separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengancam integritas Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Sentralisme pemerintahan yang telah lama berlangsung di negeri ini, cenderung dianggap sebagai penghambat pembangunan daerah. Dari sekian banyak tuntutan yang diperhadapkan

Lebih terperinci

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut Leif STENBERG Direktur, AKU- Dalam makalah berikut ini, saya akan mengambil perspektif yang sebagiannya dibangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca dalam memahami skripsi ini, maka secara singkat terlebih dahulu penulis akan menguraikan dan menjelaskan istilah-istilah dari

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI Pasal 2 (3) dari Piagam PBB Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing.

BAB I. PENDAHULUAN. bangsa Indonesia setelah lama berada di bawah penjajahan bangsa asing. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 yang diucapkan oleh Soekarno Hatta atas nama bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah berdirinya

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang terdiri dari beranekaragam etnis, agama, dan kebudayaan. Keanekaragaman ini merupakan warisan kekayaan bangsa yang tidak ternilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu di daerah Preah Vihear yang terletak di Pegunungan Dangrek. Di BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Thailand dan Kamboja merupakan dua negara yang memiliki letak geografis berdekatan dan terletak dalam satu kawasan yakni di kawasan Asia Tenggara. Kedua negara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana

BAB I PENDAHULUAN. signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Serangan 11 September pada tahun 2001 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan penetapan hukum di dunia ini, dimana serangan teroris tertentu telah

Lebih terperinci

Sejarah Perjuangan Melayu Patani

Sejarah Perjuangan Melayu Patani Sejarah Perjuangan Melayu Patani 1785-1954 NIK ANUAR NIK MAHMUD PENERBIT UNIVERSITI KEBANGSAAN MALAYSIA BANGI 1999 Kandungan Senarai Gambar... 9 Pendahuluan 11 Penghargaan... 13 Bab 1 Kerajaan Melayu Patani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang India merdeka pada tanggal 15 Agustus 1947. Kemerdekaan India diperjuangkan melalui perlawanan fisik maupun perlawanan non fisik. Perlawanan fisik di India salah satunya

Lebih terperinci

Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar Konflik Sosial Judul : Konflik Sosial Standar Kompetensi : Memahami struktur sosial serta berbagai faktor penyebab konflik Kompetensi Dasar : Menganalisis faktor penyebab konflik sosial dalam masyarakat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

DIKTAT PERGERAKAN KEMERDEKAAN RAKYAT INDIA. Diktat Sejarah Asia Selatan Baru Disusun Oleh : Supardi, S.Pd.

DIKTAT PERGERAKAN KEMERDEKAAN RAKYAT INDIA. Diktat Sejarah Asia Selatan Baru Disusun Oleh : Supardi, S.Pd. DIKTAT PERGERAKAN KEMERDEKAAN RAKYAT INDIA Diktat Sejarah Asia Selatan Baru Disusun Oleh : Supardi, S.Pd. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan. Perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia merupakan rangkaiaan peristiwa panjang yang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

VII KONFLIK DAN INTEGRASI

VII KONFLIK DAN INTEGRASI VII KONFLIK DAN INTEGRASI Pengertian Konflik Konflik adalah perselisihan atau persengketaan antara dua atau lebih kekuatan baik secara individu atau kelompok yang kedua belah pihak memiliki keinginan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003

PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA. New York, 23 September 2003 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA SIDANG MAJELIS UMUM KE-58 PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA New York, 23 September 2003 Yang Mulia Ketua Sidang Umum, Para Yang Mulia Ketua Perwakilan Negara-negara Anggota,

Lebih terperinci

Kedua, bila dicermati tindak kekerasan itu tidak diseluruh Papua, tapi berkosentrasi di tiga distrik yaitu Jayapura, Abepura, dan Puncak Jaya.

Kedua, bila dicermati tindak kekerasan itu tidak diseluruh Papua, tapi berkosentrasi di tiga distrik yaitu Jayapura, Abepura, dan Puncak Jaya. Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia Muhammad Ismail Yusanto: Cegah Separatisme, Lekatkan Papua den Papua kembali memanas, bahkan eskalasinya meningkat hampir 50 persen di banding 2001. Apa penyebabnya?

Lebih terperinci

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang

2012, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.116, 2012 SOSIAL. Stabilitas Nasional. Konflik. Penanganan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5315) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,

Lebih terperinci

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace

Pada pokoknya Hukum Internasional menghendaki agar sengketa-sengketa antar negara dapat diselesaikan secara damai he Hague Peace Pasal 2 (3) dari Piagam PBB - Semua anggota wajib menyelesaikan perselisihan internasional mereka melalui cara-cara damai sedemikian rupa sehingga perdamaian, keamanan dan keadilan internasional tidak

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Peranan Aung San Suu Kyi Dalam Memperjuangkan Demokrasi di Myanmar tahun 1988-2010. Kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki ribuan pulau, tiga ratus lebih suku, budaya, agama, serta aliran kepercayaan menempatkan Indonesia sebagai negara besar di dunia dengan

Lebih terperinci

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Rakyat Cina (RRC) adalah salah satu negara maju di Asia yang beribukota di Beijing (Peking) dan secara geografis terletak di 39,917 o LU dan 116,383

Lebih terperinci