TRADISI GREBEG SUDIRO di SUDIROPRAJAN (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa) Oleh : TISSANIA CLARASATI ADRIANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TRADISI GREBEG SUDIRO di SUDIROPRAJAN (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa) Oleh : TISSANIA CLARASATI ADRIANA"

Transkripsi

1 TRADISI GREBEG SUDIRO di SUDIROPRAJAN (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa) Oleh : TISSANIA CLARASATI ADRIANA ABSTRACT The purpose of this study were (1) To determine the background of the ceremony in Sudiroprajan Sudiro Grebeg tradition, (2) process Grebeg Sudiro the ceremony tradition, (3) Acculturation of Chinese culture with Java in Grebeg Sudiro. The research was conducted using qualitative methods in Sudiroprajan ethnographic approach. The strategy is a case study of a single glued. Data sources used include informants, places and events and documents. Sampling is used purposive sampling and snowball sampling. Data collection techniques used were interviews, observation and document analysis. The validity of data using triangulation of data and the triangulation method. Technique analiisis data using interactive analysis model is interaction between the three components of data analysis with data collection cycle. Based on these results it can be concluded: (1) Grebeg Sudiro formed due to the awareness and intention of the citizens Sudiroprajan to show the harmony and the harmony that exists between two different ethnic (2) The ceremonial procession tradition Sudiro Grebeg include various series of events that must be passed among is pre dinner charity event Bok Teko earth January 12th 2012 and the top event Grebeg Sudiro which took place on January 15, 2012 event in which both have requirements that must be met, and complete the necessary equipment ceremony. (3) Acculturation of Chinese culture with the tradition of Javanese culture Grebeg Sudiro mountains visible in the arrangement of the two pie basket Estri Mountains and the Mountains Jaler normally found in traditional Javanese, and Lion Dance Liong look a ritual ceremony before the show, because of prior experience acculturation with Javanese cultural performances and Lion Dance Liong not familiar ritual and Javanese traditional music Keroncong collaborated with Mandarin song called Keroncong Mandarin. Keyword : Tradition, acculturation,ceremony, culture. 1

2 2 PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang terdiri dari berbagai pulau dan beraneka ragam suku yang memiliki tradisi dan budaya yang berbeda pula. Keanekaragaman warisan budaya sangatlah penting untuk melestarikan keberadaannya Hal ini untuk memenuhi harapan agar kebudayaan yang dikembangkan masing-masing suku bisa menjadi identitas nasional (Puspita Setiawati, 2004: 9). Kebudayaan di Indonesia yang terbentuk dari beragam suku, ternyata menyebabkan suatu masalah sosial yang merupakan konsekuensi dari kebhinekaan masyarakat Indonesia yang beragam yaitu masalah SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). Salah satunya adalah masalah rasialisme antara golongan minoritas penduduk keturunan Cina dengan masyarakat penduduk asli Indonesia. Demikian di Kota Surakarta, peristiwa kerusuhan Mei tahun 1998 yang lalu juga dipicu oleh adanya masalah rasialisme yaitu masalah masyarakat pribumi atau masyarakat Jawa dengan masyarakat keturunan Cina yang sering disebut Tionghoa. Kehadiran orang-orang Cina di Surakarta sudah ada sejak tahun 1745, bersamaan dengan Paku Buwana II memindahkan ibukota kerajaan Mataram dari Kartasura ke Surakarta. Benny Juwono (1991:61) mengungkapkan bahwa Salah satu tempat pelarian orang-orang Cina dari Batavia ke Jawa Tengah adalah Kartasura yang pada saat itu merupakan ibukota kerajaan. Sunan Pakubuwono II yang berkuasa saat itu menggunakan kesempatan baik itu untuk memanfaatkan orang Cina menjadi kekuatan tambahan dalam menghadapi dan melawan VOC, walaupun kemudian orang Cina sendiri berbalik melawan dan menentang Sultan. Di Surakarta sebagian besar masyarakat keturunan Cina bertempat tinggal di daerah Pasar Gede, Pasar Legi, Coyudan, Kampung Balong dan Sudiroprajan yang disebut sebagai kampung Pecinan. Interaksi sosial antara masyarakat Jawa dengan masyarakat Tionghoa terlihat dalam kehidupan masyarakat kampung Sudiro. Dalam hal kebudayaan lainnya yang terlihat jelas adalah kesenian Barongsai dan Liong yang merupakan salah satu wujud kebudayaan masyarakat Tionghoa. Akan tetapi kesenian Barongsai dan Liong ini kemudian dilarang sejak meletusnya peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G 30 S/PKI). Karena pada masa pemerintahan tersebut kebudayaan Cina tidak diperbolehkan berkembang. Akan tetapi masyarakat keturunan Cina boleh melakukan kegiatan keagamaan dalam lingkungan sendiri dan tidak boleh

3 3 dipertontonkan kepada umum. Pada saat itu Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 1967 (dalam Leo Suryadinanta, 1986: 169) yang menyatakan bahwa : Agama, kepercayaan dan adat istiadat Cina (di Indonesia) yang berasal dari tanah leluhurnya dengan berbagai manifestasinya mungkin dapat menimbulkan pengaruh yang tidak wajar terhadap kejiwaan, mentalitas dan moralitas Warga Negara Indonesia dan karenanya menghambat jalan asimilasi secara wajar Memasuki era reformasi, semua larangan tersebut yang diberlakukan oleh Presiden Soeharto sudah dirasakan tidak sesuai lagi karena sudah menyangkut diskriminasi ras atau etnis yang termasuk pelanggaran HAM. Presiden Habibie kemudian mengeluarkan beberapa Instruksi Presiden yang membatalkan peraturan-peraturan yang bersifat diskriminatif terhadap masyarakat keturunan Cina. Instruksi Presiden Habibie No. 26 Tahun 1998 (dalam Agus Hidayat, Purwani dan Prabandari, 2000: 39-47), menyatakan bahwa (1). Mengenai penghentian penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program atau pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintah. (2)Memberikan perlakuan dan pelayanan yang sama bagi semua WNI, tanpa perlakuan yang beda atas dasar suku, agama, ras maupun asal-usul. (3) Meninjau kembali dan menyelesaikan seluruh peraturan perundang-undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang selama ini telah ditetapkan dan dilaksanakan. Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjuti masalah masyarakat keturunan Cina di Indonesia dengan mengeluarkan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2000 mengenai pencabutan Instruksi Presiden No. 4 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat-istiadat. Dengan adanya keputusan Presiden Abdurrahman Wahid terdapat kebebasan bagi masyarakat keturunan Cina untuk menjalankan berbagai macam bentuk kebudayaan.. Perayaan-perayaan pesta keagamaan dan adat-istiadat yang dahulu dibelenggu kini bisa kembali dirayakan dimana-mana. Selanjutnya pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan surat Keputusan Menteri Agama RI. No. 13 Tahun 2001 yang menetapkan Hari Raya Tahun Baru Imlek sebagai hari libur fakultatif yang memperbolehkan libur bagi pelajar dan pegawai dari masyarakat keturunan Cina yang sedang merayakan Imlek. Kemudian tahun 2002, Presiden Megawati Soekarno Putri melalui Keputusan Presiden No. 19 Tahun 2002 menetapkan Tahun Baru Imlek menjadi

4 4 Hari Libur Nasional. Masyarakat keturunan Cina di Surakarta menyambut gembira perubahan peraturan yang terjadi yang menyangkut mengenai kebebasan hak mereka. Perubahan peraturan seolah menjadi titik balik bagi kembalinya hak-hak budaya masyarakat Tionghoa. Kebudayaan yang selama ini terbatasi oleh peraturan justru setelah diberlakukan peraturan baru, kebudayaan Tionghoa semakin berkembang dan malah menimbulkan akulturasi dan pembauran kebudayaan di Surakarta. Interaksi sosial yang terjadi dengan masyarakat pribumi memberi kesempatan bagi orang-oarang Tionghoa untuk mengenal lebih jauh budaya Jawa. Hal ini terlihat dari acara Grebeg Sudiro di daerah Sudiroprajan selain terdapat atraksi Barongsai dan Liong yang ikut menyemarakan acara, nampak juga budaya Jawa yang melengkapi pelaksanaan acara tersebut. Tradisi Grebeg Sudiro merupakan ekspresi pembauran budaya antara tradisi Tionghoa bertemu dengan tradisi Jawa. Tradisi Grebeg pada dasarnya telah menjadi sebuah tradisi yang sejak lama mengakar dalam budaya Jawa yang biasa dilakukan di lingkungan Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Dalam tradisi di kedua Keraton yang dibagikan dan diperebutkan biasanya berupa palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. ( pada 16 Juli 2011 pukul WIB) Grebeg Sudiro berasal dari paduan dua kata. Kata Grebeg mengacu pada Tradisi Grebeg dan Sudiro adalah kependekan dari Sudiroprajan, nama sebuah kampung yang terletak di sebelah Pasar Gede yang merupakan kampung Pecinan di pusat kota Solo. Dalam Tradisi Grebeg Sudiro memperebutkan kue keranjang yang merupakan kue khas orang Tionghoa sebagai bentuk perayaan dari keberadaan kampung Sudiroprajan yang diarak dan diperebutkan di depan pasar tradisional, Pasar Gede, Solo. Momen ini merupakan salah satu perayaan puncak Grebeg Sudiro yang menjadi bagian dari perayaan Imlek dalam dua buah gunungan. Gunungan Jaler (laki-laki) dan Gunungan Estri (perempuan) yang sangat jelas kental bernuansa budaya Jawa. Hal ini menyimbolkan akulturasi antara budaya Jawa dengan budaya Cina. Akulturasi yang lain juga terlihat dari peserta kirab. Tak hanya Barongsai, Liong dan lampion yang menjadi kebudayaan khas Cina, berbagai kesenian tradisional

5 5 Jawa juga ikut ambil bagian. Diantaranya reog, topeng ireng, soreng, jathilan dan solo batik carnival. ( _kue_keranjang_ dirayah). Grebeg Sudiro sekarang telah secara resmi dimasukkan dalam acara Kegiatan Budaya Tahunan oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam rangka promosi pariwisata. Kegiatan Budaya ini baru berusia tiga tahun dan disisipkan sebagai bagian dari Perayaan Hari Raya Imlek. Grebeg Sudiro yang berlangsung pada tanggal 15 Januari 2012 merupakan Grebeg Sudiro yang keenam kalinya. ( Kerusuhan Mei 1998 dan gerakan-gerakan anti Cina merupakan sebuah realitas sosial. Sebagai suatu realitas sosial, kerusuhan kerusuhan yang ditujukan kepada orang-orang Tionghoa di Surakarta adalah sesuatu yang ironis, karena dalam realitas kultural orang-orang Tionghoa di Surakarta mempunyai andil penting dalam pengembangan kebudayaan Jawa (Rustopo, 2007: 3-4). Latar Belakang Upacara Tradisi Grebeg Sudiro di Sudiroprajan Grebeg Sudiro merupakan sebuah tradisi baru yang menunjukkan potret pembauran budaya antara tradisi Jawa dengan tradisi Tionghoa. Tradisi ini diciptakan tahun 2007 oleh warga Sudiroprajan yaitu Bapak Oei Bengki, Bapak Sarjono Lelono Putro dan Bapak Kamajaya selaku pendiri dan penggagas utama dalam Grebeg Sudiro yang kemudian mendapat persetujuan dari Kepala Kelurahan Sudiroprajan beserta jajaran aparatnya, para budayawan dan tokoh masyarakat serta LSM di Kelurahan Sudiroprajan yang sungguh-sungguh pantas mendapat apresiasi karena peran pihak-pihak yang terlibat telah secara aktif mendorong terlaksananya event budaya atau kegiatan budaya baru yang sungguh-sungguh indah dan membangunkan rasa persatuan ini. Tradisi Gebeg Sudiro yang berlangsung sekarang ini, merupakan perayaan yang kelima kalinya. Tradisi ini baru 5 tahun belakangan dilaksanakan, menurut penuturan dari informan yang salah satunya adalah pencetus Grebeg Sudiro yaitu Bapak Sarjono Lelono Putro mengatakan bahwa : Grebeg Sudiro baru dilaksanakan di Sudiroprajan baru-baru ini dan kenapa tidak dari dulu-dulu dikarenakan tradisi ini tercipta dari ketidaksengajaan para pendirinya ketika sedang berkumpul di depan Pasar Besar, antara lain : Bapak Oei Bengki, Bapak Sarjono Lelono Putro dan Bapak Kamajaya.

6 6 Ketiganya memiliki keinginan yang sama yaitu sama-sama ingin mengangkat nama Sudiroprajan agar dikenal oleh masyarakat luas. Karena alasan itulah, akhirnya tercapai kesepakatan memperkenalkan Sudiroprajan melalui Grebeg Sudiro sebagai ciri khas yang membedakan daerah mereka dengan daerah lainnya. Mengingat daerah ini merupakan daerah percampuran antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa yang telah hidup rukun dan membaur sejak lama. Selain itu, terciptanya Grebeg Sudiro juga terinspirasi oleh Kampung Sewu dengan tradisi Rebutan Apem. Kampung Sewu punya ciri khas, kenapa Sudiroprajan tidak, yang jelas-jelas ada sesuatu yang bisa ditonjolkan, ujarnya. Grebeg Sudiro merupakan suatu kegiatan untuk menyatukan warga antara etnis Tionghoa dengan Jawa, seperti halnya dengan Bersih Desa di mana semua warga berkumpul, saling bekerja sama dan gotong royong yang berbeda latar belakang budayanya. Sebagai catatan, kelurahan Sudiroprajan terletak di daerah pecinan tepat di pusat kota Solo. Penduduk Sudiroprajan yang terdiri cukup banyak warga etnis Tionghoa telah sejak lama dikenal berinteraksi secara harmonis dengan penduduk etnis Jawa yang berada di sana. Perkawinan campur sudah menjadi hal biasa yang terjadi di kawasan Sudiroprajan yang kemudian melahirkan istilah kue Ampyang sebagai simbol hasil percampuran Tionghoa dengan Jawa. Setelah terjadi perkawinan campur antara orang Jawa dengan orang Tionghoa, maka secara kontak budaya juga melahirkan kebudayaan yang campuran pula. Grebeg Sudiro berasal dari dua susunan kata Grebeg yang berarti perkumpulan dan Sudiro adalah kepanjangan dari kelurahan Sudiroprajan. Sehingga Grebeg Sudiro merupakan tradisi warga Sudiroprajan yang tercipta hasil perkumpulan orang-orang Sudiroprajan. Grebeg Sudiro yang telah berlangsung lima tahun ini, memiliki tema-tema yang berbeda tetapi tetap mempunyai konsep yang sama yaitu tetap bernafaskan kerukunan. Sebagai contoh tema Grebeg Sudiro tiga tahun terakhir ini, tahun 2010 bertema Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh, tahun 2011 bertema Kebhinekaan dalam Kebersamaan dan tahun 2012 mengusung tema Guyub Rukun Agawe Santoso, Sudiro kampung Kebhinekaan, Bersatu dalam Keberagaman (Wawancara dengan Bapak Yunanto Nugroho tanggal 12 Desember 2011). Awal mulanya Grebeg Sudiro adalah sebuah event kampung, yang dirayakan dari kampung ke kampung. Namun karena yang diperkenalkan adalah budaya yang unik antara etnis Tionghoa dengan etnis Jawa ternyata berhasil

7 7 menyedot perhatian dari Pemerintah Kota Solo dan mendapat sambutan positif dari Pemkot Solo. Meskipun bermula dari event kampung, tetapi Grebeg Sudiro mempunyai kelas sendiri, ujar Bapak Sarjono Lelono Putro. Terbukti dengan Pemkot Solo langsung mendaulat Grebeg Sudiro sebagai acara agenda tahunan yang terjadwal di kalender event Dinas Kepariwisataan Kota Surakarta. Yang bertujuan pula dalam rangka promosi kota Solo untuk mewujudkan Solo sebagai kota budaya dan pariwisata. (Wawancara dengan Bapak Sarjono Lelono Putro, tanggal 15 Desember 2011). Terbentuknya Grebeg Sudiro karena adanya keterdesakan dan kesengajaan dari dari warga Sudiroprajan yang sebagian besar adalah wiraswastawan. Dengan adanya Grebeg Sudiro, diharapkan masyarakat luas tidak takut untuk masuk di kampung ini dan mengetahui keberadaan kelurahan Sudiroprajan. Salah satunya dengan menumbuhkan jiwa kreativitas dan inisiatif para warga Sudiroprajan dalam menarik perhatian masyarakat luas dengan membuat kerajinan khas asal Cina yaitu manik-manik, pernak-pernik seperti lampion serta makanan khas Tionghoa. Kreativitas dan inisiatif yang ditumbuhkan ternyata telah berhasil merebut perhatian masyarakat luas yang akhirnya menunjang dan meningkatkan perekonomian warga Sudiroprajan (wawancara dengan Bapak Oei Bengki, tanggal 31 Desember 2011). Terbentuknya Grebeg Sudiro tidak terlepas pula dari pro dan kontra dalam perbedaan visi dan misi. Pro dan kontra itu wajar, namanya manusia memiliki cara berfikir dan sudut pandang yang berbeda-beda, ujar Bapak Oei Bengki. Perbedaan pro kontra tidak menimbulkan masalah, kenyataannya tercapai kesepakatan yang sama-sama ingin menumbuhkan kerukunan dan kebersamaan antara warga pribumi dengan etnis Tionghoa. Hal ini terlihat dari pelaksanaan Grebeg Sudiro dari pertama sampai tahun yang kelima ini, kerukunan dan keharmonisan antar etnis Jawa dengan Tionghoa terlihat begitu jelas yang bersatu dalam perbedaan. Proses Jalannya Upacara Tradisi Grebeg Sudiro Pelaksanaan prosesi upacara tradisi Grebeg Sudiro meliputi berbagai proses rangkaian acara yang harus dilewati diantaraya adalah persyaratan yang harus dipenuhi, perlengkapan upacara yang diperlukan, persiapan upacara tradisi Grebeg Sudiro yang harus dilakukan guna memperlancar jalannya acara pada saat puncak acara. Persyaratan dan perlengkapan upacara lebih kepada

8 8 penetapan waktu dan tempat pelaksanaan serta benda-benda atau barangbarang yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan upacara Grebeg Sudiro. Sedangkan pada persiapan Grebeg Sudiro ini lebih berbeda, hal yang menarik dalam persiapan ini adalah adanya acara malam sedekah bumi yang merupakan rangkaian acara dari Grebeg Sudiro di malam sebelum puncak acara berlangsung. Malam sedekah bumi dikenal dengan pra event sedekah bumi Bok Teko, dikarenakan sejarah yang telah terjadi di masa lampau. Acara tersebut berlangsung di malam hari dengan iringan musik dan tarian tradisional dari OBI yang di mulai dari start depan kelurahan Sudiroprajan diarak menyusuri kampung-kampung sampai menuju Bok Teko sebagai tempat acara berlangsung. Di sana diadakan doa keselamatan bangsa dan diakhiri dengan makan bersama. Selain persiapan yang berbentuk material, juga diperlukan persiapan yang bersifat spiritual yaitu rasa kejiwaan seseorang sebelum melaksanakan kegiatan ritual. Persiapan spiritual itu antara lain : (1) Niat, yang harus ada dan dimiliki oleh seseorang dan mutlak diperlukan dalam diri manusia. Tanpa adanya niat yang didasari dengan kesungguhan di dalam hati maka semuanya akan siasia saja. Apabila niat itu hanya setengah-setengah saja, maka tujuan yang ingin dicapai juga tidak akan memberikan hasil yang baik. (2) Hati yang bersih, yang harus dipersiapkan oleh seseorang sebelum melakukan kegiatan. Hal seperti ini harus diyakini oleh orang yang bersangkutan, karena ada anggapan bahwa sebelum menghadap yang di Atas (Tuhan, dewa dan roh leluhur) untuk memohon sesuatu maka hatinya harus bersih terlebih dahulu. Dalam arti tidak ada niat jahat, dendam ataupun melakukan hal-hal yang merugikan orang lain. Oleh karena itu, dalam upaya membersihkan diri ini dapat dilakukan dengan cara berpantang dan berpuasa, yaitu untuk lebih mampu mengendalikan diri dan menghindari kecenderungan untuk berbuat jahat. (3) Rasa percaya, yaitu keyakinan yang dimiliki oleh seseorang dan sangat penting bagi seseorang. Sebab, kepercayaan atau keyakinan inilah yang menjadi dasar munculnya keagamaan yang bisa mempengaruhi suatu getaran dan gerakan jiwa manusia untuk membayangkan kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa, dewa dan roh leluhur. Rasa percaya sangat penting bagi seseorang, sebab tanpa adanya keyakinan, manusia tidak dapat mencapai hubungan dan komunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa, dewa dan roh para leluhur. Untuk itu, rasa percaya ini sangat penting dan harus ada di setiap diri manusia (Wawancara

9 9 dengan Sri Utomo, tanggal 12 Januari 2012). Setelah malam pra event terlaksana, puncak acara Grebeg Sudiro 15 Januari 2012 pun dimulai. Puncak acara Grebeg Sudiro merupakan sebuah kirab budaya beragam kesenian tradisional dari berbagai daerah yang mengiringi arak-arakan Gunungan kue keranjang sebagai brand atau ciri khas dari perayaan Grebeg Sudiro. Kirab budaya diawalai start dari Pasar Besar dan finish di situ juga. Setelah para peserta dan pendukung acara sampai di finish, menandakan puncak acara Grebeg Sudiro segera berakhir. Berakhirnya Grebeg Sudiro ditandai dengan rebutan kue keranjang yang diincar oleh warga sekitar dan penonton yang diyakini membawa berkah dan penyalaan replika lampion Bok Teko dalam ukuran yang relatif besar yang tergantung di lantai atas Pasar Besar disusul nyala lampion-lampion kecil lainnya. Momen yang paling dinantikan dalam setiap pelaksanaan event tahunan menjelang perayaan Imlek ini adalah gunungan kue keranjang yang diperebutkan oleh warga. Total sebanyak buah kue keranjang ditata dalam gunungan berbagai bentuk, mulai dari gunungan biasa hingga yang berbentuk pagoda. Gunungan yang akan dibagikan ditata dalam 5 pembagian titik di wilayah Pasar Besar. Dalam hitungan detik, ribuan kue keranjang itu ludes habis. Para penonton rela berdesak-desakan untuk mendapatkan kue keranjang, kue khas etnik Tionghoa yang dipercaya membawa berkah meskipun diguyur hujan. Tak hanya kue keranjang, berbagai panganan khas kampung Sudiroprajan turut disiapkan dalam gunungan yang berbeda, seperti bakpao, gembukan, cakue, bakmi, dan onde-onde. Berbagai macam panganan itu pun diperebutkan warga usai diarak mengelilingi kampung Sudiroprajan. Bagi warga masyarakat ada makna penting dalam perebutan kue keranjang. Perebutan kue keranjang adalah simbol manusia hidup tidak boleh berdiam diri. Manusia harus bergerak, harus berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Manusia yang hanya diam sama saja berarti telah mati, tak punya mimpi, tak ada cita-cita. Dalam rebutan kue keranjang kali ini, pihak panitia telah meminimalisasi risiko negatif perebutan kue keranjang. Kali ini relatif berjalan lancar, tak ada lagi yang pingsan atau insiden buruk, ungkap Sarjono Lelono Putro. Berakhirnya rebutan gunungan kue keranjang yang telah habis direbutkan, disusul dengan penyalaan lampion Bok Teko yang berukuran

10 10 relatif besar yang dipasang di lantai atas Pasar Besar. Penyalaan lampion yang berukuran relatif besar dan disusul dengan lampion-lampion ini menandai berakhirnya perayaan dan pelaksanaan upacara tradisi Grebeg Sudiro. (Sarjono Lelono Putro, 15 Januari 2012). Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jwa dalam Tradisi Grebeg Sudiro Grebeg Sudiro telah tumbuh menjadi dialog elegan Jawa - China. Sebuah perpaduan kerukunan hidup di atas tanah di bawah langit yang sama Negeri Indonesia. Akulturasi budaya juga terlihat dalam acara tradisi Grebeg Sudiro yang digelar oleh warga di Kelurahan Sudiroprajan, Jebres, Kota Solo. Sigit mengungkapkan, dalam acara Grebeg Sudiro tersebut, semua budaya masyarakat yang ada di kelurahan itu akan ditampilkan. Acara ini kini dirasakan menjadi milik semua warga kota Solo karena, selain kesenian khas warga keturunan Tionghoa, juga ditampilkan kesenian Jawa. Perbedaan yang ada tidak menjadi penghalang untuk merajut kebersamaan. Perbedaan jangan disikapi secara negatif, tetapi dibingkai dengan kebersamaan agar menjadi harmoni, kata Hendry Susanto, Ketua Kelenteng Tan Kok Sie Pasar Gede yang juga Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia Solo. Pola-pola wujud akulturasi yang terlihat dalam tradisi Grebeg Sudiro antara kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Tionghoa antara lain sebagai berikut : (a) Gunungan Kue Keranjang Gunungan kue keranjang tahun ini disusun dalam bentuk gunungan berupa pagoda dan rumah joglo. Bentuk gunungan kue keranjang berupa pagoda dan rumah joglo karena mewakili dan masih menonjolkan ciri khas budaya dari masing-masing etnis. Hal ini menunjukkan terjadinya akulturasi di antara keduanya. Bentuk gunungan yang tidak seperti biasanya itu, menurut Yunanto Nugroho dipenuhi hanya untuk kepentingan entertainment belaka supaya tidak monoton dan ada kreativitas yang ditunjukkan, ujarnya. Gunungan kue keranjang menjadi brand dan gunungan utama dalam Grebeg Sudiro selain menjadi kue khas etnis Tionghoa yang menjadi bagian dari makanan dalam menjelang Imlek, kue keranjang juga mempunyai filosofi. Menurut kepercayaan masyarakat China, kue keranjang disajikan mulai enam hari sebelum perayaan Tahun Baru Imlek sebagai kue

11 11 persembahan. Pasalnya pada hari tersebut, Dewa Dapur atau Cau Kun Kong yang dipercaya setiap harinya mengawasi dapur setiap rumah akan singgah lalu naik ke langit. Nah, sajian legit dan kenyal itu dibuat untuk menyenangkan Dewa Dapur. Dibuat manis, filosofinya agar Dewa Dapur melaporkan yang manismanis kepada Tuhan, (Wawancara dengan Sunariyati, tanggal 23 Desember 2012 pukul WIB), (b) Liong dan Barongsai, Wujud akulturasi yang nampak dari kesenian Liong dan Barongsay adalah pada pelaksanaan penampilan kesenian Barongsai dan Liong. Pelaksanaan penampilan kesenian Barongsay dan Liong mengalami perubahan pada nama dan tambahan tata cara pelaksanaannya. Nama asli Barongsai adalah Samsi. Barong diambil dari istilah Jawa yang berarti topeng dan say penyesuaian si dari samsi. Tambahan dalam tata cara pelaksanaaan bersifat spiritual seperti halnya sembahyang dan persembahan (sesaji) pada tata cara pelaksanaan (reog) di Jawa. Sedangkan menurut tata cara pelaksanaan yang sesuai dari asalnya tidak memakai sembahyang dan sesaji. Liong hanya mengalami tambahan tata cara pelaksanaan seperti halnya barongsay. Hal ini seperti diungkapkan dua orang tokoh etnik Tionghoa Sudiroprajan. Sudah banyak modifikasi, kalau asalnya malah tidak seperti yang Solo sini, sini sudah banyak sekali yang sudah disesuaikan dengan orang-orang Tionghoa yang sudah lama disini. Mereka sudah membuat semacam modifikasi ini sehingga dapat diterima masyarakat yang disini dan nggak murni (Wawancara dengan Andrew, 23 Desember 2011). Menurut tokoh etnik Tionghoa Sudiroprajan lainnya : Soal penampilan Barongsay di sini, menurut saya sudah tidak asli lagi, karena sudah tercampur dengan apa yang ada di Indonesia. Seperti istilah barong tersendiri, barong itu istilah Indonesia semacam topeng, kalau say (si) itu singa. Jadi topeng singa, tapi aslinya kan istlah samsi, si nya singa. Kemudian juga kalau Liong dan Barongsay mau tampil harus selalu sembahyang dulu mohon keselamatan, itu kalu di Cina ga ada seperti itu. Itu karena terpengaruh dengan budaya Indonesia sepeti reog Jaran Dor kalau mau kegiatan kan paling ndak slametan dulu dengan sesaji supaya selamat dan lancar. Nah, di sini pun juga begitu sebagian ada yang mirip aslinya. Tetapi ndak asli banget. Soalnya generasi etnik Tionghoa di Indonesia sudah generasi ke sekian. Jadi pada bagian-bagian tertentu sudah mulai terpengaruh dengan lingkungan budaya Indonesia (Wawancara dengan Heriyato, tanggal 23 Desember 2011). Tambahan dalam tata cara pelaksanaan bersifat spiritual seperti halnya sembahyang dan persembahan (sesaji) seperti pada tata cara pelaksanaan

12 12 Reog di Jawa. Sedangkan menurut tata cara pelaksanaan yang sesuai dari asalnya tidak memakai sesajian. Tata cara pementasan Barongsai dan Liong sudah banyak dimodifikasi, kalau aslinya malah tidak seperti yang ada di Solo, hal ini sudah banyak sekali yang sudah disesuaikan dengan orang-orang keturunan Cina yang sudah lama berada disini. Mereka sudah membuat semacam modifikasi sehingga dapat diterima masyarakat Solo ini dan tidak murni lagi (Mujiono, 3 Januari 2012). Dalam misi acara ritual, Barongsai dan liong yang dimainkan biasanya dominan dengan warna hitam dan putih atau merah dan putih sebagai unsur simbol Iem dan Yang karena dipercaya sebagai penolak bala. Barongsai dan Liong yang akan dimainkan sebelumnya dibawa ke Klenteng atau Lithang (tempat ibadah Khonghucu) untuk disembahyangkan dan diberi Hu (kertas kuning bertuliskan huruf Mandarin) yang dipercaya sebagai jimat penolak bala, selain itu diikatkan pula seuntai daun jeruk yang dipercaya akan membawa kesejukan, keteduhan dan kenyamanan bagi umat manusia (Kusnandar Yuwono, 2 Januari 2012). Pada kening Barongsai dan Liong terdapat tulisan Wang yang berarti Raja, yang dalam tulisan atau huruf Cina nya tulisan tersebut terdiri atas 3 garis mendatar dengan satu garis vertikal yang melambangkan bahwa kita sebagai manusia tidak bisa terlepas dari 3 unsur yaitu Tuhan, Alam (bumi) dan Makhluk hidup (manusia) dengan satu hukum Tuhan sebagai penghubung, maknanya kita harus mampu beradaptasi dengan lingkungan untuk mencapai kebahagiaan atau kesuksesan (Ws. Adjie Chandra, 2 Januari 2012). Sebelum dimainkan terlebih dahulu diadakan upacara pemberkatan dengan urutan sebagai berikut (1) Barongsai yang akan dipakai diletakkan di atas Altar dengan mata dan mulutnya ditutupi dengan kain merah. (2) Pimpinan upacara atau pendeta Klenteng mengawqli ritual dengan bersembahyang ke Altar Tuhan (menghadap keluar Klenteng) dan altar utamanya dibagian tengah Klenteng. (3) Badan Barongsai diperciki air Klenteng, kemudian pada kepala diteteskan darah ayam jago putih, sebagai sarana agar iblis atau roh jahat lari ketakutan melihat sang Barongsai. (4) Kemudian kain merah penutup mata dan mulut Barongsai dilepas, pada mata Barongsai diberi tanda dengan cat merah, juga pada telinga, hidung dan mulutnya, ada pula yang memberi tanda pada kaki Barongsai. (5) Selanjutnya pada tanduk Barongsai dikaitkan kain merah dan daun jeruk. Kemudian Barongsai dan Liong akan dibawa atau diarak berkeliling

13 13 kota dimana sepanjang jalan banyak dijumpai orang yang memasang angpao yang digantungkan di depan pintu rumah atau toko yang kemudian akan disambar oleh Barongsai dan Liong yang melewatinya dengan mulutnya. Masyarakat percaya bahwa angpao yang mereka berikan sebagai ungkapan kegembiraan, permohonan untuk diberi keselamatan, karena warna merah pada angpao melambangkan ketulusan, kebahagiaan dan rejeki serta sebagai tolak bala yang akan mendapatkan balasan berpuluh kali lipat dari Tuhan. (c) Keroncong Maandarin, Musik keroncong dan musik Mandarin yang bernuansa tradisional menghasilkan satu karya seni yang penuh harmoni. Menurut penjelasan Andry, Keroncong Mandarin adalah musik keroncong yang dibawakan dengan peralatan musik Mandarin. Sementara langgamnya tetap keroncong, sehingga hasilnya tidak terlalu jauh dengan keroncong asli. Hanya saja kesan dan nuansanya jadi lain. Sebab, ada harmoni yang menyatu dengan antara langgam Jawa dengan Mandarin. Kota Solo sebagai salah satunya kota yang memiliki sang Maestro keroncong Gesang yang ahli dalam musik keroncong, dalam menyambut perayaan Imlek terdapat sejumlah rangkaian acara salah satunya adalah diadakannya Lomba Vokal Keroncong oleh Panita Imlek Bersama Surakarta 2012 pada hari Minggu 29 Januari 2012 sebagai wujud akuklturasi yang telah terjadi. Selain bertujuan untuk memeriahkan perayaan Chinese New Year 2563 sekaligus melestarikan budaya keroncong sesuai dengan pencanangan Kota Solo sebagai Kota Keroncong. Ketua Panitia Imlek Bersama Priyo Hadisutanto, menjelaskan bahwa lomba vokal keroncong Mandarin terbilang unik, karena perpaduan budaya antara Tionghoa dan Jawa, dimana lagunya Mandarin diiringi dengan musik keroncong, papar Priyo (Minggu, 29 Januari 2012). Antusiasme peserta luar biasa mulai dari usia anak-anak hingga dewasa, meskipun bisa menyanyikan lagu keroncong akan tetapi mereka masih ragu dalam melafalkan lagu dalam menggunakan bahasa Mandarin membuat mereka tetap ingin mencobanya untuk turut serta juga. Panitia menyediakan 3 lagu pilihan yang harus dapat dibawakan salah satu, yakni seperti Bengawan Solo/Shuo Luo He, Dayung Sampan/Tan Mi Mi dan Ni Zen Me Shuo.

14 14 PENUTUP KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Etnisitas di Sudiroprajan terlihat tidak menonjol di kalangan warga masyarakat Sudiroprajan yang terbentuk dari dua etnis yang berbeda latar belakang budaya. Kerukunan dan keharmonisan antar etnis Tionghoa dengan etnis Jawa terlihat dalam acara tradisi Grebeg Sudiro yang hanya ada di daerah Sudiroprajan yang memang merupakan daerah Pecinan. Grebeg Sudiro terbentuk karena adanya kesadaran dan kesengajaan dari warga Sudiroprajan untuk memperlihatkan kerukunan dan keharmonisan yang terbina di antara keduanya. Selain itu, acara Grebeg Sudiro juga menjadi suatu ciri khas dari daerah Sudiroprajan yang dapat membedakan dengan daerah lain yang juga diharapkan dengan adanya acara tersebut dapat mengangkat nama daerah Sudiroprajan kepada masyarakat luas dengan mengusung dan mengeluarkan segala potensi yang ada di Sudiroprajan. Acara Grebeg Sudiro ini berhasil menunjukkan kredibilitasnya, maksudnya acara tersebut telah mendapat apresiasi positif dari berbagai pihak terutama Pemkot Surakarta yang mendaulat Grebeg Sudiro sebagai event budaya tahunan Surakarta serta sebagai sarana dalam rangka promosi kota Solo sebagai kota pariwisata dan budaya. 2. Pelaksanaan prosesi upacara tradisi Grebeg Sudiro meliputi berbagai proses rangkaian acara yang harus dilewati diantaraya adalah persyaratan yang harus dipenuhi, perlengkapan upacara yang diperlukan, persiapan upacara tradisi Grebeg Sudiro yang harus dilakukan guna memperlancar jalannya acara pada saat puncak acara. Persyaratan dan perlengkapan upacara lebih kepada penetapan waktu dan tempat pelaksanaan serta benda-benda atau barangbarang yang diperlukan dalam menunjang pelaksanaan upacara Grebeg Sudiro. Sedangkan pada persiapan Grebeg Sudiro ini lebih berbeda, hal yang

15 15 menarik dalam persiapan ini adalah adanya acara malam sedekah bumi yang merupakan rangkaian acara dari Grebeg Sudiro di malam sebelum puncak acara berlangsung. Malam sedekah bumi dikenal dengan pra event sedekah bumi Bok Teko, dikarenakan sejarah yang telah terjadi di masa lampau. Acara tersebut berlangsung di malam hari dengan iringan musik dan tarian tradisional dari OBI yang di mulai dari start depan kelurahan Sudiroprajan diarak menyusuri kampung-kampung sampai menuju Bok Teko sebagai tempat acara berlangsung. Di sana diadakan doa keselamatan bangsa dan diakhiri dengan makan bersama. Setelah malam pra event terlaksana, puncak acara Grebeg Sudiro 15 Januari 2012 pun dimulai. Puncak acara Grebeg Sudiro merupakan sebuah kirab budaya beragam kesenian tradisional dari berbagai daerah yang mengiringi arak-arakan Gunungan kue keranjang sebagai brand atau ciri khas dari perayaan Grebeg Sudiro. Berakhirnya Grebeg Sudiro ditandai dengan rebutan kue kerannjang yang diincar oleh warga sekitar dan penonton yang diyakini membawa berkah dan penyalaan replika lampion Bok Teko dalam ukuran yang relatif besar yang tergantung di lantai atas Pasar Besar disusul nyala lampion-lampion kecil lainnya. 3. Akulturasi kebudayaan yang terjadi antara etnik Jawa dengan masyarakat Tionghoa dalam kampung Sudiro terlihat dalam perayaan pelaksanaan upacara tradisi Grebeg Sudiro. Pelaksanaan tradisi Grebeg Sudiro dari kebudayaan Jawa yang mengalami proses akulturasi dengan kebudayaan Tionghoa dalam Grebeg Sudiro yaitu pertama, tradisi gunungan ditemui atau dilakukan pada peristiwa tertentu seperti selamatan atau wilujengan serta acara grebeg sekaten yang di dalamnya selalu memunculkan gunungan sebagai ikon khusus yang biasanya terdiri dari hasil bumi dan sayuran, dalam Grebeg Sudiro gunungan tersusun atas gunungan kue ranjang. Kedua, akulturasi kebudayaan nampak pada pelaksanaan penampilan kesenian Liong dan Barongsay, pada pelaksanaan ini warga etnik Jawa dan warga etnik Tionghoa turut ambil bagian dalam pelaksanaan penampilannya. Pelaksanaan tradisi Liong dan Barongsay telah mengalami perubahan dari aslinya dan telah disesuaikan dengan kebudayaan setempat. Ketiga, bentuk akulturasi yang

16 16 terakhir nampak dalam kesenian dalam bidang seni musik, dimana musik tradisional jawa keroncong berkolaborasi dengan lagu Mandarin. SARAN Dari hasil penelitian di atas, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut : 1. Warga masyarakat etnik Jawa sebaiknya secara terbuka dapat saling mengormati warga masyarakat etnik Tionghoa dalam melaksanakan kegiatankegiatan dalam lingkup tradisi kebudayaan dan menerima kebudayaan Tionghoa seperti yang telah menjadi kesepakatan bersama. Dengan perkataan lain, golongan etnik Jawa di kelurahan Sudiroprajan telah memangku budaya Tionghoa. Dengan pengertian ini golongan etnik Jawa di kelurahan Sudiroprajan memiliki identitas etnik yang baru dan selanjutnya menerima perlakuan dari puhak lain di luar masyarkat Sudiroprajan sebagai konsekuensi dari identitas etnik baru yang dimiliki. 2. Warga masyarakat etnik Tionghoa hendaknya senantiasa terbuka dan bersedia untuk bekerja sama dalam mempertahankan hubungan yang telah terjalin dengan warga masyarakat etnik Jawa dalam melaksanakan segala macam bentuk kegiatan-kegiatan tradisi Grebeg Sudiro dan menerima kebudayaan Jawa seperti yang telah menjadi kesepakatan bersama. Dan menjaga keikutsertaan, peranan dan partisipasi warga masyarakat etnik Tionghoa dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di kampung Sudiro. 3. Pihak pemerintah kelurahan Sudiroprajan, sebaiknya berperan aktif dalam membantu dan memantau terus-menerus pelaksanaan hasil proses akulturasi ini, sehingga masing-masing warga masyarakat dapat melaksanakan segala macam bentuk kegiatan-kegiatan dengan baik, dan tidak ada lagi pihak-pihak yang saling dirugikan. Hal penting lainnya yaitu pihak pemerintah kelurahan Sudiroprajan hendaknya melakukan koordinasi para stafnya dengan baik sehingga tidak ada pembedaan perlakuan yang menyulitkan warga etnik Tionghoa dalam bidang administrasi kependudukan. DAFTAR PUSTAKA

17 17 BUKU Agus Hidayat, Purwani dan Prabandari Antara Tanah Air dan Leluhur. Tempo No. 48/ XXVIII/ 31 Januari 6 Februari. Arso Sastro, A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. Benny Juwono Etnis Cina di Surakarta Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM. Budhisantoso, S. 1985/1986. Arti Pentingnya Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mimbar Penyuluhan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta: Depdikbud. Budiono Herusatoto Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: PT. Hanindita. Burhan Bungin Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Coppel, Charles A Tionghoa Indonesia dalam Krisis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Daliman Antropologi Budaya. Surakarta: UNS Press Darori Amin Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media Geertz, Clifford Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Harsojo Pengantar Antropologi. Bandung: Bina Cipta. Hendro Puspito Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius. Huberman, Miles Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press. Imam Sutardjo Kajian Budaya Jawa. Surakarta: Jurusan Sastra Daerah FSSR UNS. Kartini Kartono Pengantar Metodologi Research Sosial. Bandung: Alumni. Koentjaraningrat Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Gramedia

18 Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. Leo Suryadinata Keturunan Cina dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: LP3ES Mahjunir Mengenal Pokok-Pokok Antropologi dan Kebudayaan. Jakarta: Bharata. Moleong, Lexy J Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Muhammad Natzir Metodologi Penelitian. Jakarta: Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Lokakarya. Nasution, Adham Sosiologi. Bandung: Alumni. Purwodarminto Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Rustopo Menjadi Jawa. Yogyakarta: Ombak. Sutopo, H.B Konsep-Konsep Dasar Penelitian Kualitatif. Surakarta. UNS Press. Spradley Metode Etnografi. Yogyakarta. Tiara Wacana. Sutrisno Hadi Metode Research Jilid II. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Soekmono Sejarah Kebudayaan Indonesia III. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Soerjono Soekanto Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta: Rajawali Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sidi Gazalba Pengantar Kebudayaan Sebagai Ilmu. Jakarta: Balai Pustaka Antropologi Budaya Gaya Baru. Jakarta: Bulan Bintang. Suseno, Franz Magnis Etika Jawa. Jakarta : Gramedia. Sunarmi, dkk Arsitektur dan Interior Nusantara Seri Jawa. Surakarta: Institut Seni Indonesia (ISI) Teddy Yusuf Sekilas Budaya Tionghoa di Indonesia. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.

19 19 Van Peursen Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Winanrno Surakhmad Dasar dan Teknik Research. Bandung: PT. Tarsito. Yin, Robbert K Studi Kasus. Jakarta: Raja Grafindo Persada. INTERNET Minggu, 7 Pebruari :44 jawa.html/ diakses WIB. ah/diakses pada Minggu, 7 Pebruari :26 WIB. pada 16 Juli 2011 pukul WIB _kue_keranjang_dira yah Agustus 2011 pukul WIB. tanggal akses tanggal 22 Juli 2011 pukul WIB. pada tanggal 12 gustus 2011 pukul WIB /diakses pada 7 Juli 2011 pukul WIB 22 Agustus 2011 pukul WIB). tanggal akses tanggal 22 Juli 2011 pukul WIB. pada tanggal 12 gustus 2011 pukul WIB

TRADISI GREBEG SUDIRO di SUDIROPRAJAN (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa) SKRIPSI. Oleh: TISSANIA CLARASATI ADRIANA K

TRADISI GREBEG SUDIRO di SUDIROPRAJAN (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa) SKRIPSI. Oleh: TISSANIA CLARASATI ADRIANA K TRADISI GREBEG SUDIRO di SUDIROPRAJAN (Akulturasi Kebudayaan Tionghoa dengan Kebudayaan Jawa) SKRIPSI Oleh: TISSANIA CLARASATI ADRIANA K4407042 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang berhubungan tentang rasial memang begitu banyak terjadi, baik dalam segi agama, budaya maupun etnis. Tetapi hal ini berbeda dengan apa yang terjadi di

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha. 1 (http://id.wikipedia.org/wiki/tahun_baru_imlek).

1 Universitas Kristen Maranatha. 1 (http://id.wikipedia.org/wiki/tahun_baru_imlek). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mendengar istilah Tahun Baru Imlek tentu semua orang sudah tidak asing lagi, ini dikarenakan Tahun Baru Imlek adalah sebuah tradisi yang tentunya sudah semua orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan upacara adat 1 Sura dalam pelaksanaanya terdapat dua

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan upacara adat 1 Sura dalam pelaksanaanya terdapat dua BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Proses pelaksanaan upacara adat 1 Sura dalam pelaksanaanya terdapat dua bentuk upacara yaitu Kirab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia memiliki beraneka ragam seni dan kebudayaan. Masing-masing memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelaksanaan upacara tradisional suatu masyarakat umumnya sangat menarik untuk diteliti, karena memiliki keunikan, kesakralan, dan nilai-nilai moral yang terkandung

Lebih terperinci

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PELAKSANAAN TRADISI MERON (Studi Kasus di desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati) NASKAH PUBLIKASI

ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PELAKSANAAN TRADISI MERON (Studi Kasus di desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati) NASKAH PUBLIKASI ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PELAKSANAAN TRADISI MERON (Studi Kasus di desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati) NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: NILAM FAHRIDA A 220080068 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Dalam pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai kedatangan Etnis Tionghoa ke Indonesia baik sebagai pedagang maupun imigran serta terjalinnya hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kebudayaan dan suku bangsa yang sangat beragam. Salah satu suku bangsa yang ada adalah suku bangsa Tionghoa. Akulturasi budaya Tionghoa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan dapat menimbulkan rasa solidaritas terhadap lingkungan sekitar. Tradisi ritual dalam

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D

STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR. Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D STUDI PENGEMBANGAN PECINAN LASEM SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA TUGAS AKHIR Oleh : Indri Wahyu Hastari L2D 304 155 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan

BAB I PENDAHULUAN. formal dalam bentuk sebuah negara. Sub-sub etnik mempunyai persamaanpersamaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki berbagai macam agama, suku bangsa dan keturunan, baik dari keturunan Cina, India, Arab dan lain-lain. Setiap golongan memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kraton Surakarta merupakan bekas istana kerajaan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II pada tahun 1744 sebagai

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. pemberontakan, dan masih banyak lagi yang lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang sadar akan pentingnya waktu. Dimensi waktu yang dilalui manusia selalu menghasilkan berbagai peristiwa penting, baik itu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Tionghoa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Suku Tionghoa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suku Tionghoa merupakan salah satu suku yang ada di Indonesia. Saat ini jumlah suku Tionghoa di Indonesia mencapai 3,7% dari penduduk Indonesia (nikodemusyudhosulistyo.wordpress.com).

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. masyarakat (Johanes Mardimin, 1994:12). Menurut Soerjono Soekanto, tradisi

II. Tinjauan Pustaka. masyarakat (Johanes Mardimin, 1994:12). Menurut Soerjono Soekanto, tradisi II. Tinjauan Pustaka A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tradisi Menurut Mardimin, tradisi adalah kebiasaan yang turun temurun dalam suatu masyarakat dan merupakan kebiasaan kolektif dan kesadaran kolektif sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. bersifat unik, karena pariwisata bersifat multidimensi baik fisik, sosial, 8 (PIS) adalah : barongsai, wayang orang dan wayang potehi yang bercerita tentang kerajaan cina kuno dan atraksi tersebut akan terus dikembangkan agar tetap menarik bagi pengunjung. BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat, meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai banyak kelebihan. Inilah yang disebut potensi positif, yakni suatu potensi yang menentukan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. untuk mendeskripsikan setting, asal-usul, prosesi, sesaji, makna simbolik, serta

BAB V PENUTUP. untuk mendeskripsikan setting, asal-usul, prosesi, sesaji, makna simbolik, serta BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian Ritual Malem Minggu Wage ini berlokasi di Gunung Srandil Desa Glempang Pasir, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap yang bertujuan untuk mendeskripsikan setting, asal-usul,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur

BAB V PENUTUP di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang dilakukan dengan judul Perayaan Tahun Baru Imlek 2015 di Bandung disimpulkan bahwa perayaan Imlek merupakan warisan leluhur yang patut dilestarikan oleh

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09.

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09. 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA IMLEK 2559 DAN CAP GO MEH 2008 Hari/Tanggal : Kamis, 21 Pebruari 2008 Pukul : 09.00 WIB Tempat : Panggung Kehormatan (Ex Bioskop Kota Indah) Jl. Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perayaan-perayaan hari raya tradisi di masyarakat Tionghoa mulai

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini perayaan-perayaan hari raya tradisi di masyarakat Tionghoa mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini perayaan-perayaan hari raya tradisi di masyarakat Tionghoa mulai diperkenalkan secara global. Mulai dari Imlek, Cap Go Meh, dan lain-lain. Salah satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita.

BAB 1 PENDAHULUAN. sakral, sebuah pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara pria dan wanita. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Selain merubah status seseorang dalam masyarakat, pernikahan juga merupakan hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat

BAB I PENDAHULUAN. penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu kelebihan bangsa Indonesia adalah adanya keanekaragaman penduduk. Penduduk yang terdiri dari berbagai macam suku, budaya, adat istiadat dan tentu masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Tionghoa yang datang dan menetap di Indonesia sudah memiliki sejarah yang panjang. Orang Tionghoa sudah mengenal Indonesia sejak abad ke 5 M, dan selama beberapa

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUA. budaya etnis Tionghoa, yakni Budaya Seni Tari Barongsai. Judul Tayangan : Liukan Barongsai

BAB I PEDAHULUA. budaya etnis Tionghoa, yakni Budaya Seni Tari Barongsai. Judul Tayangan : Liukan Barongsai BAB I PEDAHULUA 1.1 Topik dan/atau Judul Tayangan Topik yang dipilih oleh penulis adalah tentang melestarikan salah satu budaya etnis Tionghoa, yakni Budaya Seni Tari Barongsai. Judul Tayangan : Liukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul

BAB V KESIMPULAN. Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul 153 BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Cina Benteng di Tangerang Pada Masa Orde Baru (1966-1998) kesimpulan tersebut

Lebih terperinci

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul

Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul Persepsi Masyarakat terhadap Kirab Budaya dalam Nawu Sendhang Seliran di Mataram Islam Sayangan Jagalan Banguntapan Bantul Oleh : Etmi Amaneti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa amanetyetmi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat Indonesia yang tinggal di Kepulauan Nusantara dengan bangga dalam hal keanekaragaman kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barongsai berasal dari kata Barong dan Sai, barong adalah kata dalam

BAB I PENDAHULUAN. Barongsai berasal dari kata Barong dan Sai, barong adalah kata dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Barongsai adalah kesenian tradisional yang berasal dari Tiongkok. Barongsai berasal dari kata Barong dan Sai, barong adalah kata dalam bahasa Indonesia, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan 116 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil analisis semiotika dengan unsur tanda, objek, dan interpretasi terhadap video iklan pariwisata Wonderful Indonesia episode East Java, serta analisis pada tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kertas oleh Cailun yaitu pada zaman Dinasti Han Timur (tahun M ).

BAB I PENDAHULUAN. kertas oleh Cailun yaitu pada zaman Dinasti Han Timur (tahun M ). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lampion adalah sejenis lampu yang biasanya terbuat dari kertas dengan lilin di dalamnya. Lampion yang lebih rumit dapat terbuat dari rangka bambu dibalut dengan kertas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok

BAB I PENDAHULUAN. mereka sebut sebagai kepercayaan Tri Dharma. Perpindahan masyarakat Tiongkok BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mayoritas masyarakat Tiongkok memiliki tiga kepercayaan, yaitu ajaran Taoisme, Konghucu dan Buddhisme. Gabungan dari ketiga kepercayaan tersebut mereka sebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota

BAB I PENDAHULUAN. Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Kisaran adalah Ibu Kota dari Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara yang berjarak ± 160 Km dari Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara (Medan). Kota Kisaran

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014

Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014 Sambutan Presiden RI pd Silaturahim dg Paskibraka, di Jakarta, tgl.18 Agt 2014 Senin, 18 Agustus 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA SILATURAHIM PRESIDEN RI DENGAN PASKIBRAKA, PASUKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai halhal yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan nenek moyang. Sejak dulu berkesenian sudah menjadi kebiasaan yang membudaya, secara turun temurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus penduduk terpadat di Kabupaten Langkat. Kecamatan ini dilalui oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stabat adalah ibu kota Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Stabat memiiliki luas daerah 90.46 km², merupakan kota kecamatan terbesar sekaligus penduduk terpadat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian adalah suatu peristiwa sosial yang mempunyai tenaga kuat sebagai sarana kontribusi antara seniman dan penghayatnya, ia dapat mengingatnya, menyarankan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan kedatangan perantau dari Tiongkok dalam kurun waktu yang panjang, mereka pun membawa serta kebudayaan Tionghoa ke Indonesia. Orang Tionghoa sudah terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan memiliki wilayah kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Jember merupakan percampuran dari berbagai suku. Pada umumnya masyarakat Jember disebut dengan masyarakat Pandhalungan. 1 Wilayah kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat

I. PENDAHULUAN. masyarakat yang mendiami daerah tertentu mempunyai suku dan adat istiadat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman suku bangsa dan keanekaragaman kebudayaan yang akan menjadi modal dasar sebagai landasan pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari berbagai macam etnis suku dan bangsa. Keanekaragaman ini membuat Indonesia menjadi sebuah negara yang kaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Berelson dan Gary A. Steiner (1964) dalam Wiryanto (2004:7) Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta sebagai Ibukota Negara, sehingga eksistensi kebudayaannya juga

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta sebagai Ibukota Negara, sehingga eksistensi kebudayaannya juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya suatu daerah berkembang dari adat kebiasaan setempat, perilaku khusus etnis bersangkutan yang terus menerus dipupuk dan dipelihara dalam jangka panjang sehingga

Lebih terperinci

Makalah. Di susun guna memenuhi tugas. Dosen Pengampu : Di susun oleh. 1. Yudha arta mukti 2. Wahyu lelana 3. Sekarwati 4. Laily qodryati 5.

Makalah. Di susun guna memenuhi tugas. Dosen Pengampu : Di susun oleh. 1. Yudha arta mukti 2. Wahyu lelana 3. Sekarwati 4. Laily qodryati 5. Fenomena Dandangan dalam perspektif syiar islam Makalah Di susun guna memenuhi tugas Mata kuliyah : Ilmu dakwah Dosen Pengampu : Di susun oleh 1. Yudha arta mukti 2. Wahyu lelana 3. Sekarwati 4. Laily

Lebih terperinci

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO

BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO BENTUK, MAKNA, DAN FUNGSI PERTUNJUKAN KUDA LUMPING TURONGGO TRI BUDOYO DI DESA KALIGONO KECAMATAN KALIGESING KABUPATEN PURWOREJO Oleh : Dewi Kartikasari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid Usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik, dan memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara Republik Indonesia. Wilayah Jakarta terbagi menjadi 6 wilayah yang termasuk 5 wilayah kota administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku bangsa, beranekaragam Agama, latar belakang sejarah dan kebudayaan daerah.

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012 Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA PERAYAAN TAHUN BARU IMLEK 2563 TINGKAT NASIONAL

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian mengenai Tinjauan Filsafat Nilai Max Scheler terhadap Tarian Rakyat Ebleg Kebumen, dapat diambil kesimpulan berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian sebagai

Lebih terperinci

Toleransi antar etnis

Toleransi antar etnis Toleransi antar etnis di "Kota Cina Kecil" Lasem Sri LestariWartawan BBC Indonesia 19 Februari 2015 http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/02/150219_lasem_toleransi Image captionbangunan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun lingkungan sosial artinyahubungan antara manusia dengan lingkungan dihubungkan dengan tradisi masyarakat

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Koran Joglosemar

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Koran Joglosemar BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Analisis Koran Joglosemar Acara Grebeg Sudiro yang merupakan acara dari salah satu kampung di kota Solo, dimana dalam acara tersebut terdapat simbol akulturasi budaya Jawa dan Cina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan

BAB I PENDAHULUAN. dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah penduduk yang banyak dan tersebar di berbagai pulau. Setiap pulau memiliki ciri khas dan keanekaragaman masing-masing,

Lebih terperinci

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015

PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 PERANG TOPAT 2015 KABUPATEN LOMBOK BARAT Taman Pura & Kemaliq Lingsar Kamis, 26 November 2015 I. PENDAHULUAN. Lingsar adalah sebuah Desa yang terletak di Wilayah Kecamatan Lingsar Lombok Barat, berjarak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kalimantan Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan dan beribukotakan Pontianak. Luas wilayah provinsi Kalimantan Barat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Sulawesi Utara adalah salah satu provinsi yang dikenal dengan banyaknya tradisi, ritual dan adat istiadat, yang membentuk identitas dari Minahasa. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain keberagaman kebudayaan Indonesia, juga dikenal sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN. Selain keberagaman kebudayaan Indonesia, juga dikenal sebagai negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan Indonesia sangat beragam, mulai dari Sabang sampai Merauke. Masing-masing kebudayaan memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Selain keberagaman kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu jiwa (Sensus 2010) 1. Orang

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia yaitu jiwa (Sensus 2010) 1. Orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tiongkok adalah negara besar yang terkenal di seluruh dunia dan memiliki Tembok Besar (Great Wall) yang diakui sebagai salah satu dari 7 keajaiban dunia. Tiongkok merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang berbeda. Ini menjadi variasi budaya yang memperkaya kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab V membahas tentang simpulan dan saran. Mengacu pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG

PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN KAWASAN GEDONG BATU SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA DI SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang untuk memberikan salah satu rasa syukur kepada sang kuasa atas

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang untuk memberikan salah satu rasa syukur kepada sang kuasa atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upacara adat merupakan salah satu kebudayaan yang di turunkan oleh nenek moyang untuk memberikan salah satu rasa syukur kepada sang kuasa atas apa yang telah di berikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara mempunyai kebudayaan yang beraneka ragam. Keberagaman budaya tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda-beda sesuai adat dan kebiasaan masing-masing.

Lebih terperinci

PERGESERAN MAKNA SENI TARI PRAJURITAN DESA TEGALREJO KECAMATAN ARGOMULYO

PERGESERAN MAKNA SENI TARI PRAJURITAN DESA TEGALREJO KECAMATAN ARGOMULYO PERGESERAN MAKNA SENI TARI PRAJURITAN DESA TEGALREJO KECAMATAN ARGOMULYO 1 Dwiyan Novriawan, 2 Drs. Tri Widiarto, M.Pd. E-mail : 1 novriawan.dwiyan@gmail.com, 2 tri.widiarto@staff.uksw.edu ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah kehidupan manusia, kebudayaan selalu ada sebagai upaya dan kegiatan manusia untuk menguasai alam dan mengolahnya bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan suku bangsa. Masing-masing dari suku bangsa tersebut memiliki tradisi atau kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan manusia dengan hewan, tumbuhan, dan beberapa benda alam lainnya memiliki nilai spiritual. Anggapan ini membuat hewan, tumbuhan, dan beberapa benda

Lebih terperinci