PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DI DALAM TRAY DRYER Kristina Dwiyanti Nia Maulia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DI DALAM TRAY DRYER Kristina Dwiyanti Nia Maulia"

Transkripsi

1 PENGARUH UKURAN PARTIKEL TERHADAP LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DI DALAM TRAY DRYER Kristina Dwiyanti Nia Maulia Jurusan Teknik Kimia FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih Sukolilo, Surabaya 6111 Abstrak : Penelitian ini bertjuan untuk menentukan pengaruh laju udara pengering, suhu udara pengering dan humidity terhadap laju pengeringan, menentukan karakteristik kurva laju pengeringan pupuk ZA, dan menentukan parameter perpindahan massa (D eff dan k G ). Penelitian dilaksanakan dengan melaksanakan eksperimen pengeringan ZA, setelah diperoleh data waktu pengeringan dan berat solid selama proses pengeringan maka dihitung moisture content, drying rate dan melakukan estimasi parameter model. Dimana estimasi parameter model dilakukan dengan input data eksperimen ke dalam model. Untuk memperoleh parameter perpindahan massa D eff dan k G diperlukan fitting data eksperimen dengan simulasi sampai diperoleh error minimum. Fitting data eksperimen dengan simulasi diperoleh difusivitas efektif (Deff) dan koefisien perpindahan massa (k G ). Difusivitas efektif dipengaruhi oleh suhu udara pengering, dimana semakin meningkat suhu udara pengering maka harga difusivitas efektif semakin besar. Sedangkan ukuran partikel yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Pengaruh suhu terhadap D eff dapat dinyatakan dengan D eff = 3,388x1-15 T 2,96. Dengan fitting parameter model dengan data percobaan, maka diperoleh nilai parameter k G = 1,4647 x1-9 Dp T v.499. Koefisien perpindahan massa (k G ) semakin meningkat dengan kenaikan laju alir udara. Pada laju alir udara 1 dan 1,2 m/s diperoleh k G 8,32x1-1 dan 9,336x1-1 kgmol/detik m 2 Pa. Pada pengeringan ZA dalam tray dryer, drying rate terjadi pada daerah falling rate. Drying rate dipengaruhi oleh laju alir udara pengering, suhu udara pengering, ukuran partikel dan humidity udara pengering. Kata kunci : Ukuran Partikel, difusivitas efektif, koefisien perpindahan massa, tray dryer, ZA. 1. PENDAHULUAN Ammonium Sulfat (ZA) merupakan salah satu jenis pupuk sintetis yang mengandung unsur hara N. Unsur hara N yang berasal dari Urea dan ZA merupakan hara makro utama bagi tanaman selain P dan K dan seringkali menjadi factor pembatas dalam produksi tanaman. Pengeringan adalah proses untuk menghilangkan sejumlah cairan volatile yang terdapat dalam padatan dengan cara evaporasi. Dalam industri pupuk seperti ammonium sulfat (ZA), superfosfat (SP), dan natrium fosfat kalium (NPK), proses pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan rotary dryer untuk skala industri atapun tray dryer untuk skala laboratorium. Untuk dapat mendesain dan menganalisa kinerja alat tersebut, perlu diketahui karakteristik pengeringan bahan padat yang dikeringkan. Penelitian untuk memperoleh data karakteristik pengeringan bahan padat telah dilakukan oleh sejumlah peneliti secara eksperimen, antara lain : pengeringan ampas wortel oleh Singh et al (26), pengeringan biji anggur oleh Roberts et al (28), pengeringan limbah padat tepung tapioka oleh Dedi dkk (29). Sedangkan penelitian yang mengambarkan proses pengeringan pupuk ZA secara eksperimen dilakukan oleh Salman dkk (21) didalam tray dryer dengan ukuran partikel seragam oleh dan hasilnya dimodelkan dengan menggunakan model difusi isotermal untuk mendapatkan parameter karakteristik pengeringannya. Selain itu proses pengeringan pupuk ZA banyak dikembangkan secara modelling, diantaranya adalah Hidayat et al (27) mengembangkan model pengeringan pupuk ZA dalam Rotary Dryer dengan memperhitungkan dispersi axial padatan, Sheehan et al (25) mengembangkan model proses pengeringan padatan secara semi teoritis dari flighted rotary dryer, Selain itu, Najim K (1989) mengembangkan model pengeringan pupuk ZA dan Phosphate dalam Rotary Dryer. Berdasarkan kajian dari literatur, diperoleh kesimpulan bahwa penelitian tentang karakteristik pengeringan pupuk ZA masih sangat terbatas. Oleh karena itu penelitian untuk mendapatkan data karakteristik pengeringan pupuk ZA perlu dilakukan. Dalam penelitian ini akan dilakukan studi eksperimen karakteristik pengeringan pupuk ZA dengan kondisi ukuran partikel yang berbeda di dalam Tray dryer. I.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah mengenai studi karakteristik pangeringan pupuk ZA dengan meninjau perbedaan ukuran partikel. 1

2 I.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari eksperimen adalah : 1. Menentukan karakteristik pengeringan pupuk ZA 2. Menentukan pengaruh kecepatan alir udara pengering, suhu udara pengering, humidity udara pengering dan perbedaan ukuran partikel terhadap drying rate. 3. Menentukan parameter perpindahan massa moisture pada bahan (D eff ) dan koefisien perpindahan massa pada udara pengering (k G ). I.4 Batasan Masalah Penelitian ini menggunakan cara konveksi dengan udara pengering di dalam tray dryer. Variabel yang digunakan adalah kecepatan udara, suhu udara, ukuran partikel bahan yang berbeda I.5 Manfaat Penelitian Memberikan informasi mengenai karakteristik pengeringan pupuk ZA dengan ukuran partikel yang berbeda. 2. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Ammonium Sulfat (ZA) II.1.1 Proses Pembuatan Ammonium Sulfat (ZA) Ammonium Sulfat adalah bentuk pupuk nitrogen yang pertama kali dikenal oleh masyarakat. Uraian proses sederhana pembuatan ZA ini, dimulai dengan pembuatan ammonium carbonat dengan reaksi : 2 NH 3 + CO 2 + H 2 O (NH 4 ) 2 CO kal/mol Ammonium carbonat yang terbentuk kemudian dialirkan ke reaktor dan gas scrubber untuk terjadi rekasi lanjut pembentukan ammonium sulfat dengan reaksi: (NH 4 ) 2 CO 3 + CaSO 4.H 2 O (NH 4 ) 2 SO 4 + CaCO 3 + H 2 O -2,7kkal/mol Setelah itu dilakukan proses penyerapan gas NH3 dan CO 2 yang lolos pada saat proses pembuatan ammonium carbonat. Larutan ammonium sulfat yang terbentuk kemudian di filtrasi untuk memisahkan larutan ZA dan padatan kapur. Kelebihan ammonium carbonat dan ammonia dinetralkan dengan asam sulfat sehingga didapat ZA, sedangkan karbon dioksidanya terlepas. Larutan ZA yang telah dinetralkan ini kemudian diuapkan hingga menjadi pekat dan terbentuk kristal. Campuran kristal dan larutan jenuh ini dipisahkan menggunakan centrifuge, sehingga didapatkan kristal ZA yang masih basah. Kristal ZA yang masih basah ini dikeringkan dan didinginkan dalam rotary drum. Pengeringan dilakukan dengan memanfaatkan panas dari pembakaran gas alam. Pupuk ZA yang keluar dari proses ini lalu dikemas. II.1.2 Sifat-sifat Ammonium Sulfat (ZA) Kelebihan utama dari ZA ini adalah sifat higroskopiknya yang rendah, sifat kimia yang stabil, dan efektivitas agronomik yang baik. Selain dikenal sebagai sumber nitrogen, ZA dikenal juga sebagai sumber sulfur untuk tanaman. Berikut adalah properties yang penting dari ZA: Rumus Molekul : (NH 4 ) 2 SO Kandungan N Berat Molekul Kenampakan 4 : 21.2% (berat) : g/mol : kristal putih halus Densitas 2 /4 C : 1.77 g/cm 3 Kapasitas Panas (s) :.34 cal/g. C Melting Point : 512 C CRH pada 3 C : 81% Spesifikasi produk ZA Bentuk : Kristal Ukuran : 7% tertahan Tyler mesh no 3 Kadar nitrogen : 21% berat (minimum) Asam bebas :,1% berat (maksimum) Air :,15% berat (maksimum) II.2 Teori Pengeringan Pengeringan adalah suatu peristiwa perpindahan massa dan energi yang terjadi dalam pemisahan cairan atau kelembaban dari suatu bahan sampai batas kandungan air yang ditentukan dengan menggunakan gas sebagai fluida sumber panas dan penerima uap cairan (Sumber: Treybal, 198). Dasar proses pengeringan adalah terjadi penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering seperti suhu, kecepatan udara, kelembapan, dimana makin tinggi udara pengering makin cepat pula proses pengeringan berlangsung dan faktor yang berhubungan dengan bahan yang dikeringkan seperti ukuran bahan, kadar air awal bahan. Pengeringan secara mekanis dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu: 1. Continuous drying Suatu pengeringan bahan dimana pemasukan dan pengeluaran bahan dilakukan terus menerus. 2. Batch drying Suatu pengeringan dimana bahan masuk ke alat pengering sampai pengeluaran hasil kering, kemudian baru dimasukkan bahan yang berikutnya. 2

3 Menurut system proses pengeringan dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Direct drying Pada system ini bahan dikeringkan dengan cara mengalirkan udara pengering melewati bahan sehingga panas yang diserap diperoleh dari sentuhan langsung antara bahan dengan udara pengering, biasanya disebut dengan pengeringan konveksi. 2. Indirect drying Pada system ini panas pengeringan di dapat dari dinding pemanas yang bersentuhan dengan bahan yang dikeringkan secara konduksi. Pengeringan biasanya merupakan langkah terakhir dari sederetan operasi dan hasil pengeringan biasanya siap dikemas. Kandungan zat cair dalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan ke bahan lain. Ada bahan yang tidak mempunyai kandungan zat cair sama sekali (bone dry). Pada umumnya zat padat selalu mengandung sedikit fraksi air sebagai air terikat. Zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam bentuk serpih, bijian, kristal, serbuk, lempeng, atau lembaran sinambung dengan sifat-sifat yang berbeda satu sama lain. Zat cair yang akan diuapkan bisa terdapat pada permukaan zat padat seperti pada kristal, dapat pula seluruh zat cair terdapat di dalam zat padat seperti pada pemisahan pelarut dari lembaran polimer, atau dapat pula sebagian zat cair di luar dan sebagian di dalam. Laju pengeringan dipengaruhi oleh kondisi udara pengering, bentuk dan ukuran partikel yang dikeringkan. Perpindahan massa terjadi bila terdapat kontak antara solid dan udara pengering. Prosesnya adalah terjadi perpindahan massa dari permukaan pertikel kedalam aliran udara pengering. II.2.1 Fenomena Pengeringan Fenomena pengeringan dapat digambarkan dengan kurva moisture content dalam padatan atau rate pengeringan (drying rate) sebagai fungsi waktu. Typical kurva pengeringan dan kurva rate pengeringan untuk pengeringan konveksi ditunjukkan dalam gambar 2. 1 dan gambar 2.2 berikut: Gambar 2.1. Typical Kurva Pengeringan untuk Pengeringan Konveksi Gambar Typical Kurva Rate Pengeringan untuk Pengeringan Konveksi Pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2, profil pengeringan dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : preheating (periode pengeringan awal), periode rate konstan dan periode rate falling, yang tergantung pada karakteristik dari padatan. Garis A - B menggambarkan perubahan moisture content dalam padatan selama periode awal. Selama periode ini, temperatur padatan dan lapisan cairan di permukaan padatan lebih rendah dibandingkan temperatur kesetimbangan, sehingga rate pengeringan dalam range A - B meningkat hingga dicapai temperatur yang menghubungkan B - C. Jika temperatur padatan basah lebih tinggi dari temperatur kesetimbangan, maka periode pengeringan awalnya adalah sesuai dengan garis A B. Periode awal biasanya sangat singkat, dan dalam prakteknya diabaikan. Rate pengeringan dalam periode B C adalah konstan, begitu juga slope garis B C. Moisture content pada tahap transisi antara periode rate konstan dan periode rate falling disebut sebagai moisture content kritis, X cr. Dimulai pada titik kritis ini, garis penurunan moisture content yang sebelumnya lurus (linear) menjadi garis asymtotik hingga mendekati titik kesetimbangan, X eq, dimana tidak akan terjadi penurunan moisture content lagi dalam padatan. Proses pengeringan dipengaruhi oleh kondisi external dan mekanisme pengeringan internal di dalam padatan. Selama periode rate konstan, kondisi eksternal mengontrol rate pengeringan, sedangkan pada periode rate falling, yang dominan mengontrol rate pengeringan adalah mekanisme transport moisture internal. Bentuk dari profil pengeringan tergantung dari material yang dikeringkan, yang biasanya diperoleh dengan eksperimen menggunakan drier batch atau oven yang kondisinya disesuaikan dengan kondisi nyata. II.2.2 Waktu Pengeringan Dalam merancang pengering, besaran yang penting adalah waktu yang diperlukan untuk mengeringkan bahan dalam kondisi yang terdapat pada pengering, karena hal ini akan menetapkan ukuran peralatan yang diperlukan untuk suatu kapasitas tertentu. 3

4 II.2.3 Teori Difusi Distribusi moisture di dalam padatan dapat terjadi secara difusi. Kecepatan difusi tersebut dinyatakan dengan hukum II Fick yang digunakan sebagai dasar perhitungan kuantitatif laju pengeringan zat padat, dengan persamaan : = D ( 2 eff M ).(2.7) t dimana M adalah moisture content, t adalah waktu, dan D eff adalah difusivitas efektif. Difusi merupakan ciri untuk bahan-bahan yang lambat kering. Tahanan terhadap perpindahan massa uap air dari permukaan zat padat ke udara biasanya dapat diabaikan dan difusi di dalam zat padat itulah yang mengendalikan laju pengeringan keseluruhan. Moisture content pada permukaan pada kondisi ini akan berada pada nilai kesetimbangan atau sangat berdekatan dengan nilai tersebut. Kecepatan udara hampir tidak berpengaruh, sedang kelembaban udara mempengaruhi proses pengeringan terutama melalui pengaruhnya terhadap equilibrium moisture content. Oleh karena difusivitas meningkat bersamaan dengan suhu, kecepatan pengeringan juga meningkat jika suhu meningkat. (Mc Cabe, 1987) II.2.3 Koefisien Perpindahan Massa Bila fliuda mengalir paralel pada bidang datar dan perpindahan panas terjadi pada bidang datar dan fluida maka berlaku korelasi perpindahan panas berikut untuk daerah laminer (N re,l < 3 x 1 5 ) dan N Sc >,7,5 1/3 NSh=,64. N re,l. N Sc Dimana Nsh adalah Nushel number, Nre adalah Reynold nomber, dan Nsc adalah Schmidt number. Dengan Reynold Number Nre,L, Nre,L= llllll μμ Dimana Ɩ sebagai panjang flat plate yang digunakan, ν adalah kecepatan udara, ρ sebagai densitas udara, dan μ, adalah viscositas udara. Schmidt Number dirumuskan sebagai berikut, μμ N Sc = ρρdd AAAA Dimana DAB adalah difusifitas Sedangkan untuk aliran turbulen (Nre,L > 3 x 1 5 ) dan N Sc >,7 N,8 1/3 Sh=,366. N re,l. N Sc Transfer perpindahan massa k k C ( N )( D ) Sh AB = Transfer perpindahan massa untuk gas k k G l ( k ) c = ( R)( T ) c (Geankoplis, C.J, 3 rd edition hal 444) G, II. 3. Model Matematis Proses Pengeringan Beragam penelitian pada proses pengeringan menggunakan berbagai macam model untuk mendapatkan model matematis yang sesuai untuk kondisi pengeringan. Model yang digunakan untuk pengeringan yaitu model difusi, perpindahan massa dan panas, empiris dan semi-teoritis. Pada penelitian eksperimental umumnya memakai model semi-teoritis untuk mendapatkan model pengeringannya. Dari model-model semi teoritis yang ada kemudian dibandingkan untuk didapatkan salah satu model semi teoritis yang paling sesuai dengan error paling minimum. Pengembangan model matematik yang berawal dari hukum II Fick biasanya ditulis dalam program komputer dan disimulasi untuk mendapatkan pengaruh parameter dan kondisi operasi pada pengeringan. Berikut beberapa penelitian pengembangan model matematik untuk mendapatkan parameter perpindahan massa pada proses pengeringan : Penelitian Salman dan Raditya (21) eksperimen dan pengembangan model matematis proses pengeringan pupuk ZA di dalam tray dryer dan mengestimasi harga parameter model difusivitas efektif (D eff ) dan koefisien perpindahan massa uap air pada permukaan padatan ke udara pengering (k G ). Penelitian dilaksanakan dengan mengembangkan model matematis yang didasarkan pada konsep hukum II Fick untuk difusi pada padatan berbentuk bola. Faktor partisi dimasukkan dalam model pengeringan pada penelitian ini untuk kondisi batas pada permukaan padatan limbah tapioka. Validasi model dilakukan dengan fitting parameter model Deff dan k G menggunakan data eksperimen yang telah dilakukan oleh Dedi dkk (29). Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa difusivitas efektif (D eff ) dipengaruhi oleh suhu udara pengering, dimana semakin tinggi suhu udara pengering maka harga D eff semakin besar. Koefisien perpindahan massa (k G ) semakin meningkat dengan kenaikan suhu udara pengering dan kecepatan alir udara. Berikut ini adalah skema difusi moisture kearah x (ke atas). Udara pengering x L H, P A Permukaan padatan N Ax x + Δx N Ax x Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pemodelan ini adalah : 1. Difusi moisture hanya pada arah x (ke atas : dari dasar tray ke permukaan padatan). x+δx x Tray H S, P AS 4

5 2. Aliran udara pengering besar sehingga kondisi udara pengering relatif konstan (T &H). 3. Moisture dalam padatan pada kondisi awal (t=) adalah merata. 4. Temperatur padatan konstan selama pengeringan pada suhu bola basah. Neraca Massa Komponen Moisture : Akumulasi = Input - Output...(2.9) Input = N Ax x = Output = N Ax ρ Deff... (2.1) x x x + x = ρ Deff...(2.11) x x + x x t Akumulasi = ρ...(2.12) Persamaan (2.1), (2.11), dan (2.12) disubstitusi ke Persamaan (2.9) = t ρd eff x x x x x + x ρ.(2.13) Untuk x, maka Persamaan (2.13) dapat ditulis kembali menjadi : = t D eff 2 M 2 x...(2.14) Dengan mempertimbangkan bahwa kondisi air pada permukaan tidak selalu dalam keadaan kesetimbangan, maka digunakan faktor partisi empiris baru untuk kondisi kesetimbangan air dan udara pengering di permukaan padatan limbah padat tapioka. Faktor partisi yang diperkenalkan pada pada penelitian ini dinyatakan M ( ) M t M dengan persamaan β = e Kondisi batas : t = M = M x L...(2.15) t > = x = x...(2.16) ρ t > Deff = kg ( PAS PA )β BM x II. 4 Tray dryer Penelitian ini menggunakan alat pengering berupa tray dryer. Kelebihan dan kekurangan alat ini seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1 Tray dryer merupakan jenis pengering langsung, batch, dan konveksi. Bahan diletakkan di wadah dan disangga. Ukuran bahan tetap selama pengeringan. Kondisi wadah adalah diam seperti terlihat pada Gambar 2.3 (a), sedangkan cara berkontak gas adalah dengan aliran sejajar seperti pada Gambar 2.3 (b) sehingga memungkinkan masuknya aliran gas ke dalam ruangan antara padatan yang dekat permukaan. Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan Tray Dryer Kelebihan - Untuk segala macam bahan - Cocok untuk penelitian skala laboratorium - Moisture content akhir lebih rendah (a) kondisi wadah diam Kekurangan 3. METODOLOGI PERCOBAAN - Loading dan off loading dikerjakan manual - Konsumsi energi lebih besar (b) arah aliran sejajar Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan alat try dryer untuk menentukan karakteristik pengeringan pupuk ZA. Data hasil eksperimen akan diolah untuk mendapatkan harga parameter proses pengeringan yang penting seperti koefisien diffusifitas efektif, moisture dari molekul ZA dan koefisien perpindahan massa. Pelaksanaan penelitian dibutuhkan beberapa langkah, yaitu tahap persiapan (bahan dan alat), tahap percobaan, dan analisa data. III.1 Persiapan Penelitian III.1.1 Persiapan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk ZA berwarna putih. Sebelum penelitian, bahan diukur kadar air totalnya memakai oven menurut langkah-langkah berikut : 1. Menyiapkan 3 cawan sebagai wadah sampel. 2. Menimbang massa masing-masing cawan dengan timbangan digital. 3. Memasukkan bahan ke dalam masingmasing cawan. 4. Menyalakan oven dan mengatur suhunya pada 1 o C selama 2 jam. 5. Memasukkan 3 sampel bahan ke oven selama 2 jam. 6. Mengeluarkan sampel setelah 2 jam dan menaruhnya ke desikator agar dingin. 7. Mengeluarkan cawan berisi sampel dari desikator dan menimbang beratnya masing-masing. 8. Menentukan kandungan air total bahan 5

6 udara masuk III.1.2 Peralatan Penelitian Percobaan ini membutuhkan alat tray dryer sederhana Keterangan gambar : 4 Gambar 3.1 Tray Dryer 1. Kipas angin 2. AC 3. Pemanas 4. Thermocouple 5. Thermocouple bola kering 6. Thermocouple bola basah III.2 Prosedur Percobaan Pintu kaca 8. Timbangan digital 9. Tray 1. Wadah sampel 11. Ruangan Pengering udara keluar III.2.1 Tahap Persiapan 1. Kalibrasi bukaan duct dengan bantuan anemometer untuk laju alir udara pengering 2. Kalibrasi titik bawah termometer dengan es mencair dan titik atas termometer dengan air mendidih untuk pembacaan suhu udara pengering. 3. Menyiapkan wadah sampel dengan rincian : 3 buah wadah tebalnya wadah tebalnya 5 mm masing-masing memiliki luas permukaan 15 x 15 cm 2. Wadah hanya terbuka bagian atasnya. 4. Menimbang massa masing-masing wadah sampel. 5. Memasukkan sampel ke dalam masingmasing wadah. 6. Menyalakan pemanas sesuai suhu percobaan. 7. Menyalakan kipas angin dengan kecepatan udara sesuai percobaan. 8. Membiarkan selama + 3 menit sampai kondisi steady state tercapai. III.2.2 Tahap Pengamatan 1. Menghidupkan timbangan digital dan mengatur posisi pembacaan pada gram. 2. Memasukkan sampel dan menaruh di atas tray lalu menutup pintu kaca. 3. Mencatat massa awal wadah berisi sampel. 4. Menghidupkan stopwatch dan membiarkan proses pengeringan berjalan. 5. Mencatat dan menghitung data penelitian seperti data Td, Tw. 6. Setelah 2 menit melihat pembacaan timbangan dan mencatat massanya. 7. Mengulangi pembacaan timbangan tiap 2 menit sampai massa wadah berisi sampel tidak mengalami perubahan lagi. 8. Mengeluarkan sampel. 9. Mengulangi langkah di atas mulai dari langkah nomor 6 tahap persiapan untuk variabel percobaan yang lain. III.3 Tahap Analisa Data Eksperimen Data pengamatan eksperimen yang diperoleh diolah untuk mendapatkan nilai-nilai parameter proses yang penting seperti koefisien diffusifitas efektif, moisture content dari pupuk ZA dan koefisien perpindahan massa, Untuk memperolah parameter perpindahan massa D eff dan k G dideskripsikan dengan model difusi isothermal yang telah dikembangkan oleh Salman dkk dan hasilnya ditulis dalam progam matlab 7.1. III.4 Fitting Parameter Model Untuk mendapatkan suatu kurva karekteristik pengeringan yang mendekati data eksperimen diperlukan fitting (penyesuaian) data hasil eksperimen dengan hasil simulasi. Koefisien dan konstanta dari model ditentukan dengan perhitungan regresi linear. III.5 Variabel Penelitian 1. Laju udara pengering : 1 m/s ; 1,2 m/s 2. Suhu udara pengering : 6,7 dan 8 C 3. Ukuran Partikel Bahan :,51 cm;,45 cm;,39 cm 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, pengeringan dilakukan pada tray dryer dengan berbagai variable ukuran partikel (.5 cm,.4 cm, dan.3 cm), suhu (6, 7, 8 o C), dan kecepatan udara pengering (1 dan 1,2 m/s). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari karakteristik pengeringan ZA dan mengestimasi parameter-parameter model Deff dan k G. Data percobaan yang dinyatakan dalam moisture content bahan setiap saat ditunjukkan pada lampiran B (Tabel B2-B91). Dari data yang telah diperoleh maka ditentukan drying rate bahan yang cara perhitungannya ditunjukkan pada lampiran A. Selanjutnya hasil penelitian ini disajikan dalam pembahasan seperti dibawah ini. IV.1 Pengaruh humidity Udara Pengering terhadap Drying Rate Dari data hasil eksperimen yang diperoleh didapatkan Gambar 4.1 menunjukan pengaruh 6

7 humidity udara pengering terhadap drying rate berbagai variable ukuran partikel (.5 cm,.4 cm, dan.3 cm), pada suhu udara pengering 8 o C dan kecepatan udara pengering, v = 1.2 m/s. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat, bahwa drying rate meningkat dengan penurunan humidity udara pengering. Hal ini sebagai akibat adanya perbedaan kandungan air dalam udara pengering dan permukaan bahan (padatan) yang semakin besar dengan penurunan humidity udara pengering, sehingga dapat meningkatkan besarnya gaya pendorong perpindahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara. Drying rate(kg H 2 O/kg solid kering.menit).25.2 H= gr uap air/kg.15 udara kering.1 H= gr.5 uap air/kg udara kering moisture content(%) Gambar 4.1 Pengaruh humidity udara pengering terhadap drying rate pada suhu T = 8 o C, dengan ukuran partikel.5 cm. IV.2 Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Drying Rate Gambar 4.2 menunjukan pengaruh ukuran partikel terhadap drying rate pada kecepatan udara pengering v = 1m/s dengan ukuran partikel.5 cm,.4 cm, dan.3 cm. Pada Gambar 4.2 dapat dilihat, bahwa semakin besar ukuran partikel maka drying rate semakin meningkat. Pada ukuran partikel yang besar dan tersusun dalam tray dryer memiliki rongga porous sehingga dapat mempercepat perpindahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara. Selain itu ukuran partikel yang semakin besar menyebabkan harga koefisien perpindahan massa sisi gas semakin besar. Namun ukuran partikel yang besar menyebabkan tahanan difusi dalam partikel meningkat, hal ini akan memberikan kontribusi pada penurunan laju pengeringan. Berarti dapat dikatakan bahwa dalam hal ini tahanan perpindahan massa konveksi lebih dominan daripada tahanan perpindahan massa diffusi dalam partikel. Drying rate(kg H 2 O/kg solid kering.menit) moisture content(%) Gambar 4.2 Pengaruh ukuran partikel terhadap drying rate pada suhu T = 8 o C, kecepatan udara pengering v = 1m/s dengan ukuran partikel.5 cm,.4 cm, dan.3 cm. IV.3 Pengaruh Variabel Suhu Udara Pengering terhadap Drying Rate Gambar 4.3 menunjukan pengaruh suhu pengeringan terhadap drying rate pada kecepatan udara pengering v = 1,2 m/s dengan ukuran partikel.3 cm. Pada Gambar 4.3 dapat dilihat, bahwa drying rate meningkat dengan kenaikan suhu udara pengering. Semakin tinggi suhu udara pengering menyebabkan relative humidity udara semakin kecil sehingga dapat meningkatkan besarnya gaya pendorong perpindahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara. drying rate (kg H 2 O/kg solid kering solid kerng.menit) Moisture Content (%) Gambar 4.3 Pengaruh suhu pengeringan terhadap drying rate pada kecepatan udara pengering v = 1m/s, ukuran partikel.4 cm Dp=.5 cm Dp=.4 cm Dp=.3 cm T=6oC T=7 oc T=8 oc IV.4 Pengaruh Variabel Kecepatan Udara Pengering terhadap Drying Rate Gambar 4.4 menunjukkan pengaruh kecepatan udara pengering terhadap drying rate pada suhu T = 8 o C dengan ukuran partikel.5 cm,.4 cm, dan.3 cm. Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa, drying rate meningkat dengan kenaikan laju alir udara pengering. Hal ini sebagai akibat adanya penurunan resisten perpindahan massa, sehingga koefisien perpindahan massa (k G ) semakin besar dan drying rate semakin besar pula. 7

8 drying rate (kg H 2 O/kg solid kering solig kerng.menit) Gambar 4.4 Pengaruh kecepatan udara pengering terhadap drying rate suhu T= 6 o C dengan ukuran partikel.5 cm. IV.5 Estimasi Parameter Model Untuk memperoleh parameter perpindahan massa D eff dan k G diperlukan fitting (penyesuaian) data eksperimen dengan simulasi sampai diperoleh kurva terbaik yang mendekati data eksperimen. Berikut salah satu grafik fitting model dengan error =.12599, diperoleh nilai D eff = 6.7 x 1-11 m 2 /detik dan k G = 8.34 x 1-1 kgmol/detik.m 2.Pa. Moisture Content (%) Moisture Content (%) Eksperimen Simulasi V=1 m/s V=1.2 m/s Waktu (menit) Gambar 4.5 Grafik fitting data simulasi dengan eksperimen pada ukuran.5 cm T =8 o C, dan kecepatan udara pengering v =1m/s. Dari gambar diatas terlihat bahwa trend data percobaan dan hasil estimasi adalah sesuai. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dikembangkan cukup baik untuk mendeskripsikan proses pengeringan yang terjadi. IV.6 Pengaruh Suhu Udara Pengering terhadap Difusivitas Efektif (D eff ) Dengan fitting parameter model dengan data percobaan, maka diperoleh nilai parameter D eff dan k G untuk berbagai kondisi operasi. Gambar 4.6 menunjukkan pengaruh perubahan suhu udara pengering terhadap D eff. Pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa, semakin tinggi suhu udara pengering maka harga D eff semakin besar. Pada penelitian ini harga D eff dinyatakan dengan persamaan : Deff = 3,3884x1-15 T E-11 Deff(m 2 /detik)x E-11 4E-11 2E-11 Gambar 4.6 Pengaruh perubahan suhu udara pengering terhadap D eff. IV.7 Pengaruh Variabel Ukuran Partikel terhadap Difusivitas Efektif (D eff ) Dengan fitting parameter model dengan data percobaan, maka diperoleh nilai parameter Deff dan k G untuk berbagai kondisi operasi. Gambar 4.7 menunjukkan pengaruh ukuran partikel terhadap D eff. Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa, grafik yang dihasilkan saling berhimpitan satu sama lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran partikel tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap nilai difusifitas efektif. Def(m 2 /detik x 1-11 ) Suhu ( C) 8.E-11 6.E-11 4.E-11 2.E-11.E suhu ( C).5 cm.4 cm.3 cm Gambar 4.7 Pengaruh ukuran partikel terhadap D eff. IV.8 Pengaruh Variabel Ukuran Partikel terhadap Koefisien Perpindahan Massa Gambar 4.8 menunjukkan pengaruh ukuran partikel terhadap k G pada suhu udara pengering T = 8 o C dan laju alir udara pengering v = 1m/s dan 1,2 m/s. Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa semakin kecil ukuran partikel, nilai kg semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena resistan perpindahan massa kecil sehingga menyebabkan k G semakin besar. 8

9 kg(kgmol/detik.m 2.Pa) x E-1 9.2E-1 9.E-1 8.8E-1 8.6E-1 8.4E-1 8.2E ukuran partikel (cm) v=1 m/s v=1.2 m/s Gambar 4.8 Pengaruh ukuran partikel terhadap k G pada suhu udara pengering T = 8 o C Dengan fitting parameter model dengan data percobaan, maka diperoleh korelasi empiris sebagai berikut: kg = 1,4647 x1-9 Dp T v.499. Dari persamaan diatas maka didapatkan hubungan antara k G dengan ukuran partikel, suhu pengering dan kecepatan pengeringan. 5. KESIMPULAN 1. Dari Penelitian yang telah dilakukan dalam penelitian ini diperoleh persamaan empiris difusivitas efektif sebagai fungsi suhu sebagai berikut: D eff = 3,388x1-15 T 2, Difusivitas efektif dipengaruhi oleh suhu udara pengering, dimana semakin meningkat suhu udara pengering maka harga difusivitas efektif semakin besar. Sedangkan ukuran partikel yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang signifikan. 3. Dengan fitting parameter model dengan data percobaan, maka diperoleh nilai parameter k G = 1,4647 x1-9 Dp T v.499. Dari persamaan diatas maka didapatkan hunbungan antara k G dengan ukuran partikel, suhu pengering dan kecepatan pengeringan 4. Koefisien perpindahan massa (kg) semakin meningkat dengan kenaikan laju alir udara. Pada laju alir udara 1 dan 1,2 m/s diperoleh k G 8,32x1-1 dan 9,336x1-1 kgmol/detik m 2 Pa. 5. Drying rate dipengaruhi oleh laju alir udara pengering, suhu udara pengering, ukuran partikel dan humidity udara pengering. Pada ukuran partikel.5 cm, v = 1 m/s, dengan rentang suhu 6 sampai 8 o C, humidity sampai gr uap air/udara kering, harga drying rate naik dari.9 sampai.371 kg H 2 O/kg solid kering.detik. Pada v = 1,2 m/s, dengan rentang suhu 6 sampai 8 o C dan humidity sampai gr uap air/kg udara kering, harga drying rate naik dari,9 sampai,347 kg H 2 O/kg solid kering.detik. 6. Pada ukuran partikel.4 cm, v = 1 m/s, oc dengan rentang suhu 6 sampai 8, dan humidity sampai gr uap air/udara kering, harga drying rate naik dari.9 sampai.373 kg H2O/kg solid kering.detik. Pada v = 1,2 m/s, dengan rentang suhu 6 sampai 8 oc dan humidity sampai gr uap air/kg udara kering, harga drying rate naik dari,9 sampai,357 kg H 2 O/kg solid kering.detik. 7. Pada ukuran partikel mesh, v = 1 m/s, dengan rentang suhu 6 sampai 8 o C, dan humidity sampai gr uap air/udara kering, harga drying rate naik dari.2sampai.349 kg H 2 O/kg solid kering.detik. Pada v = 1,2 m/s, dengan rentang suhu 6 sampai 8 o C dan humidity sampai gr uap air/kg udara kering, harga drying rate naik dari,7 sampai,329 kg H 2 O/kg solid kering.detik. 8. Pada pengeringan ZA dalam tray dryer, drying rate terjadi pada daerah falling rate. Dimana drying rate dipengaruhi oleh laju alir, suhu, ukuran partikel dan humidity udara pengering. Drying rate meningkat dengan kenaikan suhu udara pengering karena dengan naiknya suhu maka relative humidity udara semakin kecil 9. Drying rate juga meningkat dengan penurunan humidity udara pengering, Sedangkan semakin besar ukuran partikel maka drying rate semakin meningkat. DAFTAR PUSTAKA Agus, A., Rachma,N., Permodelan Perpindahan Massa pada Proses Pengeringan Limbah Padat Industri Tapioka di dalam Tray Dryer, Skripsi Jurusan Teknik Kimia FTI- ITS, (29). Akpinar Kavak,E.,Dincer,I., Application of Moisture Transfer Models to Solids Drying, Proceedings of The Institution of Mechanical Engineers; May 25. Ali A,Kuswandi, dan Margono, Pengaruh Berbagai Bentuk Dan Ukuran Partikel Solid Ammonium Sulphate Terhadap Laju Pengeringan, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 22. Faridasari Diah,R., Mulyantini,S., Pengeringan Kelopak Bunga Rosela Menggunakan Tray Dryer, Skripsi Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (25). Geankoplis, C.J, Transport Processess and Unit Operation, 3 rd edition, Allyn and Bacon, Inc., Boston, 196 Harianto, D., Khoir,M., Studi Karakteristik Pengeringan Limbah Padat Tapioka, Skripsi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS, (29). 9

10 Hidayat, T.M., Simulasi Proses Pengeringan Amonium Sulfat (ZA) Dalam Rotary Dryer, Tesis Bidang Keahlian Teknologi Proses Jurusan Teknik Kimia FTI- ITS,(27) Istadi, Sumardiono.S, Soetrisnanto.D, Penentuan Konstanta Pengeringan Dalam Sistem Pengeringan Lapis Tipis, Prosiding Seminar Nasional Teknologi Proses Kimia 22. Najim, K (1989), Modelling and Learning Control of Rotary Phosphate Dryer, International Journal of System Science, 2:9, Markowski,M., Air Drying of Vegetables: Evaluation of Mass Transfer Coeficient, Journal of Food Engineering 34(1997). Mc Cabe, W.L, Unit Operation of Chemical Engineering, 4 th, Mc.Graw-Hill International Book Co, (1985). Perry & Chilton: Chemical Engineers Handbook. th 7 edition, McGraw-Hill Kogakusha,Tokyo, Salman & Caesaryanto R (29), Eksperimen dan Simulasi Proses Pengeringan Pupuk ZA dalam Tray Dryer, Skripsi, Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Sheehan M E, Britton P F & Schneider P A (25), A Model For Solids Transport in Flighted Rotary Dryers, School of Engineering, James Cook University, Townsville, Queensland 4811 Australia. Siswahyono,B., Sembodo,T dan Fadilah, Permodelan Pengeringan Slab Cabai Secara Fluidisas:, Ekuilibrium Vol.7. N.2. Juli 29: Sumarsono, Perilaku Kadar Air Daun Nilam Hasil Pengeringan Secara Rotasi Dengan Tray Dryer. Jurnala Fakultas Pertanian Bengkulu.25 Tejo moyo. Pengolahan Aspal Buton dengan Cara Roasting Menggunakan Rotary Dyer,Skripsi Jurusan Teknik Kimia ITB.27. Treybal, R.E. Mass Transfer Operation, McGraw- Hill, 1981, Chapter : Drying Wang F Y, Cameron I T, Litster J D, Douglas P L. (1993), A Distributed Parameter Approach to The Dynamics of Rotary Drying Processes, Drying Technology 11(7): Yliniemi L, (1999), Advanced Control of a Rotary Dryer, PhD Thesis, Department of Process Engineering, University of Oulu, Finland. 1

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER

EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL PADA LAJU PENGERINGAN PUPUK ZA DALAM TRAY DRYER Disusun oleh : Kristina Dwi yanti Nia Maulia 2308 100 537 2308 100 542 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Susianto, DEA Prof.

Lebih terperinci

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER

PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER SKRIPSI RK 1583 PERMODELAN PERPINDAHAN MASSA PADA PROSES PENGERINGAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAPIOKA DI DALAM TRAY DRYER AULIA AGUS KURNIADY NRP 2303 109 016 NIDIA RACHMA SETIYAJAYANTRI NRP 2306 100 614

Lebih terperinci

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer

Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer Seminar Skripsi Studi Karakteristik Pengeringan Pupuk NPK (15:15:15) Menggunakan Tray Dryer LABORATORIUM PERPINDAHAN ` PANAS DAN MASSA Jurusan Teknik Kimia FTI - ITS Disusun oleh : Argatha Febriansyah

Lebih terperinci

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER)

PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA PENGERINGAN BAHAN PANGAN (KER) Disusun oleh: Siti Nuraisyah Suwanda Dr. Dianika Lestari Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2011 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLIN FILM EVAPORATOR DENAN ADANYA ALIRAN UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS SINGKONG 4.1.1. Perubahan Kadar Air Terhadap Waktu Proses pengeringan lapisan tipis irisan singkong dilakukan mulai dari kisaran kadar

Lebih terperinci

DAUR ULANG KERTAS PEMBUNGKUS ROKOK SEBAGAI BAHAN BAKAR BRIKET DALAM MENJAGA KESEHATAN

DAUR ULANG KERTAS PEMBUNGKUS ROKOK SEBAGAI BAHAN BAKAR BRIKET DALAM MENJAGA KESEHATAN DAUR ULANG KERTAS PEMBUNGKUS ROKOK SEBAGAI BAHAN BAKAR BRIKET DALAM MENJAGA KESEHATAN Candra Dwiratna Wulandari Erni Junita Sinaga Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Dengan teknologi tepat guna

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI

PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Teknologi dan Pangan ISBN : 979-498-467-1 PENENTUAN KONSTANTA PENGERINGAN PATHILO DENGAN MENGGUNAKAN SINAR MATAHARI Asep Nurhikmat & Yuniar Khasanah UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia -

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA FILTRASI (FIL)

MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA FILTRASI (FIL) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA FILTRASI (FIL) Disusun oleh: Joseph Bimandita Sunjoto Dr. Irwan Noezar Dr. Dendy Adityawarman Dr. Adriyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KENTANG (SOLANUM TUBEROSUM L.) Tumbuhan kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas sayuran yang dapat dikembangkan dan bahkan dipasarkan di dalam negeri maupun di luar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK PENGERINGAN LAPISAN TIPIS Menurut Brooker et al. (1974) terdapat beberapa kombinasi waktu dan suhu udara pengering dimana komoditas hasil pertanian dengan kadar

Lebih terperinci

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. DOSEN PEMBIMBING: Dr. Eng. Ir. PRABOWO, M. Eng. AHMAD SEFRIKO

Lebih terperinci

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR (FFE) DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA DITINJAU DARI PENGARUH ARAH ALIRAN UDARA

SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR (FFE) DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA DITINJAU DARI PENGARUH ARAH ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2012 SIMULASI PROSES EVAPORASI BLACK LIQUOR DALAM FALLING FILM EVAPORATOR (FFE) DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI NAMA KELOMPOK : 1. FITRIYATUN NUR JANNAH (5213412006) 2. FERA ARINTA (5213412017) 3. DANI PRASETYA (5213412037) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITTAS

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI Oleh ILHAM AL FIKRI M 04 04 02 037 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 22 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Pengamatan Praktikum pengeringan jagung dengan menggunakan rotary dryer dilakukan mengunakan variabel suhu dan waktu perendaman. Variabel suhu operasi yang berbeda,

Lebih terperinci

Before UTS. Kode Mata Kuliah :

Before UTS. Kode Mata Kuliah : Before UTS Kode Mata Kuliah : 2045330 Bobot : 3 SKS Pertemuan Materi Submateri 1 2 3 4 Konsep dasar perpindahan massa difusional Difusi molekuler dalam keadaan tetap Difusi melalui non stagnan film 1.

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA

PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA Jurusan Teknik Elektro, Fakultas. Teknik, Universitas Negeri Semarang Email:ulfaharief@yahoo.com,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.

BAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel. BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Pupuk Pupuk merupakan unsur hara tanaman yang sangat diperlukan oleh tanaman dalam proses produksi. Ada beberapa 2 jenis pupuk, yaitu 1. Pupuk organik yaitu

Lebih terperinci

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab PSIKROMETRI Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab 1 1. Atmospheric air Udara yang ada di atmosfir merupakan campuran dari udara kering dan uap air. Psikrometri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan 134 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau penguapan kadar air oleh

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (214) ISSN: 2337-3539 (231-9271 Print) B-91 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Kecepatan Udara Terhadap Performa Heat Exchanger Jenis Compact Heat Exchanger (Radiator)

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI-DESTILASI DENGAN PELARUT N-HEXAN DAN PELARUT ETANOL

PROSES PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI-DESTILASI DENGAN PELARUT N-HEXAN DAN PELARUT ETANOL PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 24 ISSN : 1411-4216 PROSES PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI-DESTILASI DENGAN PELARUT N-HEXAN DAN PELARUT ETANOL Yanuar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Amonium Sulfat dari Amonia dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/Tahun

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Amonium Sulfat dari Amonia dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR A. LATAR BELAKANG Amonium sulfat [(NH 4 ) 2 SO 4 ] atau yang juga dikenal dengan nama Zwavelzure Ammoniak (ZA) merupakan garam anorganik yang digunakan sebagai pupuk nitrogen selain pupuk

Lebih terperinci

PEMODELAN PENGERINGAN SLAB CABAI SECARA FLUIDISASI

PEMODELAN PENGERINGAN SLAB CABAI SECARA FLUIDISASI PEMODELAN PENGERINGAN SLAB CABAI SECARA FLUIDISASI Bregas Siswahyono Tatag Sembodo dan Fadilah Jurusan Teknik Kimia FT-UNS Jl. Ir. Sutami 6A Surakarta 5716 telp./fax 71-611 e-mail: bregas@uns.ac.id Abstract

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 7 WETTED WALL COLUMN LABORATORIUM RISET DAN OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UPN VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA I. TUJUAN

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II

MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II MODUL PRAKTIKUM SATUAN OPERASI II PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA I. PENGERINGAN A. PENDAHULUAN Pengeringan adalah proses pengeluaran

Lebih terperinci

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses)

PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses) PENENTUAN KARAKTERISTIK PENGERINGAN BAWANG PUTIH(ALLIUM SATIVUM L.) (Variabel Bentuk Bahan dan Suhu Proses) Diska Ayu Romadani dan Sumarni JurusanTeknik Kimia Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Lebih terperinci

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving PERPINDAHAN PANAS Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving force/resistensi Proses bisa steady

Lebih terperinci

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan MEKANISME By : Dewi Maya Maharani Pengeringan Prinsip Dasar Pengeringan Proses pemakaian panas dan pemindahan air dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan Konduksi media Steam

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-86 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik

Lebih terperinci

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari

Pada proses pengeringan terjadi pula proses transfer panas. Panas di transfer dari \ Menentukan koefisien transfer massa optimum aweiica BAB II LANDASAN TEORI 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pengeringan adalah perpindahan masa dari suatu bahan yang terjadi karena perbedaan konsentrasi.

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 06005225 / Teknik Kimia TUGAS. MENJAWAB SOAL 9.6 DAN 9.8 9.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past.5 cm-od tubes through which water is flowing

Lebih terperinci

1/14/2014 NERACA MASSA DALAM PENGOLAHAN PANGAN

1/14/2014 NERACA MASSA DALAM PENGOLAHAN PANGAN NERACA MASSA DALAM PENGOLAHAN PANGAN Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan prinsip dasar hukum kekekalan massa Mahasiswa dapat melakukan analisa aliran bahan yang masuk dan keluar selama

Lebih terperinci

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8

/ Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 Faris Razanah Zharfan 1106005225 / Teknik Kimia TUGAS 1. MENJAWAB SOAL 19.6 DAN 19.8 19.6 Air at 27 o C (80.6 o F) and 60 percent relative humidity is circulated past 1.5 cm-od tubes through which water

Lebih terperinci

STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA

STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010 STUDY PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA PADA EVAPORASI NIRA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR DENGAN ADANYA ALIRAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan dari bulan April 2012 hingga September 2012 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG Oleh: ANANTA KURNIA PUTRA 107.030.047 Dosen Pembimbing: Ir. JOKO SASETYANTO, MT D III TEKNIK MESIN FTI-ITS

Lebih terperinci

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XI (SNTTM XI) & Thermofluid IV Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Oktober 2012 1 2 3 4 Pengaruh Konveksi Paksa Terhadap Unjuk Kerja Ruang Pengering Pada Alat Pengering Kakao Tenaga Surya Pelat Bersirip Longitudinal Harmen 1* dan A. Muhilal 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

V. PERCOBAAN. alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai BAB V PERCOBAAN V. PERCOBAAN 5.1. Bahan dan alat Bahan dan peralatan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari model alat pengering hasil rancangan, berapa jenis alat ukur dan produk gabah sebagai

Lebih terperinci

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP

FENOMENA PERPINDAHAN. LUQMAN BUCHORI, ST, MT JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP FENOMENA PERPINDAHAN LUQMAN BUCHORI, ST, MT luqman_buchori@yahoo.com JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNDIP Peristiwa Perpindahan : Perpindahan Momentum Neraca momentum Perpindahan Energy (Panas) Neraca

Lebih terperinci

Diagram Fasa Zat Murni. Pertemuan ke-1

Diagram Fasa Zat Murni. Pertemuan ke-1 Diagram Fasa Zat Murni Pertemuan ke-1 Perubahan Fasa di Industri Evaporasi Kristalisasi Diagram Fasa Diagram yang bisa menunjukkan, pada kondisi tertentu (tekanan, suhu, kadar, dll) zat tersebut berfasa

Lebih terperinci

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR CAMPURAN BLACK LIQOUR-UDARA

PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR CAMPURAN BLACK LIQOUR-UDARA Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2010 PERPINDAHAN PANAS DAN MASSA DI DALAM FALLING FILM EVAPORATOR CAMPURAN BLACK LIQOUR-UDARA Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi

Pengeringan. Shinta Rosalia Dewi Pengeringan Shinta Rosalia Dewi SILABUS Evaporasi Pengeringan Pendinginan Kristalisasi Presentasi (Tugas Kelompok) UAS Aplikasi Pengeringan merupakan proses pemindahan uap air karena transfer panas dan

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT

PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT I. Tujuan Percobaan ini yaitu: PERCOBAAN VII PEMBUATAN KALIUM NITRAT Adapun tujuan yang ingin dicapai praktikan setelah melakukan percobaan 1. Memisahkan dua garam berdasarkan kelarutannya pada suhu tertentu

Lebih terperinci

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER

ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER PMD D3 Sperisa Distantina ALAT TRANSFER MASSA ABSORBER DAN STRIPPER Silabi D3 Teknik Kimia: 1. Prinsip dasar alat transfer massa absorber dan stripper. 2. Variabel-variabel proses alat absorber dan stripper.

Lebih terperinci

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB

PENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA SIDANG TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EKSPERIMEN PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATUBARA PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER TERHADAP KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA DOSEN PEMBIMBING: Prof.Dr. Eng. PRABOWO,

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA

KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Yogyakarta, 3 November 212 KLASIFIKASI PADATAN MENGGUNAKAN ALIRAN FLUIDA Ir. Adullah Kuntaarsa, MT, Ir. Drs. Priyo Waspodo US, MSc, Christine Charismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 di Laboratorium Energi dan Listrik Pertanian serta Laboratorium Pindah Panas dan

Lebih terperinci

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010).

1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). 2. Ammonia Holding Capacity (AHC) (Modifikasi Nurcahyani 2010). LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Metode Analisis Proksimat 1. Water Holding Capacity (WHC) (Modifikasi Agvise Laboratories). Pengujian WHC dilakukan dengan mengurangi berat bahan setelah ditambahkan air dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer.

METODE PENELITIAN. Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Batch Dryer, timbangan, stopwatch, moisturemeter,dan thermometer. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2013, di Laboratorium Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung B. Alat dan Bahan Alat yang

Lebih terperinci

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations)

PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) PEMISAHAN MEKANIS (mechanical separations) sedimentasi (pengendapan), pemisahan sentrifugal, filtrasi (penyaringan), pengayakan (screening/sieving). Pemisahan mekanis partikel fluida menggunakan gaya yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR

ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR ANALISIS PERFORMANSI MODEL PENGERING GABAH POMPA KALOR Budi Kristiawan 1, Wibowo 1, Rendy AR 1 Abstract : The aim of this research is to analyze of rice heat pump dryer model performance by determining

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, Departemen Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS

PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING KOPRA DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 6 kg PER-SIKLUS Tugas Akhir Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik AHMAD QURTHUBI ASHSHIDDIEQY

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Prinsip pengeringan lapisan tipis pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai kadar air bahan mencapai kadar air keseimbangannya. Sesuai

Lebih terperinci

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor.

Gambar 11 Sistem kalibrasi dengan satu sensor. 7 Gambar Sistem kalibrasi dengan satu sensor. Besarnya debit aliran diukur dengan menggunakan wadah ukur. Wadah ukur tersebut di tempatkan pada tempat keluarnya aliran yang kemudian diukur volumenya terhadap

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Rumusan Masalah I.3 Tujuan Instruksional Khusus I.4 Manfaat Percobaan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Rumusan Masalah I.3 Tujuan Instruksional Khusus I.4 Manfaat Percobaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perpindahan massa antar fase hampir dijumpai disetiap proses dalam teknik kimia, sebagai contoh : ekstraksi cair-cair, leaching, distilasi, absorbsi, pengeringan, dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG

UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH BUKAAN CEROBONG PADA OVEN TERHADAP KECEPATAN PENGERINGAN KERUPUK RENGGINANG DIAN HIDAYATI NRP 2110 030 037 Dosen Pembimbing Ir. Joko Sarsetyanto, MT PROGRAM STUDI DIPLOMA III

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai Maret 2013 di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI Dari hasil percobaan dan uji sampel pada bab IV, yang pertama dilakukan adalah karakterisasi reaktor. Untuk mewakili salah satu parameter reaktor yaitu laju sintesis

Lebih terperinci

LAPORAN UOP 2 WETTED WALL COLUMN

LAPORAN UOP 2 WETTED WALL COLUMN LAPORAN UOP 2 WETTED WALL COLUMN Andre Nicolas I. 1006679421 Arif Variananto 1006679440 Ariz Kiansyahnur H. 1006679453 Febrian Tri A. W. 1006679586 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Temperatur dan Kecepatan Udara Pengering Terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Pada

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL

PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL PERBANDINGAN BIDANG API ISOTHERMAL KOMPOR ENGKEL DINDING API TUNGGAL DAN DINDING API GANDA BERBAHAN BAKAR BIOETHANOL Yusufa Anis Silmi (2108 100 022) Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H. Djoko Sungkono

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. KARAKTERISTIK BATUBARA Sampel batubara yang digunakan dalam eksperimen adalah batubara subbituminus. Dengan pengujian proksimasi dan ultimasi yang telah dilakukan oleh

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 6: Cara uji kadar amoniak (NH 3 ) dengan metode indofenol menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional

Lebih terperinci

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK)

1. Pendahuluan PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) Ethos (Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat): 99-104 PENGARUH SUHU DAN KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK) 1 Ari Rahayuningtyas, 2 Seri Intan Kuala

Lebih terperinci

Model Matematika dan Analisanya Dari Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di Suatu Kompleks Perumahan

Model Matematika dan Analisanya Dari Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di Suatu Kompleks Perumahan J. of Math. and Its Appl. ISSN: 189-605X Vol. 1, No. 1 004, 63 68 Model Matematika dan Analisanya Dari Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih di Suatu Kompleks Perumahan Basuki Widodo Jurusan Matematika Institut

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

Perbandingan Distribusi Temperatur Pada Drum Brakes Standar dan Modifikasi

Perbandingan Distribusi Temperatur Pada Drum Brakes Standar dan Modifikasi Perbandingan Distribusi Temperatur Pada Drum Brakes Standar dan Modifikasi Djoko Sungkono, Feri Fatkur Rizal Jurusan Teknik Mesin FTI- ITS surabaya Abstrak Cepatnya keausan kampas rem pada kendaraan bus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Pengeringan Lapisan Tipis Buah Mahkota Dewa 1. Perubahan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan buah mahkota dewa dimulai dari kadar air awal bahan sampai mendekati

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 12: Penentuan total partikel secara isokinetik ICS 13.040.40 Badan Standardisasi Nasional 1 SNI 19-7117.12-2005 Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. diketahui kandungan airnya. Penetapan kadar air dapat dilakukan beberapa cara. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Kandungan air dalam suatu bahan perlu diketahui untuk menentukan zatzat gizi yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar air dalam pangan dapat diketahui melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asam Palmitat Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang terdapat dalam bentuk trigliserida pada minyak nabati maupun minyak hewani disamping juga asam lemak

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI

TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI TUGAS AKHIR PERANCANGAN KOMPOR BRIKET BIOMASS UNTUK LIMBAH KOPI Arga Setia Tama NRP. 2408 100 018 PEMBIMBING I Ir. Sarwono, M.MT NIP : 19580530198303 1 002 PEMBIMBING II Ir. Ronny Dwi Noriyati, M Kes NIP

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-373

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: ( Print) B-373 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-373 Studi Eksperimen Pengaruh Variasi Temperatur dan Kecepatan Udara Pengering Terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Lebih terperinci

II LANDA SAN TEO RI BAB II LANDASAN TEORI. Sulfamic acid juga dikenal sebagai asam amidosulfonic, asam amidosulfuric, asam

II LANDA SAN TEO RI BAB II LANDASAN TEORI. Sulfamic acid juga dikenal sebagai asam amidosulfonic, asam amidosulfuric, asam II LANDA SAN TEO RI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sulfamic Acid Sulfamic acid juga dikenal sebagai asam amidosulfonic, asam amidosulfuric, asam aminosulfonic, dan asam sulfamidic, serta dalam bahasa Indonesia

Lebih terperinci

a. Pengertian leaching

a. Pengertian leaching a. Pengertian leaching Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian

Lebih terperinci

LAPORAN MODUL PENGERINGAN

LAPORAN MODUL PENGERINGAN LAPORAN MODUL PENGERINGAN Disusun Oleh : LTK II - 03 Saepulloh Rahmat S 2311141061 Hafizh Fansyuri 2311141075 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK KIMIA LABORATORIUM TEKNOLOGI KIMIA UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD

Lebih terperinci

1. Bengkuang yang digunakan diperoleh dari pasar pakem 2. Udara panas sebagai media pengering

1. Bengkuang yang digunakan diperoleh dari pasar pakem 2. Udara panas sebagai media pengering I Menentukan koefisien transfer massa optimum BAB III METODE PENELITIAN 3.1. BAHAN-BAHAN YANG DIGUNAKAN 1. Bengkuang yang digunakan diperoleh dari pasar pakem 2. Udara panas sebagai media pengering 3.2.

Lebih terperinci

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. dalam alkohol (Faith and Keyes,1957).

II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES. dalam alkohol (Faith and Keyes,1957). II. PEMILIHAN DAN URAIAN PROSES A. Jenis-Jenis Proses Aluminium sulfat atau yang lebih dikenal dengan tawas merupakan salah satu bahan kimia yang sangat diperlukan baik dalam industri pengolahan air. Alum

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN

RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN RANCANG BANGUN OVEN BERKAPASITAS 0,5 KG BAHAN BASAH DENGAN PENAMBAHAN BUFFLE UNTUK MENGARAHKAN SIRKULASI UDARA PANAS DI DALAM OVEN Oleh : FARIZ HIDAYAT 2107 030 011 Pembimbing : Ir. Joko Sarsetyanto, MT.

Lebih terperinci

AMONIUM NITRAT (NH4NO3)

AMONIUM NITRAT (NH4NO3) AMONIUM NITRAT (NH4NO3) K E L OM P OK 4 ANG G O T A K E L OM P OK : D E B B Y D WI C. ( 15 0 0 0 2 0 12 0 ) I ND AH TR I R. ( 15 0 0 0 2 0 12 1) M U S L I M E K A A. ( 15 0 0 0 2 0 12 2 ) AD I T Y A FAHR

Lebih terperinci