BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD"

Transkripsi

1 BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI III.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 1. Kapasitas Kelembagaan SKPD (SDM, Fasilitas Penunjang dan Aset) Permasalahan kapasitas kelembagaan SKPD Dinas Perhubungan Provinsi NTT saat ini, adalah sebagai berikut : a. Masih terbatasnya SDM aparatur yang memiliki pengetahuan dan kemampuan di bidang teknis perhubungan (penguji kendaraan, tenaga PPNS, ahli ukur kapal, tatalaksana kepelabuhanan, SAR, dll). b. Belum ada lembaga pendidikan di bidang Perhubungan yang terakreditasi untuk mendukung wilayah kepulauan dan perbatasan antar daerah dan antar negara di Provinsi Nusa Tenggara Timur. c. Masih rendahnya realisasi pendapatan dan pelayanan kepada masyarakat karena keterbatasan sarana dan prasarana pelayanan baik gedung kantor, rumah dinas, mobil operasional maupun alat komunikasi. d. Gedung Kantor Dinas Perhubungan Provinsi NTT di Jalan Palapa 17 sudah tidak layak digunakan karena umur ekonomis bangunan sudah di atas 30 tahun, dan tidak nyaman untuk digunakan. Sudah dilakukan SID tahun 2010 melalui dana APBD Provinsi NTT, namun sampai dengan saat ini belum dibangun. e. Pengelolaan aset (tanah dan rumah dinas) di lingkungan Dinas Perhubungan Provinsi NTT belum optimal. f. Masih terbatasnya ketersediaan data untuk perencanaan sektor perhubungan, seperti data kunjungan kapal/pesawat/angkutan darat, arus penumpang, barang dan peti kemas pada setiap bandar udara, pelabuhan laut dan penyeberangan serta terminal penumpang. g. Keterbatasan pembiayaan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan Pemerintah Provinsi pada Urusan Perhubungan (darat, laut dan udara). h. Belum optimalnya pelaksanaan koordinasi yang dilakukan antar instansi terkait, Pemerintah Kabupaten/Kota, UPT Kementerian (laut dan udara) di daerah, dan antar mitra kerja perhubungan serta swasta dalam penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

2 2. Permasalahan Transportasi Darat-Lalu Lintas Angkutan Jalan Permasalahan yang masih dihadapi dalam pembangunan transportasi darat lalu lintas angkutan jalan di Provinsi NTT, adalah sebagai berikut : a. Masih tingginya angka kejadian, jumlah dan fatalitas kecelakaan lalu lintas jalan, yang diakibatkan oleh kurangnya disiplin pengguna jalan, rendahnya tingkat kelaikan armada; masih terbatasnya fasilitas keselamatan dan keamanan di jalan. Sesuai data BPS dan POLDA NTT rata-rata pertumbuhan kejadian kecelakaan periode adalah sebesar 26,52% dan tahun 2012 sendiri mencapai 30% dari total kejadian ( ). Dan angka korban yang meninggal meningkat dari 272 orang tahun 2008 menjadi 401 orang tahun b. Berkurangnya minat investasi swasta untuk sarana angkutan umum (Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi /bus), sementara permintaan ijin trayek angkutan sewa, angkutan khusus antar jemput semakin tinggi, jumlah trayek/lintasan AKDP 46 trayek. Hal ini seiring dengan semakin tingginya tuntutan permintaan masyarakat akan perbaikan kualitas pelayanan jasa angkutan umum yang teratur, lancar, nyaman dan tepat waktu. c. Belum optimalnya pengoperasian dan pengawasan jembatan timbang sebagai pengawasan pelanggaran muatan lebih. Hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan kapasitas, letak lokasi, peralatan/perlengkapan dan SDM. d. Belum terpadunya pembangunan prasarana jalan dengan sistem jaringan transportasi jalan, penataan kelas jalan, terminal dan pola distribusi angkutan jalan, antar kota, perkotaan dan perdesaan. Sesuai dengan Tatralok, Tatrawil dan Tatranas. e. Masih rendahnya kondisi jalan Provinsi yang kondisi mantap/baik yaitu 40% dari total panjang jalan Km, sehingga pelayanan angkutan umum kurang optimal. f. Tingkat jangkauan pelayanan angkutan jalan di wilayah perdesaan dan terpencil masih terbatas, dilihat dari terbatasnya pembangunan prasarana jalan dan penyediaan angkutan umum perintis. g. Belum adanya angkutan pemadu antar moda (antar simpul-simpul transportasi) seperti dibandara, terminal bus dan pelabuhan (laut dan penyebrangan) serta angkutan lintas batas negara, khsusnya dengan Negara Demokratik Timor Leste. Selama ini untuk angkutan lintasan batas negara hanya dilayani oleh angkutan travel yang tidak dalam pengawasan dan pantauan petugas Dinas Perhubungan Provinsi NTT. h. Besarnya tingkat penggunaan kendaraan pribadi di perkotaan, yang dapat menimbulkan kemacetan dan berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran udara (polusi udara). Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

3 3. Permasalahan Transportasi Darat - Lalu Lintas Angkutan Penyeberangan Angkutan penyebrangan merupakan sarana angkutan yang paling dominan digunakan oleh masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah di Nusa tenggara Timur, karena masyarakat dapat membawa hasil-hasil pertanian mereka untuk dipasarkan dan diantarpulaukan ke berbagai daerah/kota di NTT. Disamping itu, tarif tiketnya terjangkau oleh masyarakat dan terjadwal. Sarana angkutan penyebrangan sangat cocok sekali untuk wilayah NTT sebagai Provinsi Kepulauan) untuk meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas antar pulau dan daerah kabupaten/kota di NTT. Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan transportasi darat lalu lintas angkutan penyebrangan di Provinsi NTT saat ini, adalah sebagai berikut : a. Masih rendahnya kapasitas sarana angkutan penyebrangan yang beroperasi di NTT baik yang dikelola oleh PT. Ferry Indonesia maupun oleh PT. Flobamor Kupang, kapasitasnya masih berkisar antara GT, sehingga tidak bisa beroperasi pada cuaca ekstrim di NTT. b. Jumlah armada yang ada tidak sebanding dengan jumlah lintasan pelayanan yang sudah ditetapkan yaitu 27 Lintasan Penyeberangan (11 lintasan komersil dan 16 lintasan perintis penyebrangan), yang sudah beroperasi ± lintasan pelayanan. Masih banyak lintasan penyeberangan yang belum dilayani oleh angkutan penyebrangan, bahkan ada lintasan yg sudah ditetapkan tapi belum ada dermaganya,sampai saat ini. c. Masih terbatasnya prasarana dan fasilitas pelabuhan penyebrangan untuk mendukung kelancaran distribusi kendaraan, barang dan orang, pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah dan membuka isolasi pada daerah-daerah terpencil dan terisolirserta untuk menghubungakan lintasan penyeberangan antar negara, yaitu Kupang Darwin, Maritaing Dili dan Kalabahi Dili. Termasuk peninjauan kembali kapasitas dermaga untuk memungkinkan sandarnya kapal penyebrangan bertonage 1000 GT ke atas. d. Kondisi armada angkutan penyeberangan yang beroperasi sebagian besar perlu diremajakan baik armada yang dikelola oleh PT. Ferry Indonesia maupun PT. Flobamor Kupang. e. Dalam rangka peningkatan kinerja layanan angkutan penyebrangan khususnya yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi NTT (PT. Flobamor Kupang), management PT. Flobamor perlu didorong untuk membenahi kapasitas SDM, pengelolaan keuangannya serta jenis usahanya yang dijalankannya, terutama untuk fokus pada pengelolaan kapal motor penyebrangan yang ada. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

4 f. Keengganan kabupaten/kota untuk mengelola prasarana pelabuhan yang sudah dibangun, sehingga belum beroperasi dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat setempat dan bagi daerah dimana dermaga itu dibangun. g. Terbatasnya biaya untuk pembangunan sarana dan prasarana penyebrangan (APBD dan APBN) serta masih rendahnya peran swasta dan BUMN dalam penyediaan sarana dan prasarana transportasi darat lalulintas angkutan penyebrangan. 4. Permasalahan Transportasi Laut Prasarana transportasi laut di NTT sesuai Kemenhub Nomor: KP. 414 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional ada 74 Pelabuhan Laut, sesuai hirarki dan fungsinya 1 (satu) pelabuhan utama, 9 (sembilan) Pelabuhan Pengumpul dan 64 pelabuhan pengumpan (regional dan lokal). Ada 6 armada angkutan laut perintis, masing-masing pangkalan kupang 4 trayek (4 armada), dan pangkalan Maumere 2 trayek/lintasan (2 armada). Disamping itu, juga dilayani kapal-kapal PT. PELNI ± 6 kapal (seperti, KM.AWU, Bukit Siguntang, KM. Willis). Sedangkan angkutan yang diselenggarakan oleh masyarakat sendiri (Pelra) belum terdata termasuk angkutan laut lintas kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur. Kewenangan Pemerintah Provinsi NTT (pemberian ijin pembangunan kapal GT 7 ke bawah dan angkutan laut lintas kabupaten/kota). Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan transportasi laut di Provinsi NTT saat ini, adalah sebagai berikut : a. Masih tingginya kecelakaan pelayaran di laut, tahun 2012 ada 23 kejadian dan 2013 ada 23 kejadian, lebih banyak kejadian terutama oleh kapal-kapal pelayaran rakyat, karena beroperasi melebihi daya muat/angkut kapal dan kebanyakan tidak memiliki fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran. b. Terbatasnya kapasitas pelabuhan, terutama pelabuhan-pelabuhan strategis dan potensial di NTT, sehingga terjadi penumpukan barang dan penumpang. Diantaranya pelabuhan laut Lorens Say Maumere, Waingapu Sumba Timur, Labuan Bajo-Manggarai Barat, Reo Manggarai, Marapokot- Nagekeo, Atapupu-Belu dan Alor (Kalabahi). c. Terbatasnya Sarana Bantu Navigasi Pelabuhan pada beberapa pelabuhan perintis, sehingga kapal tidak bisa bersandar pada malam hari. d. Rendahnya kualitas sarana angkutan laut perintis di NTT, karena usianya sudah tua (KM. Nembrala, KM. Nangalala) dan jumlahnya sangat terbatas belum menjangkau seluruh pelabuhan-pelabuhan yang belum dilayani secara komersil di NTT. e. Masih banyak pelabuhan yang belum memiliki dokumen Master Plane, dokumen AMDAL, DLKR-DLKP. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

5 f. Masih banyak pelabuhan yang belum dibangun tapi sudah ada dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional, hal ini dikarenakan ada pelabuhan yang belum dilakukan Studi Kelayakan, SID dan DED. g. Tingginya aktivitas di pelabuhan berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran air akibat buangan limbah cair dan limbah padat. h. Banyaknya jenis pungutan/tarif di pelabuhan menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan bebannya dirasakan oleh masyarakat. 5. Permasalahan Transportasi Udara Transportasi udara merupakan salah satu sarana angkutan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi swasta di Nusa Tenggara Timur dan menunjang pengembangan aktivitas kepariwisataan. Disamping itu, juga berfungsi untuk membangun konektivitas lokal dalam wilayah kabupaten, regional (antar kota dalam wilayah provinsi), nasional (antar provinsi) dan internasional (antar negara). Bandar Udara El Tari Kupang sebagai Bandar Udara Internasional Regional (Kelas I) dengan tingkat pelayanan pengumpul skala sekunder, perlu dibenahi dan dikembangkan baik prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya. Mengingat rata-rata pertumbuhan penumpang selama periode mengalami peningkatan mencapai 28 %. Sedangkan pertumbuhan penumpang dari tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2012 tumbuh sebesar 10% lebih. Permasalahan yang dihadapi pada pembangunan transportasi udara di Provinsi NTT, adalah sebagai berikut : a. Adanya pembangunan tower peralatan komunikasi serta bangunan-bangunan gedung disekitar lokasi bandar udara yang dapat mengganggu ruang udara untuk penerbangan ;. b. Masih rendahnya komitmen pemerintah daerah terhadap keamanan kawasan bandar udara (masih banyak ternak masyarakat yang secara bebas keluar/masuk kawasan bandar udara); c. Masih terbatasnya sarana dan fasilitas navigasi penerbangan pada beberapa bandar udara di Nusa Tenggara Timur; d. Terbatasnya Prasarana dan fasilitas umum Bandar Udara El tari Kupang sebagai Bandar Udara Internasional Regional (Kelas I) dengan tingkat pelayanan pengumpul skala sekunder e. Terbatasnya kemampuan/kapasitas prasarana dan fasilitas bandar udara untuk didarati pesawat yang berbadan lebar pada bandar udara yang strategis dan potensial; f. Masih terbatasnya jumlah maspakai penerbangan yang melayanai wilayah NTT dan terbatasnya frekuensi penerbangan. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

6 g. Belum adanya maskapai penerbangan yang melayani rute penerbangan internasional Kupang Dili Darwin. h. Belum terpadunya jaringan prasarana dan sarana angkutan antar moda ke simpul-simpul transportasi. i. Adanya keluhan masyarakat terhadap tingginya harga/tarif tiket pada hari-hari besar keagamaan dan masa liburan sekolah. j. Pengembangan Bandar Udara belum terpadu dengan kebutuhan fasilitas penunjang lainnya bagi pengguna jasa, serta pengelolaan bandar udara belum mempertimbangkan asas manfaat bagi masyarakat disekitar kawasan bandara. III.2. Telaahan Visi, Misi dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih Pembangunan sektor perhubungan (darat, laut dan udara) di Provinsi Nusa Tenggara Timur ke depannya, diarahkan untuk mendukung pencapaian 6 (enam) tekad Pemerintah Provinsi, Visi, dan 8 (delapan) Misi dalam RPJMD Provinsi NTT Tahun Misi yang terkait dengan tugas dan fungsi Dinas Perhubungan Provinsi NTT, yaitu Misi Kelima : Mempercepat Pembangunan Infrastruktur yang Berbasis Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, dengan tujuan yaitu peningkatan kualitas dan persebaran aksesibilitas wilayah berbasis tata ruang dan sasaran utama ada 2 (dua), yaitu : 1. Terwujudnya kesinambungan pergerakan barang dan jasa antar desa dan antar pusat koleksi dan distribusi; 2. Tersedianya transportasi publik yang memadai. Mencermati Misi Kelima Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, dengan tujuan dan sasaran utama tersebut, ada beberapa faktor penghambat dan peluang untuk pencapaian tujuan dan sasaran tersebut. Faktor-faktor penghambatnya adalah : 1. Belum terpadunya pembangunan prasarana jalan dengan sistem transportasi jalan, penataan kelas jalan, terminal dan pola distribusi angkutan jalan, antar kota, perkotaan dan perdesaan serta pola permukiman masyarakat yang tidak terpusat. 2. Belum adanya sarana angkutan antar moda transportasi yang menghubungkan antar simpul-simpul transportasi terminal, bandar udara dan pelabuhan laut dan penyebrangan. 3. Masih rendahnya kualitas layanan sarana angkutan publik yang ada, yang disebabkan oleh banyaknya sarana angkutan yang sudah tidak laik operasi, jumlahnya terbatas. 4. Kecendrungan masyarakat untuk menggunakan angkutan sewa/taksi, angkutan antar jemput dan kepemilikan mobil pribadi. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

7 5. Terbatasnya anggaran untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana fasilitas perhubungan (darat, laut dan udara) khususnya sumber dana APBD Provinsi NTT. Faktor-faktor pendorong/peluang bagi terwujudnya pencapaian misi, tujuan dan sasaran tersebut : 1. Adanya sejumlah kewenangan Pemerintah Provinsi NTT pada Urusan Perhubungan (sub sektor darat, laut dan udara) ; 2. Provinsi NTT sebagai Provinsi kepulauan, untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya menggunakan sarana transportasi laut dan penyebrangan, yang didukung oleh keberadaan sarana angkutan jalan dan udara. 3. Nusa Tenggara Timur berada di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) III dan pintu gerbang selatan indonesia; 4. Kebijakan Pemerintah Pusat terkait dengan Percepatan Pembangunan Provinsi Nusa Tenggara Timur; 5. Kebijakan Pemerintah terkait Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang mana Provinsi NTT berada dalam Koridor V bersama NTB dan Bali ; 6. Dukungan Pemerintah Pusat (Kementerian Perhubungan) terhadap pembangunan sarana dan prasarana transportasi darat, laut dan udara di Nusa Tenggara Timur, melalui berbagai program / kegiatan pembangunan / pengembangan / peningkatan/ pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi di NTT dengan alokasi pembiayaan (APBN) yang cenderung meningkat setiap tahunnya ; 7. Kebijakan Pemerintah terkait pemberian subsidi angkutan perintis darat, laut dan udara untuk membuka akses dan isolasi pada daerah/wilayah terpencil dan tertinggal dan perbatasan antar negara. III.3. Telaahan Renstra Kementerian Perhubungan Ada beberapa program dalam Renstra Kementerian Perhubungan Republik Indonesia Tahun yang memberikan dorongan dan dukungan bagi Pemerintah Provinsi NTT adalah: 1. Penurunan kejadian kecelakaan dan angka fatalitas kecelakaan Transportasi. Hal ini sejalan dengan program/kegiatan dalam uraian tugas dan fungsi Dinas Perhubungan Provinsi NTT. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

8 2. Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan jasa transportasi untuk mendukung pengembangan konektivitas antar wilayah terutama di kawasan perdesaan, pedalaman, kawasan tertinggal dan daerah perbatasan. 3. Pembangunan / pengembangan / pemeliharaan sarana dan prasarana transportasi. 4. Pengembangan bandar udara di daerah perbatasan negara (Terdamu-Sabu, D.C Saudale-Rote, A.A. Bere Talo-Atambua). Faktor faktor penghambatnya adalah masih terbatasnya dukungan Pemerintah Provinsi dalam menyediakan dukungan dana pendamping untuk perencanaan dan pengawasan pelaksanaan pembangunan prasarana dan fasilitas perhubungan (darat, laut dan darat). III.4. Telaahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTT dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis RPJMD Provinsi NTT 1. Tinjauan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTT, sebagai faktor pendorong SKPD, yaitu adanya sejumlah arah kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi NTT pada sektor transportasi yang sejalan dengan tugas pokok dan fungsi serta kebijakan dalam Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) Provinsi NTT, yaitu : a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu Kota Kupang adalah kawasan perkotaan yang berfungsi dan berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional; sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi dan sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yaitu Soe (Kabupaten TTS), Kefamenanu (Kabupaten TTU), Ende (Kabupaten Ende), Ruteng (Kabupaten Manggarai) dan Labuan Bajo (Kabupaten Manggarai Barat), adalah kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN; sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten. c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), yaitu Kalabahi (Kabupaten Alor), Atambua (Kabupaten Belu) dan Kefamenanu (Kabupaten TTU), adalah kawasan perkotaan yang berfungsi dan berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga; berfungsi sebagai Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

9 pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga (Timor Leste dan Australia); sebagai simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya dan merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan disekitarnya. d. Mengembangkan transportasi yang terpadu antar moda untuk menunjang distribusi dan koleksi barang, jasa dan manusia; e. Menata pergerakan transportasi antar pusat kegiatan di dalam pulau melalui peningkatan dan pemeliharaan jaringan jalan dan fasilitas keselamatan lalulintas, serta pembangunan jaringan jalan baru untuk tingkat Provinsi; f. Mendorong keterjangkauan transportasi darat sampai ke daerah pedalaman dan perdesaan. Arah kebijakan ini sejalan dengan pengembangan sarana angkutan keperintisan (darat, laut dan udara) ; g. Mengembangkan PelabuhanTenau sebagai pelabuhan utama bertaraf internasional untuk mendukung pengembangan pariwisata dan ekspor-impor barang. Kebijakan ini sejalan dengan kebijakan dalam Master Plan pengembangan Pelabuhan Tenau Kupang sebagai pelabuhan ekspor/impor di wilayah Indonesia timur. h. Mengembangkan pelabuhan-pelabuhan yang bertaraf nasional di pulau-pulau utama guna meningkatkan keterkaitan eksternal dengan wilayah lain disekitarnya; i. Mengembangkan pelabuhan-pelabuhan regional dan lokal guna meningkatkan keterkaitan di dalam wilayah provinsi. j. Meningkatkan pelayanan bandar udara yang telah ada, terutama pada wilayahwilayah pusat pertumbuhan; dan k. Membuka pelayanan bandar udara baru bagi wilayah yang berpotensi berkembang dan untuk kepentingan tertentu. Kebijakan ini mendukung rencana pemerintah Provinsi NTT untuk membangun bandar udara Kabir di Alor-Pantar, Adonara-Flores Timur dan Tanjung Bendera di Manggarai Timur. 2. Tinjauan terhadap hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis untuk RPJMD Provinsi NTT tahun , pada sektor transportasi, yaitu: a. Aktivitas/kegiatan disektor transportasi berpotensi menimbulkan pencemaran udara dan air; b. Meningkatkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas serta menimbulkan kebisingan dan getaran. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

10 c. Menimbulkan konflik sosial terkait penggunaan lahan untuk pembangunan/pengembangan prasarana dan fasilitas transportasi (terminal, bandar udara dan pelabuhan). d. Menimbulkan alih fungsi lahan (lahan konservasi menjadi pelabuhan) dan mengganggu ekosistem laut (rusaknya ekosistem laut). e. Besarnya tingkat penggunaan kendaraan pribadi di perkotaan, yang dapat menimbulkan kemacetan dan berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran udara (polusi udara). III.5. Isu-Isu Strategis Pembangunan Sektor Transportasi Ke Depan Setelah dilakukan berbagai analisis terhadap gambaran pelayanan SKPD, review kinerja pelayanan selama 5 tahun terakhir dan permasalahan permasalahan pembangunan sektor transportasi (darat, laut dan udara), maka dirumuskan isu-isu strategis pembangunan transportasi (darat, laut dan udara), adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya jumlah kejadian kecelakaan dan angka fatalitas kecelakaan lalu lintas angkutan. 2. Masih terbatasnya akses sarana dan prasarana transportasi pada daerah-daerah tertinggal/terpencil, perdesaan dan wilayah perbatasan (antar daerah & antar negara) dan pengembangan kepariwisataan serta 6 (enam) tekad Pemerintah Provinsi ; 3. Tingginya kerusakan prasarana jalan akibat muatan lebih kendaraan, hal ini terjadinya karena kurang optimalnya pengoperasian & pengelolaan jembatan timbang yang ada. 4. Belum adanya sarana angkutan antar moda transportasi yang menghubungkan antar simpul-simpul transportasi terminal, bandar udara, pelabuhan laut & penyeberangan. 5. Masih rendahnya kualitas layanan sarana dan prasarana angkutan umum/publik yang adaserta tingginya permintaan ijin trayek angkutan antar jemput dan angkutan sewa dan taksi di berbagai kabupaten/kota di NTT; 6. Aktivitas transportasi berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan (air dan udara) dan terjadinya konflik sosial (masalah tanah). 7. Masih adanya praktik percaloan tarif penumpang/barang pada pelayanan angkutan jalan, penyeberangan, laut dan udara. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Strategis (RENSTRA) Dinas Perhubungan Provinsi NTT Tahun BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Transportasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari sarana, prasarana, yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya manusia dalam membentuk jaringan prasarana

Lebih terperinci

Terwujudnya sistem transportasi yang selamat, efektif, efisien dan terpadu dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional.

Terwujudnya sistem transportasi yang selamat, efektif, efisien dan terpadu dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN IV.1 Visi Visi adalah suatu pernyataan tentang kondisi ideal masa depan yang realistik, dapat dipercaya dan mengandung daya tarik bagi satu

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 66 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERHUBUNGAN, INFORMASI DAN KOMUNIKASI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 123 DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN KUPANG Bagian Pertama Dinas Pasal 123 Dinas Perhubungan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan sebagian urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR

VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR VISI DAN MISI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN TANAH DATAR Visi dan Misi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tanah Datar mengacu pada Visi dan Misi instansi di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DARI DAN KE DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN PERBATASAN DENGAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No14/02/53/Th.XVIII, 16 Februari 2015 Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) Provinsi Nusa Tenggara Timur 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes)

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Kuliah ke 13 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (Lanjutan) Jaringan Transportasi dalam Tatranas terdiri dari : 1. Transportasi antar moda

Lebih terperinci

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT

BAHAN PAPARAN. Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT BAHAN PAPARAN Disampaikan pada : BIMBINGAN TEKNIS AUDIT PENGERTIAN ISTILAH 1. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang

Lebih terperinci

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV

2015, No ruang wilayah Kabupaten Manggarai Barat sebagaimana yang direkomedasikan oleh Bupati Manggarai Barat melalui surat Nomor BU.005/74/IV BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1764, 2015 KEMENHUB. Pelabuhan. Labuan Bajo. NTT. Rencana Induk PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 183 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PELABUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia harus melaksanakan berbagai aktivitas yang tidak perlu berada pada satu tempat. Untuk melakukan aktivitas tersebut memerlukan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PELABUHAN PENGUMPAN LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI ALOR, : a. bahwa pelabuhan mempunyai peran

Lebih terperinci

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN

MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN MATRIKS PENJABARAN PENCAPAIAN KINERJA PROGRAM MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN No ( Kinerja RPJMD) Program Dedicated 2 Pembangunan Perhubungan dan Transportasi 14.c Program pembangunan Terminal Bus Pulogebang

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO)

PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) PENTINGNYA MASTER PLAN DALAM PROSES PEMBANGUNAN TERMINAL ANGKUTAN JALAN (STUDI KASUS: MASTER PLAN TERMINAL ULU DI KABUPATEN KEPULAUAN SITARO) Sisca V Pandey Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

Paragraf 1 Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

Paragraf 1 Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian BAB XVIII DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 356 Susunan organisasi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan daerah. 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 5A TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DALAM

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa perhubungan

Lebih terperinci

-2- Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Undang-Un

-2- Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 6. Undang-Un pas GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER,

Lebih terperinci

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan 2. Pemberian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006-2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanakan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI

4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI 4 BAB IV KONDISI WILAYAH DAN SISTEMTRANSPORTASI SAAT INI 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Secara Geografis Kota Kupang berada pada posisi 10 36 14-10 39 58 Lintang Selatan dan 123 32 23-123 37 01 Bujur Timur.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sesuai dengan Rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam rangka pengembangan Kecamatan Insana Utara (Wini) sebagai Kota Satelit (program khusus)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

PERATURAN WALIKOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG NOMOR 28 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang saat ini. Perkembangan tersebut merata keseluruh penjuru daerah yang ada di Indonesia. Salah satu daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN,

TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, TATANAN KEPELABUHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 53 TAHUN 2002 MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) - 35-7. BIDANG PERHUBUNGAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan kabupaten 2. Pemberian izin penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persilangan rute perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan dua pertiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi

Lebih terperinci

K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BUKU INFORMASI TRANSPORTASI

K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BUKU INFORMASI TRANSPORTASI K E M E N T E R I A N P E R H U B U N G A N BUKU INFORMASI 2015 TRANSPORTASI KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PENYELENGGARAAN ANGKUTAN LAUT DALAM NEGERI BERDASARKAN SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL http://images.hukumonline.com I. PENDAHULUAN Laut adalah ruang perairan di muka bumi yang menghubungkan daratan dengan

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil inventarisasi kebijakan, fakta lapang dan analisis kinerja serta prioritas pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat di Kawasan Timur Indonesia,

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG -1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Sumber: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul REDESAIN TERMINAL BANDARA ATAMBUA SEBAGAI AKSES PENERBANGAN INTERNASIONAL INDONESIA - TIMOR LESTE, dari judul diatas dapat diartikan perkata sebagai berikut: Sumber:

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Direktorat Lalu lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Jalan Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta 10110 1 1. Cetak Biru Pengembangan Pelabuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bandar Lampung telah terus berkembang dari sisi jumlah penduduk, kewilayahan dan ekonomi. Perkembangan ini menuntut penyediaan sarana angkutan umum yang sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT DUKUNGAN KEBIJAKAN DALAM MENGOPTIMALKAN KAPASITAS, KUALITAS DAN DAYA SAING INDUSTRI PELAYARAN NIAGA DAN PELAYARAN RAKYAT SERTA INFRASTRUKTUR PENDUKUNGNYA DALAM MEWUJUDKAN KONEKTIVITAS NASIONAL DAN NORMALISASI

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS UNIT DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, TELEKOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN

RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN RANCANGAN KRITERIA KLASIFIKASI PELAYANAN PELABUHAN LAMPIRAN 1 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Kriteria dan Variabel Penilaian Pelabuhan 4.2. Pengelompokan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Kebutuhan akan transportasi bermula dari suatu penyebaran kegiatan sosial dan kegiatan ekonomi di suatu wilayah.transportasi merupakan suatu sarana yang berkorelasi positif terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin meningkat. Institusi pemerintah sebagai pelayan masyarakat perlu menemukan dan memahami cara

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Kuliah ke 12 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2007 TENTANG KEPELABUHANAN DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT

WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT WALIKOTA SINGKAWANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1 of 23 08/07/2009 22:34 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM Teks tidak dalam format asli. Kembali mencabut: PP 71-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 128,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci