Bab 7 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK KEKERABATAN TRADISIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 7 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK KEKERABATAN TRADISIONAL"

Transkripsi

1 Bab 7 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK KEKERABATAN TRADISIONAL P ada suatu hari 102, seorang ibu miskin membawa puteranya ke rumah sakit untuk diperiksa dokter. Kebetulan dokter yang bertugas saat itu bukan orang Manggarai. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter menduga kuat putera dari ibu berpenampilan miskin tersebut mengalami masalah dengan ginjalnya. Namun, melihat penampilan ibu yang sangat sederhana sang dokter pun tak sampai hati menyampaikan hasil diagnosanya. Dokter tersebut sadar betul bahwa sang pasien perlu menjalani cuci darah secara rutin dan itu berarti dibutuhkan biaya dalam jumlah yang sangat besar. Akhirnya, dokter itu hanya mengatakan supaya si sakit diopname saja. Baru beberapa hari di rumah sakit, pasien tersebut pun meninggal dunia. Ketika sang ibu mendapat informasi bahwa sebetulnya dokter tahu apa penyakit puteranya, ia pun merasa sangat terpukul. Sang ibu kecewa sekali karena dokter meragukannya bisa membiayai cuci darah. Dengan berurai air mata ibu itu pun memprotes keras, 102 Berdasarkan cerita Sr. Fransiska, P.Karm. Ibu yang dimaksud bukan warga Mondo melainkan orang Manggarai dari tempat lain. Kejadiannya terjadi tahun 2009 sebelum bulan Oktober, rumah sakitnya dirahasiakan. 159

2 Dokter mengapa tidak bilang anak saya sakit ginjal? Jangan pandang kami ini keluarga miskin. Walaupun miskin, kami ini keluarga besar! Walaupun miskin, kami ini keluarga besar, merupakan kalimat yang memiliki makna cukup dalam. Dokter yang bukan orang Manggarai itu tidak mengerti bahwa pasien yang ada di hadapannya merupakan salah satu anggota dari sebuah masyarakat komunal. Dalam sebuah komunitas masyarakat yang komunal, tak pernah terjadi seseorang hidup sendirian dalam kemiskinannya. Hampir setiap orang miskin di Manggarai dapat menjalankan kehidupannya dengan baik, karena bantuan seluruh anggota komunitas. Kehidupan setiap orang yang berdarah Manggarai, merupakan tanggung jawab dari seluruh anggota keluarga besarnya. Demikianlah masyarakat Manggarai hidup bersama dengan saling menolong satu sama lain karena hubungan kekerabatan yang terjalin akrab. Komunalitas tersebut masih terasa kuat hingga saat ini di Kampung Mondo. Rumah Stefanus Syukur merupakan rumah pribadinya, bukan mbaru gendang 103. Namun, hampir tidak ada seorang pun warga Mondo yang belum pernah menginjakkan kakinya di rumah Stefanus, seolah rumah tersebut adalah mbaru gendang, rumah adat yang menjadi milik seluruh warga kampung. Setiap orang bebas keluar masuk, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Bahkan, jika kebetulan sedang ada generator di rumah Stefanus karena ada acara tertentu, banyak pula warga yang ikut memanfaatkan tenaga listrik itu untuk kepentingan pribadinya. Rupanya, ini tidak berlaku di rumah Stefanus saja, tetapi hampir di setiap rumah orang Mondo. Setelah cukup lama melakukan penelitian di sana, dan setelah keluar masuk dari rumah ke rumah yang ada di Mondo, belum pernah sekalipun penulis disambut hanya oleh keluarga empunya rumah jika memasuki sebuah rumah. Selalu saja ada tetangga lain yang menyambut. Apalagi anak-anak, ke mana pun penulis pergi mereka akan selalu mengikuti; rumah mana pun yang dimasuki, mereka ikut masuki juga tanpa canggung dan sungkan. Tampak bahwa mereka sudah biasa keluar masuk di setiap rumah yang ada di Mondo. Seakan di hati setiap orang ada kesadaran yang membisikkan, Anakmu adalah anakku, anakku adalah anakmu. 103 Biasanya setiap warga kampung di Manggarai mempunyai rasa memiliki terhadap mbaru gendang yang menjadi pusat dari kehidupan adat istiadat mereka. 160

3 Suatu hari di awal tahun 2010, seorang bapak datang kepada penulis dan memohon, Suster, bisa datang ke rumah saya? Tolong doakan istri saya, terus terang saya bingung, sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Ada apa dengan istri Bapak? Dia stres berat Setelah tiba di rumah mereka ternyata terungkaplah kedua suami istri tersebut sering bertengkar sejak beberapa bulan terakhir. Hal ini menyebabkan sang istri sering murung berkepanjangan. Sebetulnya, sebelum mendoakan penulis ingin memancing lebih jauh masalah apa sebetulnya yang mengganjal di antara mereka berdua. Sayangnya, rumah mungil itu dipenuhi pula oleh pasangan suami istri lain dan anak-anak yang ikut masuk bersama penulis ketika memasuki rumah tersebut. Akhirnya, penulis tidak berani menanyakan apaapa, takut rahasia suami istri terbongkar di depan banyak orang. Sungguh komunal, benar-benar komunal! Jangan-jangan, masalah pribadi suami istri pun bisa menjadi masalah bersama di Mondo! Sudah sejak awalnya para leluhur orang Mondo mewariskan sebuah struktur sosial yang akhirnya membentuk mereka menjadi masyarakat yang komunal turun temurun. Struktur sosial ini terungkap dalam kekerabatan di kalangan mereka. Dengan perkataan lain, kekerabatan yang terjadi di Mondo lahir dari penghayatan spiritual tradisional mereka yang terpusat kepada leluhur. Bagaimanapun, pola spiritualitas sebuah kelompok masyarakat berkaitan erat dengan struktur masyarakat (Heuken 2002:20). Oleh karena itu, untuk dapat mempelajari modal spiritual di Mondo perlu mendalami sistem kekerabatan tradisional yang kemudian tertuang dalam struktur sosial mereka. Berikut ini akan diuraikan struktur sosial masyarakat Mondo, yang menunjukkan kekerabatan dan komunalitas yang terjadi di Mondo. Setelah melihat struktur sosial mereka, barulah dapat dimengerti mengapa kekerabatan yang lahir dari penghayatan spiritual, dapat mengalirkan sebuah jalinan sosial yang kelak dapat membuahkan pembangunan. Selain itu, bab ini akan menggambarkan pula berbagai simbol yang muncul dalam upacara adat. Dalam mempelajari modal spiritual, simbol-simbol yang muncul dalam berbagai ritual menjadi menarik karena fungsi simbol secara dasariah bersifat religius (Mircea Eliade dalam Susanto 1987). 161

4 KITA SEMUA ORANG SENDIRI Masyarakat Mondo merupakan masyarakat yang kompak, demikianlah kesan yang dapat ditangkap sepintas lalu oleh orang luar yang bergumul dalam kehidupan sehari-hari orang Mondo. Ternyata, kesan ini pun diakui oleh orang Mondo sendiri. Sejak dahulu kami selalu saling berbagi, sama rata semuanya pasti dapat, ungkap Petrus Banis dari Panga Teber di Mondo. Misalnya bagaimana? Dulu itu Bapak Tua 104 senang berburu. Pada waktu itu babi dan rusa banyak sekali, kita bisa sering makan daging. Setiap kali pulang berburu Bapak Tua pasti membagi-bagikan hasil buruannya. Semua orang dapat, termasuk janda-janda juga dapat. Kekompakan masyarakat Mondo dapat terlihat juga dari partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kegiatan bersama, baik itu kegiatan yang berkaitan dengan adat maupun pembangunan di kampung. Apakah yang menjadi akar dari kekompakan mereka? Kita semua orang sendiri, demikian cetus seorang bapak dalam sebuah kesempatan. Istilah kita semua orang sendiri ini rupanya tertanam cukup dalam di benak setiap warga Mondo. Ungkapan-ungkapan sejenis sering juga tercetus, misalnya, Suster nanti pulang diantar dengan bapak yang sedang berdiri di sana itu, ya? Dia orang kita juga. Ojek yang di sana itu masih orang sendiri. Mereka yang tinggal di Péot itu masih orang kita juga. Kekompakan warga Mondo tak dapat dilepaskan dari nilai-nilai yang tertanam dalam benak mereka ketika memandang sesamanya sebagai orang sendiri Yang dimaksud Bapak Tua di sini adalah Yoseph Majung, putera dari pendiri Kampung Mondo yang kemudian menjadi kepala kampung menggantikan ayahnya, Lupur. 105 Vel (2010) juga mengamati bahwa masyarakat Sumba mengenal pula istilah kitakita, bukan orang lain, dan orang luar dalam memandang sesamanya sehubungan dengan kekerabatan yang diatur dalam adat istiadat mereka. 162

5 Kekompakan dan rasa kebersamaan tersebut bersumber dari norma kekerabatan yang mereka junjung tinggi. Untuk dapat lebih mengenal kekerabatan di Mondo, perlu dipelajari terlebih dahulu sistem kekerabatan orang Manggarai pada umumnya. Masyarakat Manggarai menganut kehidupan klan patrilineal. Umumnya, mereka tinggal bersama dalam klannya masing-masing yang disebut dengan wa u. Dengan perkataan lain, wa u merupakan sekelompok orang yang memiliki leluhur yang sama dalam garis patrilineal (Lawang 2004:41-45). Setiap wa u tinggal bersama dalam sebuah kampung yang disebut dengan béo atau golo. Hubungan kekerabatan dalam klan yang berasal dari satu leluhur ini disebut Kekerabatan Aseka é. Wa u dipimpin oleh Tu a Wa u, yang umumnya bukan satu orang melainkan berupa kepemimpinan komunal. Apabila klan ini cukup besar, maka dibagi dalam beberapa sub klan yang disebut panga. Setiap panga juga dipimpin oleh Tu a Panga, yang tak jarang juga berupa kepemimpinan komunal. Satuan terkecil dari Wa u adalah keluarga bati yang disebut kilo. Kepala keluarga acapkali disebut juga sebagai Tu a Kilo. Satu wa u yang tinggal bersama di kampung halamannya memiliki status sebagai tuan tanah sekaligus penduduk asli di kampung tersebut. Orang Manggarai menyebutnya sebagai ata ici tana. Sedangkan keluarga pendatang yang bukan merupakan bagian dari wa u namun tinggal bersama di tempat itu disebut ata long. Para ata long ini biasanya tidak termasuk di dalam struktur lembaga adat di kampung tersebut. Walau begitu, dalam pertemuan bersama yang menyangkut kepentingan warga kampung, umumnya mereka selalu dilibatkan. Wa'u Panga Panga Panga Kilo Kilo Kilo Kilo Kilo Kilo Kilo Kilo Kilo Bagan 8 Kekerabatan Aseka é Mbaru gendang yang merupakan rumah adat di Manggarai umumnya dihuni oleh beberapa keluarga sekaligus. Mereka yang berhak tinggal di mbaru gendang adalah keluarga Tu a Wa u dan keluarga-keluarga perwakilan dari masing-masing panga. Mereka inilah yang kemudian membentuk 163

6 kepemimpinan komunal Tu a Gendang. Pembagian tanah, upacara adat, musyawarah untuk berbagai masalah penting, dilakukan di mbaru gendang ini di bawah pimpinan Tu a Gendang. Tak jarang yang menjadi Tu a Gendang adalah Tu a Wa u. Namun, ada juga yang memilih orang yang paling bijaksana di antara Tu a Panga yang ada dan mengangkatnya untuk menjadi Tu a Gendang, sementara Tu a Wa u adalah mereka yang paling diseniorkan dalam klan. Di Manggarai, ada sebuah falsafah yang menjadi dasar kehidupan seluruh masyarakat Manggarai, yaitu gendang oné lingko pé ang. Arti harfiahnya adalah gendang di dalam, kebun di luar. Sebagaimana bunyi falsafahnya, demikianlah pada kenyataannya dalam mbaru gendang selalu ada gendang yang digantung di tiang utama dan ada kebun kepemilikan kolektif di luar mbaru gendang. Gendang yang digantungkan di tiang utama tersebut digunakan dalam setiap upacara adat. Pesta-pesta adat Manggarai selalu diwarnai dengan pukulan gendangnya yang khas. 164 Gambar 19 Gendang dalam Niang Sita yang digantung pada tiang utama (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010) Selain itu, setiap mbaru gendang selalu mempunyai lingko atau kebun. Lingko ini umumnya berbentuk lingkaran dan menjadi hak milik mbaru gendang. Falsafah ini hendak menunjukkan bahwa kehidupan orang Manggarai tak dapat dipisahkan dari mbaru gendang dan kebunnya. Adapun bentuk lingkaran dari lingko menunjukkan kekomunalan mereka. Kebun itu merupakan kebun bersama, dan dikerjakan secara bersama pula. Bisa dikatakan mayoritas masyarakat Manggarai adalah petani. Sejak semula, kampung-kampung orang Manggarai selalu berada di gunung-gunung, di tempat yang terpencil dan sulit

7 dijangkau. Mereka sengaja menempatkan diri di pedalaman agar tidak mudah diserang musuh. Itulah sebabnya sulit dijumpai kampung adat orang Manggarai di tepi pantai. Dengan demikian, sejak zaman dahulu masyarakat Manggarai hidup dari berkebun dan berburu. Kini setelah margasatwa semakin langka, mereka hidup dari berkebun atau bertani saja. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari yang tak dapat dipisahkan dari mbaru gendang dan kebun, masyarakat Manggarai memiliki seperangkat lembaga adat yang terdiri dari Tu a Golo/Tu a Béo, Tu a Gendang, Tu a Teno, dan Tu a Panga. Tak jarang, Tu a Wa u menjabat sebagai Tu a Golo dan Tu a Gendang sekaligus. Tu a Wa u adalah yang dituakan dalam jajaran kekerabatan Aseka é, dilihat dari senioritasnya dalam Wa u. Sedangkan Tu a Golo atau Tu a Béo adalah orang yang dipercayakan untuk memimpin kampung, yang dalam bahasa Manggarai disebut béo atau golo. Tu a Golo inilah yang bertugas menggerakkan masyarakat kampung dalam berbagai pembangunan di kampung tersebut. Apabila ada perselisihan di dalam kampung, Tu a Golo jugalah biasanya yang bertugas untuk mendamaikan dan meredam konflik. Adapun Tu a Gendang adalah orang yang mengepalai mbaru gendang dan berhak atas gong dan gendang yang menjadi perangkat upacara adat. Setiap musyawarah penting yang menyangkut kepentingan seluruh Wa u biasanya dilakukan di mbaru gendang. Tu a Gendang bertugas memimpin musyawarah tersebut, juga ia pula yang memimpin setiap upacara adat. Sahnya sebuah lingko juga ditandai dengan adanya Tu a Gendang yang bertanggung jawab secara adat dalam pembukaan kebun (Mennes 1929). Tu a Teno merupakan anggota perangkat lembaga adat di bawah Tu a Gendang, yang ditunjuk langsung oleh Tu a Gendang sebagai penanggung jawab lingko atau kebun. Tu a Teno ini bertugas membagi kebun untuk seluruh penduduk di kampung termasuk mengawasi pula cara pengolahannya. Ia juga bertugas sebagai pemimpin religius dan mengetuai upacara-upacara adat di kebun. Oleh karena itu, seorang Tu a Teno haruslah suci dan umumnya memiliki kekuatan magis. Jika seorang Tu a Teno melakukan perbuatan yang tidak pantas, ia akan dilepaskan dari jabatannya (Mennes 1929). Tu a Panga tidak selalu ada dalam setiap wa u. Biasanya panga ini muncul dalam wa u yang sudah cukup besar jumlah anggotanya sehingga perlu dibagi lagi dalam beberapa sub klan yang disebut panga. Tu a Panga bertugas memimpin musyawarah dan menyelesaikan segala persoalan yang ada di dalam panganya. Apabila ada masalah yang tidak dapat diselesaikan di dalam panga, tugas Tu a Pangalah untuk meneruskannya ke Tu a Golo. Para Tu a Panga ini 165

8 pula yang paling diandalkan untuk membantu Tu a Golo dan Tu a Gendang dalam segala urusan. Biasanya, Tu a Teno dipilih dari salah satu Tu a Panga yang bijaksana dan berpengalaman. Tu'a Gendang / Tu'a Golo Tu'a Teno Tu'a Panga Tu'a Panga Tu'a Panga Tu'a Kilo Tu'a Kilo Tu'a Kilo Tu'a Kilo Tu'a Kilo Tu'a Kilo Anggota Keluarga Anggota Keluarga Anggota Keluarga Tu'a Kilo Anggota Keluarga Anggota Keluarga Anggota Keluarga Bagan 9 Struktur Lembaga Adat Masyarakat Manggarai Demikianlah sebuah klan di Manggarai yang terjalin dalam Kekerabatan Aseka é memiliki struktur sosialnya yang khas. Oleh karena mereka hidup bersama dalam sebuah kampung yang sama, maka dalam struktur sosial mereka ada perangkat lembaga adat yang mengatur roda kehidupan sehari-hari. Inilah kekhasan pemerintahan kampung tradisional di Manggarai, yaitu seluruh perangkatnya merupakan satu keluarga. Adapun mereka yang berstatus pendatang atau ata long umumnya tidak masuk ke dalam struktur pemerintahan adat. Bisalah dimengerti sekarang, mengapa masyarakat Manggarai merupakan masyarakat yang komunal. Struktur sosial mereka yang telah diatur oleh tradisi secara turun temurun telah mengikat mereka dalam sebuah komitmen untuk hidup bersama, seorang bagi yang lain. Adapun pemangku adat di Kampung Mondo tidak lain merupakan keturunan dari Brambang Riwu di Waling. Mereka yang menjabat sebagai Tu a Golo di Kampung Mondo dari waktu ke waktu adalah para putera keturunan Nggulung. Saat ini, kedudukan Tu a Golo dijabat oleh Stefanus Syukur. Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab pertama, yang tinggal di Kampung 166

9 Mondo bukanlah seluruh wa u melainkan sebagian kecil saja dari wa u Brambang Riwu, Waling. Oleh karena itu, jumlah mereka tidak banyak. Komposisi pendatang atau ata long di Mondo jauh lebih besar daripada klan Waling yang menjadi ata ici tana. Oleh karena jumlah ata ici tana hanya sedikit dibandingkan ata long, struktur sosial di Kampung Mondo menjadi agak unik. Keunikan pertama, panga-panga yang ada didominasi oleh para pendatang, atau mereka yang berstatus ata long. Mereka adalah Panga Waling, Teber, Wodo, Pau, Poka, dan Carep dengan dipimpin Tu a Panganya masing-masing. Semua Tu a Panga ini berada di bawah kepemimpinan Tu a Golo yang berasal dari Brambang Riwu, Waling. Di antara masing-masing panga di kampung lain, biasanya terjalin kekerabatan Aseka e karena mereka merupakan keluarga besar satu klan yang berasal dari satu leluhur. Namun, panga-panga yang ada di Mondo tidak berasal dari leluhur yang sama. Kebersamaan mereka dalam kehidupan di Kampung Mondo membentuk sebuah kekerabatan baru, yaitu kekerabatan warga kampung. Mereka menyebutnya pa ang ngaung olo musi. Pa ang ngaung sendiri secara harfiah artinya halaman depan kampung. Adapun olo musi berarti ujung paling belakang. Dengan demikian, pa ang ngaung olo musi hendak menunjukkan kekerabatan seluruh warga kampung mulai dari yang tinggal di ujung kampung yang satu hingga ujung yang lain. Kekerabatan ini tak kalah eratnya dengan jenis kekerabatan lainnya yang terjadi karena hubungan darah maupun perkawinan. Dengan demikian, struktur sosial di Kampung Mondo terjadi karena adanya kekerabatan aseka é dan pa ang ngaung olo musi. Sebetulnya, di kampung-kampung Manggarai lainnya berlaku pula pa ang ngaung olo musi, tetapi didominasi oleh ata ici tana. Sebaliknya, di Mondo pa ang ngaung olo musi didominasi oleh ata long. Selain itu, struktur sosial Kampung Mondo dipengaruhi pula oleh Gereja dan Administrasi Pemerintahan. Oleh Paroki Borong, Mondo dibagi menjadi 3 kelompok basis yang biasa disingkat menjadi Mondo 1, Mondo 2, dan Mondo 3. Salah satu tujuannya adalah agar dapat menjadi perpanjangan tangan Paroki dalam menjalankan program-program parokial. Pada praktiknya sehari-hari, kelompok basis ini seringkali juga dipakai oleh orang Mondo untuk keperluan lain. Misalnya, kerja bakti pemeliharaan jalan yang menuju Waéreca dilakukan oleh Mondo 1 sedangkan jalan menuju Longko dilakukan oleh Mondo 2. Jadi, tak jarang beberapa kepengurusan kampung dijalankan oleh para pengurus Mondo 1, Mondo 2, dan Mondo 3 di bawah koordinasi Tu a Golo. Adapun para 167

10 pengurus baik di Mondo 1, 2, maupun 3 tidak hanya semata ata ici tana, tetapi ata long juga berpartisipasi di dalamnya. Sedangkan administrasi pemerintahan terjadi juga di Kampung Mondo sebagaimana kampung-kampung lainnya, yaitu adanya RT dan RW di bawah Kepala Dusun. Keunikan yang menonjol dalam struktur sosial di Mondo, yaitu ata long bisa menempati posisi yang tinggi dalam struktur sosial. Jabatan Tu a Golo selama ini hanya dipegang oleh para ata ici tana, keturunan Nggulung. Namun, jabatan pengurus Mondo 1, 2, dan 3 bisa dijabat oleh ata long. Ini terjadi karena pihak Gereja tidak membedakan asal klan dalam memilih pengurusnya. Sebetulnya di kampung-kampung lain juga demikian, jabatan pengurus komunitas basis gerejawi bisa dipegang oleh pendatang pula. Perbedaannya adalah pembagian kelompok basis gerejawi di Mondo dipakai juga untuk keperluan lain yang non gerejawi. Dengan demikian, para pengurus kelompok basis tersebut terjun pula mengurus hal-hal kampung di luar urusan Gereja. Ditambah lagi, pertemuan-pertemuan doa dilakukan cukup sering di Mondo. Akibatnya, dalam keseharian masyarakat kampung, para pengurus kelompok basis ini memiliki posisi yang tinggi dalam struktur sosial. Demikian juga jabatan Tu a Panga yang di kampung-kampung lain biasanya merupakan otoritas ata ici tana, di Kampung Mondo dijumpai Tu a Panga dijabat oleh ata long. Ini berarti, tercipta sebuah bentuk baru dari kekerabatan di Kampung Mondo. Kerabat yang berarti saudara, bagi orang Mondo berkembang dari yang ada hubungan darah ke sesama penduduk satu kampung dan satu Gereja. Kita semua orang sendiri, demikian orang Mondo memandang tetanggatetangganya satu sama lain. Tu a Golo Mondo 1 Mondo 2 Mondo 3 Tu a Panga Waling Tu a Panga Teber Tu a Panga Wodo Tu a Panga Pau Tu a Panga Poka Tu a Panga Carep Bagan 10 Struktur Sosial di Kampung Mondo 168

11 KEKERABATAN DALAM TATA RUANG BUDAYA Masyarakat komunal satu klan biasanya tinggal bersama di sebuah kampung dengan mbaru gendang sebagai pusat kehidupan mereka. Setiap keluarga bagaikan satelit di sekeliling mbaru gendang dengan orbitasinya masing-masing. Tentu saja, ata long tinggal di orbit terluar dari mbaru gendang sedangkan ata ici tana di bagian dalam. Namun, ata ici tana pun memiliki orbitnya sendiri. Mereka yang tergolong sebagai Tu a Gendang berada di pusat orbitasi, melekat dengan mbaru gendang karena tinggal di sana. Seringkali mereka yang berada di posisi pusat adalah anak sulung atau keturunan sulung. Oleh karena itu, mereka yang berada di orbitasi lebih luar tidak lain adalah mereka yang berstatus bukan anak sulung atau bukan keturunan sulung. Akan tetapi, dalam perkembangannya sekarang ini, cukup banyak mbaru gendang yang tidak dihuni oleh anak sulung atau keturunan sulung. Kemajuan zaman telah mengubah banyak kehidupan sosial masyarakat Manggarai. Para anak sulung yang mulai bergerak ke sektor jasa untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya perlu mendekat ke kota sehingga tak dapat lagi tinggal di mbaru gendang. Itulah sebabnya di zaman modern ini, penghuni mbaru gendang tidak harus yang sulung melainkan anggota keluarga gendang yang bisa tinggal di sana. Gambar 20 Mbaru gendang di Jawang, kampung tetangga Mondo (Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010) 169

12 Orbitasi ini tidak ditentukan dari letak geografis rumah penduduk terhadap mbaru gendang, tetapi sejauh mana peranan dan hak suaranya di mbaru gendang. Ini sangat tergantung dengan status mereka dalam kekerabatan Aseka é. Mereka yang tinggal di mbaru gendang memiliki peranan dan hak suara paling besar dalam kehidupan masyarakat adat, karena merekalah yang mengatur segala sendi kehidupan masyarakat yang sebagian besar ditandai dengan aturan dan upacara adat. Semakin jauh seseorang dari pusat orbit, semakin kecil peranan dan dominasi suaranya di mbaru gendang. Ata Long Para pendatang berada di orbitasi terluar dari rumah gendang Ata ici tana (Kerabat tidak terlalu dekat) Ata ici tana (Kerabat dekat) Rumah Gendang Kerabat dekat dengan keluarga penjaga rumah gendang Tu'a Gendang Para keluarga yang tinggal di rumah gendang dan masuk dalam jajaran kepemimpinan komunal Tu'a Gendang. Bagan 11 Orbitasi masyarakat terhadap mbaru gendang Namun, situasi umum Manggarai seperti yang digambarkan di atas tidak berlaku di Kampung Mondo. Kepemimpinan komunal Tu a Gendang terdiri dari para Tu a Panga, padahal para Tu a Panga kebanyakan berstatus pendatang. Dengan demikian, para pendatang memasuki pusat orbitasi kelembagaan adat di Mondo. Walaupun di Mondo tidak ada mbaru gendang, namun kehidupan masyarakat Mondo yang terpusat pada keluarga besar Waling menjadikan mereka seolah hidup dengan mbaru gendang sebagaimana masyarakat Manggarai lainnya. Titik perbedaannya adalah kedekatan seseorang dengan pusat orbitasi tidak semata ditentukan oleh kekerabatan aseka é tetapi juga kekerabatan pa ang ngaung olo musi. 170

13 Béo atau Golo Kekomunalan masyarakat Manggarai terungkap dari cara hidup mereka yang tinggal berkelompok dalam wa unya masing-masing. Setiap wa u tinggal bersama dalam sebuah kampung yang disebut béo atau golo. Banyak orang Manggarai masa kini tidak terlalu mengerti apa bedanya béo dengan golo; seringkali mereka menganggapnya sama saja, yaitu kampung. 106 Lawang (2004:49-50) menyebutkan ada perbedaan antara béo dan golo. Semua béo adalah golo, tetapi tidak semua golo adalah béo. Béo merupakan satuan tempat tinggal nenek moyang satu wa u, dengan perkataan lain merupakan kampung atau tempat asal sebuah klan. Sedangkan golo merupakan kampung yang belum tentu merupakan tempat asal dari wa u yang diam di sana. Misalnya, sebuah wa u telah melakukan migrasi, maka kampung barunya tidak dapat lagi disebut sebagai béo tetapi golo. Golo sendiri dalam bahasa Manggarai artinya adalah bukit. Sejak zaman dahulu, kampung-kampung masyarakat Manggarai berada di bukit-bukit atau daerah pegunungan. Itulah sebabnya kampung mereka disebut juga sebagai golo. Di kampung adat itulah masyarakat hidup secara komunal, dengan memiliki golo bersama, mbaru gendang bersama, kebun bersama, sumber air bersama, halaman bersama, dan kuburan bersama. Selain dihuni oleh sebuah wa u, sering juga ada para pendatang yang tinggal bersama di golo tersebut. Para penghuni asli suatu golo yang biasa disebut ata ici tana, mengklaim bahwa tanah seluruh golo tersebut merupakan milik mereka secara ulayat. Adapun para pendatang yang biasa disebut ata long hanya bisa mendapatkan tanah dan mengolahnya atas restu ata ici tana, dalam hal ini oleh Tu a Teno atas nama Tu a Gendang dan Tu a Golo. Biasanya, rumah-rumah penduduk dalam sebuah golo disusun melingkar mengelilingi sebuah lapangan luas yang disebut natas. Tidak sembarang kampung dapat menjadi sebuah béo atau golo. Untuk dapat menjadi sebuah kampung adat, sebuah béo atau golo harus memiliki unsur-unsur tertentu, yaitu mbaru gendang, waé téku, compang, natas, dan boa. Seluruh unsur itu lahir dari kekerabatan yang kuat di kalangan masyarakat, sehingga segala unsur penting dalam kehidupan bersama tersebut menjadi milik bersama pula. Berikut ini akan diuraikan masing-masing unsur tersebut sehingga dapat diperoleh 106 Selama penelitian sempat ditanyakan kepada masyarakat biasa hingga para tokoh adat mengenai apa perbedaan béo dan golo. Rata-rata menjawab keduanya sama saja. 171

14 gambaran bagaimana kekerabatan masyarakat Manggarai yang hidup komunal dalam tata ruang budaya kehidupan bersama. Mbaru Gendang Mbaru gendang merupakan rumah adat Manggarai, yang menjadi pusat kehidupan adat istiadat seluruh kampung. Di tempat inilah segala ritus adat dijalankan dan juga menjadi pusat pengaturan kehidupan sosial masyarakat adat. Tidak semua orang berhak tinggal di mbaru gendang, hanyalah mereka yang dituakan sebagai Tu a Gendang dan perwakilan tiap panga yang dapat tinggal di sana. Di tengah mbaru gendang umumnya ada tungku yang menjadi pusat kehangatan untuk seluruh penghuni mbaru gendang. Masak memasak juga seringkali dilakukan di tungku tersebut. Itulah sebabnya kebiasaan Manggarai untuk menikahi saudara sepupu disebut dengan kawin tungku, karena mereka hidup dari tungku yang sama. Apabila suatu wa u mengutus salah satu sub klannya ke tempat lain dan mendirikan mbaru gendang sendiri di tempat yang baru, disebut dengan istilah pecah tungku. Masih di bagian tengah rumah berdiri tegak tiang utama yang sering disebut siri bongkok. Di tiang itulah digantungkan gendang dan gong yang digunakan dalam upacara adat. Sepanjang sisi mbaru gendang ada kamar-kamar dengan luas sekitar 2x2 m. Setiap kamar ini dihuni oleh satu keluarga. Pada zaman dahulu, jumlah orang yang tinggal di mbaru gendang bahkan dapat mencapai 200 orang, karena seorang pria bisa mempunyai lebih dari satu istri dan banyak anak. Namun, bukan hanya di mbaru gendang saja, di rumah-rumah lainnya pun biasanya tinggal beberapa keluarga sekaligus. Sudah menjadi hal yang biasa di rumah-rumah orang Manggarai, ada seorang tua yang berbaring dalam sakrat maut di sebuah kamar, sementara ada seorang bayi yang sedang berjuang untuk lahir ke dunia di kamar yang lain. Suasana serba komunal, setiap hari dilewatkan dalam kebersamaan sebagai satu keluarga besar. Untuk dapat mendirikan sebuah mbaru gendang, diperlukan upacara adat tertentu dari tahap ke tahap. Seluruh masyarakat kampung berpartisipasi dalam semua tahapan tersebut. Upacara adat ini sudah dilakukan bahkan sejak mulai memilih dan menebang kayu yang akan dijadikan tiang utama rumah. Tiang utama dan atap mbaru gendang mengungkapkan juga kehidupan komunal masyarakat Manggarai. Tiang yang disebut siri bongkok ini berdiri gagah hingga menjulang ke pucuk atap rumah berujungkan wajah manusia dan tanduk kerbau yang disebut sebagai Periuk Persembahan dan Rangga Kaba. 172

15 Bagaimana komunalitas masyarakat Manggarai terungkap dari atap mbaru gendangnya? Di puncak atap mbaru gendang ada sebuah simbol yang disebut Periuk Persembahan. Bentuknya adalah seperti wajah manusia. Lambang ini menjadi tanda kehadiran Wujud Tertinggi yang menjadikan segala sesuatu. Orang Manggarai percaya bahwa Wujud Tertinggi senantiasa ada, bahkan sejak zaman nenek moyang masih hidup di dunia. Wujud Tertinggi ini tak dapat dilihat oleh manusia. Ia harus selalu disembah, diberi makan, supaya tidak murka kepada manusia. Keselamatan dan ketentraman kehidupan manusia sangat tergantung dari Wujud Tertinggi tersebut. Melekat dengan Periuk Persembahan ada tanduk kerbau yang disebut Rangga Kaba. Simbol ini merujuk kepada manusia, karena kehidupan orang Manggarai erat dengan kerbau. Kerbau merupakan pembantu utama dalam membajak sawah, pemikul beban, pembayar belis untuk pernikahan, juga dibutuhkan untuk berbagai upacara adat. Rangga Kaba merujuk kepada manusia karena kerbau merupakan lambang kekuatan dan pekerja keras. Dipercaya bahwa leluhur orang Manggarai menginginkan keturunan mereka kuat dan rajin bekerja seperti kerbau. Mbaru gendang yang lama umumnya beratap ijuk dengan model bulat mengerucut. Namun, mbaru gendang yang lebih baru banyak yang sudah menggunakan atap seng berbentuk trapesium. Walaupun demikian, konsepnya tetap mengerucut di tengah berpuncakkan Periuk Persembahan dan Rangga Kaba. Bentuk atap yang mengerucut di tengah ini menjadi simbol persatuan yang menjiwai seluruh aktivitas sosial masyarakat (Mennes 1929). Apabila dilihat bagian dalam mbaru gendang, kuda-kuda atap rumah yang disebut kinang mengarah ke satu titik puncak. Di bagian teratas yang menjadi persemayaman Wujud Tertinggi, seringkali juga disimpan barangbarang pusaka yang dikeramatkan. Kinang-kinang ini melambangkan sub klan atau panga. Antar kinang diikat dengan tali ijuk yang menjadi lambang kesatuan. Ujung kuda-kuda yang disebut sebagai lobo kinang menuju puncak bumbungan atap rumah. Ini melambangkan loyalitas seluruh anggota wa u kepada pucuk pimpinan yang dilambangkan oleh siri bongkok. Dalam tradisi masyarakat Manggarai ada sebuah falsafah yang disebut Reje Leleng Bantang Cama. Falsafah ini mencerminkan nilai-nilai musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama. Jadi, biasanya para anggota wa u duduk bersama di mbaru gendang untuk memusyawarahkan sesuatu. Forum seperti itu disebut Lonto Léok yang kurang lebih berarti duduk melingkar, biasanya dipimpin langsung oleh Tu a Gendang atau Tu a Golo. Sikap persatuan, solidaritas, musyawarah bersama, dengan Tu a Adat sebagai pusat inilah yang diungkapkan oleh bagian atas mbaru gendang orang Manggarai. 173

16 Gambar 21 Bagian atap Niang Sita dilihat dari dalam (1: siri bongkok, 2: tempat menyimpan barang pusaka, 3: lobo kinang, Sumber: H.A. Tjondro Sugianto 2010) Walaupun mbaru gendang begitu sakral dan nyaris tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Manggarai, di Mondo tidak pernah ada mbaru gendang hingga sekarang. Dahulu ketika masih di Ragok, Lupur sempat hendak mengusahakan pendirian mbaru gendang karena didorong oleh mimpinya. Akan tetapi, sejak terjadinya musibah di Kampung Ragok sebelum tahun an 107, tak pernah lagi ada usaha untuk mendirikan mbaru gendang di tengah keturunan Nggulung. Alasan utama sebetulnya bukanlah musibah tersebut, namun lebih-lebih karena jumlah mereka yang masih sangat sedikit. Apabila dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya, jumlah anggota wa u yang tinggal bersama dalam satu kampung banyak sekali, bisa mencapai ratusan orang. Adapun di Kampung Mondo, mereka yang masih tergolong keluarga besar Brambang Riwu hanya berjumlah sedikit saja, tidak lebih dari 20 KK. Bahkan, pada awal berdirinya Kampung Mondo, hanya ada satu keluarga Waling saja di sana. Padahal, konsekuensi memiliki mbaru gendang sangat besar. Ada begitu banyak upacara adat yang harus dilaksanakan dan itu berarti dibutuhkan keterlibatan banyak orang. Itulah sebabnya hingga kini tidak didirikan mbaru gendang di Kampung Mondo. Bahkan, sekarang sudah tidak mungkin lagi didirikan mbaru gendang di Kampung Mondo, karena lingko sudah dibagi-bagikan dan kini memiliki status kepemilikan tetap. Padahal, tidak mungkin ada mbaru gendang jika tidak ada lingko. Sebuah mbaru gendang harus memiliki sebidang tanah yang cukup luas untuk dijadikan lingko atau kebun kolektif. 107 Kisah lengkapnya dapat dilihat pada Bab IV. 174

17 Waé Téku Waé téku merupakan tempat masyarakat golo memperoleh airnya untuk kehidupan sehari-hari. Arti dari waé téku sendiri sebetulnya adalah air timba (Nggoro 2006:36). Maksudnya, di sanalah terdapat air yang dapat ditimba oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Jika di kampung tersebut ada mata air, biasanya mata air itulah yang menjadi waé téku mereka. Namun, jika mata air tidak ada, waé téku bisa dalam bentuk apa saja seperti sungai, pancuran, bak penampungan, dan sebagainya. Kampung Mondo juga mempunyai Waé tékunya sendiri. Dahulu, setiap ada upacara adat, masyarakat Mondo rajin datang ke Waé téku. Waé téku tersebut tidak lain adalah suatu bagian dari Sungai Waéreca yang terletak di daerah Mondo 1. Ke sanalah biasanya masyarakat mengambil segala kebutuhan airnya. Setelah Kampung Mondo berkembang sehingga ada Mondo 2 dan Mondo 3, masyarakat mengambil air ke Sungai Waéreca di bagian yang terdekat dengan rumahnya. Walaupun demikian, Waé téku tetap berada di Sungai Waéreca yang mengalir di dekat Mondo 1. Setelah Tu a Golo mengalami transformasi dalam penghayatan spiritualitasnya, Waé téku Mondo tak pernah lagi dilibatkan dalam upacaraupacara adat. Fungsinya kini tak beda dengan bagian Sungai Waéreca lainnya, yaitu memenuhi segala kebutuhan penduduk akan air. Biasanya masyarakat datang ke sungai dengan membawa jerigen. Setelah itu, mereka pulang mendaki bukit untuk mencapai kampungnya dengan membawa jerigen-jerigen penuh berisi air untuk kebutuhan di rumah. Compang Compang merupakan mezbah persembahan yang terdapat di setiap golo. Biasanya terbuat dari batu-batu yang disusun sehingga memungkinkan penduduk meletakkan sesajian di atasnya. Seringkali di dekat compang orang menanam pohon besar, seperti misalnya beringin atau kayu dadap. Ketika Lupur mendapatkan wangsit untuk mendirikan mbaru gendang, ia mempersiapkan pula compang yang oleh masyarakat setempat disebut Batu Naga. Setelah terjadi musibah endemi di kampung Ragok, Lupur pindah ke Mondo sambil menggotong calon compang tersebut. Di Mondo, Batu Naga berfungsi sebagai compang kampung pada awalnya. Namun, sejak sekitar tahun 175

18 1994, compang tersebut hanya digunakan oleh keluarga-keluarga tertentu saja yang ingin melakukan upacara adat secara intern keluarga. Adapun dalam skala kampung, compang tersebut sudah tidak dipergunakan lagi karena Tu a Golo Mondo telah memutuskan untuk tidak lagi mengadakan berbagai upacara adat yang bertentangan dengan iman kristiani. 176 Boa Boa merupakan pekuburan umum bagi masyarakat di sebuah golo. Umumnya orang Manggarai yang sudah meninggal dunia dimakamkan di dekat kuburan sanak saudara atau leluhur sesuai garis keturunan terdekat (Nggoro 2006:40). Dengan adanya endemi di Ragok sebelum tahun 1950-an, tempat tersebut menjadi kuburan massal. Selain di Ragok, masyarakat Mondo juga mempunyai sebuah lahan yang dijadikan pekuburan bagi masyarakat Mondo yang meninggal. Tempat itu menjadi Boa Mondo. Walaupun demikian, ada juga keluarga-keluarga tertentu yang menguburkan jenazah orang tuanya di halaman rumahnya. Stefanus Syukur memakamkan kedua orang tuanya Yoseph Majung dan Monika Setia di samping rumahnya. Supaya dekat dengan kami dan kami mudah jika ingin berdoa dan membersihkan kubur, demikian alasan Stefanus. Menjelang akhir tahun 2009 terjadi sebuah peristiwa yang mempunyai potensi konflik berkaitan dengan Boa di Ragok. Sebagaimana diketahui, musibah endemi puluhan tahun yang lampau tak memungkinkan orang yang meninggal saat itu mendapatkan kuburan yang layak. Dalam sehari yang meninggal bisa lima sampai sepuluh orang. Warga menjadi panik dan tak sempat membuat kuburan yang pantas karena banyaknya yang meninggal setiap harinya. Terkadang, satu lubang diisi beberapa jenazah sekaligus. Oleh karena itu, kini wilayah tersebut tidak terlalu kelihatan seperti kuburan, dan sampai di mana batas-batasnya juga tidak jelas. Walaupun demikian, para tu a adat di sekitar sana tahu persis bahwa daerah itu merupakan lahan kubur. Suatu hari sebelum akhir tahun 2009, Bernardus Alung, Tu a Golo Kantar bermaksud membagi wilayah kubur tersebut menjadi 3 bagian. Satu bagian untuk pekuburan orang Kantar, satu bagian lagi untuk masyarakat Longko, dan bagian terakhir untuk Mondo. Namun, ia terkejut karena sebagian lahan kubur itu sudah ditanami jambu mente dan tanaman kayu keras oleh sebuah keluarga dari Pau yang tinggal di Mondo. Banyak orang yang tidak bisa menerima kenyataan ini karena bagi masyarakat Manggarai kubur merupakan lahan yang

19 perlu dihormati karena di sanalah leluhur disemayamkan. Akibatnya, beberapa orang yang tak bertanggung jawab sangat marah dan melakukan pengrusakan dengan menebang pohon-pohon komoditi yang ditanam di Ragok. Tentu saja keluarga Pau yang telah menanam dan merawat pepohonan itu selama belasan tahun merasa sakit hati. Mereka menuduh Kepala Desalah yang bertanggung jawab di balik semua pengrusakan ini, namun dengan tegas Kepala Desa Golo Kantar mengatakan bahwa ia tak terlibat sama sekali. Selain itu, keluarga dari Pau ini juga kecewa dengan Stefanus Syukur yang tak membela mereka dalam kasus ini. Mana mungkin saya membela, mereka menanam di sana juga tidak minta izin saya. Kalau mereka memberi tahu, saya pasti sudah melarangnya karena itu adalah tanah pekuburan, tidak boleh dijadikan kebun, demikian alasan Stefanus. Dia (Stefanus) sebetulnya sudah tahu kami menanam di sana tetapi mengapa dari dulu tidak mengingatkan? ungkap seseorang yang berpihak pada keluarga korban pengrusakan. Generasi orang tua mereka baik sekali, tidak mau menanam di pekuburan. Tapi ini anak-anaknya, tanpa setahu saya langsung saja menanam di sana, jawab Stefanus. Mana mungkin saya mengingatkan mereka kalau mereka menanam di sana juga tidak memberitahu saya? Keluarga korban pengrusakan merasa sangat dirugikan karena tanaman yang sudah dirawat belasan tahun dan tinggal dipanen dipangkas begitu saja. Hal ini membuat mereka sakit hati dan melaporkan kasus ini ke kepolisian. Di lain pihak, klan Kantar dan Waling pun merasa sakit hati. Sebetulnya kami lebih sakit hati lagi. Mereka hanya dirusak tanamannya, tapi leluhur kami diinjak-injak, ungkap Feri Sehadung, putera Stefanus. Bagi saya lebih baik berpihak pada orang Kantar daripada Pau. Jelas orang Pau itu yang salah. Yesus saja selalu mengutamakan kebenaran. Lagipula, tanah ini miliknya orang Kantar. Saya juga bisa menguasai tanah Mondo ini karena diberi wewenang oleh orang Kantar! seru Stefanus dengan suara agak tinggi. Pada bulan Januari 2011, penulis mendapatkan kabar dari Feri Sehadung mengenai kelanjutan kasus tersebut. Kasus yang sudah sampai ke pengadilan kini berubah status menjadi kasus perdata. Awalnya, keluarga Pau yang sakit hati mengadukan orang Kantar yang telah merusak kebun mereka dan membawa kasus ini ke pengadilan sebagai kasus pidana. Akan tetapi, ternyata 177

20 mereka tidak dapat membuktikan hal tersebut, malah berbalik kini keluarga Pau yang dipersalahkan mengapa berani menanam di lahan yang sebetulnya merupakan kubur. Selain itu, mereka juga dipersalahkan karena menanam tanpa seizin Tu a Golo. Anda tahu peristiwa yang terjadi di Yogyakarta? Peristiwa Yogyakarta itu tidak lain adalah kasus Tu a Golo! Bagaimana Anda bisa tidak menghargai Tu a Golo sebagai pemilik lahan Ragok yang sah? Apakah Anda mau begitu saja meniadakan sejarah? demikian Feri menirukan aparat pengadilan yang mempersalahkan keluarga Pau yang terlibat sengketa. Masih di bulan Januari 2011, penulis mendapatkan laporan dari Kornelis, seorang warga Mondo yang bercerita keran mereka dirusak. Padahal, keran tersebut merupakan salah satu keran dari sarana air bersih yang mereka bangun bersama-sama. Kejadian kronologisnya adalah sebagai berikut 108 : Akhir Desember 2010, kakak ipar dari keluarga Pau yang bersengketa masalah tanah kubur itu meninggal dunia. Sejak adanya sarana air bersih, dalam masingmasing wilayah ada ketua keran. Ketua keran ini bertanggungjawab menyalahidupkan keran agar semua bisa kebagian air dan air juga tidak mengalir percuma. Sudah ada kesepakatan tertulis jika ada pihak keluarga yang ada acara di rumahnya, harus melapor ke ketua keran untuk meminta izin supaya keran bisa dinyalakan terus. Saat itu dini hari sekitar pk , seorang anak sekolah 109 dari rumah duka datang ke rumah Benediktus Muda 110 yang menjadi ketua keran air, mohon supaya keran dibuka. Benediktus memang bangun, namun terpaksa tidak dapat mengabulkan permintaan tersebut karena tidak sesuai dengan peraturan. Dengan sabar Benediktus memperlihatkan peraturan yang telah disepakati bersama dan mohon supaya keluarga rumah duka bersabar, karena ia akan mengurus keesokan paginya. Sang anak sekolah pun bisa mengerti dan menghormati kebijakan Benediktus. Tanpa disadari oleh kedua orang tersebut, ada seorang lain dari rumah duka yang ikut mendengarkan pembicaraan antara Benediktus dan sang anak sekolah. Rupanya ia geram dengan keputusan Benediktus, dan ketika sang anak sekolah berbalik untuk berjalan pulang, dilihatnya seseorang yang datang dari rumah duka tersebut sedang merusak keran umum di Mondo 3. Kelakuannya ini merugikan 108 Kisah kronologis ini dilengkapi pula oleh Feri Sehadung. 109 Istilah anak sekolah ini menunjukkan tanda penghargaan karena ia sudah duduk di bangku kuliah. Ungkapan ini diperoleh langsung dari orang Mondo. 110 Benediktus Muda juga dari Pau namun berbeda keturunan dengan keluarga yang terlibat sengketa. 178

21 seluruh masyarakat Mondo karena warga jadi tidak bisa memakai sarana air bersih lagi. Keesokannya tetua Mondo memanggil Benediktus Muda dan sang anak sekolah untuk menyelidiki kejadian tersebut. Setelah mendengar cerita secara lengkap, Tu a Golo menyuruh anak sekolah tersebut untuk memanggil orang yang merusak keran menghadap Tu a Golo. Tu a Golo menawarkan dua pilihan, diselesaikan dengan cara damai atau dibawa ke kepolisian. Ternyata, orang yang dilihat sang anak sekolah merusak keran tidak mau mengakui perbuatannya dan takut untuk menghadap Tu a Golo. Anak sekolah ini bingung sekali karena bila masalah ini sampai ke kepolisian maka studinya pasti terganggu karena ia harus bolak-balik ke kepolisian sebagai saksi. Minimal, kuliahnya satu semester bisa terganggu. Akhirnya, anak sekolah itu beserta ayah dan ibunya datang kepok kepada Tu a Golo. Sekeluarga datang menangis mohon supaya Tu a Golo jangan membawa kasus ini ke kepolisian agar sang anak tidak harus terganggu sekolahnya. Ayah dari anak tersebut berjanji bahwa ia akan mengganti dan memperbaiki keran yang rusak pada hari itu juga. Demikianlah untuk masalah keran akhirnya segera terselesaikan lewat pendekatan budaya. Namun, kasus sengketa tanah kubur masih terus berlangsung. Potensi perpecahan di Mondo cukup besar karena kasus ini. Pada bulan Februari 2011, penulis mendapatkan informasi bahwa ada pemekaran desa. Mondo sejak saat itu berada di dalam Desa Bangka Kantar, pemekaran dari Desa Golo Kantar. Alfonsius sempat maju sebagai calon Kepala Desa Bangka Kantar, namun kalah suara sehingga tidak terpilih. Jumlah suara yang terkumpul untuk Alfonsius ternyata berkurang sedikit dari jumlah suara wajib warga Mondo. Sementara kasus ini masih berjalan, Mondo tetap tentram dan damai. Keluarga Pau dan Waling tampak rukun dan tidak ada masalah apa-apa, karena sebetulnya dari 22 KK Pau, hanya maksimal dua keluarga saja yang terlibat dalam masalah sengketa ini. Bahkan, Tu a Panga Pau, Bernardus Lajang dalam suatu kesempatan pernah berkata, Bapak Tua 111 ini sungguh-sungguh baik, dia memberikan kepada kami kesempatan untuk bisa hidup di Mondo. Semua lahan-lahan kami di sini, kami dapat dari keluarga Bapak Tua, ujarnya. Ya benar, kami bisa hidup di sini karena kemurahan hati Bapak Tua, kata Bernardus Muda yang juga dari Pau ikut membenarkan. 111 Bapak Tua yang dimaksud di sini adalah Stefanus Syukur. Hal ini dikatakannya sekitar minggu ketiga bulan April tahun Jadi, pada saat konflik boa Ragok telah mencuat. 179

22 Dalam acara-acara bersama, keluarga Pau juga tetap aktif terlibat. Bahkan, dalam pembangunan saluran air minum, banyak warga Pau yang memainkan peranan penting dalam pembuatan bak penampungan, karena ketrampilan yang mereka miliki di bidang pertukangan dan bangunan. Mau tak mau, kebersamaan yang telah tertanam sedemikian dalam di hati orang Mondo, menjadi sebuah sistem yang sulit ditembus oleh perselisihan dan konflik. Sistem yang tak kelihatan namun sangat terasa itu membuat orang sulit untuk memisahkan diri selama ia masih ingin tinggal di Mondo. Inilah kekerabatan yang menciptakan sebuah ikatan sosial di kalangan mereka, kita semua orang sendiri, ternyata memang bukan sekedar omong kosong. Natas Natas merupakan halaman umum kampung yang cukup luas. Di natas inilah penduduk golo mengadakan berbagai upacara adat, tarian adat, pesta perkawinan, dan sebagainya. Kebanyakan rumah-rumah di kampung adat Manggarai disusun melingkar mengelilingi natas, sehingga bisa dimengerti mengapa natas ini disebut juga sebagai halaman bersama. Walau pada perkembangannya ada kampung-kampung yang rumah-rumahnya disusun memanjang di sisi jalan, mbaru gendang selalu berhalamankan natas. Di Mondo memang tidak ada mbaru gendang, namun rumah Tu a Golo turun temurun berhalamankan natas. Di sekitar natas, masih ada beberapa rumah lain lagi, umumnya rumah keturunan warga Mondo awali. Saat ini, rumah-rumah di sekeliling natas tersebut termasuk dalam wilayah kelompok Mondo 1. Di natas ini berbagai peristiwa kebersamaan di Mondo diselenggarakan, mulai dari acara yang berkaitan dengan adat hingga acara Gerejawi. Susunan rumah yang melingkar mengelilingi natas juga menunjukkan kekomunalan mereka. Setiap orang bisa saling melihat satu sama lain jika rumah tetangganya mengalami sesuatu. Dan konon, merupakan cara orang Manggarai di masa lampau untuk saling melindungi terhadap serbuan musuh yang berasal dari suku lain. 180

23 KEKERABATAN KARENA PERKAWINAN Kekerabatan Woénelu Selain kekerabatan Aseka é, masyarakat Mondo sebagaimana orang Manggarai umumnya juga mengenal adanya kekerabatan Woénelu, yaitu kekerabatan yang terjadi karena hubungan pernikahan. Dengan perkataan lain, komunalitas masyarakat Mondo tidak hanya terjadi karena hubungan darah tetapi juga karena pernikahan. Setiap orang Mondo termasuk dalam sistem kekerabatan Aseka é dan Woénelu sekaligus, bahkan sekalipun orang itu hidup selibat ataupun tidak menikah dengan orang Manggarai. Ini terjadi karena prinsip komunalitas yang dianut orang Manggarai pada umumnya. Oleh karena itu, berikut ini akan diuraikan lebih dulu mengenai kekerabatan Woénelu orang Manggarai sehingga bisa diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kekerabatan yang terjadi di Mondo. Pada saat terjadi sebuah pernikahan, maka terciptalah sebuah kekerabatan baru yang menyambungkan kedua keluarga mempelai yang menikah. Kekerabatan inilah yang dinamakan kekerabatan Woénelu. Keluarga yang memberikan mempelai perempuan disebut sebagai anak rona, sedangkan keluarga yang menerima mempelai perempuan disebut sebagai anak wina. Misalnya, sepasang suami istri Agustinus (A1) dan Agnes (A2) mempunyai anak bernama Benediktus (B1), Bernadet (B2), dan Blasius (B3). Kemudian, Carolus (C1) dan Cinthya (C2) mempunyai anak bernama Dion (D1). Suatu hari, Dion menikahi Bernadet. Maka, A dan B menjadi pihak anak rona sedangkan C dan D menjadi pihak anak wina. Dapat dilihat di sini, yang menjadi anak rona bukan Agustinus saja tetapi juga Benediktus dan Blasius sebagai saudara kandung Bernadet. Bahkan tidak hanya itu saja, semua anggota keluarga besar dari A dan B merupakan anak rona dari seluruh keluarga besar C dan D. Jika kelak Dion dan Bernadeth mempunyai anak, misalnya Edward (E1) dan Erik (E2), kedua anak itu berstatus anak wina juga terhadap A dan B. Dalam gambar berikut, anak rona ditandai dengan kotak bergaris tegas, sedangkan anak wina berada di dalam kotak bergaris putus-putus. 181

24 Woénelu A1 & A2 C1 & C2 B1 B3 D & B2 E1 E2 Bagan 12 Hubungan Kekerabatan Woénelu Itulah sebabnya di Manggarai lumrah kita dengar istilah sebuah klan menjadi anak rona dari klan yang lain, misalnya Orang Kantar adalah anak ronanya Orang Mondo, atau orang Todo merupakan anak winanya orang Riwu. Justru, inilah yang menjadi rahasia orang Manggarai dalam menjaga kestabilan keamanan di antara mereka. Hubungan perkawinan dapat menembus berbagai wilayah administrasi hingga antar kedaluan sekalipun dan menjadikan semua orang sebagai kerabat. Dengan demikian, antar orang Manggarai sendiri terikat dalam satu perkerabatan karena hubungan pernikahan ini. Inilah rahasianya kestabilan kerukunan cukup baik di Manggarai, karena semua orang merasa sebagai orang sendiri yang terjalin dalam ikatan keluarga satu sama lain. Sebenarnya, mengikat orang lain dalam hubungan kekerabatan lewat pernikahan merupakan cara kuno yang telah dilakukan orang Manggarai sejak zaman dahulu. Pada masa yang lampau, perselisihan merajalela di antara mereka, baik antar klan maupun kedaluan. Itulah sebabnya kampung-kampung didirikan di puncak atau di lereng gunung untuk menghindari serbuan tiba-tiba dari pihak musuh. Akibatnya, walau posisinya cukup terlindung, tetapi umumnya mereka mengalami kesulitan dalam penyediaan air minum. Akan tetapi, sejak terjadi hubungan kawin mawin antar mereka, kerukunan pun lebih dapat dijaga. Stabilitas hubungan antara Adak Todo Pongkor 112 dengan wilayah Dalu dan Gelarang di bawah kekuasaannya juga bersifat kekeluargaan karena adanya ikatan kekerabatan woénelu (Lawang 2004:192). 112 Adak, Dalu, dan Gelarang merupakan sebutan dalam hirarki pemerintahan di masa pemerintahan kolonial Belanda. Pada masa tersebut, Adak Todo-Pongkor membawahi beberapa kedaluan, sementara setiap kedaluan membawahi beberapa gelarang. 182

25 Dalam tradisi Manggarai, anak wina harus menghormati anak rona. Apapun yang dituntut oleh anak rona dalam sebuah acara adat, akan diusahakan sedapat mungkin untuk dipenuhi oleh anak wina. Hal ini terjadi karena sudah diatur oleh adat istiadat Manggarai yang berlaku turun temurun. Anak wina berusaha keras memenuhi tuntutan anak rona sebagai ungkapan penghargaan mereka terhadap anak rona yang merelakan anak perempuannya menjadi anggota keluarga anak wina, dan menjadi sumber kesuburan di sana. Dengan demikian, dalam stratifikasi sosial posisi anak rona lebih tinggi daripada anak wina. Bedanya dengan kekerabatan aseka é, posisi seseorang dalam kekerabatan woénelu ini bersifat fleksibel. Hal ini terjadi karena seseorang bisa menjadi anak rona dan anak wina sekaligus. Misalnya, X merupakan anak rona dari Y tetapi merupakan anak wina dari Z. Sebaliknya, seseorang akan menempati posisi yang tetap dalam kekerabatan aseka é sesuai dengan status senioritasnya dalam klan. Kekerabatan woénelu orang Mondo dengan orang Kantar sangatlah penting. Justru, kekerabatan inilah yang melahirkan Kampung Mondo. Ketika Nggulung, leluhur orang Mondo dari Waling menikahi gadis Kantar, ia diberi otoritas oleh suku Kantar untuk menguasai dan mengolah tanah di daerah Mondo. Sampai saat ini, kekerabatan tersebut masih terus terjalin dengan baik. Dalam setiap upacara adat di Mondo, tak lupa mereka mengundang orang Kantar sebagai anak ronanya. Apalagi, banyak upacara adat Manggarai yang dianggap tidak sah jika tidak direstui atau dihadiri oleh anak rona. Anak rona orang Mondo lainnya yang cukup penting dicatat di sini adalah orang Sita. Ini terjadi karena Yoseph Majung memperistri puteri dari Dalu Sita di masa lampau. Sampai saat ini, dalam upacara-upacara adat di Mondo tak lupa keluarga dari Niang Sita tersebut diundang. Adapun di Mondo sendiri stratifikasi sosial juga terbentuk antar pangapanga yang ada di Mondo karena kekerabatan woénelu ini. Panga Waling merupakan anak rona dari Panga Teber, Panga Pau, dan Panga Poka. Panga Teber merupakan anak rona dari Panga Wodo dan Panga Carep. Tampaklah di sini bahwa dipandang dari kekerabatan woénelu-pun Panga Waling berada di puncak struktur sosial Mondo. Lebih-lebih, Panga Teber dan Panga Pau yang menjadi dua panga terbanyak dalam hal jumlah di Mondo merupakan anak wina dari Panga Waling. Dua panga lainnya, Wodo dan Carep, merupakan anak wina dari Panga Teber. Artinya, bila Panga Waling sebagai anak rona menuntut sesuatu kepada Panga Teber, Panga Teber dapat meminta bantuan kepada kedua panga anak winanya, yaitu Panga Wodo dan Panga Carep. Dengan demikian, 183

Gambar 36 Anak-anak Mondo

Gambar 36 Anak-anak Mondo EPILOG Seorang anak laki-laki Kampung Mondo berlari kencang mengikuti kendaraan yang ditumpangi penulis untuk memasuki Kampung Mondo. Matahari bersinar sangat terik membuat wajah dan sekujur tubuh anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istiadat. Wujud kedua, adalah sistem sosial atau social sistem yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. istiadat. Wujud kedua, adalah sistem sosial atau social sistem yang berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia pada dasarnya merupakan mahkluk yang berbudaya karena padanya budaya tercipta dan dikembangkan. Dalam hal ini, budaya atau kebudayaan merupakan suatu yang dilahirkan

Lebih terperinci

Bab 9 MODAL SPIRITUAL DI MONDO

Bab 9 MODAL SPIRITUAL DI MONDO Bab 9 MODAL SPIRITUAL DI MONDO Bagaimanapun, mendefinisikan modal spiritual bukanlah hal yang mudah. Hal ini terjadi karena penghayatan spiritual berkaitan dengan kepercayaan kepada Yang Transenden, yang

Lebih terperinci

Bab 5 PENGHAYATAN SPIRITUAL ORANG MONDO

Bab 5 PENGHAYATAN SPIRITUAL ORANG MONDO Bab 5 PENGHAYATAN SPIRITUAL ORANG MONDO M odal spiritual akan menonjol peranannya di tengah masyarakat yang memiliki penghayatan spiritual dalam menjalankan kehidupan sosialnya. Hal ini bisa dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat "Terima kasih, ini uang kembalinya." "Tetapi Pak, uang kembalinya terlalu banyak. Ini kelebihannya." "Betul. Anda seorang yang jujur. Tidak banyak yang akan berbuat

Lebih terperinci

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

Cover Page. The handle  holds various files of this Leiden University dissertation. Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/20262 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Tulius, Juniator Title: Family stories : oral tradition, memories of the past,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO. 42 BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.1/1974 Pelaksanaan Pernikahan Suku Anak Dalam merupakan tradisi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN UMUM Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura memiliki pergaulan hidup yang unik jika dibandingkan dengan masyarakat Papua lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

Bab 8 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK ADAT ISTIADAT

Bab 8 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK ADAT ISTIADAT Bab 8 PENGHAYATAN SPIRITUAL DAN PEMBANGUNAN DI BALIK ADAT ISTIADAT U ntuk dapat mengerti modal spiritual di Mondo perlu mempelajari pula berbagai upacara adat yang mereka lakukan karena dalam setiap upacara

Lebih terperinci

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 36 BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial-Budaya Masyarakat Lokal Masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat yang identik dengan agama Islam dikarenakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano

BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH. A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano BAB IV MAKNA PELAKSANAAN UPACARA ADAT ALAWAU AMANO BAGI KEHIDUPAN ORANG NOLLOTH A. Mendiskripsikan Upacara Adat Kematian Alawau Amano Menurut Hertz, kematian selalu dipandang sebagai suatu proses peralihan

Lebih terperinci

Bab 3 GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO

Bab 3 GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO Bab 3 GAMBARAN UMUM KAMPUNG MONDO M enarik! Demikianlah arti kata Mondo dalam bahasa Manggarai. Entah mengapa tempat yang kalau dilihat sepintas mata tampak biasa saja disebut menarik, tak seorang pun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT KEPUTUSAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 28 TAHUN 2002 T E N T A N G PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri

beragam adat budaya dan hukum adatnya. Suku-suku tersebut memiliki corak tersendiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara majemuk yang dikenal dengan keanekaragaman suku dan budayanya, dimana penduduk yang berdiam dan merupakan suku asli negara memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pemahaman pada Bab I-IV, maka pada bagian akhir tesis ini terdapat beberapa hal pokok yang akan ditegaskan sebagai inti pemahaman masyarakat Tunua tentang fakta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka.

BAB I PENDAHULUAN. lebih dulu telah merdeka bahkan jauh sebelum indonesia merdeka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan berbagai macam suku bangsa yang ada di dalamnya serta berbagai ragam budaya yang menjadi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

Kalender Doa Februari 2017

Kalender Doa Februari 2017 Kalender Doa Februari 2017 Berdoa Bagi Pernikahan Dan Pertalian Keluarga Alkitab memberi gambaran mengenai pengabdian keluarga dalam Kitab Rut. Bisa kita baca di sana bagaimana Naomi dengan setia bepergian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Bone, Suku Atingola, dan Suku Mongondow. menyebut Gorontalo berasal dari kata hulontalo, yang juga berasal dari kata

BAB I PENDAHULUAN. Suku Bone, Suku Atingola, dan Suku Mongondow. menyebut Gorontalo berasal dari kata hulontalo, yang juga berasal dari kata BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gorontalo merupakan penghuni asli bagian Utara Pulau Sulawesi, tepatnya di Provinsi Gorontalo, provinsi ke-32 Indonesia, yang pada tahun 2000 memekarkan diri dari Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

PENDAHULUAN. satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 1.1. Identifikasi Permasalahan Adanya ikatan persaudaraan ibarat adik kakak yang terjalin antar satuan kekerabatan suatu ikatan yang dituturkan dalam sebuah cerita rakyat,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA A. Analisis Terhadap Kebiasaan Pembagian Waris Di Kejawan Lor Kelurahan Kenjeran Kecamatan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha.

BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK. Sungai Apit Kabupaten Siak yang memiliki luas daerah 300 Ha. BAB II GAMBARAN UMUM DESA TELUK BATIL KECAMATAN SUNGAI APIT KABUPATEN SIAK A. Letak Geografis dan Demografis 1. Geografis Desa Teluk Batil merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Sungai Apit

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Warisan Budaya Tak Benda (Nilai Tradisi, Kampung Adat Wae Rebo, Kab. Manggarai, NTT)

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Warisan Budaya Tak Benda (Nilai Tradisi, Kampung Adat Wae Rebo, Kab. Manggarai, NTT) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Warisan Budaya Tak Benda (Nilai Tradisi, Kampung Adat Wae Rebo, Kab. Manggarai, NTT) Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta,

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

BAHAN SHARING KEMAH. Oktober VISI & MISI GPdI MAHANAIM - TEGAL. Membangun Keluarga Kristen yang mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama

BAHAN SHARING KEMAH. Oktober VISI & MISI GPdI MAHANAIM - TEGAL. Membangun Keluarga Kristen yang mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama VISI & MISI GPdI MAHANAIM - TEGAL VISI : Membangun Keluarga Kristen yang mengasihi dan melayani Tuhan dan sesama MISI : Menjangkau jiwa dengan Injil, membina hingga dewasa didalam Kristus dan melayani

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 2.1 Lokasi dan Lingkungan Alam Penelitian ini dilakukan di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hansundutan. Desa ini memiliki batas-batas administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia terdapat berbagai ragam bahasa daerah. Bahasa daerah hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia. Semua bahasa daerah yang dipakai penuturnya dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. memberi makna kepada orang lain sesuai dengan konteks yang terjadi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalu penggunaan simbol (Samovar, 2014,

Lebih terperinci

Itu? Apakah. Pernikahan

Itu? Apakah. Pernikahan Apakah Pernikahan Itu? Pemikahan adalah hasil dari suam rencana ilahi Itu bukan hasil kerja atau penemuan manusia, melainkan penciptaan Allah. Tempat yang dipilih untuk memulaikannya adalah Taman Eden.

Lebih terperinci

K E P E N D U D U K A N

K E P E N D U D U K A N PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG K E P E N D U D U K A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk kelancaran, ketertiban

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Warta 22 November 2015 Tahun VI - No.47 KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia IV (sambungan minggu lalu) Tantangan Keluarga dalam Memperjuangkan Sukacita Anglia 9.

Lebih terperinci

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor

BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR. A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor BAB III KEBIASAAN PEMBAGIAN WARIS ADAT MASYARAKAT KEJAWAN LOR A. Pengertian Anak Perempuan Sulung oleh Masyarakat Kejawan Lor Anak perempuan tertua atau disebut juga dengan anak perempuan sulung, oleh

Lebih terperinci

Konflik Tanah Di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur

Konflik Tanah Di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur Konflik Tanah Di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur Oktavianus Agung Gampung Abstrak Konflik tanah di Kabupaten Manggarai telah terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama dan sudah terjadi sejak jaman

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah sesuatu yang sangat sakral. Kesakralan itu berada dalam proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan menjalaninya

Lebih terperinci

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi

Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi Dari Bukit Turun Ke Sawah PLPBK di Kawasan Heritage Mentirotiku dan Lakessi PLPBK DI KAWASAN HERITAGE MENTIROTIKU Kabupaten Toraja Utara memiliki budaya yang menarik bagi wisatawan dan memilki banyak obyek

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan rumah kos sebagai

Lebih terperinci

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten

BAB II. KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten BAB II KONDISI WILAYAH DESA ONJE A. Letak Geografi dan Luas Wilayahnya Desa Onje adalah sebuah desa di Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang terdapat komunitas Islam Aboge merupakan ajaran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa budaya Indonesia yang terkikis oleh budaya barat sehingga generasi muda hampir melupakan budaya bangsa sendiri. Banyak

Lebih terperinci

Bukit Rimon & Kebun Anggur ( Hakim-Hakim 21 ) - Warta Jemaat - Minggu, 9 Oktober 2011

Bukit Rimon & Kebun Anggur ( Hakim-Hakim 21 ) - Warta Jemaat - Minggu, 9 Oktober 2011 Bukit Rimon & Kebun Anggur ( Hakim-Hakim 21 ) Pasal 21 kitab Hakim-Hakim dalam susunan Tabernakel adalah Tabut Perjanjian yang terdiri dari Tutup Pendamaian dan Peti Perjanjian. Kalau kita merenungkan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN

BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN BAB III PELAKSANAAN PENGANGAKATAN ANAK TERHADAP BAPAK KASUN YANG TERJADI DI DESA BLURI KECAMATAN SOLOKURO KABUPATEN LAMONGAN A. Sekilas Tentang Bapak Kasun Sebagai Anak Angkat Bapak Tasral Tasral dan istrinya

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

BAB V PEMBAHASAN MASALAH BAB V PEMBAHASAN MASALAH A. PEMBAHASAN Setiap manusia memiliki impian untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Tetapi ketika sudah menikah banyak dari pasangan suami istri yang memilih tinggal bersama

Lebih terperinci

Pertumbuhan Dalam Masyarakat

Pertumbuhan Dalam Masyarakat Pertumbuhan Dalam Masyarakat Pernahkah saudara memikirkan bagaimana seseorang bertumbuh? Seorang bayi yang memulai hidup ini hanya dapat menangis dan makan. Dalam waktu satu setengah tahun ia sudah dapat

Lebih terperinci

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat Dahulu kala, dikota Persia, hidup 2 orang bersaudara yang bernama Kasim dan Alibaba. Alibaba adalah adik Kasim yang hidupnya miskin dan tinggal didaerah pegunungan. Ia mengandalkan hidupnya dari penjualan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari beragam budaya dan ragam bahasa daerah yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi

Lebih terperinci

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1 1 KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1 Pontianak, 16 Januari 2016 Paul Suparno, S.J 2. Abstrak Keluarga mempunyai peran penting dalam menumbuhkan bibit panggilan, mengembangkan, dan menyertai dalam perjalanan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling BAB IV ANALISA DATA A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya bisa tergolong memiliki makna, Diantara makna tersebut bisa di bilang

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si penipu

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yakub si penipu

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yakub si penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh: M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI. Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Desa tersebut berbatasan dengan:

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI. Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Desa tersebut berbatasan dengan: 24 BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI A. Keadaan Desa Jeruklegi Desa jeruklegi merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Desa tersebut berbatasan dengan: - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konflik tanah yang muncul sering sekali terjadi karena adanya masalah dengan orang perorang antar generasi. Konflik tersebut sering muncul antar tetangga,

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

Pernikahan Kristen Sejati (2/6)

Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Pernikahan Kristen Sejati (2/6) Nama Kursus   : Pernikahan Kristen yang Sejati Nama Pelajaran : Memilih Pasangan Kode Pelajaran : PKS-P02                    Pelajaran 02 - MEMILIH

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si Penipu

Alkitab untuk Anak-anak. memperkenalkan. Yakub si Penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si Penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

MODAL SPIRITUAL KEKUATAN TERSEMBUNYI DI BALIK KEMAMPUAN MEMBANGUN

MODAL SPIRITUAL KEKUATAN TERSEMBUNYI DI BALIK KEMAMPUAN MEMBANGUN MODAL SPIRITUAL KEKUATAN TERSEMBUNYI DI BALIK KEMAMPUAN MEMBANGUN Potret Kekerabatan Warga Kampung Mondo Kecamatan Borong, Manggarai Timur, NTT Helena Anggraeni Tjondro Sugianto i ISBN... Desain Cover:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN HASIL WAWANCARA Informan I Nama : Manimbul Hutauruk Tanggal Wawancara : 31 Januari 2015 Tempat : Rumah Bapak Manimbul Hutauruk Waktu : Pukul 13.00 WIB 1. Berapa lama anda tinggal di Desa Hutauruk?

Lebih terperinci

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA.

Filled Notes. 1. Wawancara dengan Bapak YB. Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret : Rumah Bapak YB : WITA. LAMPIRAN 90 Filled Notes 1. Wawancara dengan Bapak YB Hari/tanggal : Selasa, 27 Maret 2012 : Rumah Bapak YB : 16.30-18.35 WITA a) Arti kematian bagi orang Sabu. Made atau meninggal menurut kepercayaan

Lebih terperinci

3. Sekitar pukul 18.00, kakak korban meminta Isak untuk tidak tidur di rumahnya karena takut akan didatangi lagi oleh Anggota Yalet.

3. Sekitar pukul 18.00, kakak korban meminta Isak untuk tidak tidur di rumahnya karena takut akan didatangi lagi oleh Anggota Yalet. LAMPIRAN a. Pra Pristiwa 1. Bahwa berdasarkan penuturan adik korban, korban memiliki hubungan pertemanan bersama salah satu pelaku, Abiatar. Mereka seringkali minum sagero 1 bersama. Abiatar kerap meminta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dengan memiliki berbagai suku, bahasa, dan agama

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2009 NOMOR 27 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI Tanggal : 29 Desember 2009 Nomor : 27 Tahun 2009 Tentang : PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBENTUKAN DAN BUKU ADMINISTRASI RUKUN WARGA

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA

BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA BAB II GAMBARAN UMUM PERNIKAHAN DALAM ADAT BATAK TOBA 2.1 SISTEM SOSIAL MASYARAKAT BATAK TOBA Adat bagi masyarakat Batak Toba merupakan hukum yang harus dipelihara sepanjang hidupnya. Adat yang diterima

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu praktek kebudayaan yang paling mengundang upaya perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan budaya Indonesia mengalami pasang surut, pada awalnya, Indonesia sangat banyak mempunyai peninggalan budaya dari nenek moyang kita terdahulu, hal

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu:

PEMBAHASAN Dalam masyarakat Sasak, mengenal beberapa cara pelaksanaan perkawinan yaitu: PROSESI PERKAWINAN ADAT SASAK 1 Oleh : I Gusti Ngurah Jayanti 2. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan sebuah fenomena budaya yang hampir terdapat di semua komunitas budaya, khususnya di Indonesia. Perkawinan

Lebih terperinci

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yakub si Penipu

Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan. Yakub si Penipu Alkitab untuk Anak-anak memperkenalkan Yakub si Penipu Allah menunjuk kepada Tuhan dalam Alkitab. Penulis: Edward Hughes Digambar oleh : M. Maillot dan Lazarus Disadur oleh: M. Kerr dan Sarah S. Diterjemahkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk memberikan

Lebih terperinci

(Aku Melihatnya & Dia Melihatku)

(Aku Melihatnya & Dia Melihatku) (Aku Melihatnya & Dia Melihatku) JUBAH HITAM PART 1 Tahun 1993, sebuah cerita tentang kelahiranku. Tentunya, kedua orangtuaku menjadi saksi bagaimana aku lahir. Saat aku masih dalam kandungan, ayah, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : BUPATI BANYUWANGI, a. bahwa guna

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 234 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Perkawinan merupakan rentetan daur kehidupan manusia sejak zaman leluhur. Setiap insan pada waktunya merasa terpanggil untuk membentuk satu kehidupan baru, hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Pencarian Jodoh Muli Mekhanai Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata Pemilihan mempunyai arti proses atau cara perbuatan

Lebih terperinci