Kata kunci: Air lindi; lysimeter; resirkulasi; total dissolved solid (TDS); total suspended solid (TSS).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kata kunci: Air lindi; lysimeter; resirkulasi; total dissolved solid (TDS); total suspended solid (TSS)."

Transkripsi

1 ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI AIR LINDI TERHADAP KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) DAN TOTAL DISSOLVED SOLID (TDS) PADA AIR LINDI DENGAN PERMODELAN LYSIMETER Fathia Anindita, Gabriel S. Boedi Andari Kristanto dan Djoko M.Hartono Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh resirkulasi air lindi terhadap kualitas air lindi. Penelitian ini menggunakan 2 lysimeter dengan sistem pengoperasian yang berbeda, lysimeter 1 dengan proses resirkulasi air lindi dan lysimeter 2 tanpa proses resirkulasi. Sampah yang digunakan pada kedua lysimeter merupakan sampah organik (buah dan sayur) yang berasal dari Pasar Kemiri Muka, Depok. Berat sampah pada lysimeter 1 dan 2 secara berurutan adalah 205 kg dan 180 kg dengan kadar air sebesar 89,5% dan 86,8%. Penambahan air dilakukan pada kedua lysimeter untuk menstimulasi pembentukan air lindi dan sebagai simulasi infiltrasi air hujan dengan mengasumsikan adanya kebocoran sebesar 24% pada lapisan geotextile. Volume penambahan air pada kedua lysimeter yaitu 1,4 L yang disesuaikan dengan curah hujan kota depok, sedangkan volume air lindi yang diresirkulasikan pada lysimeter 1 yaitu 1,5 L. Pengukuran karakteristik air lindi yang meliputi ph air lindi, konsentrasi TSS dan TDS serta temperatur sampah pada kedua lysimeter dilakukan selama 100 hari. ph air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 (dengan resirkulasi) cenderung lebih rendah hingga akhir pengoperasian lysimeter karena penerapan resirkulasi air lindi, yaitu berada pada rentang 5,73-8,25 pada lysimeter 1 dan 5,93-8,94 pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS pada lysimeter 1dan lysimeter 2 secara berurutan berada pada rentang ,411 mg/l dan mg/l, sedangkan untuk konsentrasi TDS berada pada rentang pada lysimeter 1dan mg/l pada lysimeter 2. Konsentrasi TSS dan TDS pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2 karena proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1 menyebabkan akumulasi material organik (volatile fatty acids) pada air lindi selama fase awal degradasi sampah (asidogenesis) serta akumulasi material anorganik (amonia dan klorida) pada air lindi hingga akhir pengoperasian lysimeter 1 karena material anorganik tersebut tidak digunakan lagi pada proses degradasi sampah. Kata kunci: Air lindi; lysimeter; resirkulasi; total dissolved solid (TDS); total suspended solid (TSS). ABSTRACT This study aims to determine the effect of leachate recirculation on leachate quality. It uses two lysimeter with different operating systems, lysimeter 1 with leachate recirculation process and lysimeter 2 without recirculation process. Waste which used in both lysimeter is organik waste (fruit and vegetable) derived from Pasar Kemiri Muka, Depok. Respectively, the weight of waste in lysimeter 1 and 2 were 205 kg and 180 kg and the water content were 89,5% and 86,8 %. The addition of water carried in both lysimeter was to stimulate the formation of leachate and to simulate the infiltration of rain water by assuming the occurrence of the leakage (24%) in the 1

2 geotextile layer. The volume of water added in both lysimeter was 1,4 L adjusted with rain fall intensity in Depok, while the volume of leachate that resirculated in lysimeter 1 was 1,5 L. The leachate samples from both of lysimeters were monitored for ph, TSS, TDS and waste temperatur during 100 days of study. Leachate ph generated from lysimeter 1 (with resirculation) tended to be lower by the end of the operation because the application of leachate resirculation, which is in the range 5,73 to 8,25 in lysimeter 1 and 5,93 to 8,94 in lysimeter 2. TSS concentrations in lysimeter 1 and 2 respectively in the range from 660 to mg /L and mg/l, while the concentration of TDS lies in the range 6004 to in lysimeter 1 and 3340 to mg/l in lysimeter 2. TSS and TDS concentrations in lysimeter 1 were higher than lysimeter 2 due to the recirculation process that was applied to the lysimeter 1 which causes accumulation of organik material (volatile fatty acids) in the leachate generated in the initial phase of waste degradation (asidogenesis) and accumulation of inorganik material (ammonia and chloride) in lysimeter 1 until the end of the operation as the inorganik material is no longer used in the process of waste degradation. Keywords: Leachate; lysimeter; resirculation; total dissolved solid (TDS); total suspended solid (TSS). 1. PENDAHULUAN Kota-kota di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan pesat, rata-rata pertumbuhan penduduk perkotaan berkisar antara 1,5 hingga 4% per tahun (BPS, 2010). Pertumbuhan penduduk menghasilkan pertambahan timbulan sampah, yang berasal dari perumahan, pertokoan, restoran, hotel, taman, dan saluran-saluran. Hampir semua kota di Indonesia mengalami kegagalan dalam pengelolaan sampah (Damanhuri, 2007). Adapun persoalan yang umum dihadapi adalah timbulan sampah yang jumlahnya semakin hari semakin besar, sedangkan lahan yang layak untuk dipergunakan sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah, terutama untuk kota metropolitan semakin terbatas. Bukan hanya permasalahan keterbatasan lahan TPA saja yang kerap terjadi di Indonesia, sistem pengelolaan sampah di TPA juga menjadi masalah yang kian mendesak karena jika tidak dilakukan penanganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau sehingga dapat mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air dan udara. Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) merupakan permasalahan besar yang dapat menjadi potensi bahaya bagi lingkungan sekitar jika tidak dikelola dengan tepat. Salah satu permasalahannya adalah air lindi yang dapat merugikan bila mencemari air tanah dan air permukaan. Sanitary landfill didesain untuk mengurangi masuknya air hujan ke dalam landfill yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Akan tetapi desain sanitary 2

3 landfill dapat memperlambat proses degradasi sampah yang sangat bergantung kepada ketersediaan kadar air (moisture). Sebaliknya, konsep bioreaktor bertujuan untuk mendukung degradasi sampah dengan memberikan kadar air yang dibutuhkan. Salah satu teknik utama yang digunakan adalah resirkulasi air lindi ke dalam timbunan sampah. Dengan meresirkulasi air lindi, komponen organik yang terkandung di dalam air lindi tersebut akan tereduksi oleh aktivitas mikroorganisme dekomposer dalam sampah (Sponza et al, 2004). Tidak hanya meningkatkan kualitas air lindi, resirkulasi air lindi juga dapat mempercepat degradasi sampah karena air lindi ini dianggap masih mengandung nutrisi yang dibutuhkan sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme dalam sampah. Tujuan di lakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan resirkulasi air lindi dalam meningkatkan kualitas air lindi dengan membuat permodelan lysimeter. Lysimeter akan dibuat sebanyak 2 (dua) buah yang merupakan simulasi dari sistem sanitary landfill dalam kondisi anaerob. Variabel yang membedakan antara 2 lysimeter ini adalah pada sistem resirkulasi lindi. Lysimeter 1 dirancang dengan sistem resirkulasi lindi sedangkan lysimeter 2 dirancang tanpa menerapkan sistem resirkulasi lindi. Tujuannya adalah untuk membandingkan kualitas/ karakteristik fisika air lindi yang dihasilkan dari limbah padat antara lysimeter dengan proses resirkulasi lindi dan lysimeter tanpa resirkulasi lindi. Parameter fisika yang akan ditinjau dari produksi air lindi adalah total suspended solid (TSS) dan total dissolved solid (TDS). Pemilihan parameter ini disebabkan karena material pembentuk TSS dan TDS ini dapat menyebabkan penyumbatan (clogging) pada leachate collection system (LCS). Oleh karena itu, penting untuk dilakukan peninjauan apakah penerapan resirkulasi air lindi ini dapat berdampak positif atau malah berdampak negatif terhadap konsentrasi TSS dan TDS. 2. TINJAUAN TEORITIS 2.1 Dekomposisi Sampah pada Landfill Secara umum, proses degradasi sampah yang terjadi pada TPA dengan sistem sanitary landfill terdiri dari 2 tahapan yaitu degradasi secara aerobik dan anaerobik. a. Degradasi Aerobik Degradasi aerobik secara umum terjadi dalam durasi yang singkat karena kehadiran oksigen yang terkandung dalam sampah relatif terbatas di dalam landfill. Lapisan pada landfill yang mengalami degradasi secara aerob merupakan lapisan yang paling atas dimana oksigen terperangkap pada sampah segar. Menurut Barber (1979), pada fase ini protein didegradsi 3

4 menjadi asam amino, sehingga menjadi karbondioksida, air, nitrat dan sulfat, yang merupakan komponen umum yang dihasilkan dari proses katabolisme pada proses aerobik (Christensen et al., 1992). Selulosa, yang merupakan mayoritas fraksi organik pada sampah, didegradasi oleh enzim ekstraseluler menjadi glukosa yang kemudian digunakan oleh bakteri dan diubah menjadi karbondioksida dan air (Bevan,1967 dalam Christensen et al, 1992). b. Degradasi Anaerobik Tahap Hidrolisis Tahap hidrolisis merupakan tahap penguraian molekul kompleks seperti selulosa dengan menggunakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh bakteri (selulotik, proteolitik, lipolitik) untuk menjadi molekul/ komponen yang lebih sederhana (Yulistiawati, 2008). Pada tahap ini akan terjadi pelarutan molekul/ komponen yang sudah disederhanakan. Tahap Pembentukan Asam (Asidogenesis) Tahap asidogenesis merupakan tahap pendegradasian bahan organik yang meliputi protein, karbohidrat dan lemak dan menghasilkan produk seperti asam asetat, dan karbondioksida (CO2). Pada tahap ini, bakteri mengubah bahan organik terlarut hasil hidrolisis menjadi volatile fatty acids (VFA) yang mengandung asam asetat, asam butirat, asam formiat, asam propionat serta asam laktat. Selain itu, dihasilkan juga sedikit alkohol, karbondioksida (CO2), hidrogen dan amoniak (Yulistiawati, 2008). Pembentukan asam asetat dan hidrogen pada tahap ini mengakibatkan penurunan ph dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Sathianathan, 1975). Tahap Pembentukan Asetat (Asetogenesis) Pada tahap asetogenesis ini, produk yang dihasilkan dari tahap asidogenesis akan mengalami proses oksidasi untuk menghasilkan produk yang nantinya akan digunakan dalam tahap pembentukan gas metan. Produk yang dihasilkan pada tahap ini adalah asam asetat, hidrogen dan karbondioksida (CO2) (Yulistiawati, 2008). Tahap Pembentukan Gas Metan (Metanogenesis) Tahap ini ditandai dengan fermentasi metanogenesis oleh bakteri metanogen. Rentang ph yang dapat ditolerir oleh bakteri metanogen sangat terbatas yaitu berkisar antara 6 hingga 8. Pada tahap ini, komposisi dari air lindi memiliki nilai ph yang hampir netral, konsentrasi FVA dan TDS yang rendah, dan gas metan yang secara umum lebih besar dari 50%. Hal ini menandakan 4

5 bahwa proses stabilisisasi sebagian besar komponen organik menurun pada tahap ini, meskipun proses stabilisasi sampah masih akan berlanjut hingga beberapa tahun selanjutnya. 2.2 Pengaruh ph Air Lindi terhadap Konsentrasi TSS dan TDS ph air lindi dianggap sebagai parameter yang paling signifikan dalam mempengaruhi konsentrasi air lindi pada landfill. Perubahan pada ph air lindi sangat dipengaruhi oleh fase-fase degradasi yang terjadi pada sampah dan secara tidak langsung mempengaruhi kelarutan konsentrasi zat organik dan anorganik penyusun TSS dan TDS pada air lindi. Pada fase asidogenesis, ph air lindi akan menjadi asam karena pada fase ini terjadi pembentukan asam asetat dan hidrogen yang mengakibatkan penurunan ph. ph air lindi pada fase ini berkisar antara 5-6 (Robinson, 1989 dalam Christensen et al., 1992). ph yang asam ini menyebabkan kelarutan zat organik dan anorganik yang merupakan komponen penyusun TSS dan TDS pada air lindi menjadi tinggi (Rafizul dan Alamgir, 2012). ph air lindi mulai mengalami peningkatan ketika proses degradasi sampah memasuki fase pembentukan metan (metanogenesis). Peningkatan nilai ph disebabkan oleh penurunan konsentrasi VFA. Menurut Kim (2005), peningkatan ph air lindi disebabkan karena aktifitas bakteri metanogen sudah dimulai sehingga menyebabkan peningkatan produksi gas metan dan menurunkan konsentrasi hidrogen, CO2 dan VFA. Peningkatan ph air lindi menyebabkan kelarutan zat organik dan anorganik serta logam berat menjadi berkurang sehingga secara tidak langsung menyebabkan konsentrasi TSS dan TDS pada air lindi mengalami penurunan. 2.3 Pengaruh antara Temperatur Sampah terhadap Konsentrasi TSS dan TDS Indikator yang menunjukkan bahwa proses dekomposisi senyawa organik berjalan lancar adalah adanya perubahan pada temperatur sampah. Panas yang dihasilkan dari tumpukan sampah disebabkan oleh proses dekomposisi fraksi organik dari massa sampah. Panas yang dihasilkan dipengaruhi oleh sistem operasional yang diterapkan pada landfill dan kondisi iklim (Yesiller et al, 2005). Selain itu, panas yang dihasilkan pada sampah berbanding lurus dengan curah hujan, suhu udara harian, dan laju penempatan limbah dan berbanding terbalik dengan densitas sampah (Yesiller et al. 2005). Panas yang dihasilkan serta kenaikan temperatur pada sampah disertai dengan pembentukan gas dan air lindi pada sampah melalui proses yang kompleks. Kenaikan temperatur sampah pada reaktor yang mendapatkan perlakuan resirkulasi lindi lebih cepat karena kandungan yang terdapat dalam lindi dapat meningkatkan laju stabilitas degradasi sampah 5

6 sampah (Priyambada et al., 2009). Kylefors et al. (2002) yang menyatakan bahwa secara umum, kelarutan zat organik dan anorganik meningkat sejalan dengan peningkatan temperatur. 2.4 Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap Konsentrasi TSS dan TDS Terdapat sejumlah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan studi lysimeter untuk mengetahui pengaruh resirkulasi air lindi terhadap kualitas air lindi yang dihasilan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rafizul dan Alamgir (2012). Tiga alat lysimeter yang masing-masing memiliki sistem pengoperasian yang berbeda digunakan dalam penelitian ini. Lysimeter A mensimulasikan landfill dengan sistem open dumping, sedangkan lysimeter B dan C mensimulasikan sanitary landfill dengan menggunakan lapisan penutup (cover soil) berupa tanah liat dan menerapkan sistem resirkulasi air lindi. Parameter yang diuji pada penelitian ini adalah ph air lindi, alkalinitas, kesadahan, TS, TDS, TSS, COD, sulfat, dan nitrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi TSS dan TDS pada lysimeter A (open dumping) lebih rendah dibandingkan dengan lysimeter B dan C (sanitary landfill). Penelitian lain dilakukan oleh Swati et al., (2005) yang berjudul Bioreactor Landfill Lysimeter Studies in Indian Urban Refuse. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kandungan TS dan TDS pada lysimeter 2 (dengan resirkulasi air lindi) secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 1 (open dumping). Hal ini dikarenakan air lindi yang diresirkulasikan sangat banyak mengandung material organik dan anorganik serta padatan dan jasad renik yang apabila dimasukkan kembali ke dalam sampah, akan terakumulasi di dalam sampah. Meskipun zat organik yang terkandung di dalam air lindi akan digunakan kembali untuk proses degradasi, masih banyak material anorganik seperti amonia dan klorida (Cl - ) yang tidak digunakan pada proses degradasi sampah dan akan terakumulasi di dalam system, dan apabila air hujan terperkolasi ke dalam landfill, akan menyebabkan material baik organik maupun anorganik yang menumpuk di dalam sampah terbilas oleh air (wash out) dan keluar dari dalam system dalam bentuk air lindi yang memiliki konsentrasi organik maupun anorganik yang sangat tinggi. Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Francois et al. (2007) yang membuktikan bahwa resirkulasi air lindi ke dalam tumpukan sampah dapat menyebabkan akumulasi ion klorida dan amonia karena tidak digunakan kembali selama proses degradasi sampah. Karena ion klorida dan amonia ini merupakan salah satu komponen penyusun TDS, menyebabkan konsentrasi TDS pada lysimeter 2 yang menerapkan system resirkulasi air lindi menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 1. 6

7 2.5 Clogging pada Leachate Collection System (LCS) Tempat pembuangan akhir sampah (TPA) merupakan permasalahan besar yang dapat menjadi potensi bahaya bagi lingkungan sekitar jika tidak diolah dengan tepat. Salah satu permasalahan yang sering terjadi pada TPA adalah terjadinya penyumbatan atau clogging pada leachate collection system (LCS) atau sistem pengumpul air lindi. Observasi yang dilakukan Bouchez (2003) menunjukkan bahwa clogging pada sistem pengumpul air lindi disebabkan oleh kombinasi fisik, biologi dan kimia berupa penumpukan total suspended solid (TSS), senyawa organik dan anorganik terlarut, total dissolved solid (TDS), pertumbuhan biomassa, dan presipitasi mineral (Rowe dan Yu, 2010). Menurut Rowe (1992), kandungan pencemar yang tinggi di dalam air lindi (volatile fatty acid, TSS, TDS) serta penumpukan partikulat separti pasir menyebabkan pertumbuhan biofilm dan dapat menyebabkan berkurangnya konduktifitas hidraulik pada lapisan geotextile dan drainage layer (Rowe dan Yu, 2010). Clogging sering terjadi pada fase acidogenic ketika zat organik dan pengendapan logam seperti kalsium, magnesium, besi, dan mangan berada di air lindi dengan konsentrasi yang tinggi. 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium dengan menggunakan metode kuantitatif sebagai pendekatan penelitian. Pada penelitian ini dibuat 2 alat lysimeter dengan sistem pengoperasian yang berbeda, lysimeter 1 dengan sistem resirkulasi air lindi dan lysimeter 2 tanpa resirkulasi. Material yang digunakan untuk membuat kedua lysimeter adalah tangki air silinder tipe AL-1100TG dengan kapasitas setinggi 2,03 m dengan diameter sebesar 0,83 m. Material pengisi lysimeter disesuaikan dengan lapisan-lapisan yang terdapat pada sanitary landfill yang sesungguhnya. Berikut ini merupakan detail komponen penyusun lysimeter: Komponen Penyusun Lysimeter Total Ketinggian (mm) Tabel 3. Komponen Penyusun Lysimeter 7 Keterangan Lysimeter 1 Lysimeter 2 Lysimeter 1 Lysimeter 2 Sampah Densitas : 421 kg/m 3 Densitas : 573 kg/m 3 Kadar air : 89,5% Kadar air : 86,8% Kerikil Diameter 5-20 mm Tanah Humus Geotextile gram Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013

8 Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan detail desain kedua lysimeter beserta sistem pengoparasiannya : a. Lysimeter 1 Lysimeter 1 didesain dengan menggunakan sistem resirkulasi lindi dan penambahan air. Penambahan air ini dilakukan untuk mensimulasikan air hujan serta menstimulasi pembentukan air lindi dengan mengasumsikan terjadinya kebocoran pada lapisan geotextile. Asumsi kebocoran ini dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nosko et al. (1996) yang menyimpulkan bahwa adanya kerusakan sekitar 24% pada lapisan geotextile selama proses instalasi dan pada proses penutupan landfill dengan tanah pelindung (protective soil). Perhitungan volume penambahan air yaitu sebagai berikut: Curah hujan Kota Depok (CH) : 3828 mm/tahun = 0,1048 dm/hari Luas permukaan bioreactor (A) :!! π!! =!!! 3,14! 8,3 dm = 54,08 dm2 Debit air hujan yang berinfiltrasi ke dalam sampah (Q) : CH x A = 5,67 dm 3 /hari Asumsi persentase kerusakan geotextile (%) : 24% Volume air yang ditambahkan : Q x % = 1,4 L/hari Sehingga volume air yang ditambahkan untuk masing-masing lysimeter adalah 1,4 L. Sedangkan volume air lindi yang digunakan untuk diresirkulasikan yaitu 1,5 L yang disesuaikan dengan volume air lindi yang dihasilkan dan volume air lindi yang akan digunakan untuk pengujian sampel. Proses resirkulasi air lindi serta penambahan air dilakukan secara manual yaitu dengan cara menuangkan air lindi serta air yang sudah diukur sesuai dengan volume yang sudah ditetapkan, melalui keempat pipa PVC yang berukuran ¾ inch. b. Lysimeter 2 Lysimeter 2 didesain tanpa resirkulasi air lindi, tetapi tetap dilakukan penambahan air sebanya 1,4 L seperti lysimeter 1 untuk mensimulasikan infiltrasi air hujan akibat kebocoran pada lapisan geotextile serta untuk memicu pembentukan air lindi. Selain itu, terdapat beberapa perbedaan ketebalan setiap lapisan pengisi lysimeter 2 jika dibandingkan dengan lysimeter 1 seperti yang terlihat pada gambar detail desain lysimeter 1 dan 2 berikut ini.. 8

9 Gambar 3.1. Detail Desain Lysimeter 1 (kiri) dan Lysimeter 2 (kanan) Sumber : Hasil Olahan Penulis, HASIL PENELITIAN Di Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan, Universitas Indonesia, kandungan TSS, TDS, dan ph dari air lindi serta temperatur sampah pada lysimeter 1 dan 2 diamati dan diukur selama hari seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter yang Diuji. Parameter Lysimeter 1 Lysimeter 2 Rentang Rata-rata Rentang Rata-rata ph Air Lindi Temperatur Sampah TSS* TDS** Ket : * total suspended solid, ** total dissolved solid. Semua nilai dalam satuan mg/l kecuali ph air lindi dan temperatur sampah ( o C). Sumber : Hasil Olahan Penulis, PEMBAHASAN 5.1 Analisis Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap Temperatur Sampah Temperatur sampah merupakan parameter yang sangat penting dalam proses degradasi sampah. Aktifitas mikroorganisme akan mempengaruhi temperatur sehingga dalam proses 9

10 degradasi sampah akan terjadi beberapa fase yang ditandai dengan perubahan temperatur. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkanlah data temperatur sampah dari kedua lysimeter yang dapat dilihat pada Gambar 5.1. berikut : Gambar 5.1. Temperatur Sampah pada Lysimeter 1 dan 2 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013 Temperatur pada awal pengoperasian lysimeter 1 dan 2 cukup tinggi, yaitu 34,25 o C dan 33 o C. Hal ini berkaitan dengan fase degradasi sampah secara aerob yang sedang berlangsung pada kedua lysimeter. Pada fase degradasi sampah secara aerob ini, oksigen yang terperangkap di dalam sampah dikonsumsi dengan sangat cepat oleh bakteri aerobik untuk mendegradasi material organik yang terkandung di dalam sampah menjadi karbondioksida, air, residu organik yang sebagian terdagradasi dan juga panas. Hal ini diperkuat oleh Kjeldsen et al. (2002) yang menyatakan bahwa selama fase degradasi aerob berlangsung, oksigen yang terkandung di dalam sampah yang baru ditimbun dikonsumsi secara cepat oleh bakteri untuk menghasilkan CO 2 dan menyebabkan peningkatan pada temperatur sampah Panas yang dihasilkan dari proses degradasi secara aerob inilah yang menyebabkan temperatur awal pada sampah menjadi tinggi. Temperatur sampah pada kedua lysimeter pada hari ke-4 hingga akhir penelitian cukup fluktuatif. Rentang temperatur sampah kedua lysimeter berkisar antara 28 o C-31 o C, Sedangkan menurut Sahidu (1983), temperatur yang optimum untuk pertumbuhan bakteri anaerob berkisar antara o C. Hal ini mengindikasikan bahwa proses degradasi sampah pada kedua lysimeter setelah memasuki fase degradasi secara anaerob, tidak berlangsung secara optimum. Jika dibandingkan dengan lysimeter 2, temperatur pada lysimeter 1 secara umum lebih tinggi. Hal ini dikarenakan proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1. Kenaikan 10

11 temperatur sampah pada reaktor yang mendapatkan perlakuan resirkulasi air lindi lebih cepat karena kandungan yang terdapat dalam lindi dapat meningkatkan laju stabilitas degradasi sampah (Priyambada et al., 2009). 5.2 Analisis Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap ph Air Lindi ph air lindi dianggap sebagai parameter yang paling signifikan dalam mempengaruhi konsentrasi air lindi pada landfill. Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkanlah data ph air lindi dari kedua lysimeter yang dapat dilihat pada Gambar 5.2. berikut : Gambar 5.2. ph Air Lindi pada Lysimeter 1 dan 2 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013 Pada grafik dapat dilihat bahwa ph air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 memiliki rentang ph 5,73 hingga 8,25, sedangkan ph pada lysimeter 2 berkisar antara 5,93 hingga 8,94. Secara umum ph air lindi yang dihasilkan pada lysimeter 2 lebih tinggi daripada lysimeter 1. Hal ini berkaitan dengan resirkulasi air lindi yang diterapkan pada lysimeter 1. Resirkulasi pada umumnya menggunakan air lindi yang mengandung unsur organik tinggi dengan cara memasukkannya kembali ke dalam sel sampah dimana air lindi tersebut dihasilkan. Hal ini mengindikasikan bahwa sampah masih belum mencapai fase metanogenesis karena air lindi yang dihasilkan masih mengandung unsur organik yang tinggi. Kelarutan yang tinggi dari zat organik ini disebabkan oleh ph air lindi yang rendah (asam). Resirkulasi air lindi pertama kali dilakukan pada hari ke-8 pengoperasian lysimeter. Air lindi yang diresirkulasikan memiliki nilai ph yang rendah yaitu 5,91. ph yang rendah ini mengindikasikan bahwa proses degradasi yang berlangsung pada sampah sudah memasuki fase asam (acid phase) atau yang biasa disebut fase asidogenesis. Pada awal penguraian proses asidogenesis inilah terjadi penurunan ph sebagai akibat dari terbentuknya asam asetat dan 11

12 hidrogen. Rentang ph air lindi yang menjadi karakteristik dari air lindi pada fase asidogenesis berkisar antara 5 hingga 6,5 (McBean et al., 1995). Apabila air lindi yang memiliki ph asam ini diresirkulasikan kembali pada sampah tanpa dilakukan ph adjustment dan buffering terlebih dahulu, maka akan menyebabkan peningkatan kelarutan asam organik pada air lindi didalam sistem, sehingga ph air lindi yang dihasilkan berikutnya cenderung akan turun karena akumulasi asam organik yang terlarut di dalam air lindi. Dibandingkan dengan lysimeter 1, lysimeter 2 lebih cepat mencapai ph yang netral dan stabil dikarenakan tidak dilakukannya resirkulasi air lindi pada lysimeter ini. Selain itu, penambahan air yang diterapkan pada lysimeter 2 menyebabkan proses degradasi pada sampah menjadi lebih cepat karena suplai kadar air yang mencukupi pada sampah yang menjadi salah satu persyaratan utama dalam optimalisasi proses degradasi sampah. 5.3 Analisis Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) pada Air Lindi Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan data konsentrasi TSS pada air lindi dari kedua lysimeter yang dapat dilihat pada Gambar 5.3. berikut : Gambar 5.3. Konsentrasi TSS pada Lysimeter 1 dan 2 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013 Berdasarkan Gambar 5.3., dapat dilihat bahwa pada lysimeter 1 dan 2, konsentrasi TSS berada secara berurutan berada pada rentang 680 mg/l-2792,411 mg/l dan 248 mg/l-1660 mg/l. Air lindi yang diresirkulasikan kembali ke dalam lysimeter 1 mengandung banyak material rapuh (loose material) hasil degradasi sampah serta jasad renik (mikroorganisme). Air lindi ini jika dimasukkan kembali ke dalam sampah, maka akan menyebabkan akumulasi loose material pada sampah sehingga pada saat dilakukan penambahan air pada lysimeter 1, loose material tersebut akan terbilas (wash out) dan larut bersama air yang melewatinya menjadi air lindi 12

13 dengan konsentrasi TSS yang lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2. Seiring dengan peningkatan usia penimbunan sampah pada landfill, ketersediaan loose matrial akan berkurang secara signifikan akibat dari pemadatan sampah. Hal inilah yang menyebabkan kandungan TSS pada lysimeter 1 dan 2 mulai mengalami penurunan pada hari ke-62 hingga akhir pengoperasian lysimeter. 5.4 Analisis Pengaruh Resirkulasi Air Lindi terhadap Konsentrasi Total Suspended Solid (TDS) pada Air Lindi Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkanlah data konsentrasi TDS pada air lindi dari kedua lysimeter yang dapat dilihat pada Gambar 5.4. berikut : Gambar 5.4. Konsentrasi TDS pada Lysimeter 1 dan 2 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013 Beberapa parameter yang menjadi komponen penyusun TDS adalah adalah zat organik (TOC, COD, dan BOD), anorganik (magnesium, ammonia, mangan, khlorida, sulfat, dll) serta logam berat. Menurut Sartaj et al. (2010), Kenaikan awal dan penurunan dari konsentrasi TDS mengikuti tren yang sama seperti konsentrasi COD. Berikut ini merupakan perbandingan antara grafik konsentrasi TDS dan COD pada lysimeter 1 dan 2. Gambar 5.5. Perbandingan Konsentrasi TDS dan COD pada Lysimeter 1 dan 2 Sumber : *Hasil Olahan Penulis, 2013; **Sidauruk,

14 Kandungan COD pada lysimeter 1 dan 2 memiliki tren atau kecendrungan naik dari awal pengoperasian lysimeter dan mencapai nilai maksimum pada hari ke-34 untuk lysimeter 1 dan hari ke-41 untuk lysimeter 2. Jika dibandingkan dengan nilai COD, konsentrasi TDS pada lysimeter 1 dan 2 juga mengalami tren kenaikan dari awal pengoperasian lysimeter yaitu 9000 mg/l dan 9020 mg/l dan mencapai nilai maksimum pada hari ke-48 yaitu sebesar mg/l dan mg/l. Tren kenaikan serta tingginya konsentrasi TDS pada air lindi disebabkan karena proses degradasi sampah yang terjadi pada lysimeter sedang memasuki fase asidogenesis. Pembentukan VFA dan CO 2 pada fase ini mengakibatkan ph di dalam sampah menjadi asam dan membentuk ph air lindi yang asam pula. ph yang asam ini akan menyebabkan kelarutan zat organik (BOD dan COD), anorganik (magnesium, ammonia, mangan, khlorida, sulfat, dll) serta logam berat menjadi tinggi. Memasuki hari ke-55 pengoperasian lysimeter, konsentrasi TDS dan COD pada lysimeter 1 dan 2 secara umum mengalami penurunan hingga akhir pengoperasian lysimeter. Hal ini disebabkan karena proses degradasi sampah sudah memasuki fase metanogenesis dimana ph sudah mulai mendekati basa. Menurut Qasim dan Chiang (1994), peningkatan nilai ph disebabkan oleh penurunan konsentrasi VFA (Rafizul dan Alamgir, 2012). Menurut Kim (2005), peningkatan ph air lindi disebabkan karena aktifitas bakteri metanogen sudah dimulai sehingga menyebabkan peningkatan produksi gas metan dan menurunkan konsentrasi hidrogen, CO 2 dan VFA. Peningkatan ph air lindi menyebabkan kelarutan zat organik dan anorganik serta logam berat menjadi berkurang sehingga konsentrasi TDS pada air lindi mengalami penurunan. Walaupun konsentrasi TDS dan COD mengalami tren kenaikan dann penurunan yang sama, terdapat perbedaan yang sangat signifikan jika dilihat dari variasi konsentrasinya. Pada lysimeter 1, konsentrasi TDS dari awal hingga akhir pengoperasian lysimeter selalu lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi pada lysimeter 2. Berbeda dengan variasi konsentrasi TDS, konsentrasi COD pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2 hanya hingga hari ke-20, dan selanjutnya konsentrasi COD pada lysimeter 2 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 1 hingga akhir pengoperasian lysimeter. Hal ini dikarenakan masih banyak komponen organik penyusun TDS lainnya seperti BOD dan TOC, serta anorganik macrocomponents dan logam berat yang menyebabkan nilai TDS pada lysimeter 1 masih terus meningkat hingga hari ke-48 dan kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2. 14

15 Mengacu pada Gambar 5.5, konsentrasi TDS pada lysimeter 1 cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan lysimeter 2. Hal ini dapat disebabkan oleh akumulasi beberapa zat anorganik seperti amonia dan klorida pada sampah akibat penerapan resirkulasi air lindi pada lysimeter 1. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Francois et al. (2007) yang membuktikan bahwa resirkulasi air lindi ke dalam tumpukan sampah dapat menyebabkan akumulasi ion klorida dan amonia karena tidak digunakan kembali selama proses degradasi sampah. 5.5 Analisis Pengaruh ph air Lindi serta temperatur sampah terhadap Konsentrasi Total Suspended Solid (TSS) Gambar 5.6. Grafik Perbandingan ph serta temperatur terhadap Konsentrasi TSS pada lysimeter 1 dan 2 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013 Pada awal pengoperasian lysimeter hingga hari ke-55 pengoperasian lysimeter 1, walaupun sedikit fluktuatif, konsentrasi TSS pada lysimeter 1 dan 2 memiliki tren yang cenderung mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan ph air lindi yang rendah (asam). ph yang rendah ini merupakan salah satu karakteristik dari air lindi yang dihasilkan dari proses degradasi sampah pada fase asidogenesis. Selain itu, temperatur sampah yang cukup tinggi pada kedua lysimeter pada awal pengoperasian lysimeter menyebabkan kelarutan zat organik maupun anorganik menjadi tinggi sehingga menyebabkan konsentrasi TSS air lindi pada kedua lysimeter menjadi ikut tinggi pula. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Kylefors et al. (2002) yang menyatakan bahwa secara umum, kelarutan meningkat sejalan dengan peningkatan temperatur sampah. Jika dibandingkan dengan lysimeter 2, secara umum air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 cenderung memiliki kandungan TSS yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ph air lindi yang 15

16 lebih rendah serta temperatur sampah yang lebih tinggi pada lysimeter 1 menyebabkan peningkatan kelarutan zat organik maupun anorganik penyusun TSS pada air lindi. 5.6 Analisis Pengaruh ph air Lindi serta temperatur sampah terhadap Konsentrasi Total Dissolved Solid (TDS) Gambar 5.7. Grafik Perbandingan ph serta temperatur terhadap Konsentrasi TDS pada lysimeter 1 dan 2 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2013 Sama halnya dengan konsentrasi TSS, konsentrasi TDS pada awal pengoperasian lysimeter cukup tinggi, dimana pada lysimeter 1 dan 2 konsentrasinya secara berurutan yaitu 9000 mg/l dan 9020 mg/l. Konsentrasi TDS baik pada air lindi yang dihasilkan dari lysimeter 1 maupun lysimeter 2, memiliki tren atau kecendrungan naik dari hari pertama pengoperasian lysimeter hingga hari ke-48 walaupun sedikit fluktuatif. Hal ini terkait dengan ph air lindi yang rendah pada kedua lysimeter. ph yang rendah ini dapat mengindikasikan fase degradasi yang berlangsung di dalam sampah sedang memasuki fase asidogenesis dimana air lindi yang dihasilkan dicirikan memiliki ph yang asam (5,5-6,5) serta kelarutan yang tinggi dari zat organik (Robinson, 1989 dalam Christensen et al., 1992). Kelarutan zat anorganik pada air lindi seperti Cl -, SO 2-4, Ca 2+, Mg 2+ dan Na + serta logam berat juga sangat tinggi pada ph asam. Seiring dengan tingginya kelarutan zat organik, anorganik, dan logam berat, maka akan mempengaruhi tingginya konsentrasi TDS pada air lindi karena zat organik, anorganik, dan logam berat merupakan komponen penyusun TDS. Pada saat air lindi sudah menunjukkan ph yang hampir mendekati 8, konsentrasi TDS pada lysimeter 1 dan 2 mulai mengalami penurunan dan hampir stabil pada hari ke-90 perngoperasian lysimeter. Hal ini disebabkan karena material organik seperti FVA, BOD dan COD mengalami penurunan pada 16

17 fase metanogensis yang ditandai dengan kenaikan ph hingga mendekati 8. Kenaikan ph ini juga menyababkan kelarutan dari komponen penyusun TDS seperti zat organik, anorganik dan logam berat mengalami penurunan sehingga berpengaruh terhadap konsentrasi TDS baik pada lysimeter 1 maupun lysimeter 2. Secara umum kelarutan TDS pada lysimeter 1 pada air lindi cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan lysimeter 2. Selain dipengaruhi oleh ph air lindi yang lebih rendah pada lysimeter 1, kelarutan yang tinggi juga disebabkan oleh temperatur sampah pada lysimeter 1 yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lysimeter 1. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Kylefors et al. (2002) yang menyatakan bahwa secara umum, kelarutan meningkat sejalan dengan peningkatan temperatur sampah. 5.7 Regresi Linear antara ph Air Lindi dan Temperatur sampah terhadap Konsentrasi TSS dan TDS. Pada sub bab ini akan dipaparkan mengenai pengaruh/ regresi ph air lindi dan temperatur sampah terhadap konsentrasi TSS dan TDS pada kedua lysimeter dengan menggunakan software eviews dan metode analisis regresi linear sederhana. Berikut ini merupakan hubungan antara tiap parameter serta regresi linear pada kedua lysimeter Pengaruh ph air lindi terhadap konsentrasi TSS Tabel 5.1. Regresi Linear ph air lindi terhadap konsentrasi TSS pada lysimeter 1 (kiri) dan 2 (kanan) a. Lysimeter 1 Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= 2216, ,7353x. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila ph air lindi pada lysimeter 1 naik 1 angka, maka konsentrasi TSS akan turun sebesar 141,7353 mg/l. 17

18 b. Lysimeter 2 Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= 2054, ,1548x. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila ph air lindi pada lysimeter 2 naik 1 angka, maka konsentrasi TSS akan turun sebesar 178,1548 mg/l Pengaruh ph air lindi terhadap konsentrasi TDS Tabel 5.2. Regresi Linear ph air lindi terhadap konsentrasi TDS pada lysimeter 1 (kiri) dan 2 (kanan) a. Lysimeter 1 Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= 30853, ,595x. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila ph air lindi pada lysimeter 1 naik 1 angka, maka konsentrasi TDS akan turun sebesar 2896,595 mg/l. b. Lysimeter 2 Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= 34412, ,263x. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila ph air lindi pada lysimeter 2 naik 1 angka, maka konsentrasi TDS akan turun sebesar 3431,263 mg/l Pengaruh Temperatur Sampah terhadap Konsentrasi TSS Tabel 5.3. Regresi Linear Temperatur Sampah terhadap konsentrasi TSS pada lysimeter 1 (kiri) dan 2 (kanan) 18

19 a. Lysimeter 1 Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= -372, ,71557x. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila temperatur sampah pada lysimeter 1 naik 1 o C, maka konsentrasi TSS akan naik sebesar 53,71557 mg/l. b. Lysimeter 2 Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= -6593, ,5083x. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila temperatur sampah pada lysimeter 2 naik 1 o C, maka konsentrasi TSS akan naik sebesar 246,5083 mg/l Pengaruh Temperatur Sampah terhadap Konsentrasi TDS Tabel 5.4. Regresi Linear Temperatur Sampah terhadap konsentrasi TDS pada lysimeter 1 (kiri) dan 2 (kanan) a. Lysimeter 1 Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= , ,2402x. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila temperatur sampah pada lysimeter 1 naik 1 o C, maka konsentrasi TDS akan naik sebesar 200,2402 mg/l. b. Lysimeter 2 Berdasarkan tabel di atas, didapatkan persamaan linear y= , ,1025x. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila temperatur sampah pada lysimeter 2 naik 1 o C, maka konsentrasi TDS akan naik sebesar 639,1025 mg/l. 6. KESIMPULAN Berdasarkan pengolahan data serta analisa yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kandungan TSS dan TDS pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan lysimeter 2, karena proses resirkulasi yang diterapkan pada lysimeter 1 menyebabkan akumulasi volatile fatty acid 19

20 (VFA) pada air lindi yang dihasilkan pada fase awal degradasi sampah (asidogenesis) serta akumulasi material amonia dan klorida pada air lindi hingga akhir pengoperasian lysimeter Perlakuan resirkulasi air lindi pada lysimeter 1 menyebabkan ph air lindi lebih rendah dibandingkan dengan lysimeter 2 karena akumulasi VFA dan menghambat pembentukan fase metanogenesis. 3. Resirkulasi air lindi menyebabkan temperatur sampah pada lysimeter 1 lebih tinggi dibandingkan dengan lysimeter 2 karena karena kandungan yang terdapat dalam lindi dapat meningkatkan laju stabilitas degradasi sampah. 4. Resirkulasi air lindi menyebabkan potensi terjadinya clogging pada drainage layer lysimeter 1 lebih besar dibandingkan dengan lysimeter 2 karena kandungan TSS dan TDS pada lysimeter 1 lebih besar akibat perlakuan resirkulasi. Semakin besar ukuran partikel kerikil dan semakin homogen ukuran kerikil yang digunakan pada drainage layer, maka potensi terjadinya clogging akan semakinkecil. 7. SARAN Adapun saran-saran yang dapat diberikan pada penelitian yang lebih lanjut adalah sebagai berikut : 1. Penelitian berikutnya dapat menerapkan penyesuaian ph (ph adjustment) dengan menambahkan larutan penyangga (buffer liquid) pada air lindi sebelum diresirkulasikan ke dalam sampah agar pembentukan fase metanogenesis tidak terhambat. 2. Untuk penelitian mendatang, perlu diperhatikan mengenai metode pengambilan dan penyimpanan/ penanganan sampel agar parameter kualitas air lindi yang akan diuji lebih akurat. 3. Untuk penelitian mendatang, disarankan agar tebal serta berat tiap lapisan penyusun lysimeter (tanah, kerikil) serta densitas sampah sama atau tidak terpaut terlalu jauh. 4. Untuk mengetahui pembentukan clog pada leachate collection system (LCS), khususnya pada drainage layer, perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan permodelan mesocosm. 20

21 8. KEPUSTAKAAN Badan Pusat Statistik Kota Depok Kota Depok Dalam Angka Depok: BPS Kota Depok. Damanhuri, E. (2007, November). Trend global dalam pengelolaan sampah. Makalah seminar pada Symposium Pengembangan Surabaya Metropolitan Area di Masa Depan Sub Topik Manajemen Sampah Kota, 50 tahun Jurusan Teknik Sipil ITS, Surabaya. Christensen, T. H., Cossu R., Stegmann R. (1992). Landfilling of waste: leachate. Madison Ave, New York. Sponza, D. T. dan Agdad, O. N. (2004). Impact of leachate recirculation and recirculation volume on stabilization of municipal solid wastes in simulated anaerobic bioreactors. Turki. Yulistiawati, E. (2008). Pengaruh suhu dan C/N rasio terhadap produksi biogas berbahan baku sampah organik sayuran. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Rafizul, I.M., Alamgir, M. (2012). Characterization and tropical seasonal variation of leachate: Results from landfill lysimeter studied. Kim H. (2005). Comparative studies of aerobic and anaerobic landfills using simulated landfill lysimeters. Ph.D. Thesis, University of Florida, USA. Yesiller, N., Hanson, J. L., Yoshida, H. (2005). Landfill temperature under variable decompotition conditions. Priyambada, I. B., Budiharjo, M. A., Aprianti, J. (2009). Pengaruh resirkulasi lindi terhadap potensi produksi gas metan. (Ch4). Kylefors, K., Andreas, L., Lagerkvist, A. (2002). A comparison of small-scale, pilot-scale and large-scale test for predicting leaching behavior of landfilled wastes. Journal of Waste Management, vol.:23, n:1. Swati, M., Kurian, J., dan Nagendran, R. (2005). Bioreactor landfill lysimeter studies on indian urban refuse. Centre for Environmental Studies, Anna University, Chennai , India. Francois, V. G., Feuillade, M. G., Lagier, T. dan Skhiri, N. (2007). Leachate recirculation effects on waste degradation: study on columns. Waste Management Journal 27: Rowe, R.K. and Yu, Y. (2010). Factors affecting the clogging of leachate collection systems in MSW landfills, Keynote lecture, 6th International Conference on Environmental Geotechnics, New Delhi, November 2010, Kjeldsen, P., Barlaz, M. A., Rooker, A. P., Baun, A., Ledin, A. & Christensen, T. H. (2002). Present and long-term composition of MSW landfill leachate: A Review, Critical Reviews in environmental Science and Technology, 32:4, McBean, E. A., Rovers F.A., & Farquhar G.J. (1995). Solid waste landfill Engineering and design. Prentice Hall PTR. Sahidu, S., Kotoran Sebagai Sumber Energi. Dewaruci Press, Jakarta. Sartaj, M., Ahmadifar, M., & Jashni, A. K. (2010). Assessment of in-situ aerobic treatment of municipal landfill leachate at laboratory scale. Iranian Journal of Science & Technology, Transaction B, Engineering Vol. 34, No. B1, pp Printed in The Islamic Republic of Iran 21

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 )

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 ) PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP POTENSI PRODUKSI GAS METAN (CH 4 ) Ika Bagus Priyambada 1, M. Arief Budiharjo 1, dan Juwita Aprianti 2 1 Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP, Jl. Prof. H. Sudarto,

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI BERSALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH TPA BENOWO, SURABAYA

PENGARUH RESIRKULASI LINDI BERSALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH TPA BENOWO, SURABAYA FINAL PROJECT RE 091324 PENGARUH RESIRKULASI LINDI BERSALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH TPA BENOWO, SURABAYA Effect of Saline Leachate Recirculation on Solid Waste Degradation Rate in TPA Benowo,

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO Amy Insari Kusuma 3308100103 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Ellina S.P. MT. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN J. Tek. Ling Edisi Khusus Hal. 58-63 Jakarta Juli 2008 ISSN 1441-318X PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN Indriyati dan Joko Prayitno Susanto Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 %

BAB I. PENDAHULUAN. Statistik (2015), penduduk Indonesia mengalami kenaikan sebesar 1,4 % BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk yang semakin meningkat pada setiap tahunnya.berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2015),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa tahun terakhir, energi menjadi persoalan yang krusial di dunia, dimana peningkatan permintaan akan energi yang berbanding lurus dengan pertumbuhan populasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA NGIPIK, GRESIK

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA NGIPIK, GRESIK PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA NGIPIK, GRESIK Oleh: Ummy Arofah A. NRP. 3308100014 Dosen Pembimbing: I.D.A.A. Warmadewanthi, ST., MT., PhD. NIP. 19750212 1999 03 2 001

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas manusia dan lingkungan yang sudah tidak diinginkan lagi keberadaannya. Sampah sudah semestinya dikumpulkan dalam suatu tempat

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Program Studi MMT-ITS, Surabaya 4 Pebruari 26 PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK Riskha Septianingrum dan Ipung Fitri Purwanti purwanti@enviro.its.ac.id

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai dasar penentuan kadar limbah tapioka yang akan dibuat secara sintetis, maka digunakan sumber pada penelitian terdahulu dimana limbah tapioka diambil dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jerami padi dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Batam merupakan salah satu kota di Propinsi Kepulauan Riau yang perkembangannya cukup pesat yang secara geografis memiliki letak yang sangat strategis karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang

Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang Pengaruh Sistem Open Dumping terhadap Karakteristik Lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Air Dingin Padang Puti Sri Komala, Novia Loeis Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

Macam macam mikroba pada biogas

Macam macam mikroba pada biogas Pembuatan Biogas F I T R I A M I L A N D A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 6 ) A N J U RORO N A I S Y A ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 7 ) D I N D A F E N I D W I P U T R I F E R I ( 1 5 0 0 0 2 0 0 3 9 ) S A L S A B I L L A

Lebih terperinci

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung

Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Jurnal Teknologi Proses Media Publikasi Karya Ilmiah Teknik Kimia 6() Januari 7: 7 ISSN 4-784 Studi Atas Kinerja Biopan dalam Reduksi Bahan Organik: Kasus Aliran Sirkulasi dan Proses Sinambung Maya Sarah

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG PERANCANGAN PABRIK PENGOLAHAN LIMBAH Oleh: KELOMPOK 2 M. Husain Kamaluddin 105100200111013 Rezal Dwi Permana Putra 105100201111015 Tri Priyo Utomo 105100201111005 Defanty Nurillamadhan 105100200111010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pembangunan semakin meningkat akibat semakin meningkatnya kebutuhan manusia. Hal ini menyebabkan aktivitas manusia dari waktu ke waktu terus bertambah dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph Salah satu karakteristik limbah cair tapioka diantaranya adalah memiliki nilai ph yang kecil atau rendah. ph limbah tapioka

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB Darmaga. Jerami telah didiamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum

Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas. Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Pengelolaan Emisi Gas pada Penutupan TPA Gunung Tugel di Kabupaten Banyumas Puji Setiyowati dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah perlunya usaha untuk mengendalikan akibat dari peningkatan timbulan

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah perlunya usaha untuk mengendalikan akibat dari peningkatan timbulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk memberikan efek negatif, salah satunya adalah terjadinya peningkatan timbulan sampah. Konsekuensi dari permasalahan ini adalah perlunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS 16-159 ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS Amaliyah Rohsari Indah Utami, Triwikantoro, Melania Suweni Muntini IT TELKOM Bandung, ITS Surabaya, ITS Surabaya E-mail : amaliyahriu@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU

ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU ISSN 2085-0050 ANALISIS TEMBAGA, KROM, SIANIDA DAN KESADAHAN AIR LINDI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU Subardi Bali, Abu Hanifah Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau e-mail:

Lebih terperinci

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS

PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS PENGELOLAAN EMISI GAS PADA PENUTUPAN TPA GUNUNG TUGEL DI KABUPATEN BANYUMAS Puji Setiyowati* dan Yulinah Trihadiningrum Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya * email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch

Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch Reka Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.1 Vol.2 Jurnal Institut Teknologi Nasional [Pebruari 2014] Pengolahan Limbah Cair Tahu secara Anaerob menggunakan Sistem Batch ANGRAINI 1, MUMU SUTISNA 2,YULIANTI

Lebih terperinci

Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat

Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat Potensi Pencemaran Lingkungan dari Pengolahan Sampah di Rumah Kompos Kota Surabaya Bagian Barat dan Pusat Oleh: Thia Zakiyah Oktiviarni (3308100026) Dosen Pembimbing IDAA Warmadewanthi, ST., MT., PhD Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air limbah dari proses pengolahan kelapa sawit dapat mencemari perairan karena kandungan zat organiknya tinggi, tingkat keasaman yang rendah, dan mengandung unsur hara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI LINDI PADA LYSIMETER TERHADAP KONSENTRASI AMMONIA, NITRIT, DAN NITRAT AIR LINDI

ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI LINDI PADA LYSIMETER TERHADAP KONSENTRASI AMMONIA, NITRIT, DAN NITRAT AIR LINDI ANALISIS PENGARUH RESIRKULASI LINDI PADA LYSIMETER TERHADAP KONSENTRASI AMMONIA, NITRIT, DAN NITRAT AIR LINDI Listy Ayuningtias, Gabriel S.B. Andari K., Evi Novita Z. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas

Lebih terperinci

Pengaruh Ukuran dan Fraksi Organik Terhadap Kuantitas dan Kualitas Timbulan Lindi

Pengaruh Ukuran dan Fraksi Organik Terhadap Kuantitas dan Kualitas Timbulan Lindi Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan ISSN: 2085-1227 Volume 5, Nomor 1, Januari 2013 Hal. 17-26 Pengaruh Ukuran dan Fraksi Organik Terhadap Kuantitas dan Kualitas Timbulan Lindi Kasam 1) ; Sarto 2) ;

Lebih terperinci

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA PECUK KABUPATEN INDRAMAYU

PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA PECUK KABUPATEN INDRAMAYU PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN SISTEM SANITARY LANDFILL DI TPA PECUK KABUPATEN INDRAMAYU Oleh: Hamdani Abdulgani Sipil Fakultas Teknik Universitas Wiralodra Indramayu ABSTRAK Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan dan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

Karakteristik Limbah Padat

Karakteristik Limbah Padat Karakteristik Limbah Padat Nur Hidayat http://lsihub.lecture.ub.ac.id Tek. dan Pengelolaan Limbah Karakteristik Limbah Padat Sifat fisik limbah Sifat kimia limbah Sifat biologi limbah 1 Sifat-sifat Fisik

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK JRL Vol.6 No.2 Hal. 159-164 Jakarta, Juli 21 ISSN : 285-3866 PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK Indriyati Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta 134 Abstract Seeding

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam lingkungan hidup, sampah merupakan masalah penting yang harus mendapat penanganan dan pengolahan sehingga tidak menimbulkan dampak yang membahayakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH AERASI DAN RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU PROSES DEGRADASI SAMPAH PADA BIOREACTOR LANDFILL

STUDI PENGARUH AERASI DAN RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU PROSES DEGRADASI SAMPAH PADA BIOREACTOR LANDFILL STUDI PENGARUH AERASI DAN RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU PROSES DEGRADASI SAMPAH PADA BIOREACTOR LANDFILL Syafrudin*), Bambang Pujianto, Sri Eko Wahyuni **), Dian Eni Sunarni, Monalisa ***) Abstrak On

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas sampah organik dan sludge. Pertimbangan atas penggunaan bahan tersebut yaitu jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL Pada penelitian pendahuluan-1 digunakan beberapa jenis bahan untuk proses degradasi anaerobik. Jenis bahan tersebut diantaranya adalah kulit pisang,

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak PEMBUATAN ETANOL DARI SAMPAH PASAR MELALUI PROSES HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI BAKTERI Zymomonas mobilis ETHANOL PRODUCTION FROM MARKET WASTES THROUGH ACID HYDROLYSIS AND FERMENTATION BY Zymomonas mobilis

Lebih terperinci

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak

1. Limbah Cair Tahu. Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output. Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg. Tahu 80 kg. manusia. Proses. Ampas tahu 70 kg Ternak 1. Limbah Cair Tahu. Tabel Kandungan Limbah Cair Tahu Bahan baku (input) Teknologi Energi Hasil/output Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Proses Tahu 80 kg manusia Ampas tahu 70 kg Ternak Whey 2610 Kg Limbah Diagram

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH MAKAN (RESTORAN) DENGAN UNIT AERASI, SEDIMENTASI DAN BIOSAND FILTER Afry Rakhmadany 1, *) dan Nieke Karnaningroem 2) 1)Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan salah satu hasil perkebunan yang berkembang dengan sangat cepat di daerah-daerah tropis. Semenjak tahun awal tahun 1980 luas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo selama 3.minggu dan tahap analisis

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi

Lebih terperinci

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( )

Adelia Zelika ( ) Lulu Mahmuda ( ) Adelia Zelika (1500020141) Lulu Mahmuda (1500020106) Biogas adalah gas yang terbentuk sebagai hasil samping dari penguraian atau digestion anaerobik dari biomasa atau limbah organik oleh bakteribakteri

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Hasil Percobaan Pengumpulan data hasil percobaan diperoleh dari beberapa pengujian, yaitu: a. Data Hasil Pengujian Sampel Awal Data hasil pengujian

Lebih terperinci

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan AIR Sumber Air 1. Air laut 2. Air tawar a. Air hujan b. Air permukaan Impurities (Pengotor) air permukaan akan sangat tergantung kepada lingkungannya, seperti - Peptisida - Herbisida - Limbah industry

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX

SCIENTIFIC CONFERENCE OF ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY IX Kajian Pemakaian Sampah Organik Rumah Tangga Untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biogas Study of Using Household Organic Waster for low income people as a substrate of making

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM, KONDUKTIVITAS, TDS DAN TSS

ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM, KONDUKTIVITAS, TDS DAN TSS ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM, KONDUKTIVITAS, TDS DAN TSS Daud Satria Putra, Ardian Putra Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan di bidang industri dan teknologi membawa kesejahteraan khususnya di sektor ekonomi. Namun demikian, ternyata juga menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

Degradasi Substrat Volatile Solid pada Produksi Biogas dari Limbah Pembuatan Tahu dan Kotoran Sapi

Degradasi Substrat Volatile Solid pada Produksi Biogas dari Limbah Pembuatan Tahu dan Kotoran Sapi 14 Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 6, No. 1, 212 Degradasi Substrat Volatile Solid pada Produksi Biogas dari Limbah Pembuatan Tahu dan Kotoran Sapi Budi Nining Widarti, Siti Syamsiah*, Panut Mulyono Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum perkembangan jumlah penduduk yang semakin besar biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perkembangan tersebut membawa

Lebih terperinci

Keywords : Anaerobic process, biogas, tofu wastewater, cow dung, inoculum

Keywords : Anaerobic process, biogas, tofu wastewater, cow dung, inoculum Pengaruh Rasio Pencampuran Limbah Cair Tahu dan Kotoran Sapi Terhadap Proses Anaerob Hadi Purnama Putra 1), David Andrio 2), Shinta Elystia 2) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2) Dosen Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci