KINERJA BPN PROVINSI SUMATERA UTARA (SUMUT) DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH DEMI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ATAS TANAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINERJA BPN PROVINSI SUMATERA UTARA (SUMUT) DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH DEMI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ATAS TANAH"

Transkripsi

1 KINERJA BPN PROVINSI SUMATERA UTARA (SUMUT) DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH DEMI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ATAS TANAH (Studi Kasus : Kantor Wilayah BPN SUMUT) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: MARIA MARGARETHA NIM : Departemen Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan Hukum Agraria FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 Halaman Pengesahan: KINERJA BPN PROVINSI SUMATERA UTARA (SUMUT) DALAM PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH DEMI MENJAMIN KEPASTIAN HUKUM DAN HAK ATAS TANAH (Studi Kasus : Kantor Wilayah BPN SUMUT) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: MARIA MARGARETHA NIM : Departemen Hukum Administrasi Negara Program Kekhususan Hukum Agraria Disetujui Oleh: Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Dr. Pendasteran Tarigan, SH. MS NIP : Pembimbing I : Pembimbing II : Tampil Anshari Siregar, SH. MS Mariati Zendrato, SH. MH NIP : NIP : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi Abstraksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan B. Perumusan Masalah C. Tujuan dan Manfaat Penulisan D. Keaslian Penulisan E. Tinjauan Kepustakaan a. Pengertian Kinerja b. Pengertian Tanah c. Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah d. Tinjauan Umum tentang Pendaftaran Tanah e. Peralihan Hak atas Tanah f. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Badan Pertanahan Nasional RI F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB II PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN TANAH OLEH BPN PROVINSI SUMATERA UTARA A. Gambaran Umum Daerah Penelitian B. Peranan BPN dalam Menjamin Kepastian Hukum Hak Atas Tanah a. Realisasi Menjamin Kepastian Hukum dan Hak Atas Tanah Melalui Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Sumatera Utara

4 b. Prosedur Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Sumatera Utara BAB III HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH A. Faktor Kebijakan Pemerintah Mengenai Kewajiban Perpajakan dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah. B. Faktor Masalah Biaya Pendaftaran Tanah yang relatif mahal C. SDM (Sumber Daya Manusia) dan Peralatan yang Terbatas D. Kesadaran Hukum Masyarakat Masih Kurang E.Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah yang berlaku di Indonesia dengan Sistem Negatif F. Adanya Ketentuan Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Departemen Kehutanan BAB IV UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH A. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Hambatan dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah Melalui Kebijakan Hukum Agraria B. Upaya Pencegahan dan Penanggulan Hambatan dalan Kegiatan Pendaftaran Tanah Melalui Pengelolaan BPN (Badan Pertanahan Nasional) BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Manusia dan tanah memiliki hubungan yang sangat erat, sangat alami dan tidak terpisahkan. Hal ini dapat dimengerti dan dipahami, karena tanah adalah merupakan tempat tinggal, tempat pemberi makan, tempat mereka dilahirkan, tempat ia dimakamkan, bahkan tempat leluhurnya. Maka selalu adanya pasangan antara manusia dengan tanah, antara masyarakat dengan tanah. Di tengah masyarakat hukum etnis Jawa terkenal filosofi yang menyatakan sedumuk batuk senyari bumi, yen perlu ditohi pati (biar sejengkal tanah miliknya bila perlu dipertahankan sampai mati). Masyarakat Hukum etnis Batak menyatakan tanah itu adalah ulos na soboi maribak atau ulos na sora buruk (kain yang tidak akan sobek atau lapuk) yang benar-benar sangat dibutuhkan manusia, apalagi filosofi itu tumbuh pada saat kebanyakan anggota masyarakat masih menggunakan kulit dan daun kayu yang dijadikan sebagai penutup auratnya. Semua aktivitas masyarakat hukum etnis Batak ditujukan sebagaimana tergambar dalam semboyan hulului anak, hulului tano (berusaha mendapat anak dan mendapat tanah). 1 Menurut Mr. B. Ter Haar Bzn, mengenai hubungan masyarakat dengan tanah, membagi hubungan antara masyarakat dengan tanah baik keluar maupun kedalam, dan hubungan perseorangan dengan tanah. Berdasarkan atas berlakunya 1 Siregar., Tampil Anshari., Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, Hal. 2

6 ke luar maka masyarakat sebagai kesatuan, berkuasa memungut hasil dari tanah, dan menolak lain-lain orang diluar masyarakat tersebut berbuat sedemikian itu, sebagai kesatuan juga bertanggungjawab terhadap orang-orang luaran masyarakat itu. Hak masyarakat atas tanah disebut Hak yasan komunaal, dan oleh Van Vollenhoven diberi nama beschikkingsrecht. 2 Beschikkingsrecht yaitu teori tentang hak menguasai tanah yang dikemukakan oleh Van Vollenhoven (beliau banyak menulis tentang persekutuanpersekutuan masyarakat adat di Nusantara). Menurut pandangannya, hak-hak atas tanah yang dipegang oleh masyarakat adat dan anggota-anggotanya adalah hak menguasai tanah, sebab mereka tidak mempunyai hak milik. Konsep dan pandangan teori ini diangkat sebagai pengertian hak ulayat. Sedangkan Hak Ulayat sendiri diadopsi dari bahasa Minangkabau, artinya hak menguasai atas suatu lingkungan tanah yang dipegang oleh kepala persekutuan. 3 Hak atas tanah mempunyai peranan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 Lembaran Negara 1960 No. 104 telah menentukan bahwa tanah-tanah di seluruh Indonesia harus diinventarisasikan. Sesuai Pasal 19 (1) UUPA No. 5/ 1960 berbunyi: Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut Ketentuanketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah PP No. 10 tahun 1961 (L.N No. 28 tentang Pendaftaran 2 Soetomo., Pedoman Jual Beli Tanah Peralihan Hak dan Sertifikat, Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, Surabaya, 1981, Hal.1 3 Bachriadi., Dianto; Faryadi., Erpan & Setiawan., Bonnie; Reformasi Agraria; Perubahan Politik, Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI (Universitas Indonesia), Jakarta, 1997, Hal.194

7 Tanah). Pendaftaran tanah yang bersifat rechts kadaster bertujuan untuk menjamin tertib hukum dan kepastian hak atas tanah. Setelah keluarnya Keppres No. 26 tahun 1988 (dan terakhir menjadi Keppres No. 34 tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan yang ditetapkan pada tanggal 31 Mei 2003), bahwa Direktur Jenderal Agraria yang bernaung di kementerian Dalam Negeri diangkat statusnya menjadi Badan Pertanahan Nasional yang diawasi oleh seorang Kepala Badan yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden dan hingga sekarang sejak tahun 1992 telah pula dibuat Menteri Negara Agraria / KBPN yang mengurusi masalah pertanahan di Indonesia. Fungsi Badan Pertanahan Nasional ini meliputi : 1. merumuskan kebijakan dan perencanaan penguasaan dan penggunaan tanah 2. merumuskan kebijakan dan perencanaan pengaturan pemilikan tanah dengan prinsip-prinsip bahwa tanah mempunyai fungsi sosial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria 3. melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran dalam upaya memberikan kepastian hak di bidang pertanahan 4. melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka memelihara tertib administrasi di bidang pertanahan

8 5. melaksanakan penelitian dan pengembangan dibidang pertanahan serta pendidikan dan latihan tenaga-tenaga yang diperlukan di bidang administrasi 4 Dalam Negara Kesatuan RI satu-satunya lembaga atau institusi yang sampai saat ini diberikan kewenangan (kepercayaan) untuk mengemban amanah dalam mengelola bidang pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI). Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) No 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Oleh karena itu, maka BPN-RI ke depan harus mampu memegang kendali perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, kebijakan teknis, perencanaan dan program, penyelenggaraan pelayanan administrasi pertanahan dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah, penatagunaan tanah, reformasi agraria, penguasaan dan pemilikan hak atas tanah, termasuk pemberdayaan masyarakat. Bahkan Institusi/lembaga ini salah satu misi nya adalah melakukan pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan. Menyangkut pada permasalahan Pendaftaran Tanah, sudah seharusnya Badan Pertanahan Nasional RI melakukan kebijakan. Sekelompok rakyat telah berani mengklaim hak orang lain menjadi haknya, sementara hukum agraria dianggap atau diperlakukan lemah untuk dilaksanakan atau bahkan tidak 4

9 dilaksanakan sehingga dituding belum mampu mewujudkan seluruh tuntutan yang diinginkan rakyat dalam mengatur dan mengayomi hak-hak atas tanahnya. Akhirnya muncullah tuntutan atau keinginan rakyat untuk memperoleh tanah yang kadang-kadang tanpa dasar hukum (alas hak) atau tanpa prosedur hukum. Soal status tanah ditinjau dari sudut hukum belum/ tidak merupakan problem bagi mereka. Malah bila mendengar hukum, mereka seolah membayangkan hal-hal negatif, seperti perampasan hak milik, polisi, jaksa, hakim, pengacara, penjara dan semuanya itu mereka tanggapi sebagai sesuatu yang menakutkan dan dirasakan semata-mata permainan orang pintar/ terpelajar yang penuh manipulasi. Ini bisa saja terjadi berdasarkan dari apa yang pernah mereka dengar dan lihat di media cetak dan elektronik. Akan tetapi kinerja BPN juga menjadi topik yang dibahas hampir setiap surat kabar dan media elektronik selain selalu memberitakan hal-hal yang menyangkut sengketa pertanahan yang berujung pada penyelesaian di muka pengadilan. Mulai dari penyerobotan hak atas tanah, sertifikat palsu dan sertifikat ganda juga pada keragu-raguan masyarakat terhadap kinerja BPN. Eksistensi Badan Pertanahan Nasional dapat dikaitkan dengan dinamika bangsa yang berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya dalam bidang pendaftaran tanah demi menjamin kepastian hukum. Secara spesifik, melalui tulisan ini, saya ingin memfokuskan pembahasan kepada sosok Lembaga Pemerintah Non Departemen ini yakni BPN. Oleh karena itu saya akan mengadakan penelitian tentang Kinerja BPN dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah demi menjamin kepastian hukum hak atas tanah dan menuangkannya

10 dalam bentuk skripsi ini dengan harapan bahwa tulisan ini dapat berguna serta ada tindak lanjut dari berbagai pihak yang tentunya bila permasalahan ini tidak dapat diatasi berarti keinginan UUPA dalam hal menciptakan tertib hukum, tertib administrasi dan tertib kepemilikan dan penggunaan tanah sudah sangat jauh dari apa yang diharapkan.

11 B. Perumusan Masalah Masalah atau permasalahan timbul, kalau ada kesenjangan antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang diperlukan dan apa yang tersedia, serta antara harapan dan kenyataan. Maka berdasarkan uraian pada latar belakang penulisan, saya mengangkat beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kinerja BPN Provinsi Sumatera Utara dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di wilayah Provinsi Sumatera Utara? 2. Apakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut? 3. Bagaimanakah upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut?

12 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Dalam penulisan skripsi ini tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperoleh gambaran secara kongkrit atas permasalahan yang telah diungkapkan dalam perumusan masalah yang tersebut diatas, yaitu: 1. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana kinerja BPN Provinsi Sumatera Utara dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah di wilayah Provinsi Sumatera Utara 2. Untuk mengetahui secara jelas apakah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut 3. Untuk mengetahui secara jelas bagaimana upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan hambatan-hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut Sedangkan manfaat penulisan skripsi yaitu : 1. Manfaat Secara Teoritis a. untuk memberikan manfaat di bidang pengetahuan baik melalui pengembangan wawasan dan pemikiran untuk mahasiswa / kalangan akademis mengenai Kinerja Suatu Lembaga yakni Badan Pertanahan Nasional dalam penyelenggaraan Pendaftaran Tanah demi menjamin kepastian hukum dan hak atas tanah b. untuk memberikan pengembangan wawasan dan pemikiran pada masyarakat mengenai arti penting suatu pendaftaran tanah 2. manfaat secara praktis Untuk dapat memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai manfaat secara khusus tentang pendaftaran tanah serta pemahaman mengenai kinerja BPN

13 dalam penyelenggaraan Pendaftaran Tanah. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, disamping sebagai sumbangsih ilmiah pada almamater khususnya dalam bidang Agraria. Dengan uraian ini penulis berharap kiranya dapat memberi manfaat bagi kita semua terutama tentang BPN Provinsi Sumatera Utara (SUMUT) dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah demi menjamin kepastian hukum hak atas tanah. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini oleh penulis adalah hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini belum pernah ada yang membuat. Bilamana sudah ada, maka saya sebagai penulis skripsi ini sangat yakin bahwa substansi pembahasannya pasti berbeda. Dalam skripsi ini, pembahasannya diarahkan kepada kinerja sebuah Badan Pertanahan Nasional khususnya untuk wilayah Sumatera Utara. Kinerja yang dimaksud adalah menyangkut penyelenggaraan pendaftaran tanah, apa saja hambatan yang dihadapi dan bagaimana upaya penanggulangan yang dilakukan. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E. Tinjauan Kepustakaan a. Pengertian Kinerja

14 b. Pengertian Tanah Dalam Hukum Tanah kata sebutan tanah dipakai dalam arti yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA. Dalam Pasal 4 dinyatakan, bahwa Atas dasar hak menguasai dari Negara.. ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang.. Dengan demikian jelaslah, bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi (ayat) 1. Sedang hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. 5 c. Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang memiliki batas tertentu. Diatas bidang tanah tersebut terdapat hak atas tanah baik yang dimiliki secara perorangan maupun badan hukum. Hak atas tanah adalah hak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 UUPA. 6 Penggolongan tanah bila dilihat dari status hukumnya, terdapat dua status hukum di Indonesia yaitu Bukan Tanah Negara yaitu semua tanah yang dikuasai orang berdasarkan hak milik dan Tanah Negara yaitu semua tanah yang langsung dikuasai oleh negara meliputi tanah-tanah yang tidak bertuan disebut Tanah 5 Harsono., Boedi., Hukum Agraria Indonesia., Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria., Isi Dan Pelaksanaanya., Jilid I Hukum Tanah Nasional, Jambatan, Jakarta, hal 18 6 Sangsun., Florianus SP., Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Visimedia, Jakarta, 2007, Hal. 5

15 Negara Tak Bebas. 7 Tanah-tanah yang termasuk golongan tanah negara tak bebas adalah tanah negara bebas yang sudah diberikan kepada seseorang dengan Hak Guna Usaha ataupun Hak Guna Bangunan; tanah negara bebas yang sudah diberikan kepada badan-badan atau instansi-instansi dengan hak pakai dan tanah-tanah kepunyaan masyarakat yang hak-haknya belum dikonversikan (diubah) menjadi hak-hak yang diakui oleh undang-undang. Dengan dasar pandangan ini, maka segala hak tanah yang diakui oleh Undang-undang seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha adalah sejumlah hak tanah yang diberikan oleh Negara kepada setiap warga Negara Indonesia. Jenis-jenis hak ini dapat dialihkan seperti dalam bentuk jual-beli dan sewaktu-waktu dapat digugurkan karena berhadapan dengan pembangunan bagi kepentingan umum. Hak-hak atas tanah menurut ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUPA terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang ditetapkan melalui undang-undang, serta hakhak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 ayat (1) UUPA yaitu Hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, hak sewa tanah pertanian. Hak-hak tersebut diusahakan hapus dalam waktu singkat. 8 d. Tinjauan Umum tentang Pendaftaran Tanah 7 Bachriadi., Dianto; Faryadi., Erpan & Setiawan., Bonnie; Reformasi Agraria; Perubahan Politik, Sengketa dan Agenda Pembaruan Agraria di Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI (Universitas Indonesia), Jakarta, 1997, Hal Sangsun., Florianus SP., Loc. Cit., hal 5

16 1). Pengertian Pendaftaran Tanah Pendaftaran berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman) menunjuk kepada luas, nilai dan kemilikan misalnya atas sebidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin capitastrum yang berarti suatu register atau kapita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terreus). Dalam artian yang tegas cadastre adalah record (rekaman daripada lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan) 2). Peraturan-peraturan dalam hal Pendaftaran Tanah a. Undang Undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria b. Undang Undang Nomor 21 Tahun 1997 jo. Nomor 20 Tahun 2000 Tentang BPHTB c. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang HGU, HGB dan Hak Pakai d. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah e. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 Tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Diberlakukan Di Kantor Pertanahan f. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah g. Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional h. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah i. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan wewenang pemberian dan pembatalan keputusan dan

17 pemberian hak atas tanah Negara j. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tatacara pemberian dan pembatalan hak atas tanah Negara dan HPL k. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan tata kerja Kanwil BPN dan kantor pertanahan 3). Tujuan Pendaftaran Tanah Melalui ketentuan pokok pada pasal 19 ayat (1) UUPA ditegaskan bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah untuk menjamin kepastian hukum diseluruh wilayah Indonesia. Tujuan pokok tersebut dijabarkan lebih lanjut pada pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 sebagai berikut: Pendaftaran tanah bertujuan: 9 a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tujuan untuk memberikan kepastian hukum itu kepada pemegang hak atas tanah dapat diukur dari kekuatan hukum pembuatan sertifikat sebagai alat pembuktian yang kuat, kebenaran dari data dan kesempatan penuntutan dari pihak-pihak lain yang merasa berhak atas tanah tersebut. Sebagai ilustrasi A.P. Parlindungan (1990: 6-7) menyatakan bahwa dalam kalangan para ahli disebutkan pendaftaran itu bertujuan untuk baik kepastian hak seseorang, pengelakan suatu sengketa perbatasan (karena ada surat ukurnya yang 9 Siregar., Tampil Anshari., Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, Hal. 35

18 teliti dan cermat) dan juga untuk penetapan suatu perpajakan. Namun dalam konteks yang lebih luas lagi pendaftaran itu selain memberi informasi mengenai kemampuan apa yang terkandung didalamnya dan demikian pula informasi mengenai bangunan sendiri, harga bangunan dan tanahnya dan pajak yang ditetapkan untuk tanah dan bangunannya. Hal inilah yang merupakan usaha yang lebih modern dari suatu pendaftaran tanah yang komperehensif, yang kita kenal dengan Land Information System, kadangkala juga disebut Gegraphic Information System. 4). Objek Pendaftaran Tanah Objek Pendaftaran Tanah menurut Pasal (9) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 meliputi: a. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai b. tanah hak pengelolaan c. tanah wakaf d. hak milik atas satuan rumah susun, e. hak tanggungan f. tanah negara Untuk memperjelas pengertian mengenai obyek pendaftaran tanah, ketentuan ketentuan pokok yang berkaitan dengan hal tersebut diuraiakan sebagaimana berikut: a). Hak Milik Pasal 20 ayat 1 UUPA memberikan pengertian tentang Hak Milik sebagai berikut: hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial. Kata-kata terkuat dan terpenuh itu tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak mutlak yang tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat, melainkan dibatasi oleh pengertian

19 dan isi fungsi sosial hak atas tanah. 10 Kata-kata terkuat dan terpenuh itu untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain sebagainya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, hak miliklah yang ter (paling) kuat dan penuh. 11 Hak Milik atas tanah berdasarkan UUPA tidak sama dengan hak eigendom berdasarkan BW atau sekalipun hampir sama dengan hak milik menurut Hukum Adat. Perbedaan dimaksud tidak lain bahwa hak milik berdasarkan UUPA tidak diperkenalkan sebagai hak kebendaan dimana dalam pemegang haknya berada keleluasaan mengambil nikmat dengan lebih mengutamakan kepentingan individu si pemilik dari kepentingan sosial/ masyarakat, demikian pula hak milik berdasarkan UUPA itu tidak melekat atasnya hak ulayat sebagaimana pada Hukum Adat tetapi hak menguasai negara. 12 Berhubung sampai saat ini ketentuan-ketentuan tentang hak milik belum diatur dengan Undang-undang (sebagaimana perintah Pasal 50 UUPA) maka untuk mencermati hal-hal yang berkaitan dengan hak milik itu belum dapat dilakukan rinci apalagi disebutkan pada pasal 56 UUPA bahwa sebelum Undang- Undang Hak Milik itu terbentuk maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat yang memberi wewenamg sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam pasal 20 UUPA sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA. Ciri Hak Milik sebagaimana disebut pada pasal 20 UUPA adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang mempunyai fungsi sosial. Dalam 10 Parlindungan., A.P., Komentar Atas UUPA, Mandar Maju, Bandung, 1991, Hal Parlindungan., A.P., Ibid. hal Siregar., Tampil Anshari., Op. cit Hal 41.

20 pengertian, jika dibanding dengan hak lain, hak milik itulah yang lebih kuat dan penuh. Hal itu terlihat dalam wujud konkritnya bahwa hak milik itu penggunaannya lebih luas, nilai tanggungannya lebih tinggi jika dijadikan sebagai obyek hak tanggungan, pembayaran ganti kerugiannya akan lebih besar jika menjadi obyek pencabutan/pelepasan hak dan nilai jualnyapun lebih mahal serta haknya tetap penuh tidak dipengaruhi oleh waktu penggunaannya. Bahkan diatas tanah hak milik itu berdasarkan kesepakatan/perjanjian otentik dapat diterbitkan hak lain seperti hak guna bangunan, hak pakai atau hak sewa yang diberikan kepada subyek lain yang memenuhi syarat. Subyek dari hak milik sebagaimana ditetapkan pada pasal 21 UUPA harus memenuhi azas kebangsaan (prinsip nasionalitas) yaitu warga negara Indonesia tunggal dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (badan hukum Indonesia) tertentu saja berdasrkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 yaitu Bank-bank negara, badan koperasi pertanian, lembaga sosial dan lembaga keagamaan. Hak milik harus didaftarkan di Kantor Pertanahan baik pendaftaran yang pertama kali maupun pendaftaran mutasi dan pengikatan jaminan dengan hak tanggungan. Hak milik hapus apabila: a. tanah jatuh pada negara, hal ini disebabkan oleh: 1. karena pencabutan hak untuk kepentingan umum 2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya 3. karena ditelantarkan

21 4. karena ketentuan pasal 21 ayat (3) UUPA yang pada pokoknya berisi bahwa setiap orang asing yang sesudah berlakunya UUPA jika memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa surat wasiat atau pencampuran harta perkawinan demikian pula WNI yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya UUPA maka hak miliknya wajib dilepaskan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak diperolehnya hak milik tersebut. 5. karena ketentuan pasal 26 ayat (1) UUPA yang pada pokoknya berisi setiap perbuatan-perbuatan yang dimaksud langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing atau badan hukum selain yang telah ditentukan pemerintah adalah batal karena hukum. Perbuatan ini misalnya jual-beli, hibah, pemberian wasiat dan lain-lain. b. karena tanahnya musnah. b). Hak Guna Usaha (HGU) Menurut pasal 28 ayat (1) dan (2) dan pasal 29 UUPA, pengertian hak guna usaha adalah hak untk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun atau 35 tahun yang bila diperlukan masih dapat diperpanjang lagi dengan 25 tahun, guna pengusahaan pertanian, perikanan atau peternakan dan luasnya paling sedikit adalah 5 Ha. Untuk memenuhi pasal 50 ayat (2) UUPA mengenai ketentuan lebih lanjut dari HGU, maka pemerintah telah menerbitkan PP No. 40 tahun 1996 yang mengatur tentang Hak-hak atas Tanah (hak guna Usaha, Hak Guna Bangunan, hak

22 pakai). Yang dapat menjadi pemegang hak guna usaha adalah: a. Warga Negara Indonesia tunggal b. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia Hak Guna Usaha hanya dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara, sehingga HGU tidak dapat terjadi atas suatu perjanjian antara pemilik atas tanah milik oranglain. Alas Hak dari HGU berasal dari suatu Surat Keputusan pemberian Hak Guna Usaha oleh Kepala BPN. Menurut pasal 34 UUPA, HGU hapus apabila: a. jangka waktunya berakhir b. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat yang tidak dipenuhi c. dilepaskan oeh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir d. dicabut untuk kepentingan umum e. ditelantarkan f. tanahnya musnah g. karena ketentuan pasal 30 ayat (2) UUPA yang intinya bahwa orang atau badan hukum yang mempunyai HGU tidak lagi memenuhi syarat-syarat tersebut, wajib melepaskan atau mengalihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat dalam

23 jangka waktu satu tahun. c). Hak Guna Bangunan (HGB) Pasal 35 UUPA menyebutkan bahwa HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan, jangka waktu paling lama 20 tahun. Hak Guna Bangunan diatur dalam pasal 35 sampai dengan pasal 40 UUPA, HGB ini juga diatur mulai dari pasal 38 PP No. 40 tahun Hak Guna Bangunan dimiliki oleh : a. WNI Tunggal b. Badan Hukum yang didirikan menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia Hak Guna Bangunan dapat terjadi diatas tanah yang dikuasai negara dan juga di atas tanah milik oranglain. Terjadinya HGB apabila diatas tanah negara kemudian harus melalui suatu Penetapan Pemarintah sedangkan apabila terjadi diatas tanah hak milik oraglain maka terlabih dahulu harus didasarkan pada perjanjian. Hak guna bangunan hapus karena : h. jangka waktunya berakhir i. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir, karena suatu syarat yang tidak dipenuhi j. dilepaskan oeh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir k. dicabut untuk kepentingan umum

24 l. ditelantarkan m. tanahnya musnah n. karena ketentuan pasal 36 ayat (2) UUPA yang intinya bahwa apabila pemegang hak tidak memenuhi syarat prinsip nasionalitas, maka dalam tempo satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat, dengan ancaman tanahnya hapus karena hukum. d). Hak Pakai Hak Pakai diatur dalam pasal 41 sampai pasal 43 UUPA dan diatur lebih lanjut dalam pasal 39 sampai pasal 58 PP No. 40 tahun Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan UUPA. Hak pakai dapat dibedakan atas hak pakai privat dan hak pakai publik (khusus). Hak pakai mempunyai right to use untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh negara atau dari tanah yang dikuasai oleh seseorang dengan hak milik. Subjek hukum hak pakai privat adalah WNI dan badan hukum Indonesia dengan pengecualian orang asing orang asing penduduk Indonesia dan badan

25 hukum asing yang ada izin operasionalnya. Hak pakai privat dapat beralih dan dialihkan serta dapat diikat dengan hak tanggungan pasal (53-54 PP No. 40 tahun 1996). Subjek hukum hak pakai publik yaitu: 1) Public Rechtlijk yang meliputi departemen, lembaga pemerintahan non departemen, pemerintah daerah dan lain-lain; 2) Publick Rechtlijk Internasional yang meliputi perwakilan negara-negara asing ; 3) Publick Rechtlijk Agama/ sosial yang meliputi lembaga-lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga sosial ; Hak pakai publik (khusus) mempuyai right to use untuk mempergunakan tanah untuk pelaksanaan tugasnya yang berasal dari tanah yang dikuasai oleh negara. Hak pakai tidak mempuyai jangka waktu yang berbatas selama masih digunakan sesuai dengan peruntukannya. e). Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya (pasal 1 angka 2 PP No. 46 tahun 1996). didalam pasal 2 ayat 4 UUPA ditegaskan bahwa hak menguasai dari negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut

26 ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. f). Tanah Wakaf Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syariah (pasal 1 butir 1 UU No. 41 tahun 2004). Jika seseorang telah mewakafkan tanah hakm miliknya naka dengan sendirinya berakhirlah hak dan kewajiban si wakif terhadap tanah tersebut, tidak lagi sebagaimana tanah tersebut sebagai miliknya. Hak itu beralih kepada Nadzir (oengurus dan pemelihara tanah wakaf). Dan beriringan dengan hal tersebut tanah wakaf tidak dapat dialihkan lagi, beralih maupun dijadikan obyek hak tanggungan atau jaminan hutang sebagaimana pada saat tanah itu masih hak seseorang atau badan hukum. g). hak milik atas satuan rumah susun Pemilikan atas satuan rumah susun merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dan dengan adanya bukti pemilikan tersebut maka satuan rumah susun dapat dijadikan jaminan hutang yang tunduk kepada ketentuan Undang-undang no. 4 tahun Didalam Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 14 tahun 1975 ditegaskan bahwa kepada setiap pemegang hak atas tanah kepunyaan bersama dapat diberi sertifikat sebagai tanda bukti hak atas masing-masing dan jumlah sertifikat yang diterbitkan sebanyak-banyaknya sama dengan jumlah pemegang hak bersama atas tanah tersebut.

27 h. hak tanggungan Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakn kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya (pasal 1 angka 1 UU No. 4 tahun 1996). Hak atas tanah yang dimaksud adalah sebagaimana dalam pasal 16 ayat 1 UUPA yang tidak bersifat limitatif itu. i. tanah negara Tanah negara yang biasa disebut tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah pengelompokkan status tanah yang dikenal sejak berlakunya UUPA. Tanah negara berdasarkan konsep UUPA ini berbeda dengan tanah negara atau lebih tepat disebut tanah milik negara berdasarkan konsep Hukum Perdata Barat/ BW yang berlaku pada zaman penjajahan Belanda. Dalam hal tanah Negara sebagai obyek pendaftaran tanah, pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam daftar tanah. e. Peralihan Hak atas Tanah Hak atas tanah mempunyai peranan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 tahun 1960 No. 104 telah menentukan bahwa tanah-tanah di seluruh Indonesia harus diinventariskan. Pasal 19 (1) UUPA No. 5 tahun 1960 berbunyi: Untuk

28 menjamin kepastian hukum oleh Pemeintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah PP No. 10 tahun 1961 (Lembaran Negara 1961 No. 28 tentang Pendaftaran Tanah) 13. Sebelum Undang-Undang Pokok Agraria berlaku terdapat adanya dualisme dalam hukum, karena ada hak yang berstatus hak Barat, yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) seperti Eigendom, Erfpacht, dan sebagainya. Peralihan haknya dilakukan di hadapan Notaris. Sedang hak-hak yang diatur dengan Hukum Adat (hak-hak adat), seperti tanah yang dilakukan oleh Kepala Desa. Dengan UUPA ini maka dualisme dalam hukum dihapus, dengan Dasar kesatuan Hukum: Anti Dualisme, karena oleh pembuat UUPA banyak yang dijelaskan bahwa sifat dualisme itu adalah akibat dari politik hukum pemerintahan jajahan. 14 Dengan berlakunya UUPA, maka dualisme dalam pertanahan dihilangkan. Semua peralihan atas hak tanah dilakukan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Peralihan-peralihan Hak yang harus dilakukan di hadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah ialah: 1. jual-beli; 2. hibah; 3. tukar-menukar; 4. pemisahan dan pembagian biasa; 13 Sutomo., Pedoman Jual Beli Tanah Peralihan Hak & Sertifikat, Lembaga Penerbitan Universitas Brawijaya, Malang, 1981, Hal Gautama., Sudargo., Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1973, hal. 13

29 5. pemisahan dan pembagian harta warisan; 6. penyerahan hibah wasiat; 7. hipotik; 8. credit verband; f. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Badan Pertanahan Nasional RI 1. Pengertian Lembaga BPN RI Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala. (Sesuai dengan Perpres No. 10 Tahun 2006) 2. Stuktur Organisasi BPN RI Setelah sebelumnya tugas keagrariaan diselenggarakan oleh suatu Kementerian (berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 1958), maka berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63 tahun 1966, tugas keagrariaan dilaksanakan oleh Menteri Dalam Negeri ditingkatkan menjadi Badan Pertanahan Nasional yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang bertanggungjawab kepada Menteri Sekretaris Negara dengan susunan organisasi sebagaimana ditetapkan oleh Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 11/BPN/ Di tingkat daerah dibentuk organisasi Kantor Wilayah BPN untuk Tingkat Provinsi dan Kantor Pertanahan untuk Tingkat Kabupaten/Kotamadya, 15 Murad., Rusmadi., Administrasi Pertanahan Pelaksanaannya dalam Praktek, Mandar Maju, Bandung, 1997, hal. 6

30 berdasarkan Keputusan Kepala BPN Nomor 1 tahun Dengan demikian maka selain fungsi dan tugas pokoknya masih relatif sama dengan Direktorat Jenderal Agraria, tetapi hubungan kerja dengan Menteri dalam Negeri, Gubernur dan Bupati/Walikota berubah, yang semula sebagai instansi/aparat dekonsentrasi, sekarang menjadi Instansi Vertikal dengan hubungan koordinasi sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun Sebagai instansi vertikal, BPN RI memiliki unit kerja di hampir semua tingkatan wilayah administrasi pemerintahan (Pusat, Provinsi dankabupaten/kota). Secara organisatoris, seluruh provinsi telah memiliki unit kerja Kantor Wilayah (Kanwil), namun sampai dengan bulan Juni tahun2006, belum semua Kanwil BPN Provinsi memiliki gedung kantor sendiri khususnya pada Kanwil BPN Provinsi hasil pemekaran wilayah. Sebagianlainnya, dalam kondisi yang kurang baik, sampai dengan rusak. Di hampir semua kabupaten/kota telah dibentuk Kantor Pertanahan, namun sebagianbelum memiliki gedung kantor sendiri. Hampir 70% diantaranya dalam kondisi rusak ringan, sedang, sampai rusak berat. Sebagai unit pelayanan(langsung) kepada masyarakat, kondisi ini sangat memprihatinkan.mengingat hanya dokumen pertanahan yang berbahan dasar kertas (paper base), dalam berbagai jenis dan ukuran masih merupakan alat bukti yangdiakui oleh pengadilan. Tempat penyimpanan dokumen merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi pelaksanaan tugas pertanahan. Sampai saat ini barusekitar 10 % Kantor Pertanahan yang telah memiliki tempat penyimpanan 16 Ibid.

31 dokumen (gedung arsip) pertanahan yang layak. Alat ukur dan perekam data lapangan, sarana dan alat pengolah data serta sarana mobilitas, merupakan unsur lain yang menentukan kinerja BPN RI. Berdasarkan kondisi yang ada, sebagian besar sarana penunjang kerja khususnya alat ukur dan perekam data lapangan, perlu diganti dengan peralatan baru. Demikian juga halnya dengan sarana mobilitas.peta dasar skala besar dan titik dasar teknis (jejaring geodetic nasional), adalah infrastruktur utama pelaksanaan tugas BPN RI. Saat ini, baru sebagiankecil wilayah daratan diluar kawasan hutan yang telah tersedia peta dasar. Sebaran titik dasar teknis pun baru meliputi sebagian kota/ kabupaten. 3. Tugas Pokok dan Fungsi BPN RI Tugas Pokok dan Fungsi BPN RI adalah sebagai berikut: 1. Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. 2. Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral.dalam melaksanakan tugas tersebut, BPN RI melaksanakan fungsi: a. perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; b. perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; c. koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; d. pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;

32 e. penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan; f. pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; g. pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah; h. pelaksanaan penatagunaan tanah, reforma agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus; i. penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/ daerah bekerjasama dengan Departemen Keuangan; j. pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; k. kerja sama dengan lembaga-lembaga lain; l. penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; m. pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; n. pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan; o. pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; p. penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; q. pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan; r. pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan; s. pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;

33 t. pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; u. fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. 4. Visi dan Misi BPN RI a).visi Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia. b).misi Mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan untuk: a. Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan; b. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T);

34 c. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di kemudian hari; d. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat; e. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas. Hal yang lebih penting lagi, bahwa tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu perlu dikelola secara Nasional dengan tetap menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam tataran empiris, kebijakan yang bersifat nasional tersebut tidak pula meninggalkan norma yang tumbuh dan berkembang dalam komunitas tertentu seperti masyarakat hukum adat yang eksistensinya masih ada di beberapa daerah tertentu seperti Sumatera Barat, Propinsi Papua dan beberapa daerah lain di luar Pulau Jawa. Dalam Negara Kesatuan RI satu-satunya lembaga atau institusi yang sampai saat ini diberikan kewenangan (kepercayaan) untuk mengemban amanah dalam mengelola bidang pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik

35 Indonesia (BPN-RI). Pasal 2 Peraturan Presiden (Perpres) No 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Oleh karena itu, maka BPN-RI dengan mandat baru tersebut, ke depan harus mampu memegang kendali perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, kebijakan teknis, perencanaan dan program, penyelenggaraan pelayanan administrasi pertanahan dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah, penatagunaan tanah, reformasi agraria, penguasaan dan pemilikan hak atas tanah, termasuk pemberdayaan masyarakat. Bahkan Institusi/lembaga ini salah satu misi nya adalah melakukan pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan. 17 Sebagai wujud keinginan dan kepedulian Pemerintah untuk menangani konflik dan sengketa pertanahan yang mempunyai implikasi langsung terhadap 'korban" di bidang pertanahan, maka dalam pembentukan BPN-RI dengan visi dan misi yang baru, di BPN Pusat telah dibentuk Deputi IV Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Pasal 343 Peraturan Kepala BPN No 3 Tahun 2006). Yang selanjutnya di tingkat Propinsi yaitu pada Kantor Wilayah BPN dibentuk Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, sedangkan di tingkat Kabupaten/ Kota, yaitu pada setiap Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota dibentuk Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (Pasal 4 dan 27, 32, dan 53 Peraturan Kepala BPN No 4 Tahun 2006). 17

36 Sementara untuk mewujudkan visi dan misi BPN-RI yang baru tersebut, Kepala BPN-RI Joyo Winoto, telah menetapkan sebelas agenda kegiatan, yaitu: 1) Membangun kepercayaan masyarakat pada BPN; 2) Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia; 3) Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah; 4) Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik di seluruh tanah air; 5) Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis; 6) Membangun Sistem Infomasi dan Manajemen Pertanahan Nasional (SIMTANAS) dan Sistem keamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia; 7) Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; 8) Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah skala besar; 9) Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan pertanahan yang telah ditetapkan; 10) Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional; dan 11) Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum, dan kebijakan pertanahan. Dalam konteks kebijakan pertanahan nasional, sebelas agenda di atas tidak menegasikan wacana kedaerahan (regional) untuk menggali kearifan lokal dalam penyelesaian sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang terdapat di beberapa

37 daerah di Indonesia, dalam bingkai Negara Kesatuan RI. Sebagai contoh, telah dituangkannya substansi pengaturan bidang pertanahan pada Pasal 213 UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. F. Metode Penelitian Penentuan metode penelitian yang akan digunakan merupakan langkah berikutnya setelah pemilihan dan analisis masalah. Pemakaian metode ini penting supaya masalah-masalah tadi terjawab dengan tepat. Metode penelitian hukum yang digunakan yakni : a. Jenis Penelitian Metode yang penulis gunakan adalah metode penelitian hukum empiris yang meliputi pendekatan hukum normatif dan pendekatan hukum sosiologis. Dalam hal pendekatan hukum normatif penulis melakukan penelitian terhadap peraturan Perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini. Pendekatan ini dilakukan demi memperoleh data sekunder. Sedangkan pendekatan secara sosiologis dilakukan demi memperoleh data primer yaitu dengan melakukan penelitian dan wawancara langsung kepada Kepala Seksi Penetapan Hak Tanah Perorangan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara. Dalam menganalisa data yang diperoleh, maka penulis menggunakan analisis kualitatif. b. Alat Pengumpulan Data Dalam hal ini penulis menggunakan dua cara dalam memperoleh data-data

38 yang diperlukan sehingga isi skripsi ini dapat terungkap dengan jelas, kedua cara yang dimaksud adalah: 1). Penelitian Kepustakaan (Library Research) Dalam rangka pengumpulan data-data melalui penelitian kepustakaan maka penulis meneliti melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan perundangundangan maupun dokumentasi lainnya seperti: karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet maupun sumber teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi yang penulis ajukan. 2). Penelitian Lapangan (Field Research) Kegiatan ini penulis lakukan dengan cara turun langsung ke lapangan sasaran penelitian. Pengumpulan bahan-bahan di lapangan untuk memperoleh data yang akurat, diperlukan informasi langsung dengan mempergunakan instrumen penelitian sebagai berikut: a. Wawancara (interview), yaitu: mengadakan tanya-jawab dengan pejabat-pejabat instansi/kantor yang ada hubungannya dengan penelitian ini yaitu antaralain dengan aparat BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk wilayah Sumatera Utara. b. Observasi (pengamatan), yaitu: penelitian dengan cara melakukan pengamatan atau pencatatan secara sistematis terhadap objek yang

39 diteliti. 3. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dalam hal ini dalam rangka memperoleh data dan keterangan yang berkaitan dengan kinerja Badan Pertanahan Nasional Wilayah Provinsi Sumatera Utara dalam hal Pendaftaran Tanah. Sesuai dengan data-data yang telah dikumpulkan oleh penulis kemudian disajikan sebagai gambaran dari keadaan yang sebenarnya (deskriptif) dengan berpedoman kepada bentuk metode penelitian karya ilmiah yang kiranya dapat diterima oleh semua pihak. G. Sistematika Penulisan Adapun judul Skripsi ini yakni : Kinerja BPN Provinsi Sumatera Utara (Sumut) Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Demi Menjamin Kepastian Hukum Dan Hak Atas Tanah (Studi Kasus : Kantor Wilayah BPN Sumut). Berikut uraian sistematika penulisan yang merupakan gambaran isi skripsi ini : Pada Bab I diuraikan tentang Latar Belakang Penulisan Skripsi; kemudian Perumusan Masalah yang akan diteliti ; diuraian pula Tujuan Penulisan dan Manfaat Penulisan baik secara praktis maupun secara teoritis ; Keaslian Penulisan bahwa tulisan ini adalah karya asli dari penulis ; Tinjauan Kepustakaan yang meliputi : Pengertian Kinerja, Pengertian Tanah, Tinjauan Umum tentang Hak Atas Tanah, Tinjauan Umum tentang Pendaftaran Tanah, Peralihan Hak atas Tanah, Tinjauan Umum Tentang Lembaga Badan Pertanahan Nasional RI ;

40 selanjutnya Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Pada Bab II diuraikan tentang Gambaran Umum Daerah Penelitian, Peranan BPN dalam Menjamin Kepastian Hukum Hak Atas Tanah, Realisasi Menjamin Kepastian Hukum dan Hak Atas Tanah Melalui Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Sumatera Utara, selanjutnya Prosedur Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Sumatera Utara. Pada Bab III diuraikan tentang Hambatan-Hambatan Yang Terjadi Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi Faktor Kebijakan Pemerintah Mengenai Kewajiban Perpajakan dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah, Faktor Masalah Biaya Pendaftaran Tanah yang relatif mahal, SDM (Sumber Daya Manusia) dan Peralatan yang Terbatas, Kesadaran Hukum Masyarakat Masih Kurang, Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah yang berlaku di Indonesia dengan Sistem Negatif serta Adanya Ketentuan Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Departemen Kehutanan. Pada Bab IV diuraikan tentang Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Hambatan-Hambatan Yang Terjadi Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang meliputi : Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Hambatan dalam Kegiatan Pendaftaran Tanah Melalui Kebijakan Hukum Agraria serta Upaya Pencegahan dan Penanggulan Hambatan dalan Kegiatan Pendaftaran Tanah Melalui Pengelolaan BPN (Badan Pertanahan Nasional). Pada Bab V duraikan mengenai Kesimpulan dan saran dari Penulis. Penulisan skripsi ini diakhiri dengan menyimpulkan butir-butir yang seyogianya dianggap penting, kemudian penulis memberikan beberapa saran sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

BAB I PENDAHULUAN. sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Sumber daya agraria atau sumber daya alam berupa permukaan bumi yang di sebut tanah, selain memberikan manfaat namun juga melahirkan masalah lintas sektoral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Pengertian peranan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: Peranan merupakan aspek dinamisi kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan

Lebih terperinci

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia 10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran

Lebih terperinci

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah 13 BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar dan penting dalam kehidupan manusia, sehingga dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatannya manusia

Lebih terperinci

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peran Badan Pertanahan Nasional di bidang Pertanahan Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan profesinya maka dia menjalankan suatu peranan (role). Setiap

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 SERTIFIKAT KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH MERUPAKAN ALAT BUKTI OTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA NO. 5 TAHUN 1960 1 Oleh : Reynaldi A. Dilapanga 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun, LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna

Lebih terperinci

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017 PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PENGATURAN HUKUM TENTANG PENDAFTARAN TANAH MENJADI HAK MILIK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh: Syendy A. Korompis 2 Dosen Pembimbing: Atie Olii, SH, MH; Godlieb N. Mamahit, SH, MH

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang relevan sebelumnya Salah satu Penelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang Upaya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam menyelesaikan masalah tanah, dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dua hal yang saling memiliki keterikatan yang kuat. Tanah banyak memberi bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. dua hal yang saling memiliki keterikatan yang kuat. Tanah banyak memberi bagi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang teramat penting dan banyak mengambil andil dalam kehidupan manusia. Manusia dan tanah adalah dua hal yang

Lebih terperinci

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia, merupakan salah satu sumber utama bagi kelangsungan hidup dan penghidupan bangsa sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB I P E N D A H U L U AN BAB I P E N D A H U L U AN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebutuhan rumah tempat tinggal atau hunian di daerah perkotaan semakin meningkat dan dirasakan kurang, mengingat jumlah perumahan yang tersedia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Pemungutan Kewajiban Memasuki masa pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah otonom baik kabupaten maupun kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah bergantung pada tanah.

Lebih terperinci

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Oleh : Dr. Urip Santoso, S.H, MH. 1 Abstrak Rumah bagi pemiliknya di samping berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, juga berfungsi sebagai aset bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penguasaan Tanah Dalam kaitannya dengan pengertian penguasaan yaitu : Penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya.

Lebih terperinci

Bahwa sebelum berlakunya UUPA terdapat dualisme hukum agraria di Indonesia yakni hukum agraria adat dan hukum agraria barat. Dualisme hukum agraria ini baru berakhir setelah berlakunya UUPA yakni sejak

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH. yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Turun temurun dan dapat beralih.

BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH. yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Turun temurun dan dapat beralih. BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH A. Hak Milik 1. Pengertiannya Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial. Kata-kata

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah.

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi. sangat erat antara manusia dengan tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi masyarakat agraris selain sebagai faktor produksi yang sangat 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, terutama sebuah kepastian yang berkaitan dengan hak atas suatu benda yang menjadi miliknya, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Kebutuhan akan tanah semakin hari semakin meningkat, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena manusia dan tanah memiliki hubungan yang sangat erat, terlebih lagi bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan mengatur tanah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan sebagai ukuran bagi berlaku atau tidaknya peraturan-peraturan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Sertifikat ganda..., Joshua Octavianus, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam sistem hukum nasional demikian halnya dengan hukum tanah, maka harus sejalan dengan kontitusi yang berlaku di negara kita yaitu Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I A. LATAR BELAKANG BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah 28 BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Defenisi Pengadaan Tanah Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN

Lebih terperinci

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN A. Visi Pembangunan Pertanahan R encana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH Abstraksi Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus. 19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan

Lebih terperinci

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18.

Agraria Isi dan Pelaksanaannya, Ed. Revisi. Cet.8, (Jakarta, Djambatan, 1999), hal.18. 9 BAB 2 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK HAK ATAS TANAH DALAM HAL PENGAJUAN PERMOHONAN HAK ATAS TANAH (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 138/G/2007/PTUN.JKT) 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Hak- Hak Atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN - Supardy Marbun - ABSTRAK Persoalan areal perkebunan pada kawasan kehutanan dihadapkan pada masalah status tanah yang menjadi basis usaha perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hak Atas Tanah Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN DAN PENGATURAN AGRARIA, TATA RUANG DAN PERTANAHAN DI KAWASAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan 1 A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden.

Bab I PENDAHULUAN. dikoordinasikan oleh kantor menteri Agraria BPN. pertanahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Presiden. Bab I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang dan Perkembangan Usaha 1.1.1 Bentuk Organisasi Badan Pertanahan Nasional Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah instansi pemerintah Non Departemen yang berkedudukan

Lebih terperinci

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960

STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 JURNAL ILMU HUKUM 201 STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 ULFIA HASANAH Jalan Garuda Tangkerang Tengah Marpoyan Damai Pekanbaru Abstrak Dengan berlakunya UU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan kehidupannya pada manfaat tanah dan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Madar Maju, Badung, 1998, hlm.6

BAB I PENDAHULUAN. 1 A. P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Madar Maju, Badung, 1998, hlm.6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Pendaftaran tanah merupakan sarana dalam memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya masih bercorak agraris dan sebagian besar

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017 ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB III PROFIL PERUSAHAAN 24 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Tinjauan Umum Perusahaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) awalnya adalah Akademi Agraria yang didirikan di Yogyakarta pada tahun 1963, kemudian didirikan lagi di Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. 1 Tanah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun manusia masih memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELEPASAN HAK. yang selanjutnya disertai pemberian imbalan yang layak. Proses pelepasan hak

BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELEPASAN HAK. yang selanjutnya disertai pemberian imbalan yang layak. Proses pelepasan hak BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELEPASAN HAK A. Pengertian Pelepasan Hak Pengertian pelepasan hak sendiri adalah pelepasan hubungan hukum antara sebidang tanah hak dengan pemiliknya, yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Agraria a. Pengertian Hukum Agraria Keberadaan Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya masih bercorak agraris dan sebagian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat erat sekali hubungannya dengan kehidupan manusia. Setiap orang tentu memerlukan tanah. bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk mati pun manusia masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak

BAB I PENDAHULUAN. penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting dan paling utama. Karena pada kehidupan manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah.

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

Upik Hamidah. Abstrak

Upik Hamidah. Abstrak Pembaharuan Standar Prosedure Operasi Pengaturan (SOP) Pelayanan Pendaftaran Peralihan Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah Wasiat Berdasarkan Alat Bukti Peralihan Hak Upik Hamidah Dosen Bagian Hukum Administrasi

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci