BAB II TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DILIHAT DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
|
|
- Liani Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR SEBAGAI KEJAHATAN TERORGANISIR DILIHAT DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) A. Tinjauan Tentang Pencurian Kendaraan Bermotor Dikaitkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pengaruh modernisasi tidak dapat dielakan disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan yang telah mengubah cara hidup manusia. Apalagi dalam tahap pembangunan Nasional disegala bidang dewasa ini yang merangsang pula timbulnya perubahan nilai sosial budaya. Undang-Undang harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan, oleh karena itu pembuat undang-undang harus selalu mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu hukum pidana sedang berubah dan memang seharusnya memerlukan perubahan sesuai dengan perubahan masyarakat. Perubahan ini tidak hanya mengenai perbuatan apa yang merupakan atau dinyatkan sebagai kejahatan, karena gagasan mengenai pidana juga telah berubah sesuai dengan perubahanperubahan itu sendiri terutama mengenai pandangan hidup tentang moral dan kemasyarakatan. Mengenai tugas atau fungsi pembuat undang-undang dalam tahap ini, lebih diperinci sebagai berikut: perencanaan atau kebijakan penanggulangan kejahatan
2 yang dituangkan oleh peraturan perundang-undangan secara garis besar meliputi: Perencanaan atau kebijakan tentang perbuatan-perbuatan terlarang apa yang akan ditanggulangi karena di pandang membahayakan atau merugikan. 2. Perencanaan atau kebijakan tentang sanksi apa yang dapat dikenakan terhadap pelaku perbuatan terlarang itu (baik berupa pidana atau tindakan) dan sistem penerapannya. 3. Perencanan atau kebijakan tentang prosedur atau mekanisme sistem peradilan pidana dalam rangka proses penegakan hukum pidana. 14 Mengenai landasan yuridis hukuman dan bentuk-bentuknya telah dijelaskan dalam buku I KUHP bab ke-2 dari Pasal 10 sampai Pasal 43, yang kemudian juga diatur lebih jauh mengenai hal-hal tertentu dalam beberapa peraturan yaitu: 1). Reglemen penjara (Stb 1917 No. 708) dan telah diubah dengan LN 1948 No.77; 2). Ordonasi pelepasan bersyarat (Stb 1917 No. 749); 3). Reglemen pendidikan paksaan (Stb ); KUHP sebagai induk atau sumber utama hukum pidana telah merinci dan merumuskan tentang bentuk-bentuk pidana yang berlaku di Indonesia. Bentukbentuk pidana dalam KUHP disebutkan dalam Pasal 10 KUHP. Pidana ini juga berlaku bagi delik yang tercantum di luar KUHP, kecuali ketentuan UU itu Moeljatno, S.H., Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta,PT. Rineka Cipta, 2002, Hal. 15
3 menyimpang. Dalam KUHP pidana dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: pertama, pidana pokok dan kedua, pidana tambahan, diantaranya: 22 Pidana pokok terdiri dari (Hoofd Straffen): a. Pidana mati b. Pidana penjara c. Pidanan kurungan d. Pidana denda e. Hukuman tutupan. Hukuman ini ditambahkan ke dalam KUHP dengan Undang - Undang (Republik Yogya) tahun 1946 no. 20. Adapun pidana tambahan terdiri dari (Bijkomende Straffen): a. Pidana pencabutan hak-hak tertentu b. Pidana perampasan barang-barang tertentu c. Pidana pengumuman keputusan hakim. Tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP buku II bab XXII Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Untuk Pasal 362 memberi pengertian tentang pencurian, pada Pasal 363 mengatur tentang jenis pencurian dan pencurian dengan pemberatan, Pasal 364 mengatur tentang pencurian ringan, Pasal 365 mengatur tentang pencurian dengan kekerasan, Pasal 367 mengatur tentang pencurian dalam keluarga. 22
4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) dalam konsiderannya berupaya untuk memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia. Akan tetapi dalam penjabaran pasal-pasal di dalam dictum serta dalam penjelasannya tidak terakomodir ketentuan yang memuat hak dan kewajiban bagi korban secara adil. Berikut ini beberapa ketentuan dalam KUHAP yang memarjinalkan korban dan lebih berorientasi kepada kepentingan pelaku, yaitu: 23 a. Bab I tentang Ketentuan Umum Pasal 1 yang terdiri atas angka 1 (satu) hingga 32 dan berisi tentang berbagai macam pengertian berkaitan dengan proses peradilan dengan segala aspeknya, tidak satupun yang merumuskan pengertian tentang korban. b. Bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa, yang terdiri atas 19 Pasal, sarat dengan aturan yang memberikan hak sebagai perlindungan hak asasi manusia terhadap pelaku. c. Bab VII tentang Bantuan Hukum dalam ketentuan pasal-pasalnya mengatur adanya beberapa hak dan kewajiban dari penasehat hukum selama proses peradilan. Hak-hak ini dapat pula dikatakan sebagai pendukung bagi terlaksananya hak-hak dari pelaku. 23
5 d. Bab XII tentang Ganti Kerugian dan Rehabilitasi, menunjukkan pula adanya beberapa hak bagi pelaku sebagai wujud dari perlindungan hukum dalam proses peradilan pidana. e. Bab XIV tentang Penyidikan juga dijumpai ketentuan-ketentuan yang lebih berorientasi terhadap hak pelaku. f. Dalam penjelasan dicantum dan pasal-pasal, tampak bahwa KUHAP lebih berorientasi pada kepentingan pelaku daripada korban dan di bagian akhir dari penjelasan KUHAP disebutkan beberapa asas yang maknanya lebih dominant bagi kepentingan pelaku daripada korban. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat direkomendasikan bahwa KUHAP dalam penjabaran konsideran melalui ketentuan pasal-pasalnya seyogyanya memperhatikan secara seimbang aspek keadilan dan perlindungan harkat serta martabat korban dan pelaku. B. Tinjauan Tentang Kejahatan Terorganisir dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Dengan mengacu pada definisi perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir, dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan dengan perbuatan pidana pada umumnya, hanya saja yang membedakan adalah dari segi subyek pelakunya yang lebih dari satu orang. Oleh karena itu perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir pembahasan dititik beratkan pada kata terorganisir.jadi berdasarkan kata terorganisir yang menunjuk pada pelaku pada perbuatan pidana dimaksudkan adalah dua orang lebih dan tidak terbatas maksimalnya.
6 Maka berdasarkan hal tersebut perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: 1. Perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir dengan massa yang terbentuk secara terorganisir. Massa yang terorganisir adalah dimana dalam melakukan perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir, massa yang berbuat terbentuk secara terorganisir. Umumnya pada bentuk massa ini dikendalikan oleh operator-operator lapangan yang mengerahkan bagaimana dan sejauhmana massa harus bertindak. Tindakan yang dilakukan ditujukan untuk mencari keuntungan (material) secara kelompok dan dilakukan secara ilegal (melanggar hukum). Pada bentuk yang pertama ini massa berbuat dalam melakukan perbuatan pidana dilakukan dengan kerjasama secara fisik dan non fisik (artinya kerjasama dalam menentukan rencana yang akan dijalankan pada saat beraksi), sertadisadari dan dikehendaki terjadinya. Massa pada bentuk ini bergerak secara sistematis dan terkordinasi satu sama lainnya dan berada dibawah satu komando, yang umumnya memiliki pemimpin atau ketua sebagai motor penggeraknya. Pemimpin atau ketua mempunyai tanggungjawab yang besar dan penuh terhadap semua anggotanya selama masih dibawah kewenangannya.
7 Pada bentuk massa yang terorganisir dalam pembentukkannya dapat terbentuk melalui 2 cara yaitu: 24 1). Massa yang terbentuk secara terorganisir melalui organisasi, adalah mempunyai ciri-ciri yaitu: memiliki identitas/nama perkumpulan, memiliki struktur organisasi, memiliki peraturan yang mengikat anggotanya, memiliki keuangan sendiri, berkesinambungan dan sosial oriented. 2). Massa yang terbentuk secara terorganisir tidak melalui organisasi, adalah massa yang terorganisir hanya untuk jangka pendek atau sementara sifatnya, dan spontan dibentuk untuk melakukan perbuatan pidana, dan apabila sudah selesai apa yang dikerjakan maka langsung bubar. Pada bentuk yang pertama ini dalam melakukan perbuatan pidana menurut Tb Ronny Nitibaskara memiliki 3 (tiga) jenis perbuatan pidana atau bahasa yang sering digunakan adalah kekerasan massa (dapat dipersamakan dengan kekerasan kolektif), adapun jenis tersebut, yaitu: 25 1). Kekerasan terorganisir primitif, adalah yang pada umumnya bersifat nonpolitis, ruang lingkup terbatas pada suatu komunitas lokal, misalnya pengeroyokan, tawuran sekolah Hg81/KARTIKA-BAB%20II.doc?nmid= Hg81/KARTIKA-BAB%20II.doc?nmid=
8 2). Kekerasan terorganisir reaksioner, adalah umumnya merupakan reaksi terhadap penguasa. Pelaku dan pendukungnya tidak semata-mata berasal dari suatu komunitas lokal, melainkan siapa saja yang merasa berkepentingan dengan tujuan kolektif yang menentang suatu kebijakan/sistem yang dianggap tidak adil dan jujur. Contoh : ribuan sopir angkot mogok (didukung oleh mahasiswa karena disulut oleh adanya kenaikan retribusi dua kali dari Rp. 400 menjadi Rp. 800 yang terjadi di Bandar Lampung tahun 1996). Sedangkan kekerasan kolektif modern, merupakan alat untuk mencapai tujuan ekonomis dan politis dari satu organisasi yang tersusun dan terorganisir dengan baik. 2. Perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir dengan massa yang terbentuk tidak secara terorganisir. Massa yang terbentuk tidak secara terorganisir adalah massa yang melakukan sebuah reaksi terbentuk secara spontanitas tanpa adanya sebuah perencanaan terlebih dahulu. Pada jenis massa ini jauh lebih gampang berubah menjadi amuk massa (acting mob) (korupsi). Adapun tindakan tentang dilakukan merupakan bentuk dari upaya untuk menarik perhatian dari publik maupun aparat penegak hukum atas kondisi sosial yang kurang memuaskan dengan cara yang illegal. Pada bentuk kedua ini walaupun massa dalam melakukan perbuatan pidana dengan bersama-sama yang artinya adanya kerjasama, tapi
9 dalam kerjasama yang dilakukan terjadi dengan tanpa rencana sebelumnya dan kerjasamanyapun hanya sebatas pada kerjasama fisik saja tidak non fisik. Tindak pidana pencurian dan pencurian dengan kekerasan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai berikut: a) Pencurian biasa (pasal 362 KUHP),Pencurian biasa ini terdapat didalam Undang-Undang pidana yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi : Barang siapa yang mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilik barang itu dengan melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana selamalamanya lima tahun atau dengan denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah. Dari pengertian Pasal 362 KUHP, maka unsur dari pencurian ini adalah sebagai berikut : a. Tindakan yang dilakukan adalah mengambil R. Soesilo mengartikan sebagai berikut : Mengambil untuk dikuasainya meksudnya untuk penelitian mengambil barang itu dan dalam arti sempit terbatas pada penggerakan tangan dan jarijarinya, memegang barangnya dan mengalihkannya kelain tempat, maka orang itu belum dapat dikatakan mencuri akan tetapi ia baru mencoba mencuri. 15 b. Yang diambil adalah barang Yang dimaksud dengan barang pada detik ini pada dasarnya adalah setiap benda bergerak yang mempunyai nilai ekonomis. Pengertian ini 15 R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-nya Lengkap Pasal Demi Pasal Politeia,Sukabumi, tahun 1988, halaman 249.
10 adalah wajar, karena jika tidak ada nilai ekonomisnya, sukar dapat diterima akal bahwa seseorang akan membentuk kehendaknya mengambil sesuatu itu sedang diketahuinya bahwa yang akan diambil itu tiada nilai ekonomisnya. c. Status barang itu sebagian atau seluruhnya menjadi milik orang lain Barang yang dicuri itu sebagian atau seluruhnya harus milik orang lain, misalnya dua orang memiliki barang bersama sebuah sepeda itu, dengan maksud untuk dimiliki sendiri. Walaupun sebagian barang itu miliknya sendiri, namun ia dapat dituntut juga dengan pasal ini. d. Tujuan perbuatan itu adalah dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan hukum (melawan hukum) Maksudnya memiliki ialah melakukan perbuatan apa saja terhadap barang itu seperti halnya seorang pemilik, apakah itu akan dijual, dirubah bentuknya, diberikan sebagai hadiah kepada orang lain, semata-mata tergantung kepada kemauannya. 26 b) Pencurian dengan Pemberatan,dinamakan juga pencurian dikualifikasi dengan ancaman hukuman yang lebih berat jika dibandingkan dengan pencurian biasa, sesuai dengan Pasal 363 KUHP menyatakan sebagai berikut: (1). Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun: Pencurian ternak. 26
11 Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, hura-hura, pemberontakan atau bahaya perang. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang adalah disitu setahunya atau tiada kemauannya yang berhak. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama. Pencurian yang dilakukan untuk dapat masuk ketempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah, memanjat, atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu. (2). Jika pencurian yang diterangkan dalam No.3 disertai dengan salah satu hal tersebut dalam No.4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selamalamanya sembilan tahun. c) Pencurian Ringan Pencurian ini adalah pencurian yang dalam bentuk pokok, hanya saja barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu. Yang penting diperhatikan pada pencurian ini adalah walau harga yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah namun pencuriannya dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dan ini tidak bisa disebut dengan pencurian ringan.
12 Pencurian ringan dijelaskan dalam Pasal 364 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 point 5, asal saja tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau dalam pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dan jika harga barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah dipidana karena pencurian ringan, dengan pidana penjara selama-lamanya 3 bulan atau sebanyakbanyaknya sembilan ratus rupiah. Sesuai jenis perinciannya, maka pada pencurian ringan hukuman penjaranya juga ringan dibanding jenis pencurian lain. Seperti diketahui bahwa pencurian ringan diancam dengan hukuman penjara selamalamanya tiga bulan dan denda sebanyak sembilan ribu rupiah. 27 d) Pencurian dengan terorganisir Sesuai dengan pasal 365 ayat (2) KUHP, menyatakan: Dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan: a). Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dipekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum. b). Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih. 27
13 c). Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. d). Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat. Jika pencurian dilakukan secara terorganisir itu berakibat dengan matinya orang maka ancaman diperberat lagi selama-lamanya lima belas tahun, hanya saja yang penting adalah kematian orang tersebut tidak dikehendaki oleh pencuri. Hukuman mati bisa dijatuhkan jika pencurian itu mengakibatkan matinya orang luka berat dan perbuatan itu dilakuakan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau sesuai dengan pasal 88 KUHP yaitu : Mufakat jahat berwujud apabila dua orang atau lebih bersama-sama sepakat akan melakukan kejahatan itu. Dalam kasus-kasus perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir baik dengan massa yang terbentuk secara terorganisir dan massa yang terbentuk tidak secara terorganisir, memiliki motif dan maksud yang lebih kompleks. Motif dan maksud memiliki makna yang berbeda, motif hanya menjelaskan tentang latar belakang perbuatan yang dilakukan seseorang. Jadi sifatnya menjawab pertanyaan mengapa pelaku berbuat, sedangkan maksud bermakna menjelaskan tentang apa yang hendak dicapai oleh pelaku dengan perbuatannya, jadi lebih menerangkan pada tujuan tertentu dari suatu perbuatan. Menurut Romli Atmasasmita dengan melihat fenomena kejahatan, kekerasan khususnya dalam hal ini perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir cukup banyak terkandung perbedaan dalam motif dan maksudnya. Selain itu, perbuatan pidana terorganisir ini juga melahirkan bentuk-bentuk
14 tindakan/perbuatan yang bervariatif dan kompleks sehingga sangat sulit untuk menentukan kuasa kejahatan. 28 Jadi karena sulit dan kompleksnya penyebab/faktor yang melatarbelakangi suatu perbuatan pidana yang dilakukan secara terorganisir, sehingga tidak ada yang mutlak atau dapat disamakan antara kasus yang satu dengan kasus yang lain tentang hal-hal apa yang melatarbelakanginya. Dalam menentukan suatu kausa kejahatan hukum pidana dalam hal ini tidak dapat menyelesaikannya sendiri maka dibutuhkan ilmu-ilmu bantu yang relevan dalam hal ini dari segi sosiologi, kriminologi dan psikologi. Dengan mendasarkan pada ilmu-ilmu tersebut maka faktor penyebab terjadinya perbuatan pidana terorganisir adalah : 29 a. Segi sosiologi Menurut Setiadi (1999) berbagai peneliti sosial seprti Levinson (1994), Segal, Dasery, Berry, Poortinga (1990), dan Triardis (1994), pada umumnya menemukan bahwa kekerasan kolektif disebabkan oleh karena terjadinya ketidakpuasan atau konflik antara kelompok-kelompok dalam suatu bangsa/negara, dan biasanya berkaitan dengan sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik yang ada. Pada intinya, ada kelompok yang mengalami relative deprivation, yaitu perasaan tidak puas yang didasari keyakinan bahwa kelompoknya mendapat lebih sedikit dari yang sepantasnya diperoleh. Dalam hal ini Hg81/KARTIKA-BAB%20II.doc?nmid=
15 bukan kelompok yang paling tertekan yang akan terlibat dalam kekerasan kolektif, tetapi mereka yang yakin bahwa mereka seharusnya dan dapat memperoleh yang lebih baik hal itu kadang-kadang disertai dengan tidak adanya kepercayaan terhadap sistem hukum yang berlaku. b. Kriminologi Dari imu kriminologi perbuatan pidana terorganisir ini, dalam ilmu krimonologi dikenal dengan kekerasan kolektif dapat dijelaskan dengan menggunakan Social Control Theory (Teori Kontrol Sosial). Pengertian Teori Kontrol / Control Theory menunjuk kepada setiap perpektif yang membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Sementara itu pengertian Teori Kontrol Sosial atau Social Control Theory menunjuk kepada pembahasan dan kejahatan dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis antara lain keluarga, pendidikan, kelompok dominan. 30 Pencurian ranmor paling sering dilakukan oleh jaringan kejahatan terorganisir. Ini adalah kejahatan kesempatan, maka pelaku tidak perlu menjadi seorang kriminal, bisa saja menjadi individu yang frustrasi melihat peluang dan melompat ke atasnya. Bahkan penjahat yang bekerja untuk sindikat kejahatan terorganisir, tergantung pada kesempatan untuk menjalankan pencurian ranmor Hg81/KARTIKA-BAB%20II.doc?nmid=
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya
Bab XXII : Pencurian Pasal 362 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB A. Tindak Pencurian Kendaraan Bermotor yang Dilakukan
Lebih terperinciBAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku
BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR
BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 362 KUHP mengatur tentang tindak pidana pencurian biasa yang berbunyi 51
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kata pencurian dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dasar curi yang memperoleh imbuhan pe diberi akhiran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang
Lebih terperinciPENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana
PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DAN PENADAHAN DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Bentuk-bentuk Tindak Pidana Pencurian dan Tindak Pidana Penadahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur
Lebih terperinciKejahatan Terhadap Harta Kekayaan. Surastini Fitriasih
Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Surastini Fitriasih Dalam Buku II KUHP: Bab XXII : Pencurian Bab XXIII: Pemerasan & Pengancaman Bab XXIV: Penggelapan Barang Bab XXV : Perbuatan Curang Bab XXVI: Merugikan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan 2.1.1 Pengertian Tindak Pidana Pencurian pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Kata mengambil (wegnemen) merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR. an, sehingga menjadi penanggulangan yang berarti proses, cara, perbuatan
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENANGGULANGAN PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Penanggulangan Penanggulangan itu sendiri berasal dari kata tanggulang yang berarti menghadapi, mengatasi. Kemudian ditambah
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan. Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Pencurian dengan pemberatan adalah pencurian sebagaimana diatur dalam Pasal 363 KUHP dengan salah satu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Anak dan Batasan Umur Anak Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai undang-undang. Pengertian tersebut tidak memberikan suatu konsepsi tentang
Lebih terperinciBab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan
Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan Pasal 359 Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang mati, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan
Lebih terperinciPasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian
Analisis dan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Tinggi dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian dan Narkoba serta Implikasinya Pada Keadilan dan Overcapacity Lapas 1. Pengantar Sebagian pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi. penyidik bukan berdasarkan atas kekuasaan, melainkan berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah KUHAP Pasal 1 menjelaskan bahwa penyidik adalah: pejabat polisi negara republik indonesia atau pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,
Lebih terperinciBab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana
Lebih terperinciBab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu
Bab IX : Sumpah Palsu Dan Keterangan Palsu Pasal 242 (1) Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciBAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM. HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP
BAB III HUKUMAN PENCURIAN DI KALANGAN KELUARGA DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PASAL 367 ayat (2) KUHP A. Pengertian Pencurian Dikalangan Keluarga Dalam KUHP Pengertian pencurian di kalangan keluarga menurut
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
Lebih terperinciBAB II. Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan. Pemberatan. A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pencurian dengan pemberatan, maksudnya adalah pencurian biasa yang diatur dalam
Lebih terperinciBab XXV : Perbuatan Curang
Bab XXV : Perbuatan Curang Pasal 378 Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan
16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. apabila objek formilnya sama, maka ilmu itu adalah sama.
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Kriminologi Sebagai suatu bidang ilmu, kriminologi memiliki objek tersendiri. Suatu bidang ilmu harus memiliki objek kajiannya sendiri, baik objek materiil maupun formil.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ] BAB II TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG Pasal 2 (1) Setiap orang yang melakukan perekrutan,
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara
Lebih terperinciBAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat
BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan
Lebih terperinciBAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENCURIANKENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN LABUHANBATU
BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENCURIANKENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN LABUHANBATU A. Faktor Internal Disini sebab-sebab kejahatan dicari pada diri pelaku, mengapa sampai melakukan kejahatan.
Lebih terperinciBAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan
BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009
TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ABD. WAHID / D 101 10 633 ABSTRAK Perkembangan ilmu dan
Lebih terperinciPENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN BAGI RESIDIVIS PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Analisis Hakim dalam Direktori Putusan Pengadilan Negeri Koto Baru Nomor 139/Pid.B/2013/PN.KBR terhadap
Lebih terperinciPERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Proses Persidangan Anak Undang-undang sistem peradilan pidana anak menjelaskan bahwa upaya hakim dalam menangani perkara anak nakal di luar
Lebih terperinciBAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN. A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan
BAB III TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda "straafbaarfeit"
Lebih terperinciPENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi
PEMERASAN/AFPERSING AFPERSING DAN PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING FACHRIZAL AFANDI, S.Psi., SH., MH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya PEMERASAN DAN PENGANCAMAN (BAB XXIII) PEMERASAN DALAM BENTUK POKOK
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belakangan marak diberitakan tentang tuduhan pencemaran nama baik oleh berbagai pihak. Penyebabnya beragam, mulai dari menulis di mailing list (milis), meneruskan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.SKH A. Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peranan strategis yang mempunyai ciri dan sifat khusus yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencurian yang terjadi menimbulkan keresahan bagi warga masyarakat. Keresahan yang muncul
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencurian merupakan suatu tindakan kejahatan yang seringkali terjadi di masyarakat dengan target berupa bangunan, seperti rumah, kantor, atau tempat umum lainnya. Maraknya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan
Lebih terperinciKapita Selekta Ilmu Sosial
Modul ke: Kapita Selekta Ilmu Sosial Hukum Pidana Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran Hukum Pidana Kapita Selekta Ilmu Sosial Ruang lingkup: Mengenai Hukum Pidana secara
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tengah-tengah masyarakat telah memberikan dampak negatif bagi
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Fear Of Crime 1. Pengertian Fear Of Crime Salah satu masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat adalah timbulnya tindak kejahatan. Berbagai tindak kejahatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id
P U T U S A N Nomor 333/Pid.B/2014/PN.Sbg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa dalam tingkat pertama
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperincikearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan perilaku manusia dan kondisi lingkungan pada masa kini semakin tidak menentu. Perubahan tersebut bisa menuju ke arah yang baik atau lebih baik, juga kearah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
Lebih terperinciBAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN
BAB II PENGERTIAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN A. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Kejahatan pencurian adalah salah satu kejahatan terhadap kepentingan individu yang merupakan kejahatan terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan proses modernisasi yang membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang timbul adalah semakin maju dan makmur kondisi ekonomi,
Lebih terperinciRUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG
!"#$%&'#'(&)*!"# $%&#'''(&)((* RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sistem
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan. tidak akan dapat hilang dengan sendirinya, sebaliknya kasus pidana semakin
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan di dalam masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri karena kejahatan merupakan produk dari masyarakat dan ini perlu ditanggulangi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan Dalam suatu tindak pidana, mengetahui secara jelas tindak pidana yang terjadi adalah suatu keharusan. Beberapa tindak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. langsung merugikan keuangan Negara dan mengganggu terciptanya. awalnya muncul Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI
20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang melekat dan menyatu pada hukum.namun dilihat dari sudut hukum, hak dan kewajiban secara individual selalu berkonotasi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang
Lebih terperinciKETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA. I. Pembocoran Rahasia Negara. Pasal 112. II. Pembocoran Rahasia Hankam Negara
Pasal-pasal Delik Pers KETENTUAN-KETENTUAN HUKUM PIDANA YANG ADA KAITANNYA DENGAN MEDIA MASSA I. Pembocoran Rahasia Negara Pasal 112 Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Indonesia yang pada saat ini sedang memasuki era globalisasi. Oleh karena itu sering timbul adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh bangsa Indonesia khususnya
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinci