PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BMT DI TEGAL. Abdulloh Mubarok 1* Yuni Utami 1.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BMT DI TEGAL. Abdulloh Mubarok 1* Yuni Utami 1."

Transkripsi

1 ISSN Print /ISSN Online PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH BMT DI TEGAL Abdulloh Mubarok 1* Yuni Utami 1 1 FE UPS Tegal * mubarokfeups@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan sistem informasi akuntansi pada lembaga keuangan mikro syariah Baitul Maal Wa Tamwiil (BMT) yang ada di Tegal. Untuk mencapai tujuan tersebut dikumpulkan data dengan cara survei (kuesioner) terhadap 15 responden (BMT) yang ada di Tegal (convenience sampling). Analisis data dilakukan dengan meringkas dan mentabulasi jawaban untuk setiap pertanyaan dari seluruh responden dan mengelompokan dalam kelompok: informasi staturi (statutory), informasi anggaran (budget) dan informasi tambahan (additional). Tingkat penerapan dihitung dengan membandingkan hasil perhitungan dengan skor ideal. Hasil penelitian ini menyimpulkan secara umum BMT di Tegal telah menerapkan sistem informasi akuntansi secara baik. Dari unsur sistem informasi akuntansi yang diterapkan, yang tertinggi adalah unsur pencatatan modal. Hal ini berarti sebagian besar BMT telah meyelenggarakan pencatatan modal secara baik. Sedangkan unsur terendah yang diterapkan oleh BMT adalah penyusunan analisis laporan keuangan. Hal ini menunjukan bahwa penyusunan analisis ini kurang dipraktikan BMT di Tegal. Padahal analisis ini sangat penting karena analisis ini memberikan gambaran tentang kinerja keuangan BMT pada periode tertentu. Dengan analisis laporan keuangan, manajemen akan memahami keuangan BMT yang dikelolanya seperti likuiditas, aktivitas atau profitabilitas. Kata Kunci: BMT, Sistem Informasi Akuntansi (SIA), Informasi Staturi (statury), informasi Anggaran (budget), Informasi Tambahan (additional) PENDAHULUAN Pembiayaan oleh Lembaga Keuangan Mikro (LKM) mengalami perkembangan yang sangat pesat selama dua dasawarsa terakhir (Baskara, 2013). Hal ini berarti LKM sekarang ini menjadi alternatif akses permodalan yang diminati masyarakat disamping lembaga perbankan. Undang Undang No.1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro mendifinisikan LKM sebagai lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Secara umum LKM di Indonesia terdiri pertama LKM berbentuk bank seperti BPR, BPR Syariah dan bank umum (konvensional atau syariah) yang menyalurkan kredit mikro atau mempunyai unit mikro. Kedua LKM berbentuk Koperasi seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Unit Simpan Pinjam (USP) dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Ketiga LKM nonbank dan nonkoperasi, seperti Badan Kredit Desa (BKD) dan Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP) (Baskara, 2013). Salah satu LKM yang menerapkan prinsip syariah adalah KJKS Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Istilah BMT terdiri dari dua kata; baitul mal yang berarti rumah dana dan baituttamwil berarti rumah usaha (Podungge, 2014). BMT secara umum memiliki tiga bidang kegiatan, pertama, sebagai lembaga keuangan yang mengelola uang dengan pola dan akad layaknya perbankan syariah seperti bagi hasil, jual beli, ijarah, dan lain-lain. Kedua, sebagai lembaga yang bergerak dalam unit usaha sektor riil. Ketiga, bergerak dalam bidang sosial dengan cara mengelola dana yang bersumber dari zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf (Pekapontren, 91 LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 91

2 92 Mubarok: Penerapan Sistem Informasi Akuntansi 2004). BMT dicanangkan pertama kali pada tahun 1992 oleh ICMI yang kemudian ditindaklanjuti secara operasional oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) (Mulyaningrum, 2009). Pada saat itu BMT lebih banyak berperan sebagai pengelola zakat, infaq dan shadaqah. Mulai tahun 1995 peran ini berubah menjadi gerakan pemberdayaan ekonomi untuk usaha kecil. Dewasa ini keberadaan BMT sudah menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Populasi terbanyak berada di Pulau Jawa kemudian Sulewesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat (Baskara, 2013). Seperti halnya UKM dan LKM lainnya, BMT juga memiliki beberapa permasalahan dan kelemahan. Permasahan dan kelemahan tersebut antara lain permasalahan kelembagaan, permasalahan sumber daya manusia, permasalahan tingkat kepercayaan dan pemahaman masyarakat terhadap BMT (Pratiwi dan Janah, 2015), permasalahan manajerial (Karsidi et al, 2011) dan permasalahan sistem informasi akuntansi (Hidayat, 2013; Sodikin, 2014; Naimah dan Ridwan, 2014). Terkait dengan permasalahan sistem informasi akuntansi, Hidayat (2013) dan Naimah dan Ridwan (2014) menemukan ketidaksesuaian pencatatan transaksi keuangan dengan ketentuan PSAK Syari ah 101. Sementara Sodikin (2014) menemukan adanya kelemahan pengendalian internal pada BMT yang dianalisisnya. Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan dengan waktu, lokasi dan jenis responden yang berbeda. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan temuan empiris mengenai: penerapan sistem akuntansi pada lembaga keuangan mikro syariah BMT di Tegal. TELAAH LITERATUR Sistem Informasi Akuntansi Sistem Informasi Akuntansi (SIA) merupakan se buah sistem yang memproses data dan transaksi guna menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk merencanakan, megendalikan dan mengoperasikan bisnis (Krismiaji, 2002: 4). SIA dapat diselenggarkan secara manual, dengan teknologi komputer atau kombinasi keduannya (Krismiaji, 2002). Kegiatan SIA akan menghasilkan output berupa laporan keuangan yang akan menjadi bahan pengambilan keputusan bagi pihak intern perusahaan (manajemen) atau pihak ekstern (investor, kreditur, instansi pemerintah, dll) (Musmini, 2013). Bagi UKM, SIA merupakan alat bagi manajemen (pemilik) untuk mengarahkan dan mengendalikan usaha serta mengelola organisasi secara menguntungkan sehingga kelangsungan hidup usaha terjamin (Budhijono dan Kristyowati, 2005). Murniati (2002) dan Solovida (2010) membagi output SIA dalam tiga komponen, yaitu informasi statutori (statutory), informasi anggaran (budget), dan informmasi tambahan (additional). Informasi statutori merupakan informasi akuntansi yang harus disajikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Contohnya adalah neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Terkait UKM, IAI telah menerbitkan SAK-ETAP yang mengatur jenis-jenis laporan keuangan apa saja yang harus disajikan UKM. Informasi anggaran merupakan data atau informasi yang berkaitan dengan perencanaan keuangan seperti anggaran penjualan, anggaran produksi, anggaran biaya produksi, anggaran kas dan lain-lain. Budget merupakan bagian informasi manajemen. Informasi ini menjamin operasi perusahaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Disamping itu dapat menjadi standar prestasi untuk penilaian kinerja usaha. Informasi tambahan merupakan informasi untuk melengkapi informasi yang telah dibuat. Informasi tambahan menjadikan keputusan yang diambil menjadi semakin akurat dan tepat waktu. Contohnya adalah laporan biaya produksi, rasio keuangan, laporan sumber dan penggunaan modal kerja, daftar umur piutang, analisis break-even dan lain-lain. Usaha Kecil Menengah (UKM) Istilah UKM telah didefinisikan beberapa pihak antara lain Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pemerintah baik melalui UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil ataupun UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Pihak-pihak tersebut mendefinisikan UKM berdasarkan kriteria berbeda-beda seperti jumlah kekayaan, omset penjualan dan jumlah tenaga kerja. Menegkop dan UKM melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994, misalnya, menggolongkan suatu usaha sebagai Usaha Mikro apabila memiliki hasil penjualan tahunannya paling banyak Rp Usaha Kecil LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 92

3 Mubarok: Penerapan Sistem Informasi Akuntansi 93 apabila memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp (satu miliar rupiah) dengan berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Usaha Menengah apabila memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp (dua ratus juta rupiah) sampai Rp (sepuluh miliar) dengan bentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, dan/atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi (Mubarok dan Faqihudin, 2011). BPS mendifinisikan UKM berdasarkan jumlah tenaga kerja, yaitu usaha kecil apabila memiliki jumlah tenaga kerja lima sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah apabila memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang (Bank Indonesia, 2011). UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah mendefinisikan Usaha Mikro apabila suatu usaha memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah). Usaha Kecil apabila memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp ,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). Usaha Menengah apabila memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp ,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (lima puluh miliar rupiah). Beberapa negara juga mendifinisikan UKM dengan kriteria yang berbeda-beda (Bank Indonesia, 2011). Ada yang mendefinisikan berdasarkan jumlah tenaga kerja seperti Maroko (kurang dari 200 orang), Brazil (kurang dari 100 orang), El Salvador (kurang dari empat orang untuk usaha mikro, antara lima hingga 49 orang untuk usaha kecil, dan antara orang untuk usaha menengah) dan Kolombia (kurang dari 10 orang untuk usaha mikro, antara orang untuk usaha kecil, dan antara orang untuk usaha menengah). Ada yang mendasarkan pada nilai total penjualan per tahun, seperti Chile (kurang dari USD untuk usaha mikro, USD untuk usaha kecil, dan USD 1 juta untuk usaha menengah). Ada yang mendasarkan kombinasi dari berbagai tolok ukur seperti Afrika Selatan yang menggunakan kombinasi antara jumlah karyawan, pendapatan usaha, dan total aset. Peru dan Republik Dominika yang mendasarkan kombinasi jumlah karyawan dan tingkat penjualan per tahun. Costa Rica yang menggunakan sistem poin berdasarkan tenaga kerja, penjualan tahunan, dan total aset. Bolivia yang mendasarkan pada tenaga kerja, penjualan per tahun, dan besaran asset. Penerapan Sistem Informasi Akuntansi di UKM Mengacu pada definisi UKM sesuai KMK No. 316/ KMK.016/1994 secara umum LKM BMT masuk dalam golongan usaha kecil dan menengah. Hal ini dapat dilihat dari segi kelembagaan dan permodalan. Secara kelembagaan, bentuk badan usaha BMT adalah koperasi, sementara jumlah permodalannya masih pada kisaran kategori UKM. Kajian penerapan SIA pada usaha kecil dan menengah telah banyak dilakukan. Budhijono dan Kristyowati (2005), misalnya, meneliti penerapan SIA pada usaha-usaha kecil di kota Salatiga. Hasil penelitian menyimpulkan secara umum pengusaha UKM telah mengetahui dan menggunakan catatan jurnal, kas, pembelian, penjualan, nota atau faktur, tetapi belum menggunakan catatan persediaan barang, perhitungan laba rugi serta perhitungan modal. Musmini (2013) menemukan masih adanya pencatatan akuntansi yang masih sangat sederhana dan belum sistematis pada UKM yang ditelitinya (Rumah Makan Taliwang Singaraja). Astuti (2010) meneliti penerapan SIA pada UKM bidang jasa perbengkelan (bengkel accesories goro profesional ) dan menemukan masih adanya pencatatan secara manual dan belum menyusun laporan keuangan. Prastika dan Purnomo (2014) menemukan rendahnya penerapan SIA di UMKM kota Pekalongan. Hasil penelitian Pinasti (2001) menyimpulkan bahwa para pedagang kecil di pasar tradisional Kabupaten Banyumas tidak menyelenggarakan dan tidak menggunakan informasi akuntansi dalam pengelolaan usahanya. Kesimpulan yang sama juga dijelaskan Bachtiar et al. (2014) terkait dengan UKM usaha Genteng Sokka di Wilayah Kabupaten Kebumen. Penelitian Anggraeni (2012) pada UKM Cireng Cageur Group menemukan bahwa secara umum UKM Cireng Cageur Group telah melakukan pencatatan mengenai kebutuhan biaya dan pendapatan, namun LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 93

4 94 Mubarok: Penerapan Sistem Informasi Akuntansi belum dilakukan sesuai prinsip akuntansi yang baku sehingga masih sulit untuk menilai kinerjanya (laba atau rugi). Latifah (2007) menemukan bahwa Home industri kerajinan olahan berbasis kedelai Di Desa Beji Batu Jawa Timur masih menyelenggarakan proses pencatatan akuntansi secara sederhana yaitu hanya sebatas buku kas masuk, buku kas keluar dan laporan laba rugi. Hasil penelitian Solovida (2010) salah satunya menyimpulkan bahwa penerapan SIA, khususnya akuntansi manajemen, oleh UKM di Jawa Tengah secara umum masih rendah. Pengusaha UKM belum memperhatikan penggunaan sejumlah laporan akuntansi untuk manajemen seperti harga pokok pesanan, harga pokok proses, harga pokok variabel, harga pokok penuh, harga pokok standar dan lainlain. Temuan berbeda dijelaskan Indralesmana dan Suaryana (2014). Mereka menemukan penerapan SIA secara baik pada UKM Kecamatan Nusa Penida, Bali. Terkait SIA BMT, Hidayat (2013) menemukan produk atau jenis jenis usaha yang tidak sesuai dengan PSAK Syari ah pada BMT Lisa Sejahtera. Pencatatan transaksi keuangan tampak berbeda dengan ketentuan yang ada pada PSAK Syari ah 101 yang meliputi Neraca, Laba Rugi, Arus Kas, Laporan Perubahan Equitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebijakan dan Catatan atas Laporan Keuangan. Hal yang sama ditemukan oleh Naimah dan Ridwan (2014) terkait penelitian di BMT X Kudus. Mereka menemukan tidak ada pemisahan antara kewajiban dengan Dana Syirkah Temporer (DST). Laporan keuangan BMT X Kudus juga masih menggunakan istilah Laporan Sumber dan Pengggunaan Dana ZIS dan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan yang dalam PSAK 10, istilah tersebut sudah tidak digunakan lagi. Sementara Sodikin (2014) menemukan adanya kelemahan pengendalian internal pada BMT yang dianalisisnya (BMT QM Sejahtera Mandiri ). Yaitu masih dilakukan kerangkapan tugas yang ada dibagian teller, otorisasi dan wewenang dan sistem informasi dan komunikasi yang kurang memadai. METODOLOGI PENELITIAN Data Penelitian Data penelitian ini merupakan data primer berupa sistem informasi akuntansi. Dalam penelitian ini sistem informasi akuntansi merupakan laporan atau informasi yang dibuat perusahaan dan dikelompokan dalam tiga kelompok: informasi staturi, informasi anggaran dan informasi tambahan. Informasi staturi merupakan informasi akuntansi yang harus disajikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Informasi anggaran merupakan data atau informasi yang berkaitan dengan perencanaan keuangan. Informasi tambahan merupakan informasi untuk melengkapi informasi yang telah dibuat sebelumnya (informasi staturi dan informasi anggaran). Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara. Pertama melalui observasi, yaitu dengan mengamati secara langsung pada lokasi penelitian. Kedua kuesioner, yaitu meminta jawaban (data) melalui instrumen angket/kuesioner tentang penerapan sistem informasi skuntansi. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh BMT yang ada di daerah Tegal. Dari jumlah BMT tersebut sebagian dipilih sebagai responden dan dijadikan sebagai sample penelitian. Sample dikumpulkan dengan teknik convenience (convenience sampling), yaitu dengan mengumpulkan BMT-BMT di daerah Tegal yang mampu ditemui dan dijangkau peneliti. Teknik ini dipilih dengan pertimbangan bahwa wilayah kabupaten Tegal cukup luas dan tidak diketahuinya jumlah dan alamat BMT yang ada di daerah Tegal. Analisis Data Jawaban untuk setiap pertanyaan dari seluruh responden akan diringkas dan ditabulasi dalam kelompok sebagai berikut: informasi staturi (statutory), informasi anggaran (budget) dan informasi tambahan (additional). Untuk mengetahui seberapa baik tingkat penerapan sistem akuntansi, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) menghitung nilai total untuk seluruh jawaban responden. b) menghitung nilai total tertinggi (ideal) seluruh jawaban responden yang seharusnya (ST/I). c) memproporsikan (membandingkan) nilai total untuk seluruh jawaban responden terhadap total skor ideal. d) Hasil proporsi ini kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria interpretasi skor sebagai berikut (Riduwan dan Akdon, 2008): LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 94

5 Mubarok: Penerapan Sistem Informasi Akuntansi 95 Nilai ( %) Tabel 1 Tabel Klasifikasi Klasifikasi Sangat baik Baik Sedang Buruk < 20 Sangat buruk PEMBAHASAN Deskripsi Responden Dari proses pengumpulan data, dihasilkan 15 BMT sebagai responden penelitian. BMT-BMT tersebut antara lain. Tabel 2 Nama-Nama BMT No. 1. BMT Bina Umat Sejahtera 2. BMT Arta Surya 3. BMT MWC NU Dukuhturi 4. BMT DRI Muamalat 5. BTM Nurul Umah 6. BMT SM PC NU Kab. Tegal 7. BMT PC NU Kab. Tegal 8. BMT SM NU Alamanah 9. BMT Syirkah Muawanah Kajen 10. BMT Syirkah Muawanah Tegal 11. BMT Al Maarif 12. BMT SM MWC NU Adiwerna 13. BMT Bina Insan Sejahtera 14. BMT Bina Umat Mandiri 15. BMT Al Multazam Nama BMT Responden tersebut dapat dijelaskan berdasarkan jenis kelamin pengelolanya, pendidikan terakhir pengelolanya, masa kerja pengelolanya, jumlah karyawan dan modal yang dimilikinya. Berdasarkan jenis kelamin pengelolanya, pengelola BMT lebih didominasi laki-laki. Hal ini dapat dilihat dari komposisi laki-laki dan perempuan, masing-masing 73,33 % dan 26,67%. Berdasarkan pendidikan terakhir pengelolanya, terlihat bahwa kebanyakan pengelola BMT berpendidikan sarjana (66,67%), kemudian SMA (20%) dan Diploma (13,33%). Berdasarkan masa kerjanya, pengelola BMT telah mengelola usahanya antara 0 sampai 5 tahun. Hanya 3 BMT yang pengelolanya telah bekerja lebih dari 10 tahun. Berdasarkan jumlah karyawannya, secara umum karyawan BMT yang menjadi responden LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 95

6 96 Mubarok: Penerapan Sistem Informasi Akuntansi penelitian berjumlah antara 5 sampai 19 orang (66,67%) hanya 4 BMT yang karyawanya lebih dari 19 orang dan 1 BMT yang karyawannya berjumlah 1-4 orang (6.67%). Berdasarkan modal usahanya, secara umum BMT yang menjadi responden penelitian memiliki modal usaha kurang dari Rp. 100 juta (46,67%) dan lebih dari Rp. 200 juta (46,67%), hanya 1 BMT (6,67%) yang modalnya antara Rp. 100 juta s/d Rp. 200 juta Tingkat Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Ringkasan jawaban responden terhadap tingkat penerapan sistem akuntansi dapat digambarkan dalam tabel 3 berikut ini Tabel 3 Ringkasan Jawaban Responden No. Sistem Informasi Akuntansi Skor Penerapan Tingkat Penerapan (%) 1. Pencatatan transaksi Penyelenggaraan buku kas Pembuatan dokumen Penyelenggaraan buku piutang Penyelenggaraan buku utang Pembuatan SOP pengajuan kredit Pecatatan gaji Frekuensi pemeriksaan kas Pencatatan laporan laba rugi Pencatatan modal Penyusunan laporan keuangan Penyusunan anggaran kas Penyusunan anggaran biaya Pelaksanaan analisis keuangan Penyusunan laporan sumber dan penggunaan dana Penyusunan analisis piutang Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa secara umum BMT di Tegal telah menerapkan sistem akuntansi secara baik. Hal ini terlihat dari skor setiap unsur sistem akuntansi yang tinggi (di atas 70%). Dari unsur sistem akuntansi yang diterapkan, yang tertinggi adalah unsur pencatatan modal. Sebagian besar BMT telah meyelenggarakan pencatatan modal secara baik. Sedangkan unsur terendah yang diterapkan oleh BMT adalah penyusunan analisis laporan keuangan (79%). Hal ini menunjukan bahwa penyusunan analisis ini kurang dipraktikan BMT di Tegal. Padahal analisis ini sangat penting karena analisis ini memberikan gambaran tentang kinerja keuangan BMT pada periode tertentu. Dengan analisis laporan keuangan, manajemen BMT akan memahami keuangan BMT yang dikelolanya seperti likuiditasnya, aktivitasnya atau profitabilitasnya. Apabila ringkasan jawaban responden dalam tabel 1 diklasifikasikan dalam informasi staturi, infor masi anggaran dan informasi tambahan akan tampak sebagai berikut: LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 96

7 Mubarok: Penerapan Sistem Informasi Akuntansi 97 Tabel 4 Ringkasan Jawaban Responden berdasarkan klasifikasi informasi staturi, informasi anggaran dan informasi tambahan No. Sistem Informasi Akuntansi Skor Penerapan Tingkat Penerapan (%) 1. Informasi Staturi Informasi Anggaran Informasi Tambahan Berdasarkan tabel 4 terlihat bahwa komponen informasi tambahan memiliki tingkatan yang lebih rendah dibandingkan informasi staturi dan informasi anggaran. Hal ini menunjukan bahwa penyelenggaran laporan atau informasi tambahan yang dilakukan oleh BMT di Tegal masih perlu ditingkat karena laporan ini akan melengkapi laporan keuangan yang wajib diselenggarakan BMT. Dengan laporan tambahan ini manajemen akan mendapatkan gambaran keuangan BMT secara lengkap, utuh dan menyeluruh. KESIMPULAN Secara umum BMT di Tegal telah menerapkan sistem akuntansi secara baik. Dari unsur sistem informasi akuntansi yang diterapkan, yang tertinggi adalah unsur pencatatan modal. Hal ini berarti sebagian besar BMT telah meyelenggarakan pencatatan modal secara baik. Sedangkan unsur terendah yang diterapkan oleh BMT adalah penyusunan analisis laporan keuangan. Hal ini menunjukan bahwa penyusunan analisis ini kurang dipraktikan BMT di Tegal. Padahal analisis ini sangat penting karena analisis ini memberikan gambaran tentang kinerja keuangan BMT pada periode tertentu. Dengan analisis laporan keuangan, manajemen akan memahami keuangan BMT yang dikelolanya seperti likuiditasnya, aktivitasnya atau profitabilitasnya. BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro sudah selayaknya menerapkan sistem administrasi yang baik. BMT perlu memberikan pelayanan dan melakukan pembenahan administrasi dalam segala hal untuk memuaskan pelanggan. Hal ini karena lembaga ini bergerak dalam jasa keuangan yang menge depankan kepercayaan. Terkait pembenahan administrasi, BMT dapat melakukan dengan menerapkan sistem informasi akuntansi yang baik, lengkap dan menyeluruh. Yaitu menyajikan informasi staturi (statutory), informasi anggaran (budget) dan informasi tambahan (additional). DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, I. (2012). Penerapan Sistem Akuntansi Sederhana pada UKM Cireng Cageur Group Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Astuti, D. S. P. (2010). Perlunya Penerapan Sistem Akuntansi pada Usaha Kecil Menengah. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, 10(2), Bachtiar, D. I., Atmoko, A. D., dan Priyanti, T. S. (2014). Implementasi Sistem Informasi Akuntansi bagi Usaha Kecil dan Menengah dalam Meningkatkan Akuntabilitas Laporan Keuangan. Jurnal Ekonomi dan Teknik Informatika, 2(1), Bank Indonesia. (2011). Kajian Akademik Kelayakan Pendirian Pemeringkat Kredit Bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia, Baskara, I. G. K. (2013). Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, 18(2), Budhijono, F. & Kristyowati. (2005). Sistem Informasi Akuntansi pada Usaha Kecil. Akuntabilitas, 5(1), Indralesmana, K.W. & Suaryana, I.G.N.A. (2014). Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Akuntansi terhadap Kinerja Individu pada Usaha Kecil dan Menengah di Nusa Penida. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 8.1, hlm Hidayat, S. (2013). Penerapan Akuntansi Syariah pada BMT LISA Sejahtera Jepara. Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis, 10 (2), Karsidi, Rahab & Mustofa, R.M. (2011). Strategi Peningkatan Profesionalisme Praktisi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Kabupaten Banyumas. PERFORMANCE, 14(2), LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 97

8 98 Mubarok: Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/ KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara Krismiaji. (2002). Sistem Informasi Akuntansi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN Latifah, S.W. (2007). Penerapan Sistem Pemasaran Terpadu dan Sistem Informasi Akuntansi pada Sentra Industri Pengolahan Berbasis Kedelai. Jurnal DEDIKASI Vol. 4, hlm Mubarok, A. & Faqihudin, M. (2011). Pengelolaan Keuangan untuk Usaha Kecil dan Menengah. Yogyakarta: Suluh Media. Mulyaningrum. Baitul maal wat Tamwil (BMT): Peluang dan Tantangan dalam Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Seminar on Islamic Finance. Theme: Opportunity and Challenge on Islamic Finance. Bakrie School of Management (BSM) & Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) January 6, Murniati. (2002). Investigasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyiapan dan Penggunaan informasi akuntansi Perusahaan Kecil dan Menengah, Simposium Nasional Akuntansi 5. Musmini, L.S. (2013). Sistem Informasi Akuntansi untuk Menunjang Pemberdayaan Pengelolaan Usaha Kecil (Studi Kasus Pada Rumah Makan Taliwang Singaraja) Vokasi Jurnal Riset Akuntansi. 2(1), Naimah, U.F. & Ridwan, M. (2014). Analisis Implementasi Akuntansi Syariah di BMT X Kudus. Iqtishadia, 7(1), Pekapontren, T. (2004). Potensi Ekonomi Pondok Pesantren di Indonesia. Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Departemen Agama RI. index.php/am Pinasti, M. (2001). Penggunaan Informasi Akuntansi dalam Pengelolaan Usaha Para Pedagang Kecil di Pasar Tradisional Kabupaten Banyumas. Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi, 3(1),. Prastika, N.E. & Purnomo, D.E. (2014). Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi terhadap Kinerja Perusahaan pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Pekalongan. Jurnal LITBANG Kota Pekalongan, Pratiwi, E.K. & Janah, N. (2015). Inventarisasi Permasalahan Industri Keuangan Mikro Syariah (Studi pada BMT-BMT di Kota dan Kabupaten Magelang). Cakrawala. 10(1), Podungge, R. (2014). Potensi BMT (Baitul Mal Wattamwil) Pesantren Guna Menggerakkan Ekonomi Syari ah di Masyarakat. Jurnal Al- Mizan, 10(1), Republik Indonesia. Undang Undang No.1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Riduwan & Akdon. (2008). Rumus dan Data dalam Analisis Statistika. Alfabeta. Bandung Sodikin, M. (2014). Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Penerimaan Kas pada BMT QM Sejahtera Mandiri. Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2014), Solovida, G.T. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyiapan dan Penggunaan Informasi Akuntansi pada Perusahaan Kecil dan Menengah di Jawa Tengah. Jurnal Prestasi. 6(1), LO_Jurnal STIES 2016 VOL. 1 No 2.indd 98

Kata Kunci: latar belakang pendidikan, pengalaman memimpin usaha, skala usaha, dan Sistem Informasi Akuntansi (SIA)

Kata Kunci: latar belakang pendidikan, pengalaman memimpin usaha, skala usaha, dan Sistem Informasi Akuntansi (SIA) PENGARUH FAKTOR TINGKAT PENDIDIKAN, PENGALAMAN MEMIMPIN DAN SKALA USAHA TERHADAP PENERAPAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI (Penelitian pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah "BMT" di Daerah Tegal) Abdulloh Mubarok

Lebih terperinci

PELATIHAN AKUNTANSI PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM) KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUB) RAKITAN RAKYAT TEGAL (RRT) DI KABUPATEN TEGAL

PELATIHAN AKUNTANSI PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM) KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUB) RAKITAN RAKYAT TEGAL (RRT) DI KABUPATEN TEGAL Prosiding SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN2089-3590 EISSN 2303-2472 PELATIHAN AKUNTANSI PADA INDUSTRI KECIL MENENGAH (IKM) KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUB) RAKITAN RAKYAT TEGAL (RRT) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berkembangnya berbagai lembaga keuangan saat ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat akan lembaga keuangan yang bisa mendukung perekonomian mereka. Lembaga

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia,

A. Latar Belakang. 1 Peri Umar Farouk, Sejarah Perkembangan Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perbankan syariah sudah dimulai sejak tahun 1992, dengan didirikannya bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia. Pada tahun itu juga dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum UMKM BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Definisi dan Penggolongan UMKM Terdapat beberapa definisi menengenai usaha mikro, kecil, dan menengah. Berikut definisi mengenai UMKM menurut beberapa

Lebih terperinci

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia

Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia Dr. Mulyaningrum Bakrie School of Management Jakarta, Indonesia PENDAHULUAN BMT berkembang dari kegiatan Baitul maal : bertugas menghimpun, mengelola dan menyalurkan Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS) Baitul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syari ah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan syari ah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan syari ah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking. Peristilahan dengan menggunakan kata Islamic tidak dapat dilepaskan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global yang semakin pesat menuntut perusahaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan ekonomi global yang semakin pesat menuntut perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi global yang semakin pesat menuntut perusahaan (negara maupun swasta) untuk bersaing sangat ketat baik terhadap perusahaan lain yang sejenis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Pembagian Sisa Hasil Usaha Di BMT Sidogiri Cabang Sidodadi Surabaya Sebagai suatu badan usaha, BMT dalam menjalankan kegiatan usahanya, tentu ingin mendapatkan keuntungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah 73 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 yang telah memberikan bukti bagaimana Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) lebih tahan terhadap perubahan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu lembaga keuangan pembiayaan memiliki pola pelayanan yang khas, seperti sasaran nasabah, tipe kredit, serta cara pengajuan, penyaluran, dan pengembalian kredit.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia memiliki peran strategis. Pada akhir tahun 2012, jumlah UMKM di Indonesia 56,53 juta unit dengan kontribusi terhadap penyerapan

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Antonio, MS Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Antonio, MS Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press, Jakarta DAFTAR PUSTAKA Antonio, MS. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Gema Insani Press, Jakarta Aziz, MA. 2004. Penanggulangan Kemiskinan Melalui POKUSMA dan BMT. PINBUK Press, Jakarta Bintoro, 2003.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuknya ekonomi Eropa dan Amerika Serikat. 2 Hingga kini, perbankan

BAB I PENDAHULUAN. memburuknya ekonomi Eropa dan Amerika Serikat. 2 Hingga kini, perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam bernegara, lembaga perbankan berperan sangat strategis dalam mengatur perekonomian masyarakat. Perbankan Syariah juga berperan amat strategis dalam mengatur perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sektor yang berperan vital bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas BAB I PENDAHULUAN.. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang No. 0 tahun 998 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 99 tentang perbankan, Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN KSPS-BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DINAR BAROKAH JUMAPOLO KARANGANYAR TAHUN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN KSPS-BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DINAR BAROKAH JUMAPOLO KARANGANYAR TAHUN ANALISIS KINERJA KEUANGAN KSPS-BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DINAR BAROKAH JUMAPOLO KARANGANYAR TAHUN 2007-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang, yaitu dari sudut pemakai jasa akuntansi, dan dari sudut proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang, yaitu dari sudut pemakai jasa akuntansi, dan dari sudut proses 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Informasi Akuntansi 2.1.1.1. Teori Akuntansi Definisi akuntansi menurut Jusup (2003: 4) dapat dirumuskan dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pemakai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi utama perusahaan adalah melakukan strategi pemasaran. Strategi pemasaran merupakan suatu langkah yang direncanakan produsen sebelum produk dihasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang telah berkembang pesat dalam perekonomian dunia maupun di

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang telah berkembang pesat dalam perekonomian dunia maupun di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Veithzal (2008:1), Perkembangan praktik Lembaga Keuangan Syariah baik di level nasional maupun internasional telah memberikan gambaran bahwa sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan berbagai keragaman sumber daya alam, sumber daya manusia, kebudayaan dan bahasanya. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi yang berdampak pada pesatnya kemajuan industri perbankan dan jasa keuangan beberapa tahun terakhir ini, menuntut masyarakat untuk memilih perbankan

Lebih terperinci

DAMPAK UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN, LEMBAGA KEUANGAN MIKRO, DAN PERKOPERASIAN TERHADAP SEKTOR KEUANGAN ARDITO BHINADI

DAMPAK UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN, LEMBAGA KEUANGAN MIKRO, DAN PERKOPERASIAN TERHADAP SEKTOR KEUANGAN ARDITO BHINADI DAMPAK UNDANG-UNDANG OTORITAS JASA KEUANGAN, LEMBAGA KEUANGAN MIKRO, DAN PERKOPERASIAN TERHADAP SEKTOR KEUANGAN ARDITO BHINADI OTORITAS JASA KEUANGAN UU No. 21 Tahun 2011 Struktur Pengaturan dan pengawasan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisis data sekunder serta pengungkapan pendapat secara langsung (brainstorming) maupun melalui kuesioner dari penelitian yang berjudul: Faktor Penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membuka semua tabir kerapuhan perbankan konvensional. Akibat krisis ekonomi tersebut telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha saat ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha saat ini sangat cepat dan dinamis, tak terkecuali bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. negara negara anggota dan masyarakat Muslim pada umumnya.

LANDASAN TEORI Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. negara negara anggota dan masyarakat Muslim pada umumnya. 12 LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia Lembaga perbankan Islam mengalami perkembangan yang amat pesat dengan lahirnya Islamic Development Bank (IDB) pada tahun 1975 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004. tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004. tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarnya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/Kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Pemerintah mengeluarkan UU No.7 Tahun disebut Bank Syariah, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat. Pemerintah mengeluarkan UU No.7 Tahun disebut Bank Syariah, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan pesat. Pemerintah mengeluarkan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan Syariah, yang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT), BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Dewasa ini, perkembangan perekonomian masyarakat dalam skala makro dan mikro, membuat lembaga keuangan khususnya lembaga keuangan syariah bersaing untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus ekonomi, baik sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki satu abad sejarah panjang dalam keuangan mikro, bila dihitung dari masa penjajahan Belanda. Pada masa tersebut, lembaga keuangan mikro (LKM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha mikro dan informal merupakan sektor usaha yang telah terbukti berperan strategis atau penting dalam mengatasi akibat dan dampak dari krisis ekonomi yang pernah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga menyajikan pandangan dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aktifitas lembaga keuangan secara halal. kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syari ah 1. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan aktifitas lembaga keuangan secara halal. kemanfaatan yang sesuai dengan prinsip syari ah 1. Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Masyarakat muslim Indonesia yang memegang teguh prinsip syari ah tentunya mengharapkan akan hadirnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Lembaga keuangan perbankan syariah merupakan salah satu lembaga ekonomi yang berfungsi sebagai lembaga pemberi jasa keuangan yang mendukung kegiatan sektor riil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian, Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. tersebut. Mengingat besarnya pengaruh bank terhadap perekonomian

BAB II TELAAH PUSTAKA. tersebut. Mengingat besarnya pengaruh bank terhadap perekonomian 14 BAB II TELAAH PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Bank Bank merupakan jantung perekonomian suatu negara. Kemajuan perekonomian suatu negara dapat diukur dari kemajuan bank di negara tersebut. Mengingat besarnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu tumpuan perekonomian Indonesia. Hingga tahun 2011, tercatat sekitar 99,99 persen usaha di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena usaha berskala kecil dinilai mampu bertahan dalam keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena usaha berskala kecil dinilai mampu bertahan dalam keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian merupakan salah satu faktor penentu berkembangnya suatu negara. Manakala perekonomian suatu negara berkembang dengan baik, maka dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian 16 1 BAB I BAB V PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran- saran dari hasil analisis data pada bab-bab sebelumnyayang dapat dijadikan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

Lebih terperinci

proses yaitu pencatatan dan penyajian sebagai berikut: 1 Laporan keuangan BMT disusun atas dasar cash basic. Dengan

proses yaitu pencatatan dan penyajian sebagai berikut: 1 Laporan keuangan BMT disusun atas dasar cash basic. Dengan BAB IV ANALISIS PENYAJIAN LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA KEBAJIKAN KJKS BMT MANDIRI SEJAHTERA GRESIK BERDASARKAN PSAK No. 101 A. Penyajian Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan KJKS Mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dalam pembangunannya tidaklah terlepas dari peran serta sektor perbankan. Bank adalah badan usaha yang menjalankan kegiatan menghimpun dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah Konsep dan Implementasi PSAK Syariah, P3EI Press, Yogyakarta, 2008, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Rifqi Muhammad, Akuntansi Keuangan Syariah Konsep dan Implementasi PSAK Syariah, P3EI Press, Yogyakarta, 2008, hlm 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi Islam identik dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah. Seiring dengan hal tersebut, lembaga keuangan syariah yang ruang lingkupnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur-unsur yang dilarang, berupa unsur perjudian (maisyir), unsur

BAB I PENDAHULUAN. unsur-unsur yang dilarang, berupa unsur perjudian (maisyir), unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan sebagai entitas bisnis yang berperan penting dalam kegiatan pembangunan mengalami perkembangan yang signifikan. Paket kebijakan Oktober 1988, Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Baitul Maal wa Tamwil (BMT) selalu berupaya untuk. sehingga tercipta pemerataan ekonomi untuk semua kalangan.

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Baitul Maal wa Tamwil (BMT) selalu berupaya untuk. sehingga tercipta pemerataan ekonomi untuk semua kalangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga keuangan syariah memiliki potensi yang besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Banyaknya lembaga keuangan khususnya Baitul Maal wa Tamwil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara signifikan pada akhir-akhir ini, baik itu lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara signifikan pada akhir-akhir ini, baik itu lembaga keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Perkembangan lembaga keuangan di Indonesia sangat menarik untuk selalu diperhatikan. Khususnya lembaga keuangan syariah yang terus berkembang secara signifikan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik untuk disimak, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. sangat menarik untuk disimak, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan persaingan bisnis di Indonesia adalah salah satu fenomena yang sangat menarik untuk disimak, terlebih dengan adanya globalisasi dalam bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profit merupakan sesuatu yang sangat vital bagi semua unit usaha (perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Profit merupakan sesuatu yang sangat vital bagi semua unit usaha (perusahaan 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profit merupakan sesuatu yang sangat vital bagi semua unit usaha (perusahaan nirlaba, dagang, maupun jasa. Dalam mendapatkan profit ini, perusahakan tidak

Lebih terperinci

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DIREKTORAT LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

FREQUENTLY ASKED QUESTIONS (FAQ) LEMBAGA KEUANGAN MIKRO (LKM) DIREKTORAT LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DIREKTORAT Pengertian LKM 1. Apa yang dimaksud Lembaga Keuangan Mikro? Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk

BAB I PENDAHULUAN. atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orangorang atau badan badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan. produktif untuk memberdayakan perekonomian masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan. produktif untuk memberdayakan perekonomian masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul maal yang sederhanapun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia saat ini organisasi bisnis Islam yang berkembang adalah bank syariah. Salah satu penyebab yang menjadikan bank syariah terus mengalami peningkatan adalah

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. OJK. Lembaga Keuangan Mikro. Perizinan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 412). PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koperasi 2.1.1 Pengertian Koperasi Koperasi berasal dari bahasa inggris yaitu co-operation. Co-operation berarti suatu bentuk perusahaan yang didirikan oleh orang-orang tertentu,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI YOGYAKARTA

ANALISIS PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI YOGYAKARTA ANALISIS PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH DI YOGYAKARTA Disusun oleh: Koes Meiliana Dosen Pembimbing: A. Fenyta Dewi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KJKS BMT BAHTERA PEKALONGAN. 1. Latar Belakang KJKS BMT Bahtera Pekalongan

BAB III GAMBARAN UMUM KJKS BMT BAHTERA PEKALONGAN. 1. Latar Belakang KJKS BMT Bahtera Pekalongan BAB III GAMBARAN UMUM KJKS BMT BAHTERA PEKALONGAN A. Profil KJKS BMT Bahtera Pekalongan 1. Latar Belakang KJKS BMT Bahtera Pekalongan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Bahtera Pekalongan adalah KSU BINA SEJAHTERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Liberalisme dan kemiskinan serta ketergantungan merupakan fenomena yang terjadi disemua negara berkembang. Menurut Thee Kian Wie, kemiskinan dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan nonbank yang berbentuk koperasi berbasis syariah. BMT

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan nonbank yang berbentuk koperasi berbasis syariah. BMT 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Baitul Maal Wat Tamwil atau yang biasa dikenal dengan BMT merupakan lembaga keuangan nonbank yang berbentuk koperasi berbasis syariah. BMT mempunyai visi dan misi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2013, hlm. 23

BAB I PENDAHULUAN. Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2013, hlm. 23 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa at-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha usaha produktif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi Islam saat ini cukup pesat, ditandai dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah. Sejak tahun 1992, perkembangan lembaga keuangan syariah terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil.

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi merupakan sesuatu yang penting untuk memenuhi kebutuhan manusia. Selain itu ekonomi juga menjadi indikator tingkat kesejahteraan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu secara rasional, empiris dan sistematis. Adapun metodologi penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehadiran Bank Muammalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih dapat menyentuh kalangan bawah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. latar belakang pada penelitian ini. Fenomena masalah adalah hal yang

BAB I PENDAHULUAN. latar belakang pada penelitian ini. Fenomena masalah adalah hal yang 1 BAB I PENDAHULUAN Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan periharalah dirimu dari api neraka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia sendiri telah ditetapkan sebuah peraturan yang mewajibkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di Indonesia sendiri telah ditetapkan sebuah peraturan yang mewajibkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia sendiri telah ditetapkan sebuah peraturan yang mewajibkan usaha kecil untuk melakukan pencatatan akuntansi yang baik yaitu Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

BAB 5 SIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN BAB 5 SIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN 5.1 Kesimpulan Penelitian pada UMKM roti dan kue yang terdaftar pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Surabaya ini menunjukkan bahwa sebagian responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pres, cet-ke 1, 2004, h Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, Yogyakarta: UII

BAB I PENDAHULUAN. Pres, cet-ke 1, 2004, h Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, Yogyakarta: UII BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan syariah adalah lembaga yang dalam aktifitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian nasional. Fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh

BAB I PENDAHULUAN. memperlancar perekonomian nasional. Fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan pemerintah mendorong masyarakat bersaing di sektor riil, memacu masyarakat untuk aktif dalam memajukan sektor riil. Masyarakat berlomba-lomba agar mampu

Lebih terperinci

Disusun Oleh : : Nina Rahayu Nurcahyani NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dr. Budi Prijanto

Disusun Oleh : : Nina Rahayu Nurcahyani NPM : Jurusan : Akuntansi Pembimbing : Dr. Budi Prijanto ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN INCOME STATEMENT DAN SHARI ATE VALUE ADDED STATEMENT PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA SYARIAH Disusun Oleh : Nama : Nina

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implikasi Grameen Bank di Indonesia Grameen Bank pertama kali direplikasikan di Indonesia pada tahun 1989 di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat oleh Yayasan Karya

Lebih terperinci

PERANAN BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) BUANA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PEDAGANG KECIL DI DESA MULUR KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

PERANAN BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) BUANA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PEDAGANG KECIL DI DESA MULUR KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO PERANAN BAITUL MAL WAT TAMWIL (BMT) BUANA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN PEDAGANG KECIL DI DESA MULUR KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kekurangan dana yang dalam menjalankan aktivitasnya harus sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang kekurangan dana yang dalam menjalankan aktivitasnya harus sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank Islam merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Struktur perekonomian Indonesia pada dasarnya didominasi oleh sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peran strategis UMKM dalam perekonomian nasional dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perspektif dunia, sudah diakui bahwa usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah lama memainkan suatu peran vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan lembaga keuangan syariah non-bank yang ada di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan lembaga keuangan syariah non-bank yang ada di Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak mulai dikembangkannya sistem bagi hasil dalam kurun waktu 17 tahun, total aset perbankan syariah telah mengalami peningkatan sebesar 27 kali lipat dari Rp 1,79

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan ekonomi Islam di Indonesia semakin lama semakin mendapatkan perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara, baik peranannya

BAB I PENDAHULUAN. berarti dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara, baik peranannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perbankan di Indonesia telah memberikan peranan penting yang sangat berarti dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa dan negara, baik peranannya menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN KJKS UGT SIDOGIRI WIROLEGI

ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN KJKS UGT SIDOGIRI WIROLEGI ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN KJKS UGT SIDOGIRI WIROLEGI Tika Wahyu Puspita Sari dan Nur Hisamuddin Universitas Jember, Jawa Timur, Indonesia Email: griselda_seigi12@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perbankan syariah pada saat ini merupakan isu yang hangat dan banyak dibicarakan baik oleh praktisi perbankan syariah dan para ahlinya maupun para pakar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia, (diakses pada 15 November 2015). 3

BAB I PENDAHULUAN. Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia,  (diakses pada 15 November 2015). 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bank syariah dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan pertumbuhan dan eksistensi

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan perekonomian Indonesia tidak terlepas dari peran perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediate atau lembaga yang berfungsi

Lebih terperinci

PASAL DEMI PASAL. Pasal I

PASAL DEMI PASAL. Pasal I PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 61 /POJK.05/2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat (Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998).

BAB I PENDAHULUAN. sehat (Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah kegiatan rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA KSU. BMT MUAMALAT BREBES. Iskandar 1

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA KSU. BMT MUAMALAT BREBES. Iskandar 1 ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA KSU. BMT MUAMALAT BREBES Iskandar 1 1 Dosen STIE Widya Manggalia Brebes Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kinerja KSU. BMT Muamalat Brebes ditinjau dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 mendefiniskan Dunia Usaha. sebagai Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 mendefiniskan Dunia Usaha. sebagai Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 mendefiniskan Dunia Usaha sebagai Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keputusan. Kualitas keputusan yang diambil sangat berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. keputusan. Kualitas keputusan yang diambil sangat berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat pada era globalisasi saat ini, perusahaan dituntut untuk meningkatkan kegiatan operasionalnya guna mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bawah yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor). 1

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bawah yang miskin dan nyaris miskin (poor and near poor). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) adalah lembaga swadaya masyarakat, yang artinya lembaga keuangan yang didirikan dan dikembangkan oleh masyarakat. Sejak awal berdirinya,

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 12 / POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan praktik Lembaga Keuangan Syariah, baik dalam lingkup

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan praktik Lembaga Keuangan Syariah, baik dalam lingkup BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkembangan praktik Lembaga Keuangan Syariah, baik dalam lingkup nasional maupun internasional telah memberikan gambaran bahwa sistem ekonomi Islam mampu beradaptasi

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPARASI UKURAN BANK PEMBIAYAAN SYARIAH TERHADAP KINERJA BPRS DI INDONESIA Oleh : Ridwansyah

ANALISIS KOMPARASI UKURAN BANK PEMBIAYAAN SYARIAH TERHADAP KINERJA BPRS DI INDONESIA Oleh : Ridwansyah ANALISIS KOMPARASI UKURAN BANK PEMBIAYAAN SYARIAH TERHADAP KINERJA BPRS DI INDONESIA Oleh : Ridwansyah Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk tujuan menjelaskan dan menganalisis adanya perbedaan kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan mikro syariah mempunyai peran yang cukup penting dalam mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.343, 2014 KEUANGAN. OJK. Lembaga Keuangan. Mikro. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5622) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

II. ANALISIS MASALAH

II. ANALISIS MASALAH 6 II. ANALISIS MASALAH A. Prinsip Analisis 1. Tujuan Tujuan analisis adalah : 1. Mengidentifikasi kebutuhan dasar bagi usaha mikro 2. Mengidentifikasi dan menganalisis seberapa besar pengaruh LKMS BMT

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM BMT AT-TAQWA MUHAMMADIYAH CABANG SITEBA. A. Sejarah Berdirinya BMT At-taqwa Muhammadiyah Cabang Siteba

BAB III GAMBARAN UMUM BMT AT-TAQWA MUHAMMADIYAH CABANG SITEBA. A. Sejarah Berdirinya BMT At-taqwa Muhammadiyah Cabang Siteba BAB III GAMBARAN UMUM BMT AT-TAQWA MUHAMMADIYAH CABANG SITEBA A. Sejarah Berdirinya BMT At-taqwa Muhammadiyah Cabang Siteba Awal berdirinya Bank Syariah di Indonesia adalah pada tanggal 1 November 1991,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total Aset sebesar Rp. 57 triliun (Republika :

BAB 1 PENDAHULUAN. Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total Aset sebesar Rp. 57 triliun (Republika : BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri keuangan syariah terutama perbankan syariah di Indonesia saat ini tumbuh secara pesat. Ada lima Bank Umum Syariah (BUS) dan 24 Unit Usaha Syariah

Lebih terperinci