PERAN KEPOLISIAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ABORSI DI KOTA GORONTALO INTAN SIMBOKA. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERAN KEPOLISIAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ABORSI DI KOTA GORONTALO INTAN SIMBOKA. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo"

Transkripsi

1 PERAN KEPOLISIAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ABORSI DI KOTA GORONTALO INTAN SIMBOKA Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Jl. Jendral Sudirman No. 06, Telp Fax ABSTRAK, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana peran Kepolisian dalam penyelesaian kasus aborsi di Kota Gorontalo, dan juga mengidentifikasi faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya aborsi di Kota Gorontalo. Penelitian ini menggunakan metode empiris, yaitu dengan cara menemukan teori yang mendukung penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah : 1)Peran kepolisian dalam penyelesaian kasus aborsi dikota gorontalo belum begitu efektif karena dari 7 kasus yang dilaporkan dalam kurun waktu 5 tahun hanya ada 3 kasus yang dapat diselesaikan oleh pihak kepolisian Akan tetapi dari segi penekanan tindakan kejahatan aborsi sudah cukup baik melalui upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak kepolisian, hal ini dapat dilihat dengan adanya penurunan angka aborsi. 2) Peran kepolisian dalam penyelesaian kasus aborsi banyak mengalami kendala, dari proses penyelidikanya kepolisian sulit untuk menemukan tersangka dengan bukti-bukti yang sangat minim. Kendala lainya dalam proses penyelesaian datang dari masyarakat itu sendiri dengan tidak adanya kerjasama yang baik Kata kunci: Peran, Kepolisian, Aborsi ABSTACK This research intent to know in as much as which commanding role in issues regulasi oldster that employ current under-aged child, and also identify factor what do regard childs shall come on to work at Gorontalo's Cities.

2 This observational result is: 1. Commanding role In Issues Regulasi Oldster That Employ Under-aged Child At Gorontalo's City basically until now local government has issued special regulation forbidden to oldster that employ child that stills under-aged, still points on No.23's Law Year 2002 About Child protections. 2. Childs causative factors have to come on works is, poverty factor, factor gives a damn child, oldster factor, lingkungan.faktor's factor its openended opportunity for child comes in job. Key word: Government, regulasi, employing under-aged child PENDAHULUAN Aborsi saat ini dilakukan bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa sang ibu namun dapat dilakukan karna ibu tidak menghendaki kehamilan tersebut. Kehamilan yang tidak dikehendaki sebagian besar merupakan akibat dari pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia. Walaupun sanksi mengenai tindakan pidana telah dirumuskan kedalam KUHP namun tetap saja pengguguran kandungan tetap menjadi alternatif yang paling banyak di pilih untuk menghilangkan janin dalam kandungan sebagai akibat dari hasil hubungan intim diluar pernikahan. Aborsi dilakukan untuk menutupi aib yang dilakukan, Melahirkan bayi dari hubungan yang tidak sah adalah suatu peristiwa yang memalukankan, suatu peristiwa yang amat tercela dalam suatu masyarakat, yang selalu dihindari oleh seorang perempuan. Oleh sebab itu patut dirahasiakan, dari sifat tercelanya peristiwa kelahiran seperti itulah Berakar. 1 Masalah aborsi atau lebih dikenal dengan istilah pengguguran kandungan, keberadaannya merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan bahkan menjadi bahan bahasan yang menarik serta dilema yang saat ini menjadi fenomena sosial. Abortus Provocatus merupakan cara yang paling sering digunakan mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan, meskipun merupakan 1 Adami Chazawi, 2004, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 88

3 cara yang paling berbahaya Aborsi tetap saja dijadikan sebagai jalan keluar yang paling banyak dipilih untuk mengakhiri kehamilan. Abortus Provocatus dibagi dalam dua jenis, yaitu Abortus Provocatus Therapeuticus dan Abortus Provocatus Criminalis. Abortus Provocatus Therapeuticus merupakan Abortus Provocatus yang di lakukan atas dasar pertimbangan kedokteran dan di lakukan oleh tenaga yang mendapat pendidikan khusus serta dapat bertindak secara profesional. Sedangkan Abortus Provocatus Criminalis adalah Abortus Provocatus yang dilakukan tanpa dasar pertimbangan kedokteran dan kebanyakan dilakukan oleh bukan tenaga ahli yang dapat bertindak secara profesional. 2 Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 KUHP). 3 Namun dalam pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Keberadaan praktik abortus atau aborsi kembali mendapat perhatian dengan disyahkannya Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. 4 Aparat kepolisian merupakan lembaga yang menaungi masyarakat berperan penting dalam setiap aksi kejahatan yang notabenya setiap hari sering terjadi, hal ini harus mendapatakan perhatian lebih dari aparat Kepolisian karena masalah aborsi ini jika tidak diselesaikan dengan cepat maka hal tersebut akan terulang dan makin meningkat. Agar masalah ini tidak semakin berlarut-larut. Dalam hal ini diperlukan langkah tegas polisi dalam menyelesaikan kasus yang cenderung berkaitan dengan nyawa sang janin, dalam hal ini pihak kepolisian mengemban tugas berat demi tercapainya masyarakatat yang memperoleh rasa aman dan bebas dari ganguan namun hal ini masih mengalami kendala dilihat dari kejahatan yang masih saja meningkat. 2 Akses 18 februari Andi Hamzah, 2008, KUHP & KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta h Soekidjo Notoadmodjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. H. 135

4 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan yakni Penelitian Studi Kasus, yaitu penelitian berupa studi-studi empiris. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, bahwa penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis, yaitu penelitian hukum yang memperoleh datanya dari data primer atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat. 5 PEMBAHASAN Peran merupakan aspek kedudukan yang berhubungan dengan kedudukanya sebagai pelindung 6 Jadi kepolisian sebagai pelindung masyarakat berperan penting dalam mewujudkan keamanan dan kenyamana dalam kehidupan masyarakat. 7 Telah diketahui bahwa kejahatan aborsi merupaka kejahatan yang sangat meresahkan karna dapat membahayakan keselamatan jiwa dan merusak moral bangsa. Peran Kepolisian Dalam Penyelesaian Kasus Aborsi Di Kota Gorontalo Dalam rangka menekan tindak kejahatan abortus, setiap kalangan manapun turut bertanggung jawab atas kejahatan abortus provocatus kriminalis ini. Segala upaya mengurangi kejahatan yang terjadi bukan merupakan tugas dari pihak kepolisian saja, namun segenap pihak seharusnya mempunyai keinginan untuk mencengah dan mengurangi kejahatan tersebut. Setidaknya setiap warga masyarakat berbuat dalam lingkungan keluarganya masing-masing. Dari hasil wawancara menurut hemat penulis peran yang telah dilakukan oleh Kepolisian dapat dituangkan dalam upaya yang dilakukan dalam mengurangi ataupun menekan angka kejahatan aborsi di Kota Gorontalo dapat dilakukan dalam dua bentuk yakni upaya preventif dan refresif. 1.Upaya Preventif.Untuk mengantisipasi keadaan ini pihak kepolisian berusaha untuk bertindak secara maksimal, tindakan ini dimulai dari melakukan razia secara rutin ketempattempat hiburan malam, kos-kosan, penginapan,penjualan VCD dan buku porno. 5 Mukti fajar,2010.dualisme penelitian hukum,pustaka Pelajar,Yogyakarta,hlm Kurnia Rahma Daniaty, PDF, Mengkaji Kembali Peran Dan Fungi Polri Dalam Era Reformasi, Diakses pada tanggal 23 Oktober Sadjijono, Memahami hukum Kepolisian, cetakan I, P.T Laksbang Presindo, Yogyakarta, 2010, h.56

5 Pihak kepolisian dalam hal upaya menanggulangi tindak pidana tersebut, sudah melakukan beberapa hal pencegahan. Misalnya yang melalui pendekatan secara Agama. Pihak kepolisian bekerja sama dengan para pemuka-pemuka Agama yang ada di dalam wilayah kerja Polres Kota Gorontalo. Selain melakukan pendekatan melalui tokoh-tokoh pemuka agama, pihak kepolisian juga memberikan pemahaman dan pengertian kepada pihak masyarakat dan khususnya kepada para kalangan remaja yang banyak bersentuhan dengan masalah ini. 2. Upaya Refrensif dilakukan dengan cara pihak kepolisian bekerja sama dengan aparatur pemerintahan di tiap keluraahan ataupun desa-desa yang termasuk dalam wilayah kerja Polres. Tujuanya untuk mendekatkan diri dengan masyarakat agar dapat memberikan informasi atau bantuan kepada pihak kepolisian untuk mengungkapkan kasus-kasus aborsi, jika terjadi di desa ataupun kelurahan masing-masing. Kerjasama juga dilakukan oleh kepolisian dengan para dokter, dimana banyak dari para dokter kandungan telah membuka praktek aborsi secara sembunyi-sembunyi demi mendapatkan materi yang lebih. Sehingga dari pendekatan ini pihak kedokteran dapat membantu ataupun mengurangi tindak pidana aborsi di Kota Gorontalo, dengan memberikan pemahaman tentang bagaimana bahaya tindakan aborsi terkecuali adanya indikasi medis yang jelas yang membolehkanya dilakukan aborsi tersebut. Proses penyelesaian kasus aborsi Berawal dari adanya suatu laporan dari masyarakat tentang terjadinya suatu kasus abortus provocatus yang diterima pihak Kepolisian, maka pihak Kepolisian khususnya pada bagian Reserse dapat bertindak dalam melakukan proses penyidikan. Penyidikan tersebut dilakukan pertama-tama, apabila barang bukti yang ditemukan oleh pihak Kepolisian yang sedang berpatroli maka dalam hal ini pihak Kepolisian yang sedang berpatroli tersebut harus segera dan secepat rnungkin melaporkan kepada pihak Reserse atau yang dikenal dengan berkas "A" (berkas A adalah laporan tindak kejahatan ataupun bukti yang ditemukan langsung oleh pihak kepolisian saat berpatroli) dan dalam hal ini si pelapor wajib bertanggung jawab.

6 Kedua, laporan yang diberikan oleh masyarakat kepada pihak Kepolisian, khususnya bagian Reserse yang menangani kasus ini atau dengan tindak pidana tersebut, laporan seperti ini dikenal atau disebut dengan berkas "B" (berkas B adalah laporan yang diberikan oleh masyarakat) dan dalam hal inipun si pelapor harus bertanggung jawab atas apa yang dilaporkannya. Setelah ada laporan yang masuk pada pihak Kepolisian, laporan mulai diproses dan diolah, setelah itu pihak Kepolisian mulai melakukan penyidikan terhadap kasus atas tindak pidana tersebut, penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian (khususnya oleh bagian reserse) akan dimulai dari saksi di tempat kejadian perkara (TKP), dan barang bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara. Setelah itu akan ditemukan suatu hal yang akan menjadi petunjuk dari kasus tersebut berdasarkan fakta dan laporan yang diterima oleh pihak Kepolisian. Polisi di dalam melakukan suatu penyidikan kasus tindak pidana abortus provocatus yang sedang terjadi tersebut dibantu oleh saksi ahli yaitu dokter yang berwenang, dalam hal ini untuk membantu proses visum barang bukti serta yang diduga sebagai tersangka.setelah mendapatkan visum dari si ibu atau yang dicurigai maka pelaku dalam hal ini si ibu tersebut harus menjalani proses penyidikan. Data dan Jumlah Kasus Aborsi Yang Terjadi Di Kota Gorontalo Aborsi atau abortus provocatus merupakan cara yang paling berbahaya tapi paling banyak digunakan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan. Abortus Provocatus dibagi dalam dua jenis, yaitu Abortus Provocatus Therapeuticus dan Abortus Provocatus Criminalis. Abortus Provocatus Therapeuticus adalah aborsi yang dilakukan atas dasar pertimbangan kedokteran dan dilakukan oleh tenaga yang mendapat pendidikan khusus serta dapat bertindak secara professional. Sementara Abortus Provocatus Criminalis adalah aborsi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan biasanya dilakukan oleh tenaga yang tidak terdidik secara khusus, termasuk ibu hamil yang menginginkan perbuatan aborsi diakses tanggal 1 februari 2013

7 Aborsi merupakan salah satu penyebab kematian wanita, aborsi atau pengguguran kandungan adalah masalah yang cukup pelik karena berkaitan dengan aspek kehidupan yang bersentuhan dengan etika, moral, agama, serta hukum. Untuk mengetahui peran kepolisian dalam penyelesaian kasus aborsi di Kota Gorontalo Penulis harus mengetahui tingkat kejahatan khususnya kejahatan aborsi yang terjadi di Kota Gorontalo, peneliti akan menganalisis data aborsi yang masuk ke Polres Kota Gorontalo dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yakni dari tahun 2008 sampai tahun Seperti data pada tabel berikut. Data Jumlah Kejahatan Aborsi Yang Di Tangani Oleh Pihak Kepolisian Polres Kota Gorontalo Tahun Jumlah Kasus Yang Dilaporkan Persen (%) ,57% ,57% ,57% ,29% Jumlah 7 100% Sumber Data : Data Polres Kota Gorontalo Setiap kasus aborsi yang dilaporkan di tangani dan diupayakan untuk diselesaikan oleh pihak Kepolisian Polres Kota Gorontalo. Penanganan dan penyelesaian dari pihak kepolisian dapat dilihat pada tabel berikut

8 Data Jumlah Kejahatan Aborsi Yang Di Selesaikan Oleh Pihak Kepolisian Tahun dan Jumlah kasus yang Persen (%) jumlah kasus selesai 2008 (2 kasus) - 0% 2009 (2 kasus) 1 33,33% 2010 (0 kasus) - 0% 2011 (2 kasus) 2 66,67% 2012 (1 kasus) - 0% jumlah 3 100% Sumber Data : Data Polres Kota Gorontalo Fakta dilapangan masih banyak kasus aborsi yang tidak ditindak lanjuti oleh pihak yang berwajib karna merupakan kejahatan yang dilakukan secara terselubung (hidden crime). Tidak ditindak lanjuti karena kejahatan yang dilakukan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum karena kurangnya cukup bukti untuk menjerat para pelaku aborsi. Sehingga aparat kepolisian tidak mengetahuinya, adapun jika barang buktinya ditemukan seperti jasad janin pelakunya sulit untuk di telusuri karena kadang kala barang bukti yang di temukan sudah sulit untuk di identifikasi karena tidak utuh lagi bahkan berbau busuk karena baru ditemukan. Hal inilah yang membuat dihentikanya proses penyelidikan. Fakta lain yang ditemukan oleh peneliti pada saat melakukan penelitian lapangan ditemukan beberapa kasus aborsi yang dilakukan secara tersembunyi tanpa diketahui oleh pihak kepolisian.

9 Data Kejahatan Aborsi Yang Dilakukan Secara Terselubung (Hidden Crime) Yang Tidak Di Tanggani Oleh Pihak Kepolisian Dalam Kurun Waktu 5 Tahun Terakhir Nama Umur Keterangan KEMALA (Menggugurkan Sendiri) yakni dengan cara mengkonsumsi obat- obatan, seperti paramex, MAWAR 20 ramuan nenas muda, dan racikan minuman bersoda. SUCI 21 FUJI 27 SITA 29 RATU 23 YANI 18 ( Di Bantu Tenaga Medik) yakni dengan cara disuntikan salah satu jenis obat suntik yang dapat menggugurkan kandungan. (Di Bantu Tenaga Medik) yakni dengan cara memasukan sejenis kapsul kedalam alat kelamin pelaku. (Di Bantu Dukun Beranak) yakni dengan cara dilakukan pijatan pada area perut.. (Di bantu Tenaga Medis) Pelaku tidak mengetahui pasti karena pada saat melakukan aborsi sebelumnya pelaku telah di bius, sehingga pada saat melakukan aborsi pelaku dalam keadaan tidak sadar. NALU 17 (Mengugurkan sendiri) tidak mendapat keterangan jelas tentang cara pelaku melakukan aborsi JUMLAH 8 6 Sumber Data : Penelitian Lapangan dan Wawancara Resiko dalam melakukan aborsi tidak dapat diukur dari tingkat umur pelaku karena aborsi merupakan tindakan yang sangat berbahaya bagi semua kalangan bagi wanita yang berumur lebih mudah ataupun lebih tua, pengetahuan tentang hal ini pastinya telah diketahui oleh para pelaku aborsi karena rata-rata pelaku aborsi

10 baik yang di tangani ataupun yang tidak oleh pihak kepolisian merupakan orangorang yang berpendidikan pastinya mereka mengetahui hal ini dari penyuluhan ataupun pelajaran dilingkungan akademisi. tabel berikut akan memperlihat tingkat pendidikan pelaku. Tingkat Pendidikan Pelaku Kejahatan Aborsi Di Kota Gorontalo TINGKAT JUMLAH PERSEN PENDIDIKAN SD - 0% SMP 1 9,1% SMA/SMK 3 27,27% Perguruan Tinggi 5 45,45% Pengangguran 2 18,18% JUMLAH % Sumber Data : Data Polres Kota Gorontalo dan Data Penelitian Lapangan Kejahatan aborsi seharusnya tidak terjadi jika ditelisik dari pengetahuan kita terhadap bahayanya yang sangat mengancam nyawa, namun karena adanya faktor-faktor lain yang menyebabkan jalan ini menjadi pilihan satu-satunya menjadikan permasalahan ini merupakan sesuatu yang sangat dilematis. Berikut ini merupakan pembahasan yang akan menggungkapkan faktor-faktor terjadinya aborsi di Kota Gorontalo. Faktor-faktor terjadinya aborsi di kota gorontalo Kejahatan aborsi dilakukan karna adanya faktor-faktor yang menyebabkan sampai kejahatan tersebut dipilih sebagai sebuah solusi yang dirasakan terbaik walaupun beresiko, dari tabel dibawah ini peneliti akan memaparkan beberapa faktor penyebab terjadinya aborsi di Kota Gorontalo pada tabel berikut berdasarkan hasil survey responden.

11 Hasil Survey Responden Tentang Faktor Penyebab Terjadinya Aborsi Di Kota Gorontalo No Faktor penyebab terjadinya aborsi Jumlah responden Persen(%) 1 Hamil diluar pernikahan 15 50% 2 Tidak mau menghambat studi yang sedang dijalankan % 3 Masih terlalu muda 3 10% 4 Terlalu banyak anak 3 10% 5 Kesulitan ekonomi 2 6.7% Jumlah % Sumber data : diolah dari data Kepolisian Kota Gorontalo dan Wawancara lapangan. Menurut data yang dihasilkan peneliti selama berada dilapangan di temukan beberapa faktor penyebab terjadinya aborsi. Penyebab tersebut telah ditampilkan dalam tabel sebelumnya, yakni; 1.Hamil Diluar Pernikahan Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi pergaulan remaja saat ini, tingkah laku yang tidak terkontrol, gaya hidup bebas ataupun segala bentuk perbuatan yang jauh dari kaidah masyarakat Timur Tengah merupakan tren pergaulan yang digandrungi remaja muda saat ini. Sehingga hal-hal yang berkaitan dengan sex bebas merupakan sesuatu yang tidak asing lagi, hamil diluar nikah merupakan buah pahit yang harus diterima. Namun karena alasan malu karna hamil sebelum menikah serta tidak adanya kesiapan menjadi orang tua membuat praktek aborsi menjadi alternatif yang dirasakan paling baik untuk menutupi aib tersebut, jadi penyebab aborsi dilakukan adalah karena hamil diluar nikah. 2.Tidak Mau Mengahambat Studi Pada kenyataanya para remaja melakukan seks bebas pada saat posisi atau stasusya masih sebagai pelajar ataupun mahasiswa, yang jika dilihat dari usianya belum mampu ataupun belum bisa

12 menerima kehadiran seorang bayi sehingga karena malu diketahui perbuatnya aborsi merupakan jalan keluar yang dipilih agar kehamilan tersebut tidak menghambat masa depan dan sekolanya. 3.Masih Terlalu Muda Seks bebas merupakan hal yang sudah sangat meresahkan bahkan tidak tanggung-tanggung anak yang masih duduk dibangku SMP saja sudah paham betul dengan gaya berpacaran tersebut alhasil kehamilan tidak dapat diindahkan lagi karena kondisi yang masih terlalu mudah dan status anak sekolah yang masih disandang menyebabkan kehamilan tidak dapat dilanjutkan yang berakhir dengan aborsi. Peristiwa ini dibenarkan oleh NALU yang pada saat melakukan aborsi pada umur 17 tahun. 4.Terlalu Banyak Anak, Penggunaan alat kontrasepsi yang tidak sesuai mungkin menyebabkan kebobolan, kehamilan yang tidak diharapkan datang dengan tiba-tiba tanpa adanya persiapan yang cukup ditambah dengan anak yang sudah melebihi program pemerintah menyebabkan aborsi dilakukan. 5Kesulitan Ekonomi Biaya hidup yang tinggi untuk membesarkan seorang anak dirasakan sangat berat oleh sebagian kalangan, biaya dari mengurus kebutuhan sang bayi sampai ia besar nanti dan kelak harus mendapatkan pendidikan merupakan momok yang paling menakutkan untuk keluarga yang kurang mampu. Sehingga aborsi merupakan jalan keluar yang dirasakan paling baik. Karena mereka lebih cenderung berfikir bahwa alangkah lebih baik janin tersebut untuk tidak melihat dunia dari pada nantinya orang tua tidak mampu menjamin kesejahteraan hidupnya. Kendala Yang Dihadapi Pihak Kepolisian Dalam penyelesaian Kasus Aborsi Kepolisian dalam mengahadapi kasus aborsi ini tidak semudah yang dibayangkan, sehingga untuk menyelesaikan kasus secara cepat, tepat dan pasti masih banyak megalami kendala. Kendala pertama yakni datang dari masyarakat itu sendiri, ketidaktahuan tentang pergaulan bebas yang pada akhirnya akan membuahkan kehamilan yang tidak diinginkan, membuat masyarakat yang mengalaminya menganggap bahwa hal ini merupakan sebuah aib yang harus disembunyikan atau bahkan disingkirkan. Tak segan-segan aborsi merupakan jalan keluar yang dipilih, ratusan ribu atau bahkan

13 jutaan rupiah bukanlah penghalang, agar dokter yang telah memiliki sertifikasi keahlian ataupun dukun beranak yang hanya belajar secara otodidak bersedia membantu untuk menghilangkan aib tersebut. Bahkan banyak dari kalangan masyarakat berpendapat bahwa jalan tersebut paling baik untuk menyembunyikan aib yang dirasa sangat memalukan. Padahal tanpa mereka sadari bahwa tindakan aborsi yang dilakukan sangat berbahaya bagi pelakunya, sering kali wanita yang melakukan aborsi akan mengalami kerusakan rahim yang menyebabkan mereka untuk sulit bisa hamil lagi bahkan tidak akan pernah bisa hamil. Bahkan yang lebih menakutkan lagi tindakan aborsi dapat mengancam keselamatan wanita, bukan saja resiko infeksi kelamin tapi yang paling parah adalah masalah pendarahan yang pastinya akan sangat mengancam nyawa, terlebih jika praktek aborsi dilakukan oleh orang yang tidak memiliki pendidikan ataupun sertifikasi medis. Kendala yang lain yang mungkin menjadi penyebab sulitnya mengungkap kasus abortus provocatus kriminalis adalah pihak kepolisian sering sekali sulit mengidentifikasi hasil dari barang bukti aborsi. Karena hasil-hasil dari perbuatan tersebut sering sudah hancur atau dibuang entah kemana. Bahkan pelaku yang sudah didugapun sulit untuk ditemukan, berpindah tempat tinggal ataupun kota dipilih untuk sekedar menghilangkan jejak sehingga polisi kesulitan untuk menelusuri pelakunya. Pihak kepolisian, kesulitan dalam mencari informasi serta mengumpulkan data pelaku yang berhubungan dengan kasus aborsi ini, karena aborsi merupakan aib bagi seorang wanita, yang berarti jika memberikan informasi berarti membuka aib mereka sendiri.

14 DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, 2004, Kejahatahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, P.T RajaGrafindo Persada, Jakarta. Andi Hamzah, 2008, KUHP & KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta Sadjijono, 2010, Memahami Hukum Kepolisian, P.T Laksbang Presindo, Yogyakarta Mukti fajar, 2010.Dualisme Penelitian Hukum,Pustaka Pelajar,Yogyakarta Soekidjo Notoadmodjo, 2010, Etika & Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. INTERNET pdf, Kurnia rahma daniati, Pidana Aborsi, diakses tanggal 20 februari 2013 ( Regional. Kompasina.com, Akses tanggal 29 oktober 2012) diakses tanggal 1 februari 2013

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. pergaulan bebas (free sex) yang semakin marak di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aborsi saat ini dilakukan bukan hanya untuk menyelamatkan jiwa sang ibu namun dapat dilakukan karna ibu tidak menghendaki kehamilan tersebut. Kehamilan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Peran Kepolisian Dalam Penyelesaian Kasus Aborsi Di Kota Gorontalo

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Peran Kepolisian Dalam Penyelesaian Kasus Aborsi Di Kota Gorontalo BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Peran Kepolisian Dalam Penyelesaian Kasus Aborsi Di Kota Gorontalo Dari kajian teori pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa Peran merupakan aspek kedudukan yang

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat. Yogyakarta melakukan upaya-upaya sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat. Yogyakarta melakukan upaya-upaya sebagai berikut: 61 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam penulisan hukum ini, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi (pengguguran kandungan). Maraknya aborsi dapat diketahui dari berita di surat kabar atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak diinginkan, meliputi abortus provocatus medicinalis dan abortus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Aborsi disebut juga dengan istilah Abortus Provocatus. Abortus provocatus adalah pengguguran kandungan yang disengaja, terjadi karena adanya perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belakangan ini banyak sekali ditemukan kasus-kasus tentang pengguguran kandungan atau aborsi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1, aborsi /abor.si/ berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta adalah Daerah Istimewa yang terletak di tengah pulau Jawa yang terkenal dengan kebudayaan,wisata,dan banyaknya orang yang datang ke Yogya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja

BAB I PENDAHULUAN. masa remajanya dengan hal-hal yang bermanfaat. Akan tetapi banyak remaja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja sebagai calon generasi penerus mempunyai jiwa yang bergejolak, semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi dan dapat memanfatkan masa remajanya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gelombang kejahatan yang cukup terasa dan menarik perhatian, terutama bagi

BAB I PENDAHULUAN. gelombang kejahatan yang cukup terasa dan menarik perhatian, terutama bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini banyak negara di dunia mulai merasakan adanya gerak atau gelombang kejahatan yang cukup terasa dan menarik perhatian, terutama bagi negara yang bersangkutan.

Lebih terperinci

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI

PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI PENGECUALIAN LARANGAN ABORSI BAGI KORBAN PERKOSAAN SEBAGAI JAMINAN HAK-HAK REPRODUKSI Oleh : Putu Mas Ayu Cendana Wangi Sagung Putri M.E. Purwani Program Kekhususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja

I. PENDAHULUAN. mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal. Para remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan modernisasi pada saat ini berdampak negatif pada para remaja yang tidak mampu melakukan penyaringan terhadap kebudayaan asing yang bersifat liberal.

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELUARKAN REGULASI ORANG TUA YANG MEMPEKERJAKAN ANAK DI BAWAH UMUR DI KOTA GORONTALO. Lian Kue

PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELUARKAN REGULASI ORANG TUA YANG MEMPEKERJAKAN ANAK DI BAWAH UMUR DI KOTA GORONTALO. Lian Kue PERAN PEMERINTAH DALAM MENGELUARKAN REGULASI ORANG TUA YANG MEMPEKERJAKAN ANAK DI BAWAH UMUR DI KOTA GORONTALO Lian Kue Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Jl. Jendral Sudirman No. 06, Telp.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belaka (machsstaat). Hal itu berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. belaka (machsstaat). Hal itu berarti bahwa Republik Indonesia adalah negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machsstaat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana, seringkali para aparat penegak hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan dari uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka

BAB III PENUTUP. Berdasarkan dari uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam penulisan hukum ini dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya manusia hampir selalu terjadi hubungan hukum. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya manusia hampir selalu terjadi hubungan hukum. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya manusia hampir selalu terjadi hubungan hukum. Hal ini disebabkan pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup teratur, akan tetapi keteraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009.

Keywords: Abortion, Victims, Rape, Criminal Code, Law No. 36 of 2009. ABORSI OLEH KORBAN PEMERKOSAAN DITINJAU BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Oleh : Agus Jerry Suarjana Putra AA. Istri Ari Atu Dewi Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan Masyarakat dan sebagaian Masyarakat merasa dirugikan oleh pihak yang berbuat kejahatan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepolisian Polres Bantul terbukti kurang berhasil dalam menangani tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Hal

Lebih terperinci

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ABORTUS PROVOCATUS DAN HUKUM SYAFRUDDIN, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan : Pengertian Abortus (aborsi). Di kalangan ahli kedokteran dikenal dua macam abortus (keguguran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. sekolah dan lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan embrio dari masyarakat oleh karena itu tujuan dari kehidupan dalam keluarga adalah untuk mempersiapkan anak agar dapat hidup di dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF 0 ABSTRAK MELIYANTI YUSUF, NIM 271411202, Kedudukan Visum Et Repertum Dalam Mengungkap Tindak Pidana Penganiayaan Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus di Polres Gorontalo Kota). Di bawah Bimbingan Moh. Rusdiyanto

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TURUT SERTA TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI SKRIPSI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TURUT SERTA TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TURUT SERTA TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Strata-1 Pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Program

Lebih terperinci

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat)

SKRIPSI. PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) SKRIPSI PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Polres Pasaman Barat) Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Geiar Sarjana Hukum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas permasalahan mengenai aborsi pada korban pemerkosaan di Indonesia merupakan hal yang sangatlah menarik untuk dibahas karena terdapat dualisme pemahaman

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

BAB V PENUTUP. dikeluarkannya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan BAB V PENUTUP Berdasarkan seluruh uraian tersebut diatas, maka dapat diperoleh kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. Kesimpulan 1. Pada dasarnya perkembangan hukum mengenai aborsi di Indonesia sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang belum lahir atau orang yang terpidana mati. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada manusia secara alami sejak ia di lahirkan, bahkan jika kepentingannya dikehendaki, walaupun masih dalam kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma

Lebih terperinci

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina

Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina Abortus Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Oleh : Hj. Khusnul Hitamina Masyarakat dunia, termasuk masyarakat Indonesia semakin mencapai tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. Sebenarnya kekerasan terhadap perempuan sudah lama terjadi, namum sebagian masyarakat belum

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah. Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah. Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Literatur Metode yang digunakan penulis dalam mendapatkan data adalah Survei Lapangan: melalui organisasi dan narasumber terkait Tinjauan Pustaka: melalui media buku dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini,

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, 17 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kriminologi Bonger, memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Melalui definisi ini, Bonger

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN Diajukan oleh : GERRY PUTRA GINTING NPM : 110510741 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa pelacuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Memiliki anak adalah dambaan sebagian besar pasangan suami istri. Anak sebagai buah cinta pasangan suami-istri, kelahirannya dinantikan. Dalam usaha untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, sehingga pembangunan tersebut harus mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia termasuk membangun generasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang Mengingat : : a.

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh Negaranegara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang menjujung tingi hak dan kewajiban bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu norma/kaidah yang memuat aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang menjamin hak dan kewajiban perorangan maupun masyarakat. Dengan adanya hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pergaulan bebas sebagai pengaruh efek global telah mempengaruhi perilaku remaja di Indonesia mulai dari usia sekolah hingga perguruan tinggi. Pergaulan bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 23 TAHUN 2006 T E N T A N G PEMBERANTASAN MAKSIAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI OGAN KOMERING ULU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, maka mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan secara alamiah mereka mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya. dan pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2

PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2 PENGGUGURAN KANDUNGAN AKIBAT PEMERKOSAAN DALAM KUHP 1 Oleh : Freedom Bramky Johnatan Tarore 2 ABSTRAK Pengguguran kandungan (aborsi) selalu menjadi perbincangan, baik dalam forum resmi maupun tidak resmi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik Polri dalam menjalankan tugasnya untuk membuat terang setiap tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah peran yang sangat penting terutama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Masa ini harus dilalui oleh setiap orang. Namun ternyata tidak mudah dan banyak terdapt

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN MINUMAN BERALKOHOL, PENYALAHGUNAAN ALKOHOL, OBAT- OBATAN DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyamanan dalam rangka menuju masyarakat sejahtera, adil, dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. kenyamanan dalam rangka menuju masyarakat sejahtera, adil, dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia bertujuan mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Menurut Setiyorini et al. (2015) meneliti aborsi pada siswa SMA mengemukakan bahwa setelah subjek melakukan berbagai upaya untuk melakukan aborsi, dari upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PELARANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa Pelacuran merupakan suatu perbuatan yang bertentangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan dan teknologi, secara tidak langsung berpengaruh pada manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berkembang.

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELARANGAN MINUMAN BERALKOHOL, PENYALAHGUNAAN ALKOHOL, MINUMAN DAN OBAT OPLOSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya narkotika hanya digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman globalisasi dewasa ini tanpa disadari kita telah membuat nilainilai moral yang ada di dalam masyarakat kita semakin berkurang. Pergaulan bebas dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, hamil di luar nikah sering terjadi. Hal ini dikarenakan anak-anak muda jaman sekarang banyak yang menganut gaya hidup seks bebas. Pada awalnya para

Lebih terperinci

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Pengetahuan, Sikap dan Informasi yang diterima remaja terhadap perilaku seks bebas di SMU Budi Satrya Bandar Selamat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG MEMBANTU MELAKUKAN TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA A. Pembantuan Dalam Aturan Hukum Pidana 1. Doktrin Pembantuan dalam Hukum Pidana Dalam pembantuan akan terlibat

Lebih terperinci

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni

Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol.34. Januari-Juni 2010 26 PENDAHULUAN Pengertian aborsi menurut hukum adalah tindakan menghentian kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat

Lebih terperinci

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi Menurut PP. Nomor 61 Tahun Menurut ketentuan yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAKAN ABORSI KARENA KEDARURATAN MEDIS MENURUT PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI A. Analisis Terhadap Tinjauan Aborsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengayom masyarakat dalam segala kondisi sosial yang caruk maruk. Peran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengayom masyarakat dalam segala kondisi sosial yang caruk maruk. Peran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Peran Kepolisian 2.1.1 Defenisi Peran (Peranan) Kepolisian memiliki peranan penting dalam mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat, kepolisian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena perilaku seks bebas di kalangan remaja mengakibatkan terjadinya kecenderungan meningkatnya pelaku seks pranikah, penderita HIV/AIDS, dan kasus Aborsi. Fenomena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana yang termuat dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3). Dalam segala aspek

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka 1 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dan dari hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis mengambil kesimpulan: 1) Perlindungan terhadap korban tindak pidana pemerkosaan

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini, perubahan begitu cepat terjadinya sehingga kadang

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini, perubahan begitu cepat terjadinya sehingga kadang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi sekarang ini, perubahan begitu cepat terjadinya sehingga kadang kala kita sendiri belum siap untuk menyikapi perubahan tersebut. Perubahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk individu yang tidak dapat lepas dari aspek sosial. Manusia tidak dapat hidup menyendiri tanpa berhubungan dengan manusia lainnya. Oleh

Lebih terperinci

Modul ke: SEMINAR MEDIA. 03Ilmu. Presentasi Kelompok. Fakultas. Christina Arsi Lestari, M.Ikom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting

Modul ke: SEMINAR MEDIA. 03Ilmu. Presentasi Kelompok. Fakultas. Christina Arsi Lestari, M.Ikom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting Modul ke: SEMINAR MEDIA Presentasi Kelompok Fakultas 03Ilmu Komunikasi Christina Arsi Lestari, M.Ikom Program Studi Broadcasting Pengaturan Kehamilan DAN KESEHATAN REPRODUKSI Hak Kesehatan Reproduksi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang benar-benar menjunjung

Lebih terperinci